• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kemandirian pangan asal ternak dalam rangka memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Lampung Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kemandirian pangan asal ternak dalam rangka memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Lampung Barat"

Copied!
276
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

KEMANDIRIAN

PANGAN ASAL TERNAK

DALAM RANGKA MEMANTAPKAN KETAHANAN

PANGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

HASNUL ABRAR

SEKOLAIi PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAN MENGENAI TUGAS

AKHIR

DAN SUMBER INFORMAS1

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir "Analisis Kemandirian Pangan Asal Temak dalam rangka memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat" adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal danlatau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Febmari 2009

(3)

ABSTRACT

HASNUL ABRAR. Livestock Source Food Self Sufficiency Analysis To Strengthen Food Security In Lampung Barat District. Under direction of ALI KHOMSAN and YAYAT HERYATNO.

Each region has its own capability to support its community's living sustainability, including in fulfilling livestock source food necessity. The objectives of this research were to: (1) analyze livestock source food supply in Lampung Barat District; (2) analyze ideal livestock sowce food proyection; (3) analyze livestock source food self sufficiency; (4) formulate livestock sowce food strategy in Lampung Barat District.

This research was conducted by using retrospective and prospective design, which was collecting data from institutions and organizations related to livestock source food supplying (secondary data), which then was projected to the ideal in the future. The primary data was collected by conducting interview and giving questionnaire to the chosen sample. The secondary data

was

processed by using Food Balance Sheet (FBS) software to measure livestock sowce food supply including the number and the energy and protein content. Ideal food supply target was measured manually by using existing formulation. Food self sufficiency was analyzed by production-supply and import-supply ratio. Livestock sowce food self sufficiency strategy was formulated fiom primary data.

The average livestock sowce food supply in 2005, 2006, and 2007 is 21 g/capita/day or 7.66 kg/capita/year, still lower than ideal supply 60 g/capita/day or 21.90 kg/capita/year. Protein supply of livestock source food is 2.86 g/capita/day, lower than ideal supply 4.8 g/capita/day. To fulfill livestock source food necessity of community in Lampung Barat, the supply projection are 25.59 gtcapitalday in 2008, 30.51 g/capita/day in 2009, 35.43 g/capita/day in 2010, and the ideal supply 60 g/capita/day in 2015. Based on production-supply and import-supply ratio, milk, broiler meat, buffalo meat, and broiler egg do not reach self sufficiency yet. On the other hand, foods that reach self sufficiency are: beef, lamb meat, sheep meat, local chicken meat, duck meat, local chicken egg, duck egg, and innards of all livestock. The strategies to strengthen livestock source food self sufficiency are increasing livestock populatien by various propam and fund sowce, they are: buffalo meatllamb and sheep meat substituting other food and increasing production of beef 4.Y/o/year, broiler meat 14.21%/year, local chicken meat 13.92%/year, broiler egg 14.20%/year, local chicken egg 13.92%/year, and milk 14.16%/year; increasing fund in livestock business and increasing income; livestock business diversification; developing livestock based on regional potential; developing technology and human resource; treatrnentlprevention and alleviation of contiguous animal disease.

(4)

RINGKASAN

HASNUL ABRAR. Analisis Kemandirian Pangan Asal Temak Dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan YAYAT HERYATNO.

Setiap wilayah memiliki kemampuan masing-masing untuk mendukung kelangsungan hidup penduduknya, salah satunya dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan asal ternak. Penelitian ini bertujuan untuk : (1). Menganalisis ketersediaan pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat ; (2). Menganalisis proyeksi ketersediaan pangan asal ternak ideal; (3). Menganalisis Kemandirian Pangan asal temak, (4). Merumuskan Strategi Kemandirian Pangan Asal temak Kabupaten Lampung Barat.

Desain penelitian ini adalah Retrospektif dan perspektif yaitu melakukan pengumpulan data pada lembagafinstansi dan organisasi yang terkait dengan penyediaan pangan asal temak (data sekunder), diolah dan diproyeksikan ke keadaan lebih baik dimasa mendatang. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesiuoner dari narasumber terpilih. Data sekunder yang terkumpul diolah dengan Sofware NBM untuk menghitung ketersediaan pangan asal temak, baik jumlah, energi dan protein. Untuk menghitung target ketersediaan pangan ideal dilaksanakan secara manual dengan rurnus yang sudah ada. Kemandirian pangan dianaIisis dengan rasio produksi terhadap penyediaan dan rasio impor terhadap penyediaan. Untuk merumuskan strategi Kemandirian Pangan asal ternak dlakukan dengan pengumpulan data primer.

Ketersediaan pangan asal ternak tahun 2005, 2006,2007 rata-rata baru sebanyak 21 grkapitafhari atau 7,66 kgkapital tahun, masih dibawah ketersediaan ideal 60 gr/kapita/hari atau 21,90 kgkapitaftahun. Ketersediaan protein pangan asal temak baru sebanyak 2,86 grkapitarhari, masih dibawah ketersediaan ideal sebanyak 4,s gr/kapita/hari. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Lampung Barat akan pangan asal temak, maka pada tahun 2008 diproyeksikan penyediaan pangan sebanyak 25,59 grkapitahari, tahun 2009 sebanyak 30,51 grkaphari, tahun 2010 sebanyak 35,43 grkapitalhari untuk mencapai ideal tahun 2015 sebanyak 60 gr/kapita/hari. Berdasarkan rasio produksi dan rasio impor terhadap ketersediaan pangan, maka jenis pangan susu, daging ayam ras, daging kerbau dan telur ayam ras termasuk pangan asal ternak yang belum mandiri. Jenis Pangan yang sudah mandiri : daging sapi, daging kambing, daging domba, daging ayam kampunglburas, daging itik, telur ayam buraskampung, telur itik dan jeroaan semua jenis temak, termasuk yang sudah mandiri. Strategi untuk memantapkan kemandirian pangan asal ternak : meningkatkan populasi temak dengan berbagai program dan sumber dana sbb : peningkatan produksi dan produktifitas ternak sapi sebesar 4 9 % per tahun, daging kerbaddaging kambing dan domba memberikan subsitutusi terhadap pangan lain, peningkatan perhmbuhan daging ayam

ras

sebesar 14,21%/tahun, daging ayam buras 13,92%/thun, telur ayam ras 14,20O/dtahun, telur ayam buras 13,92% dan susu sebesar 14,16%/tahun. peningkatan permodalan usaha ternak clan peningkatan pendapatan, diversifikasi usaha peternakan, pengembangan temak komoditas berdasar keunggulan wilayah, peningkatan teknologi dan SDM, pengobatanlpencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular.
(5)

O Hak cipta milik lnstitut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi

(6)

ANALISIS KEMANDlRIAN PANGAN ASAL TERNAK

DALAM RANGKA MEMANTAPUN KETAHANAN

PANGAN KABUPATEN LAMPUNG BAFWT

HASNUL ABRAR

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA MSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul : Analisis Kemandirian Pangan Asal Ternak Dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat Nama : Hasnul Abrar

NIM : 1153070085

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan. M.S. K e t u a

Diketahui

Ketua Program Studi

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini bejudul "Analisis Kemandirian Pangan Asal Ternak dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat."

Pangan merupakan kebutuhan pokok dan pemenuhan kebutuhan pangan mempakan hak azazi manusia. Pangan asal ternak merupakan salah satu penyumbang pangan masyarakat Kabupaten Lampung Barat. Dengan terus meningkatnya penduduk, maka kebutuhan pangan asal ternak juga akan meningkat. Dengan demikian, maka situasi ketersediaan dan kemandirian pangan asal ternak menarik untuk diteliti. Selanjutnya dengan mengetahui ha1 tersebut, maka akan ada rumusan strategi memantapkan kemandirian pangan asal ternak dalam rangka memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat.

Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, terutama kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Yayat Heryatno, SP, MPS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan, serta Dr. Ir. Budi Setiawan, M.S selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Manajemen Ketahanan Pangan dan seluruh staf pengajar yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc, selaku dosen penguji ujian tesis, yang telah banyak memberikan wawasan berpikir dalam penyempumaan tesis. Selanjutnya ucapan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Barat yang telah memberikan kesempatan tugas belajar dan pendanaan, serta istri dan anak-anakku ( dr. Hj. Herlina. Mkes, wo Riri, dang Nopal, Uni Bela dan Nisa) atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Krui Kabupaten Lampung Barat, 11 maret 1962, sebagai putra pertama pasangan Bapak Sanusi Malik (almarhum) d m Ibu Hj. Umi Salma. Menikah dengan dr. Hj. Herlina Rustarn Mkes d m telah diiiaruniai 4 orang putra putri.

Pendidikan SD diselesaikan di Krui Lampung Barat tahun 1976, melanjutkan ke SMP Negeri XIV Bandung dan lulus pada tahun 1979. Sekolah Menengah Atas juga diselesaikan penulis di Kota Bandung dan lulus Tahun 1981. Tahun 1982 tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Petemakan Universitas Padjadjaran dan memperoleh gelar sarjana Petemakan (Ir) pada tahun 1987. Selanjutnya tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidkan Pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Magister Manajemen Ketahanan Pangan.

(10)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

...

xiv

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Rumusan Masalah

...

2

Tujuan

...

. .

3

Manfaat penelltian

...

3

TINJAUAN PUSTAKA

...

Konsep Ketahanan Pangan

...

Ketersediaan Pangan Wilavah

.

...

Penyediaan Pangan dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan

...

Peranan dan Wewenang Pemerintah dalarn Pemantapan Ketahanan Pangan

...

Pernbangunan Pangan di Era Otonomi Daerah

...

Kemandirian Pangan

...

Pentingnya Pangan Asal T e d

...

Sumber Daya Pangan Bidang Peternakan

...

KERANGKA PEMIKIRAN

...

25

METODE PENELITIAN

...

Ternpat dan Waktu Penelitian

.

.

...

Desain Penelltlan

...

...

Jenis.Sumber. dan Cara Pengumpulan Data

...

Pengolahan dan Analisis Data

...

Keterbatasan dan Asumsi Penelitian

. .

Keterbatasan Penelit~an

...

.

.

...

Asumsi-Asumsi dalm Penelltlan

.

.

Definlsl Operasional

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

37

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

.

...

37

.

...

Kondlsl Sosial Budaya 40 Potensi Sumber Daya Pangan Asal Ternak Kabupaten Lampung Bamt

...

42
(11)

Halaman

Ketersediaan Pangan Asal Ternak Aktual

...

Target Ketersediaan Pangan Asal Temak

...

Kemandirian Pangan Asal Ternak

...

Rasio Produksi dan Rasio Impor Terhadap Penyediaan Dalam Kabupaten Lampung Barat

...

Target Produksi Pangan Asal Temak

...

Gap Target Produksi Aktual clan Ideal

...

Strategi Memantapkan Kemandirian Pangan Asal Ternak

Kabupaten Lampung Barat

...

Strategi Memantapkan Kemandirian Pangan Daging Ayam

...

Ras. Daging Ayam Buras dan Daging Itik

Strategi Memantapkan Kemandirian Pangan Telur Ayam

...

Ras. Telur Ayam Buras dan Telur Itik

...

Strategi Memantapkan Kemandirian Pangan Susu

Strategi Memantapkan Kemandirian Pangan Daging Temak

...

Rurninansia

SIMPULAN DAN SARAN

...

76

Simpulan

...

76

Saran

...

77
(12)

Halaman

...

Susunan pola pangan harapan (PPH) nasional dan FAO-RAO 8

Jenis. sumber dan cara pengolahan data

...

28

Penggunaan lahan untuk budidaya dan non budidaya di Kabupaten Lampung Barat

...

39

Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Lampung Barat

...

40

Prosentase angkatan ke j a pada lapangan ke j a utama

...

41

Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Lampung Barat

...

42

Produksi pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 2004-2006

...

43

Jenis dan jumlah pangan yang di ekspor

...

45

Jenis dan jumlah pangan asal ternak yang diimpor

...

Kabupaten Lampung Barat 2004-2006 46 Ketersediaan energi pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 2005-2007

...

47

Ketersediaan protein pangan asaI ternak Kabupaten Lampung Barat

....

49

Ketersediaan pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat

...

2005-2007 (gr/kapita/hari) 50 Ketersediaan pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 2005-2007 (kgkapitdhari)

...

51

Ketersediaan pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat

...

(tonltahun)

...

52

Ketersediaan ideal pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat 2005-2007

...

53

Ketersediaan d-tual dan ideal pangan asal ternak (ton/tahun)

...

54
(13)

Halaman 17 Trend gap ketersediaan

aktual

dan ideal pangan asal ternak Kabupaten

...

Lampung Barat 55

...

18 Proyeksi ketersediaan energi dari pangan asal temak 56 19 Proyeksi ketersediaan protein asal ternak untuk konsumsi

...

57

20 Proyeksi ketersediaan pangan untuk konsumsi (kalkaphari)

...

58

21 Proyeksi ketersediaan pangan asal temak untuk konsumsi (kglkapthr)

..

59

...

22 Proyeksi ketersediaan pangan asal temak untuk konsumsi (tontthn 60

...

23 Rasio produksi dan rasio impor terhadap penyediaan pangan dalam

Kabupaten Lampung Barat

...

61

24 Proyeksi produksi ideal pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 64

25 Proyeksi produksi berdasarkan trend Iaju petumbuhan produksi

...

65

26 Gap proyeksi produksi aktual dan ideal pangan asal ternak Kabupaten

.

Lampung Bamt

...

66

27 Presentase peningkatan proyeksi produksi pangan asal ternak (%)

...

68

28 Rekapitulasi proyeksi peningkatan populasi temak menuju ideal

...

75
(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Kabupaten Lampung Barat

...

82

2

.

Ketersediaan pangan asal ternak dari NBM 2005

...

83

3 Ketersediaan pangan asal ternak dari NBM 2006

...

87

4 Ketersediaan pangan asal ternak dari NBM 2007

...

91

...

5 Populasi ternak di Kabupaten Lampung Barat 2004-2007 95

...

6 Produksi pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 96

...

7 Banyaknya pangan asal ternak yang di ekspor 97 8 Banyaknya pangan asal ternak yang di impor

...

98

9

Daftar

satuan besaran konversi

...

99

10 Ketersediaan pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 2005-2007 (grkapitahari)

...

100

11 Ketersediaan energi pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat 2005-2007 (kkalkapitalhari)

...

101

12 Ketersediaan pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat

...

(kgkapitahari) 102

Ketersediaan protein pangan asal ternak (grkapitafhari)

...

Proyeksi ketersediaan pangan asal ternak (grkapitahari)

...

Ketersediaan pangan asal ternak (kgkapitalthn)

...

Perbandingan ketersediaan pangan asal ternak aktual dan ideal

...

Proyeksi ketersediaan rata-rata energi ideal pangan asal ternak

...

Trend gap ketersediaan pangan asal ternak aktual dan ideal

...

Ketersediaan protein asal ternak

u i i

dikonsumsi

...

Proyeksi ketersediaan pangan asal ternak ideal

...

(15)

Halaman

22

Rasio produksi

dan

impor teshadap penyediaan pangan asal tern

ak

...

112

...

23 Proyeksi produksi pangan asal temak aktual 113

. .

. .

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan essensil dan komoditas paling strategis dalam kehidupan manusia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak azazi manusia. Ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan adalah kondisi terpenuhiiya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan te jangkau. Untuk mencapai ha1 tersebut perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi konsumsi yang terns berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber day% kelembagaan,dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan,mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan serta mengembangkan lahan produktif. Di Kabupaten Lampung Barat terdapat beberapa jenis ternak yang dipelihara dan diusahakan oleh petani untuk dikembangkan dengan berbagai tujuan dan ini merupakan sumberdaya pangan bidang peternakan. Sumber daya pangan ini menjadi salah satu pangan yang dibutuhkan dan dikonsumsi masyarakat. Masalahnya adalah apakah ketersediaan pangan yang ada dapat mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, maka diperlukan suatu usaha untuk memahami situasi pangan disuatu daerah, dalam ha1 ini Kabupaten Lampung Barat.

(17)

mantap ditandai dengan terpenuhinya pangan yang cukup dan tersebar merata diseluruh daerah sampai nunah tangga, tersedia sepanjang

w a .

aman dari pencemaran bahan berbahaya dan aman menurut kaidah agama.

Sejdan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diwujudkannya dengan desentralisasi kewenangan dari Pemerintahan pusat ke Pemerintah Daerah, terjadi pembahan yang mendasar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bemegara. Pembangunan pertanian, termasuk sektor peternakan memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan petani, kesempatan keja, sumber pendapatan dan pengembangan perekonomian di daerdregional dan nasional. Ketahanan pangan merupakan prasyarat dasar yang hams dimiliki oleh suatu daerah otonom, oleh karena itu kebijakan yang mengarah pada terciptanya ketahanan pangan hams mendapat prioritas utarna.

Salah satu arah kebijakan ketahanan pangan pada sisi ketersediaan adalah menjamin pengadaan pangan utama dari produksi dalam negeri, yang berarti sangat ditentukan ketersediaan pangan wilayahldaerah. Dewan Ketahanan Pangan melalui Kebijakan Umum Ketahanan Pangan tahun 2006 - 2009 menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mempertahankan ketersediaan energi minimal 2200 kkallkaphari dan penyediaan protein minimal 57 grrkaphari. Salah satu pangan penyumbang gizi terbaik berasal dari protein hewani.

Rumusan Masalah

Pernasalahan dan tantangan dalam Pembangunan Ketahanan Pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumberdaya alam, masih terbatasnya sarana dan prasarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin. Teori Malthus menyatakan bahwa peltumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung.

(18)

pertumbuhan penduduk Kabupaten Lampung Barat yang pada tahun 2007 ini sudah berjumlah 410.723 jiwa. Permasalahan khusus yang diperoleh dalam penelitian dapat d i i u s k a n sebagai berikut :

1.

Bagaimana situasi ketersediaan pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat?

2. Bagaimana kemandirian pangan Kabupaten Lampung Barat ?

3. Strategi apa yang diperlukan dalam upaya memantapkan Kemandirian Pangan Kabupaten Lampung Barat ?

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi ketersediaan pangan, target penyediaan dan kemandirian pangan asal temak dalam rangka memantapkan ketahanan pangan Kabupaten Lampung Barat.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis ketersediaan pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat 2. Menganalisis proyeksi ketersediaan pangan ideal asal temak Kabupaten

Lampung Barat

3. Menganalisis kemandirian pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat. 4. Merurnuskan strategi kemandirian pangan asal temak Kabupaten Lampung

Barat.

Manfaat Penelitian

1. Kepentingan akademis, sebagai bahan informasi untuk menambah referensi tetang ketewediaan pangan dalam sistem ketahanan pangan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan mempakan kondisi terpenuhinya pangan bagi mmah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata clan terjangkau. Menurut Suryana (2001a) dengan pengetian tersebut mewujudkan ketahanan pangan dapat diartikan lebih lanjut sebagai berikut :

a. Terpenuhinya pangan yang cukup diartikan ketersediaan pangan d a l m arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari tanaman, temak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi petumbuhal kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang m a n , diartikan bebas dari cemaran

bioligis, kimia dan benda zat lain yang dapat mengganggu, memgikan dan membahayakan kesehatan manusia serta m a n dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan pangan hams tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi tejangkau, diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap mmah tangga dengan harga terjangkau.

Ketahanan pangan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga subsistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi. Ketersediaan dan distribusi memfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah, sedangkan sub sistem konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Dengan demikian, ketahanan pangan adalah isu ditingkat wilayah hingga keluarga, dengan dua elemen penting yaitu ketersediaan pangan dan akses-akses setiap individu terhadap pangan yang cukup (Suryana, 2004a).

(20)

kebijakan, peraturan, pembiiaan dan pengawasan pangan. Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku (stakeholder) seperti produsen, pengolah, pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, sub sektoral serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak azazi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

Akses penduduk terhadap pangan terkait dengan kemampuan produksi pangan tingkat rumah tangga, kesempatan kerja dan pendapatan keluarga. Dalam kaitan ini, pangan bukan hanya beras dan komoditas tanaman pangan, tetapi mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya. Dengan demikian pangan tidak hanya dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, tetapi juga industri pengolahan pangan. Selanjutnya pangan yang cukup tidak hanya daIam jumlah tetapi juga keragamannya, sebagai sumber asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral),untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik, kecerdasan dan produktifitas manusia (Suryana, 2004a).

Konsep Ketahanan Pangan

Istilah ketahanan pangan ljbod security) mulai populer sejak krisis pangan dan kelapamn pada awal dekade 70-an (Maxwell ad Frankerberger, 1997). Dalam kebijakan pangan dunia, istilah ketahanan pangan pertama kali digunakan oleh PBB pada tahun 1971 untuk membangun komitmen internasional dalam mengatasi masalah pangan dan kelaparan terutama di kawasan Afrika dan Asia.

(21)

kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari (Rumusan Intemasional Congress of Nutrition di Roma 1992). Kecukupan pangan mencakup segi kuantitas dan W t a s , agar rumah tangga dapat memenuhi kecukupan pangan tersebut berarti rumah tangga harus memiliki akses mempemleh pangan baik dari pmduksi sendiri maupun membeli dari pasar. Ini berarti bahwa tiap m a h tangga harus ditingkatkan daya belinya.

Pada mulanya pengertian ketahanan pangan terfokus pada kondisi pemenuhan kebutuhan pokok. Konsep swasembada berbeda dengan konsep ketahanan pangan, meskipun dalam beberapa ha1 mungkin berkaitan. United Nation (1975) mendefinisikan ketahanan pangan adalah ketersediaan cukup makanan utama pada setiap saat dan mengembangkan konsumsi pangan secara konsisten dan dapat mengimbangi fluktuasi produksi dan harga. Word Bank (1994) menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat dicapai hanya jika semua m a h tangga mempunyai kemampuan untuk membeli pangan. Makna yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi @la pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif dan produktif serta halal), dimensi keamanan pangan(kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan)(Hardinsyah dan Martianto, 2001).

Ketersediaan Pangan Wilayah

(22)

Ketersediaan pangan mempakan kondisi penyediaan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan mempakan suatu sistem yang berjenjang mulai nasional, propinsi (regional), lokal (kabupatedkota), dan rumah tangga. Ketersedian pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, propinsi, kabupatenlkota) maupun mikro (rumah tangga) (Baliwati dan Roosita, 2004).

Dalam mendukung pembangunan pangan, informasi tentang situasi ketersediaan pangan m e ~ p a k a n salah satu bahan pertimbangan dalam melakukan evaluasi dan perencanaan pangan, instrumen utama dalam penilaian terhadap ketersediaan pangan diantaranya Neraca Bahan Makanan (NBM). Neraca Bahan Makanan yang baik harus memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri, impor/ekspor dan stock serta penggunaan pangan untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk suatu wilaydnegara dalam kurun waktu tertentu (Badan Ketahanan Pangan, 2006).

Penyediaan Pangan dengan Pendekatsn Pola Pangan Harapan

(23)

8

Tabel 1 Susunan pola pangan harapan (PPH) nasional dan PPH FAO-RAO

DDU Konsumsi

,

'

,,

Kelompok PPH Nasional Kisaran Energi Kons Bahan No

Pangan F A 0 2020 pangan Skor

m"% \ , (%) m i ) ( m a p

Mali)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Padi-padian 40.0 50.0 40-60 1100 300 0,5 25,O

2 Umbi-umbian 5.0 6.0 0-8 132 100 0,5

3 PanganHewani 20.0 12.0 5-20 264 150 2,O 24,O 2,s 4 Kacang-kacangan 6.0 5.0 2-10 110 35 2,o 10,o 5 Sayur dan Buah 5.0 6.0 3-8 132 250 5,O 30,O

6 Biji Berminyak 3.0 3.0 0-3 66 10 0,5

7 Lemak dan Minyak 10.0 10.0 5-15 220 25 0,5 1

,o

8 Gula 8.0 5.0 2-8 110 30 0.5 2.5 5,O

9 Lainnya 3.0 3.0 0-5 66

-

O;O O;O

Jumlah 100.0 100.0 100.0 2200 - 100 - ~ .

Sumber : Hardinsyah et al, (2004)

Peranan dan Wewenang Pemerintah dalam Pemantapan Ketahanan Pangan Dalam rangka melaksanakan startegilpendekatan kebijakan dan pencapaian sarana pembangunan ketahanan pangan, pemerintah berperan dalam memfasilitasi penciptaan kondisi yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam pembangunan ketahanan pangan. Menurut Suryana (2001b) upaya penciptaan tersebut dapat dilaksanakan melalui :

a. Penerapan kebijakan makro ekonomi yang kondusif, menyangkut suku bunga, nilai tukar, perpajakan, investasi prasarana publik, peraturan perundangan, dan intervensi kegagalan pasar.

b. Peningkatm kapasitas produksi nasional melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berbasis kepada komoditas pertanian bahan pangan, dengan mengoptimalkan sunberdaya alam nasional, efisiensi teknologi spesifik lokasi, dan mengembangkan manajemen serta prasarana ekonomi untuk menghasilkan produk-produk pangan yang berdaya saing.

(24)

d. Peningkatan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat agar mampu dan mandiri untuk mengenali potensi dan kemampuan,alternatif peluangnya, dan mampu mengambil keputusan terbaik untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan dalam suatu perekonomian yang mengikuti azas mekanisme pasar yang berkeadilan.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan Undarg- undng Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah menetapkan kewenangan daerah yang luas dan bertanggungjawab untvk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat dan mengurus kepentingan masyaakat di daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kemampuan wilayah.

Dalam kerangka mematuhi azas-azas desentralisasi, pemerintah pusat dan propinsi membagi perannya sesuai peraturan yang berlaku, khususnya pada urusan-urusan yang bersifat lintas daerah, serta rnembantu pemerintah daerah sesuai permintaan. Pemerintah kabupaten melaksanakan perannya sesuai kewenangan otonominya, namun tetap dalam kerangka sistem yang lebih luas.

(25)

10) pengawasan sistem jaringan mutupangan; 11) pembinaan perbaikan mutu pangan masyarakat; 12) koordimasi penangulangan kerawanan parngan masyarakat di pedesaan dan perkotaan; 13) perurnusan iangkah-langkah pencegahan dan penanggulangan gejala kekurangan pangan serta keadaan darurat pangan; 14) pengembangan peran serta koperasi dan swasta dalam menanggulangi kerawanan pangan; 15) pengembangan sumber daya manusia di bidang kewaspadaan dan pengembangan mutu pangan; 16) pengkajian, perekayasaan, dan pengembangan kelembagaan ketahanan pangan di pedesaan; 17) penggalangan partisipasi masyarakat dalam mengelola cadangan pangan; 18) spelaksanaan promosi bahan pangan lokal; 20) gerakan pengembangan lumbung pangan masyarakat; 21) pemberdayaan kelembagaan tani dalam rangka ketahanan pangan masyarakat; 22) penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat tentang ketahanan pangan; 23 ) pengembangan kemitraan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan masyaraakat.

Pembangunan Pangan di Era Otonomi Daerah

Salah satu ha1 penting dari sasaran pembangunan pangan, adalah bahwa oreintasi penyediaan pangan tidak lagi semata berorintasi pada penigkatan kuantitas, tetapi juga berorientasi pada kualitas, khususnya dinilai dari aspek kompsisikeragaman penyedian pangan serta mutu gizi pangan dengan menitik beratkan pada ptensi sumberdaya setempat. Pada masa lalu petimbangan perencanaan pangan lebih mengacu pada upaya produksi dan permintaan pangan. Pada masa datang, selain memperhatikan kedua ha1 tersebut, pertimbangan yang juga penting adalah bahwa pangan yang disediakan dan diionsumsi hams memenuhi kecukupan gizi dan kualitas tertentu, serta sedapat mungkin penyediaannya dilakukan dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal (Hardinsyah, et al, 2001 ).

(26)

untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMI)) Kabupaten Lampung Barat tahun 2007-20012, agenda pembangunan Ketahanan Pangan sebagai berikut :

Revitalisasi Pertanian Daerah. Sektor pertanian yang mencakup tanaman pangan dan hortikutura, petemakan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan daerah. Pembangunan Sektor Pertanian diarahkan untuk tujuan meningkatkan produksi dan produktifitas, meningkatkan penghasilan dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani. Dalam upaya pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Lampung Barat

,

kebijakan yang dilakukan pada dasamya juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga keja, disertai dengan penataan dan pengembangan kelembagaan. Melalui upaya tersebut diharapkan adanya partisipasi aktif dan kesejahteraan secara efisien dan diiamis serta diikuti dengan pembagian surplus ekonomi antar berbagai pelaku ekonorni secara lebih adil melalui pengembangan agribisnis yang efisien.

Sektor peternakan di Kabupaten Lampung Barat memiliki potensi untuk dikembangkan apabila kondisi sekarang dapat diatasi, seperti rendahnya produksi dan produktifitas, rendahnya efisiensi usaha, keterbatasan sarana dan prasarana serta terbatasnya kredit dan permodalan. Kondisi ini disebabkan antara lain : 1) rendahnya pengetahuan dan SDM petani dibidang usaha petemakan ; 2) keterbatasan akses petani kesumber pembiayaan, keterbatasan modal k-g mendorong petani untuk menerapkan teknologi baru dalam rangka peningkatan pmduktifitas, membatasi peningkatan nilai tambah dan pada akhirnya mengakibatkan ketergantungan pada penyediaan modal informal (pengijon) ; 3) penguasaan teknologi masih rendah, kondisi ini tidak dapat dihindari karena rata- rata tingkat pendidikannya masih rendah bahkan tidak tamat SD sehingga berakibat rendahnya produktifitas dan nilai tambah produk peternakan.

(27)

budaya lokal yang bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan ke tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan pangan daemh. Kegiatan yang dilakukan dalam program ini meliputi :

1. Pe~ngkatan produksi dan produktifitas ternak

2. Pembentukan kawasan sentra pengembangan kom~ditas ternak 3. Pembangunan dan pendayagunaan kawasan sentra produksi

4. Melakukan pemberdayaan dan pengembangan sistem pola kejasama kemitraan.

Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang mencakup usaha dibidang agribisnis huly on farm, hilir dan usaha jasa pendukungnya. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan dalam program ini meliputi :

1. Pengembangan diversifikasi usaha tani

2. Peningkatan mutu temak dan penerapan sistem agribisnis

3. Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutama permodalan. 4. Peningkatan sarana prasarana produksi ternak/sapronak dan mesin

5. Penyebaran dan peningkatan mutu bibit sapi dan teknologi Inseminasi Buatan.

Pengembangan Usaha Tani Partisipatif. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing masyarakat pertanian, terutama petani yang tidak mampu menjangkau akses terhadap sumberdaya usaha petemakan. Kegiatan pokonya antara lain :

1. Revitalisasi sistem penyuluhan pertanian, perkebunan dan kehutanan, petemakan dan perikanan.

2. Penurnbuhan dan penguatan kelembagaan masyarakat tani guna meningkatkan posisi tawar petani

(28)

Kemandirian Pangan

Terpenuhinya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau oleh seluruh rumah tangga mempakan sasaran utarna dalam pembangunan ekonomi setiap negara di dunia. Bagi negara industri yang miskin sumberdaya pertanian, sasaran tersebut dapat dipenuhi dengan meningkatkan daya beli rakyat dan kemampuan ekonomi negaranya. Bagi sebagian besar negara berkembang, pemenuhan kebutuhan pangan itu temtama mengandalkan kemampuan produksi domestik.

Bagi Indonesia rumusam di atas mempakan definisi ketahanan pangan yang diformulasikan dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Untuk Implementasinya, GBHN 1994 - 2004 mengarahkan agar ketahanan pangan ini dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal, serta memperhatikan kesejahteraan para produsemya, yang pada umumnya adalah petani, petemak dan nelayan kecil.

Dalam wacana pembangunan ketahanan pangan nasional, akhir-akhir ini muncul konsep kemandirian pangan yang dimasyarakatkan secara intensif oleh Ketua Umurn HKTI Ir. Siswono Yudo Husodo. Dimana Kemandirian Pangan

- .

mengandung arti kebutuhan pangan nasional harus dipenuhi secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, modal sosial dan ekonomi yang dimiliki petani Indonesia, yang pada gilirannya harus berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi petani dan masyarakat laimya. Selanjutnya skenario mandiri, yaitu kondisi dimana kebutuhan pangan nasional minimal 90 %

dipenuhi dari produksi dalam negeri.

(29)

swasembada dengan tingkat 90%. Angka kemandirian 90 persen dapat dipakai acuan bagi pemenuhan pangan secara agregat atau dalam arti luas. Namun untuk pangan yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif seperti gandum, apel, atau jeruk sunkist, tidak perlu dipatok seperti di atas, karena apabila dipaksakan akan muncul inefisiensi dalam alokasi sumberdaya. Sebaliknya untuk komoditas pangan pokok atau strategis, seperti beras, @la, minyak goreng, angka kemandirian itu seyogyanya ditetapkan mendekati atau bahkan 100 persen.

Selanjutnya dikatakan bahwa kemandirian pangan merupakan salah satu dimensi pengukuran ketahanan pangan. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur ketahanan pangan dari sisi kemandirian pangan antara lain (1) ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan domestik,

(2)

ketergantungan ketersedian pangan nasional pada pangan impor dan atau net impor, dan (3) ketergantungan ketersediaan pangan terhadap transfer pangan dari pihak atau negara lain. Kemandirian pangan terhadap produksi domestik menunjukkan seberapa besar produksi pangan menyumbang atau memenuhi ketersediaan pangan nasional. Ketersediaan pangan nasional merupakan penjumlahan antara produksi dornestik (bersih, setelah dikurangi untuk pengynaan bibit dan tercecer) dengan impor dan stok. Kemandirian pangan juga dapat diukur dengan menelaah ketergantungannya terhadap impor. Dengan pengertian di atas, gagasan kemandirian pangan yang digagas ini sejalan arahan Undang Undang tentang pangan dan GBHN, sehingga gagasan ini sejalan dengan konsep ketahanan pangan dan dapat diletakkan sebagai definisi operasional (working definition) dalam kerangka perwujudan ketahanan pangan nasional jangka menengah dan panjang.

(30)

intemasional. Program pembangunan yang diperlukan adalah : (a) peningkatan kualitas SDM pertanian untuk mengadopsi Iptek, (b) peningkatan akses petani atas modal, teknologi, informasi dan pasar, (c) pengembangan infrastruktur ekonomi pedesaan yang dapat meningkatkan efisiensi pergerakan barang dan jasa dari dan ke desa, serta bagi pengembangan agribisnis di pedesaan, (d) pilihan pengembangan komoditas berdasarkan keunggulan komfetitif wilayah, dan (e) percepatan pengembangan industri pengolahan pangan. Ketiga, melalui keberagaman produk pangan antar daerah yang didukung oleh lancarnya pergerakan pangan antar daerah, maka ketahanan pangan daerah dapat diwujudkan bersama-sama atau seiring dengan ketahanan pangan nasional.

Pentingnya Pangan Asal Ternak

Agus Jaelani (2006), menyatakan tantangan utama dalam pembangunan bangsa adalah menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas, sehat, berkualitas dan produktif. Kecerdasan dan kualitas suatu bangsa sangat berkolerasi dengan seberapa besm konsumsi protein hewani di suatu negara. Hal ini mengingat peran protein hewani dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif dan berkualitas hampir tidak dapat digantikan oleh protein nabati. Di negara-negara maju dapat dipastikan konsumsi protein hewaninya sudah cukup tinggi. Bahkan di Amerika, konsumsi protein hewani mencapai 70% dari total konsumsi protein, atau dua kali lipat dari konsumsi protein nabati. Mereka sangat sadar esensi mengonsumsi protein hewani bagi kesehatan, produktifitas dan kecerdasan. Sementara yang tejadi di negara b t a justru sebuah ironi. Bangsa yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) dan potensi petemakan cukup bagus temyata konsumsi protein masih didominasi asupan protein nabati, dan konsumsi protein hewani secara nasional baru mencapai

5,l

gram per kapita per hari. Dengan kondisi seperti ini tentunya kita patut khawatir tejadi loss generation, mengingat peran protein hewani sangat vital dalam meningkatkan kualitas bangsa. Sehingga "PR" yang hams segera terselesaikan adalah bagaimana meningkatkan konsumsi protein hewani bangsa Indonesia
(31)

Protein berperan penting dalam pembentukan sel-sel dan jaringan baru tubuh serta memeliham perhmbuhan dan perbaikan jaringan yang rusak. Protein juga bisa menjadi bahan untuk energi bila keperluan tubuh

akan

hidrat arang dan lemak tidak terpenuhi. Protein sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu protein hewani dan nabati. Sumber protein hewani yaitu daging, ikan, ayam, telur dan susu. Sementara sumber protein nabati dapat diperoleh dari padi-padian, biji- bijian d m kacang-kacangan. Protein nabati dapat disebut sebagai protein tidak lengkap karena senantiasa mempunyai kekurangan satu atau lebii asam amino esensial. Sementara protein hewani memiliki semua asam amino esensial, hingga disebut protein lengkap. Pemanfaatan (utilisasi) protein oleh tubuh sangat ditentukan oleh kelengkapan kandungan asam amino esensial yang terkandung dalam protein yang dikonsumsi. Semakin lengkap asam amino esensial dan kandungannya dapat memenuhi kebutuhan tubuh, semakin tinggi nilai utilisasi protein tersebut bagi tubuh. Selain kandungan asam amino, faktor nilai cerna dari protein juga menjadi faktor penting dari manfaat protein yang dikonsumsi. Dari hasil penelitian yang dilakukan para ahli menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa nilai cerna protein hewani selalu lebih tinggi dari protein nabati

.

Sementara dari segi pemanfaatannya (utilisasi) protein hewani juga jauh lebih baik dari protein nabati. Selain itu, kaitannya dengan membangun kecerdasan bangsa, peran protein hewani sangat mutlak diperlukan. Vitamin B12 yang terkandung dalam protein hewani menjadi sebuah keunggulan tersendiri. Selain manfaat vitamin B12 dalam optimalisasi fungsi syaraf, ternyata vitamin B12 juga tidak ditemui dalam protein nabati. Sehingga kalau kita ingin meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia maka konsumsi protein hewani bangsa ini harus ditingkatkan.
(32)

masyarakat untuk menghasillcan peningkatan konsumsi protein hewani bangsa ini. Upaya peningkatan pendapatan masyarakat harus disinergikan dengan peningkatan konsumsi pangan asal hewan. Justru seharusnya usaha petemakan yang dapat memacu sekaligus menjadi alternatif dalam upaya pe~ngkatan pendapatan masyarakat Indonesia. Kita harus mampu mengeliminir pandangan, bahwa usaha petemakan merupakan usaha sambilan yang tidak dapat dijadikan mata pencaharian utama. Paradigma yang berkembang tentang sisi gelap petemakan harus segera kita ubah. Masyarakat petemakan harus mampu meyakinkan bangsa ini bahwa petemakan merupakan usaha yang prospektij

Bahkan FA0 telah mencatat bahwa petemakan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap 70% lebii penduduk miskin di dunia. Selain faktor pendapatan masyarakat ada satu faktor lagi yang tidak kalah penting. Faktor tersebut adalah upaya meningkatkan kesadaran masyarakat @ublic awareness)

akan manfaat dan esensi dari mengonsumsi pangan asal hewan. Meningkatkan

public awareness terhadap produk petemakan m e ~ p a k a n pekejaan besar masyarakat petemakan yang perlu penanganan cepat dan tepat. Hal ini mengingat masa depan petemakan sangat bergantung kepada seberapa berhasilnya upaya kita dalam meningkatkan public awareness bangsa ini dalam mengonsumsi pangan asal hewan sebagai sumber tunggal protein hewani. Dan sampai saat ini bangsa Indonesia belum sepenuhnya menyadari pentingnya mengonsumsi pangan asal hewan. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat peternakan dalam meningkatkan public awareness terhadap konsumsi peternakan (daging, susv, telur). Cara-cara tersebut dapat ditempuh melalui kampanye gizi maupun kerjasama dengan instansi lain dalam mensosialisasikan dan mendukung program pentingnya mengonsumsi protein hewani.

(33)

tertentu saja (seperti pada hari-hari besar nasional, setelah kejadianlwabah suatu penyakit), tanpa ada keberlanjutan yang terprogram secara rapi. Sehingga yang tejadi adalah masyarakat lebih tahu momennya daripada substansi yang disampaikan selama kampanye gizi tersebut. Kegiatan ini juga terkesan tidak ada perencaman yang matang tentang urgensi dan tujuan serta target dari kegiatan tersebut. Seharusnya kegiatan ini memiliki program, arah dan target yang jelas serta berkesinambungan. Keduu, perlu adanya pemerataan dalam kegiatan serta sasaran kampanye gizi. Kegiatan kampanye gizi yang selama ini dilakukan terlihat kurang merata di semua lapisan masyarakat. Jarang ditemui kampanye gizi di masyarakat pedesaan. Kita lebih banyak melihat kegiatan ini dilakukan pada masyarakat perkotaan. Memang tidak salah melakukan kampanye gizi di lingkungan yang masyarakatnya tidak mampu secara finansial, dengan sasaran mereka mulai sadar dan memahami perlunya mengonsumsi pangan asal hewan. Tetapi yang perlu diperhatikan, bahwa untuk meningkatkan public awareness mengonsumsi pangan asal hewan juga diperlukan kecukupan pendidikan dan finansial. Sementara dua faktor tersebut boleh dikatakan tidak sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat yang kurang mampu. Justru kesan yang timbul ketika melakukan kampanye gizi kepada masyarakat kurang mampu adalah kesan "pembagian gratis" produk petemakan tersebut, bukan pahamnya masyarakat akan kebutuhan mengonsumsi pangan asal hewan. Pantas saja jika produk yang dibagikan selalu habis. Hal ini bukan lantaran mereka menyadari pentingnya mengonsumsi pangan asal hewan, tetapi karena mereka jarang mengonsumsi produk tersebut akibat ketidakcukupan finansial. Ada baiknya kegiatan kampanye gizi juga ditujukan kepada masyarakat perkotaan, walaupun konsumsi masyarakat perkotaan relatif sudah tinggi. Kampanye gizi di perkotaan dilakukan dalam upaya meningkatkan konsumsi masyarakat perkotaan terhadap pangan asal hewan, ataupun mempertahankan konsumsi pangan asal hewan bagi masyarakat yang tingkat konsumsinya sudah mencapai batas optimum.

(34)
(35)

kurang terlihat. Sehingga masyarakat kurang tersentuh akan manfaatnya bagi kesehatan dan kecerdasan bangsa.

Sumber Daya Pangan Bidang Peternakan

Keragaman sumberdaya alam dan keaneragaman hayati yang dimiliki Indonesia mempakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat menuju pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Berbagai sumber pangan lokal dan makanan tradisional yang dimiliki oleh seluruh wilayah, masih dapat dikembangkan untuk memenuhi keaneragaman pangan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan.

Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi dapat memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan kesadaran gizi, yang diharapkan dapat mengubah perilaku konsumsinya. Menurut Suryana (2003), ketidak cukupan konsumsi kalori dan protein erat kaitannya dengan kemiskinannya Bagian terbesar dari penduduk yang mengalami defisit kalori dan protein adalah penduduk miskin. Walaupun dari tahun ke tahun penduduk miskin secara persentase dilaporkan menurun, namun secara absolut jumlahnya masih cukup besar

Dalam tujuan pembangunan ketahanan pangan, ditujukan untuk memperkuat ketahanan pangan di tingkat mikroltingkat rumah tangga dan individu serta di tingkat makrolnasional, salah satunya dengan meningkatkan konsumsi pangan per kapita untuk memenuhi kecukupan energi minimal 2000 kilokalorihari dan protein sebesar 52 grarnthari, meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor pola pangan harapan (PPH) minimal 80 ( padi- padian 275 gr, umbi-umbian 100 gr, pangan hewani 150 gr, kacang-kacangan 35 gr, sayur dan buah 250 gr).

(36)

Sementara itu, konsumsi daging per kapita pada 2004 sebesar 6,2 kg dengan total konsumsi 1,97 juta ton, dengan produksi daging 2,O juta ton, meningkat rata- rata 7,9 persen per tahun dibandingkan 2003. Dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, dan Thailand, tingkat konsumsi daging di Indonesia temasuk rendah.

Pada 2005, produksi daging sapi 463.800 ton dengan populasi ternak sapi potong 10,4 juta ekor (Statistik Petemakan, 2006). Indonesia masih mengimpor daging sapi sekitar 3.500 ton per tahun, sedangkan jumlah sapi bakalan 350.000 ekor per tahun. Strategi yang diterapkan Departemen Pertanian untuk mencapai swasembada daging (sapi) adalah dengan meningkatkan jumlah sapi 1,5 - 2 juta ekor. Kemudian melakukan penjaringan betina produktif 150.000-200.000 ekor per tahun. Betina-betina produktif dihiidari masuk rumah potong. Tentunya tidak lupa mengintensifkan program Inseminasi Buatan (IB), dan penanganan penyakit hewan. Berdasarkan data statistik peternakan, hampir 90 persen usaha peternakan sapi di Indonesia adalah peternakan rakyat. Usaha-usaha pembibitan (breeding) ataupun pembesaran sapi potong komersial (reedlooter) sejak tejadinya krisis moneter sangat berkurang. Tidak satu pun pengusaha swasta bergerak di bidang breeding sapi.

Mahalnya harga sapi bakalan impor dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi penyebab tidak berkembangnya usaha ternak. Padahal, jika hanya mengandalkan produksi peternakan rakyat, sulit bagi kita untuk dapat swasembada daging pada 2010. Swasembada daging yang dimaksud adalah swasembada on trend dengan tingkat impor 8,5 persen. Saat ini 28 persen daging sapi masih diimpor.

(37)

lama untuk meyakinkan masyarakat bahwa mengkonsumsi daging unggas aman bagi kesehatan.

Untuk daging kambing dan domba kita sudah berswasembada dengan produksi masing-masing 58.900 ton dan 66.500 ton pada 2005. Demikian juga untuk daging kerbau dengan produksi mencapai 40.800 ton pada 2005. Jumlah populasi kerbau pada 2004 mencapai 2,5 juta ekor.

Salah satu produk pangan hewani yang cukup penting adalah susu. Jenis pangan hewani ini masih kita impor dalam jumlah besar, yakni 1.010.000 ton pada 2004. Tingkat konsumsi susu dalam negeri pada 2004 berjumlah 1,56 juta ton dengan produksi susu 549.900 ton. Permintaan akan susu meningkat rata-rata 3 persen per tahun selama periode 2000-2004. Tingkat konsumsi per kapita mencapai 8 literltahun masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, yaitu 25 literkapitaltahun, India 45 liter/kapita/tahun, dan dunia 40 literikapitdtahun.

Tahun ini kita menghadapi kenaikan harga susu impor, y a h i susu formula dan susu kental manis. Penyebabnya, naiknya harga bahan baku susu formula di negara asal, Australia dan Selandia Baru. Untuk meningkatkan tingkat konsumsi susu, harga susu hams tejangkau dengan meningkatkan produksi oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) nasional. Bantuan bibit sapi perah unggul sangat dibutuhkan peternak tradisional. Pengusaha yang tejun ke bidang usaha ini harus mendapat bantuan dari pemerintah, baik dalam bentuk kredit kepemilikan sapi maupun kemudahan memperoleh kredit perbankan.

Produksi pangan hcwani lainnya adalah ikan. Tingkat konsumsi ikan sampai 21,s kgkapita per 2003, sedangkan standar kecukupan ikan adalah 26,25 kglkapitdtahun. Pemerintah sudah melancarkan program Gemaprotekan (Gerakan makan protein ikan) sejak 1997 yang tujuannya untuk meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat. Masalahnya, harga ikan laut jauh lebih mahal dibandingkan dengan daging ayam ras, akibat naiknya harga BBM. Luasnya lautan kita temyata belum mampu memberikan kecukupan protein ikan bagi selumh masyarakat.

(38)

2000

-

2004. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN, tingkat konsumsi telur per kapita kita termasuk rendah. Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg, dan Filipina 6,2 kg. Harga telur yang berkisar Rp 8.000 - 10.000 per kg sebenarnya relatif murah, namun daya beli masyarakat rendah. Populasi ayam petelur di Indonesia pada 2004 sebanyak 80,5 juta ekor.

Karena rendahnya tingkat konsumsi daging, telur, dan susu maka tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah, hanya 4,7 gram/oran&ari, jauh dari target 6 gram. Padahal Malaysia, Thailand, dan Filipina, rata-rata 10 gram/orang/hari. Di negara-negara maju, seperti, Arnerika Serikat, Prancis, Jepang, Kanada, dan Inggris adalah 50 - 80 gramlkapitahari. Di negara-negara berkembang laimya, seperti Korea, Brasil, dan Tiongkok 20 - 40 gramkapitahari.

Semakin tinggi tingkat konsumsi protein hewani semakin tinggi umur harapan hidupNHH (Han dalam Rusfida, 2005). Di negara-negara maju UHH- nya 75 - 85 tahun dan di negara-negara berkembang lainnya UHH 65

-

75 tahun. Sedangkan di Indonesia, Bangladesh, dan India UHH 55

-

65 tahun (Han, 1999).

Mutu produk juga perlu menjadi perhatian adalah subtema tentang Mutu produk Pangan. Sebenarnya ha1 ini sudah dilakukan sejak dulu, terutama untuk produk ikan. Udang windu, misalnya, memiliki persyaratan yang tinggi agar dapat 1010s ekspor, terutama menyangkut hama penyakit. Persyaratan sanitary dan phito sanitary-nya merupakan salah satu kesepakatan GATT Uruguay, barus bebas dari bakteri Salmonella, E Colli dan bakteri pathogen. Iian tuna yang kita ekspor juga memiliki persyaratan dasar agar dapat diekspor, seperti, berat minimal 10 kg per ekor. Hal ini berkaitan dengan konservasi biota laut.

(39)

mengawasi produsen daging dan ikan untuk memastikan bahwa pangan tersebut aman. Sanksi berat kepada yang melanggar ketentuan tersebut hami dijatuhkan agar memberikan efekjera. Kita m e m i l i UU Pangan No 7 tahun 1996 yang menjadi payung hukumnya.

(40)

Ketersediaan pangan asal hewanilternak mempakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan, minuman yang berasal dari ternak serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalarn satu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan

asal

ternak di Lampung Barat merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi penduduk, sehingga ketersediaannya harus dipertahankan sama atau lebih besar dari pada kebutuhan penduduk. Sub sistem ketersediaan dan distribusi memfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah, sedangkan sub sistem konsumsi memungkinkan setiap Nmah tangga memperoleh pangannya secara bertanggunaawab untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Jika keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan (food security) akan berada pada tingkat yang aman. Untuk mempertahankan ketersediaan pangan, distribusi d m konsumsi pangan asal ternak tersebut diperlukan strategi dan program ketahanan pangan bidang peternakan yang baik dan benar arahnya. Kebijakan dan program yang dipilih semuanya tidak terlepas dari Kebijakan Anggaran Pembangunan Peternakan di Kabupaten Lampung Barat.

Ketersediaan pangan wood availability) di suatu daerah atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya produksi pangan,ekspor/impor pangan, stok/cadangan pangan dan penggunaan pangan. Produksi pangan asal ternak sangat didukung oleh sumberdaya lahan, sumber daya pakan, sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat, sistem usaha tani,teknologi pasca panen, kelernbagaan ketahanan pangan, modal dan investasi. Berdasarkan keadaan ketersediaan pangan

asal

ternak saat ini (kondisi aktual), kita dapat menganalisis kemandirian pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat. Selanjutnya kita dapat membuat target dan memproyeksikan penyediaan pangan menuju ketersediaan pangan yang ideal.
(41)

I

STRATEGI MEMANTAPKAN KEMANDlRlAN PANGAN ASAL TERNAK KABUPATEN I A M P U N G BARAT

I

GAP KONDlSl AKTUAL DAN IDEAL

I

KETERSEDIAAN PANGAN

IDEAL

I

PROYEKSI

KETERSEDIAAN PANGAN

PENDEKATAN KETERSEDIAAN PANGAN

IDEAL

,

- -

- -

- - -

1

KETERSEDIAAN PANGAN

AKTUAL

I

PENGGUNAAN PANGAN

PANGAN

EKSPOR IMPOR

- - -

PRODUKSI PANGAN

PEMERINTAH

SUMBER DAYA ALAM

(42)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat, dikarenakan peneliti bertugas pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Barat. Dengan pertimbangan tersebut penelitian diharapkan dapat menjadi altematif strategi dalam penyediaan pangan di Lampung Barat. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, dimulai tanggal 1 Agustus 2008 sarnpai dengan 15 Nopember 2008.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah retrospektif dan prospektif. Retrospektif analysis diawali dengan melakukan kunjungan atau pengurnpulan data pada instansi/lembaga dan organisasi yang terkait dengan ketahanan pangan sektor petemakan di Kabupaten Lampung Barat, sebagai data dasar untuk menganalisis situasi berdasarkan perkembangan data dari waktu ke waktu. Tahap selanjutnya dilakukan analisis yang bersifat prospektif untuk masa yang akan datang, baik untuk situasi aktual maupun ideal.

Jenis, Sumber, dan Cara Pei~gurnpulan Data

(43)
[image:43.599.87.522.202.799.2]

Magister Profesional Ketahahan Pangan SPS IPB 2007 dan sebagainya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari diilinstansi yang terkait dengan ketahanan pangan, seperti data : keadaan demogcafi (data jumlah dan laju pertambahan penduduk), data ketersediaan pangan dan Neraca Bahan Makanan, data produksi ternak, data ekspor impor pangan asal ternak, stok pangan asal ternak.

Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengolahan data

No Jenis Data Sumber data Cara pengumpulan

1. Strategi Kemandirian Pangan asal ternak

2. Produksi ternak

3. Keadaan demografi

4. Ketersediaan Pangan asal ternak

5. Eksporlimpor pangan asal ternak

6 Data Stok Pangan Asal Ternak

Data Primer ( Kelembagaan clan organisasi yang terkait dengan kemandirian pangan)

Data Sekunder (BPS, Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Barat.

Data Sekunder ( Bappeda dan BPS Kabupaten Lampung Barat

Data Sekunder ( Badan Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Barat

Data Sekunder ( Dinas Perindustrian dan

perdagangan) Kabupaten Lampung Barat.

Data Sekunder ( Kantor Sub divisi Dolog) Kabupaten Lampung Barat

Wawancara dengan kuesioner

Pencatatan data produksi ternak tahun 2004,2005 dan tahun 2006

Pencatatan data penduduk dan laju pertambahan penduduk

tahun 2004-20 15

Pencatatan dari hasil print out NBM tahun 2005,2006 dan 2007 Kabupaten Lampung

Barat

(44)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh baik data primer dan data sekunder di tabulasi dan diolah menggunakan komputer dengan program mycrosofi excel for windows. Beberapa metode yang diperlukan dalam analisis data adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan Pangan

a. Data ketersedian pangan yang diitung dari produksi masing-masing sumber daya pangan petemakan berdasarkan data NBM Kabupaten Lampung Barat

tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, di entry dengan software aflikasi analisis situasi penyediaan pangan wilayah (Heryatno, 2006).

b. Analisis kuantitas ketersediaan pangan aktual mencakup : jumlah energi yang tersedia untuk konsumsi pangan asal temak per kapita per penduduk, kontribusi energi kelompok pangan tersedia terhadap total energi, kontribusi masing-masing sumber daya pangan bidang petemakan.

c. Konbribusi energi masing-masing komoditas = Jumlah energi komoditasl jumlah energi total komoditas dikalikan 100 %.

2. Menganalisis Target dan Proyeksi Penyediaan Pangan Ideal Asal Ternak a. Target penyediaan pangan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan asal temak yang hams tersedia untuk dikonsumsi penduduk sesuai dengan kemampuan dan potensi wilayah dslam penyediaan pangan.

b. Proyeksi penyediaan pangan ideal adalah jumlah pangan asal temak yang hams tersedia untuk dikonsumsi penduduk dalam satu tahun yang dinyatakan dalam satuan energi dan protein per kapitalhari dari setiap sumber daya pangan untuk mencapai pola pangan harapan ideal pada tahun tertentu.

Keterangan : Gt = pangan tahun yang dicari,

(45)

n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal

dt = selisih tahun 201 Sdengan tahun awai

GZOIS = pangan tahun 2015 (ideal = 100)

PROYEKSI KETERSEDIAAN ENERGI (Kalkaphari )

Keterangan : Kt = energi tahun yang dicari

&

= energi tahun awal

n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awai

K2015 = energi tahun 2015 (ideal = 100)

dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal

PROYEKSI KETERSEDIAAN PROTEIN (grkapita/hari)

Keterangan : Pt = protein tahun yang dicari Po = protein tahun awal

n = selisih tahun yang dicari dengan tahun awal

PZol5 = protein tahun 2015 (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal

c. Proyeksi Produksi Pangan, menggambarkan proyeksi jumiah pangan yang hams diproduksi untuk memenuhi proyeksi ketersediaan yang telah ditetapkan sebel-ya. Asumsi yang digunakan : pembahan stok, ekspor dan pemakaian pangan pada tahun perhitungan sama dengan tahun dasar.

Keterangan :

(46)

= proyeksi ketersediaan untuk dikonsumsi (tonltahun)

pada tahun t ( tahun yang dicari).

PS = perubahan stok pada tahun dasa

E = jumlah pangan untuk ekspor pada tahun dasar

I = jumlah pangan untuk impor pada tahun dasar

P = penggunaan pangan untuk pakan pada tahun dasar

B = penggunaan pangan untuk bibit pada tahun dasar

M = penggunaan pangan untuk industri makanan pada tahun

dasar

BM = penggunaan pangan untuk industri non makanan pada tahun dasar

T = jumlah pangan yang tercecer pada tahun dasar

3. Kemandirian Pangan Asal Ternak

Kemandirian pangan didasarkan pada rasio produksi dan rasio impor terhadap penyediaan pangan wilayah, dengan perhitungan sebagai berikut :

>

Rasio Produksi = Produksil (Produksi

+

Impor - Ekspor) x 100 %

>

Rasio Impor = Impor/ @roduksi

+

Impor - ekspor) x 100 %

4. Strategi Kemandirian Pangan Asal Ternak Kabupaten Lampung Barat. Perumusan strategi ditempuh melalui tahapan pengumpulan dan analisis data

sebagai berikut :

a. Mendefinisikan persoalan d m merinci persoalan yang diinginkan

b. Menyampaikan resume hasil analisis ketersedian, target dan proyeksi pangan asal ternak dan analisis kemandiriannya.

(47)

d. Melakukan wawancara yang mendalam tentang strategi kemandirian pangan asal temak dalam rangka memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Barat.

e. Mengurnpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan wawancara.

f. Mengurnpulkan dan mengelompokkan hasil wawancara

g. Merumuskan strategi kemandirian pangan asal temak Kabupaten Lampung Barat.

Keterbatasan dan Asumsi dalam Penelitian Keterbatasan Penelitian

1. Analisis ketersediaan pangan dilakukan dari NBM 2005,2006 dan 2007, belum dianalisis untuk tahun 2008.

2. Dalam perencanaan proyeksi pangan asal ternak dengan pendekatan Pola Pangan Harapan belum ada pemisahan antara pangan asal temak dan ikan, sehingga harus dilakukan asumsi-asumsi yang jelas antara kebutuhan ideal protein, energi dari ternak dan dari sumber ikan.

3. Dalam penentuan proyeksi ideal pangan asal temak pada tahun 2015, didasarkan pada kontribusi pangan-pangan tersebut terhadap ketersediaannya dan diproyeksikan untuk menuju penyediaan ideal.

4. Dalam memproyeksikan produksi pangan asal temak, maka dianggap perubahan stok, ekspor, impor dan pemakaian pangan diasumsikan sarna dengan tahun dasar.

Asumsi dalam Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi, yaitu :

(48)

diperoleh dari pendekatan PPH, dimana

AKE

kelompok pangan hewani ditetapkan sejumlah 264 kk&pita/hari. Diasumsikam pangan asal temak kebutuhannya 40% dari AKE pangan hewani, 60% dipenuhi dari energi sumber ikan ( 159 kkalkapihari).

2. Demikian juga untuk memproyeksikan Angka Kebutuhan Protein ideal ditetapkan berdasarkan pendekatan PPH nasional dan PPH FAO-RAO

,

AKP pangan hewani ditetapkan sejumlah 12 - 20% dari AKP semua jenis pangan. Peneliti lebih memilih 20% dari AKP, dikarenakan mendekati angka yang direkomendasikan Direktorat Jenderal Petemakan, sejumlah 6 grkapitakari. Dengan demikian 20% dikalikan 57 gram, sehingga AKP dari pangan hewani 11 - 12 grkapitakari. Berdasarkan hal yang sama, maka kebutuhan ideal protein asal temak ditetapkan 40% dari 12 grkapihari, yaitu 4,8 grkapihari, dari protein ikan sebanyak 7,2 grkapihari.

3. Untuk menetapkan jumlah pangan yang hams tersedia menuju ideal, maka ditetapkan sejumlah 60 grkapita/hari dari pangan asal temak. Angka ini diperoleh juga dari pendekatan PPH, dimana kebutuhan pangan hewani idealnya sebanyak 150 grkapita/hari. Dengan pendekatan bahwa 40% kebutuhan itu hams dipenuhi oleh pangan asal ternak, maka diperoleh angka tersebut di atas.

(49)

Oefinisi Operasional

Ketersediaan pangan asal ternak adalah jumlah dan jenis pangan bempa daging dan telur dan susu yang disediakan untuk penduduk Kabupaten Lampung Barat dalam waktu tertentu, yang diperoleh dari produksi dan impor.

Pola penyediaan

-

pangan ideal adalah perkiraan kualitas masing masing jenis bahan makanan yang mernemnuhi kriteria kecukupan gizi dan mempertimbangkan harga minimal, tersedia, aspek kesehatan, dan kebiasaan pada suatu wilayah.

Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah penyajian data dalam bentuk tabel yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah Susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari 1:elompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi.

Produksi adalah jumlah keselunrhan hasil masing masing bahan makanan asal temak yang belum mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan.

Ketersediaan Daging (untuk dikonsumsi ) adalah jumlah daging (dalam bentuk daging mumi) yang siap dikonsumsi selarna satu tahun yaitu 80% dari berat karkas ditambah offal ditambah jumlah daging yang masuk dan dikurangi dengan jumlah daging yang keluar dari suatu wilayah (biasanya disajikan sebagai konsumsi protein hewani asal temak

Ketersediaan Susu (untuk dikonsumsi) adalah jumlah susu yang dikonsumsi selama satu tahun setara dengan susu segar yaitu jumlah produksi susu setelah dikurangi dengan konsumsi pedet dan tercecer 15.7% ditambah decgan pemasukan susu yang disetarakan dengan susu segar, dikurangi dengan susu yang setara susu segar yang dikeluarkan dari wilayah tersebut

(50)

penggunaan untuk bibit dan msak, ditambah dengan telur yang rnasuk dan dikurangi dengan telur yang keluar dari wilayah yang berangkutan

Produksi Daging adalah jumlah karkas h a i l pemotongan temaklunggas di wilayah tersebut ditambah dengan edible offal (Jeroan

+

bagian yang dapat dimakan) selama waktu tertentu

Produksi Telur adalah jumlah produksi telur unggas (ayam buras, ayam ras dan itik) selama satu tahun, termasuk yang ditetaskan, msak, diperdagangkan, dikonsumsi dan diberikan pada pihak lain

Gambar

Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengolahan data
Tabel 4 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Lampung Barat
Tabel 6 Perkembangan populasi temak di Kabupaten Lampung Barat, tahun 2004-
Tabel 7 Produksi pangan asal ternak Kabupaten Lampung Barat tahun 2004-2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kreativitas Guru dalam Menerapkan Metode Ceramah Untuk. Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa pada Mata

y = jumlah atom unsur dalam 1 molekul senyawa ( angka indeks dari unsur yang bersangkutan dalam rumus kimia senyawa ). Stoikiometri Reaksi Hitungan

Suyono Sosrodarsono, Ir., Takeda, Kensaku, Dr., Hidrologi untuk Pengairan.. Penerbit Pradnya Paramitha,

Latihan penelitian atau inquiry training bertolak dari kepercayaan bahwa perkembangan seseorang agar mandiri, menuntut metode yang dapat memberi kemudahan bagi para

1 WIDYASRAMA , Majalah Ilmiah Universitas Dwijendra Denpasar, ISSN No... 2 WIDYASRAMA , Majalah Ilmiah Universitas Dwijendra Denpasar,

Sinkopasi terjadi ketika aksen tidak jatuh pada ketukan berat ( upbeat ). Sinkopasi banyak ditemukan dalam musik Afrika dan Eropa. Learning Swing Feel.. merupakan ciri

Judul Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Pendidikan Pengelolaan Keuangan Keluarga, dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi Terhadap Literasi Finansial Mahasiswa

Penelitian yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan bahan tambahan berupa matos pada tanah lunak yang