• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Kebersihan Rongga Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal pada Anak Sindrom Down Usia 6-18 Tahun di SLB-C Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Kebersihan Rongga Mulut dan Kebutuhan Perawatan Periodontal pada Anak Sindrom Down Usia 6-18 Tahun di SLB-C Kota Medan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/WALI OBJEK PENELITIAN berpartisipasi sebagai objek dari penelitian saya yang berjudul :

Status Kebersihan Rongga Mulut Dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Anak Sindrom Down Usia 6-18 Tahun Di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada orang tua mengenai pentingnya menjaga kebersihan rongga mulut anak sindrom Down dan memotivasi orang tua untuk memperhatikan, menjaga dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga kebersihan mulut.

(2)

Adapun ketidaknyamanan yang dialami dalam prosedur penelitian yaitu anak membuka mulut sedikit lebih lama untuk memeriksa keadaan rongga mulut dan tidak menimbulkan efek samping. Namun keuntungan menjadi objek penelitian yaitu memperoleh data mengenai kondisi rongga mulut anak secara spesifik dan saran dalam upaya pemeliharaan kebersihan rongga mulut pada anak sindrom Down. Pemeriksaan yang dilakukan tidak dikenakan biaya apapun.

Diharapkan hasil penelitian ini secara keseluruhan dapat membantu memberikan solusi dalam upaya pemeliharaan kebersihan rongga mulut pada anak-anak sindrom Down di Indonesia dimasa yang akan datang.

Jika Bapak / Ibu Ananda bersedia, Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Objek Penelitian harap ditandatangani dan dikembalikan kepada peneliti. Perlu Bapak / Ibu Ananda ketahui bahwa surat kesediaan tersebut tidak mengikat Bapak / Ibu untuk dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian berlangsung. Apabila ada hal yang ingin ditanyakan pada peneliti maka dapat menghubungi saya pada :

No. HP : 087868127734

Alamat : Jl. Dr Mansyur, No 29, Gang Sehat, Medan

Mudah-mudahan keterangan saya diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan Bapak / Ibu dan ananda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, ……… Peneliti,

(3)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Setelah membaca keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-hak saya/ anak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul :

Status Kebersihan Rongga Mulut Dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Anak Sindrom Down Usia 6-18 Tahun Di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

Saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia mengizinkan anak saya dan saya berpatisipasi dalam penelitian dari Ravinraj Ilangovan sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan,………. Tanda Tangan,

(………...)

Orang Tua Ananda……….. Alamat :

(4)

Lampiran 3

No. LEMBAR PEMERIKSAAN

Tanggal pemeriksaan :

Nama anak :

Jenis kelamin :

Tanggal lahir : ; Usia :…. tahun….bulan

Nama orang tua :

Alamat rumah :

No. Telepon/Hp orang tua :

Nama Sekolah :

PERILAKU MEMBERSIHKAN GIGI

1. Berapa kali dalam sehari anak ibu menyikat gigi ? 1. 1. Satu kali sehari

2. Dua kali sehari

3. Lebih dari 2 kali sehari

2. Kapan saja anak Ibu menyikat gigi/ disikatkan giginya ? 2. 1. Tidak tentu/ jawaban lain

(5)

3. Setelah makan pagi dan sebelum tidur malam

3. Apakah Ibu mengawasi/memberi bantuan ketika anak Ibu sikat gigi? 3. 1. Tidak pernah

2. Kadang-kadang 3. Selalu

4. Apakah anak Ibu menyikat gigi dengan pasta gigi berfluor? 4. 1. Tidak pernah

2. Kadang-kadang 3. Selalu

5. Jenis sikat apa yang digunakan oleh anak ibu ? 5. 1. Biasa

2. Elektrik

6. Jumlah skor perilaku kebersihan rongga mulut: 6.

7. Kategori perilaku kebersihan rongga mulut: 7.

(6)

PEMERIKSAAN ORAL HYGIENE DAN INDEKS PERIODONTAL

Skor CPITN Skor Kalkulus Skor Debris

16 11 26

46 31 36

Skor Debris Skor Kalkulus Skor CPITN

Skor Debris = __________ Skor Kalkulus = __________

Skor OHIS = Skor Debris + Skor Kalkulus Skor CPITN = __________ = __________

Tingkat kebersihan oral hygiene : Baik : 0,0-1,2

(7)

KRITERIA

Kriteria Indeks Debris dan Indeks Kalkulus

Kriteria Indeks Periodontal

Skor Status Periodontal Kebutuhan Perawatan 0 Periodonsium sehat Tidak membutuhkan

perawatan Skor Kriteria debris Kriteria kalkulus

0 Tidak ada Tidak ada

(8)

Lampiran 4

HASIL ANALISIS DATA

Frequency Table

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki

41 61.2 61.2 61.2

Perempuan 26 38.8 38.8 100.0

Total 67 100.0 100.0

Kelompok Usia Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6-12 31 46.3 46.3 46.3

13-18 36 53.7 53.7 100.0

(9)

Status Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down

Descriptive Statistics

OHIS berdasarkan Jenis Kelamin

JK Mean N Std. Deviation

Laki-laki 2.334 41 1.0396

Perempuan 1.988 26 1.4109

Total 2.200 67 1.1991

OHIS berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Mean N Std. Deviation

6-12 1.765 31 1.0907

13-18 2.575 36 1.1743

(10)

Kategori OHIS berdasarkan Jenis Kelamin

KATEGORI OHIS

Total baik : 0,0-1,2 sedang : 1,3-3,0 jelek : 3,1-6,0

JK Laki-laki Count 4 30 7 41

% within JK 9.8% 73.2% 17.1% 100.0%

% of Total 6.0% 44.8% 10.4% 61.2%

Perempuan Count 10 10 6 26

% within JK 38.5% 38.5% 23.1% 100.0%

% of Total 14.9% 14.9% 9.0% 38.8%

Total Count 14 40 13 67

% within JK 20.9% 59.7% 19.4% 100.0%

% of Total 20.9% 59.7% 19.4% 100.0%

Kategori OHIS berdasarkan Kelompok Usia

KATEGORI OHIS

Total baik : 0,0-1,2 sedang : 1,3-3,0 jelek : 3,1-6,0

K.USIA 6-12 Count 9 19 3 31

% within Umurk 29.0% 61.3% 9.7% 100.0%

% of Total 13.4% 28.4% 4.5% 46.3%

13-18 Count 5 21 10 36

% within Umurk 13.9% 58.3% 27.8% 100.0%

% of Total 7.5% 31.3% 14.9% 53.7%

Total Count 14 40 13 67

% within Umurk 20.9% 59.7% 19.4% 100.0%

(11)

Status Debris pada Anak sindrom Down

Debris berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Mean N Std. Deviation

Laki-laki 1.754 41 .5784

Perempuan 1.488 26 .7855

Total 1.651 67 .6734

Debris berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Mean N Std. Deviation

6-12 1.442 31 .7164

13-18 1.831 36 .5859

(12)

Kategori debris berdasarkan Kelompok Usia

Kategori Debris

Total Baik :0,0-0,6 Sedang :0,7-1,8 Jelek :1,9-3,0

K.Usia 6-12 Count 6 16 9 31

% within Umurk 19.4% 51.6% 29.0% 100.0%

% of Total 9.0% 23.9% 13.4% 46.3%

13-18 Count 0 21 15 36

% within Umurk .0% 58.3% 41.7% 100.0%

% of Total .0% 31.3% 22.4% 53.7%

Total Count 6 37 24 67

% within Umurk 9.0% 55.2% 35.8% 100.0%

% of Total 9.0% 55.2% 35.8% 100.0%

Kategori debris berdasarkan Jenis Kelamin

Kategori Debris

Total Baik :0,0-0,6 Sedang :0,7-1,8 Jelek :1,9-3,0

JK Laki-laki Count 2 23 16 41

% within JK 4.9% 56.1% 39.0% 100.0%

% of Total 3.0% 34.3% 23.9% 61.2%

Perempuan Count 4 14 8 26

% within JK 15.4% 53.8% 30.8% 100.0%

% of Total 6.0% 20.9% 11.9% 38.8%

Total Count 6 37 24 67

% within JK 9.0% 55.2% 35.8% 100.0%

(13)

Status Kalkulus pada Anak sindrom Down

Kalkulus berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Mean N Std. Deviation

Laki-laki .595 41 .6225

Perempuan .500 26 .7099

Total .558 67 .6542

Debris berdasarkan Kelompok Usia

K.Usia Mean N Std. Deviation

6-12 .323 31 .5025

13-18 .761 36 .7064

(14)

Kategori Kalkulus berdasarkan Jenis Kelamin

Kategori Kalkulus

Total Baik :0,0-0,6 Sedang :0,7-1,8 Jelek :1,9-3,0

JK Laki-laki Count 24 15 2 41

% within JK 58.5% 36.6% 4.9% 100.0%

% of Total 35.8% 22.4% 3.0% 61.2%

Perempuan Count 16 8 2 26

% within JK 61.5% 30.8% 7.7% 100.0%

% of Total 23.9% 11.9% 3.0% 38.8%

Total Count 40 23 4 67

% within JK 59.7% 34.3% 6.0% 100.0%

% of Total 59.7% 34.3% 6.0% 100.0%

Kategori Kalkulus berdasarkan Kelompok Usia

Kategori Kalkulus

Total Baik :0,0-0,6 Sedang :0,7-1,8 Jelek :1,9-3,0

K.Usia 6-12 Count 23 8 0 31

% within Umurk 74.2% 25.8% .0% 100.0%

% of Total 34.3% 11.9% .0% 46.3%

13-18 Count 17 15 4 36

% within Umurk 47.2% 41.7% 11.1% 100.0%

% of Total 25.4% 22.4% 6.0% 53.7%

Total Count 40 23 4 67

% within Umurk 59.7% 34.3% 6.0% 100.0%

(15)

Distribusi Status Periodontal dan Kebutuhan Perawatan Periodontal (CPITN) pada Anak Sindrom Down

CPITN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Periodonsium sehat / tidak

membutuhkan perawatan 4 6.0 6.0 6.0

ada perdarahan gingiva /

perbaikan oral hygiene 20 29.9 29.9 35.8

ada perdarahan dan kalkulus /

perbaikan oral higiene+skeling 35 52.2 52.2 88.1 saku dengan kedalaman 4 atau

5mm / perbaikan oral higiene+skeling

8 11.9 11.9 100.0

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Davidson, Melissa A. Primary care for children and adolescents with Down syndrome. Pediatr Clin N Am 2008; 1099-111.

2. Andrianti V. Distribusi kelainan kromosom sindrom Down dan usia ibu saat melahirkan di Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang. http://eprints.undip.ac.id/24327/1/Vidyaningsih.pdf (April 2012)

3. Cheng, Yiu, Leung K. Oral health in individuals with Down syndrome. http://cdn.intechopen.com/pdfs/17991/InTechOral_health_in_individuals_wit

h down_syndrome.pdf (April 2012)

4. Irdawati, Muhlisin A. sindrom Down pada anak ditinjau dari segi biomedik dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 2009; 2(1): 47-50. 5. Notohartojo IT, Halim FS. Gambaran kebersihan mulut dan gingivitis pada

murid sekolah dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang. Media Litbang Kesehatan 2010; 20(4): 179-87.

6. Krishnan CS, Archana A. Evaluation of oral hygiene status and periodontal

health in mentally retarded subjects with or without Down’s syndrome in

comparison with normal healthy individuals. Journal of Oral Health and Community Dentistry 2014; 8(2): 91-4.

7. Al-Khadra, Thamer A. Prevalence of dental caries and oral hygiene status

among Down’s syndrome patients in Riyadh-Saudi Arabia. Pakistan Oral & Dental Journal 2011; 31(1): 115-7.

8. Kumar S, Sharma J, Duraiswamy P, dkk. Determinants for oral hygiene and periodontal status among mentally disabled children and adolescents. Journal Indian Soc Pedod Prevent Dent 2009; 27(3): 151-7.

(17)

10. Rusdi WW. Analisis kromosom pada anak retardasi mental dengan mikrosefali. http://eprints.undip.ac.id/37450/1/Wiyosa_Waluyan.pdf (2011) 11. Freedman L, Nunn J, Thomas W, et al. Preventive strategies to improve

periodontal health in people with down syndrome. Journal of Disability and Oral Health 2011; 12(2): 59-67.

12. Reuland-Bosma W, van Dijk LJ. Periodontal disease in Down’s syndrome: a review. J Clin Periodontal 1986; 13: 64-73.

13. Oredugba FA. Oral health condition and treatment needs of a group of Nigerian individuals with Down syndrome. Down Syndrome Research and Practice 2007; 12(1): 72-7.

14. Hashim NT, Gobara B, Ghandour I. Periodontal health status of a group of mentally disabled children in Khartoum State. Journal of Oral Health Community Dentistry 2012; 6(1): 10-3.

15. Maatta T, Tervo-Maatta T, Taanila A, et al. Mental health, behavior and intellectual abilities of people with Down syndrome. Down Syndrome Research and Practice 2006; 11(1): 37-43.

16. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental. Sari Pediatri. Jakarta 2000; 2(3): American Academy of Periodontology-An Update. Journal de I’Association dentaire canadienne 2000; 66(11): 594-7.

19. Saimeh R. Prevalence of periodontal disease among Down syndrome patients in the Southern Region of Syria. Tishreen University Journal for Research and Scientific Studies-Health Sciences 2011; 33(5): 139-45.

20. Bagic I, Verzak Z, Cukovic-Cavka S, et al. Periodontal conditions in

individuals with Down’s syndrome. Periodontal Conditions Among Down’s

(18)

21. Umoh AO, Azodo CC. Association between periodontal status, oral hygiene status and tooth wear among Down syndrome patients in Benin City, Nigeria. Ann Med Health Sci Res 2013; 3(2): 149-54.

22. Clerehugh V, Kindelan S. Guidelines for periodontal screening and management of children and adolescents under 18 years of age. British Society of Periodontology and The British Society of Paediatric Dentistry 2012; 1-25.

23. Rao D, Amitha H, Munshi AK. Oral hygiene status of disabled children and adolescents attending special schools of south Canara, India. Hong Kong Dent J 2005; 2(2): 107-13.

24. Perry DA, Beemsterboer PL. Periodontology for the dental hygienist. 3rd ed; Missouri: Saunders Elsevier; 2007: 161-76.

(19)

BAB 3

METODE PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif survei. Jenis penelitian ini berfungsi untuk memberikan gambaran.

1.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa di seluruh Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

1. SLB Muzdalifah

2. Taman Pendidikan Islam (TPI) 3. SLB Abdi Kasih.

4. SLB Marcus

5. SLB-C YPAC Adinegora 6. SLB-E Negeri Pembina 7. SLB Al-Azhar

8. SLB-C Karya Tulus

1.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan April-Mei 2015. Pengumpulan data 3 minggu, pengolahan dan analisis data 3 minggu, dan penyusunan laporan 2 minggu.

1.3 Populasi dan Sampel Penelitian 1.3.1 Populasi Penelitian

(20)

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling, yaitu mengambil seluruh populasi anak sindrom Down usia 6-18 tahun yang bersekolah di seluruh SLB-C Kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi:

- Anak sindrom Down yang dapat dilakukan pemeriksaan. - Disetujui oleh orang tua dengan pengisian informed consent. Kriteria Eksklusi:

- Anak sindrom Down yang tidak bersedia berpartisipasi.

3.4 Variabel-variabel Penelitian - Anak sindrom Down

- Status kebersihan rongga mulut - Kebutuhan perawatan periodontal - Usia

- Jenis kelamin

3.5 Definisi Operasional

1. Anak sindrom Down adalah anak tuna grahita yang didiagnosis menderita sindrom Down usia 6-18 tahun yang bersekolah di SLB-C Kota Medan.

2. Usia anak adalah usia 6-18 tahun, merupakan usia yang dihitung dari tanggal lahir sampai waktu dilakukannya penelitian.

(21)

Untuk mengetahui Indeks oral hygiene, dijumlahkan Indeks Debris dan Indeks Kalkulus yang telah diperoleh. Tingkat kebersihan oral hygiene dapat digolongkan sebagai berikut :

Baik : 0,0-1,2 Sedang: 1,3-3,0 Jelek : 3,1-6,0

Gigi yang diperiksa adalah yang telah erupsi sempurna. Jika gigi yang dipilih untuk diperiksa itu tidak ada, maka yang diperiksa gigi tetangga atau gigi yang bersebelahan. Jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah gigi tertentu dengan permukaan yang diperiksa tertentu pula yaitu gigi 16 pada permukaan bukal, gigi 11 pada permukaan labial, gigi 26 pada permukaan bukal, gigi 36 pada permukaan lingual, gigi 31 pada permukaan labial dan gigi 46 pada permukaan lingual.

4. Indeks debris (Simplified Debris Index) adalah indeks yang digunakan untuk mengukur endapan lunak/ plak yang melekat pada gigi penentu.

Cara pemeriksaannya adalah gigi diwarnai dengan disclosing solution atau dapat dilakukan dengan menggunakan alat sonde. Kriteria penilaian adalah:

0= permukaan gigi bersih.

1= kurang dari 1/3 permukaan gigi terdapat debris.

2= lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi terdapat debris. 3= lebih dari 2/3 permukaan gigi terdapat debris.

(22)

Untuk mengetahui indeks debris, skor total debris dibagikan dengan jumlah gigi yang diperiksa. Tingkat kebersihan oral debris dapat digolongkan sebagai berikut:

Baik : 0,0-0,6 Sedang : 0,7-1,8 Jelek : 1,9-3,0

5. Indeks kalkulus (Simplified Calculus Index) adalah indeks yang digunakan untuk mengukur endapan keras atau karang gigi yang melekat pada gigi penentu. Sebelum dilakukan pemeriksaan, perlu kita perhatikan jenis karang gigi yang berada pada permukaan gigi. Apakah karang gigi supragingival atau subgingival posisi karang gigi tersebut. Untuk memperoleh indeks kalkulus, cara pemeriksaan hampir sama dengan pemeriksaan untuk memperoleh debris indeks. Kriteria penilaian adalah:

0= permukaan gigi bersih

1= kurang dari 1/3 permukaan gigi terdapat karang gigi supra gingival

2= lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi terdapat karang gigi supra gingival atau pada servikal gigi terdapat bercak-bercak karang gigi sub gingival tapi permukaan gigi bersih

3= lebih dari 2/3 permukaan gigi terdapat karang gigi atau permukaan gigi bersih, karang gigi melingkari leher gigi

(23)

Untuk mengetahui indeks kalkulus, skor total kalkulus dibagikan dengan jumlah gigi yang diperiksa. Tingkat kebersihan oral kalkulus dapat digolongkan sebagai berikut :

Baik : 0,0-0,6 Sedang : 0,7-1,8 Jelek : 1,9-3,0

6. Indeks periodontal komunitas (Communtiy Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN) adalah indeks yang digunakan untuk mengetahui kedalaman saku dan mendeteksi ada tidaknya kalkulus dengan menggunakan probe periodontal WHO.

Probing dilakukan pada setiap gigi indeks dengan menggerakkan probe ke sekeliling gigi untuk menilai enam titik disekitar gigi, yaitu : mesiofasial, midfasial, distofasial juga ditempat sejenis aspek lingual dan palatal. Yang penting diingat pada waktu probing, probe harus tetap sejajar dengan aksis panjang gigi kecuali pada waktu memeriksa bagian interproksimal. Pada bagian ini, biasanya prob sedikit dimiringkan sehingga memudahkan untuk memeriksa bagian interproksimal yang biasanya berakhir pada titik kontak gigi tetangganya. Temuan paling parah dicatat sebagai skor regio menurut pengukuran CPITN. Skor penilaian akan menunjukkan juga kriteria untuk indeks kebutuhan perawatan yang dibutuhkan.

(24)

Untuk memperoleh penilaian CPITN dipergunakan enam regio tertentu, yaitu: dan tidak merupakan indikasi untuk pencabutan. Penilaian untuk satu regio dengan satu gigi adalah keadaan yang terparah/skor nilai paling tinggi. Umur 20 tahun atau lebih, gigi indeks yang diperiksa adalah 17,16,11,21,26,27,37,36,31,41,46,47. Umur kurang dari 19 tahun, jumlah gigi indeks yang diperiksa adalah 6 buah gigi yaitu gigi 16,11,26,36,31 dan 46.

Tabel 1. Kriteria untuk Community Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN 24

Status Periodontal Kebutuhan Perawatan

0 = Periodonsium sehat 0 = Tidak membutuhkan perawatan 1 = Secara langsung atau dengan 1 = Memerlukan perbaikan oral higiene bantuan kaca mulut terlihat

perdarahan gingival setelah probing

2 = Sewaktu probing ada pendarahan dan 2 = Perbaikan oral higiene + skeling terasa adanya kalkulus, tetapi seluruh profesional

bagian prob berwarna hitam* masih terlihat

3 = Saku dengan kedalaman 4 atau 5 3= Perbaikan oral higiene + skeling mm profesional

4 = Saku dengan kedalaman 6 mm 4= Perbaikan oral higiene +skeling (bagian prob berwarna hitam tidak profesional + perawatan

(25)

* Bagian prob pada kalibrasi antara 3,5 mm sampai 5,5 mm

** Perawatan komprehensif bisa berupa skeling dan penyerutan akar di bawah anastesi lokal, dengan atau tanpa prosedur untuk aksessibilitas.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu probing:

1. Jika dalam regio tidak terdapat gigi indeks, semua gigi yang ada dalam regio tersebut diperiksa dan dinilai. Diambil yang mempunyai keadaan yang terparah yang mempunyai skor tertinggi yang terdapat di regio tersebut.

2. Untuk anak muda usia 15 tahun dan ke bawah, pencatat hanya dilakukan bila ada perdarahan dan karang gigi saja, tidak poket.

3. Bila tidak ada tidak gigi indeks/gigi pengganti diberi tanda X

3.6 Alat dan Bahan

Alat Penelitian yang digunakan yaitu: 1. Kaca mulut

2. Pinset 3. Sonde 4. Senter

5. Prob Periodontal WHO 6. Sarung tangan

7. Masker 8. Kapas 9. Tisu

Bahan yang digunakan adalah disclosing solution dan alkohol 70%.

3.7 Cara Pengambilan Data

(26)

Pemeriksaan debris dilakukan pada anak yang telah dipilih sebagai sampel dengan menggunakan disclosing solution untuk memeriksa debris yang terbentuk pada permukaan mahkota gigi. Pada pemeriksaan kalkulus disupra gingival dan sub gingival sonde digunakan. Kemudian, hasil pemeriksaan dicatat sebagai indeks debris dan kalkulus di lembar pemeriksaan. Setelah itu, kedua indeks debris dan indeks kalkulus ditambah dan dihitung indeks oral hygiene simplified (OHIS) pada anak sindrom Down yang diteliti.

Pemeriksaan periodontal dilakukan dengan cara probing pada setiap indeks gigi dengan menggerakkan probe periodontal WHO ke sekeliling gigi untuk menilai enam titik disekitar gigi, yaitu : mesiofasial, midfasial, distofasial juga ditempat sejenis aspek lingual dan palatal. Temuan paling parah dicatat sebagai skor regio menurut pengukuran CPITN. Skor penilaian akan menunjukkan juga kriteria untuk indeks kebutuhan perawatan yang dibutuhkan dan hasil pemeriksaan dicatat di lembar pemeriksaan.

Pemeriksaan ini dilakukan di tempat yang memiliki penerangan yang cukup dan anak duduk di atas bangku kelas yang sudah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Penggunaan kaca mulut digunakan jika diperlukan retraksi lidah, bibir, dan pipi serta senter jika dibutuhkan tambahan cahaya untuk memperjelas objek yang diamati. Alat yang sudah digunakan kemudian disterilkan dengan alkohol 70% dan sarung tangan selalu diganti setiap pergantian subjek yang diteliti.

(27)

3.7.1 Alur Penelitian

3.7.2 Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

-Editing (Pengeditan Data). Editing adalah memeriksa dan meneliti kembali hasil pemeriksaan klinis.

Mencari sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi

Meminta kesediaan sampel untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan kepada wali/orang tua.

Melakukan pemeriksaan klinis: 1. Indeks Debris 2. Indeks Kalkulus 3. Indeks Periodontal

Analisis data

Pencatatan hasil pemeriksaan Izin dari Komisi Etik FK USU

(28)

-Coding (Pengkodean Data). Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean.

-Entry Data (Pemasukan Data). Data yang selesai decoding selanjutnya dimasukkan dalam tabulasi untuk dianalisis.

-Cleaning Data (Pembersihan Data). Tahap ini data yang ada ditandai diperiksa kembali untuk mengkoreksi kemungkinan suatu kesalahan yang ada.

b. Analisis Data

(29)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di delapan Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan dengan jumlah sampel 67 orang anak Sindrom Down usia 6-18 tahun. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan yaitu bulan April dan Mei 2015.

4.1 Karakteristik Responden Anak Sindrom Down

Karakteristik responden anak meliputi jenis kelamin dan usia. Persentase anak laki-laki adalah 61,2% dan perempuan adalah 38,8%. Persentase responden anak pada usia 6-12 tahun adalah 46,3% dan usia 13-18 tahun adalah 53,7%.

Tabel 2. Karakteristik responden anak sindrom Down berdasarkan usia dan jenis kelamin

Karakteristik Responden (n) %

Jenis Kelamin

4.2 Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

(30)

indeks debris dengan rerata 1,49 ± 0,786 dalam kategori sedang dan indeks kalkulus dengan rerata 0,50 ± 0,710 dalam kategori baik. Secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status kebersihan rongga mulut dengan hasil p=0,081, (Tabel 3). Keterangan: * signifikan (p < 0,05)

(31)

4.3 Kategori Status Kebersihan Rongga Mulut Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Berdasarkan tabel 5, indeks debris kategori sedang terlihat paling tinggi yaitu sebanyak 34,1% pada responden laki-laki dan 21,0% pada responden perempuan. Sebanyak 23,9% responden laki-laki dan 12,0% responden perempuan memiliki indeks debris kategori jelek, sedangkan indeks debris kategori baik terlihat paling rendah yaitu sebanyak 3,0% pada responden laki-laki dan 6,0% pada responden perempuan.

Indeks kalkulus yang terbanyak pada responden laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kategori baik, yaitu sebanyak 35,7% pada responden laki-laki dan 23,9% pada responden perempuan, sedangkan indeks kalkulus kategori sedang yaitu sebanyak 22,4% pada responden laki-laki dan 12,0% pada responden perempuan. Indeks kalkulus paling rendah pada responden laki-laki dan responden perempuan masing-masing memiliki kategori jelek, yaitu sebanyak 3,0% pada responden laki-laki dan 3,0% pada responden perempuan.

(32)

Tabel 5. Status kebersihan rongga mulut anak sindrom Down berdasarkan jenis

Berdasarkan tabel 6, indeks debris kategori sedang terlihat paling tinggi yaitu sebanyak 23,9% pada responden kelompok usia 6-12 dan 31,4% pada responden kelompok usia 13-18 tahun. Sebanyak 13,4% responden kelompok usia 6-12 tahun dan 22,4% responden kelompok usia 13-18 tahun memiliki indeks debris kategori jelek, sedangkan indeks debris kategori baik terlihat paling rendah yaitu sebanyak 8,9% pada responden kelompok usia 6-12 tahun dan pada responden kelompok usia 13-18 tahun, tidak ada responden yang memiliki indeks debris kategori baik.

(33)

OHIS yang terbanyak pada kelompok usia 13-18 tahun yaitu sebanyak 44,3% responden dengan kategori jelek, sedangkan pada kelompok usia 6-12 tahun yaitu sebanyak 61,3% dengan kategori sedang. Sebanyak 29,0% responden kelompok usia 6-12 tahun dan 14,0% responden kelompok usia 13-18 tahun memiliki OHIS paling rendah dengan kategori baik.

Tabel 6. Status kebersihan rongga mulut anak sindrom Down berdasarkan usia. Kategori Status

4.4 Status Periodontal dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Anak Sindrom Down

(34)

Tabel 7. Distribusi status periodontal berdasarkan Skor CPITN

Skor CPITN Status Periodontal (n) %

0 Periodonsium sehat 4 6,0

1 Perdarahan setelah probing 20 29,9

2 Ada perdarahan dan kalkulus 35 52,2

3 Saku dengan kedalaman 4-5mm 8 11,9

4 Saku dengan kedalaman 6mm - -

Total 67 100

Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa sebanyak 64,1% responden membutuhkan perbaikan OHIS dan skeling sedangkan 29,9% responden membutuhkan perbaikan OHIS. Sebanyak 6,0% responden tidak membutuhkan perawatan periodontal dan tidak ada responden yang membutuhkan perawatan komprehensif.

Tabel 8. Karakteristik responden anak sindrom Down berdasarkan penyakit periodontal

(35)

Tabel 9. Distribusi kebutuhan perawatan periodontal anak sindrom Down Tipe

Pelayanan Kategori Perawatan (n) %

0 Tidak ada perawatan 4 6,0

1 Perbaikan OHIS 20 29,9

2 Perbaikan OHIS + Skeling 43 64,1

3 Perbaikan OHIS + Skeling +

Perawatan Komprehensif - -

Total 67 100

4.5 Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak Sindrom Down

Berdasarkan tabel 9, frekuensi menyikat gigi anak sindrom Down menunjukkan anak yang menyikat gigi satu kali sehari sebanyak 59,7%, dua kali sehari sebanyak 35,8 % dan lebih dari 2 kali sehari sebanyak 4,5%. Data waktu menyikat gigi anak menunjukkan saat mandi pagi hari sebanyak 6,0%, tidak tentu sebanyak 73,1% dan setelah makan pagi dan sebelum tidur malam 20,9%. Data ibu memberi bantuan ketika anak sikat gigi menunjukkan sebanyak 14,9% menjawab tidak pernah, sebanyak 52,2% kadang-kadang dan sebanyak 32,8% menjawab selalu. Data pemakaian pasta gigi menunjukkan sebanyak 3,0% tidak pernah, 11,9% kadang-kadang dan sebanyak 85,1% selalu. Data jenis sikat yang digunakan oleh anak menunjukkan 100% menjawab sikat gigi biasa.

Tabel 10. Persentase tindakan pemeliharaan kesehatan gigi pada anak sindrom Down

Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi (n) %

Berapa kali sehari anak ibu menyikat gigi a. Satu kali sehari

b. Dua kali sehari

c. Lebih dari 2kali sehari

(36)

Lanjutan Tabel 10. Persentase tindakan pemeliharaan kesehatan gigi pada anak sindrom Down

Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi (n) %

Kapan saja anak ibu menyikat gigi/ disikatkan gigi a. Tidak tentu

b. Setiap mandi pagi hari

c. Setelah makan pagi dan sebelum tidur malam

49 Apakah ibu memberi bantuan ketika anak ibu sikat gigi

a. Tidak pernah Apakah anak ibu menyikat gigi dengan pasta gigi

a. Tidak pernah Jenis sikat gigi apa yang digunakan oleh anak ibu

(37)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal ini dilakukan di delapan Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan dengan jumlah sampel 67 orang anak sindrom Down usia 6-18 tahun. Karakteristik responden anak meliputi jenis kelamin yaitu sebanyak 41 orang anak laki-laki dan 26 orang anak perempuan.

(38)

Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dan status kebersihan rongga mulut pada anak sindrom Down laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki OHIS kategori sedang, yaitu 2,33 ± 1,03 pada anak laki-laki dan 1,99 ± 1,41 pada anak perempuan, walaupun kedua masuk dalam kategori sedang, tetapi OHIS anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dijalankan di Udaipur, India pada individu retardasi mental di Sekolah Luar Biasa yang memperlihatkan bahwa individu laki-laki mempunyai status kebersihan rongga mulut serta status periodontal dengan rerata yang lebih besar dibandingkan dengan individu perempuan. Denloye telah mengobservasi juga tentang status kebersihan rongga mulut yang lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan di dalam studinya pada anak retardasi mental di Nigeria.8,20 Pada penelitian ini tidak dijumpai perbedaan yang signifikan antara status kebersihan rongga mulut laki-laki dan perempuan (p=0,08) (Tabel 3), hal ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel anak sindrom Down pada jenis kelamin tidak seimbang yaitu persentase anak laki-laki sebanyak 61,2% dan anak perempuan sebanyak 38,8% dan kemungkinan karena adanya keterbatasan motorik yang sama pada keduanya.

(39)

kalkulus dari akumulasi plak yang meningkat seiring dengan bertambahya usia dan memperburuk OHIS. Data ini ditunjukkan dari hasil indeks kalkulus anak sindrom Down pada kelompok usia 13-18 tahun (1,29 ± 0,50) dibandingkan kelompok usia 6-12 tahun (0,32 ± 1,50). Hasil analisis penelitian mendapatkan nilai p=0,03 (Tabel 4), hal ini menunjukkan terdapat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan status kebersihan rongga mulut.

Hasil penelitian menunjukkan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down yang paling banyak adalah perbaikan OHIS dan skeling, yaitu sebanyak 52,2% anak sindrom Down mengalami perdarahan dan kalkulus serta 11,9% anak sindrom Down memiliki saku dengan kedalaman 4-5mm. Hasil ini didukung oleh penelitian Rweida Saimeh yang melakukan penelitian tentang prevalensi penyakit periodontal pada 178 orang anak sindrom Down di Sekolah Luar Biasa Syria, yang menyatakan bahwa sebanyak 85% anak sindrom Down membutuhkan perbaikan OHIS dan skeling.19 Hal ini kemungkinan disebabkan cara dan waktu menyikat gigi anak sindrom Down tidak tepat karena anak sindrom Down cenderung mempunyai banyak hambatan dan kurangnya kemampuan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya dibandingkan dengan anak normal.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 55,1% anak sindrom Down memiliki indeks debris kategori sedang, 59,6% anak memiliki indeks kalkulus kategori baik dan 50,8 anak memiliki OHIS kategori sedang. Indeks kalkulus anak sindrom Down dalam kategori baik sementara indeks debris dan OHIS dalam kategori sedang. Hal ini kemungkinan disebabkan penelitian di beberapa sekolah dilakukan setelah waktu istirahat anak sindrom Down di mana anak-anak telah bersarapan. Selain itu, adanya peningkatan pelayanan orang tua pada kesehatan mulut dan gigi anak sindrom Down. Pada hasil penelitian ini, ditemukan sebanyak 52,2% orang tua mengawasi dan memberi bantuan ketika anak sikat gigi dan sebanyak 85,1% anak menyikat gigi dengan pasta gigi.

(40)
(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Status kebersihan rongga mulut seluruh anak sindrom Down usia 6-18 tahun yang bersekolah di SLB-C Kota Medan memiliki rerata status kebersihan rongga mulut 2,20 ± 1,19 dengan kategori sedang.

2. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan status kebersihan rongga mulut.

3. Rerata OHIS kelompok usia 13-18 tahun lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 6-12 tahun pada anak sindrom Down. Pada penelitian ini, ditemukan adanya hubungan antara usia dengan kebersihan rongga mulut.

4. Berdasarkan kebutuhan perawatan periodontal, anak sindrom Down paling banyak membutuhkan perawatan perbaikan OHIS dan skeling.

6.2 Saran

1. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang sangat terbatas yang disebabkan sulitnya izin penelitian terhadap sekolah maupun izin dari orang tua subjek penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan cakupan yang lebih luas dan kerjasama dengan pemerintah maupun sekolah luar biasa sehingga diharapkan jumlah sampel dapat bertambah banyak.

2. Diharapkan melalui hasil penelitian ini, orang tua maupun pengawas anak dapat lebih memperhatikan kebersihan rongga mulut dan kondisi periodontal karena seperti yang telah diketahui, bahwa rongga mulut dapat menjadi tempat asal penyebaran infeksi dan berkumpulnya bakteri.

(42)

4. Diharapkan orang tua dapat lebih sering memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak ke dokter gigi agar dapat membiasakan anak sehingga kedepannya anak terbiasa dan tidak takut lagi ke dokter gigi. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan perawatan gigi dan rongga mulut pada anak.

5. Ada baiknya apabila pemerintah, tenaga medis, dan institusi kesehatan mempunyai program dalam bidang kesehatan gigi dan mulut untuk melakukan penyuluhan berkala ke sekolah luar biasa beserta orang tua maupun pengawas anak sehingga masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang cara menjaga kesehatan gigi dan rongga mulut.

(43)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Down

Sindrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Menurut Lejeune, dkk penyebab utama sindrom Down adalah trisomi 21. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terjadi mutasi gen pada kromosom 21, dimana terdapat tambahan bagian pada kromosom tersebut. Sindrom Down merupakan salah satu kelainan kromosom dengan insiden 0,3 – 3,4 dalam 1000 kelahiran pada beberapa bagian di dunia dan merupakan penyebab umum dari 25-30% retardasi mental di dunia. Risiko mempunyai anak dengan sindrom Down pada usia ibu 30 adalah 1:1000 kelahiran, sementara untuk usia 40 adalah 9:1000. Peningkatan usia ibu saat kehamilan sangat menentukan terhadap risiko terjadinya kelainan kromosom pada sindrom Down.1,3,4

2.2 Penyebab Sindrom Down

Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita sindrom Down, kromosom 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom dapat berupa kromosom bebas yaitu trisomi 21 murni, bagian dari fusi translokasi Robertsonian yaitu fusi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik lain, ataupun dalam jumlah yang sedikit sebagai bagian dari translokasi resiprokal yaitu timbal balik dengan kromosom lain.9

(44)

per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi. Pada saat wanita menjaditua kondisi sel telur tersebut kadang-kadangmenjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh spermatozoa, sel benih ini mengalami pembelahan yang salah. Seterusnya disebabkan keterlambatan pembuahan, akibat penurunan frekuensi bersenggama pada pasangan tua. Faktor terakhir adalah disebabkan penuaan sel spermatozoa laki-laki pematangan sperma dalam alat reproduksi pria, yang berhubungan dengan akibat penurunan frekuensi bersenggama, berperan dalam efek ekstra kromosom 21 yang berasal dari ayah. Karyotype merupakan susunan kromosom individu berdasarkan panjang dan bentuknya. Karyotype individu dengan trisomi 21 digambarkan pada Gambar 1.4,9-10

Gambar 1. Karyotype individu dengan trisomi 2110

2.3 Ciri-ciri Anak Sindrom Down

(45)

Selain itu, garis kelopak mata yang miring dengan epicanthic lipatan kulit di sudut dalam mata dan terdapat bintik-bintik putih di iris mata yang dikenal sebagai bintik-bintik Brushfield. Malformasi telinga pada anak sindrom Down dimana bentuk telinga yang kecil, letak telinga yang rendah (low seat ear) dan kecil. Selain itu, ruang antara jari kaki pertama dan kedua besar, tonus otot yang lemah, jari kelingking pendek atau bengkok ke dalam, tangan atau kaki pendek tapi lebar, garis palmaris tangan yang khas.1,3

Manifestasi oral yang terjadi pada anak sindrom Down adalah anak sindrom Down memiliki bibir tebal yang tidak kompeten sehingga mulut mereka terbuka, dengan bibir atas dan bawah tidak kontak satu sama lain. Selain itu, makroglosia juga dijumpai dimana lidah kelihatan besar dan menjulur keluar dari mulut anak tersebut. Palatum pada anak sindrom Down berbentuk kubah dan sempit dimana palatum keras memiliki ketebalan yang abnormal, mengakibatkan kekurangan ruangan bagi lidah dalam rongga mulut sehingga mengganggu percakapan dan proses mastikasi pada anak sindrom Down.11,12

2.4 Anomali Gigi pada Anak Sindrom Down

Anak sindrom Down memiliki kelainan bentuk dan struktur gigi yang mengakibatkan kebersihan rongga mulut mereka tidak dapat dijaga dengan baik. Ciri-ciri anomali gigi meliputi mikrodontia, hipodonsia, agenesis, parsial anodonsia, dan maloklusi. Terlambatnya erupsi gigi sulung juga terjadi pada anak sindrom Down. Diastema turut muncul karena adanya mikrodonsia dan bisa dikoreksi dengan restorasi gigi ataupun perawatan ortodonti. Anak-anak dan remaja sindrom Down sering mempunyai insidens penyakit periodontal.13

(46)

2.5 Klasifikasi Retardasi Mental pada Anak Sindrom Down

Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan. Klasifikasi retardasi mental adalah retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Karakteristik utama dari retardasi mental adalah kurangnya kemampuan intelektual. Kita menggunakan kemampuan intelektual untuk memperoleh kepandaian, mengingat dan menggunakan informasi yang ada. Sementara anak sindrom Down kurang dapat menggunakan tiga kemampuan intelektual tersebut. Klasifikasi tingkat retardasi mental didasarkan pada hasil pengukuran inteligensia (IQ). Maka, pembagian tingkat retardasi merupakan pembagian tingkat kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, khususnya menyangkut kemandirian dan tanggungjawab sosial.14-16

a. Retardasi Mental Ringan

Retardasi mental ringan memiliki IQ antara 52-67 dan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik. Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.

b. Retardasi Mental Sedang

Retardasi mental sedang memiliki IQ Antara 36-51 dan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas.

c. Retardasi Mental Berat

(47)

d. Retardasi Mental Sangat Berat

Retardasi mental sangat berat memiliki IQ kurang dari 20 dan berarti secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat dasar.

2.6 Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down

Kebersihan rongga mulut merupakan suatu tindakan membersihkan gigi dan mulut agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut. Oral Hygiene Index Simplified

(OHIS) adalah indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan gigi dengan cara mengukur indeks debris dan indeks kalkulus. Kemudian kedua indeks ini dijumlahkan untuk mendapatkan indeks OHIS.17

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa Chennai menunjukkan anak sindrom Down mempunyai status kebersihan rongga mulut serta status periodontal yang cenderung jelek dibandingkan dengan anak normal. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan kemampuan kognitif dan mobilitas, gangguan perilaku dan otot, refleks muntah dan gerakan tubuh tidak terkontrol. Selain itu, secara praktis anak sindrom Down memiliki keterbatasan dalam mengerti dan menuruti instruksi menjaga kebersihan rongga mulut serta memiliki kelainan bentuk dan struktur gigi yang mengakibatkan kebersihan rongga mulut mereka tidak dapat dijaga dengan baik. Jika kebersihan rongga mulut tidak baik maka akan menimbulkan berbagai penyakit di rongga mulut seperti karies gigi dan penyakit periodontal.9,17-18

2.7 Penyakit Periodontal

(48)

gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi pada gingiva dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni bakteri berkembang.19

Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan periodontitis.19-20

Anak sindrom Down memiliki prevalensi penyakit periodontal yang tinggi dibandingkan dengan anak normal. Sebagai akibatnya, anak sindrom Down mengalami kehilangan banyak gigi permanen anterior di usia muda. Faktor yang mendukung terjadinya penyakit periodontal pada anak sindrom Down adalah kelainan struktur dan bentuk gigi, status kebersihan rongga mulut yang jelek dan sistem kekebalan yang menurun.20

2.7.1 Gingivitis

Gingivitis merupakan inflamasi pada gingiva tanpa adanya kerusakan perlekatan epitel sebagai dasar sulkus, sehingga epitel tetap melekat pada permukaan gigi di tempat aslinya. Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur.21

Etiologi utama terjadinya gingivitis adalah plak dental. Plak dental adalah deposit lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Dua bakteri yang menyebabkan pembentukan plak adalah Streptococcus dan Actinomyces.

Kemampuannya untuk berikatan dengan bakteri lain menunjukkan bahwa

(49)

awal. Meningkatnya keragaman bakteri tertentu dalam plak berkaitan erat dengan peradangan gingiva. Daerah penumpukan plak tersebut berkaitan sekali dengan berbagai proses penyakit pada gigi dan periodonsium. Sebagai contoh, plak marginal berperan penting dalam perkembangan gingivitis.19,21-23

Tanda klinis terjadinya gingivitis adalah adanya perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan berdarah pada tekanan ringan. Keparahan pendarahan dan mudahnya terjadi pendarahan tergantung pada intensitas inflamasi.23

2.7.2 Periodontitis

Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis terhadap bakteri subgingiva yang mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal bersifat irreversible sehingga dapat berakibat kehilangan gigi. Pada tahap perkembangan awal, keadaan periodontitis sering menunjukkan gejala yang tidak dirasakan oleh pasien. Periodontitis didiagnosis karena adanya kehilangan perlekatan antara gigi dan jaringan pendukung (kehilangan perlekatan klinis) ditunjukkan dengan adanya poket dan pada pemeriksaan radiologi terdapat penurunan tulang alveolar. Penyebab periodontitis adalah multifaktor, karena adanya bakteri patogen yang berperan saja tidak cukup menyebabkan terjadi kelainan. Respon imun dan inflamasi pejamu terhadap mikroba merupakan hal penting dalam perkembangan penyakit periodontal yang destruktif dan juga dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungan serta faktor genetik dari penderita.24

(50)

2.8 Perawatan pada Penyakit Periodontal

Perawatan penyakit periodontal komprehensif adalah penyingkiran inflamasi gingiva dan koreksi kondisi yang menyebabkan atau memperparah inflamasi tersebut. Kebutuhan perawatan periodontal meliputi perbaikan kebersihan rongga mulut, skeling professional dan penyerutan akar. Status kebersihan rongga mulut pasien dinilai berdasarkan banyak atau sedikit penumpukan plak, debris makanan, materi alba dan stein pada permukaan gigi. Perbaikan kebersihan rongga mulut dapat dilakukan dengan memberi edukasi cara menyikat gigi yang tepat dan benar. Skeling professional adalah proses penyingkiran kalkulus dan plak dari permukaan gigi, baik supragingival maupun subgingival. Penyerutan akar adalah prosedur untuk menyingkirkan sisa kalkulus yang tertinggal dan sebagian sementum yang tercemar toksin bakteri sehingga didapatkan permukaan akar gigi yang rata, keras dan bersih.

22-24

Indeks periodontal komunitas untuk kebutuhan perawatan menurut WHO dikenal sebagai Community Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN. Indeks periodontal digunakan untuk mengetahui jenis kelainan periodontal yang terjadi, sekaligus menetapkan kebutuhan perawatan yang diperlukan. Berbagai perawatan komprehensif yang diperlukan disesuaikan dengan derajat skornya.22,24

2.9 Efek Samping yang Terjadi pada Rongga Mulut Anak Sindrom Down akibat Konsumsi Obat-obatan

Selain memiliki penampilan fisik yang berbeda, anak-anak sindrom Down seringkali memiliki masalah kesehatan yang spesifik. Oleh karena itu, mereka harus mengonsumsi obat tertentu. Namun, obat-obat yang dikonsumsi oleh anak sindrom Down ini telah menimbulkan efek samping pada rongga mulut mereka seperti xerostomia dan pembesaran gingiva.25

Pembesaran gingiva dapat disebabkan karena mengonsumsi obat verapamil

(51)

sindrom Down. Pembesaran gingiva secara berlebih dapat dihilangkan dengan kebersihan rongga mulut anak sindrom Down secara tepat. Pembesaran gingiva berlebih terkadang tidak dapat mengembalikan jaringan periodonsium kembali menjadi normal. Pembesaran gingiva yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan anak sindrom Down untuk membersihkan gigi secara adekuat dan menyebabkan terjadinya masalah fungsional. 25

Xerostomia atau dry mouth dapat disebabkan karena konsumsi obat

(52)

2.10 Kerangka Teori

Anak sindrom Down Indeks Oral

Hygiene Simplified

(OHIS)

Karakteristik Fisik

Manifestasi Oral

Gigi Jaringan

lunak Status Kebersihan Rongga Mulut

Indeks Periodontal

(53)

2.11 Kerangka Konsep

Anak sindrom Down

- Jenis kelamin - Usia

Indeks Oral Hygiene Simplified

(OHIS) Indeks Periodontal

Communtiy Index of Periodontal Treatment Needs/CPITN

(54)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Down merupakan suatu kelainan kromosom yang mengakibatkan keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak. Sindrom Down pertama kali ditemukan oleh John Langdon Down pada tahun 1866. Menurut Lejeune, dkk pada tahun 1959 penyebab utama sindrom Down adalah trisomi 21. Keadaan ini disebabkan oleh kegagalan pemisahan sepasang kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana saat proses pembagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak terjadi dengan sempurna. Sindrom Down terjadi pada satu di antara 800 hingga 1000 kelahiran hidup dan merupakan penyebab umum dari 25-30% retardasi mental di dunia.1-3

Gambaran umum sindrom Down terlihat adanya tubuh dan leher yang pendek, lemahnya kemampuan tonus otot, wajah datar, ujung mata tertarik agak ke atas, kemampuan pergerakan sendi yang berlebihan, bentuk telinga yang tidak beraturan, dan jarak yang lebar antar ibu jari kaki dan jari di sebelahnya. Anak sindrom Down juga menghadapi masalah belajar, penyakit jantung kongenital dan adanya gangguan gastrointestinal.1,4

Gambaran oral meliputi bentuk mahkota gigi disisi labial yang membulat secara abnormal, mikrodonsia, hipodonsia, agenesis dan anodonsia parsial. Keadaan gigi berjejal sering terjadi pada rahang atas, sedangkan pada rahang bawah sering terjadi diastema. Selain itu, erupsi gigi anak sindrom Down terlambat dan terdapat maloklusi gigi seperti cross-bite posterior dan open-bite anterior. Maloklusi yang sering terjadi pada sindrom Down adalah maloklusi Klas III.1,4

(55)

individu normal dapat menyebabkan timbulnya penyakit periodontal. Penyakit periodontal yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah gingivitis.3,5 Gingivitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai respon terhadap plak dan bakteri pada gigi yang berdekatan ditandai dengan eritema, edema dan pembesaran fibrosa gingiva tanpa resorpsi tulang alveolar yang mendasarinya. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh obat-obatan yang dikonsumsi, seperti dilantin untuk mengatasi kekejangan.5

Suatu penelitian telah dilakukan di Sekolah Luar Biasa di Chennai, India menunjukkan status kebersihan rongga mulut yang baik pada anak sindrom Down lebih sedikit dibandingkan dengan anak normal yaitu sebanyak 50% pada anak sindrom Down dan sebanyak 54% pada anak normal. Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 10% anak sindrom Down membutuhkan perawatan periodontal komprehensif karena kehilangan perlekatan tulang alveolar sedangkan anak normal hanya membutuhkan perbaikan oral hygiene.6

Pada 2011, suatu penelitian telah dilakukan di Sekolah Luar Biasa di Riyadh, Saudi Arabia dan didapati bahwa sebanyak 66% anak sindrom Down mempunyai status kebersihan rongga mulut atau Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) yang sedang dan 25% memiliki status kebersihan rongga mulut yang baik. Penelitian lain juga telah dilakukan pada individu retardasi mental usia 12-30 tahun di Sekolah Luar Biasa di kota Udaipur, India dan didapati bahwa rerata kebersihan rongga mulut dan status periodontal lebih jelek pada individu laki-laki dibanding dengan individu perempuan. Rerata kebersihan rongga mulut individu laki-laki 2,64 (95% CI 2,16-3,24) dan individu perempuan 4,04 (95% CI 1,35-10,73).7,8

(56)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Bagaimana status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Bagaimana status kebersihan rongga mulut anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan?

2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status kebersihan rongga mulutpada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan?

3. Apakah ada hubungan antara usia dengan status kebersihan rongga mulut pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan?

4. Bagaimana kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui status kebersihan rongga mulut anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

(57)

3. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan status kebersihan rongga mulut pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

4. Untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB-C) Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada orang tua mengenai status kebersihan rongga mulut pada anak mereka untuk memotivasi orang tua untuk memperhatikan, menjaga dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini untuk menjaga kebersihan mulut dengan baik dan benar.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi FKG USU dalam bidang kesehatan gigi dan mulut anak untuk meningkatkan kualitas hidup anak sindrom Down.

(58)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Kedokteran Gigi Anak Tahun 2015

Ravinraj Ilangovan

Status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan

x+39 halaman

Terdapat empat juta penderita sindrom Down di seluruh dunia, dan 300 kasusnya terjadi di Indonesia. Kemampuan kognitif, komunikasi dan motorik anak sindrom Down yang berbeda cenderung mengakibatkan anak tidak dapat membersihkan rongga mulutnya sendiri dengan efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan.

Jenis penelitian adalah survei deskriptif yang dilakukan pada 67 anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan. Pengambilan subjek anak sindrom Down dilakukan dengan cara total sampling berdasarkan usia dan jenis kelamin. Metode pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara orang tua dan pemeriksaan klinis pada anak yang dievaluasi menggunakan OHIS dan CPITN. Hasil pengolahan dan analisis data disajikan dalam bentuk persentase.

(59)

Status periodontal pada anak sindrom Down yang paling tinggi adalah kalkulus sebanyak 52,2%, diikuti dengan gusi berdarah 29,9%, sebanyak 11,9% dengan saku kedalaman 4-5mm dan sebanyak 6,0% dengan periodonsium sehat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui anak sindrom Down perlu segera dilakukan perawatan skeling dan beberapa diantaranya membutuhkan tenaga professional seperti kuretase. Selain itu, juga dibutuhkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal.

(60)

STATUS KEBERSIHAN RONGGA MULUT DAN

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL

PADA ANAK SINDROM DOWN USIA 6-18

TAHUN DI SEKOLAH LUAR BIASA

(SLB-C) KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: Ravinraj Ilangovan

NIM : 110600209

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Kedokteran Gigi Anak Tahun 2015

Ravinraj Ilangovan

Status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan

x+39 halaman

Terdapat empat juta penderita sindrom Down di seluruh dunia, dan 300 kasusnya terjadi di Indonesia. Kemampuan kognitif, komunikasi dan motorik anak sindrom Down yang berbeda cenderung mengakibatkan anak tidak dapat membersihkan rongga mulutnya sendiri dengan efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status kebersihan rongga mulut dan kebutuhan perawatan periodontal pada anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan.

Jenis penelitian adalah survei deskriptif yang dilakukan pada 67 anak sindrom Down usia 6-18 tahun di SLB-C Kota Medan. Pengambilan subjek anak sindrom Down dilakukan dengan cara total sampling berdasarkan usia dan jenis kelamin. Metode pengumpulan data penelitian dilakukan dengan wawancara orang tua dan pemeriksaan klinis pada anak yang dievaluasi menggunakan OHIS dan CPITN. Hasil pengolahan dan analisis data disajikan dalam bentuk persentase.

(62)

Status periodontal pada anak sindrom Down yang paling tinggi adalah kalkulus sebanyak 52,2%, diikuti dengan gusi berdarah 29,9%, sebanyak 11,9% dengan saku kedalaman 4-5mm dan sebanyak 6,0% dengan periodonsium sehat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui anak sindrom Down perlu segera dilakukan perawatan skeling dan beberapa diantaranya membutuhkan tenaga professional seperti kuretase. Selain itu, juga dibutuhkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal.

(63)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 6 November 2015

Pembimbing: Tanda tangan

(64)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 6 November 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA, MSc Anggota : 1.Siti Salmiah, drg., Sp. KGA

(65)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya

sehingga skripsi dengan judul “Status Kebersihan Rongga Mulut dan Kebutuhan

Perawatan Periodontal pada Anak Sindrom Down Usia 6-18 Tahun di SLB-C Kota

Medan” telah selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang teristimewa kepada kedua orangtua tercinta yakni Ilangovan Raggupathi dan Kalaiselvi Palanivelu atas segala kasih sayang, doa dan dukungan sepenuhnya.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah turut memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., PhD, Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Siti Salmiah, drg., Sp. KGA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Maya Fitria, SKM., M.Kes, selaku dosen FKM yang telah banyak memberikan bimbingan mengenai bidang statistik.

5. Ika Devi Adiana,drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani program akademik.

(66)

8. Kepala sekolah dan orang tua anak sindrom Down di seluruh SLB-C Kota Medan yang telah memberikan waktunya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yaitu Rica, Gwee dan Sukma yang telah memberi dukungan semangat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi.

Medan, 6 November 2015

Penulis,

(67)

DAFTAR ISI

2.5 Klasifikasi Retardasi Mental pada Anak Sindrom Down ... 8

2.6 Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down ... 9

2.7 Penyakit Periodontal ... 10

2.7.1 Gingivitis ... 10

2.7.2 Periodontitis ... 11

(68)

2.9 Efek Samping yang Terjadi pada Rongga Mulut Akibat 4.1 Karakteristik Responden Anak Down Sindrom ... 26

4.2 Status Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down ... 26

4.3 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Status Kebersihan Rongga Mulut . ... 28

4.4 Status Periodontal dan Kebutuhan Perawatan Periodontal Anak Sindrom Down ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 38 DAFTAR PUSTAKA

(69)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kriteria untuk Community Index of Periodontal Treatment

Needs/CPITN... 21 2 Karakteristik Responden Anak Sindrom Down Berdasarkan Usia dan Jenis

Kelamin... 26 3 Distribusi Nilai Rerata Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down

Berdasarkan Jenis Kelamin... 27 4 Distribusi Nilai Rerata Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down

Berdasarkan Usia... 27 5 Status Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down Berdasarkan

Jenis Kelamin... 29 6 Status Kebersihan Rongga Mulut Anak Sindrom Down Berdasarkan

Usia... 30 7 Distribusi Status Periodontal Berdasarkan Skor CPITN... 31 8 Karakteristik Responden Anak Sindrom Down Berdasarkan Penyakit

Periodontal... 31 9 Distribusi Kebutuhan Perawatan Periodontal Anak Sindrom Down... 32 10 Persentase Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi pada Anak

(70)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kartotype Individu dengan Trisomi 21 ... 6

2 Kriteria Indeks Oral Debris ... 18

3 Kriteria Indeks Kalkulus ... 19

(71)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Informasi kepada Orang Tua/Wali Subjek Penelitian 2. Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Subjek Penelitian 3. Lembar Pemeriksaan Gigi

4. Hasil Analisis Data

Gambar

Gambar 2. Kriteria Indeks Oral Debris23
Tabel 2. Karakteristik responden anak sindrom Down berdasarkan usia dan jenis kelamin
Tabel 3. Distribusi nilai rerata kebersihan rongga mulut anak sindrom Down berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5. Status kebersihan rongga mulut anak sindrom Down berdasarkan jenis kelamin.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Memecahkan sandi berarti mendapatkan kelemahan dalam chipper, hal ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat kriptografi yang lebih tangguh sehingga kerahasiaan data dapat

[r]

Pembuatan Web Pariwisata menggunakan bahasa pemrograman PHP dan MySQL dengan web server Apache, dibuat tidak saja hanya menampilkan gambar tempat wisata tetapi juga

[r]

Kelas yang pertama adalah kelas utama yang bertujuan untuk animasi progress pada saat program ini dijalankan, kelas yang kedua bertujuan untuk membuat tampilan formnya dan

protection of consumers against unfair trade practices is found in the Sale of Goods Act, the Unfair Contract Terms Act and CPFTA. 3.11 CPFTA provides consumers with safeguards

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MADRASAH IBTIDAIYAH KECAMATAN GENUK KOTA

Selain itu Telkomsel merupakan operator selular yang mengoperasikan BTS dengan sumber energi ramah lingkungan (BTS Go Green) terbanyak di Asia dengan jumlah 132 BTS di