DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG
CIBEUNYING
The Influence of Tax Payers’ Perception of Taxation Sanctions to Tax Payers’ Compliance at Bandung Cibeunying Taxation Office
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
ESTER TAMBUNAN 21107064
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
ABSTRAK
Wajib Pajak diperkirakan tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT pada saat keadaan perekonomian mereka menurun, para petugas yang tidak tegas dalam menerapkan sanksi perpajakan pada Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan dan wajib pajak masih belum sadar atas kewajiban mereka dalam membayar pajak kepada Negara atas pelaporan SPT tidak tepat waktu berakibat menghambat pembangunan Negara. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang berjumlah 100 orang sebagai sampel pendukung. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan kolerasi pearson, regresi linear berganda, koefisien determinasi, uji hipotesis, dan juga menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 16.0 for windows.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan secara keseluruhan baik,. Sedangkan untuk variabel kesadaran wajib pajak termasuk dalam kriteria tinggi Serta untuk variabel kepatuhan wajib pajak termasuk dalam kriteria tinggi .Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berdampak positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak baik sacara parsial maupun simultan. Kemudian dampak secara simultan lebih besar dari secara parsial. Hal ini berarti persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak sebaiknya diselaraskan sehingga menciptakan kepatuhan wajib pajak.
This research was held at Bandung Cibeunying Taxation office. The phenomenon occurred is the Tax Payers are estimated having no time to submit their Annual Tax Report (SPT) when they are in a weak economic condition, the tax officers are not strict enough to take action against those who break the rule. Tax payers have not realized the importance of being punctual on paying the tax to the government. That unpunctuality may hamper the development of the nation. The purpose of this research is to know the influence of tax payers’ perception on taxation sanction and tax payers’ awareness of taxation obedience at Bandung Cibeunying Pratama Taxation Office.
Method applied in the research is both qualitative and quantitative. Analysis unit of the research is 100 tax payers as supporting samples. Statistic test used is the calculation of Pearson correlation, multiple lineal regression, coefficient of determination, hypothesis testing, and SPSS 16.0 for windows.
The research result shows that in general the tax payers’ perception of taxation sanctions is good, while the variable of tax payers’ awareness is high. The tax payers’ obedience is also high. The tax payers’ perception of taxation sanctions and awareness result in positive and significant impact both partially and simultaneously. The partial impact is more significant than the simultaneous one. Thus, it is advisable to balance the tax payers’ perception of taxation sanctions and awareness should balance in order to result in the taxpayers’ compliance.
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Kasih
dan Karunia-Nya, yang senantiasa memberikan kekuatan dan pengharapan sehingga penulis dapat menyelesainya penelitian, penulisan, dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Atas Sanksi Perpajakan
dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying” .
Tentunya dalam proses penelitian, penulisan serta penyusunan skripsi ini banyak kendala yang dihadapi penulis, namun berkat bantuan yang diberikan oleh
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Berkaitan dengan hal di atas maka penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh Prof. Dr. Hj.
Umi Narimawati, Dra, SE, M.Si sebagai dosen pembimbing. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan dari dasar hati yang paling dalam
kepada:
1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M. Sc, selaku Rektor Universitas Komputer
Indonesia
2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra, SE, M.Si, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia
3. Sri Dewi Anggadini, SE, M.Si, selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia
memberi dukungan tiada henti
7. Petra, Gita, Estiqomah dan semua teman-temanku kelas Akuntansi 2 dan
Konsentrasi Pajak,
8. Semua Pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Kiranya Tuhan memberkati setiap pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Bandung, Juli 2011
Penulis
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) di mana penerimaan pajak
merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan
penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Pembiayaan belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar memerlukan penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri tanpa harus bergantung dengan
bantuan atau pinjaman dari luar negeri. Hal ini berarti bahwa semua pembelanjaan negara harus dibiayai dari pendapatan negara, dalam hal ini yaitu penerimaan
pajak dan penerimaan bukan pajak. (M. Said, 2003)
Sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan di dalam negeri khususnya di bidang penerimaan pajak dan kepatuhan perpajakan, maka mulai
tahun 1983 pemerintah telah mengadakan Tax Reform/pembaharuan di bidang perpajakan, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang (UU) Pajak baru
dengan diberlakukannya self assessment system.
Menurut Mardiasmo dengan adanya beberapa kali perubahan pada sistem perpajakan nasional tersebut ternyata tidak merubah ciri dan corak sistem
bahwa Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain dari pada itu Wajib Pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terhutang dan
yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mardiasmo, 2009).
Dengan diberlakukannya sistem ini jumlah wajib pajak dari tahun ke tahun semakin bertambah namun terdapat kendala yang dapat menghambat upaya
peningkatan tax ratio, kendala tersebut adalah kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Sebanyak 5.899.624 wajib pajak orang pribadi dan badan dilaporkan tidak patuh memenuhi kewajiban mereka menyampaikan surat pemberitahuan
Pajak Penghasilan tahunan pada 2010. Mereka diperkirakan tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT atau sengaja tidak melaporkan SPT karena merasa
sudah kehilangan pekerjaan (Erlangga Djumena, 2011).
Menurut Kepala Subdirektorat Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemantauan, Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan, Direktorat Jenderal Pajak pada
2010, 14.101.933 wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT. Yang menyampaikan SPT masih 8.202.309 wajib pajak atau dengan tingkat kepatuhan
3
Data Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak menyebutkan rasio kepatuhan pajak melampaui target 57,5 persen. Berdasarkan data Ditjen Pajak, pada 2009 terdapat
10.682.099 wajib pajak terdaftar, 9.996.620 wajib pajak terdaftar wajib SPT, dan 5.413.114 SPT tahunan PPh sehingga rasio kepatuhannya sebesar 54,15 persen. Pada tahun 2010 terdapat 14.101.933 wajib pajak terdaftar wajib SPT dan
8.202.309 SPT tahunan PPh sehingga rasio kepatuhannya sebesar 58,16 persen. Pada tahun ini, Ditjen Pajak menargetkan rasio kepatuhan sebesar 62,5 persen
dengan wajib pajak yang terdaftar per Januari 2011 sebanyak 18.116.000 wajib pajak. Berikut data kepatuhan Wajib Pajak dalam mengembalikan SPT di
Indonesia periode 1996-2005.
Tabel 1.1
Kepatuhan wajib Pajak dalam
Mengembalikan SPT di Indonesia Periode 1996-2005
Tahun SPT dikirim SPT masuk
%SPT masuk/SPT
dikirim
1996 1.650.722 737.897 44.70
1997 1.762.522 731.850 41.52
1998 1.841.297 695.016 37.75
1999 1.949.322 690.012 35.40
2000 1.988.669 701.394 35.27
2001 2.270.870 815.985 35.93
2002 2.583.960 1.068.467 41.35
2003 2.582.550 1.141.516 44.20
2004 2.608.362 1.212.729 44.23
2005 2.712.205 1.235.409 45.54
2009 9.996.620 5.413.114 54.12
2010 14.101.933 8.202.309 58.16
Tabel 1.2
Rata-rata Kepatuhan Wajib Pajak dalam Mengembalikan SPT tepat waktu di wilayah Kota Bandung
Tahun SPT dikirim SPT masuk Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
Sementara itu, berdasarkan informasi yang didapat dari Petugas KPP
Pratama Bandung Cibeunying, tidak sedikit masyarakat yang masih melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melakukan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan utang pajak. Indikasi lain yang menyatakan bahwa wajib pajak melalaikan kewajiban perpajakannya dapat dilihat dari masih banyaknya ketetapan pajak yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Teguran (Rukhiyadin, 2011).
Apabila Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (benar dan lengkap), maka secara teoritis kewajiban perpajakannya itu menjadi “rampung”. Namun dalam kenyataannya hal
tersebut bisa saja terjadi sebaliknya, oleh karena itu dalam rangka untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak yang telah mendapatkan kepercayaan menghitung,
menyetor, dan melaporkan sendiri pajak-pajaknya yang terhutang, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang
5
perpajakan harus secara terus menerus dilaksanakan. Maka dari itu perlu adanya sanksi perpajakan yang mengatur mengenai permasalahan tersebut (Gunadi,
2002). Didukung pula oleh pernyataan bahwa perkembangan jumlah Wajib Pajak dan jumlah penyetoran pajak yang kurang menggembirakan dari tahun ketahun, maka secara yuridis pelaksanaan penegakan hukum tersebut harus dilakukan
secara optimal, yaitu sampai kepada penjatuhan sanksi secara tegas (Suharno, 2005).
Menurut Kepala Bagian Pengawasan dan Konsultasi KPP Pratama Bandung Cibeunying, jika dilihat dari SKPKB yang diterbitkan setelah pemeriksaan oleh
KPP Pratama Bandung Cibeunying mengalami penurunan setiap tahunnya. Walaupun terjadi penurunan setiap tahunnya akan tetapi masih banyak indikasi yang menunjukan adanya Wajib Pajak yang menghindari pajak atau belum
melakukan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, penegakan aturan perpajakan pun lemah. Para petugas yang tidak tegas dalam menjalankan tugas
dalam menerapkan sanksi perpajakan pada Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan . Jelas sekali bahwa praktek tersebut tidak akan membudaya bila aparat pajak tidak membuka peluang. Integritas aparat pajak untuk menjalankan
tugasnya secara benar dan bersih adalah kata kunci untuk menegakkan segala aturan perpajakan. Dengan demikian, secara otomatis masyarakat akan sadar
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya (Rukhiayadi, 2011).
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Masyarakat masih belum merasakan adanya keberimbangan antara kewajiban pajak yang telah dipenuhinya, dengan
pelayanan publik yang diberikan aparat pemerintah. Hal ini pula yang harus mendapat perhatian, sehingga kesadaran memenuhi kewajiban di bidang pajak tumbuh subur karena masyarakat benar-benar merasakan manfaat dari membayar
pajak (Danny Darusalam, 2008).
Disampaikan kembali oleh Petugas KPP, Wajib Pajak masih belum sadar
atas kewajiban mereka dalam membayar pajak kepada Negara atas pelaporan Surat Pemberitahuan tidak tepat waktu yang berakibat menghambat pembangunan
Negara (Andri Sumawilaga, 2011).
Kesadaran untuk menjadi wajib pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul di setiap kalbu wajib pajak yang hidup
bermasyarakat. Dengan demikian, maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan wajib pajak itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan
akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita – cita rakyat / penduduk hidup dalam negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar
Pajak bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat sendiri. Jadi sadar
7
Seperti diketahui bersama bahwa sampai saat ini persepsi masyarakat khususnya dunia usaha mengenai pajak masih negatif. Pajak masih menjadi
momok bagi banyak orang. Menurut Judiseno hal ini dipicu oleh trauma masa lalu, yaitu pada zaman penjajahan di mana masyarakat umum beranggapan bahwa pembayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa. Sebaliknya, mereka
tidak menyadari bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui pelayanan umum seperti
membiayai pendidikan, memperbaiki fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat (M.Said,
2003).
Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Kesadaran
perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004).
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisa keterkaitan antara persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan,
“PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK ATAS SANKSI PERPAJAKAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIBEUNYING”.
1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, penulis menarik berbagai masalah di antaranya:
1. Wajib Pajak diperkirakan tidak memiliki waktu untuk menyampaikan SPT
atau sengaja tidak melaporkan SPT karena merasa telah kehilangan pekerjaanya
2. Para petugas yang tidak tegas dalam menjalankan tugas dalam menerapkan
sanksi perpajakan pada Wajib Pajak yang melanggar peraturan perpajakan 3. Wajib Pajak masih belum sadar atas kewajiban mereka dalam membayar
9
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan di KPP Pratama
Cibeunying
2. Bagaimana kesadaran wajib pajak di KPP Pratama Cibeunying
3. Bagaimana kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama
Cibeunying
4. Seberapa besar pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan
kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi secara simultan dan parsial di KPP Pratama Cibeunying
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap
tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan mengumpulkan data dan informasi yang kemudian dianalisa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi atas sanksi perpajakan di KPP Pratama Cibeunying
2. Untuk mengetahui kesadaran wajib pajak di KPP Pratama Cibeunying 3. Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama
4. Untuk mengetahui pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak secara simultan
dan parsial di KPP Pratama Cibeunying
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau bahan dokumentasi mengenai keterkaitan antara Persepsi Wajib Pajak atas
Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Bagi Peneliti
Penelitian diharapkan dapat memberi pemahaman teoritis lebih mendalam mengenai Persepsi Wajib Pajak atas Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib
Pajak dan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan mengetahui aplikasinya di kehidupan nyata sehingga dapat menjadi tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih
11
1.4.2 Kegunaan Praktis
Dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan bagi instansi tentang
Pengaruh Persepsi Wajib Pajak atas Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Cibeunying.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis berencana melaksanakan penelitian pada KPP Pratama Cibeunying. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada
Maret 2011 sampai dengan Juli 2011.
Tabel 1.3 Waktu Penelitian
No Kegiatan
Maret 2011 April2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011
Pra Survei :
a. Persiapan Judul b. Persiapan teori
c. Pengajuan Judul Skripsi d. Mencari Perusahaan
Proses Usulan Penelitian:
a. Penulisan UP b. Bimbingan UP c. Seminar UP d. Revisi UP Pengumpulan Data Analisis dan Inpretasi Data
Proses Penyusunan Skripsi:
a. BimbinganSkripsi b. Sidang Skripsi c. Revisi Skripsi
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Pembangunan ekonomi diarahkan pada upaya untuk mewujudkan
perekonomian negara yang mandiri dan andal untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata, dengan demikian
pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan bangsa Indonesia, dimana sedang mengalami krisis ekonomi sedangkan roda
pemerintahan dan pembangunan tidak mungkin dapat digerakkan tanpa dukungan dana terutama berasal dari pendapatan dalam negeri. Oleh karena itu pemerintah berusaha terus – menerus meningkatkan peranan sumber penerimaan negara,
terutama penerimaan yang berasal dari non migas. Penerimaan dari non migas ini sebagian akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak. Misi utama
Direktorat Jendral Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang – Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2.1.1 Persepsi atas Sanksi Perpajakan
Persepsi menurut Rakhmat Jalaludin (1998:51), adalah
“Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
13
Pengertian persepsi menurut Bimo Walgito (2002:54) adalah:
“Pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas integrated dalam diri individu.”
Menurut Agus Nugroho Jatmiko (2006:19) menyatakan bahwa:
“Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan”
Menurut Mardiasmo (2008:57) dalam bukunya Perpajakan, menyatakan
bahwa:
“Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.”
Menurut M. Zain (2008:78) persepsi atas sanksi perpajakan adalah:
“Interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan.”
Menurut M.Zain (2008:83) agar pelaksanan sanksi dapat berjalanan dengan baik diharapkan sanksi yang ditegakan memiliki beberapa kriteria,di antaranya:
1. Sanksi perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat
2. Pengenaan sanksi merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak
3. Penegakan Sanksi pajak dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi
Jadi dapat disimpulkan bahwa Persepsi atas Sanksi Perpajakan merupakan gambaran yang terstruktur dan bermakna pada hukuman yang dikenakan kepada wajib pajak yang tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundangan-undangan
perpajakan.
Berikut adalah sanksi-sanksi Perpajakan menurut Pasal 36, 37 UU No 16
1. Sanksi Bunga
Pengertian Sanksi Berupa Bunga menurut Sony Devano dan Siti Kurnia
Rahayu (2006:198) adalah sebagai berikut:
“Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran
yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.”
Sedangkan pengertian sanksi berupa bunga menurut Soemarso (2007:145) adalah sebagai berikut:
“Sanksi Bunga adalaah Wajib Pajak diharuskan untuk mebayar utang pajaknya dalam jumlah yang benar dan pada waktu yang tepat.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, bunga merupakan sanksi administrasi yang dikenakan pada wajib pajak yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak dalam jumlah yang benar dan pada waktu yang tepat.
Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa denda menurut UU No.28 Tahun 2007
17
2. Sanksi Berupa Denda
Pengertian Sanksi berupa Denda menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:198) adalah sebagai berikut:
“Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran
yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.”
Sedangkan Sanksi berupa denda menurut Soemarso (2007:147) adalah
sebagai berikut:
“Sanksi Denda juga dapat muncul oleh tindakan Wajib Pajak sendiri atau
dimunculkan oleh pihak pajak. Sanksi Denda pada umumnya disebabkan oleh kesalahan atau tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan tertentu.” Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Denda merupakan
sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak atas kewajiban pelaporannya.Ketentuan atas pengenaan sanksi berupa denda munurut UU No.28
Tahun 2007. SPT tidak disampaikan
Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak;
b. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu
tindak pidana dibidang perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan
Masalah Sanksi Dasar Hukum
19
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar Tidak mendaftarkan diri, atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 memperlihatkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen Iain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara,
Melakukan lagi tindak pidana perpajakan sebelum lewat waktu 1 tahun, terhitung sejak selesainya pidana penjara
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak dalam rangka
Pajak Pejabat yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ,
Setiap orang yang menurut Pasal 35 Undang-undang ini wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar
dipidana
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud
yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
21
sebagaimana dimaksud Pasal 41A denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000 yang menyeluruh melakukan, yang
turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud
Masalah Sanksi Dasar Hukum
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,
2.1.2 Kesadaran Wajib Pajak
Safri Numatu (2005:103) menyatakan bahwa:
Wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran Liana Ekawati (2010:77)
apabila sesuai dengan hal-hal berikut:
“(1)Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan. (2)Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
(3)Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4)Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.”
Irianto (2005 : 36) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar
pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:
“1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.
2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
3. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu sikap menyadari, mengetahui dan mengerti perihal kewajiban wajib pajak dan
menyadari fungsi pajak sebagai sumber pembiayaan Negara dalam guna menyejahterakan masyarakat.
“Kesadaran Wajib Pajak menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat
wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan
25
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1012) menyatakan bahwa:
“Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan”
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Sony Devano (2006:110) menyatakan bahwa:
“Dalam Perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan
perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan
ketentuan perpajakan.”
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (2006: 111) sebagai:
“Suatu iklim kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
1. Mengisi formuir pajak dengan lengkap dan jelas 2. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 3. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”
Menurut Kiryanto (2006:16) menyatakan bahwa:
“Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan ang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan”
Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa :
”Kriteria kepatuhan wajib pajak patuh adalah sebagai berikut :
- Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
- Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
- Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. - Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di
audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.”
Menurut Safri Nurmantu (2006:110), mengatakan bahwa Kepatuhan perpajakan adalah sebagai berikut :
”Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dalam melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan yaitu :
1. Kepatuhan Formal, adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan
2. Kepatuahan Material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substansif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuham Material juga meliputi kepatuhan Formal”.
Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:112) memberikan
pendapatnya mengenai kepatuhan adalah sebagai berikut :
”Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan dalam melaksanakan ketentuan perpajakan yang harus dilaksanakan oleh
27
2.1.4 Keterkaitan antar Variable Penelitian
2.1.4.1 Pengaruh Persepsi atas Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Liberti Pandiangan (2010 : 174) menyatakan bahwa:
“Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang
bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya” Menurut Suyatmin (2004) menyatakan bahwa:
“Agar undang-undang dan peraturan dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi
pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak”
Menurut Gatot S. M Faisal (2009 : 37) menyatakan bahwa:
“Walaupun ada potensi penerimaan Negara pada setiap sanksi, namun
motivasi penerapan sanksi adalah agar Wajib Pajak patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya”
Didukung pula oleh penelitian Liana Ekawati dan Wirawan Endro Dwi
Radianto (2010: 82) yang menyatakan bahwa:
“Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan
wajib pajak orang pribadi di Pelayanan Pajak Pratama Yogya.”
Jadi dapat disimpulkan persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
2.1.4.2 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Oliver Oldman (2006:119) menyatakan bahwa:
“Melalaikan pemenuhan kewajiban perpajakan disebabkan oleh
ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.”
Menurut Safri Nurmantu (2005:103) menyatakan bahwa:
“Kesadaran Perpajakan menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak”
Disampaikan pula oleh Suyatmin (2004:34) bahwa:
“Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran
perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak”.
Liana Ekawati (2009 : 78) menyatakan bahwa:
“Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dam melaksanakan ketentuan perpajakan dengan dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahamanan dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin tinggi”.
Dari teori yang telah dikemukakan di atas di atas dapat disimpulkan
29
2.2 Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan Negara yang pendapatannya berasal dari pajak dan
migas. Sedangkan sejak tahun 1990 pemerimaan Negara lebih ditekankan dari sektor pajak di mana pajak mengambil peran yang sangat besar pada APBN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan
penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan
negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebagai instansi pemerintahan di bawah Departemen Keuangan sebagi pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan
penerimaan pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih modern.
Dengan self assessment system diharapkan wajib pajak akan melakukan kewajiban perpajakannya sendiri. Maka diharapkan wajib pajak akan menjadi patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Tetapi kepatuhan itu sendiri
pun perlu didorong dengan adanya kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Semakin besar kesadaran wajib pajak akan fungsi
Tabel 2.6
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya
Judul/Pengarang Hasil Persamaan Perbedaan
31
Penerimaan Dalam Negeri Penerimaan Luar Negeri
Migas
Beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:
1.pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.
2.penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.
3.pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan.
Bantuan/Pinjaman Luar Negeri
Hipotesis:
Persepsi wajib pajak pada sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
persepsi tentang sanksi perpajakan tersebut dapat diukur dengan:
1.Sanksi Perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat
2.Pengenaan sanksi merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010:93) hipotesis adalah sebagai berikut:
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalh penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan”.
Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ha: Persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak baik secara simultan maupun parsial
Persepsi WP atas sanksi
perpajakan (X1)
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
33 BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu
mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif. Pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2005:32) adalah sebagai berikut :
“Objek Penelitian merupakan Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian digunakan untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu.
Objek yang penulis gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak sebagai
variable bebas dan dapat mempengaruhi (variable independent).
2. KepatuhanWajib Pajak sebagai variable terikat dan hanya dapat
dipengaruhi (dependent).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk
mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Sugiyono (2009:3) Metode Penelitian adalah :
“Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode penulisan studi kasus dan metode deskriptif dan verifikatif.
Menurut Sugiyono (2010 : 29) mendefinisikan bahwa :
„‟Metode Deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas‟‟
Metode deskriptif ini merupakan metode yang bertujuan untuk mengetahui
sifat serta hubungan yang lebih mendalam antara tiga variabel dengan cara mengamati aspek-aspek tertentu secara lebih spesifik untuk memperoleh data
yang sesuai dengan masalah yang ada dengan tujuan penelitian, dimana data tersebut diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut dengan dasar teori-teori yang telah dipelajari sehingga data tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Sedangkan metode verifikatif menurut Mashuri (2009:45) menyatakanbahwa : “Penelitian verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan
untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan .”
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel
35
Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang
akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini menggunakan Metode Survei Penjelasan ( Explanatory Survey Method). Sesuai
dengan hipotesis yang diajukan, dalam penelitian akan digunakan telaah statistika yang cocok, untuk itu dalam analisis menggunakan multiple regrestion (regresi
berganda).
Penulis menggunakan metode tersebut, karena penelitian ini ditujukan
untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana pengaruh persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying. Sedangkan, pendekatan yang digunakan
dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif, karena data persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak, serta kepatuhan wajib pajak
dari penelitian ini berupa data kuantitatif.
Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan di
3.2.1 Desain Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan perencanaan penelitian
agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, sistematis serta efektif. Desain penelitian menurut Moh. Nazir (2006:84),
“Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian.”
Adapun pengertian dari desain penelitian menurut Husein Umar
(2000:54-55) adalah
“Desain penelitian merupakan rencana dan struktur penyelidikan yang
dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian.”
Demikian halnya Umi Narimawati (2010:30) mengatakan bahwa desain
penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti, dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan
pada waktu tertentu. Tahapan atau langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian,
selanjutnya dapat ditetapkan judul yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
permasalahan yang terjadi difokuskan pada persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak, serta kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu
penulis mengambil judul Persepsi Atas Sanksi Perpajakan (X1) dan Kesadaran Wajib Pajak (X2) sebagai variabel bebas dan Kepatuhan Wajib Pajak (variabel Y) sebagai variabel terikat.
37
3. Menetapkan rumusan masalah
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya
melalui pengumpulan data. Proses penemuan masalah merupakan tahap penelitian yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan
baik jika masalahnya tidak dirumuskan secara jelas. Menetapkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis persepsi
atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Cibeunying.
4. Menetapkan hipotesis penelitian, berdasarkan fenomena dan dukungan teori.
Penulis menetapkan hipotesis dalam penelitian ini. Pengukuran dengan skala ordinal karena data yang diukurnya berupa tingkatan, namun akan dilakukan
proses interval dengan metode MSI.
5. Menetapkan sumber data, teknik penentuan sampel dan teknik pengumpulan
data. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Teknik penentuan sampel menggunakan rumus Slovin, dengan teknik stratified random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
observasi, kuesioner, wawancara, dan dokumentasi.
6. Melakukan analisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis statistik inferensial. Metode deskriptif dan Verifikatif, dan analisis regresi berganda.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma hubungan dua variable bebas dengan satu variable tergantung (terikat).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diuraikan desain dari penelitian ini, seperti pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1
digunakan Unit Analisis Time Horizon
T - 1 Descriptive Descriptive dan Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 2 Descriptive Descriptive dan Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 3 Descriptive Descriptive dan Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 4 Descriptive Descriptive dan Survey
KPP Pratama
Cibeunying Cross Sectional
T - 5 Descriptive &
Cibeunying Cross Sectional
T - 6 Descriptive &
Cibeunying Cross Sectional
Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Persepsi WP atas sanksi perpajakan (X1)
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Kesadaran perpajakan (X2)
39
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Pengertian variabel menurut Sugiyono (2010: 31) adalah
“sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.”
Sedangkan definisi operasionalisasi variabel menurut Nur Indriantoro (2002:69) sebagai berikut:
“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran constructyang lebih baik.”
Operasionalisasi variabel diperlukan dalam menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam suatu penelitian, sehingga
pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara benar. 1. Variabel Bebas / Independent (variabel X1)
Sugiyono (2010:33) mengemukakan bahwa,
“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen)”.
Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang diukur,
Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini ada dua, pertama (X1) adalah persepsi atas sanksi perpajakan dan kedua (X2) adalah kesadaran wajib
pajak.
a. Persepsi atas Sanksi Perpajakan (X1)
Persepsi atas Sanksi Perpajakan interpretasi dan pandangan wajib pajak
dengan adanya sanksi perpajakan (M. Zain: 2008) b. Kesadaran Wajib Pajak (X2)
2. Variabel tergantung / Dependent (Variabel Y)
Variabel tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi/respon jika
dihubungkan dengan variabel bebas. Menurut Sugiyono (2010:39), “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
Berdasarkan uraian di atas, operasionalisasi variabel penelitian ini dapat dijelaskan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
Kesadaran Wajib Pajak menyatakan bahwa penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi Negara oleh pemerintah akan
41
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Jenis skala pengukuran yang digunakan yaitu ordinal, dimana oleh Zainal Mustafa
(2009:55) dikemukakan bahwa :
”Skala Ordinal merupakan suatu instrument yang menghasilkan nilai atau
skor yang bertingkat atau berjenjang (bergradasi)”.
Variabel Konsep variable Indikator Skala
Persepsi atas Sanksi Perpajakan (X1)
Persepsi atas Sanksi Perpajakan adalah Persepsi wajib Pajak tentang Sanksi Perpajakan
interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan
( M. Zain : 2008)
persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan tersebut dapat diukur dengan:
1.Sanksi Perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat
2.Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib pajak wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi
Beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, diantaranya:
1.pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.
2.penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.
3.pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. (Siti Kurnia Rahayu dan Sony Devano:2006)
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai suatu iklim kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
1. Mengisi formuir pajak dengan lengkap dan jelas
2. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
3. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
Dalam operasionalisasi variabel ini semua variabel diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk kuesioner yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe
skala likert. Skala likert menurut Sugiyono (2009:134) adalah sebagai berikut: ”Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”.
Untuk pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan, mendukung pernyataan (item positif) atau tidak mendukung pernyataan (item
negatif). Skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan positif adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Sedangkan skor atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan untuk pernyataan negatif adalah sebagai berikut:
43
3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data
Jenis data yang digunakan peneliti pada penelitian mengenai Pengaruh Persepsi atas Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah data primer dan data sekunder.
Menurut Sugiyono (2009:137) menjelaskan data primer sebagai berikut: “Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.”
Menggunakan data primer karena peneliti mengumpulkan sendiri
data-data yang dibutuhkan yang bersumber langsung dari objek pertama yang akan diteliti. Setelah data-data terkumpul, data tersebut akan diolah sehingga akan menjadi sebuah informasi bagi peneliti tentang keadaan objek penelitian. Data
primer dalam penelitian ini adalah hasil observasi, hasil wawancara dan penyebaran kuesioner.
3.2.3.2 Teknik Penentuan Data
Adapun Teknik Penentuan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu populasi dan sampel. Pengertian dari populasi dan sampel itu sendiri adalah sebagai
berikut:
1. Populasi Penelitian
Adapun Pengertian populasi menurut Sugiyono (2006:72) mengemukakan bahwa:
Berdasarkan pengertian di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan
dengan masalah dalam penelitian maka yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying.
2. Sampel
Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan
Jugdemental Sampling berdasarkan unit lokasi wajib pajak.
Alasan menggunakan metode ini adalahyang dijadikan responden adalah
Wajib Pajak di KPP Pratama Cibeunying yang memiliki criteria sebagai berikut: 1. Pernah melihat/mengerti/memahami tentang persepsi atas wajib pajak
atas sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib
pajak
2. Telah menjadi/melakukan/merasakan persepsi atas sanksi perpajakan,
kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak
Metode yang digunakan untuk menentukan sampel oleh peneliti adalah pendekatan Slovin, pendekatan ini dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi
e = batas kesalahan yang ditoleransi (1%, 5%, 10%) N
n =
45
Berdasarkan rumus diatas, maka dapat diketahui sampel yang akan diambil dalam penelitian ini melalui perhitungan berikut :
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh
dengan cara:
a. Observasi (Pengamatan Langsung)
Dengan cara melakukan pengamatan secara langsung ke Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Cibeunying untuk memperoleh data yang diperlukan. b. Wawancara Langsung
Teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara ke bagian yang berkaitan yaitu
65978 n =
1 + 65978.0,1²
65978 =
660,78
mengenai persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.
c. Kuesioner
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk kemudian dijawabnya. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup yang telah diberi skor, dimana data tersebut nantinya
akan dihitung secara statistik Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan yang ditunjukkan kepada responden yang berhubungan dalam penelitian
ini. Hasil dari kuesioner ini yaitu berupa data-data mengenai persepsi atas sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Sebelum kuesioner digunakan untuk pengumpulan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden yang memiliki
karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi penelitian. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan (Validitas) dan kekonsistenan (reliabilitas) alat ukur penelitian, sehingga diperoleh
item-item pertanyaan-pertanyaan yang layak untuk digunakan sebagai alat ukur untuk pengumpulan data penelitian.
d. Dokumen-dokumen
Pengumpulan data dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen yang dimiliki
47
mengenai pengaruh persepsi atas pelaksanaan sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
3.2.4.1 Uji Validitas
Menurut Cooper (2006:720) validitas adalah :
”Validity is a characteristic of measuraenment concerned with the extent
that a test measures what the researcher actually wishes to measure”. Berdasarkan definisi diatas, maka validitas dapat diartikan sebagai suatu
karakteristik dari ukuran terkait dengan tingkat pengukuran sebuah alat test (kuesioner) dalam mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk
diukur.
Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi diantara masing-masing pernyataan dengan skor total. Adapun rumus dari pada korelasi
pearson adalah sebagai berikut :
r =
r = Koefisien korelasi pearson
X = Skor item pertanyaan
Y = Skor total item pertanyaan
N = Jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrument
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang dalam bentuk kuesioner benar-benar dapat menjalankan fungsinya.
Seperti telah dijelaskan bahwa untuk menguji valid tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui nilai koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor totalnya. Apabila koefisien korelasi butir pernyataan
dengan skor total item lainnya > 0,30 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid. Berdasarkan uraian diatas, maka suatu karakteristik dari ukuran terkait
dengan tingkatan pengukuran sebuah alat test kuesioner untuk mengukur secara benar apa yang diinginkan peneliti untuk dilakukan dan mengukur yang
seharusnya diukur.
Tabel 3.5
Standar Penilitian Untuk Validitas Keterangan Validity
Good 0,50
Acceptable 0,30 Marginal 0,20
Poor 0,10
3.2.4.2 Uji Reliabilitas
Menurut Cooper (2006:716) reliabilitas adalah :
”Reliability is a characteristic of measurenment concerned with acuracy,
precision, and consistency”.
Berdasarkan definisi diatas, maka reliabilitas dapat diartikan sebagai suatu
49
Setelah melakukan pengujian validitas butir pertanyaan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas untuk menguji kehandalan atau
kepercayaan alat pengungkapan dari data. Dengan diperoleh nilai r dari uji validitas yang menunjukkan hasil indeks korelasi yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara dua belahan instrumen. Dalam penelitian ini, metode
yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah Split Half Method (Spearman–Brown Correlation) Tehnik Belah Dua. Metode ini menghitung reliabilitas dengan cara
memberikan tes pada sejumlah subyek dan kemudian hasil tes tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan genap–ganjil). Cara
kerjanya adalah sebagai berikut :
a. Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian
dikelompokkan dalam kelompok I dan kelompok II
b. Skor untuk masing–masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor
total untuk kelompok I dan kelompok II
c. Korelasikan skor total kelompok I dan skor total kelompok II Ґb
+Ґb
d. Hitung angka reliabilitas untuk keseluruhan item dengan menggunakan rumus
sebagai berikut : Ґ1
Dimana :
Ґ1 = reliabilitas internal seluruh item Ґb
Ґb = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan
kedua
Tabel 3.6
Standar Penilaian Untuk Reliabilitas Keterangan Reliability
Good 0,80
Acceptable 0,70 Marginal 0,60
Poor 0,50
3.2.3.3 Pengujian Validitas dan Reabilitas Kuesioner
3.2.3.3.1Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Persepsi atas Sanksi Perpajakan (X1)
Hasil pengujian validitas kuesioner persepsi atas sanksi perpajakan dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 3.5
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Persepsi atas Sanksi Perpajakan
Variabel No
item r-hitung r-tabel kesimpulan
koefisien
reliabilias titik kritis kesimpulan
51
Hasil pengujian validitas kuesioner penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X1 (persepsi atas sanksi
perpajakan) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas 0,700, yakni 0,739. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel
persepsi atas sanksi perpajakan dinyatakan reliabel.
3.2.3.3.2Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesadaran Wajib Pajak (X2)
Hasil pengujian validitas kuesioner kesadaran wajib pajakdapat dilihat
pada Tabel 3.6 berikut ini.
Tabel 3.6
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesadaran Perpajakan Variabel No
item r-hitung r-tabel kesimpulan
koefisien
reliabilias titik kritis kesimpulan
Kesadaran Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
Hasil pengujian validitas kuesioner penelitian untuk variabel bebas di atas
menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X2 (kesadaran perpajakan) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas
3.2.3.3.3 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Hasil pengujian validitas kuesioner kepatuhan wajib pajak dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 3.7
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kepatuhan Wajib Pajak Variabel No
item
r-hitung r-tabel kesimpulan
koefisien
reliabilias titik kritis kesimpulan
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
17 0,773 0,300 Valid
0,763 0,700 Reliabel 18 0,628 0,300 Valid
19 0,336 0,300 Valid 20 0,640 0,300 Valid 21 0,590 0,300 Valid 22 0,598 0,300 Valid 23 0,632 0,300 Valid 24 0,646 0,300 Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
Hasil pengujian validitas kuesioner penelitian untuk variabel bebas di atas
menunjukan seluruh item pertanyaan variabel Y (kepatuhan wajib pajak) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas
53
3.2.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis
1) Metode Kualitatif
Metode penelitian kualitatif Menurut Sugiyono (2009:8) adalah sebagai berikut :
“Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisinya lebih bersifat kualitatif.”
Analisis Kualitatif digunakan untuk melihat faktor penyebab. Langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
a. Setiap indikator yang dinilai responden, diklasifikasikan dalam lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang menggambarkan peringkat
jawaban.
b. Dihitung total skor setiap variabel/subvariabel = jumlah skor dari seluruh indikator variabel untuk semua responden.
c. Dihitung skor setiap variabel/subvariabel = rata – rata dari total skor.
d. Untuk mendeskripsikan jawaban responden, digunakan statistik deskriftif
seperti distribusi frekuensi dalam bentuk tampilan tabel atau grafik.
e. Untuk menjawab deskripsi tentang masing – masing variabel penelitian,
digunakan rentang kriteria penilaian sebagai berikut
Husen Umar (2008:164) N(m – 1)
RS =
Keterangan :
N = Jumlah sampel yang diambil m = Jumlah alternatif jawaban tiap item
Untuk menjawab peringkat dalam setiap variabel penelitian. Dilihat dari
perbandingan antara skor aktual dan ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden, sedangkan skor ideal diperoleh dari
prediksi nilai tertinggi dikalikan dengan jumlah pertanyaan
kuesioner dikalikan dengan jumlah responden. Rumus tersebut adalah sebagai
berikut :
Sumber : Umi Narimawati (2007:83) Keterangan :
a. Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atau kuesioner yang telah diajukan.
b. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi.
Prinsip pengklasifikasian persentase skor jawaban responden dengan kriteria sebagai berikut :
Skor aktual
% Skor aktual = X 100%
55
Tabel 3.8
Kriteria Skor Jawaban Responden Berdasarkan Persentase Skor Aktual No Persentase Skor Kategori Skor
1 20,00 - 36,00 Sangat Rendah/Tidak Baik 2 36,01 - 52,00 Rendah/Kurang Baik 3 52,01 - 68,00 Cukup Tinggi/Cukup Baik
4 68,01 - 84,00 Tinggi/Baik
5 84,01 - 100 Sangat Tinggi/Sangat Baik Sumber : Umi Narimawati (2007:85)
Sebelum kuesioner digunakan untuk pengumpulan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden yang memiliki karakteristik
yang sama dengan karakteristik populasi penelitian. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) dan kekonsistenan (reliabilitas) alat ukur
penelitian, sehingga diperoleh item-item pertanyaan/pernyataan yang layak untuk digunakan sebagai alat ukur untuk pengumpulan data penelitian.
2) Metode Kuantitatif
Metode Kuantitatif Menurut Sugiyono adalah sebagai berikut :
“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat posotivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”
(2009:8) Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Dimana variabel X1 (persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan) dan X2
(kesadaran wajib pajak) dipasangkan dengan data variabel Y (kepatuhan wajib pajak) yang dikumpulkan melalui kuesioner masih memiliki skala ordinal, maka