• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar Ilmu Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan Ajar Ilmu Negara"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Diktat Kuliah

ILMU NEGARA

Disampaikan dalam forum kuliah ILMU NEGARA

Pada Fakultas Hukum Universitas Jabal Ghafur

Disusun Oleh:

ZAKI ‘ULYA, S.H.,M.H. NIDN :0122028505

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JABAL GHAFUR

SIGLI

(2)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

A. Istilah, Pengertian Negara dan Ilmu Negara --- 3

B. Objek Ilmu Negara --- 6

C. Metode Pendekatan Ilmu Negara --- 7

BAB II NEGARA A. Istilah dan Pengertian Negara --- 9

B. Hakikat Negara --- 10

C. Unsur-Unsur dan Sifat-Sifat Negara --- 11

D. Tujuan dan Fungsi Negara --- 12

BAB III TEORI KEKUASAAN DAN AJARAN KEDAULATAN A. Kekuasaan Dan Kewibawaan --- 15

B. Legitimasi Kekuasaan --- 16

C. Teori Kedaulatan --- 19

BAB IV TIMBUL DAN LENYAPNYA NEGARA A. Teori Timbul dan Munculnya Negara --- 23

B. Teori Lenyapnya Negara --- 24

BAB V TIPE-TIPE NEGARA A. Tipe Negara Berdasarkan Sejarah --- 26

B. Tipe Negara Berdasarkan Hukum --- 27

BAB VI BENTUK NEGARA DAN PEMERINTAHAN A. Pengertian Bentuk Negara dan Pemerintahan --- 29

B. Teori-Teori Bentuk Negara --- 31

BAB VII SUSUNAN NEGARA DAN HUBUNGAN ANTARNEGARA A. Susunan Negara --- 36

B. Hubungan Antar Negara --- 36

DAFTAR KEPUSTAKAAN --- 40

(3)

PENDAHULUAN

A. Istilah, Pengertian Negara dan Ilmu Negara

Kelahiran dan keberadaan Ilmu Negara tidak dapat lepas dari jasa George Jellinek, seorang pakar hukum dari Jerman yang kemudian dikenal sebagai bapak Ilmu Negara, pada tahun 1882 ia telah menerbitkan buku dengan judul Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum), buku ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Ilmu Negara. Istilah Ilmu Negara dikenal dengan beberapa istilah, antara lain:

1. di Belanda dikenal dengan istilah Staatsleer, 2. di Jerman dikenal dengan istilah Staatslehre,

3. di Perancis dikenal dengan istilah Theorie d’ etat, sedangkan

4. di Inggris dikenal dengan istilah Theory of State, The General Theory of State, Political Science, atau Politics.

Dalam menyusun bukunya Allgeimeine Staaslehre, George Jellinek menggunakan methode van systematesering (metode sistematika), dengan cara mengumpulkan semua bahan tentang ilmu negara yang ada mulai zaman kebudayaan Yunani sampai pada masanya sendiri (sesudah akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 dan bahan-bahan itu kemudian disusunnya dalam suatu sistem.

Berkaitan dengan perbedaan penyelidikan objek antara Ilmu Negara dengan Ilmu Lain yang pembahasan sama, yaitu Negara, bahwa Hukum Tata Negara RI dan Ilmu Politik Kenegaraan memandang objeknya, yaitu negara dari sifatnya atau pengertiannya yang konkret, artinya objeknya itu sudah terikat pada tempat, keadaan dan waktu, jadi telah mempunyai objek yang pasti, misalnya negara Republik Indonesia, negara Inggris, negara Jepang dan seterusnya. Kemudian, dari negara dalam pengertiannya yang konkret itu diselidiki atau dibicarakan lebih lanjut susunannya, alat-alat perlengkapannya. Wewenang serta kewajiban daripada alat-alat perlengkapan tersebut dan seterusnya.

Sedangkan Ilmu Negara memandang objeknya itu, yaitu Negara, dari sifat atau pengertiannya yang abstrak, artinya objeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan dan waktu, belum mempunyai ajektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universal.

(4)

- Pengertian Negara dan Unsur-unsurnya

Istilah negara sudah dikenal sejak zaman Renaissance, yaitu pada abad ke-15. Pada masa itu telah mulai digunakan istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia, yang kemudian menjelma menjadi L’etat’ dalam bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Deer Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian negara seperti dikemukakan oleh Aristoteles, Agustinus, Machiavelli dan Rousseau.

Sifat khusus daripada suatu negara ada tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Memaksa

Sifat memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat dicapai, serta timbulnya anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan untuk itu adalah polisi, tentara. Unsur paksa ini dapat dilihat pada ketentuan tentang pajak, di mana setiap warga negara harus membayar pajak dan bagi yang melanggarnya atau tidak melakukan kewajiban tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.

2. Monopoli

Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Negara berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu hidup dan disebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.

3. Mencakup semua

Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa, kecuali untuk mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya, keharusan membayar pajak.

Adapun Negara mempunyai dua pengertian :

(5)

b. Negara dalam arti sempit ada beberapa ahli yang berpendapat:

Negara menurut pendapat para sarjana yaitu:

- George Jellinek: Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman diwilayah tertentu.

- George Wilhelm Friedrich Hegel: Negara merupakan organisasai kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.

- Mr. Kranenburg: Negara adalah suatu organisasai yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri

- Roger F. Soltau: Negara adalah alat (agency) atau wewnang (authority) yang mengtur atau mengendalikan personal bersama atas nam masyarakat.

- Prof. R. Djokosoetono: Negara ialah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama.

- Prof. Mr. Soenarko: Negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai souvereign.

Hal yang dimaksud unsur-unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara terdiri dari:

1. Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku. Adapun wilayah terbagi menjadi tiga, yaitu darat, laut, dan udara.

2. Rakyat, adalah semua orang yang berada di wilayah negara itu dan yang tunduk pada kekuasaan negara tersebut.

3. Pemerintah, adalah alat negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan merupakan alat dalam mencapai tujuan.

4. Pengakuan dari negara lain. Unsur ini tidak merupakan syarat mutlak adanya suatu negara karena unsur tersebut tidak merupakan unsur pembentuk bagi badan negara melainkan hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif bukan konstitutif. Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan dua macam, yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.

- Hubungan ilmu negara dengan ilmu hukum tata negara:

(6)

- Hubungan ilmu negara dengan ilmu politik

Kata politik berasal dari kata ‘polis’ dalam bahasa Yunani kuno. Polis adalah kota yang menyerupai negara. (pada zaman yunani kuno terdapat suatu tempat tinggal bersama orang-orang di atas sebuah bukit dengan tembok/benteng yang kuat, yang mempunyai organisasi kekuasaan tertnggi. Maka polis adalah suatu negara, disebut negara kota (city state), selanjutnya kata-kata yang berasal dari kata polis/politik/police dll dapat dikatakan berkaitan dengan negara.

Obyek penyelidikan ilmu politik adalah negara dalam arti umum. Yang diselidiki terutama adalah kekuatan-kekuatan sosial yang terdapat dalam masyarakat yang secara langsung dapat mempengaruhi pemerintahan negara, bahkan dapat ikut merubah dan menentukan struktur negara. Karenanya ilmu politik penyelidikannya berkaitan dengan faktor-faktor kekuasaan yang riil dalam masyarakat.

Persamaan ilmu negara dengan ilmu politik terletak pada obyeknya, yaitu keduanya mempelajari negara sebagai pengertian ‘genus’/umum. Bahkan dinegara Anglo-Amerika kedua ilmu tersebut tidak dibedakan. Ilmu tersebut identik.

Perbedaan keduanya terletak pada ‘focus of interest’. Herman Heller menyatakan ilmu negara tugasnya terbatas pada usaha-usaha melukiskan lembaga-lembaga kenegaraan, sehingga sifatnya adalah deskriptif dan karenanya statis. Ilmu politik sebaliknya lapangan kerjanya lebih luas, karena juga meliputi usaha-usaha untuk mengadakan analisa dari peristiwa politik atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan negara, jadi sifatnya lebih dinamis.

B. Objek Ilmu Negara

Ilmu Negara menganggap Negara sebagai obey-obyek penyelidikannya antara lain meliputi pertumbuhan, sifat hakit dan bentuk-bentuk Negara.

Hukum tata Negara juga mengganggap Negara sebagai obyeknya, terutama tentang hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara. Pembahasan dalam ilmu Negara menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat umum dengan menganggap Negara sebagai gema (bentuk umum) dan mengesampingkan/mengabaikan sifat-sifat khusus dari Negara.

Perbedaan antara hukum tata Negara dengan ilmu Negara ialah ilmu Negara menyelidiki atau membahas negara dalam teori-teori yang umum dengan mengesampingkan sifat-sifat khusus dari setiap Negara-negara sedangkan hukum Tata Negara (positif) menyelidiki atau membahas suatu system Hukum Tata Negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris. Hukum Tata Negara Belanda, dan sebagainya.

(7)

(kranenburg mempergunakan istilah pengertian-pengertian umum dan sifat-sifat umum) dari Negara secara umum.

Dengan demikian Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoretis kepada Hukum Tata Neagara positif. Dan Hukum Tata Negara merupakan kongkretisasi daripada teori-teori Ilmu Negara. Jika dikatakan Hukum Tata Negara lebih bersifat praktis maka Ilmu Negara lebih bersifat teoritis. Naka dengan demikian Ilmu Negara dianggap sebagai Ilmu pengantar untuk mempelajari Hukum Tata Negara.

Aadapun gambaran mengenai objek kajian ilmu negara dan perbedaannya dengan cabang ilmu lainnya , yaitu sebagai berikut:

C. Metode Pendekatan Ilmu Negara

Metode mempelajari Ilmu Negara secara umum dapat terbagi dalam beberapa bentuk

1. Metode induktif: Metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaedah yang bersifat umum.

2. Metode deduktif: Metode yang dimulai dengan kaedah yang umum kemudian dipelajari dalam keadaan yang umum.

3. Metode history: Metode penelitian yang mencari gejala di masa lalu yang tentunya memiliki hubungan dengan keadaan di masa sekarang.

(8)

5. Metode dialektis: Metode tanya-jawab, yang memiliki cara kerja, yaitu :

- Theses, yaitu suatu dalil stelling

- Antithese, yaitu suatu serangan terhadap dalil tersebut

- Synthese, yaitu jalan tengah antara these dengan antithese

6. Metode empiris: Metode yang menyandarkan kepada kenyataan.

7. Metode rasionalitas: Metode yang mengutamakan pemikiran denga logika.

8. Metode sistematis: Metode yang didasarkan secara menghimpun bahan, lalu dilakukan pengolongan dalam suatu kesatuan dimana masing-masing selalu berhubungan, sistematik.

9. Metode hukum: Metode yang menitikberatkan kepada segi-segi yudiris.

10. Metode fungsional: Metode yang meninjau obyek penyelidikan dengan menggandengkan, sehingga obyek tersebut dapat mempengaruhi masyarakat dan sebaliknya.

11. Metode sinkretis: Metode yang menggabungkan factor yang bersifat juridis dan nonjuridis.

(9)

A. Istilah dan Pengertian Negara

Istilah negara berasal dari istilah statum atau status sejak 104-43 SM. Cicero mengartikannya sebagai standing atau station yang berarti kedudukan. Kata negara berasal dari bahasa Sansekerta nagara atau nagari yang berarti kota. Pengertian negara secara umum; negara adalah sekumpulan manusia yang berada di wilayah tertentu yang memiliki pemerintahan yang sah secara hukum dan memilki kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar.

Secara etimologi, istilah negara diadopsi dari beberapa bahasa negara di dunia ini. Diantaranya adalah dari bahasa Belanda "STAAT". Kata Staat itu diambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa Latin pada abad ke-15, yaitu dari kata status atau statum yang berarti keadaan yang tetap dan tegak, atau sesuatu yang bersifat tegak dan tetap. Timbulnya istilah negara saat pertama kali kurang lebih bersaan dengan timbulnya istila Lo Stato dari Niccolo Machiavelli dalam bukunya yang berjudul II Principe. Pada waktu itu, istilah Lo Stato diartikan sebagai suatu sistem tugas-tugas atau fungsi-fungsi publik dan alat-alat perlengkapan yang teratur di dalam wilayah tertentu.

Istilah Lo Stato pada awalnya berasal dari bahasa Italy. Istilah ini digunakan untuk menyebutkan pihak yang diperintah (dependent). Anggapan umum yang diterima bahwa kata staat, state ataupun etat, dialihkan dari kata bahasa latin status atau statum. Secara etimologis kata status dalam bahasa Latin klasik adalah suatu istilah yang abstrak yang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Menurut beberapa tokoh dari Belanda, negara juga mempunyai arti yang berbeda. Diantaranya: Menurut George Jellinek dalam bukunya Allgemeine Staatslehre, negara adalah organisasi yang dilengkapi dengan suatu kekuatan asli yang didapat bukan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi derajatnya. Sedangkan menurut Harold J. Laski dalam bukunya The State in Theory and Parctice mengartikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada ndividu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa negara bersifat memaksa, bersifat monopoli, dan bersifat totalitas. negara dapat memaksakan kehendak dan kekuasaannya, baik melalui jalur hukum maupun jalur kekuasaan atau kekerasan. Setiap negara juga menguasai hal-hal tertentu demi tujuan negara tanpa ada saingan. Negara juga merupakan wadah yang memungkinkan seseorang dapat mengembangkan bakat dan potensi. Negara dapat memungkinkan rakyatnya maju berkembang serta dalam menyelenggarakan daya cipta atau kreativitasnya dengan bebas, bahkan negara melakukan pembinaan.

Pengertian negara menurut para ahli dapat dilihat sebagai berikut:

1. G. Pringgodigdo, SH : Negara adalah organisasi kewibawaan yang memenuhi syarat-syarat dan dapat sebagai nation.

(10)

3. Robert H. Soltau: Negara adalah alat atau wewenang yang dapat menyelesaikan persoalan bersama.

4. Robert M. Maever: Negara adalah asosiasi yang dapat melaksanakan penertiban dan kekuasaannya memaksa.

B. Hakikat Negara

Negara dalam arti luas dapat di artikan kesatuan sosial (masyarakat) yang di atur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Atau negara dapat di artikan organisasi kekuasaan yang di dalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat baik ke dalam maupun ke luar. Dalam arti khusus pengertian negara dapat dilihat pendapat para pakar kenegaraan di bawah ini :

 Hugo De Groot : Negara adalah ikatan manusia yang insaf akan arti dan panggilan hukum.

 George Jelineek: Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang berdiam di wilayah tertentu.

 Mr. Kranenburg: Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.

 Roger F, Soltau: Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengandalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

 Prof. R. Djokosutomo: Negara adalah suatu oerganisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.  Logeman : Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan

dengan kekuasaannya itu mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat.

 Prof. Mr. Soenarko: Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan (souvereign).

 Woodrow wilson: negara adalah rakyat yang terorganisasi untuk hukum dalam wilayah tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa negara merupakan

 Organisasi kekuasaan yang teratur.

 Organisasi yang mempunyai kekuasaan yang bersifat memaksa dan memonopoli.

 Suatu organisasii untuk mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat.  Persekutuan yang mempunyai wilayah tertentu dan yang dilengkapi dengan

alat perlengkapan negara.

(11)

 Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kekuasaan fisik secara legal, sehingga sseluruh peraturan perundang-undangan serta kebujakan lainnya dapat ditaati oleh masyarakat, terwujud ketertiban dan kemampuan dalam masyarakat.

 Sifat monopoli, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menetapkan tujuan bersama masyarakat. Bila warga negara dan masyarakat mengingkari dan melanggar hal demikian, maka negara dapat mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

 Sifat mencakup semua (all-encompasing, all-embaracing), artinya semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.

Negara merupakan suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Negara memiliki sifat memaksa, monopoli, mencakup semua.

C. Unsur-Unsur dan Sifat-Sifat Negara

Menurut JOhn Locke & Rousseau, negara adalah suatu badan atau organisasi hasil dari pada perjanjian masyarakat. Sebuah negara dapat terbentuk karena adanya beberapa unsur. Nerikut ini adalah unsur-unsur negara menurut para ahli:

1. Abdul Rahman menyebutkan unsur-unsur negara terdiri dari: a) Penduduk

b) Wilayah c) Pemerintah

2. Miriam Budiardjo menyimpulkan bahwa unsur-unsur negara terdiri dari :

a) Wilayah b) Penduduk c) Pemerintah d) Kedaulatan

3. Oppenheim – Lauterpacht mengklasifikasi bahwa unsur-unsur negara terdiri dari:

a) Adanya daerah/wilayah b) Adanya rakyat

c) Adanya pemerintah yang berdaulat d) Adanya pengakuan dari negara lain

Menurut Konvensi Montevideo pada tahun 1933 menyebutkan unsur-unsur berdirinya sebuah negara adalah sebagai berikut:

a) Rakyat

(12)

c) Penguasa yang berdaulat

d) Kesanggupan berhubungan dengan negara lain e) Pengakuan (deklaratif)

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa unsur pokok sebagai syarat mutlak terbentuknya suatu negara adalah terdapatnya rakyat, adanya daerah atau wilayah, serta pemerintahan yang berdaulat. Tanpa ketiga unsur pokok tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai negara. Ketiga unsur pokok tersebut disebut juga unsur konstitutif atau unsur pembentuk.

Selain ketiga unsur yang mutlak harus dipenuhi tersebut, terdapat juga unsur pengakuan dari negara lain. Unsur pengakuan dari negara lain ini bukan merupakan unsur pembentuk suatu negara, melainkan hanya merupakan suatu pernyataan dari suatu negara akan keberadaannya. Unsur ini desebut sebagai unsur deklaratif.

Pada umumnya sifat hakikat negara mencakup hal-hal berikut :

 Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kekuasaan fisik secara legal, sehingga sseluruh peraturan perundang-undangan serta kebujakan lainnya dapat ditaati oleh masyarakat, terwujud ketertiban dan kemampuan dalam masyarakat.

 Sifat monopoli, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menetapkan tujuan bersama masyarakat. Bila warga negara dan masyarakat mengingkari dan melanggar hal demikian, maka negara dapat mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

 Sifat mencakup semua (all-encompasing, all-embaracing), artinya semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.

Negara merupakan suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Negara memiliki sifat memaksa, monopoli, mencakup semua.

D. Tujuan dan Fungsi Negara

Secara umum, tujuan terakhir setiap negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good, common wealth). Tujuan kebahagiaan tersebut pada garis besarnya dapat disederhanakan dalam dua hal pokok, yakni:

a) keamanan dan keselamatan (security and safety); dan b) kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity).

Mengacu pada pendapat J. Barent dalam bukunya Der Wetenschap der Politiek, mengemukakan bahwa tujuan negara yang sebenarnya adalah pemeliharaan, yaitu pemeliharaan ketertiban, keamanan, serta penyelenggaraan kesejahteraan umum dalam arti seluas-luasnya.

(13)

yaitu; pengakuan dan perlindungan HAM, pembagian kekuasaan negara, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan peradilan administrasi dan konsep rule of law.

Negara dapat dipandang sebagai persekutuan manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Pada umumnya tujuan akhir setiap negara adalah menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Oleh karena itu bagi suatu negara, tujuan merupakan hal yang sangat penting sebab tujuan akan sangat menentukan bagaimana suatu negara mengatur, menyusun, dan menyelenggara-kan pemerintahannya guna mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Sejalan dengan banyaknya corak tujuan yang hendak diwujudkan oleh suatu negara, banyak pemikir negara dan ahli hukum yang membahas dan mengemukakannya dalam suatu teori. Beberapa di antaranya adalah :

a. Lord Shang Yang menyebutkan guna mencapai kekuasaan negara dengan cara rakyat dan negara harus berbanding terbalik. Bila negara ingin kuat dan sejahtera, maka rakyat harus lemah, miskin, dan bodoh.

b. Niccolo Machiavelli menyatakan guna mencapai kekuasaan negara dengan cara menitik-beratkan pada sifat pribadi raja, agar dapat cerdik seperti kancil dan menakut-nakuti rakyatnya seperti singa .

c. Dante Alleghieri mendefinisikan untuk mencapai perdamaian dunia dengan cara membentuk satu negara di bawah satu imperium dunia (raja atau kaisar).

d. Immanuel Kant menuturkan adapun tujuan negara adalah menjamin hak dan kebebasan warga negara .

e. Kranenburg memberikan pengertian bahwa tujuan negara adalah mengupayakan kesejahteraan warga negaranya (Welfare State)

Tujuan Negara Republik Indonesia terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yaitu :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

2. Memajukan kesejahteraan umum,

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, serta

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .

Fungsi Negara perlu ditetapkan sebagai pengatur kehidupan dalam negara demi tercapainya tujuan Negara. Tokoh-tokoh yang pendapatnya tentang fungsi negara diterapkan oleh negara-negara di dunia adalah :

a. John Locke membedakan fungsi negara menjadi tiga yaitu : 1. Fungsi Legislatif : membuat Undang-Undang.

2. Fungsi Eksekutif : melaksanakan Undang-Undang , termasuk mengadili pelanggar Undang - Undang.

(14)

b. Montesquieu membedakan fungsi negara atas tiga tugas pokok yaitu : 1. Fungsi Legislatif : membuat Undang-Undang.

2. Fungsi Eksekutif : melaksanakan Undang-Undang, termasuk mengadakan hubungan luar negeri, membuat perjanjian dengan negara lain, dll.

3. Fungsi Yudikatif : mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi mengadili terhadap pelanggar Undang-Undang).

BAB III

(15)

A. Kekuasaan dan Kewibawaan

Definisi kekuasaan dapat dilihat dari pengertian yang dipaparkan oleh para pakar hukum, yaitu sebagai berikut:

a) Menurut Miriam Budiardjo bahwa yang dimaksud dengan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.

b) R. Beirsted mengungkapkan bahwa kekuasaan merupakan alat untuk mempengaruhi.

c) Russel bahwa kekuasaan sebagai suatu produksi dari akibat yang diinginkan.

d) Amitai Etziomi mengungkapkan kekuasaan adalah kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi perilaku.

Kekuasaan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk. Kekuasaan mempunyai sifat yang netral, sehingga dalam menilai baik atau buruknya harus dilihat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih bersahaja, maupun yang sudah besar dan rumit susunannya. Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai, atau dengan perkataan lain, antatra pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dari pihak lain yang menerima pengaruh itu, dengan rela atau karena terpaksa.

Apabila kekuasaan dijelmakan pada diri seseorang, maka biasanya orang itu dinamakan pemimpin, dan mereka yang menerima pengaruhnya adalah pengikut-pengikutnya. Bedanya antara kekuasaan dan wewenang (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang pada seseorang atau sekelompok orang, yang mendapat pengakuan masyarakat.

Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan. Kekuasaan tertinggi dalam masyarakat dinamakan pula kedaulatan (soverignity) yang biasanya dijalankan oleh segolongan kecil masyarakat. Oleh Gaetano Mosca disebut the rulling class.

Unsur-unsur pokok kekuasaan :  Rasa takut

 Rasa cinta  Kepercayaan  Pemujaan

Cara-cara atau usaha untuk mempertahankan kekuasaan :

(16)

 Mengadakan sistem-sistem kepercayaan

 Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik  Mengadakan konsolidasi secara horizontal dan vertikal

Untuk memperkuat kedudukan, penguasa dapat menempuh jalan sebagai berikut :

 Menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu

 Penguasaan bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan dengan paksa dan kekerasan.

Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Pernyataan ini didasari dengan banyaknya calon-calon penguasa yang sangat idealis namun pada saat telah berada dalam kedudukannya sebagai penguasa cenderung mengikuti sistem yang ada, yaitu korup. Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Dapat diartikan bajwa hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum.

Kekuasaan adalah fenomena yang aneka ragam bentuknya (polyform) dan banyak macam sumbernya. Hanya inti atau hakikat kekuasaan dalam pelbagai bentuk itu tetap sama, yaitu kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk memaksakan kehendaknya atas pihak lain. Sering dikatakan bahwa kekuatan fisik (force) dan wewenang resmi (formal authority) merupakan dua sumber dari kekuasaan. Namun, wewenang formal dan kekuatan fisik bukan satu-satunya sumber kekuasaan. Memang dalam kenyataan, orang yang memiliki pengaruh politik atau keagamaan, dapat lebih berkuasa dari yang berwenang atau memiliki kekuatan fisik (senjata). Kekayaan (uang) atau kekuatan ekonomi lainnya juga merupakan sumber-sumber kekuasaan yang penting, sedangkan dalam keadaan-keadaan tertentu kejujuran, moral yang tinggi dan pengetahuan pun tak dapat diabaikan sebagai sumber-sumber suatu bentuk kekuasaan yang disebut wibawa.

B. Legitimasi Kekuasaan

Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dan organisasi itu merupakan tatakerja daripada alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tatakerja mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Suatu negara pasti dipimpim oleh pemegang kekuasaan. Dan berikut ini adalah beberapa teori tentang bagaimana kekuasaan itu didapat.

1. Teori Teokrasi: Teori ini menyatakan bahwa asal atau sumber daripada kekuasaan itu sendiriadalah dari Tuhan.

(17)

melainkan dari alam kodrat.Kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini diserahkan kepada seseorang yang disebut raja, untuk menyelanggarakan kepentingan masyarakat.

Sebagaimana diungkapkan oleh Rousseau mengatakan bahwa kekuasaan itu ada pada masyarakat,kemudian dengan melalui perjanjian masyarakat, kekuasaan itu diserahkan kepada raja. Lebih lanjut Thomas Hobbes mengatakan bahwa kekuasaan itu dari masing-masing orang secara langsung diserahkan kepada raja dengan melalui perjanjian masyarakat. Jadi sifat penyerahan kekuasaan dari orang-orang tersebut kepada raja, atau perjanjian masyarakatnya, bersifat langsung.

Pendobrakan legitimasi kekuasaan religius melahirkan etika politik.Ada dua perkembangan dalam pengertian manusia yang secara terpisah. Yang pertama, kesadaran bahwa hanya ada satu Allah dan segala dimensi yang lain adalah ciptaan belaka. Yang kedua, lahir bersama dengan filsafat paham modern di Yunani. Kenegaraan merupakan sesuatu yang biasa bagi mereka dan kekuasaan nampak sebagaimana adanya. Dua perkembangan penduniawian bidang kekuasaan politik itu secara mendalam mempengaruhi dua lingkungan budaya dan agama besar di dunia ini. Pertama di dunia Kristen dan kedua didunia Islam.

1. Paham Umum Legitimasi

Menurut Max Weber “kekuasaan adalah kemampuan untul, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawaanan, dan apa pun dasar kemampuan ini”. Setiap kekuasaan Negara memiliki otoritas dan wewenang. Otoritas adalah kekuasaan yang dilembagakan, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga berhak untuk menuntut ketaatan, jadi berhak untuk memberikan perintah. Wewenang memiliki keabsahan apabila sesuai dengan norma-norma yang ada.

2. Obyek Legitimasi

Ada dua pertanyaan legitimasi

a. Legitimasi materi wewenang yaitu dengan mempertanyakan wewenang dari segi fungsi. Wewenang tertinggi dalam dimensi politis kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik. Dalam hukum sebagai lembaga penataan masyarakat yang normatif, dan dalam kekuasaan negara sebagai lembaga penataan efektif.

b. Legitimasi subyek kekuasaan yaitu dengan mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang. Ada 3 macam legitimasi subyek kekuasaan, yaitu legitimasi religius, legitimasi eliter, legitimasi demokratis. Ketiga macam legitimasi tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

a) Legitimasi religius

(18)

dipandang sebagai manusia yang memiliki kekuatan-kekuatan di duniawi dan wewenang penguasa pada penetapan oleh Allah. Perbedaan antara dua paham tersebut ialah bahwa paham gaib tidak memungkinkan tuntutan legitimasi moral, sedangkan paham penetapan oleh Allah Yang Esa malah mempertajam tuntutan itu.

b) Legitimasi eliter

Mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah. Untuk memerintah rakyat dibutuhkan kualifikasi khusus. Kita dapat membedakan antara sekurang-kurangnya empat macam legitimasi eliter.

Yang tertua adalah legitimasi arsitokratis (suatu golongan dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan memimpin), legitimasi pragmatis (golongan yang de facto menganggap diri paling cocok untuk memegang kekuasaan dan sanggup untuk merebut serta untuk menangani), legitimasi ideologis (mengandaikan ada suatu ideology yang mengikat seluruh masyarakat), legitimasi teknokratis (di zaman yang modern ini hanya mereka yang bertanggung jawabyang dapat menjalankan pemerintahan).

c) Legitimasi demokratis

Berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, yang akan merupakan salah satu pokok pembahasan dalam buku ini.

Pada prinsipnya ada 3 kemungkinan kriteria legitimasi, yaitu :

a. Legitimasi Sosiologis

Legitimasi sosiologis yaitu mempertanyakan mekanisme motivatif mana yang nyata-nyata membuat masyarakat mau menerima wewenang penguasa. Sejauh sosiologis membatasi diri pada penggambaran fungsi-fungsi yang terdapat dalam masyarakat, sosiologis mengajukan pertanyaan apakah, dan karena motivasi manakah, suatu tatanan kenegaraan diterima dan disetujui olehmasyarakat.

Max Weber merumuskan tiga motivasi penerimaan kekuasaan klasik :  Legitimasi Tradisional adalah keyakinan masyarakat tradisional,

bahwa pihak yangmenurut tradisi lama memegang pemerintahan memang berhak untuk berkuasa (ex : bangsawan atau keluarga raja).

 Legitimasi Karismatik adalah rasa hormat, kagum atau cinta masyarakat kepada seorang pribadi sehingga dengan sendirinya bersedia untuk taat kepadanya (ex : seseorang yang dianggap memiliki kesaktian)

(19)

b. Legalitas karena legalitas hanya dapat memperbandingkan suatu tindakan dengan hukum yang berlaku, maka selalu sudah diandaikan keabsahan hukum.

Pendasaran wewenang politik pada legalitas akhirnya merupakan regressus ad infinitum (mundur tanpa akhir) karena hukum positif yang mendasari legalitas selalu harus berdasarkan suatu hukum positif lagi. Dengan kata lain, legitimasi paling fundamental tidak dapat didasarkan pada penetapan hukum positif.

c. Legitimasi Etis

Mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Setiap tindakan negara (eksekutif atau legislatif)dapat harus dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Legitimasietis yang menjadi pokok bahasan etika politik tidak menyangkut masing-masing kebijaksanaan dari kekuasaan politik, melainkan dasar kekuatan politis itu sendiri.

C. Teori Kedaulatan

Kedaulatan itu artinya adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Dalam Undang-undang Dasar Negara, dikatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan yang tertinggi. Tetapi kekuasaan yang tertinggi yang terkandung dalam Undang-undang Dasar Negara untuk apa dan bagaimana sifatnya.

Salah seorang sarjana dari Perancis yang hidup pada abad ke-XVI yang bernama Jean Bodin mengatakan bahwa kedaulatan itu adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum suatu negara, yang sifatnya : tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tetapi perumusan, atau tegasnya definisi kedaulatan dari Jean Bodin ini untuk masa sekarang tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen, sebab pada waktu itu ia hanya meninjau souvereiniteit dalam hubungannya dengan masyarakat didalam negeri itu saja. Jadi perumusannya itu bersifat intern. Hal ini terjadi karena pada waktu itu hubungan antar negara belum intensif seperti sekarang ini. Yang sudah barang tentu untuk dewasa ini, dimana hubungan antar negara yang satu dengan yang lainnya itu sudah sebegitu luas, mau tidak mau suatu negara itu mesti terkena pengaruh dari hubungan antar negara-negara tersebut.

Sebagai akibat daripada hal tersebut maka orang mengenal : 3. Interne Souvereiniteit (kedaulatan kedalam)

4. Externe Souvereiniteit (kedaulatan keluar)

(20)

kemampuan dari seseorang atau golongan orang untuk mengubah berbagai-bagai tabiat atau sikap, dalam suatu kebiasaan, menurut keinginannya, dan untuk mencegah perubahan-perubahan tabiat atau sikap yang tidak menjadi keinginannya dalam suatu kebiasaan.

Berikut ini adalah beberapa teori kedaulatan, yaitu:

1. Teori Kedaulatan Tuhan

Teori ini mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu ada pada tuhan.Teori ini berkembang pada jaman abad pertengahan, yaitu antara abad ke-V sampai abad ke-XV. Didalam perkembangannya teori ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu,yaitu agama Kristen, yang kemudian diorganisir dalam suatu organisasi keagamaan, yaitu gereja yang dikepalai oleh seorang Paus.

Sehingga pada jaman tersebut terdapat dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh seorang raja, dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus, karena pada waktu itu organisasi gereja tersebut mempunyai alat-alat perlengkapan yang hampir sama dengan perlengkapan-perlengkapan negara..

Menurut Marsilius raja itu adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia. Akibat dari ajaran Marsilius ini sangat terasa di abad-abad berikutnya. Karena raja-raja merasa berkuasa untuk berbuat apa saja yang menurut kehendaknya, dengan alasan bahwa perbuatannya itu adalah sudah menjadi kehendak Tuhan. Raja tidak merasa bertanggung jawab kepada siapapun kecuali kepada Tuhan.Bahkan raja merasa berkuasa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus dianut oleh rakyatnya atau warga negaranya. Keadaan ini semakin memuncak pada jaman renaissance yang semula orang mengatakan bahwa hukum yang harus ditaati itu adalah hukum Tuhan, sekarang mereka berpendapat bahwa hukum negaralah yang harus ditaati, dan negaralah satu-satunya yang berwenang menentukan hukum. Dengan demikian timbul ajaran baru tentang kedaulatan.

2. Teori Kedaulatan Negara

Teori kedaulatan negara mengatakan bahwa negaralah yang menciptakan hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk kepada negara. Negara disini dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum, jadi adanya hukum itu karena adanya negara, dan tiada satupun hukum yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.

(21)

meliputi segala segi kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan para warga negara itu tidak lagimempunyai kepribadian.

Menurut Georg Jellinek, hukum itu merupakan penjelmaan daripada kehendak atau kemauan negara. Jadi negaralah yang menciptakan hukum,maka negara dianggap satu-satunya sumber hukum, dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan. Di luar negara tidak ada satu orangpun yang berwenang menetapkan hukum. Dalam hal ini berarti bahwa adat kebiasaan, yaitu hukum yang tidak tertulis, yang bukan dikeluarkan atau dibuat oleh negara, tetapi yang nyata-nyata berlaku di dalam masyarakat, tidak merupakan hukum. Dan memang demikian juga kalau menurut Jean Bodin:sedangkan kalau menurut Jellinek adat kebiasaan itu dapat menjadi hukum,apabila itu sudah ditetapkan oleh negara sebagai hukum.

Menurut Krabbe diatas negara masih ada barang sesuatu souvereiniteit, yang berdaulat yaitu kesadaran hukum. Jadi yang berdaulat bukanlah negara, tetapi hukumlah yang berdaulat. Maka dengan demikian timbullah ajaran baru lagi tentang kedaulatan, yaitu teori kedaulatan hukum.

3. Teori Kedaulatan Hukum

Menurut teori kedaulatan hukum atau Rechts-Soubereiniteit tersebut yang memiliki bahkan yang merupakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara itu adalah hukum itu sendiri. Karena baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga negara, bahkan negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum. Semua sikap, tingkah laku dan perbuatannya harus sesuai atau menurut aturan hukum. Jadi menurut Krabbe yang berdaulat itu adalah hukum.

Menurut Krabbe yang menjadi sumber hukum itu adalah rasa hukum yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Rasa hukum ini dalam bentuknya yang masih sederhana, jadi yang masih bersifat primitif atau yang tingkatannya masih rendah disebut instink hukum. Sedang dalam bentuknya yang lebih luas atau dalam tingkatnya yang lebih tinggi disebut kesadaran hukum. Jadi menurut Krabbe hukum itu tidaklah timbul dari kehendak negara, dan dia memberikan kepada hukum suatu kepribadian tersendiri. Dan hukum itu berlaku terlepas daripada kehendak negara. Dengan demikian menurut Krabbe hukum itu adalah merupakan penjelmaan daripada salah satu bagian dari perasaan manusia. Terhadap banyak hal manusia itu mengeluarkan perasaannya, sehingga orang dapat membedakan adanya bermacam-macam norma, dan norma-norma itu sebetulnya terlepas dari kehendak kita, oleh karena itu kita lalu mau tidak mau tentu mengeluarkan reaksi, untuk menetapkan mana yang baik, mana yang adil, dan sebagainya.

4. Teori Kedaulatan Rakyat

(22)

Selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaannya kepada raja. Sehingga sesungguhnya raja mendapatkan kekuasaan dari individu tersebut. Akan tetapi timbul persoalan baru yang mempermasalahkan dari mana individu mendapatkan kekuasaannya itu. Lalu para sarjana pun memberikan jawaban bahwa individu individu tersebut mendapatkan kekuasaan dari hukum alam. Jadi apabila disimpulkan raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat, maka rakyat mendapatkan kekuasaan tertinggi, sehingga yang berdaulat adalah rakyat. Dari kesimpulan ini timbul ide baru tentang paham kedaulatan yaitu kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh J.J. Rousseau. Adapun hal yang perlu diingat dari ajaran ini bahwa yang dimaksud dengan rakyat bukanlah penjumlahan dari individu individu dalam negara itu, melainkan adalah kesatuan yang dibentuk individu individu itu yang mempunyai kehendak, dan kehendak itu diperoleh melalui perjanjian masyarakat. Rousseau menyebut kehendak tadi sebagai kehendak umum atau folonte generale. Selain itu yang perlu diingat bahwa yang dimaksud oleh Rousseau dengan kedaulatan rakyat itu adalah cara atau sistem yang bagaimana pemecahan suatu soal memenuhi kehendak umum.

Teori kedaulatan rakyat ini sendiri juga diikuti oleh Emmanuel Kant yaitu yang mengatakan tujuan negara itu adalah untuk menegakan hukum dan menjamin kebebasan daripada warga negaranya. Dalam melaksanakan teori kedaulatan rakyat kita harus bisa membedakan organisasi itu sendiri dalam hal ini negara dengan alat alat yang menjalan organisasi itu. Hal ini penting sekali sebab jatuhnya orang menjalankan organisasi itu belum tentu mengakibatkan menjatuhkan organisasinya. Tetapi jatuhnya organisasi itu sendiri selalu membawa akibat jatuhnya badan badan yang menjalankan organiasasi itu. Jadi sebenarnya persoalan legitimasi kekuasaan sangat erat hubungannya dengan tujuan negara.

Sebab kita dapat mengakui sah atau tidaknya kekuasaan tergantung oleh tujuan yang direncanakan oleh pemerintah. Adapun pemerintah disini meliputi seluruh badan kenegaraan yang ada dalam negara.

BAB IV

(23)

A. Teori Timbulnya/Terbentuknya Negara

Teori tentang asal mula atau teori terbentuknya Negara dapat dilihat dari dua segi, yakni (1) teori yang bersifat spekulatif, dan (2) teori yang bersifat evolusi.

a) Teori yang Bersifat Spekulatif

Teori yang bersifat spekulatif, meliputi antara lain : teori teokratis, teori perjanjian masyarakat, dan teori kekuatan/ kekuasaan.

1. Teori Teokrasi (ketuhanan) menurut teori ketuhanan, segala sesuatu di dunia ini adanya atas kehendak ALLAH Subhanahu Wata’ala, sehingga negara pada hakekatnya ada atas kehendak ALLAH. Penganut teori ini adalah Fiedrich Julius Stah, yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan negara.

2. Teori perjanjian masyarakat. Dalam teori ini tampi tiga tokoh yang paling terkenal, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau. Menurut teori ini negara itu timbul karena perjanjian yang dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Perjanjian ini diadakan agar kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin, supaya ”orang yang satu tidak merupakan binatang buas bagi orang lain” (homo homini lupus, menurut Hobbes). Perjanjian itu disebut perjanjian masyarakat (contract social menurut ajaran Rousseau). Dapat pula terjadi suatu perjanjian antara daerah jajahan, misalnya : Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.

3. Teori kekuasaan/kekuatan. Menurut teori kekuasaan/kekuatan, terbentuknya negara didasarkan atas kekuasaan/kekuatan, misalnya melalui pendudukan dan penaklukan.

Ditinjau dari teori kekuatan, munculnya negara yang pertama kali, atau bermula dari adanya beberapa kelompok dalam suatu suku yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku (datuk). Kemudian berbagai kelompok tersebut hidup dalam suatu persaingan untuk memperebutkan lahan/wilayah, sumber tempat mereka mendapatkan makanan. Akibat lebih jauh mereka kemudian berusaha untuk bisa mengalahkan kelompok saingannya. Adagium thomas Hobbes yang menyatakan ”Bellum Omnium Contra Omnes” semua berperang melawan semua, kiranya tepat sekali untuk memotret kondisi mereka dalam persaingan untuk memperebutkan sesuatu. Kelompok yang terkalahkan kemudian harus tunduk serta wilayah yang dimilikinya diduduki dan dikuasai oleh sang penakluk, dan demikian seterusnya.

(24)

Teori yang evolusi atau teori historis ini merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga – lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan – kebutuhan manusia, maka lembaga – lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan – tuntutan zaman. Menurut teori yang bersifat evolusi ini terjadinya negara adalah secara historis-sosio (dari keluarga menjadi negara). Termasuk dalam teori ini yang bersifat evolusi ini antara lain teori hukum alam. Berdasarkan teori hukum alam ini, negara terjadi secara alamiah.

Pada masa sekarang ini terbentuknya Negara karena disebabkan oleh beberapa hal yakni:

1. peleburan atau fusi. Misal terbentuknya negara karena peleburan beberapa negara seperti negara Latvia, negara Estonia, dan negara Lithuania yang melebur menjadi Uni soviet

2. Pemisahan diri. Misal, Timor-timor memisahkan diri dari Indonesia menjadi Timor Laste dari Indonesia. Dan, Bangladesh dari India.

3. Penaklukan. Misal pembetukan RIS dan negara Indonesia Timur oleh Belanda setelah agresi militer Belanda I.

4. Pendudukan atas Negara atau wilayah yang belum ada pemerintahan sebelumnya dan negara-negara lain bekas negara jajahan. Misal, negara Malaysia, menjadi Negara sendiri setelah dilepas dari penjajahan Inggris

B. Teori Lenyapnya Negara

Guna mengetahui bagaimana lenyapnya sebuah negara, maka dapat dilihat berdasarkan teori. Adapun teori terkait lenyapnya negara yaitu sebagai berikut:

1. Teori Organisme yaitu, pada mulanya sebuah negara muncul, tumbuh, berkembang, lalu mencapai tahap take off (lepas landas) maju, menjadi negara superpower, tapi lama kelamaan menurun kembali (mundur), dan lenyaplah negara tersebut. Contoh: Uni Soviet, dulunya adalah negara superpower bersama Amerika, tetapi sekarang telah hancur.

2. Teori Anarkis An = tidak ada

Archeis = pemerintahan

Menurut teori ini, pada mulanya, manusia itu baik, maka dibiarkan berkembang. Kalau ada keterpaksaan di dalam negara, maka negara akan bubar. Jadi teori anarkis adalah negara yang rakyatnya hidup tanpa ada keterpaksaan. Menurut teori ini, kalau ada suatu keterpaksaan maka negara akan lenyap.

3. Teori Mati Tuanya sebuah Negara

(25)

- Kalau syaratnya tidak dipenuhi, maka lenyaplah negara itu.

BAB V

TIPE-TIPE NEGARA

(26)

Tipe negara dibagi menjadi dua golongan , yaitu tipe negara menurut sejarah dan tipe negara ditinjau dari sisi hukum :

1. Tipe Negara menurut Sejarahnya, di bagai menjadi 5 yaitu : a. Tipe Negara Timur Purba

Tipe negara timur purba ini bersifat tirani, monarkhi dan teokratis. Raja berkuasa penuh atas segala keputusan atau aturan-aturan yang berlaku di kerajaannya tanpa adanya pertentangan dari masyarakat, penguasa (raja) berbuat sesuai kewenangannya, raja merangkap sebagai dewa oleh masyarakat. Kekuasaan raja ini bersifat absolut (mutlak). Turun temurun dan kepemimpinan raja sampai semur hidup. Menurut Aristoteles sistem monarkhi dapat di bagi 3 yaitu ;

a) Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan mutlak). Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak raja adalah kehendak rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L'Etat cest moi (Negara adalah saya).

b) Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu Konstitusi (UUD). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi. c) Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat

suatu Parlemen (DPR), terhadap dewan di mana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung jawab sepenuhnya.

Monarki mutlaklah yang di terapkan Tipe negara timur purba.

b. Tipe Negara Yunani kuno/Purba

Tipe Negara yunani kuno ini bersifat Aristokrasi, pemerintahan oleh aristokrat (cendikiawan), tipe ini mempunyai bentuk negara kota (city state) negaranya kecil hanya satu kota saja dan dilingkari oleh benteng pertahanan dan penduduknya sedikit, Pemerintahannya bersifat Demokrasi langsung (musyawarah). Dalam pelaksanaan demokrasi langsung rakyat diberikan ilmu pengetahuan oleh aristokrat atau filosof (cendikiawan) tentang cara menjalankan pemerintahan mereka. Jika menjalankan pemerintahannya biasanya rakyat berkumpul disuatu tempat (acclesia) untuk membuat suatu keputusan (musyawarah).

c. Tipe Negara Romawi Kuno/Purba

(27)

penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, Memiliki angkatan militer yang besar untuk menegakkan kebijakannya ketika upaya halus gagal, Menyebarkan bahasa, sastra, seni, dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya, Menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tapi juga dari orang-orang di negara lain, Mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya. Pemerintahannya dipegang oleh Caesar yang menerima seluruh kekuasaan dari rakyat (caesarismus), pemerintahan Caesar ini bersifat mutlak dan mempunyai undang-undang yang berlaku yang dinamakan Lex Regia.

d. Tipe Negara Abad Pertengahan

Tipe negara abad pertengahan ini bersifat dualisme antara rakyat dan pemerintah seperti yang dikatakan Machiavelli kalau negara ini bukan republik pasti monarkhi. Dimasa Pertengahan inilah peralihan sistem Monarkhi ke sistem Republik atau Diktator ke Demokrasi ada sebagian wilayah yang menginginkan demokrasi itu hidup seutuhnya ada pula yang menjaga sistem ke monarkhian negaranya.

e. Tipe Negara Abad Modern

Tipe negara Abad Modern ini berlaku asas demokrasi, yang dimana tampuk pemerintahannya bercabang dari rakyat, dianut oleh paham negara hukum, susunan negaranya kesatuan dan didalam Negara hanya ada satu pemerintahan yaitu, pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.

2. Tipe Negara Hukum

Sedangkan Tipe negara yang ditinjau dari sisi hukum adalah penggolongan negara-negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan rakyat. Negara hukum timbul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja-raja yang absolute.

B. Tipe-Tipe Negara Berdasarkan Hukum/ Hubungan Pemerintah dan Rakyat

Secara umum, berdasarkan historis Ada 3 tipe Negara hukum, yaitu:

- Tipe Negara hukum Liberal ini menghandaki supaya Negara berstatus pasif artinya bahwa warga Negara harus tunduk pada peraturan-peraturan Negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Disini kaum Liberal menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menjadi penguasa.

(28)

harus berdasarkan undang-undang. Negara Hukum formil ini disabut juga dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara hukum.

- Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari Negara Hukum Formil; tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang atau berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum Materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas Opportunitas.

BAB VI

(29)

A. Pengertian Bentuk Negara dan Pemerintahan a. Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu: 1. Sentralisasi, dan

2. Desentralisasi.

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya sendiri.

Keuntungan sistem sentralisasi:

a) adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara; b) adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang

berwenang membuatnya;

c) penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Kerugian sistem sentralisasi:

a) bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;

b) peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/ kebutuhan daerah;

c) daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurangnya inisiatif dari rakyat;

d) rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan bertanggung jawab tentang daerahnya;

e) keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

(30)

a) pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri;

b) peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri;

c) tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan dapat berjalan lancar;

d) partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat;

e) penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.

Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.

b. Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara-negara federal.

Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal. Ciri-ciri negara serikat/ federal:

a) tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;

b) tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;

c) hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.

Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal kenegaraan selebihnya (residuary power). Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:

- hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;

- hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;

(31)

pemerintah pusat, misalnya: mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;

- hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli, matauang (moneter); - hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya: masalah

pos, telekomunikasi, statistik.

Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan yang lain adalah:

- cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian;

- badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.

Berdasarkan kedua hal tersebut, lahirlah bermacam-macam negara serikat, antara lain:

a) negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal, dan kekuaasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian. Contoh negara serikat semacam itu antara lain: Amerika Serikat, Australia, RIS (1949);

b) negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh: Kanada dan India;

c) negara serikat yang memberikan wewenang kepada mahkamah agung federal dalam menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Amerika Serikat dan Australia;

d) negara serikat yang memberikan kewenangan kepada parlemen federal dalam menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Swiss.

Persamaan antara negara serikat dan negara kesatuan bersistem desentralisasi: 1) Pemerintah pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar; 2) Sama-sama memiliki hak mengatur daerah sendiri (otonomi).

Sedangkan perbedaannya adalah: mengenai asal-asul hak mengurus rumah tangga sendiri itu. Pada negara bagian, hak otonomi itu merupakan hak aslinya, sedangkan pada daerah otonom, hak itu diperoleh dari pemerintah pusat

B. Teori-Teori Bentuk Pemerintahan

Adapun teori mengenai bentuk pemerintahan maupun sistem pemerintahan dapat diklasifikasikan dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

a. Bentuk Pemerintahan Klasik

(32)

sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit yang menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH juga berpendapat bahwa bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern.

Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat di bedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.

1. Ajaran Plato (429 - 347SM)

Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.

a) Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh kaum cendikiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan. b) Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di pegang oleh

orang-orang yang ingin mencapai kemasyuran dan kehormatan.

c) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh golongan hartawan

d) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata, dan

e) Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh seorang tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita keadilan.

2. Ajaran Aristoteles (384 - 322 SM)

Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.

a) Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal.

b) Tirani, yaitu bentuk pemerintah yang dipegang oleh seseorang demi kepentingan pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk dan merupakan kemerosotan.

c) Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.

d) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk. e) Pliteia, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh

(33)

f) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sebagian orang. Bentuk pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemrosotan.

3. Ajaran Polybios (204-122 SM)

Ajaran Polybios yang dikenal dengan Cyclus Theory sebenarnya merupakan pengembangna lebih lanjut dari ajaran aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk pemerintahan ideal pliteia dengan demokrasi. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik dan dapat di percaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang-wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki bergeser menjadi tirani.

Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan sehingga kekuasaan beralih pada mereka. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,. Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi.

Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangannya tidak lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.

Dalam pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilanm rakyat berontak mengambil alih kekuasaan umtuk memperbaiki nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama keamaan banyak diwarnai kekacauan, kebrobokan, dan korupsi sehingga hokum sulit di tegakkan. Dari pemerintahan okhlorasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan kembali di pegang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki.

Perjalanan siklus pemerintahan di atas mamperlihatkan pada kita akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya Polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain sebagai akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.

b. Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)

(34)

Perbedaan antara pemerintahan bentuk “monarki” dan “republik” menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun-temurun, maka kita berhadapan dengan monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan dengan republik.

Dalam praktik-praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:

1) Monarki Absolut

Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara adalah saya).

2) Monarki Konstitusional

Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki konstitusional adalah sebagai berikut :

a. Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh: negara Jepang dengan hak octrooi.

b. Adakalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contoh: Inggris yang melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania, Denmark, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.

3) Monarki Parlementer

Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan Malaysia.

(35)

Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik konstitusional, dan republik parlementer.

1) Republik Absolut

Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka berfungsi.

2) Republik Konstitusional

Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.

3) Republik Parlementer

Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang bertanggung-jawab kepada parlementer. Alam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.

BAB VII

(36)

A. Susunan Negara

Penglihatan terhadap negara dari segi susunannya menghasilkan penggolongan negara bersusun tunggal (negara kesatuan) dan negara bersusun jamak (negara federal). Negara kesatuan atau negara unitaris, terdapat satu pemerintahan pusat dan tidak ada negara dalam negara. Pemerintahan pusat pada negara kesatuan, pada awalnya menerapkan asas sentralisasi dan konsentrasi. Pada perkembangan berikutnya, kemudian menerapkan asas dekonsentrasi dan perkembangan terakhir tampak mengembangkan desentralisasi dan otonomi. Perkembangan otonomi tampak dimaksudkan untuk mengimbangi sentralisasi.

Sedangkan negara federal sebagai negara bersusun jamak, memiliki karakteristik, antara lain:

a. Terdiri atas negara federal atau negara gabungan dan negara-negara bagian. b. Pemerintahan federal atau pemerintahan gabungan dan pemerintahan

negara-negara bagian.

c. Terdapat Undang-undang Dasar negara federal dan Undang-undang Dasar negara-negara bagian.

Di samping negara bersusun jamak dalam bentuk negara federal atau negara serikat juga dikenal perserikatan negara. Kriteria untuk menentukan apakah suatu negara merupakan negara serikat atau perserikatan negara telah diajukan oleh Jellinek dan Kranenberg.

Jellinek mengajukan kriteria perbedaan-perbedaan terletak pada ada pada siapakah kedaulatan itu. Jika kedaulatan itu pada negara federal maka merupakan negara serikat. Sebaliknya jika kedaulatan itu ada pada negara-negara bagian, merupakan perserikatan negara. Sedangkan Kranenberg mengajukan kriteria dapat tidaknya pemerintah federal membuat atau mengeluarkan peraturan hukum yang mengikat secara langsung kepada warga negara-negara bagian. Apabila mengikat langsung maka disebut negara serikat. Apabila tidak dapat mengikat secara langsung, disebut sebagai perserikatan negara.

Kemudian, apabila mencoba melihat kombinasi antara bentuk negara, susunan negara dan bentuk pemerintahan atau sistem pemerintahan maka akan dihasilkan variasi ketiganya di berbagai negara di dunia. Misalnya, bisa dinyatakan bahwa negara Inggris merupakan Negara Kerajaan Kesatuan Parlementer, Indonesia merupakan Negara Republik Kesatuan Presidentil, dan India merupakan Negara Republik Serikat Parlementer.

B. Hubungan Antar Negara

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah dalam arti kepala negara (Presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti organ eksekutif, yang biasa disebut dengan dewan menteri atau

Bukan Warga Negara (orang asing) adalah mereka yang berada pada suatu negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota negara yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintahan

Dalam sistem pemerintahan parlementer, apabila terjadi pertentangan antara Parlemen dengan eksekutif atau dewan menteri, maka raja, ratu atau presiden dapat membubarkan....

Filipina sebagai Negara yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial memiliki presiden sebagai kepala Negara sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan. Namun demikian, dalam

bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara bertujuan untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

jadi dengan demikian di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi

adalah satu hal yang tertiggi,yang merupakan sumber dari segala kekuasaan “negara”(dalam arti gouverment)di anggap mempuyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty

3. Merupakan satu kesatuan utuh dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila dengan melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga