PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK
DENGAN MENGGUNAKAN EM4 (Effective Microorganism)
DAN AIR KELAPA SEBAGAI STARTER
SKRIPSI
Oleh :
SRIYANTO
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK
DENGAN MENGGUNAKAN EM4 (Effective Microorganism)
DAN AIR KELAPA SEBAGAI STARTER
SKRIPSI
Oleh
SRIYANTO
040308017/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ainun Rohanah,STP,M.Si) (Ir.Saipul Bahri Daulay,M.Si) Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
SRIYANTO: Pembuatan Pupuk Cair dari Sampah Organik dengan Menggunakan EM4 (Effective Microorganism) dan Air Kelapa sebagai Starter. Dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jenis starter dan lama perendaman dalam pembuatan pupuk cair. Penelitian dilakukan pada Juni – Juli 2009 di laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua perlakuan yaitu jenis starter (S) dan lama perendaman (P). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian jenis starter berpengaruh sangat nyata terhadap nilai perbandingan C/N tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap pH dan rendemen pupuk cair. Perlakuan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap C/N, pH, dan rendemen pupuk cair.
Kata kunci : Pupuk cair, starter, lama perendaman, C/N, pH, rendemen.
ABSTRACT
SRIYANTO : The Making of liquid compost from organic rubbish using EM4 (Effective Microorganism) and coconut milk as starter. Under the supervision of AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY.
The purpose of this research was to know the effect of kind of starter and soaking time in preparing liquid compost. The research was performed in June – July 2009 at Agricultural Engineering Laboratory, College of Agriculture, USU Medan. This research was conducted using factorial completely randomized design with two treatments. That are kind of starter (S) and soaking time (P). The results indicated that kind of starter had highly significant effect on C/N but had no effect on pH and yield. Soaking time had highly significant effect on C/N, pH and liquid compost yield
RIWAYAT HIDUP
Sriyanto, dilahirkan di Tandam Hilir, Kecamatan Hamparan Perak pada
tanggal 05 Maret 1985, dari ayah Paidi dan ibu Suwarni. Penulis merupakan putra
ke dua dari tiga bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA N 1 Stabat dan lulus seleksi masuk
USU melalui jalur PMP. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan penulis mengikuti organisasi IMATETA sebagai
anggota bidang Kreasi dan Kreatif pada periode 2006/2007. Penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sinar Langkat
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun skripsi ini berjudul “ Pembuatan Pupuk Cair dari Sampah Organik
dengan Menggunakan EM4 (Effective Microorganism) dan Air Kelapa Sebagai
Starter” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di
Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada
Bapak Ir.Saipul Bahri Daulay, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang
telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu serta
saudara – saudaraku yang telah memberikan dorongan kasih sayang, semangat
dan doa tulus yang tak terhingga yang menyertai penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Khusus untuk Ibu Windahyani di Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama menganalisis
data.
Penulis menyadari di dalam pembuatan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi yang
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Agustus 2009
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN LITERATUR Sampah... 4
Jenis-jenis Sampah ... 5
Pupuk Cair Organik ... 5
Kompos ... 6
Prinsip Pengomposan ... 7
Pengomposan Anaerobik ... 9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan... 10
EM4 (Effetive Microorganism) ... 12
Air Kelapa ... 13
Perbandingan C/N ... 13
pH ...14
Rendemen ...14
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16
Bahan dan Alat Penelitian... 16
Metode Penelitian ... 17
Model Rancang Penelitian ... 18
Prosedur Penelitian ... 18
Parameter Penelitian ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian Jenis Starter ... 21
Perbandingan C/N ... 21
pH ...23
Lama Perendaman... 23
Perbandingan C/N ... 24
pH ...26
Rendemen ...28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30
Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Kandungan C/N dari berbagai bahan organik...9
2. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM4
serta peranannya...13
3. Pengaruh pemberian jenis starter terhadap perbandingan C/N,
rendemen dan pH pupuk cair...21
4. Uji LSR efek utama pengaruh pemberian starter
terhadap perbandingan C/N ...22
5. Pengaruh lama perendaman terhadap nilai perbandingan C/N,
rendemen dan pH ...24
6. Uji LSR efek utama pengaruh lama perendaman
terhadap perbandingan C/N ...25
7. Uji LSR efek utama pengaruh lama perendaman
terhadap pH ... ...26
8. Uji LSR efek utama pengaruh lama perendaman
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Hubungan pemberian jenis starter dengan perbandingan C/N... 22
2. Hubungan lama perendaman dengan perbandingan C/N... 25
3. Hubungan lama perendaman dengan pH... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Data perbandingan C/N... 33
2. Data pH... 34
3. Data rendemen... 35
ABSTRAK
SRIYANTO: Pembuatan Pupuk Cair dari Sampah Organik dengan Menggunakan EM4 (Effective Microorganism) dan Air Kelapa sebagai Starter. Dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian jenis starter dan lama perendaman dalam pembuatan pupuk cair. Penelitian dilakukan pada Juni – Juli 2009 di laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian USU, Medan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua perlakuan yaitu jenis starter (S) dan lama perendaman (P). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian jenis starter berpengaruh sangat nyata terhadap nilai perbandingan C/N tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap pH dan rendemen pupuk cair. Perlakuan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap C/N, pH, dan rendemen pupuk cair.
Kata kunci : Pupuk cair, starter, lama perendaman, C/N, pH, rendemen.
ABSTRACT
SRIYANTO : The Making of liquid compost from organic rubbish using EM4 (Effective Microorganism) and coconut milk as starter. Under the supervision of AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY.
The purpose of this research was to know the effect of kind of starter and soaking time in preparing liquid compost. The research was performed in June – July 2009 at Agricultural Engineering Laboratory, College of Agriculture, USU Medan. This research was conducted using factorial completely randomized design with two treatments. That are kind of starter (S) and soaking time (P). The results indicated that kind of starter had highly significant effect on C/N but had no effect on pH and yield. Soaking time had highly significant effect on C/N, pH and liquid compost yield
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktifitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa
yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukannya sebagai
barang buangan yang disebut sampah. Sampah secara sederhana diartikan sebagai
sampah organik dan anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi
di suatu daerah. Sumber sampah umumnya berasal dari perumahan dan pasar.
Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah volume sampah
yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan
sampah akhir (TPA).
Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial. Penanganannya tidak
memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Sementara kebijakan
pemerintah, dalam memanfaatkan produk samping dari sampah dirasakan belum
maksimal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh
tertumpuknya sampah diberbagai sisi kehidupan, khususnya di kota-kota besar.
Berdasarkan perkiraan, volume sampah yang dihasilkan oleh manusia
rata-rata sekitar 0,5 kg/perkapita/hari, sehingga untuk kota besar seperti Jakarta yang
memiliki penduduk sekitar 10 juta orang menghasilkan sampah sekitar 5000
ton/hari. Bila tidak cepat ditangani secara benar, maka kota-kota besar tersebut
akan tenggelam dalam timbunan sampah berbarengan dengan segala dampak
negatif yang ditimbulkannya seperti pencemaran air, udara, tanah, dan sumber
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang dapat
mengubah sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Salah satunya adalah
memanfaatkan sampah khususnya sampah organik untuk bahan baku pupuk cair
sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah dan dapat membantu petani
dalam menyediakan pupuk.
Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau
alami. Berdasarkan bentuknya pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi
pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Beberapa pupuk organik yang diolah
dipabrik misalnya adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan. Pupuk
organik cair antara lain adalah ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi
limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan-tumbuhan, dan lain-lain.
Hal yang perlu diingat dalam memilih sampah organik untuk diolah
menjadi pupuk yaitu kandungan bahan organiknya. Ada sebagian bahan organik
yang bergetah dan tidak baik untuk menjadi bahan baku pupuk organik, misalnya
daun damar, pinus, daun bambu, serta daun tembakau.
Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus dari sampah organik yaitu
bahan organik basah atau bahan organik yang mempunyai kandungan air tinggi
seperti sisa buah-buahan atau sayur- sayuran. Selain mudah terkomposisi, bahan
ini juga kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Semakin besar kandungan
selulosa dari bahan organik (C/N rasio) maka proses penguraian oleh bakteri akan
semakin lama (Purwendro dan Nurhidayat, 2007).
Air kelapa ternyata memiliki manfaat untuk meningkatkan pertumbuhan
dapat kita manfaatkan sebagai penyubur tanaman. Selama ini air kelapa banyak
digunakan sebagai nutrisi tambahan di dalam media kultur jaringan.
Penggunaan Effective Microorganism (EM4) dalam pembuatan pupuk cair
adalah untuk mempercepat proses fermentasi. Effective Microorganism
merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat
(bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi aktinomisetes dan jamur fermentasi)
yang dapat meningkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM4 dapat
memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman (Sutanto, 2002).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat pupuk cair organik dari sampah
organik.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat
untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Teknik Pertanian
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
2. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang akan mengembangkan
teknologi ini.
TINJAUAN LITERATUR
Sampah
Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah
diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak
bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya lagi dan dari segi
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam
(Amurwaraharja, 2006).
Sumber sampah yang terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar
tradisional. Sampah pasar khususnya, seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau
pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95 %) berupa sampah
organik, sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman
umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75 % terdiri dari sampah
organik dan sisanya anorganik (Sudradjat, 2006).
Agar sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku kompos, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah sesuai jenis.
Saat ini memang masih terasa sulit memilah-milah sampah. Namun, bila sejak
awal sudah dibiasakan, pemilahan akan lebih mudah dilakukan. Pemilahan
sebaiknya sudah dilaksanakan sejak tingkat rumah tangga, pasar, atau komunitas
lain. Sampah organik dipisah dari sampah non-organik. Caranya, dengan
menempatkan masing-masing jenis ke dalam kantong plastik yang berbeda warna.
Misalnya kantong plastik bening untuk sampah organik, kantong plastik putih
untuk sampah kertas/karton, dan kantong warna hitam untuk jenis sampah lainnya
Sampah memang kerap menjadi masalah besar. Sebenarnya permasalahan
sampah bisa dikurangi jika penanganannya dimulai dari rumah ke rumah dengan
cara mengolahnya menjadi kompos. Selama ini pupuk kompos yang dihasilkan
dari sampah organik dalam bentuk padat memang banyak. Namun, jarang yang
berbentuk cair, padahal kompos cair ini lebih praktis digunakan, proses
pembuatannya relatif mudah, dan biaya pembuatan yang dikeluarkan juga tidak
terlalu besar (Hadisuwito, 2007).
Jenis-jenis Sampah
Sampah organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah
organik basah dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah
dimaksudkan untuk sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup
tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan bahan yang
termasuk sampah organik kering adalah bahan organik yang kandungan
airnya kecil. Contoh sampah organik kering adalah kayu atau ranting
kering, dan dedaunan kering.
Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal
dari bahan yang bisa diperbaharui (recycle) dan sampah ini sangat sulit
terurai oleh jasad renik. Jenis sampah ini misalnya bahan yang terbuat dari
Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan
berbahaya bagi manusia. Umumnya, sampah ini mengandung merkuri
seperti kaleng bekas cat semprot atau minyak wangi
(Purwendro dan Nurhidayat, 2007).
Pupuk Cair Organik
Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari
alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat
dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting
dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah. Bahkan penggunaan pupuk organik
tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan
manusia pupuk organik (Musnamar, 2007).
Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang
sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dalam
arti produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang
berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.
Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibagi menjadi dua, yakni pupuk
cair dan padat. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan –
bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang
kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Sedangkan pupuk organik padat
adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan kotoran manusia yang berbentuk
Kelebihan dari pupuk cair organik adalah dapat secara cepat mengatasi
defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan
hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair
umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun sesering mungkin
digunakan. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan
pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman.
Pupuk cair dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat
kematangannya sempurna. Pengomposan yang matang bisa diketahui dengan
memperhatikan keadaan bentuk fisiknya, dimana fermentasi yang berhasil
ditandai dengan adanya bercak – bercak putih pada permukaan cairan. Cairan
yang dihasilkan dari proses ini akan berwarna kuning kecoklatan dengan bau yang
menyengat (Purwendro dan Nurhidayat, 2007)
Kompos
Kompos atau humus adalah sisa-sisa mahluk hidup yang telah mengalami
pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos
memiliki kandungan hara NPK yang lengkap meskipun persentasenya kecil.
Kompos juga mengandung senyawa-senyawa lain yang sangat bermanfaat bagi
tanaman. Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos akan mengembalikan kesuburan
tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur.
Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari makhluk hidup atau bahan
organik dapat dikomposkan. Seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting,
dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran
manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan
istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi
kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan
ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan.
Bahan yang agak mudah dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan
bambu. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain adalah kayu-kayu yang sangat
keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang (Isroi, 2008).
Prinsip Pengomposan
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik
sehingga sama dengan tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka
proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Didalam
perendaman bahan-bahan organik pada pembuatan kompos cair terjadi aneka
perubahan hayati yang dilakukan oleh jasad renik. Perubahan hayati yang penting
yaitu sebagai berikut :
1. Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa.
2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air
3. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik
terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut
akan terlepas kembali bila jasad-jasad renik tersebut mati.
4. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi
Akibat perubahan tersebut, berat, isi bahan kompos tersebut menjadi
sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar
senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada
perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti
bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah
dibanding C/N tanah (Murbondo, 2004).
Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber
energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya untuk membentuk sel
bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan yang dikomposkan
adalah 25-30 ( satuan berat n kering ), sedangkan C/N di akhir proses adalah
12-20. Pada rasio yang lebih rendah, amonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi
akan terhambat. Harga C/N tanah adalah 10-20, sehingga bahan – bahan yang
mempunyai nilai C/N mendekati C/N tanah dapat langsung digunakan
(Damanhuri dan Padmi, 2007).
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N,
semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan semakin lebih cepat
menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung unsur C dan N yang
Tabel 1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik
Kotoran manusia (tinja) 6-10
Darah 3
Sumber : Gaur AC, 1983
(Simamora dan Salundik, 2006).
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat,
selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air, 2) zat putih telur
menjadi amonia, CO2 dan air, 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa
yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan
hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan
demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah
(Indriani, 2004).
Pengomposan Anaerobik
Proses pengomposan anerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,
proses ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk
(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob
yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar
air tinggi.
Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),
karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padat ini
yang disebut kompos padat dan yang cair yang disebut kompos cair
(Simamora dan Salundik, 2006).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan
Pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Nilai C/N Bahan
Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan
semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio
sehingga menjadi 12-20.
2. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses
pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.
3. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah
dengan kotoran hewan.
Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses
pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Jumlah mikroorganisme
fermentasi didalam EM4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Mikroorganisme
tersebut dipilih yang dapat bekerja efektif dalam memfermentasikan bahan
organik. Dari sekian banyak mikroorganisme ada lima golongan yang
pokok yaitu, bakteri fotosintesis, lactobasilius sp, aspergillus sp, ragi
(yeast), actinomycetes.
5. Kelembaban
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban
sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat
bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi
akan menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.
6. Suhu
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena
berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum
bagi pengomposan adalah 40-600 C. Bila suhu terlalu tinggi
mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme
belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.
7. Keasaman (pH)
Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan
cara menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa
diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung
nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan (Indriani, 2004).
Air kelapa memiliki karakteristik cita rasa yang khas. Di samping itu, air
kelapa juga punya kandungan gizi, terutama mineral yang sangat baik untuk tubuh
manusia. Kandungan yang terdapat dalam air kelapa tidak hanya unsur makro,
tetapi juga unsur mikro. Unsur makro yang terdapat adalah karbon dan nitrogen.
Unsur karbon dalam air kelapa berupa karbohidrat sederhana seperti glukosa,
sukrosa, fruktosa, sorbitol, dan inositol. Unsur nitrogen berupa protein yang
tersusun dari asam amino, seperti alin, arginin, alanin, sistin, dan serin
(Ramadas, 2008).
Air kelapa kaya akan potasium (kalium) hingga 17 %. Selain kaya mineral,
air kelapa juga mengandung gula antara 1,7 sampai 2,6 % dan protein 0,07 hingga
0,55 %. Disamping kaya mineral, air kelapa juga mengandung berbagai macam
vitamin seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam pantotenal, asam folat, niacin,
riboflavin, dan thiamin (Ramadas, 2008).
Dalam kandungan air kelapa terdapat 2 jenis bakteri yaitu azotabacter dan
actinomycetes yang dapat menguraikan sampah organik dan menghasilkan
senyawa organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Bakteri azotabacter dapat
berfungsi mengikat (memfiksasi) nitrogen bebas sedangkan actinomycetes dapat
menghasilkan zat – zat antibiotik yang dapat menghambat atau bahkan mematikan
bakteri yang bersifat patogen.
EM4 (Effective Microorganism)
EM4 (Effective Microorganism) merupakan bahan yang mengandung
beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses fermentasi.
(Rhodopseudomonas sp.), bakteri asam laktat, ragi (Sacharomices sp.),
actinomycetes, dan aspergillus sp. EM4 (Effective Microorganism) dapat
meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersedian
unsur hara untuk tanaman, serta menigkatkan aktivitas serangga, hama dan
mikroorganisme patogen (Djuarnani, dkk., 2005).
Tabel 2 .Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM4 serta peranannya
Jenis organisme Peranan
Bakteri Fotosintesis (Rhodopseudomonos sp)
Mensintesis bahan-bahan organik menjadi asam amino, asam nukleat, zat bioaktif, dan gula dengan bantuan sinar matahari Bakteri asam laktat - menghasilkan asam laktat dari gula
- menekan pertumbuhan jamur yang
merugikan, seperti fusarium
- Mempercepat penguraian bahan-bahan
organik menjadi humus Ragi\ yeast
(Sachromices sp)
- Membentuk zat anti bakteri
- meningkatkan jumlah sel akar dan perkembangan akar
Actinomycetes Menghasilkan zat-zat bioaktif yang berfungsi
menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri pathogen seperti fusarium
Jamur Fermentasi (Aspergillus sp)
- Menguraikan bahan organik (selulosa, karbohidrat) dan mengubahnya menjadi alkohol, ester, dan zat antimikroba
- Dapat menghilangkan bau
Selain berfungsi dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik,
EM4 juga mempunyai manfaat yang lain seperti :
1. Memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
2. Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
3. Menyehatkan tanaman, meningkatkan produksi tanaman dan menjaga
Perbandingan C/N
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)
dalam satuan bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan
karbon (C) serta nitrogen (N) dalam jumlah kecil (Yuwono, 2005).
Perbandingan C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan faktor
terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan dengan
baik jika perbandingan C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25-35
(Simamora dan Salundik, 2006).
Bahan organik yang mempunyai C/N yang tinggi berarti masih mentah.
Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan bila langsung
diberikan ke dalam tanah. Sebab bahan tersebut akan diserang oleh mikroba untuk
memperoleh energi (Yuwono, 2005).
pH
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0, derajat keasaman bahan
pada permulaan pengomposan pada umumnya asam sampai netral (pH 6,0 - 7,0).
Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan
karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah
bahan organik menjadi asam organik . Pada proses selanjutnya, mikroorganisme
dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk
sehingga derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral
(Djuarnani, dkk., 2005).
Rendemen adalah perbandingan berat kering terhadap berat basah dan
dinyatakan dalam persen. Menurut Taib dkk (1989) rendemen dapat ditentukan
dengan cara bahan ditimbang sebelum diolah yang dinyatakan sebagai berat basah
kemudian setelah selesai diolah bahan ditimbang kembali dan dinyatakan sebagai
berat basah. Kemudian rendemen dihitung dengan rumus :
Rendemen =
awal akhir berat
berat
x 100 % ... ( 1 )
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni s/d Juli 2009, sedangkan
analisa parameter dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Sampah organik dari jenis sampah sayur dan buah.
2. Cairan molase
3. Air bersih
4. Aktivator EM4
5. Air kelapa
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah :
1. Tong
2. Goni
3. Gayung
4. pH meter
5. Tali rafia
6. Sarung tangan
7. Masker
9. Mesin pencacah sampah
10.Beban berupa batu agar sampah tidak mengapung
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian faktorial dengan perlakuan sebagai
berikut : Faktor I : Starter
S1 = EM4
S2 = air kelapa tua
S3 = EM4 + air kelapa tua
Faktor II : Lamanya perendaman dengan tiga taraf perlakuan
P1 = 7 hari
P2 = 12 hari
P3 = 17 hari
Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak Tc = 3 x 3 = 9, sehingga ulangan
percobaan dapat dihitung :
Tc (n-1) ≥1
9 (n-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 1,67
n ≥ 2,67 dibulatkan 3
Dengan demikian penelitian dilakukan 3 x ulangan, dengan kombinasi perlakuan
sebagai berikut :
S1P1 S2P1 S3P1
S1P2 S2P2 S3P2
Model Rancangan Penelitian
Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu faktor starter (S) dan faktor lama
perendaman (P) dengan kode rancangan :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij +∑ijk
Dimana :
Yijk = Pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan
faktor starter pada taraf ke-i dan perlakuan lama perendaman
pada taraf ke-j pada ulangan k
µ = Nilai tengah sebenarnya
αi = Efek perlakuan starter pada taraf ke-i
βj = Efek perlakuan lama perendaman pada taraf ke-j
(αβ)ij = Efek interaksi perlakuan starter pada taraf ke-i dengan
perlakuan lama perendaman pada taraf ke-j
∑ijk = Pengaruh pengacakan
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut :
1. Dicacah sampah organik agar mudah dimasukkan ke dalam goni.
2. Dimasukkan sampah organik ke dalam goni, lalu diikat dengan tali.
3. Dibuat larutan media dengan mencampurkan semua bahan kecuali
sampah organik.
4. Dimasukkan goni yang berisi sampah organik ke dalam larutan
5. Supaya tidak mengapung, diletakkan beban berupa batu diatas
goni.
6. Ditutup tong dengan rapat agar udara tidak bisa masuk ke dalam
ember.
7. Setelah tertutup rapat, simpan tong di tempat yang teduh dan
terhindar dari sinar matahari langsung.
8. Simpan selama perlakuan P1, P2, dan P3, dan setelah itu angkat
goni berisi sampah organik dan pisahkan. Volume bahan organik
akan menyusut dari volume awal. Sisa ini bisa dijadikan kompos.
Parameter yang diamati
Perbandingan C/N akhir
Pengambilan data C/N dilakukan setelah 7, 12 dan 17 hari . Dan hasil C/N
diperoleh dengan menganalisa bahan atau sampel di laboratorium.
pH (Derajat Keasaman) akhir
Pengambilan data pH dilakukan sama dengan pengambilam data C/N yaitu
7, 12, dan 17 hari. Untuk hasil akhir yaitu 17 hari, jika bahan yang dikomposkan
terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara menambahkan kapur. Sebaliknya,
jika nilai terlalu tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang
Rendemen
Bahan yang sudah dicampur terlebih dahulu diukur untuk mengetahui
volume awal dari campuran bahan. Bahan tersebut dihitung rendemennya dengan
rumus sebagai berikut :
Rendemen =
bahan awal volume
kompos volume
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberian Jenis Starter
Dari hasil penelitian yang dilakukan, pemberian jenis starter berpengaruh
terhadap perbandingan C / N, dan tidak berpengaruh terhadap rendemen dan pH
pupuk cair. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh pemberian jenis starter terhadap perbandingan C /N, rendemen, dan pH pupuk cair.
C/N pH Rendemen
S1 = EM4 21,15 5,89 120,57
S2 = Air kelapa 17,24 5,91 118,43
S3 = EM4 + air kelapa 21,37 5,90 123,63
Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa pada perbandingan C/N tertinggi
terdapat pada pemberian starter EM4 ditambah air kelapa (S3) yaitu sebesar 21,37
dan terendah pada pemberian starter air kelapa (S2) yaitu sebesar 17,24. nilai pH
tertinggi terdapat pada pemberian starter air kelapa (S2) yaitu sebesar 5,91 dan
terendah pada pemberian starter EM4 (S1) yaitu sebesar 5,89. Sedangkan
rendemen tertinggi terdapat pada pemberian starter EM ditambah air kelapa (S3)
yaitu sebesar 123,63 % dan terendah terdapat pada pemberian starter air kelapa
(S2) yaitu sebesar 118,43 %.
Untuk analisa tingkat perbedaan masing-masing parameter tentang
berbagai pemberian jenis starter terhadap parameter maka dilakukan uji statistik
lebih lanjut dengan hasil sebagai berikut :
Perbandingan C/N
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1.) dapat diketahui bahwa pemberian
pengujian dengan least significant range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh
pemberian jenis starter terhadap perbandingan C/N untuk tiap-tiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji LSR efek utama pengaruh pemberian starter terhadap perbandingan C/N kompos cair.
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1%.
Dari Tabel 4. dapat diketahui bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata
dengan S2 dan berbeda tidak nyata terhadap perlakuan S3. Sedangkan perlakuan
S2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan S3. Perbandingan C/N tertinggi
terdapat pada perlakuan S3 yaitu 21,37 dan terendah pada S2 yaitu 17,23.
0.00
Gambar 1. Hubungan pemberian jenis starter dengan perbandingan C/N
Dari Gambar 1. dapat diketahui bahwa starter yang menggunakan
Menurut Indriani (2004) bahwa dengan bertambahnya jumlah
mikroorganisme diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat. Pada proses
pengomposan terjadi penguraian (perubahan) yang menyebabkan kadar
karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat.
Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N
tanah. Murbondo juga menguatkan hal ini bahwa kadar senyawa N yang larut
(amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan C/N
asal. Perbandingan C/N bahan yang semakin kecil berarti bahan tersebut
mendekati C/N tanah.
pH
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2.) dapat diketahui bahwa pemberian
jenis starter berpengaruh tidak nyata terhadap pH pupuk cair sehingga pengujian
dengan least significant range (LSR) tidak dilanjutkan.
Rendemen
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3.) dapat diketahui bahwa pemberian
jenis starter berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen pupuk cair sehingga
pengujian dengan least significant range (LSR) tidak dilanjutkan
Lama Perendaman
Lama perendaman memberikan pengaruh terhadap perbandingan C/N, pH,
Tabel 5. Pengaruh lama perendaman terhadap nilai perbandingan C/N, pH, dan rendemen
Perlakuan C/N pH Rendemen
P1 = 7 hari 28,24 5,79 106,69
P2 = 12 hari 18,04 5,90 122,48
P3 = 17hari 13,47 6,01 133,47
Dari Tabel 5. diatas dapat diketahui bahwa perbandingan C/N tertinggi
terdapat pada faktor lama perendaman 7 hari (P1) yaitu sebesar 28,24 dan
terendah terdapat pada faktor lama perendaman 17 hari (P3) yaitu sebesar 13,47.
pH tertinggi terdapat pada faktor lama perendaman 17 hari (P3) yaitu sebesar 6,01
dan terendah terdapat pada faktor lama perendaman 7 hari (P1) yaitu sebesar 5,79.
dan rendemen tertinggi terdapat pada faktor lama perendaman 17 hari (P3) yaitu
133.47 % dan terendah terdapat pada faktor lama perendaman 7 hari (P1) yaitu
sebesar 106,69 %.
Untuk analisa tingkat perbedaan masing-masing parameter tentang lama
perendaman terhadap parameter maka dilakukan uji statistik lebih lanjut dengan
hasil sebagai berikut :
Perbandingan C/N
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1.) dapat diketahui bahwa lama
perendaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perbandingan C/N.
Hasil pengujian dengan least significant range (LSR) menunjukkan bahwa
pengaruh lama perendaman terhadap perbandingan C/N untuk tiap-tiap perlakuan
Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh lama perendaman terhadap perbandingan
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1%.
Dari Tabel 6. dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
dengan P2 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P3. Sedangkan perlakuan
P2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P3. Perbandingan C/N tertinggi
terdapat pada perlakuan P1 yaitu 28,24 dan terendah pada P3 yaitu 13,47.
y = ‐7,380x + 34,67
Gambar 2. Hubungan lama perendaman dengan perbandingan C/N
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa semakin lama hari perendaman
maka C/N yang dihasilkan akan semakin rendah.
Lama perendaman memberi pengaruh sangat nyata terhadap perbandingan
C/N. Perbandingan C/N tertinggi diperoleh pada perlakuan P1(7 hari) yaitu
sebesar 28,24 dan terendah pada perlakuan P3 ( 17 hari) yaitu 13,47. Menurut
Indriani (2004) prinsip pengomposan adalah menurunkan perbandingan C/N
maka akan semakin lama proses pengomposan. Kecepatan kehilangan C lebih
besar daripada N sehingga diperoleh perbandingan C/N yang lebih rendah
(10 – 20). Apabila perbandingan C/N sudah mencapai angka tersebut, artinya
proses pengomposan sudah mencapai tingkat akhir atau kompos sudah matang.
Simamora dan Salundik (2006) juga menyatakan bahwa imbangan C/N
bahan organik (bahan baku kompos) merupakan faktor penting dalam laju
pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika imbangan C/N bahan
organik yang dikomposkan sekitar 25 – 35. Imbangan C/N yang terlalu tinggi
akan menyebabkan proses pengomposan berlangsung lama.
pH
Pemberian jenis starter berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap pH dan
rendemen pupuk cair. Pada penelitian ini pH tertinggi terdapat pada perlakuan S3
(air kelapa + EM4) yaitu sebesar 5,91 dan terendah pada perlakuan S1 (EM4)
yaitu 5,89.
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2.) dapat diketahui bahwa lama
perendaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pH. Hasil pengujian
dengan least significant range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh lama
perendaman terhadap pH untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh lama perendaman terhadap pH pupuk cair.
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 5,79 a A
2 0,036 0,057 P2 5,90 b B
3 0,038 0,052 P3 6,01 c C
Dari Tabel 7. dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
dengan P2 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P3. Sedangkan perlakuan
P2 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P3. pH tertinggi terdapat pada
perlakuan P3 yaitu 6,01 dan terendah pada P1 yaitu 5,79.
y = ‐0,003x2 + 0,123x + 5,67
Gambar 3. Hubungan lama perendaman dengan pH
Dari Gambar 3. diatas dapat diketahui bahwa semakin lama hari
perendaman maka pH yang dihasilkan semakin tinggi.
Djuarni dkk (2005) mengatakan bahwa derajat keasaman pada awal proses
pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang
terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik.
Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan
mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki
Rendemen
Untuk rendemen yang tertinggi terdapat pada perlakuan S3 (air kelapa +
EM4) yaitu sebesar 123,63 % dan terendah pada perlakuan S2 (air kelapa) yaitu
sebesar 118,43 %.
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3.) dapat diketahui bahwa lama
perendaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rendemen. Hasil
pengujian dengan least significant range (LSR) menunjukkan bahwa pengaruh
lama perendaman terhadap rendemen untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh lama perendaman terhadap rendemen pupuk cair.
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 106,69 a A
2 4,228 6,702 P2 122,48 b B
3 4,435 6,042 P3 133,47 c C
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1%.
Dari Tabel 8. dapat diketahui bahwa perlakuan P1 berbeda sangat nyata
dengan P2 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P3. Sedangkan perlakuan
perlakuan P3 yaitu 133,47 dan terendah pada P1 yaitu 106,69.
Gambar 4. Hubungan lama perendaman dengan rendemen
Dari Gambar 4. diatas dapat diketahui bahwa semakin lama hari
perendaman maka rendemen yang dihasilkan semakin tinggi.
Menurut Sutanto (2002) pengomposan diartikan sebagai proses biologi
oleh kegiatan mikroorganisme dalam mengurai bahan organik. Bahan yang
dibentuk mempunyai volume yang lebih rendah dari pada bahan dasarnya. Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan oleh Indriani (2004) bahwa lama pengomposan
akan meningkatkan aktivitas mikroba untuk menyerap air dan oksigen dari udara
kemudian menggunakannya untuk mengubah karbohidrat, lemak dan lilin menjadi
air dan CO2 sehingga kadar air kompos menjadi tinggi karena kadar air kompos
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian jenis starter berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
perbandingan C/N dan berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap pH dan
rendemen pupuk cair.
2. Dari pemberian jenis starter EM4 diperoleh perbandingan C/N sebesar
21,15, pH sebesar 5,89 dan rendemen sebesar 120,57 %. Dengan
pemberian starter air kelapa diperoleh perbandingan C/N 17,24, pH
sebesar 5,91 dan rendemen sebesar 118,43 %. Dengan pemberian starter
air kelapa ditambah EM4 diperoleh perbandingan C/N sebesar 21,37, pH
sebesar 5,90 dan rendemen sebesar 123,63 %.
3. Lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap nilai perbandingan
C/N , pH dan rendemen pupuk cair.
4. Dari lama perendaman 7 hari diperoleh perbandingan C/N sebesar 28,24,
pH sebesar 5,79 dan rendemen sebesar 106,69 %. Dengan lama
perendaman 12 hari diperoleh perbandingan C/N 18,04, pH sebesar 5,90
dan rendemen sebesar 122,48 %. Dengan lama perendaman 17 hari
diperoleh perbandingan C/N sebesar 13,47, pH sebesar 6,01 dan rendemen
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dicari bahan yang dapat mengurangi
bau pada pupuk cair.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui unsur makro dan
mikro dari pupuk cair.
DAFTAR PUSTAKA
Amurwaraharja, I. P., 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan Proses Hirarki Analitik dan Metode Valuasi Kontingensi Studi Kasus di Jakarta Timur, Makalah Falsafah Sains. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Ilmu Pengolahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana.
Damanhuri, E., dan Tri Padmi, 2007. Pengomposan-Composting.http://tsabitah.wordpress.com. Akses : 5 Nopember 2008.
Djuarnani, N., Kristia, B.S., Setiawan, 2005. Cara Tepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hadisuwito, S., 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta
Hakim, M., 2007. Kompos dari Sampah. http://ar-royyan.wordpress.com Akses 20 Juli 2009.
Indriani, Y.H., 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Murbondo, L., 2004. Pupuk Organik Padat, Pembuatan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Musnamar. E.I., 2007 Pembuatan, Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta
Purwendro. S., dan Nurhidayat. 2006.Mengolah Sampah untuk Pupuk dan Pestisida Organik. Seri Agritekno. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ramadas, 2008. Air Kelapa Pemacu Pertumbuhan dan Pembungaan Anggrek. http://www.mindforum.com. Akses 20 Juli 2009
Simamora, S., dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta
Sudradjat.H.R., 2006. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutanto, 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Taib, G., G. Said, S. Wiraatmadja., 1989. Operasi pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Lampiran 1. Perbandingan C/N
Daftar Analisis Sidik Ragam C/N
Lampiran 2. Data pH
Daftar Analisis Sidik Ragam pH
Lampiram 3. Data rendemen
Daftar Analisis Sidik Ragam Rendemen
Lampiran 4. Flowchart Pembuatan pupuk cair dari sampah organik.
Sampah organik, larutan Persiapan Bahan
MULAI
a
Pembuatan Larutan
Media Pencacahan Sampah
organik
Masukkn sampah ke goni
Pencampuran
Simpan
Analisis
Hasil