RAJA TEBALEK KARYA YUSRIANTO NASUTION:
KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK
Skripsi
M.LUTHFIANSYAH NIM : 070701015
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RAJA TEBALEK KARYA YUSRIANTO NASUTION:
KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK
OLEH
M. LUTHFIANSYAH 070701015
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana ilmu budaya dan telah disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Pertampilan Sembiring,M.Si. Dra. Keristiana, M.Hum. NIP 19581013 198601 1 002 NIP 19610610 198601 2 001
Departemen Sastra Indonesia Ketua,
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang ditulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa
pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, September 2011
Penulis,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufik,
inayah, dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “
Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution: Kajian Strukturalisme Genetik”.Teriring salawat dan
salam kehariban junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita semua mendapatkan
syafaatnya. Amin ya robbal alamin.
Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana dan mudah-mudahan
berguna sebagai referensi dan sedikit menjawab keingintahuan kita semua tentang naskah
drama. Selain itu skripsi ini adalah sarana bagi sastra untuk merepresentatifkan kehidupan
masyarakat di sekeliling kita, baik itu individu maupun berbangsa dan bernegara.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
dan membantu dalam proses akademik dan penulisan skripsi ini :
1. Orang tua tercinta. Ayahanda Syarifuddin Ibrahim dan Ibunda Farida Hanum yang
tidak pernah bosan memberikan semangat dengan limpahan kasih sayang, keringat,
air mata, doa, dan segalanya kepada penulis. Kasih sayang kalian tidak ada imbang
dan ini persembahanku atas penantian dan kepercayaan kalian.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara, yang memberikan perhatian bagi penulis.
3. Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,
yang membantu penulis dalam hal akademik.
4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si selaku Ketua Departemen Sastra
Indonesia.
5. Bapak Drs. Pertampilan Sembiring, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak memberikan semangat dan motivasi bagi penulis dalam penyelesaian skripsi
6. Ibu Dra. Keristiana, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberi arahan untuk penyelesaian sekripsi ini.
7. Para staf pengajar dan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, bahkan Universitas Sumatera Utara.
8. Adik penulis, Arief Fahmi, M. Rafli Aditya yang selalu memberi dukungan kepada
penulis.
9. Mutia karmila Nst yang telah memberikan perhatian dan semangat kepada penulis.
10. Kantin Mem dan para staf atau kakak terutama Mem dan Om, yang telah banyak
membantu dalam konsumsi dan motivasi kepada penulis selama kuliah di Fakultas
Ilmu Budaya (dahulu Fakultas Sastra) Universitas Sumatera Utara.
11. Unit saHIVa Universitas Sumatera Utara yang mengajarkan segala yang baik
terutama kekeluargaan dan kebersamaan.
12. Anak-anak warung saHIVa Salam Satu Peduli, Ripa, Ayu, Kecap, Dea, Putri, Odoy,
Anugerah, Kemal, Ari, Dini,Yuyu, Puti, Nana, Oki, Dinan, Ardi, Dikri, Kiki, Budi,
Yogi, Zikra, Zeky, Pon-pon, Echan, Tania, Dio, Nisa, Nelfi, Tika, Arby, Mimi.
13. Teman-teman KBSI stambuk 07. Terima kasih atas dukungan yang berarti bagi
penulis.
14. Teman- teman Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari Sail WAKATOBI 2011.
15. Teman- teman gubernur mahasiswa sekawasan yang telah membantu penulis.
16. Adik- adik junior KBSI dari stambuk 08 sampai 011, yang telah memotivasi penulis
17. Perpustakaan USU yang telah menjadi sumber bacaan penulis.
18. Kepada kawan- kawan AMPERA (Anak Medan Perangi AIDS).
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kalian
mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT, namun penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi memperbaiki skripsi ini.
Medan, September 2011
Penulis,
ABSTRAK
Karya sastra yang tercipta merupakan proses kreatifitas dari seorang pengarang
terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra
yang dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat melalui proses
kreatifitas pengarang terhadap realita kehidupan sosial. Penulisan skripsi ini dilakukan
dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk sosial yang terdapat dalam
naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution. Untuk mencapai tujuan tersebut,
penulis telah menelaah naskah teater Raja Tebalek dan telah menerapkan teori strukturalisme
genetik untuk mencari hubungan antara struktur karya sastra dengan bentuk sosial dalam
naskah teater Raja Tebalek. Masalah dalam analisis skripsi ini dibatasi pada fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia pengarang, dan struktur pembangun karya
sastra yang meliputi penokohan, alur, latar, dan tema. Manfaat dari penelitian ini untuk
memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia, dapat memahami
bentuk- bentuk sosial yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto
Nasution,dapat memahami fakta sosial dan kemanusiaan dalam naskah teater Raja Tebalek
karya Yusrianto Nasution. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode membaca heuristik dan hermeneutik. Fakta kemanusiaan dalam naskah teater Raja
Tebalek dapat kita lihat dari semakin maraknya perdagangan manusia yang terjadi di suatu
kerajaan, namun raja sebagai sosok pemimpin tidak bisa membantu rakyatnya. Hal ini lah
yang akan menjadi konflik dan sesuai dengan kenyataan yg terjadi pada masyarakat negeri
DAFTAR ISI
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian...2
1.4.1 Tujuan Penelitian...2
1.4.2 Manfaat Penelitian...3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI...4
2.1 Tinjauan Pustaka...4
2.1.1 Dwi Purwitasari...4
2.1.2 Tsani Kusumastuti...4
2.1.3 Budi Waluyo S...5
2.1.4 Beda...6
2.2 Konsep...8
2.2.1 Strukturasi... .8
2.2.2 Subjek Kolektif... 9
2.2.3 Pandangan Dunia Pengarang...9
2.3 Strukturalisme genetik...9
BAB III : METODE PENELITIAN...12
3.1 Metode Pengumpulan Data...12
3.2 Metode Analisis Data...13
BAB IV : PEMBAHASAN...14
4.1 Biografi Yusrianto...14
4.2 Konsep Kepengarangan Yusrianto ...14
4.2.1 Fakta Kemanusiaan...14
4.2.2 Subjek Kolektif...15
4.2.3 Pandangan Dunia Pengarang...15
4.2.3.1 Pandangan Mengenai Dunia Kerja...15
4.2.3.2 Pandangan Mengenai Nilai Kemanusiaan...16
4.2.3.3 Pandangan Mengenai Tuhan ... 17
4.3 Karya-karya Yusriato ...17
4.4 Sinopsis Raja Tebalek ...17
BAB V : PEMBAHASAN...19
5.1.3 Tokoh dan Penokohan ...28
5.1.4 Tema ...34
5.2 Fakta Kemanusiaan ...35
5.3 Subjek Kolektif Pengarang ...37
5.4 Pandangan Dunia Pengarang ...39
BAB VI : SIMPULAN DAN SARAN ...42
6.1 Simpulan ...42
Daftar Pustaka
ABSTRAK
Karya sastra yang tercipta merupakan proses kreatifitas dari seorang pengarang
terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra
yang dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat melalui proses
kreatifitas pengarang terhadap realita kehidupan sosial. Penulisan skripsi ini dilakukan
dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk sosial yang terdapat dalam
naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto Nasution. Untuk mencapai tujuan tersebut,
penulis telah menelaah naskah teater Raja Tebalek dan telah menerapkan teori strukturalisme
genetik untuk mencari hubungan antara struktur karya sastra dengan bentuk sosial dalam
naskah teater Raja Tebalek. Masalah dalam analisis skripsi ini dibatasi pada fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia pengarang, dan struktur pembangun karya
sastra yang meliputi penokohan, alur, latar, dan tema. Manfaat dari penelitian ini untuk
memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia, dapat memahami
bentuk- bentuk sosial yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek karya Yusrianto
Nasution,dapat memahami fakta sosial dan kemanusiaan dalam naskah teater Raja Tebalek
karya Yusrianto Nasution. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode membaca heuristik dan hermeneutik. Fakta kemanusiaan dalam naskah teater Raja
Tebalek dapat kita lihat dari semakin maraknya perdagangan manusia yang terjadi di suatu
kerajaan, namun raja sebagai sosok pemimpin tidak bisa membantu rakyatnya. Hal ini lah
yang akan menjadi konflik dan sesuai dengan kenyataan yg terjadi pada masyarakat negeri
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sastra berasal dari akar kata sas (sanksekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat atau sarana (Teeuw dalam Nyoman, 2005:4).
Alat yang dijadikan cermin masyarakat untuk memberi petunjuk dan menggambarkan
kehidupan masyarakat, namun juga merupakan cermin balik bagi masyarakat atau subjek
kolektif. Wellek dan Austin (1990:109) menyatakan bahwa “sastra “menyajikan kehidupan”
dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga
“meniru” alam dan dunia subjektif manusia.”
Dalam karya sastra, pengarang berusaha menggambarkan peristiwa yang dialami
masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Karya sastra menjadi wadah yang juga tidak terlepas
dari rekaman peristiwa-peristiwa kebudayaan di dalam hidup manusia, yakni pada hakikatnya
sastra dan kebudayaan itu sendiri memiliki objek yang sama, yaitu manusia (masyarakat),
manusia sebagai fakta sosial, dan manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14).
Karya sastra diciptakan melalui proses kreatif yang dimiliki oleh seorang pengarang
yang melihat, mengamati dan menangkap segala peristiwa dan gejolak yang terjadi dalam
lingkungan sekitarnya, lalu mengolahnya sedemikian rupa kemudian mengembangkannya
dengan imajinasi yang dalam sehingga karya sastra dapat dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra yang diciptakan pengarang itu dapat
mencerminkan gambaran realitas kehidupan sosial yang dapat berupa lingkungan, adat,
Pengarang merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman
unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi masyarakat. Melalui kemampuan yang
dimiliki pengarang dapat menggali kekayaan masyarakat, memasukkannya ke dalam karya
sastra, yang kemudian dinikmati oleh pembaca. Pengarang adalah anggota masyarakat itu
sendiri dan terikat pada status sosial tertentu pula dan secara tidak langsung terlibat dalam
karyanya. Sehingga dalam sastra tergambar cerminan langsung dari berbagai struktur sosial,
hubungan kekeluargaan, dan lain-lain.
Peneliti ingin meneliti Naskah Teater Raja Tebalek . Penelitian dengan menggunakan
kajian strukturalisme genetik.
Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah subjek
kolektif, fakta sosial atau fakta kemanusiaan dan pandangan dunia pengarang yang terdapat
pada naskah teater Raja Tebalek.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah unsur strukturasi yang terdapat dalam naskah teater Raja Tebalek? 2. Bagaimanakah subjek kolektif di dalam naskah teater Raja Tebalek?
3. Bagaimanakah bentuk fakta sosial atau fakta kemanusiaan dalam naskah Raja
Tebalek
4. Bagaimana Pandangan dunia pengarang terhadap naskah teater Raja Tebalek? 1.3 Batasan Masalah
Masalah yang dikaji adalah subjek kolektif dan fakta sosial atau kemanusiaan,
strukturasi serta pandangan dunia pengarang terhadap naskah teater Raja Tebalek.
1.4 Tujuan dan manfaat penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
2. Mengungkapkan subjek kolektif .
3. Mengungkapkan fakta sosial atau kemanusiaan.
4. Mengungkapkan pandangan dunia pengarang.
1.4.2 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Membantu pembaca memahami karya sastra itu dari segi sosiosastra, pandangan
dunia pengarang, fakta sosial atau kemanusiaan, dan subjek kolektif.
2. Memperkaya kajian sastra Indonesia khususnya sastra Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh
beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut:
2.1.1Dwi Purwitasari1
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
kualitatif. Objek kajian penelitian ini adalah struktural genetik Mencari Sarang Angin atau
MSA karya Suparto Brata. Adapun aspek-aspek genetik MSA tersebut antara lain: 1).
Hubungan antara MSA dan riwayat hidup pengarang yaitu Suparto Brata, 2). Hubungan
antara MSA dan kondisi sosial historis zamannya, 3). Hubungan antara MSA dan kelompok
sosial dan pandangan dunia pengarangnya, 4). Mencari genetik MSA. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah novel MSA karya Suparto Brata yang diterbitkan oleh
Penerbit Grasindo (Gramedia Widia Sarana Indonesia): Jakarta, cetakan pertama, tahun 2005.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1). Bagaimanakah struktur teks
yang meliputi penokohan, latar, dan aspek tematis (tema dan amanat) dalam novel MSA, 2).
Bagaimanakah hubungan antara novel MSA dan riwayat hidup pengarang, kondisi sosial
historis zamannya, serta hubungan MSA dengan kelompok sosial dan pandangan dunia
pengarangnya?, 3). Bagaimanakah genetik MSA?
2.1.2 Tsani Kusumastuti2
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan
struktural genetik untuk menelaah sebuah teks sastra secara menyeluruh baik dari teks sastra
1
digilib.uns.ac.id/abstrak.pdf.php?d_id=1538
2
itu sendiri, latar belakang kehidupan 14eneti budaya serta subjek yang menghasilkan. Metode
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah novel teenlit Dealova
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik yang
turut membangun novel teenlit Dealova; (2) Menganalisis pandangan dunia pengarang yang
turut mempengaruhi penulisan novel teenlit Dealova; (3) Menganalisis aspek pedagogis yang
terkandung dalam novel teenlit Dealova; (4) Menganalisis pemanfaatan novel teenlit Dealova
sebagai materi dalam pembelajaran apresiasi sastra.
2.1.3 Budi Waluyo S.3
Metode yang digunakan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan: (1) mencatat dokumen/arsip, (2) teknik simak dan catat, dan (3) teknik riset
pustaka. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan model analisis interaktif, yang terdiri
dari tiga alur kegiatan: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan
kesimpulan/verifikasi. Prosedur penelitian yang digunakan yaitu meliputi: (1) tahap
persiapan; (2) tahap pengumpulan data; (3) tahap analisis data; dan (4) tahap akhir yaitu
menyusun simpulan dan menyusun laporan.
Hasil temuan penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik menunjukkan
bahwa: (1) Pandangan dunia Rendra terhadap naskah drama Panembahan Reso, bahwa
naskah drama ini sarat dengan kritik sosial atas keadaan negeri ini; (2) struktur drama
Panembahan Reso yang terdiri dari plot atau kerangka cerita, penokohan atau perwatakan,
dialog atau percakapan, setting atau tempat kejadian, tema atau nada dasar cerita, amanat atau
pesan pengarang, petunjuk teknis dan konflik tersusun dengan sangat menarik dan memiliki
keterjalinan yang erat sehingga drama Panembahan Reso karya W.S. Rendra tergolong
sebagai drama yang baik; (3) ketimpangan dan kesewenang-wenangan panguasa pada masa
orde baru menjadi latar belakang terciptanya naskah drama ini; (4) pandangan W.S. Rendra
3
terhadap suksesi atau pergantian kekuasaan pada drama Panembahan Reso terdapat
kelemahan yaitu adanya pemimpin yang berkuasa terlalu lama dan kurangnya kebebasan
berpendapat; dan (5) ada persamaan dan perbedaan antara drama Panembahan Reso karya
Rendra dengan drama Macbeth karya William Shakespeare, dan sekaligus ada nuansa
keterpikatan Rendra terhadap karya-karya William Shakespeare.
2.1.4 Beda
Peneliti Judul Yang Dibahas
Dwi Purwitasari Novel Mencari
Sarang Angin karya
Suparto Brata
sebuah analisis
struktural genetic
1) Bagaimanakah struktur teks yang
meliputi penokohan, latar, dan
aspek tematis (tema dan amanat)
dalam novel MSA, 2).
Bagaimanakah hubungan antara
novel MSA dan riwayat hidup
pengarang, kondisi sosial historis
zamannya, serta hubungan MSA
dengan kelompok sosial dan
pandangan dunia pengarangnya?,
3). Bagaimanakah genetik MSA?
Tsani Kusumastuti Analisis struktural
genetik dan aspek
pedagogis novel
teenlit dealova
karya Dyan
Nuranindya
(1) Menganalisis unsur intrinsik dan
ekstrinsik yang turut membangun
novel teenlit Dealova; (2)
Menganalisis pandangan dunia
pengarang yang turut mempengaruhi
penulisan novel teenlit Dealova; (3)
terkandung dalam novel teenlit
Dealova; (4) Menganalisis
pemanfaatan novel teenlit Dealova
sebagai materi dalam pembelajaran
apresiasi sastra.
Budi Waluyo S. Strukturalisme
Genetik Drama
Panembahan Reso
Karya W.S. Rendra
(1) Mendeskripsikan pandangan
dunia Rendra pada drama
Panembahan Reso; ((2)
Menganalisis naskah drama
Panembahan Reso dari segi
struktural dan konfliknya; (3)
Menganalisis bagaimana latar
belakang sosial budaya yang
melandasi drama Panembahan
Reso; (4) Mengungkap
bagaimana pandangan pengarang
terhadap naskah drama ini
terutama berkenaan dengan
suksesi atau pergantian kekuasaan
pada masa orde baru; dan (5)
Menganalisis secara sekilas
bagaimana keterkaitan antara
drama Panembahan Reso karya
Rendra dengan drama Macbeth
M. Luthfiansyah Raja Tebalek Karya
Yusrianto
Nasution: Kajian
Struktural Genetik
(1) Menganalisis strukturasi dalam
naskah teater Raja
Tebalek.(2).Bagaimana subjek
kolektif yang ada dalam naskah
teater Raja Tebalek.(3).
Bagaimana fakta sosial dan
kemanusiaan.(4). Bagaimana
pandangan dunia pengarang yang
terdapat pada naskah teater Raja
Tebalek
2.2 Konsep 2.2.1 Strukturasi
Teori strukturasi dipelopori oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog Inggris yang
mengembangkan apa yang disebutnya sebagai sosiologi sehari-hari. Sosiologi didasarkan
pada pemahamanya atas strukturasi dalam sistem sosial. Teori ini ditawarkan dalam rangka
membahas pertanyaan-pertanyaan seperti apakah manusia sebagai pelaku atau kekuatan
sosial yang besar yang membentuk masyarakat.
Strukturasi merupakan struktur karya sastra yang koheren dan terpadu. Maksudnya,
karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif. Dalam konteks
strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dengan konsep struktur yang
umum dikenal.
Menurut Teeuw (1988:135) kajian struktural dimaksudkan untuk membongkar,
2.2.2 Subjek kolektif
Subjek kolektif adalah istilah yang menggantikan masyarakat dalam kajian
strukturalisme genetik. Subjek adalah orang, tempat atau benda yang diamati dahulu rangka
pembuntutan sebagai sasaran, sedangkan kolektif merupakan secara bersama; secara
gabungan. Jadi, Subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (historis) yang diklasifikasi
dari subjek fakta kemanusiaan yang tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil
dari aktifitas manusia sebagai subjeknya (KBBI,2007:581,1095).
2.2.3 Pandangan dunia pengarang
Pandangan dunia merupakan istilah bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan,
aspirasi-aspirasi, dan perasan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama
anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan
kelompok-kelompok sosial yang lainnya(Goldmann dalam Faruk,1999:16).
Pandangan dunia adalah sebuah perspektif yang koheren dan terpadu mengenai manusia
dengan sesamanya dan dengan alam semesta (Goldmann dalam Faruk,1999:111)).
Pandangan dunia adalah fakta historis dan sosial, yang merupakan keseluruhan cara berfikir,
perasaan dan tindakan dimana pada situasi tertentu membuat manusia menemukan diri
mereka dalam situasi ekonomi dan sosial yang sama pada kelompok sosial tertentu
(Goldmann dalam Faruk,1999:112). Karena merupakan fakta sosial yang berasal dari
interaksi antara subjek kolektif dengan sekitarnya, pandangan dunia tidak muncul dengan
tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan
demi terbangunnya mentalitas yang baru (Goldmann dalam Faruk,1999:112).
2.3 Strukturalisme Genetik (Teori)
Strukturalisme Genetik adalah teori yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan
Strukturalisme Murni yang antihistoris dan kausal. Teori ini juga merupakan teori yang
pendekatan struktur lain karena pendekatan lain lebih memusatkan perhatiannya terhadap
otonomi sastra sebagai karya fiksi tanpa mengaitkan unsur-unsur lain yang ada di luar
struktur signifikansinya. Berbeda pula dengan strukturalisme genetik genetik karya sastra
adalah asal-usul karya sastra dimana pengarang dan kenyataan sejarahnya turut
mengkondisikan karya sastra saat diciptakan. Hal inilah yang menjadikan karya itu dapat
dikaji secara luas tanpa harus terfokus pada strukturnya saja.
Prinsip dasar strukturalisme genetik adalah bahwa karya sastra lahir karena proses
sejarah suatu masyarakat. Penelitian dengan pendekatan strukturalis genetik senantiasa
mempertimbangkan hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Peneliti dalam
menganalisis karya yang diteliti dapat menghubungkannya dengan pengarang dan latar
belakang masyarakatnya (Sitepu, 2009: 21)
Strukturalisme genetik sebagai pendekatan sosiologi sastra meyakini bahwa terdapat
hubungan antara teks sastra dengan hal-hal di luar teks. Hal di luar teks itu adalah pengarang
dan masyarakat (Sitepu, 2009: 22)
Menurut Umar Junus (Jabrohim, 2001:61), “Pendekatan strukturalisme genetik
Goldmannlah yang paling kuat untuk memberikan tekanan nilai kepada sebuah karya sastra
yang mempunyai dasar teori yang jelas,”hal ini dikarenakan sebuah karya sastra harus
terlebih dahulu diketahui strukturnya baru kemudian bisa dikaji.
Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain.
Kategori-kategori itu adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, dan pandangan
dunia pengarang.
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal
maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud
aktivitas sosial , politik, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni
Subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial. Subjek kolektif juga disebut sebagai
transindividual. Maksudnya, subjek yang mengatasi individu, yang didalamnya individu
hanya merupakan bagian. Subjek transindividu bukanlah kumpulan individu-individu yang
berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan, satu kolektivitas.
Strukturasi merupakan struktur karya sastra yang koheren dan terpadu. Maksudnya,
karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif. Dalam konteks
strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dengan konsep struktur yang
umum dikenal.
Pandangan dunia merupakan Istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari
gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara
bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang
mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya (Goldmann dalam
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian:
Judul Naskah : Raja Tebalek
Pengarang : Yusrianto Nasution
Penerbit : Madju – Garuda Plaza Hotel
Jumlah Halaman : 16 Halaman
Cetakan : Pertama
Tahun terbit : 2009
Warna sampul : Hitam, merah, kuning dan coklat
Desain sampul : Wahidin
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah membaca
heuristik dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh
Riffaterre (Jabrohim, 2001:12) “dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu pembacaan
dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dari segi mimetisnya dan dilanjutkan dengan
pembacaan retroaktif, yaitu bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik
untuk menangkap maknanya.” Menurut Pradopo (Jabrohim, 2001:84) pembaca heuristik
adalah pembaca berdasarkan struktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan
konvensi sistem semiotik tingkat pertama, yaitu konvensi bahasanya. Pembaca hermeneutik
adalah pembaca karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan
konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan ulang (retroaktif)
sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan tafsiran berdasarkan konvensi sastranya.
Selain itu, Rahmat Djoko Pradopo (dalam Jabrohim, 2001:84) juga menjelaskan,
berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir
cerita secara berurutan. Cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus.
Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut.
Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian cerita secara berurutan.
3.2 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis karya sastra adalah metode deskriptif.
Analisis data dikerjakan secara utuh dan menyeluruh. Analisis dilakukan dengan
langkah-langkah berikut:
a. Peneliti membaca data yang telah dikumpulkan untuk memahaminya secara
keseluruhan.
b. Peneliti akan mengidenfikasikan dan mengklasifikasikan seluruh data berdasarkan
butir masalah (subjek kolektif, fakta kemanusian, dan pandangan dunia pengarang).
c. Penelitian kembali menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan dan
hubungan antardata, sehingga diperoleh pengetahuan secara utuh tentang makna karya
sastra.
Data yang telah terkumpul kemudian diinterpretasikan sehingga terjalin antarstruktur yang
saling berkaitan. Hasil yang diperoleh berupa uraian penjelasan penelitian yang bersifat
BAB IV
YUSRIANTO DAN KEPENGARANGANNYA 4.1 Biografi Yusrianto
Lahir di kisaran 28 september 1965. Pernah kuliah satu tahun di Politeknik USU, namun
gelar sarjana diperoleh di fakultas sastra USU pada tahun 1992, sejak 1991 bekerja sebagai
PNS di RRI wilayah SUMUT.
Jejak keseniannya dimulai sejak menginjakkan kaki di fakultas sastra USU tahun
1986. Ikut mendirikan Teater Ladang dan Teater Sema USU, lalu pindah dan mengarsiteki
Teater ‘O’.
Menjadi narasumber dan instruktur pada beberapa hajatan senidan budaya.
Keahliannya berkomunikasi massa, beliau kerap dipercaya memandu dan menjadi host acara-
acara ilmiah dan hiburan di Medan
Atas dedikasinya dan loyalitasnya kepada teater O , pada 1 oktober 2006, Yusrianto
dianugerahi “ The Legend”.
4.2 Konsep Kepengarangan Yusrianto
Setelah mewawancarai Yusrianto Nasution, penulis mulai meneliti konsep
kepengarangan Yusrianto Nasution tentang naskah Raja Tebalek yang meliputi tentang fakta
kemanusiaan, subjek kolektif dan pandangan dunia pengarang.
4.2.1 Fakta Kemanusiaan
Menurut Goldman fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia
baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta
itu dapat berwujud aktivitas sosial , politik, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa,
seni musik, seni patung, dan seni sastra.
Menurut Yusrianto Nasution fakta kemanusiaan adalah gambaran kondisi kemanusiaan
tidak peduli dengan kondisi TKI yang jelas-jelas disiksa di negeri seberang, pemerintah justru
terus memanfaatkan para TKI untuk meningkatkan pendapatan negara, kemudian pengarang
juga menambahkan pada saat ini budaya kita telah berubah yang dulunya pemimpin
merupakan orang yng memiliki pengaruh, namun saat ini pemimpin kita dikuasai dan lemah
oleh wanita.
4.2.2 Subjek Kolektif
Menurut Goldman subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial. Subjek kolektif juga
disebut sebagai transindividual. Maksudnya, subjek yang mengatasi individu, yang
didalamnya individu hanya merupakan bagian. Subjek transindividu bukanlah kumpulan
individu-individu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan, satu kolektivitas.
Menurut pengarang subjek kolektif adalah gambaran tentang tokoh TKI yang berharap
akan kesuksesan dengan bekerja di negeri seberang, padahal mereka sama sekali belum tahu
tentang kondisi dan situasi negeri seberang itu, apa yang akan mereka kerjakan dan dimana
mereka ditempatkan bekerja itu semua masih samar, kemudian pengarang menambahkan
masyarakat kita saat ini mudah terjebak dan terpengaruh dengan kemewahan dan kesuksesan
yang ditawarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan rela menyerahkan
anaknya bekerja ke luar negeri.
4.2.3 Pandangan Dunia Pengarang
Menurut Goldman Pandangan dunia merupakan Istilah yang cocok bagi kompleks
menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang
menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan
yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lainnya (Goldmann
dalam Faruk, 1999:16 ).
Menurut Yusrianto Nasution pada saat pembuatan naskah Raja Tebalek dia
peminpinnya adalah orang yang tidak peduli dengan rakyatnya dan selalu menuruti perintah
istrinya, sedangkan pemimpin negeri seberang peduli pada rakyat nya, hal itu dibuktikan
dengan dia tidak sembarang memberikan izin kepada rakyatnya untuk bekerja ke negeri
seberang, meskipun dia suka menyiksa dan menganggap TKI itu bukan manusia.
4.2.3.1Pandangan Mengenai Dunia Kerja
Menurut KBBI bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan, menurut pengarang
bekerja adalah kewajiban setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pada saat ini
orang bertarung membiarkan hidupnya untuk sesuatu kemewahan dan materi, namun merka
tidak tahu apa yang akan didapatnya. Para TKI berangkat tanpa tahu mereka akan bekerja
dimana dan sebagai apa, yang mereka tahu orang yang telah pulang dari negeri seberang akan
menjadi orang kaya. Pengarang juga menambahkan kondisi politik negara tetangga kita saat
ini tidak kondusif sehingga mereka tidak menganggap TKI kita sebagai manusia. TKI kita
disana dianggap sebagai pekerja yang tidak memiliki keahlian dan kemampuan, sehingga
mereka tidak segan- segan menghina dan menyiksa mereka.
4.2.3.2Pandangan Mengenai Nilai kemanusiaan
Menurut KBBI kemanusiaan merupakan sifat-sifat manusia, menurut pengarang
kondisi pada saat ini TKI di negerinya sendiri dianggap sebagai barang yang bisa dijual beli,
kemudian di negeri seberang pun TKI kita dianggap barang maka orang tersebut sudah tidak
dianggap sebagai manusia, sehingga nilai kemanusiaan pada saat ini sudah mulai pudar.
Pengarang juga menambahkan saat ini TKI kita yang dianggap barang itu dilihat dari
segi kualitasnya, ketika mereka dinilai tidak berkualitas, maka mereka akan dihina,
dipenjara, disiksa lalu dibuang.
4.2.3.3Pandangan Mengenai Tuhan
Menurut KBBI Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja dan disembah oleh
sama, atau Nabi yang sama, namun karena masalah politik antar negara kita dengan negara
seberang TKI dari negeri kita dianggap bukan manusia, banyak pekerja kita disana dirampas,
diperkosa, dipenjara dan dibuang.
4.3 Karya-karya Yusrianto
Yusrianto telah berlakon dan menyutradai puluhan pementasan teater serta telah
menghasilkan puluhan naskah drama. Beberapa naskah telah dipentaskan berulang kali,
antara lain: Sayembara Bohong (1995), Wanita (1998), Gara-gara (1999), Preek! (2000),
Simpatik (2002), Hikayat Pangeran Jongkok (2003), Profesor Botol (2004), Tukang Sapu dan
Pengantar Koran (2005), Tamu Agung (2006), Sama-sama O-on (SOS) (2008), Salah
Diagnosa (2009), Raja Tebalek (2009).
4.3 Sinopsis Raja Tebalek
Di dalam naskah ini diceritakan ada sebuah keluarga yang miskin. Ada ayah, ibu dan
seorang anak yang bernama Mona. Akibat kemiskinan itu Mona berniat bekerja ke kerajaan
seberang, namun ibunya melarang Mona bekerja ke kerajaan seberang. Sang ayah
mendukung keinginan mona untuk bekerja di kerajaan seberang karena diberikan laptop oleh
seorang tukang tipu yang akan membawa mona bekerja ke kerajaan seberang. Sang tukang
tipu akan memberikan seluruh kebutuhan orang tua Mona, asalkan Mona bersedia bekerja ke
kerajaan seberang. Akhirnya dengan berat hati ibunya merelakan Mona untuk bekerja ke
kerajaan seberang.
Di kerajaan seberang diceritakan ada seorang raja yang kejam dan suka menganiaya
budak- budaknya. Kemudian raja seberang pun memanggil budak- budaknya dan disuruh
menjawab teka- teki. Nampak beberapa budak dan Mona di perintahkan untuk menjawab
teka- teki dari raja tersebut dan tidak ada jawaban yang sesuai dengan keinginan sang raja,
Akhirnya sang raja seberang memerintahkan menyiksa dan memulangkan budak- budak itu
Di negeri ditempat Mona dan budak itu dilahirkan dan dibesarkan nampak Raja dan
para kroni nya asyik dengan kepentingannya. Mereka tidak memikirkan para budak yang
telah menjadi korban kekejaman raja seberang, mereka bahkan asyik dengan
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Strukturasi Naskah Teater Raja Tebalek Karya Yusrianto Nasution
Strukturasi merupakan struktur karya sastra yang koheren dan terpadu. Maksudnya,
karya sastra yang besar merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif. Dalam konteks
strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dengan konsep struktur yang
umum dikenal.
Seperti yang sudah di jelaskan pada bab sebelumnya, bahwa analisis struktural yang
diterapkan pada naskah teater Raja Tebalek ini merupakan langkah awal untuk mengetahui
unsur-unsur yang membentuk isi dari dalam struktural dari naskah tersebut. Hal ini seperti
apa yang telah dikatakan Teeuw (1988:135) bahwa kajian sktruktural dimaksudkan untuk
membongkar, mengkaji, dan menganalis unsur pembentuk dalam dari sebuah karya sastra,
yang nantinya berguna serta mendukung pembahasan selanjutnya, yaitu seperti pembahasan
pada unsur ekstrinsiknya.
Setelah membaca dan memahami naskah teater Raja Tebalek ini, maka penulis
berkesimpulan sementara bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam unsur-unsur intrinsik
adalah alur, latar, tokoh, penokohan, dan tema.
5.1.1 Alur
Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat di
dalam sebuah karya sastra. Berdasarkan hubungan tersebut, maka timbulah konflik-konflik
yang membangun jalan cerita. Dalam kata lain, bahwa sebuah peristiwa berkaitan dengan
peristiwa lainnya dan konflik yang satu akan berhubungan erat dengan konflik lainnya,
sehingga dapat terlihat jelas alur dari sebuah cerita. Sehubungan dengan itu, Jakob Sumardjo
dan Saini K.M (1988:139) mengatakan bahwa plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa
menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa
ketiga, dan demikian seterusnya, hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan oleh
peristiwa pertama.
Pernyataan di atas tadi senada dengan apa yang dikemukakan oleh Stanton
(Nurgiyantoro, 1995:113) yang menyatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dikatakan bahwa plot atau alur adalah
rangkaian berbagai peristiwa yang saling berkaitan dan memiliki konflik yang disebabkan
oleh hubungan sebab akibat. Tujuannya adalah untuk menjelaskan isi cerita dan untuk
memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang isi cerita yang akan dianalisis.
Selain sebagai penjalin antarperistiwa yang ada dalam sebuah cerita, alur pun juga
dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk mencapai penjelasan efek tertentu di dalam sebuah
karya sastra, diantaranya seperti menjelaskan tentang hubungan waktu (temporal). Sebab
sebuah peristiwa itu terjadi, pasti berhubungan dengan waktu, dan waktu itu mendukung
menjelaskan tentang kapan terjadinya peristiwa tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sudjiman (1986:4) yang menyatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa di dalam
karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan
temporal (waktu) dan hubungan kausal (sebab akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang
direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah
klimaks dan penyelesaian.
Efek tertentu yang ingin dicapai tersebut, merupakan efek yang menentukan dalam
menghasilkan “tegangan” antara pembaca dengan karya sastra. Efek yang membuat pembaca
menjadi tertarik untuk tetap terus dan ingin mengikuti jalan cerita dari sebuah karya sastra.
tersebut bermanfaat bagi pembaca dan selanjutnya akan diperolehlah efek emosional dan efek
artistik yang menjadi daya tarik terhadap pembaca.
Pencapaian efek emosional dan efek artistik yang dihasilkan alur, erat kaitannya dengan
pembaca. Analisis pembaca yang dilakukan dengan cara merekonstruksi karya sastra
merupakan suatu upaya untuk menilai keberadaan alur. Dengan kata lain, upaya untuk
menjelaskan apakah alur karya sastra tersebut dibangun oleh peristiwa-peristiwa yang saling
berkaitan secara logis dan kronologis atau tidak sama sekali berhubungan. Hal ini senada
dengan pendapat Luxemburg dkk (1989:149) yang mengatakan bahwa alur ialah konstruksi
yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik
saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas diketahui bahwa alur merupakan salah satu
elemen yang paling penting dalam karya sastra. Elemen yang menjadikan karya sastra sebuah
cerita yang menarik untuk dibaca dan dipahami disebabkan adanya konflik-konflik yang
ditawarkan di dalamnya.
Untuk mengetahui tentang alur yang terdapat di dalam naskah teater Raja Tebalek ini,
dalam kajian ini penulis menggunakan teori Brander Matthews (Harymawan, 1981:17), yang
membagi alur menjadi enam elemen penting, yaitu :
1. Exposition (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan).
2. Rising Action (keadaan mulai memuncak).
3. Complication (peristiwa-peristiwa semakin memuncak).
4. Climax (peristiwa mencapai puncak).
5. Resolution (jalan keluar dari semua masalah).
Adapun pemerian dari keenam elemen tersebut, dijelaskan berdasarkan
peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam naskah teater Raja Tebalek, adalah sebagai berikut.
1. Exposition atau pelukisan keadaan awal
Pelukisan keadaan awal terlihat pada saat di rumah. Tokoh Ayah yang sedang asyik
online dan Mona anaknya datang untuk gantian online. Namun, ayahnya ini tidak mau
gantian. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“MONA : Yah, gantianlah yah!!!Gantian!...Mamak udah datang?!Ya amplop, jam segini blum datang?!...kek mana nya ini, cemana aku mau pintar ...gantian yah. Ayahlah pake HP....( Raja
Tebalek:11).
“AYAH : Jam berapa ini kok udah pulang? “MONA : Gurunya rapat.
“AYAH : Rapat apa?? “MONA : nggak tau.
“AYAH : bilang sama gurunya kalau nggak tau jangan rapat. “MONA : Udahlah yah bikin emosi ajapun.
“AYAH : Kau pun sama, sama guru kau itu, ngapain kau bikin emosi, nggak ada kerjaan lain(Raja Tebalek : 11).
Lalu tokoh Emak datang dengan dongkol dia pun menyalahkan si Ayah . Hal ini
tergambar pada kutipan berikut.
“EMAK : Pokoknya aku nggak suka, udah banyak contoh.Tengoklah,nggak ada sikit pun yang kalian kerjakan. Habis semua dimakan burung....Cuma ini yang kita andalkan, kalau panen ini gagal lagi, udahlah gak tau lagi mau buat apa. “AYAH : Hujan tidak angin pun tidak tapi kok banyak x petir.
“EMAK : Abang lagi tak bertanggung jawab, menyesal aku kawin ama abang (Raja Tebalek : 13).
“AYAH : samalah, eee maksudnya si mona, tadi dia pun menyesal juga...memang perempuan zaman sekarang gampang sekali menyesal, psikologisnya rapuh.
“EMAK : Kalau abang cakap nomor satu, tapi kosong nol , baskom(Raja
2. Rising Action atau keadaan mulai memuncak
Keadaan mulai memuncak ketika Ayah dan Emak mulai ribut karena kasus mona. Hal
ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“AYAH : Kasus si mona cemana?
“EMAK : Pokoknya aku nggak setuju! ngapai dia kesana, dia itu masih kecil bang.
“AYAH : Justru karena dia masih kecillah. Bak kata peribahasa, kecil menabung tua kaya raya. Tujuan sekolah kan bekerja, nah sekarang ada pekerjaan, berarti buat apa sekolah. Ini kan namanya mendapat durian runtuh. Repot kali cara berpikir kau (Raja Tebalek : 14).
“EMAK : Sudah banyak bukti. Kita masih belum percaya. Abang rela menjual anak gara-gara laptop?
“AYAH : Ini dikasih. Rezeki pantang ditolak. Otak kau berbelit, luruskan dulu
“EMAK : Iyalah otak abang yang lurus, polos, original, jarang dipake. “AYAH : Apa maksud kau?
“EMAK : Tepuk dada tanya selera!!!
“AYAH : To the point saja , masih ada ribuan yang antri “EMAK : Ceraikan aku, sekarang , ceraikan!!!
“AYAH : Betul!!! (Raja Tebalek : 15).
3. Complication atau peristiwa-peristiwa semakin memuncak
Peristiwa-peristiwa semakin memuncak ketika Tukang Tipu datang dan menawarkan
hadiah ke Emak. Hal ini terlihat pada kutipan berikut ini.
“TUKANG TIPU : Ass wrwb...!!! How doyou do....!!! Horas! Horas! Yahoo ....wu! Apa itu satu lagi ....Mejuah!!!
“MONA : Dua kali om.
“TUKANG TIPU : Mejuah dua kali!!! Cemana rencana masa depan kita.
Hari terus berganti, orang-orang makin ramai yang antri, tapi untuk keluarga saya ini, pasti saya utamakan ...cemana dek Mona
“MONA : Siap!....Sekarang pun jadi....Sesuai rencana....Capek kali aku jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).
“TUKANG TIPU : Maaf bang, yang dicari hanya cewek...Kerjanya enak, gajinya pastilah lebih dari negara kita ini, tak mungkin aku menjerumuskan, udah aku anggap anak ku sendiri si mona, kak aku bukan tukang tipu, macam yang lain.
“EMAK : Penjual rakyat!!
4. Climax atau peristiwa mencapai puncak
Peristiwa-peristiwa mencapai puncak ketika Ayah dan Emak diskusi. Sesekali mereka
tampak bertengkar Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“EMAK : Tapi aku tidak mau menjual anak ku
“AYAH : Siapa yang mau menjual anaknya, dia mau mencarikan anak kita kerja. Kebetulan kerjanya di negeri seberang, kan begitu. Sini kau dulu. (Raja Tebalek : 17).
Dan akhirnya tukang tipu berhasil membawa si Mona. Hal ini tergambar pada kutipan berikut.
“EMAK : Hei!!! tukang tipu!
“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?
“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....
“TUKANG TIPU : Ah! Kalau itu persoalannya, gampanglah itu. Begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya...berapa jeti kakak perlu?
“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?
“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkin kita menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa msuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!
“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18).
Dengan berat hati emak menerima pemberian tukang tipu. Dan Mona pun berangkat
ke negeri seberang. Dan dinegeri seberang Raja, kroni dan budak- budaknya masuk dan
hiburan dimulai dengan teka teki. Budak- budakpun disuruh menjawab teka teki apabila
mereka tidak tau dan salah mereka akan mendapat hukuman.
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?
“BUDAK 1 : Ular... Yang Mulia.
“BANGSAWAN1 : Hei!!!jawaban budak ini menghina paduka. Pasal 1 ayat 2. Engkau ni kena hukum, seminggu tak boleh makan. Tak boleh menyebut Yang Mulia ular...
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu
Ape name binatang tu?
“BUDAK 2 : Maaf seribu kali maaf paduka, lembu!
“BANGSAWAN1 : Tak seronok la, engkau kena pasal berlapis...kena rotan sampai menangis (Raja Tebalek : 19).
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Suka berkokok tapi bertaji Ape name binatang tu? “BUDAK 3 : Tak tau saya Paduka “RAJA SEBERANG : Tak boleh jawab tak tau
“BANGSAWAN1 : Betul itu juga penghinaan...karena engkau tolol, engkau kena hukum punggung di setrika....disiram air mendidih (Raja
Tebalek : 20).
“BANGSAWAN 4 : Hormat saya paduka. Ini ada satu lagi, barang langka, ajaib dan oke punya, silahkan dicoba paduka.
“RAJA SEBERANG : Siapa nama awak? “MONA : Mona, Paduka.
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak, beli sepatu
Katanya engkau bijak bestari
Bunyinya (menirukan suara binatang) binatang apa itu?? “MONA : kodok...
“BANGSAWAN 4 : Kodok apa?Yang lengkap dan sopan.
“MONA : Paduka yang mulia kodok... (Raja Tebalek : 22).
5. Resolution atau jalan keluar dari semua masalah
Jalan keluar dari semua masalah adalah ketika raja tebalek memberikan solusi yang
diluar akal sehat . Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“ISTRI RAJA : Bang, ini persoalan serius.
“RAJA TEBALEK : Atur ajalah, jangan serius kali, nanti strok... (Raja Tebalek : 24).
“KRONI 2 : Paduka yang Mulia, negara kita bisa hancur kalau begini caranya.,
“RAJA TEBALEK : Kena tsunami kan hancur juga, apa bedanya, makanya santai aja. Udah diatur tuhan semuanya. Sekarang langsung aja ke proyek, cemana ceritanya.... (Raja Tebalek : 25).
6. Denoument atau penyelesaian
Penyelesaian cerita atau kisah pada naskah teater Raja Tebalek ini ketika para Kroni
melaporkan tentang masalah kedatangan Tenaga kerja ke negeri ini kepada Raja Tebalek. Hal
“KRONI 2 : Kita akan memberikan penghargaan kepada pahlawan devisa yang beberapa hari lagi akan sampai.
“ISTRI RAJA : Mereka telah mengadu nasib di negeri seberang dan mengirim banyak uang kenegeri kita ini. Cocok kan bang?
“RAJA TEBALEK : Cocok kali pun! (Raja Tebalek : 25).
Kemudian sang kroni pun menyampaikan permasalahan yang menimpa tenaga kerja
namun dengan singkat sang raja memberikan solusi yang tidak wajar. Hal ini tergambar pada
kutipan berikut ini.
“KRONI 1 : Mereka terpaksa pulang dan nggak bawa apa-apa. “RAJA TEBALEK : Yang minta oleh-oleh siapa?
“KRONI 1 : Mereka disiksa yang Mulia. “RAJA TEBALEK : Itu namanya pengorbanan.
“KRONI 1 : Sebagian ada yang diturunkan di tengah laut. “RAJA TEBALEK : Buat undang-undang wajib berenang. “KRONI 1 : Malu kita Paduka.
“RAJA TEBALEK : Biar jangan malu, pejamkan mata....apa lagi? (Raja Tebalek : 26).
Lalu Kroni1 mengajak Raja Tebalek bersenang-senang dan raja tebalek pun mulai
melupakan tanggung jawab nya sebagai raja sehingga permasalahan tenaga kerja tidak tuntas.
Hal ini tergambar pada kutipan di bawah ini.
“KRONI 1 : Bagaimana kalau kita maen engklek Paduka. “RAJA TEBALEK : Dari tadilah kau bilang...ayo!
“ISTRI RAJA : Teken dulu surat ini Bang.... “RAJA TEBALEK : Nantilah itu, nggak penting kali.
“KRONI 2 : Paduka yang mulia, dua lemari surat yang belum diteken, cemana itu Paduka....
“RAJA TEBALEK : Siap main engklek ya, sabar...pasti diteken.
“ISTRI RAJA : Undang-undang itu wajib diteken Bang, biar ada dasar hukumnya...Resmi,legal!!!
“RAJA TEBALEK : Ah, teori... (Raja Tebalek : 26).
5.1.2 Latar
Setiap peristiwa yang terjadi dan berlangsung di dalam karya sastra memiliki
hubungan yang erat sekali dengan waktu dan tempat. Karena waktu dan tempat senantiasa
dijadikan sebagai penanda untuk menjelaskan “kapan” dan “di mana” terjadinya berbagai
Latar dalam karya sastra dapat dibedakan atas tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,
dan sosial. Menurut Nurgiyantoro (1995:227), latar adalah tempat biasanya menjelaskan
tentang lokasi terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya sastra atau
drama. Sedangkan latar waktu dalam karya sastra biasanya berhubungan dengan perihal
“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah karya sastra seperti
dalam naskah teater Raja Tebalek ini. Adapun yang dimaksud dengan latar sosial dalam
karya sastra, biasanya mengacu ke hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sosial
masyarakat. Senada dengan pendapat (Nurgiyantoro, 1995:230) yang mengatakan bahwa
latar sosial adalah hal-hal yang terdapat pada sebuah karya sastra dan mengacu pada perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat.
5.1.2.1 Latar Tempat
Latar tempat yang terdapat dalam Teater Raja Tebalek yaitu terjadi di dua tempat
yaitu Kerajaan Raja seberang, dan kerajaan Raja tebalek. Latar tempat yang terjadi di
Kerajaan Raja seberang tergambar pada kutipan berikut ini.
Cahaya lampu Berangsur-angsur terang kembali seiring dengan persiapan di Kerajaan Seberang
Rombongan penghibur raja sudah bersiap Raja, kroni dan Budak-budaknya masuk
Hiburan dimulai dilanjutkan dengan teka-teki (Raja Tebalek : 18).
Sedangkan untuk latar tempat yang menunjukkan kerajaan Raja tebalek tergambar
pada kutipan berikut ini
Sementara di negeri tempak budak dilahirkan dan dibesarkan, Raja dan Kroninya Sedang asyik menikmati suasana dengan berbagai kegiatan. Raja yang paling senang adalah sesi
bermain layang-layang (Raja Tebalek : 22).
5.1.2.2 Latar Sosial
Latar sosial mencakup tentang tata cara kehidupan sosial masyarakat dan berbagai
kehidupan, tradisi hidup, keyakinan, cara berpikir dan bersikap, adat-istiadat, bahasa, dan lain
sebagainya, yang dapat digolongkan sebagai latar spiritual masyarakat.
Latar sosial dalam teater Raja Tebalek adalah kehidupan bermasyarakat yang berada
pada suatu negeri karena kemiskinannya itu dia ingin bekerja ke negeri seberang, tanpa dia
tahu bahaya apa yang akan menimpanya nanti . Hal ini terdapat pada kutipan berikut ini.
“MONA : Siap...! Sekarang pun jadi....sesuai rencana....capek kali aku jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).
Sesampai di negeri seberang Mona jadi bahan olok-olok sampai lelah dengan
berbagai bentuk siksaan. Akhirnya semua budak –budak itu dipulangkan dengan dibuang
kelaut. Pesta itu ditutup dengan laporan makin banyak saja orang-orang yang ingin jadi budak
dan kebanyakan datang dari negeri seberang (Raja Tebalek : 22).
5.1.3 Tokoh dan Penokohan
Pelakon atau sering disebut dengan tokoh tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
penciptaan sebuah cerita di dalam sebuah karya sastra, terutama peranannya dalam naskah
drama atau teater. Dikatakan begitu, karena tanpa adanya tokoh cerita atau pelakon dalam
naskah drama, maka tidak akan ada cerita dan unsur lainnya seperti alur dan latar, dan
tentunya fungsi unsur-unsur tersebut sudah pasti tidak akan ada artinya. Sebab, tokoh atau
pelakonlah yang memiliki fungsi membuat alur menjadi berjalan sesuai cerita dan latar akan
terisi berkat adanya tokoh tersebut.
Sudjiman (1988:16) berpendapat bahwa “Tokoh ialah individu rekaan yang
mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.” Meskipun
tokoh dalam sebuah cerita adalah individu rekaan, namun tokoh cerita haruslah merupakan
seorang yang hidup secara wajar, layaknya kehidupan manusia biasa yang terdiri dari jasmani
yaitu fisiknya dan rohani yaitu pikiran serta perasaan.
Berdasarkan keterangan di atas, terlihat bahwa adanya hubungan antara tokoh atau
1988:144) mengatakan bahwa tokoh cerita adalah orang yang mengalami seluruh peristiwa
yang digambarkan di dalam alur atau plot.
Melalui berbagai peristiwa yang dialami tokoh itulah pengarang atau penulis naskah
menggambarkan secara jelas tentang watak atau penokohan dari masing-masing tokoh cerita.
Watak atau penokohan yang dimiliki tokoh-tokoh cerita disesuaikan dengan watak yang
terdapat pada manusia secara umum, wataknya pun bermacam-macam juga seperti baik,
jahat, riang, murung, berani, pengecut, jujur, licik, atau campuran dari berbagai watak-watak
tersebut. Dengan mengetahui dan memahami watak para tokoh cerita tersebut, maka akan
didapatkan juga pemahaman tentang mengapa suatu tindakan atau kejadian itu terjadi.
Adapun penokohan dalam Raja Tebalek adalah sebagai berikut:
a. Raja Tebalek
Raja Tebalik merupakan tokoh utama dari naskah ini, dia adalah pemimpin negeri ini
sebagai pemimpin sebuah negeri raja tebalik ini memiliki sikap tidak peduli terhadap
rakyatnya, dan hanya memikirkan kesenangannya.
Raja tebalek memiliki seorang istri. Tokoh raja tebalek merupakan pemimpin yang
suka berman layang-layang dengan kroni-kroninya dan main engklek. Hal ini tergambar pada
kutipan berikut ini.
“KRONI 1 : Baiklah para kroni dan yang terhormat raja tebalek. Sekarang kita main layang-layang
“RAJA TEBALEK : Saya suka itu, tapi jangan tinggi-tinggi saya takut ketinggian (Raja Tebalek : 16).
Selain itu, dia memiliki sifat cuek, serta tidak peduli dengan kehidupan rakyatnya. Dia
lebih senang dengan permainannya seperti anak-anak. Sifat Raja Tebalek dapat dilihat pada
kutipan berikut.
“RAJA TEBALEK : Saya suka itu, tapi jangan tinggi-tinggi saya takut ketinggian . “KRONI 1 : Raja tetap disini dan yang naik tinggi, kan
layang-layang,paduka.
“KRONI 1 : harga ya nggak bisa naik karena bukan layang-layang.lihat paduka layang-layang nya udah tinggi.
“RAJA TEBALEK : putuskan!!putuskan....hore....!!! (Raja Tebalek : 23).
“RAJA TEBALEK : Mau kemana kok cepat-cepat...nanti dulu, kita main engklek yok(Raja Tebalek : 24).
b. Mona
Tokoh Mona adalah seorang adalah seorang anak yang hidup dalam keluarga yang
kurang mampu. Dia adalah anak yang telah terpengaruh kehidupan global yang modern.
Mona sering sekali melihat orang tuanya bertengkar lalu dia pun menjadi penengah terhadap
pertengkaran itu.Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
“EMAK : Ceraikan aku, sekarang, ceraikan!!!
“AYAH : Betul!!!
“MONA :Woi!! Tunggu dulu!!!( Memberikan parang dan kayu)...Pegang!!! One,two,....box....!!!Ayo mulai!!! Langsung aja bunuh-bunuhan.
Jangan sok artis lah, sikit-sikit cerai. Peace dead, Peace mom.... Peace!!!!
“AYAH : Jangan kau paksa ayah pipis ...ah.
“MONA : Oh , my god , stupid,....damai ayah, damai mak....damai.. “EMAK : Sangkin originalnyalah itu
“AYAH : Jangan kau pancing lagi,
“MONA : Stop!!ssstttt!! Dont speak!!! Salaman!!! Minta izin minta maaf!! (Raja Tebalek : 15).
Tokoh Mona ini ingin sekali menjadi orang kaya sehingga tukang tipu datang dan
mengajak bekerja ke negeri seberang. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
“TUKANG TIPU : Ass wrwb...!!! How doyou do....!!! Horas! Horas! Yahoo ....wu! Apa itu satu lagi ....Mejuah!!!
“MONA : Dua kali om.
“TUKANG TIPU : Mejuah dua kali!!! Cemana rencana masa depan kita.
Hari terus berganti, orang-orang makin ramai yang antri, tapi untuk keluarga saya ini, pasti saya utamakan ...cemana dek Mona
“MONA : Siap!....Sekarang pun jadi....Sesuai rencana....Capek kali aku jadi orang miskin (Raja Tebalek : 16).
c. Ayah
Tokoh ayah ini sangat suka OL sampai-sampai dia tidak mau mengalah dengan anak
“MONA : Yah, gantianlah yah!!!Gantian!...Mamak udah datang?!Ya amplop, jam segini blum datang?!...kek mana nya ini, cemana aku mau pintar ...gantian yah. Ayahlah pake HP....( Raja
Tebalek:11).
“AYAH : Makanya,kan udah ayah bilang, anak-anak itu jangan OL dulu, rentan, gampang menyesal.Terbuktikan.Anak sekarang, memang nggak pernah percaya kata-kata orang tuanya ( Raja
Tebalek:13).
Selain itu sang ayah memiliki sifat bodoh (oon) yang kadang membuat Mona jengkel
dan gondok. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“MONA : Gurunya rapat. “AYAH : Rapat apa?! “MONA : nggak tau.
“AYAH : Bilang sama gurunya kalau nggak tau jangan rapat. “MONA : Udah lah yah bikin emosi aja pun.
“AYAH : Kau pun, sama guru kau itu, ngapain kau bikin emosi, macam nggak ada kerjaan lain.
“MONA : Wajarlah kita miskin, ayah aja oon nya kek gini. Kalau ada perlombaan orang oon, ayah pasti juara tiga. ( Raja
Tebalek:11).
d. Emak
Emak adalah ibu dari Mona sifat emak ini sangat cerewet dan suka mengomel. Sikap
ini terlihat pada kutipan di bawah ini.
“EMAK : Pokoknya aku nggak suka, udah banyak contoh.Tengoklah,nggak ada sikit pun yang kalian kerjakan. Habis semua dimakan burung....Cuma ini yang kita andalkan, kalau panen ini gagal lagi, udahlah gak tau lagi mau buat apa. “AYAH : Hujan tidak angin pun tidak tapi kok banyak x petir.
“EMAK : Abang lagi tak bertanggung jawab, menyesal aku kawin ama abang (Raja Tebalek : 13).
“AYAH : samalah, eee maksudnya si mona, tadi dia pun menyesal juga...memang perempuan zaman sekarang gampang sekali menyesal, psikologisnya rapuh.
“EMAK : Kalau abang cakap nomor satu, tapi kosong nol , baskom(Raja
Tebalek : 13).
Selain itu Emak juga memiliki sifat yang ingin melindungi anaknya dia tidak ingin
mona ke negeri seberang. Sikap ini terlihat pada kutipan di bawah ini.
“AYAH : Kasus si mona cemana?
“AYAH : Justru karena dia masih kecillah. Bak kata peribahasa, kecil menabung tua kaya raya. Tujuan sekolah kan bekerja, nah sekarang ada pekerjaan, berarti but apa sekolah. Ini kan namanya mendapat durian runtuh. Repot kali cara berpikir kau (Raja Tebalek : 14).
“EMAK : Sudah banyak bukti. Kita masih belum percaya. Abang rela menjual anak gara-gara laptop?
“AYAH : Ini dikasih. Rezeki pantang ditolak. Otak kau berbelit, luruskan dulu
“EMAK : Iyalah otak abang yang lurus, polos, original, jarang dipake. “AYAH : Apa maksud kau?
“EMAK : Tepuk dada tanya selera!!!
e. Tukang Tipu
Tukang tipu memiliki sifat licik, dia menghalalkan segala cara untuk dapat menipu
keluarga Mona untuk membawa Mona ke negeri seberang. Hal ini terdapat pada kutipan
berikut ini.
“TUKANG TIPU : Maaf bang, yang dicari hanya cewek...Kerjanya enak, gajinya pastilah lebih dari negara kita ini, tak mungkin aku menjerumuskan, udah aku anggap anak ku sendiri si mona, kak aku bukan tukang tipu, macam yang lain.
“EMAK : Penjual rakyat!!
“TUKANG TIPU : Oke, oke kalau Cuma pupuk, gampang itu kak. Besok sebelum kakak datang pupuk nya sudah di sini. 10 goni cukup? Yang penting kakak setuju keberangkatan si Mona... .Cemana bang cocok?! (Raja Tebalek : 17).
Namun emak yang awalnya tidak setuju dengan keberangkatan Mona akhirnya
dengan berat hati melepaskannya, karena tipu muslihat tukang tipu. Hal ini terdapat pada
kutipan berikut ini.
“EMAK : Hei!!! tukang tipu!
“AYAH : Eh, maaf ketua, maklumlah istri saya ini, dia trauma, melihat berita di TV yang disiksalah, yang dihukum lah....macamlah itu, nama juga berita. Belum tentu benar, kan begitu, ketua “TUKANG TIPU : Wartawan kan manusia juga....betul kan Bang?
“AYAH : Iyalah sama juga dengan anggota dewan, hakim, polisi....ah pokoknya semualah,....kan begitu Ketua? Mereka juga seperti kita ya nggak...ee, jadi begini ketua (Berbisik kepada Tukang tipu)....
“EMAK : Kau pikir aku menjual anakku ya!?
“AYAH : Sudahlah, ini bukan jual beli, tak mungkinkit menjual si Mona trafficking itu namanya, pidana, bisa msuk bui kita....kan begitu ketua...jadi kalian berangkat sekarang!
“TUKANG TIPU : Ikan sepat ikan gabus, Bang... (Raja Tebalek : 18).
f. Raja Seberang
Raja seberang adalah tokoh yang meminpin sebuah kerajaan, dia memiliki sikap
kejam dan otoriter terhadap para budak yang bekerja di negeri tersebut. Hal ini tergambar
pada kutipan berikut ini.
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Kulit bersisik tidak berkaki Ape binatang tu?
“BUDAK 1 : Ular... Yang Mulia.
“BANGSAWAN1 : Hei!!!jawaban budak ini menghina paduka. Pasal 1 ayat 2. Engkau ni kena hukum, seminggu tak boleh makan. Tak boleh menyebut Yang Mulia ular...
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu
Susunya dikasih kepada bayi Ape name binatang tu?
“BUDAK 2 : Maaf seribu kali maaf paduka, lembu!
“BANGSAWAN1 : Tak seronok la, engkau kena pasal berlapis...kena rotan sampai menangis (Raja Tebalek : 19).
“RAJA SEBERANG : Kalau datang ke langkawi Beli rujak beli sepatu Suka berkokok tapi bertaji Ape name binatang tu? “BUDAK 3 : Tak tau saya Paduka “RAJA SEBERANG : Tak boleh jawab tak tau
“BANGSAWAN1 : Betul itu juga penghinaan...karena engkau tolol, engkau kena hukum punggung di setrika....disiram air mendidih (Raja
Tebalek : 20).
f. Istri Raja
Istri raja merupakan pendamping raja tebalek, dia memiliki otoriter dan tukang ngatur
terhadap raja tebalek. Hal ini tergambar pada kutipan berikut ini.
“ISTRI RAJA : Sudah!! Macam anak-anak aja pun. “KRONI 1 : Tapi raja kan masih senang.
Namun Raja tebalek terkadang tidak peduli dengan sikap istrinya. Hal ini tergambar
pada kutipan berikut ini.
“ISTRI RAJA : Bang teken surat ini, pecat dia!!!
“RAJA TEBALEK : Mau kemana kok cepat-cepat....nanti dulu,kita maen engklek yok....
“ISTRI RAJA : Bang, ini persoalan serius.
“RAJA TEBALEK : Atur ajalah , jangan serius kali, nanti strok....
5.1.4 Tema
Tema adalah gagasan dasar yang menopang dan menjadi rangka utama dari sebuah
karya sastra. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna atau pengalaman
kehidupan. Pengalaman kehidupan tersebut berasal dari berbagai masalah kehidupan dan
merupakan hasil dari pengamatan pengarang terhadap situasi dan kondisi disekelilingnya.
Menurut Esten (1984:87), tema adalah apa yang menjadi persoalan utama dalam
karya sastra. Jika kita membaca suatu karya sastra, seperti cerita rekaan, pengarang tidak
sekadar ingin menyampaikan sebuah cerita saja tetapi ada suatu konsep sentral yang ingin
dikembangkan dalam cerita tersebut. Alasan yang melatarbelakangi pengarang hendak
menyajikan cerita menurut Sudjiman (1998:50) ialah hendak mengemukakan suatu gagasan.
Gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasar dalam suatu karya sastra itulah yang disebut
dengan tema.
Sedangkan Sumardjo dan Saini (1991:56) mengatakan bahwa tema merupakan ide
sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, tetapi ingin
mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang ingin dikatakannya itu bisa suatu
masalah kehidupan, pandangan atau komentarnya terhadap kehidupan ini.
Sesuai dengan pernyataan yang mengatakan, tema adalah gagasan atau ide yang
mendasari karya sastra. Tema merupakan kesimpulan dari pelukisan atau penggambaran dari
Pendapat di atas juga dikuatkan dengan pendapat yang dikemukakan Henry Guntur
Tarigan. Menurut Henry Guntur Tarigan (1985:125) walaupun seandainya seorang pengarang
tidak menjelaskan tentang tema ceritanya secara eksplisit, namun tema cerita tersebut dapat
dirasakan dan diambil kesimpulannya setelah karya sastra itu selesai dibaca.
Keberadaan tema dalam sebuah karya sastra memang sangat penting, dan tidak
terlepas dari unsur-unsur pembentuk karya sastra lainnya seperti alur, latar, dan perwatakan.
Karena tema yang baik (secara implisit maupun eksplisit) harus didukung oleh unsur lainnya.
Di dalam sebuah karya sastra mungkin banyak persoalan-persoalan yang muncul dan
ditemukan, tetapi tentulah tidak semua persoalan itu bisa dianggap sebagai tema. Untuk
menentukan persoalan mana yang merupakan tema, Esten (1984) menguraikan bahwa yang
Pertama, tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Kedua, secara kuantitatif,
persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik, konflik yang melahirkan
peristiwa-peristiwa. Cara yang ketiga adalah menentukan (menghitung) waktu penceritaan,
yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan perisitwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh di
dalam karya sastra.
Setelah mengamati secara seksama dan melihat dari berbagai konflik dalam naskah
Raja Tebalek ini, yang menjadi temanya adalah persoalan perdagangan manusia. Persoalan
perdagangan manusia yang kerap terjadi dikalangan masyarakt miskin hal ini dikarenakan
mereka ingin merubah nasib dengan cara yang instan dengan bekerja di negeri seberang. Di
sisi lain Raja tebalek yang seharusnya membela hak- hak warga nya malah asyik dengan
urusan pribadinya.
5.2 Fakta Kemanusian
Menurut Goldman fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku