• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Predisposisi dan Faktor Pendukung terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Predisposisi dan Faktor Pendukung terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA

KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN

TESIS

OLEH

SHERLY SONDANG SARAGIH 097032180/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTASKESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF PREDISPOSING AND SUPPORTING FACTORS ON THE ACCIDENTS PREVENTION OF LOADING AND UNLOADING

WORKERS AT PRIMKOP “UPAYA KARYA” SECTOR II UJUNG BARU BELAWAN HARBOR

THESIS

BY

SHERLY SONDANG SARAGIH 097032180/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA MEDAN

(3)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA

KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SHERLY SONDANG SARAGIH 097032180/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP

PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN Nama Mahasiswa : Sherly Sondang Saragih

Nomor Induk Mahasiswa : 097032180

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes) (dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes

Anggota : 1. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA

KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka

Medan, November 2011

(7)

ABSTRAK

Kecelakaan dan sakit di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan dapat dilihat dari data berita acara kecelakaan kerja pada Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) pelabuhan Belawan dan kesehatan pelabuhan tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat 50 kasus kecelakaan akibat kerja. Tingkat kecelakaan pada tenaga kerja bongkar muat ini adalah tingkat tiga/moderate memerlukan perawatan luar sebanyak 28 kasus dan tingkat empat/major adalah cedera yang mengakibatkan cacat sebanyak dua kasus. Kecelakaan lainnya adalah kecelakaan dalam perjalanan menuju/pulang tempat kerja.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dan faktor pendukung (sarana dan prasarana dalam hal ini alat pelindung diri) terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah Explanatory research. Populasi adalah tenaga kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan sebanyak 480 orang dan sebanyak 81 orang yang dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda dengan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi (sikap dan kepercayaan) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Faktor pendukung (alat pelindung diri) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Alat pelindung diri sebagai faktor pendukung paling dominan dalam pencegahan kecelakaan kerja dengan nilai koefisien B sebesar 4.010. Disarankan kepada manajemen Primkop “Upaya Karya” pelabuhan Belawan untuk menyediakan alat pelindung diri yang cukup dan lengkap (helm, sarung tangan, masker, sepatu kerja, baju kerja) dan memberikan sanksi kepada tenaga kerja yang tidak memakai alat pelindung diri dan memberikan hadiah kepada tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri.

(8)

ABSTRACT

Accidents and illness at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor can be seen from the data in the minutes of working accidents at the loading and unloading unit, Belawan harbor and the health in harbor in 2010. In 2010 there were 50 accidents caused by working accidents. The accidents rate at the loading and unloading unit was the third stage/moderate which needed ambulatory care with 28 cases and fourth stage/major in which the injuries caused handicaps with two cases. The other incidents occurred in the way to and from the working place.

The aim of this research was to analyze the influences of predisposing factors (knowledge, attitude, trust, level of education, and level of income) and supporting factors (equipment and infrastructure with regards to personal protecting device) on the prevention from working accidents to the loading and unloading workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor in 2011. The type of this reseacrh was explanatory research. The population were 480 workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor,and 81of them were used as the samples. The data were gathered by using interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression test with the level of reliability of α = 0.05.

The result of the research showed that statistically predisposing factors (attitude, and trust) influenced on the prevention from working accidents. Knowledge, level of education, whereas level of income did not influence on the prevention from the working accidents. The supporting factors (personal protective equipment) influenced on the prevention from the working accidents. Personal protective equipment as the supporting factor was the most dominant influence on the prevention of working accidents with the value of coefficient B of 4.010.

It is recommended that the management of Primkop “Upaya Karya” Belawan harbor whould provide sufficient and complete equipment and infrastructures with regards to personal protecting devices (helmets, gloves, maskers, working shoes, and working uniforms) and should give the sanctions to the employees who do not wear the protecting devices, and give rewards to the employees who wear the protecting devices.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Faktor Predisposisi

dan Faktor Pendukung terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyususnan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan,

nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, saya ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A (K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina. M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu, memberikan sumbangan pikiran, petunjuk, saran

dan bimbingan kepada saya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

6. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku Dosen Pembimbing II yang dengan

penuh kesabaran memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan

tesis ini.

7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S selaku

tim penguji yang telah banyak memberikan kritikan dan saran demi perbaikan

tesis ini.

8. Baldwin Simatupang, BcIp.S.H, M.H selaku Kepala Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan HAM Propinsi Sumatera Utara yang telah

memberikan ijin dalam melaksanakan pendidikan.

9. Thurman SM Hutapea, BcIP.S.H, M.Hum selaku Kepala RUTAN Klas I

Medan yang telah memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan ini.

10.Kepada kedua orang tua saya (opi/omi) yang sangat saya sayangi dan

hormati, serta mertua saya yang mendukung dan mendoakan saya.

11.Suamiku tercinta, Ir. YK. Bernad Purba, terima kasih atas kesabaran,

dukungan, dan doa untuk saya.

(11)

13.Saudara-saudaraku terkasih abang, kakak, adik, atas doa dan dukungannya

kepada saya.

14.Rekan-rekan Mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja yaitu; Ade Irma Suryani, Surita

Ginting, Dameria Tarigan, Deni Yaneva, Edi Suranta Surbakti, Jenni Lilis

Suryani, Zahera Dewi, Maulana Akbar dan Togar Manalu.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, November 2011 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Sherly Sondang Saragih lahir di Kabanjahe, tanggal 16 Oktober 1970,

merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara, dari keluarga Bapak Jamenet Saragih dan

Ruslan Sihombing.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri I

Kabanjahe selesai tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Kabanjahe

selesai tahun 1985, SMA Negeri I Kabanjahe selesai tahun 1988, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 1997.

Pada tahun 2002 hingga saat ini, Sherly Sondang Saragih bekerja sebagai

Pegawai Negeri Sipil di Rumah Tahanan Negara Kelas I Medan sebagai staf

Administrasi dan Perawatan.

Pada tanggal 10 Oktober 1997, penulis menikah dengan Ir. YK. Bernad Purba

anak dari Bapak Drs. Jamaintan Purba dan Ibu Myliriana Saragih, dan penulis

dikaruniai satu orang putri, Hanna Christsela Purba.

Pada tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S2 Program Studi

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DARFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Kecelakaan Kerja ... 10

2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja ... 11

2.3 Penyebab Kecelakaan Kerja ... 14

2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 16

2.5 Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ... 19

2.6 Alat Pelindung Diri ... 20

2.7 Kesehatan Kerja ... 25

2.7.1. Perilaku Kesehatan ... 26

2.7.2. Pengetahuan ... 27

2.7.3. Sikap ... 28

2.7.4. Kepercayaan ... 30

2.8 Landasan Teori ... 33

2.9 Kerangka Konsep Penelitian ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

(14)

3.5.1. Variabel Bebas ... 41

3.5.2. Variabel Terikat ... 41

3.5.3. Definisi Operasional ... 41

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 42

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 43

3.7 Metode Analisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.1.1. Fasilitas-fasilitas di Pelabuhan Laut Belawan ... 46

4.1.2. Gambaran Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 48

4.1.3. Struktur Organisasi Primkop “Upaya Karya" Pelabuhan Belawan ... 50

4.2 Analisis Univariat ... 51

4.2.1. Faktor Predisposisi ... 51

4.2.2. Faktor Pendukung ... 52

4.2.3. Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 53

4.2.4. Pengetahuan ... 54

4.2.5. Sikap ... 57

4.2.6. Kepercayaan ... 59

4.3 Analisis Bivariat ... 62

4.3.1. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 62

4.3.2. Hubungan Faktor Pendukung dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja di Sektor II Ujung Baru ... 65

4.4 Analisis Multivariat ... 66

BAB 5. PEMBAHASAN ... 68

5.1 Pengaruh Faktor Pengetahuan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 68

5.2 Pengaruh Sikap dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 69

5.3 Pengaruh Kepercayaan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja . 71 5.4 PengaruhTingkat Pendidikan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 73

5.5 Pengaruh Tingkat Pendapatan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 73

5.6 Pengaruh Alat Pelindung Diri dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 74

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi di Primkop

“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 52

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung di Primkop

“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 53

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Observasi Pencegahan Kecelakaan Kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru

Pelabuhan Belawan ... 53

4.4 Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Kecelakaan Kerja

di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 54

4.5 Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap di Primkop

“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 57

4.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Kepercayaan di Primkop

“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 60

4.7 Hubungan Faktor Predisposisi terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja

di Sektor II Ujung Baru PT Pelindo I Pelabuhan Belawan ... 62

4.8 Hubungan Faktor Pendukung terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja

di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 65

4.9 Hubungan Pengetahuan, Kepercayaan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II ujung baru Pelabuhan

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Diagram Teori Green ... 35

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitin ... 82

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 87

3. Data Distribusi Frekuensi ... 94

4. Pengolahan Data Uji Chi Square ... 96

5. Pengolahan Data Uji Regresi Logistik Berganda ... 101

6. Master Data Penelitian ... 105

7. Surat Ijin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 116

(19)

ABSTRAK

Kecelakaan dan sakit di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan dapat dilihat dari data berita acara kecelakaan kerja pada Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) pelabuhan Belawan dan kesehatan pelabuhan tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat 50 kasus kecelakaan akibat kerja. Tingkat kecelakaan pada tenaga kerja bongkar muat ini adalah tingkat tiga/moderate memerlukan perawatan luar sebanyak 28 kasus dan tingkat empat/major adalah cedera yang mengakibatkan cacat sebanyak dua kasus. Kecelakaan lainnya adalah kecelakaan dalam perjalanan menuju/pulang tempat kerja.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dan faktor pendukung (sarana dan prasarana dalam hal ini alat pelindung diri) terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah Explanatory research. Populasi adalah tenaga kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan sebanyak 480 orang dan sebanyak 81 orang yang dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda dengan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi (sikap dan kepercayaan) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Faktor pendukung (alat pelindung diri) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Alat pelindung diri sebagai faktor pendukung paling dominan dalam pencegahan kecelakaan kerja dengan nilai koefisien B sebesar 4.010. Disarankan kepada manajemen Primkop “Upaya Karya” pelabuhan Belawan untuk menyediakan alat pelindung diri yang cukup dan lengkap (helm, sarung tangan, masker, sepatu kerja, baju kerja) dan memberikan sanksi kepada tenaga kerja yang tidak memakai alat pelindung diri dan memberikan hadiah kepada tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri.

(20)

ABSTRACT

Accidents and illness at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor can be seen from the data in the minutes of working accidents at the loading and unloading unit, Belawan harbor and the health in harbor in 2010. In 2010 there were 50 accidents caused by working accidents. The accidents rate at the loading and unloading unit was the third stage/moderate which needed ambulatory care with 28 cases and fourth stage/major in which the injuries caused handicaps with two cases. The other incidents occurred in the way to and from the working place.

The aim of this research was to analyze the influences of predisposing factors (knowledge, attitude, trust, level of education, and level of income) and supporting factors (equipment and infrastructure with regards to personal protecting device) on the prevention from working accidents to the loading and unloading workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor in 2011. The type of this reseacrh was explanatory research. The population were 480 workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor,and 81of them were used as the samples. The data were gathered by using interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression test with the level of reliability of α = 0.05.

The result of the research showed that statistically predisposing factors (attitude, and trust) influenced on the prevention from working accidents. Knowledge, level of education, whereas level of income did not influence on the prevention from the working accidents. The supporting factors (personal protective equipment) influenced on the prevention from the working accidents. Personal protective equipment as the supporting factor was the most dominant influence on the prevention of working accidents with the value of coefficient B of 4.010.

It is recommended that the management of Primkop “Upaya Karya” Belawan harbor whould provide sufficient and complete equipment and infrastructures with regards to personal protecting devices (helmets, gloves, maskers, working shoes, and working uniforms) and should give the sanctions to the employees who do not wear the protecting devices, and give rewards to the employees who wear the protecting devices.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak

korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia

ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara

dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau

kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal

dua kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan

pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah

menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam

pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (ILO, 2003) dalam Suardi, (2005).

Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu

tidaklah terjadi begitu saja. Kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan

yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan pemerintah

untuk meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan

buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja. Negara kaya sering

mengekspor pekerjaan berbahaya ke negara miskin dengan upah buruh yang lebih

murah dan standar keselamatan pekerja yang lebih rendah. Selain itu, di

negara-negara berkembang seperti Indonesia, undang-undang keselamatan kerja yang

(22)

hukuman yang ringan bagi yang melanggar aturan. Padahal meningkatkan standar

keselamatan kerja yang lebih baik akan menghasilkan keuangan yang baik.

Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan sakit yang berkaitan dengan kerja

merugikan ekonomi dunia lebih dari seribu miliar dolar (850 miliar euro) di seluruh

dunia, atau 20 kali jumlah bantuan umum yang diberikan pada dunia berkembang. Di

AS saja, kecelakaan kerja merugikan pekerja puluhan miliar dolar karena

meningkatnya premi asuransi, kompensasi dan menggaji staf pengganti (Suardi,

2005).

Angka keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara

umum ternyata masih rendah. Berdasarkan data organisasi buruh internasional di

bawah PBB (ILO), Indonesia menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara (Suardi,

2005). Setiap tahun di seluruh dunia, terjadi jutaan kecelakan dari yang terenteng

sampai kepada yang terberat. Kerugian-kerugian bukan main hebatnya.

Dewasa ini, Jepang dan Amerika Serikat melaporkan lebih dari 2 juta

kecelakaan akibat pekerjaan setiap tahunnya, sedangkan Perancis, Republik Federasi

Jerman dan Italia melaporkan lebih dari sejuta kecelakaan setahunnya. Diduga bahwa

terjadi lebih dari 15 juta kecelakaan di seluruh dunia setiap tahunnya. Bahaya setiap

kecelakaan akibat kerja termasuk upah selama tak mampu kerja di Amerika Serikat

adalah sekitar $ 1.800. Seluruh biaya kompensasi dan pengobatan kecelakaan di

Negara itu adalah sebesar $ 665 juta ($ 535 juta untuk kompensasi dan $ 130 juta

untuk biaya perawatan) untuk 1.950.000 kecelakaan dengan kehilangan hari kerja.

(23)

adalah $ 1.360,00 yaitu 4 kali biaya langsung. Jumlah seluruhnya adalah $ 1.828,00

per satu kecelakaan sebagaimana di bulatkan kira-kira $ 1.800,00. Angka-angka

Indonesia mungkin relatif rendah, tetapi tidak berarti keadaan lebih baik, melainkan

pelaporan masih perlu ditingkatkan (Suma’mur, 1987).

Dari penyelidikan-penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya

kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80-85 %

kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu

pendapat, bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah

dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana

pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha,

insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang

melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur, 1997).

Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, memegang peranan utama dalam

proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu

mendapat perhatian khusus baik kamampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerja.

Risiko bahaya yang di hadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja, akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan

lingkungan kerja (Suma’mur, 1996).

Belawan merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang memiliki peran

yang sangat penting dalam kegiatan arus barang baik itu impor maupun ekspor di

wilayah pantai timur Indonesia yang berada di arus lalu lintas Selat Malaka yang

(24)

internasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder yang berfungsi melayani

kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar

dan jangkauan pelayanan yang luas serta merupakan simpul dalam jaringan

transportasi laut internasional.

Kondisi lingkungan kerja di pelabuhan laut Belawan adalah berbahaya,

mengingat betapa besarnya kapal yang berlabuh di pinggiaran laut, kedalaman laut di

pelabuhan lama dan ujung baru sekitar 8 meter, pelabuhan gabion 12 meter, pada saat

pasang naik kedalaman akan bertambah sekitar 2-3 meter. Pada saat bongkar muat

kapal bergerak kekanan dan kekiri atau kedepan atau kebelakang meskipun sudah

dipasang tali tambang ke kade, hal ini terjadi karena pengurangan atau penambahan

barang dan juga karena alur air yang bergelombang. Kecelakaan bisa terjadi apabila

tenaga kerja kurang hati-hati dalam melakukan pekerjaan.

Pekerjaan bongkar muat di Pelabuhan Belawan merupakan pekerjaan yang

mengandalkan fisik pekerja, dan dalam kondisi situasi lingkungan pekerjaan yang

dapat mengakibatkan kecelakaan ataupun gangguan kesehatan pekerja.

Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Belawan yang berpotensi menimbulkan

kecelakaan adalah pada saat kapal berada di dermaga atau sandar. Bahaya kecelakaan

yang bisa terjadi adalah kapal menabrak dermaga, petugas pandu terpeleset dan

terjatuh saat turun ke darat, haluan kapal menabrak container crane. Pekerja tenaga

kerja bongkar muat naik ke kapal (bekerja di atas kapal), pekerja bisa terpeleset,

tersandung, kejatuhan benda di deck kapal. Pada saat bongkar muat di dermaga risiko

(25)

atas peti kemas, pekerja tertimpa petikemas, pekerja terkena peti kemas, komponen

kapal ditabrak spreader (pengangkat peti kemas), container crane roboh, container

crane tertabrak trado, pencemaran udara (gas buang dari knalpot trado, engine

container crane dan kapal.

Bongkar muat pada saat di lapangan penumpukan (container yard), pekerja

bisa tertimpa peti kemas, tertabrak trado, forklit, tertimbun barang dalam karung.

Pada pengoperasian container crane, bisa terjatuh, tertimpa, terkena peti kemas. Pada

saat perawatan dan perbaikan pekerja bisa jatuh dari ketinggian, terpeleset, terjepit,

tersengat listrik, kejatuhan benda dan kena limbah oli bekas.

Tenaga kerja bisa terjepit sewaktu memasang sling ke gancu, terjepit rip yang

tiba-tiba menegang, terjepit sewaktu memasang sepatu container di kapal dan terkena

spreader yang goyang.

Proses bongkar muat dalam 1 kapal dilakukan oleh 2-3 regu, 1 regu diatas

kapal (deck), 1 regu lagi di dermaga, dan masing-masing regu terdiri dari 12 orang.

Dalam sehari kapal yang sandar di dermaga 4-5 kapal, jumlah regu ada 40 regu

(sebanyak 480 orang). Proses bongkar muat berlangsung ketika membawa barang

dari palka (ruang-ruang dalam kapal) dan membawa barang dari kapal ke dermaga

(steverdoring). Tenaga kerja membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya

secara manual ke geladak kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang,

kemudian dengan menggunakan container crane diangkut dan disusun oleh tanaga

kerja kedalam truk. Jenis barang yang diangkat semen in bags, pupuk in bags, inti

(26)

dikemas kedalam kantong, menggunakan grek (sendok) dari kapal ke dalam truk dan

sebaliknya.

Proses bongkar muat yang dilakukan di Pelabuhan Belawan memiliki koridor

yang telah ditentukan melalui peraturan-peraturan yang mengikat antara Perusahaan

Bongkar Muat dengan Tenaga Kerja Bongkar Muat serta Penyedia Jasa Bongkar

Muat. Adapun ketentuan pelaksanaan bongkar muat, antara lain :

1. Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 1954.

2. Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 1964.

3. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1969.

4. INPRES No.4 Tahun 1985 tentang kebijakan pelaksanaan kelancaran arus

barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. Kemudian ditindaklanjuti dengan

Keputusan Menteri Perhubungan No.88/AL 305/Phb.85 dan KM No13, 1989.

5. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2002 (Gunawan, 2007).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis di Pelabuhan Belawan

didapati bahwa jumlah Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Sektor II Ujung

Baru sebanyak 480 pekerja, berpotensi mengalami bahaya antara lain : terjatuh,

tertimpa benda, tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda, terpeleset

saat musim hujan, gerakan-gerakan melebihi kemampuan, kontak bahan-bahan

berbahaya dari semen dan pupuk curah. Potensi bahaya dapat berasal dari alat angkut,

peralatan mesin dan lingkungan kerja. Kecelakaan dapat terjadi karena kesalahan

tenaga kerja karena pengetahuan tentang lingkungan kurang, pendidikan yang rendah,

(27)

kurang karena kurang latihan, motivasi kurang karena gaji rendah, perbuatan salah

karena kondisi bahaya misalnya secara fisik tidak memakai alat pengaman, mesin

yang tidak ada pelindungnya.

Kecelakaan akibat kerja pada tenaga kerja bongkar muat pelabuhan Belawan

dapat dilihat dari data berita acara kecelakaan kerja pada Unit Usaha Jasa Bongkar

Muat (UUJBM) pelabuhan Belawan tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat 50 kasus

kecelakaan akibat kerja, yang terbagi dalam kecelakaan pada waktu melakukan

pekerjaan dan dalam perjalanan menuju/pulang tempat kerja.

Kecelakaan yang dialami sewaktu melakukan pekerjaan yang memerlukan

perawatan dengan bantuan pihak luar/tingkat tiga sebanyak 29 kasus kecelakaan.

Kecelakaan yang mengakibatkan cacat sebanyak dua kasus dan 19 kecelakaan dalam

perjalanan menuju/pulang dari tempat kerja.

Kegiatan bongkar muat mempunyai risiko untuk terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja yang bersumber dari faktor predisposisi yakni pengetahuan,

sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan. Faktor pendukung yaitu

alat pelindung diri yang disediakan oleh Primkop “Upaya Karya”.

Tingkat kecelakaan kerja dibagi dalam lima bagian yaitu :

1. Tingkat 1 dengan kriteria Insignificant/tidak signifikan, tidak ada cidera.

2. Tingkat 2 dengan kriteria Minor/Minor, memerlukan perawatan medis P3K,

on site release langsung dapat ditangani.

3. Tingkat 3 dengan kriteria Moderate/sedang, memerlukan perawatan medis, on site

(28)

4. Tingkat 4 dengan kriteria Major/Mayor, cidera yang mengakibatkan cacat/hilang

fungsi tubuh secara total, off site release tanpa efek merusak.

5. Tingkat 5 dengan kriteria Catastrophic/bencana, menyebabkan kematian, off site

release bahan toksik dan efeknya merusak (Prihandono, 2010).

Tingkat kecelakaan pada tenaga kerja bongkar muat di Sektor II Ujung Baru

adalah tingkat tiga dan tingkat empat. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka

penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh faktor predisposisi dan faktor

pendukung terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di

Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan.

1.2. Permasalahan

Apakah faktor predisposisi dan faktor pendukung berpengaruh terhadap

pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya

Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi dan faktor pendukung

terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop

“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan.

1.4. Hipotesis

(29)

kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor

II Ujung Baru pelabuhan Belawan.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Diharapkan tenaga kerja bongkar muat dapat mencegah

terjadinya kecelakaan kerja dengan perilaku sehat dan memakai alat

pelindung diri setiap melakukan pekerjaan.

1.5.2. Secara teoritis, dapat menambah khasanah keilmuan Kesehatan

Masyarakat K3 dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.5.3. Bagi manajemen Primkop “Upaya Karya” pelabuhan Belawan sebagai

bahan masukan dalam upaya melaksanakan peraturan

perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan menyediakan

alat pelindung diri yang cukup dan lengkap (helm, sarung tangan,

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan,

biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang

paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).

Menurut (OHSAS 18000, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja

adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian,

luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu.

Definisi kecelakaan akibat kerja menurut Suma’mur (1987), kecelakaan akibat

kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan.

Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh

pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua

permasalahan penting, yaitu :

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau

2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik.

Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan misalnya kelengahan,

kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya. Sedangkan kondisi-kondisi

lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin

(31)

2.2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :

a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh

d. Terjepit oleh benda

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak

cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab :

a. Mesin

. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik . Mesin penyalur (= transmisi)

. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam

. Mesin-mesin pengolah kayu

. Mesin-mesin pertanian

. Mesin-mesin pertambangan

. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut

(32)

. Mesin angkat dan peralatannya

. Alat angkutan di atas rel

. Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api, alat angkutan udara

. Alat angkutan air

. Alat-alat angkutan lain

c. Peralatan lain

. Bejana bertekanan

. Dapur pembakar dengan pemanas

. Instalasi pendingin

. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik

(tangan)

. Alat-alat listrik (tangan)

. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik

. Tangga

. Perancah

. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

. Bahan peledak

. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak

. Benda-benda melayang

. Radiasi

(33)

e. Lingkungan kerja

. Di luar bangunan

. Di dalam bangunan

. Di bawah tanah

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak

memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

a. Patah tulang

b. Dislokasi/keseleo

c. Regang otot/urat

d. Memar dan luka dalam yang lain

e. Amputasi

f. Luka-luka lain

g. Luka dipermukaan

h. Gegar dan remuk

i. Luka bakar

j. Keracunan-keracunan mendadak (= akut)

k. Akibat cuaca, dan lain-lain

l. Mati lemas

m. Pengaruh arus listrik

n. Pengaruh radiasi

(34)

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh

a. Kepala

b. Leher

c. Badan

d. Anggota atas

e. Anggota bawah

f. Banyak tempat

g. Kelainan umum

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut (Suma’mur,

1987).

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan,

bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh

berbagai faktor, penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung

mengakibatkan kecelakaan dan meyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai

penyebab kecelakaan meyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang

sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab

dapat dipakai untuk menggolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka

akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya.

Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan.

2.3. Penyebab Kecelakaan Kerja

(35)

berbagai negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu bahwa kecelakaan

disebabkan oleh dua golongan penyebab :

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act).

2. Kadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions).

Sekalipun rumit permasalahan sebab-sebab kecelakaan, secara sederhana

dapat dikatakan, bahwa penyebab-penyebab kecelakaan paling utama ditemukan

tidak pada mesin-mesin yang paling berbahaya (seperti mesin gergaji sirkuler, mesin

pengaduk dan mesin tekan) atau zat-zat yang paling berbahaya (seperti bahan-bahan

peledak atau cairan-cairan yang mudah menyala), tetapi pada kegiatan yang biasa

seperti terantuk, terjatuh, bekerja tidak tepat atau penggunaan perkakas tangan dan

tertimpa oleh benda jatuh ( Suma’mur, 1987).

Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua yakni:

a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi keselamatan

misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.

Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan

karena faktor manusia.

b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition,

misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Heinrich (1931) dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya

Teori Domino. Teori ini menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang

(36)

lima domino yang berdiri sejajar yaitu : kebiasaan seseorang, perbuatan dan kondisi

tak aman (hazard), kecelakaan, serta cidera (Suardi, 2005).

Birds (1967) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan

teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu

:manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian (Suardi, 2005).

Dalam konteks ini, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik

dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa

faktor, diantaranya :

1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat

udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.

2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda-

benda padat.

3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.

4. Faktor fisiologis, seprti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.

5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau

dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya (Suardi, 2005).

2.4. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

1. Perundang - undangan, yaitu ketentuan -ketentuan yang diwajibkan mengenai

kondisi -kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan

(37)

tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPK, dan pemeriksaan

kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi

mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan

jenis- jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higene

umum, atau alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan - ketentuan

perundang undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang

berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengamanan, pengujian alat - alat

perlindungan tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelahaan

tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat

dan peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset Medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan

patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang

mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola - pola kejiwaan yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik,

sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.

8. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja

(38)

9. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain

untuk menimbulkan sikap untuk selamat ( Suma’mur, 1997).

10.Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan

misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika

tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

11.Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama

efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan

terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung

kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak.

Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar, antara lain :

a. Menurut Silalahi dan Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus

didekati dua aspek, yakni : aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin,

letak dan lain sebagainya) dan aspek yang lainnya adalah aspek perangkat lunak

(manusia dan segala unsur yang berkaitan).

b. Menurut Julian B. Olishifki (1985) dalam Silalahi (1995) bahwa pencegahan

yang profesional adalah:

. memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja,

kerja, material dan struktur perencanaan.

. memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada

dalam perusahaan tersebut.

. memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada

(39)

Dari uraian beberapa pakar di atas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah pada

intinya perlu memperhatikan empat faktor yakni : lingkungan, manusia, peralatan,

bahaya (hal-hal yang membahayakan).

2.5. Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan

Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Belawan adalah pada saat kapal berada

di dermaga atau sandar. Pekerja tenaga kerja bongkar muat naik ke kapal (bekerja di

atas kapal), pada saat bongkar muat di dermaga pekerja melakukan bongkar muat

sewaktu berada di atas peti kemas, pada saat di lapangan penumpukan dan pada saat

perawatan dan perbaikan peralatan. Pekerja bekerja diketinggian, diatas petikemas

dan container crane.

Proses bongkar muat berlangsung ketika membawa barang dari palka

(ruang-ruang dalam kapal) dan membawa barang dari kapal ke dermaga (steverdoring).

Tenaga kerja membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya secara manual ke

geladak kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang, kemudian dengan

menggunakan conteiner crane diangkut dan disusun oleh tanaga kerja kedalam truk

Proses bongkar muat dalam 1 kapal dilakukan oleh 2-3 regu, 1 regu diatas

kapal (deck), 1 regu lagi di dermaga, dan masing-masing regu terdiri dari 12 orang.

Dalam sehari kapal yang sandar di dermaga 4-5 kapal.

Sarana kerja adalah peralatan yang digunakan sewaktu melakukan pekerjaan.

Peralatan yang ada di pelabuhan Belawan adalah :

(40)

muat peti kemas dari dermaga ke kapal dan sebaliknya.

b. Forklift merupakan alat angkut barang umum/general cargo dengan kapasitas

angkat tertentu dan mempunyai jangkauan pengangkat yang terbatas.

c. Tronton/Trado untuk dapat mengangkut peti kemas 20 feet dan merupakan daya

angkut yang terbatas.

d. Spreader (pengangkat peti kemas), mampu mengangkat peti kemas dan

mempunyai jangkauan pengangkatan yang fleksibel (bisa pendek maupun jauh).

Peralatan bongkar muat non mekanik adalah alat pokok penunjang pekerjaan

adalah jala-jala lambung kapal (shipside net), tali baja (wire sling), tali rami manila

(rope sling), jala-jala (wire net), jala-jala tali manila (rope net), gerobak dorong,

palet, gancu.

a. Jala-jala lambung kapal adalah segala apa yang rupanya seperti jala. Dalam hal ini

jala-jala digunakan untuk mengangkut barang dalam karung.

b. Palet adalah alat yang digunakan untuk menumpuk muatan supaya bisa diangkat

sekaligus.

c. Gancu adalah pengait yang bertangkai.

d. Gerobak dorong adalah alat angkut yang beroda dua.

2.6. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri sangat sederhana ialah alat pelindung yang dikenakan

(dipakai) oleh tenaga kerja secara langsung untuk tujuan pencegahan kecelakaan yang

(41)

pengertian seperti itu, maka alat-alat pelindung diri dapat dikelompokkan ke dalam 2

(dua) kelompok besar, yaitu :

1. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap kecelakaan kerja,

kelompok ini disebut Alat Pelindung Keselamatan Industri. Alat-alat pelindung

diri yang termasuk di dalam kelompok ini adalah alat-alat yang digunakan untuk

perlindungan ke seluruh bagian tubuh.

2. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap gangguan

kesehatan (timbulnya suatu penyakit, kelompok ini disebut Alat Pelindung

Kesehatan Industri (Suardi, 2005).

Sesungguhnya bahwa alat pelindung diri tersebut dibutuhkan apabila

bahaya-bahaya yang ada di lingkungan kerja tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat

dikendalikan baik secara teknis maupun secara administratif. Dengan demikian alat

pelindung diri merupakan pertahanan terakhir. Oleh karenanya alat pelindung diri

tidak pernah dipertimbangkan sebagai suatu pertahanan yang utama untuk

menghilangkan atau mengendalikan bahaya dalam upaya pencegahan kecelakaan

kerja (termasuk agar tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat kerja)

Suardi, (2005).

Kebanyakan alat pelindung diri mengakibatkan beberapa perasaan tidak enak dan

menghalangi gerakan atau tanggapan panca indera si pemakai. Oleh karena itu,

umumnya tenaga kerja akan menolak memakai alat pelindung diri bila diberi. Dari

(42)

perlindungan terhadap hal-hal yang tidak terduga atau hal-hal yang tidak biasa terjadi

Suardi, (2005).

Persiapan terhadap hal-hal yang tidak terduga tersebut telah menjadikan

permasalahan pribadi yang menyangkut dua masalah yang berbeda :

1. Sikap mental ke arah kebiasaan menggunakan alat-alat pelindung.

2. Pemilihan alat-alat pelindung diri yang paling baik dan dapat dipercaya (Suardi

2005).

Sikap adalah kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat. Seorang tenaga

kerja yang memiliki sikap baik diartikan sebagai seorang tenaga kerja yang memiliki

kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat baik, hal ini dapat dikembangkan ke

arah sikap selamat yang akan menghasilkan kebiasaan tenaga kerja yang selalu

berbuat selamat. Cara pengembangan sikap tersebut harus dimulai dari atas, terutama

pimpinan yang langsung menangani pekerjaan (supervisor), mereka harus menjadi

panutan atau percontohan atau suri teladan bagi para tenaga kerja (Suardi, 2005).

Sikap seorang pemimpin terhadap lingkungan kerja akan tercermin pada sikap

para tenaga kerja terhadap hal yang sama. Untuk mengembangkan sikap selamat

menjadi kebiasaan dapat dimulai dengan mengadakan pengecekan terhadap kesiapan

tenaga kerja yang akan mulai bekerja, hal ini dapat dilakukan secara rutin. Sebagai

contoh misalnya membiasakan persiapan-persiapan sebelum mulai bekerja. Pimpinan

termasuk supervisor atau kepala regu dapat mengecek perlengkapan para tenaga kerja

seperti : topi pengaman, lengan baju (tidak boleh memakai baju berlengan panjang),

(43)

Pemilihan Alat Pelindung Diri menurut Suardi 2005 :

Sekali kebutuhan akan alat-alat pelindung diri telah tertanamkan, maka

pemilihan tipe yang baik dan sesuai untuk melakukan suatu pekerjaan perlu (harus)

dilaksanakan. Oleh karenanya alat pelindung diri yang baik harus memiliki beberapa

persyaratan, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Alat-alat pelindung diri harus dapat melindungi terhadap bahaya-bahaya dimana

tenaga kerja terpajan.

b. Alat (pakaian) pelindung diri harus ringan dan efisien dalam memberi

perlindungan

c. Sebagai alat pelengkap terhadap tubuh harus fleksibel namun efektif.

d. Berat alat yang harus diterima oleh bagian tubuh, dapat ditahan dengan baik.

e. Tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri harus tidak terhalang gerakannya

maupun tanggapan panca inderanya.

f. Alat-alat pelindung diri harus tahan lama.

g. Alat-alat pelindung diri harus menarik.

h. Bagian-bagian penting yang harus sering diganti agar ada persediaannya.

i. Alat-alat pelindung diri harus tidak memberikan efek samping (bahaya tambahan

karena pemakaian) baik oleh karena bentuknya, konstruksi, bahan atau mungkin

penyalahgunaan.

Dalam pemilihan terhadap jenis alat pelindung diri yang baik dan sesuai

dengan kebutuhan (dalam rangka melindungi diri dari hal-hal yang tidak terduga),

(44)

kerja, yang akan mencakup jenis dan sifat bahaya, jangka waktu pemajanan dan batas

kemampuan alat pelindung tersebut (Suardi, 2005).

Macam-macam alat pelindung diri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Topi Pengaman (Safety Hat).

Umumnya topi pengaman (topi keselamatan) dibuat dari fiber glass, plastik atau

aluminium. Topi pengaman terutama adalah untuk melindungi kepala dari benda

jatuh. Oleh karenanya harus tahan benturan (baik dengan benda tumpul maupun

dengan benda tajam), tahan himpitan atau gencetan oleh benda keras dan berat,

harus ringan, enak dipakai, tahan lama dan tidak menghantarkan arus listrik yang

dapat mengakibatkan tenaga kerja menderita kecelakaan, tidak dapat terbakar,

tahan air. Topi pengaman yang terbuat dari aluminium umumnya digunakan

untuk pekerjaan-pekerjaan di luar gedung (terkena sinar matahari seperti di

lingkungan konstruksi dan lain-lain). Selain melindungi kepala dari benturan

benda keras (benda jatuh), juga melindungi kepala dari radiasi matahari.

b. Pelindung mata ada beberapa macam yaitu :“Spectacle goggles” (kaca mata), Cup

goggles, Cover goggles, Topeng muka (face shield).

c. Welding helmet.

d. Safety belt.

e. Pelindung tangan (sarung tangan).

f. Safety shoes (Sepatu pengaman).

Sepatu pengaman atau sepatu keselamatan umumnya dirancang untuk melindungi

(45)

benda tajam atau runcing (lempengan logam atau paku).

g. Alat-alat pelindung saluran pernapasan

Tujuan utama dalam memberi perlindungan agar tenaga kerja dapat (mampu)

bertahan terhadap bahaya-bahaya saluran pernapasan adalah dengan

mengendalikan pencemar pada sumbernya dan mencegah agar tidak masuk ke

dalam udara daerah pernapasan tenaga kerja (Suardi, 2008).

2.7. Kesehatan Kerja

Menurut Notoatmodjo, 2007 kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan

masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja

ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Apabila di

dalam kesehatan masyarakat ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan

penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka kedua hal tersebut juga

menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja. Dalam kesehatan kerja pedomannya

adalah ’’ Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah’’, maka upaya pokok

kesehatan kerja ialah pencegahan kecelakaan akibat kerja.

Salah satu tujuan utama kesehatan kerja adalah pencegahan dan

pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. Tujuan

akhir kesehatan kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan

produktif. Tujuan ini dapat dicapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang

memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya

(46)

yang cukup, bebas debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai

dengan ukuran tubuh atau anggotanya, dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2007).

2.7.1. Perilaku Kesehatan

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan ( health related behaviour) sebagai berikut ; Perilaku kesehatan (health

behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang

dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga

tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, memilih makanan, sanitasi, dan

sebagaianya. Dalam hal ini juga termasuk tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja.

Lawrence Green, 1980 menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni

faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non behaviour causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor :

Faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, tradisi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan

(47)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Dari teori Green ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,

tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu

ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan

juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku ( Notoatmodjo, 2007).

2.7.2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (comprehensian)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

(48)

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisa (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain..

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden Pengetahuan terkait dengan pencegahan kecelakaan kerja menjadi fokus

utama.

2.7.3. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

(49)

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial.

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan

untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh

berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok..

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri sikap dari beberapa tingkatan

(Notoatmodjo, 2007), yaitu :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus

yang diberikan.

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau

objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa

yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

(50)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat

dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata ”setuju” atau

”tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.

2.7.4. Kepercayaan

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (2005) kepercayaan adalah anggapan

atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata.

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2007).

Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).

Pendekatan teori Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dari

Wolinsky (dalam Kalangie, 1994), menyebutkan beberapa faktor yang memengaruhi

seseorang bertindak untuk mencari pengobatan atas penyakitnya yang menunjukkan

tingkat permintaan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Perantara.

2. Keseriusan.

3. Manfaat.

4. Hal yang memotivasi.

Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka

(51)

penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an, Health Belief Model (HBM)

diuraikan dalam usaha menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan,

dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. Health Belief Model

(HBM) digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.

Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif, yang berarti bahwa

khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut

Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan

pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau (Health

Beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved Threat of

Injury or Illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Benefits and

Costs).

Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan

muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir penyakit atau

kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bila

ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan

meningkat.

Perilaku tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada :

a. Ketidak kebalan yang dirasakan (Perceived Vulnera Bility) yang merupakan

kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut

(52)

b. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Severity) orang-orang yang mengevaluasi

seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut, mereka atau membiarkan penyakitnya

tidak ditangani.

Fokus asli dari Health Belief Model (HBM) adalah perilaku pencegahan yang

berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman penyakit

berdasarkan perilaku yang dirasakan sehingga memerlukan pemeriksaan penyakit

(cek-up) untuk pencegahan atau pemeriksaan awal (screening).

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2005),

adalah :

1. Kepercayaan.

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang-

orang tersebut terhadap kesehatan. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi

manfaat yang akan diperoleh. Kerugian yang di dapat, hambatan yang di terima

serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.

2. Sarana.

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam

munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar

belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana

kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.

3. Latar belakang.

Latar belakang yang memengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan

(53)

dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.

2.8. Landasan Teori

Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan

sejarah perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dari permulaan hingga

saat ini secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang

hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkaan, tapi kemudian pada titik tertentu

berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti kita ketahui trend yang

saat ini dominan, banyak diterapkan terutama perusahaan-perusahaan besar

disamping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh

para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir terjadinya

kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah manajemen

sebagi sebuah sistem namun, kembali pada konsep awal seperti yang dikemukakan

oleh H.W. Heinrich dengan dominasi human error/unsafe acts atau kembali ke

perilaku manusia (Riyadi, 2007).

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor

fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian

dari kesehatan kerja. Tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah mencapai kesehatan

masyarakat pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya (Notoatmodjo,

2007).

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan pendidikan,

(54)

segala unsur yang berkaitan (Suma’mur, 1997). Jadi dapat disimpulkan bahwa

keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi

hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif

dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika sedang bekerja.

Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan

tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau

(Health Beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved Threat

of Injury or Illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Benefits

and Costs).

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2005),

adalah latar belakang. Latar belakang yang memengaruhi perilaku seseorang

dalam bidang kesehatan dibedakan atas pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial

budaya yang berlaku.

Gambar

Gambar 2.1. Diagram Teori Green
Gambar 2.2. Diagram Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1   Distribusi Responden  Berdasarkan Faktor Predisposisi di Primkop                     “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan
Tabel 4.2   Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung di Primkop                     “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini terbukti bahwa minat menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan terhadap berita politik di Metro TV, yaitu pemenuhan kebutuhan kognitif adalah

Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar

Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas pelayanan , nilai nasabah dan kepuasan nasabah berpengaruh postif dan signifikan terhadap word of mouth sedangkan variabel citra

Pada praktikum kali ini tentang morfologi dan anatomi tumbuhan tingkat rendah dapat disimpulkan bahwa para praktikan dapat mengumpulkan ciri-ciri morfologi dan anatomi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat cemas pada pasien hipertensi.. Jenis penelitian ini

 The proposed architecture consists of five layers: sensing and local processing data, data collection infrastructure, data aggregation and intelligence extraction, knowledge

Keinginan yang berlebih untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadikan seseorang berbuat apa saja yang penting harpannya dapat dipenuhi, meskipun kegiatannya menimbulkan

[r]