PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA
KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN
TESIS
OLEH
SHERLY SONDANG SARAGIH 097032180/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTASKESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF PREDISPOSING AND SUPPORTING FACTORS ON THE ACCIDENTS PREVENTION OF LOADING AND UNLOADING
WORKERS AT PRIMKOP “UPAYA KARYA” SECTOR II UJUNG BARU BELAWAN HARBOR
THESIS
BY
SHERLY SONDANG SARAGIH 097032180/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA MEDAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA
KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SHERLY SONDANG SARAGIH 097032180/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP
PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN Nama Mahasiswa : Sherly Sondang Saragih
Nomor Induk Mahasiswa : 097032180
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes) (dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada tanggal : 25 Oktober 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes
Anggota : 1. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PENDUKUNG TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA TENAGA
KERJA BONGKAR MUAT DI PRIMKOP “UPAYA KARYA” SEKTOR II UJUNG BARU PELABUHAN BELAWAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka
Medan, November 2011
ABSTRAK
Kecelakaan dan sakit di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan dapat dilihat dari data berita acara kecelakaan kerja pada Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) pelabuhan Belawan dan kesehatan pelabuhan tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat 50 kasus kecelakaan akibat kerja. Tingkat kecelakaan pada tenaga kerja bongkar muat ini adalah tingkat tiga/moderate memerlukan perawatan luar sebanyak 28 kasus dan tingkat empat/major adalah cedera yang mengakibatkan cacat sebanyak dua kasus. Kecelakaan lainnya adalah kecelakaan dalam perjalanan menuju/pulang tempat kerja.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dan faktor pendukung (sarana dan prasarana dalam hal ini alat pelindung diri) terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah Explanatory research. Populasi adalah tenaga kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan sebanyak 480 orang dan sebanyak 81 orang yang dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi (sikap dan kepercayaan) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Faktor pendukung (alat pelindung diri) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Alat pelindung diri sebagai faktor pendukung paling dominan dalam pencegahan kecelakaan kerja dengan nilai koefisien B sebesar 4.010. Disarankan kepada manajemen Primkop “Upaya Karya” pelabuhan Belawan untuk menyediakan alat pelindung diri yang cukup dan lengkap (helm, sarung tangan, masker, sepatu kerja, baju kerja) dan memberikan sanksi kepada tenaga kerja yang tidak memakai alat pelindung diri dan memberikan hadiah kepada tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri.
ABSTRACT
Accidents and illness at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor can be seen from the data in the minutes of working accidents at the loading and unloading unit, Belawan harbor and the health in harbor in 2010. In 2010 there were 50 accidents caused by working accidents. The accidents rate at the loading and unloading unit was the third stage/moderate which needed ambulatory care with 28 cases and fourth stage/major in which the injuries caused handicaps with two cases. The other incidents occurred in the way to and from the working place.
The aim of this research was to analyze the influences of predisposing factors (knowledge, attitude, trust, level of education, and level of income) and supporting factors (equipment and infrastructure with regards to personal protecting device) on the prevention from working accidents to the loading and unloading workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor in 2011. The type of this reseacrh was explanatory research. The population were 480 workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor,and 81of them were used as the samples. The data were gathered by using interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression test with the level of reliability of α = 0.05.
The result of the research showed that statistically predisposing factors (attitude, and trust) influenced on the prevention from working accidents. Knowledge, level of education, whereas level of income did not influence on the prevention from the working accidents. The supporting factors (personal protective equipment) influenced on the prevention from the working accidents. Personal protective equipment as the supporting factor was the most dominant influence on the prevention of working accidents with the value of coefficient B of 4.010.
It is recommended that the management of Primkop “Upaya Karya” Belawan harbor whould provide sufficient and complete equipment and infrastructures with regards to personal protecting devices (helmets, gloves, maskers, working shoes, and working uniforms) and should give the sanctions to the employees who do not wear the protecting devices, and give rewards to the employees who wear the protecting devices.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Faktor Predisposisi
dan Faktor Pendukung terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penyususnan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan,
nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, saya ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A (K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina. M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak meluangkan waktu, memberikan sumbangan pikiran, petunjuk, saran
dan bimbingan kepada saya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
6. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku Dosen Pembimbing II yang dengan
penuh kesabaran memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan
tesis ini.
7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S selaku
tim penguji yang telah banyak memberikan kritikan dan saran demi perbaikan
tesis ini.
8. Baldwin Simatupang, BcIp.S.H, M.H selaku Kepala Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Propinsi Sumatera Utara yang telah
memberikan ijin dalam melaksanakan pendidikan.
9. Thurman SM Hutapea, BcIP.S.H, M.Hum selaku Kepala RUTAN Klas I
Medan yang telah memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan ini.
10.Kepada kedua orang tua saya (opi/omi) yang sangat saya sayangi dan
hormati, serta mertua saya yang mendukung dan mendoakan saya.
11.Suamiku tercinta, Ir. YK. Bernad Purba, terima kasih atas kesabaran,
dukungan, dan doa untuk saya.
13.Saudara-saudaraku terkasih abang, kakak, adik, atas doa dan dukungannya
kepada saya.
14.Rekan-rekan Mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja yaitu; Ade Irma Suryani, Surita
Ginting, Dameria Tarigan, Deni Yaneva, Edi Suranta Surbakti, Jenni Lilis
Suryani, Zahera Dewi, Maulana Akbar dan Togar Manalu.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, November 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Sherly Sondang Saragih lahir di Kabanjahe, tanggal 16 Oktober 1970,
merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara, dari keluarga Bapak Jamenet Saragih dan
Ruslan Sihombing.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri I
Kabanjahe selesai tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Kabanjahe
selesai tahun 1985, SMA Negeri I Kabanjahe selesai tahun 1988, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 1997.
Pada tahun 2002 hingga saat ini, Sherly Sondang Saragih bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil di Rumah Tahanan Negara Kelas I Medan sebagai staf
Administrasi dan Perawatan.
Pada tanggal 10 Oktober 1997, penulis menikah dengan Ir. YK. Bernad Purba
anak dari Bapak Drs. Jamaintan Purba dan Ibu Myliriana Saragih, dan penulis
dikaruniai satu orang putri, Hanna Christsela Purba.
Pada tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S2 Program Studi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DARFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Kecelakaan Kerja ... 10
2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja ... 11
2.3 Penyebab Kecelakaan Kerja ... 14
2.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 16
2.5 Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ... 19
2.6 Alat Pelindung Diri ... 20
2.7 Kesehatan Kerja ... 25
2.7.1. Perilaku Kesehatan ... 26
2.7.2. Pengetahuan ... 27
2.7.3. Sikap ... 28
2.7.4. Kepercayaan ... 30
2.8 Landasan Teori ... 33
2.9 Kerangka Konsep Penelitian ... 36
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Jenis Penelitian ... 37
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.3 Populasi dan Sampel ... 37
3.3.1. Populasi ... 37
3.3.2. Sampel ... 38
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39
3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39
3.5.1. Variabel Bebas ... 41
3.5.2. Variabel Terikat ... 41
3.5.3. Definisi Operasional ... 41
3.6 Metode Pengukuran ... 42
3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 42
3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 43
3.7 Metode Analisis Data ... 44
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46
4.1.1. Fasilitas-fasilitas di Pelabuhan Laut Belawan ... 46
4.1.2. Gambaran Umum Tenaga Kerja Bongkar Muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 48
4.1.3. Struktur Organisasi Primkop “Upaya Karya" Pelabuhan Belawan ... 50
4.2 Analisis Univariat ... 51
4.2.1. Faktor Predisposisi ... 51
4.2.2. Faktor Pendukung ... 52
4.2.3. Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 53
4.2.4. Pengetahuan ... 54
4.2.5. Sikap ... 57
4.2.6. Kepercayaan ... 59
4.3 Analisis Bivariat ... 62
4.3.1. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 62
4.3.2. Hubungan Faktor Pendukung dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja di Sektor II Ujung Baru ... 65
4.4 Analisis Multivariat ... 66
BAB 5. PEMBAHASAN ... 68
5.1 Pengaruh Faktor Pengetahuan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 68
5.2 Pengaruh Sikap dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 69
5.3 Pengaruh Kepercayaan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja . 71 5.4 PengaruhTingkat Pendidikan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 73
5.5 Pengaruh Tingkat Pendapatan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 73
5.6 Pengaruh Alat Pelindung Diri dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja ... 74
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
6.1. Kesimpulan ... 77
6.2. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi di Primkop
“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 52
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung di Primkop
“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 53
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Observasi Pencegahan Kecelakaan Kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru
Pelabuhan Belawan ... 53
4.4 Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Kecelakaan Kerja
di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 54
4.5 Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap di Primkop
“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 57
4.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Kepercayaan di Primkop
“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 60
4.7 Hubungan Faktor Predisposisi terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja
di Sektor II Ujung Baru PT Pelindo I Pelabuhan Belawan ... 62
4.8 Hubungan Faktor Pendukung terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja
di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru Pelabuhan Belawan ... 65
4.9 Hubungan Pengetahuan, Kepercayaan dengan Pencegahan Kecelakaan Kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II ujung baru Pelabuhan
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Diagram Teori Green ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitin ... 82
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 87
3. Data Distribusi Frekuensi ... 94
4. Pengolahan Data Uji Chi Square ... 96
5. Pengolahan Data Uji Regresi Logistik Berganda ... 101
6. Master Data Penelitian ... 105
7. Surat Ijin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 116
ABSTRAK
Kecelakaan dan sakit di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan dapat dilihat dari data berita acara kecelakaan kerja pada Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) pelabuhan Belawan dan kesehatan pelabuhan tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat 50 kasus kecelakaan akibat kerja. Tingkat kecelakaan pada tenaga kerja bongkar muat ini adalah tingkat tiga/moderate memerlukan perawatan luar sebanyak 28 kasus dan tingkat empat/major adalah cedera yang mengakibatkan cacat sebanyak dua kasus. Kecelakaan lainnya adalah kecelakaan dalam perjalanan menuju/pulang tempat kerja.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dan faktor pendukung (sarana dan prasarana dalam hal ini alat pelindung diri) terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah Explanatory research. Populasi adalah tenaga kerja di Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan sebanyak 480 orang dan sebanyak 81 orang yang dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor predisposisi (sikap dan kepercayaan) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Faktor pendukung (alat pelindung diri) berpengaruh terhadap pencegahan kecelakaan kerja. Alat pelindung diri sebagai faktor pendukung paling dominan dalam pencegahan kecelakaan kerja dengan nilai koefisien B sebesar 4.010. Disarankan kepada manajemen Primkop “Upaya Karya” pelabuhan Belawan untuk menyediakan alat pelindung diri yang cukup dan lengkap (helm, sarung tangan, masker, sepatu kerja, baju kerja) dan memberikan sanksi kepada tenaga kerja yang tidak memakai alat pelindung diri dan memberikan hadiah kepada tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri.
ABSTRACT
Accidents and illness at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor can be seen from the data in the minutes of working accidents at the loading and unloading unit, Belawan harbor and the health in harbor in 2010. In 2010 there were 50 accidents caused by working accidents. The accidents rate at the loading and unloading unit was the third stage/moderate which needed ambulatory care with 28 cases and fourth stage/major in which the injuries caused handicaps with two cases. The other incidents occurred in the way to and from the working place.
The aim of this research was to analyze the influences of predisposing factors (knowledge, attitude, trust, level of education, and level of income) and supporting factors (equipment and infrastructure with regards to personal protecting device) on the prevention from working accidents to the loading and unloading workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor in 2011. The type of this reseacrh was explanatory research. The population were 480 workers at Primkop “Upaya Karya” Sector II Ujung Baru Belawan harbor,and 81of them were used as the samples. The data were gathered by using interviews with questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression test with the level of reliability of α = 0.05.
The result of the research showed that statistically predisposing factors (attitude, and trust) influenced on the prevention from working accidents. Knowledge, level of education, whereas level of income did not influence on the prevention from the working accidents. The supporting factors (personal protective equipment) influenced on the prevention from the working accidents. Personal protective equipment as the supporting factor was the most dominant influence on the prevention of working accidents with the value of coefficient B of 4.010.
It is recommended that the management of Primkop “Upaya Karya” Belawan harbor whould provide sufficient and complete equipment and infrastructures with regards to personal protecting devices (helmets, gloves, maskers, working shoes, and working uniforms) and should give the sanctions to the employees who do not wear the protecting devices, and give rewards to the employees who wear the protecting devices.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak
korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia
ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara
dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau
kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal
dua kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan
pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah
menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam
pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (ILO, 2003) dalam Suardi, (2005).
Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu
tidaklah terjadi begitu saja. Kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan
yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan, dan kegagalan pemerintah
untuk meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan
buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja. Negara kaya sering
mengekspor pekerjaan berbahaya ke negara miskin dengan upah buruh yang lebih
murah dan standar keselamatan pekerja yang lebih rendah. Selain itu, di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, undang-undang keselamatan kerja yang
hukuman yang ringan bagi yang melanggar aturan. Padahal meningkatkan standar
keselamatan kerja yang lebih baik akan menghasilkan keuangan yang baik.
Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan sakit yang berkaitan dengan kerja
merugikan ekonomi dunia lebih dari seribu miliar dolar (850 miliar euro) di seluruh
dunia, atau 20 kali jumlah bantuan umum yang diberikan pada dunia berkembang. Di
AS saja, kecelakaan kerja merugikan pekerja puluhan miliar dolar karena
meningkatnya premi asuransi, kompensasi dan menggaji staf pengganti (Suardi,
2005).
Angka keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum ternyata masih rendah. Berdasarkan data organisasi buruh internasional di
bawah PBB (ILO), Indonesia menduduki peringkat ke-26 dari 27 negara (Suardi,
2005). Setiap tahun di seluruh dunia, terjadi jutaan kecelakan dari yang terenteng
sampai kepada yang terberat. Kerugian-kerugian bukan main hebatnya.
Dewasa ini, Jepang dan Amerika Serikat melaporkan lebih dari 2 juta
kecelakaan akibat pekerjaan setiap tahunnya, sedangkan Perancis, Republik Federasi
Jerman dan Italia melaporkan lebih dari sejuta kecelakaan setahunnya. Diduga bahwa
terjadi lebih dari 15 juta kecelakaan di seluruh dunia setiap tahunnya. Bahaya setiap
kecelakaan akibat kerja termasuk upah selama tak mampu kerja di Amerika Serikat
adalah sekitar $ 1.800. Seluruh biaya kompensasi dan pengobatan kecelakaan di
Negara itu adalah sebesar $ 665 juta ($ 535 juta untuk kompensasi dan $ 130 juta
untuk biaya perawatan) untuk 1.950.000 kecelakaan dengan kehilangan hari kerja.
adalah $ 1.360,00 yaitu 4 kali biaya langsung. Jumlah seluruhnya adalah $ 1.828,00
per satu kecelakaan sebagaimana di bulatkan kira-kira $ 1.800,00. Angka-angka
Indonesia mungkin relatif rendah, tetapi tidak berarti keadaan lebih baik, melainkan
pelaporan masih perlu ditingkatkan (Suma’mur, 1987).
Dari penyelidikan-penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya
kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80-85 %
kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu
pendapat, bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah
dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana
pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha,
insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang
melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur, 1997).
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, memegang peranan utama dalam
proses pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu
mendapat perhatian khusus baik kamampuan, keselamatan, maupun kesehatan kerja.
Risiko bahaya yang di hadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan
lingkungan kerja (Suma’mur, 1996).
Belawan merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang memiliki peran
yang sangat penting dalam kegiatan arus barang baik itu impor maupun ekspor di
wilayah pantai timur Indonesia yang berada di arus lalu lintas Selat Malaka yang
internasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder yang berfungsi melayani
kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar
dan jangkauan pelayanan yang luas serta merupakan simpul dalam jaringan
transportasi laut internasional.
Kondisi lingkungan kerja di pelabuhan laut Belawan adalah berbahaya,
mengingat betapa besarnya kapal yang berlabuh di pinggiaran laut, kedalaman laut di
pelabuhan lama dan ujung baru sekitar 8 meter, pelabuhan gabion 12 meter, pada saat
pasang naik kedalaman akan bertambah sekitar 2-3 meter. Pada saat bongkar muat
kapal bergerak kekanan dan kekiri atau kedepan atau kebelakang meskipun sudah
dipasang tali tambang ke kade, hal ini terjadi karena pengurangan atau penambahan
barang dan juga karena alur air yang bergelombang. Kecelakaan bisa terjadi apabila
tenaga kerja kurang hati-hati dalam melakukan pekerjaan.
Pekerjaan bongkar muat di Pelabuhan Belawan merupakan pekerjaan yang
mengandalkan fisik pekerja, dan dalam kondisi situasi lingkungan pekerjaan yang
dapat mengakibatkan kecelakaan ataupun gangguan kesehatan pekerja.
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Belawan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan adalah pada saat kapal berada di dermaga atau sandar. Bahaya kecelakaan
yang bisa terjadi adalah kapal menabrak dermaga, petugas pandu terpeleset dan
terjatuh saat turun ke darat, haluan kapal menabrak container crane. Pekerja tenaga
kerja bongkar muat naik ke kapal (bekerja di atas kapal), pekerja bisa terpeleset,
tersandung, kejatuhan benda di deck kapal. Pada saat bongkar muat di dermaga risiko
atas peti kemas, pekerja tertimpa petikemas, pekerja terkena peti kemas, komponen
kapal ditabrak spreader (pengangkat peti kemas), container crane roboh, container
crane tertabrak trado, pencemaran udara (gas buang dari knalpot trado, engine
container crane dan kapal.
Bongkar muat pada saat di lapangan penumpukan (container yard), pekerja
bisa tertimpa peti kemas, tertabrak trado, forklit, tertimbun barang dalam karung.
Pada pengoperasian container crane, bisa terjatuh, tertimpa, terkena peti kemas. Pada
saat perawatan dan perbaikan pekerja bisa jatuh dari ketinggian, terpeleset, terjepit,
tersengat listrik, kejatuhan benda dan kena limbah oli bekas.
Tenaga kerja bisa terjepit sewaktu memasang sling ke gancu, terjepit rip yang
tiba-tiba menegang, terjepit sewaktu memasang sepatu container di kapal dan terkena
spreader yang goyang.
Proses bongkar muat dalam 1 kapal dilakukan oleh 2-3 regu, 1 regu diatas
kapal (deck), 1 regu lagi di dermaga, dan masing-masing regu terdiri dari 12 orang.
Dalam sehari kapal yang sandar di dermaga 4-5 kapal, jumlah regu ada 40 regu
(sebanyak 480 orang). Proses bongkar muat berlangsung ketika membawa barang
dari palka (ruang-ruang dalam kapal) dan membawa barang dari kapal ke dermaga
(steverdoring). Tenaga kerja membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya
secara manual ke geladak kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang,
kemudian dengan menggunakan container crane diangkut dan disusun oleh tanaga
kerja kedalam truk. Jenis barang yang diangkat semen in bags, pupuk in bags, inti
dikemas kedalam kantong, menggunakan grek (sendok) dari kapal ke dalam truk dan
sebaliknya.
Proses bongkar muat yang dilakukan di Pelabuhan Belawan memiliki koridor
yang telah ditentukan melalui peraturan-peraturan yang mengikat antara Perusahaan
Bongkar Muat dengan Tenaga Kerja Bongkar Muat serta Penyedia Jasa Bongkar
Muat. Adapun ketentuan pelaksanaan bongkar muat, antara lain :
1. Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 1954.
2. Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 1964.
3. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1969.
4. INPRES No.4 Tahun 1985 tentang kebijakan pelaksanaan kelancaran arus
barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. Kemudian ditindaklanjuti dengan
Keputusan Menteri Perhubungan No.88/AL 305/Phb.85 dan KM No13, 1989.
5. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2002 (Gunawan, 2007).
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis di Pelabuhan Belawan
didapati bahwa jumlah Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Sektor II Ujung
Baru sebanyak 480 pekerja, berpotensi mengalami bahaya antara lain : terjatuh,
tertimpa benda, tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda, terpeleset
saat musim hujan, gerakan-gerakan melebihi kemampuan, kontak bahan-bahan
berbahaya dari semen dan pupuk curah. Potensi bahaya dapat berasal dari alat angkut,
peralatan mesin dan lingkungan kerja. Kecelakaan dapat terjadi karena kesalahan
tenaga kerja karena pengetahuan tentang lingkungan kurang, pendidikan yang rendah,
kurang karena kurang latihan, motivasi kurang karena gaji rendah, perbuatan salah
karena kondisi bahaya misalnya secara fisik tidak memakai alat pengaman, mesin
yang tidak ada pelindungnya.
Kecelakaan akibat kerja pada tenaga kerja bongkar muat pelabuhan Belawan
dapat dilihat dari data berita acara kecelakaan kerja pada Unit Usaha Jasa Bongkar
Muat (UUJBM) pelabuhan Belawan tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat 50 kasus
kecelakaan akibat kerja, yang terbagi dalam kecelakaan pada waktu melakukan
pekerjaan dan dalam perjalanan menuju/pulang tempat kerja.
Kecelakaan yang dialami sewaktu melakukan pekerjaan yang memerlukan
perawatan dengan bantuan pihak luar/tingkat tiga sebanyak 29 kasus kecelakaan.
Kecelakaan yang mengakibatkan cacat sebanyak dua kasus dan 19 kecelakaan dalam
perjalanan menuju/pulang dari tempat kerja.
Kegiatan bongkar muat mempunyai risiko untuk terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang bersumber dari faktor predisposisi yakni pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan. Faktor pendukung yaitu
alat pelindung diri yang disediakan oleh Primkop “Upaya Karya”.
Tingkat kecelakaan kerja dibagi dalam lima bagian yaitu :
1. Tingkat 1 dengan kriteria Insignificant/tidak signifikan, tidak ada cidera.
2. Tingkat 2 dengan kriteria Minor/Minor, memerlukan perawatan medis P3K,
on site release langsung dapat ditangani.
3. Tingkat 3 dengan kriteria Moderate/sedang, memerlukan perawatan medis, on site
4. Tingkat 4 dengan kriteria Major/Mayor, cidera yang mengakibatkan cacat/hilang
fungsi tubuh secara total, off site release tanpa efek merusak.
5. Tingkat 5 dengan kriteria Catastrophic/bencana, menyebabkan kematian, off site
release bahan toksik dan efeknya merusak (Prihandono, 2010).
Tingkat kecelakaan pada tenaga kerja bongkar muat di Sektor II Ujung Baru
adalah tingkat tiga dan tingkat empat. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka
penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh faktor predisposisi dan faktor
pendukung terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di
Primkop “Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan.
1.2. Permasalahan
Apakah faktor predisposisi dan faktor pendukung berpengaruh terhadap
pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya
Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi dan faktor pendukung
terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop
“Upaya Karya” Sektor II Ujung Baru pelabuhan Belawan.
1.4. Hipotesis
kecelakaan kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Primkop “Upaya Karya” Sektor
II Ujung Baru pelabuhan Belawan.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Diharapkan tenaga kerja bongkar muat dapat mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dengan perilaku sehat dan memakai alat
pelindung diri setiap melakukan pekerjaan.
1.5.2. Secara teoritis, dapat menambah khasanah keilmuan Kesehatan
Masyarakat K3 dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
1.5.3. Bagi manajemen Primkop “Upaya Karya” pelabuhan Belawan sebagai
bahan masukan dalam upaya melaksanakan peraturan
perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan menyediakan
alat pelindung diri yang cukup dan lengkap (helm, sarung tangan,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan,
biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).
Menurut (OHSAS 18000, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian,
luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu.
Definisi kecelakaan akibat kerja menurut Suma’mur (1987), kecelakaan akibat
kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan.
Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua
permasalahan penting, yaitu :
1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik.
Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan misalnya kelengahan,
kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya. Sedangkan kondisi-kondisi
lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin
2.2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Terkena arus listrik
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi
i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak
cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.
2. Klasifikasi menurut penyebab :
a. Mesin
. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik . Mesin penyalur (= transmisi)
. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam
. Mesin-mesin pengolah kayu
. Mesin-mesin pertanian
. Mesin-mesin pertambangan
. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut
. Mesin angkat dan peralatannya
. Alat angkutan di atas rel
. Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api, alat angkutan udara
. Alat angkutan air
. Alat-alat angkutan lain
c. Peralatan lain
. Bejana bertekanan
. Dapur pembakar dengan pemanas
. Instalasi pendingin
. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik
(tangan)
. Alat-alat listrik (tangan)
. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik
. Tangga
. Perancah
. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi
. Bahan peledak
. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak
. Benda-benda melayang
. Radiasi
e. Lingkungan kerja
. Di luar bangunan
. Di dalam bangunan
. Di bawah tanah
f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak
memadai.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
a. Patah tulang
b. Dislokasi/keseleo
c. Regang otot/urat
d. Memar dan luka dalam yang lain
e. Amputasi
f. Luka-luka lain
g. Luka dipermukaan
h. Gegar dan remuk
i. Luka bakar
j. Keracunan-keracunan mendadak (= akut)
k. Akibat cuaca, dan lain-lain
l. Mati lemas
m. Pengaruh arus listrik
n. Pengaruh radiasi
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh
a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
g. Kelainan umum
h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut (Suma’mur,
1987).
Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan,
bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh
berbagai faktor, penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung
mengakibatkan kecelakaan dan meyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai
penyebab kecelakaan meyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang
sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab
dapat dipakai untuk menggolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka
akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya.
Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan.
2.3. Penyebab Kecelakaan Kerja
berbagai negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu bahwa kecelakaan
disebabkan oleh dua golongan penyebab :
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act).
2. Kadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions).
Sekalipun rumit permasalahan sebab-sebab kecelakaan, secara sederhana
dapat dikatakan, bahwa penyebab-penyebab kecelakaan paling utama ditemukan
tidak pada mesin-mesin yang paling berbahaya (seperti mesin gergaji sirkuler, mesin
pengaduk dan mesin tekan) atau zat-zat yang paling berbahaya (seperti bahan-bahan
peledak atau cairan-cairan yang mudah menyala), tetapi pada kegiatan yang biasa
seperti terantuk, terjatuh, bekerja tidak tepat atau penggunaan perkakas tangan dan
tertimpa oleh benda jatuh ( Suma’mur, 1987).
Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua yakni:
a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi keselamatan
misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.
Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan
karena faktor manusia.
b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition,
misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Heinrich (1931) dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya
Teori Domino. Teori ini menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang
lima domino yang berdiri sejajar yaitu : kebiasaan seseorang, perbuatan dan kondisi
tak aman (hazard), kecelakaan, serta cidera (Suardi, 2005).
Birds (1967) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan
teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu
:manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian (Suardi, 2005).
Dalam konteks ini, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik
dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa
faktor, diantaranya :
1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat
udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda-
benda padat.
3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.
4. Faktor fisiologis, seprti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau
dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya (Suardi, 2005).
2.4. Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :
1. Perundang - undangan, yaitu ketentuan -ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi -kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan
tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPK, dan pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi
mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan
jenis- jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higene
umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan - ketentuan
perundang undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengamanan, pengujian alat - alat
perlindungan tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelahaan
tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat
dan peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset Medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan
patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang
mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola - pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik,
sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
8. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja
9. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain
untuk menimbulkan sikap untuk selamat ( Suma’mur, 1997).
10.Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan
misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
11.Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama
efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan
terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung
kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak.
Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar, antara lain :
a. Menurut Silalahi dan Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus
didekati dua aspek, yakni : aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin,
letak dan lain sebagainya) dan aspek yang lainnya adalah aspek perangkat lunak
(manusia dan segala unsur yang berkaitan).
b. Menurut Julian B. Olishifki (1985) dalam Silalahi (1995) bahwa pencegahan
yang profesional adalah:
. memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja,
kerja, material dan struktur perencanaan.
. memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada
dalam perusahaan tersebut.
. memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada
Dari uraian beberapa pakar di atas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah pada
intinya perlu memperhatikan empat faktor yakni : lingkungan, manusia, peralatan,
bahaya (hal-hal yang membahayakan).
2.5. Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Belawan adalah pada saat kapal berada
di dermaga atau sandar. Pekerja tenaga kerja bongkar muat naik ke kapal (bekerja di
atas kapal), pada saat bongkar muat di dermaga pekerja melakukan bongkar muat
sewaktu berada di atas peti kemas, pada saat di lapangan penumpukan dan pada saat
perawatan dan perbaikan peralatan. Pekerja bekerja diketinggian, diatas petikemas
dan container crane.
Proses bongkar muat berlangsung ketika membawa barang dari palka
(ruang-ruang dalam kapal) dan membawa barang dari kapal ke dermaga (steverdoring).
Tenaga kerja membawa barang dari palka kapal maupun sebaliknya secara manual ke
geladak kapal, menyusun barang kedalam jala-jala barang, kemudian dengan
menggunakan conteiner crane diangkut dan disusun oleh tanaga kerja kedalam truk
Proses bongkar muat dalam 1 kapal dilakukan oleh 2-3 regu, 1 regu diatas
kapal (deck), 1 regu lagi di dermaga, dan masing-masing regu terdiri dari 12 orang.
Dalam sehari kapal yang sandar di dermaga 4-5 kapal.
Sarana kerja adalah peralatan yang digunakan sewaktu melakukan pekerjaan.
Peralatan yang ada di pelabuhan Belawan adalah :
muat peti kemas dari dermaga ke kapal dan sebaliknya.
b. Forklift merupakan alat angkut barang umum/general cargo dengan kapasitas
angkat tertentu dan mempunyai jangkauan pengangkat yang terbatas.
c. Tronton/Trado untuk dapat mengangkut peti kemas 20 feet dan merupakan daya
angkut yang terbatas.
d. Spreader (pengangkat peti kemas), mampu mengangkat peti kemas dan
mempunyai jangkauan pengangkatan yang fleksibel (bisa pendek maupun jauh).
Peralatan bongkar muat non mekanik adalah alat pokok penunjang pekerjaan
adalah jala-jala lambung kapal (shipside net), tali baja (wire sling), tali rami manila
(rope sling), jala-jala (wire net), jala-jala tali manila (rope net), gerobak dorong,
palet, gancu.
a. Jala-jala lambung kapal adalah segala apa yang rupanya seperti jala. Dalam hal ini
jala-jala digunakan untuk mengangkut barang dalam karung.
b. Palet adalah alat yang digunakan untuk menumpuk muatan supaya bisa diangkat
sekaligus.
c. Gancu adalah pengait yang bertangkai.
d. Gerobak dorong adalah alat angkut yang beroda dua.
2.6. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri sangat sederhana ialah alat pelindung yang dikenakan
(dipakai) oleh tenaga kerja secara langsung untuk tujuan pencegahan kecelakaan yang
pengertian seperti itu, maka alat-alat pelindung diri dapat dikelompokkan ke dalam 2
(dua) kelompok besar, yaitu :
1. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap kecelakaan kerja,
kelompok ini disebut Alat Pelindung Keselamatan Industri. Alat-alat pelindung
diri yang termasuk di dalam kelompok ini adalah alat-alat yang digunakan untuk
perlindungan ke seluruh bagian tubuh.
2. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap gangguan
kesehatan (timbulnya suatu penyakit, kelompok ini disebut Alat Pelindung
Kesehatan Industri (Suardi, 2005).
Sesungguhnya bahwa alat pelindung diri tersebut dibutuhkan apabila
bahaya-bahaya yang ada di lingkungan kerja tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat
dikendalikan baik secara teknis maupun secara administratif. Dengan demikian alat
pelindung diri merupakan pertahanan terakhir. Oleh karenanya alat pelindung diri
tidak pernah dipertimbangkan sebagai suatu pertahanan yang utama untuk
menghilangkan atau mengendalikan bahaya dalam upaya pencegahan kecelakaan
kerja (termasuk agar tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat kerja)
Suardi, (2005).
Kebanyakan alat pelindung diri mengakibatkan beberapa perasaan tidak enak dan
menghalangi gerakan atau tanggapan panca indera si pemakai. Oleh karena itu,
umumnya tenaga kerja akan menolak memakai alat pelindung diri bila diberi. Dari
perlindungan terhadap hal-hal yang tidak terduga atau hal-hal yang tidak biasa terjadi
Suardi, (2005).
Persiapan terhadap hal-hal yang tidak terduga tersebut telah menjadikan
permasalahan pribadi yang menyangkut dua masalah yang berbeda :
1. Sikap mental ke arah kebiasaan menggunakan alat-alat pelindung.
2. Pemilihan alat-alat pelindung diri yang paling baik dan dapat dipercaya (Suardi
2005).
Sikap adalah kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat. Seorang tenaga
kerja yang memiliki sikap baik diartikan sebagai seorang tenaga kerja yang memiliki
kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat baik, hal ini dapat dikembangkan ke
arah sikap selamat yang akan menghasilkan kebiasaan tenaga kerja yang selalu
berbuat selamat. Cara pengembangan sikap tersebut harus dimulai dari atas, terutama
pimpinan yang langsung menangani pekerjaan (supervisor), mereka harus menjadi
panutan atau percontohan atau suri teladan bagi para tenaga kerja (Suardi, 2005).
Sikap seorang pemimpin terhadap lingkungan kerja akan tercermin pada sikap
para tenaga kerja terhadap hal yang sama. Untuk mengembangkan sikap selamat
menjadi kebiasaan dapat dimulai dengan mengadakan pengecekan terhadap kesiapan
tenaga kerja yang akan mulai bekerja, hal ini dapat dilakukan secara rutin. Sebagai
contoh misalnya membiasakan persiapan-persiapan sebelum mulai bekerja. Pimpinan
termasuk supervisor atau kepala regu dapat mengecek perlengkapan para tenaga kerja
seperti : topi pengaman, lengan baju (tidak boleh memakai baju berlengan panjang),
Pemilihan Alat Pelindung Diri menurut Suardi 2005 :
Sekali kebutuhan akan alat-alat pelindung diri telah tertanamkan, maka
pemilihan tipe yang baik dan sesuai untuk melakukan suatu pekerjaan perlu (harus)
dilaksanakan. Oleh karenanya alat pelindung diri yang baik harus memiliki beberapa
persyaratan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Alat-alat pelindung diri harus dapat melindungi terhadap bahaya-bahaya dimana
tenaga kerja terpajan.
b. Alat (pakaian) pelindung diri harus ringan dan efisien dalam memberi
perlindungan
c. Sebagai alat pelengkap terhadap tubuh harus fleksibel namun efektif.
d. Berat alat yang harus diterima oleh bagian tubuh, dapat ditahan dengan baik.
e. Tenaga kerja yang memakai alat pelindung diri harus tidak terhalang gerakannya
maupun tanggapan panca inderanya.
f. Alat-alat pelindung diri harus tahan lama.
g. Alat-alat pelindung diri harus menarik.
h. Bagian-bagian penting yang harus sering diganti agar ada persediaannya.
i. Alat-alat pelindung diri harus tidak memberikan efek samping (bahaya tambahan
karena pemakaian) baik oleh karena bentuknya, konstruksi, bahan atau mungkin
penyalahgunaan.
Dalam pemilihan terhadap jenis alat pelindung diri yang baik dan sesuai
dengan kebutuhan (dalam rangka melindungi diri dari hal-hal yang tidak terduga),
kerja, yang akan mencakup jenis dan sifat bahaya, jangka waktu pemajanan dan batas
kemampuan alat pelindung tersebut (Suardi, 2005).
Macam-macam alat pelindung diri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Topi Pengaman (Safety Hat).
Umumnya topi pengaman (topi keselamatan) dibuat dari fiber glass, plastik atau
aluminium. Topi pengaman terutama adalah untuk melindungi kepala dari benda
jatuh. Oleh karenanya harus tahan benturan (baik dengan benda tumpul maupun
dengan benda tajam), tahan himpitan atau gencetan oleh benda keras dan berat,
harus ringan, enak dipakai, tahan lama dan tidak menghantarkan arus listrik yang
dapat mengakibatkan tenaga kerja menderita kecelakaan, tidak dapat terbakar,
tahan air. Topi pengaman yang terbuat dari aluminium umumnya digunakan
untuk pekerjaan-pekerjaan di luar gedung (terkena sinar matahari seperti di
lingkungan konstruksi dan lain-lain). Selain melindungi kepala dari benturan
benda keras (benda jatuh), juga melindungi kepala dari radiasi matahari.
b. Pelindung mata ada beberapa macam yaitu :“Spectacle goggles” (kaca mata), Cup
goggles, Cover goggles, Topeng muka (face shield).
c. Welding helmet.
d. Safety belt.
e. Pelindung tangan (sarung tangan).
f. Safety shoes (Sepatu pengaman).
Sepatu pengaman atau sepatu keselamatan umumnya dirancang untuk melindungi
benda tajam atau runcing (lempengan logam atau paku).
g. Alat-alat pelindung saluran pernapasan
Tujuan utama dalam memberi perlindungan agar tenaga kerja dapat (mampu)
bertahan terhadap bahaya-bahaya saluran pernapasan adalah dengan
mengendalikan pencemar pada sumbernya dan mencegah agar tidak masuk ke
dalam udara daerah pernapasan tenaga kerja (Suardi, 2008).
2.7. Kesehatan Kerja
Menurut Notoatmodjo, 2007 kesehatan kerja adalah aplikasi kesehatan
masyarakat dalam suatu tempat kerja dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja
ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Apabila di
dalam kesehatan masyarakat ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan
penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan), maka kedua hal tersebut juga
menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja. Dalam kesehatan kerja pedomannya
adalah ’’ Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah’’, maka upaya pokok
kesehatan kerja ialah pencegahan kecelakaan akibat kerja.
Salah satu tujuan utama kesehatan kerja adalah pencegahan dan
pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. Tujuan
akhir kesehatan kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan ini dapat dicapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya
yang cukup, bebas debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai
dengan ukuran tubuh atau anggotanya, dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2007).
2.7.1. Perilaku Kesehatan
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan ( health related behaviour) sebagai berikut ; Perilaku kesehatan (health
behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan, memilih makanan, sanitasi, dan
sebagaianya. Dalam hal ini juga termasuk tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja.
Lawrence Green, 1980 menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni
faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non behaviour causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor :
• Faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, tradisi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
• Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan
• Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Dari teori Green ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan
juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku ( Notoatmodjo, 2007).
2.7.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehensian)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisa (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain..
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden Pengetahuan terkait dengan pencegahan kecelakaan kerja menjadi fokus
utama.
2.7.3. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial.
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan
untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh
berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok..
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri sikap dari beberapa tingkatan
(Notoatmodjo, 2007), yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus
yang diberikan.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat
dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata ”setuju” atau
”tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.
2.7.4. Kepercayaan
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (2005) kepercayaan adalah anggapan
atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata.
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2007).
Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).
Pendekatan teori Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dari
Wolinsky (dalam Kalangie, 1994), menyebutkan beberapa faktor yang memengaruhi
seseorang bertindak untuk mencari pengobatan atas penyakitnya yang menunjukkan
tingkat permintaan pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Perantara.
2. Keseriusan.
3. Manfaat.
4. Hal yang memotivasi.
Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka
penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an, Health Belief Model (HBM)
diuraikan dalam usaha menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan,
dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. Health Belief Model
(HBM) digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan.
Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif, yang berarti bahwa
khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut
Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan
pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau (Health
Beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved Threat of
Injury or Illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Benefits and
Costs).
Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan
muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berfikir penyakit atau
kesakitan betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bila
ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan
meningkat.
Perilaku tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada :
a. Ketidak kebalan yang dirasakan (Perceived Vulnera Bility) yang merupakan
kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut
b. Keseriusan yang dirasakan (Perceived Severity) orang-orang yang mengevaluasi
seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut, mereka atau membiarkan penyakitnya
tidak ditangani.
Fokus asli dari Health Belief Model (HBM) adalah perilaku pencegahan yang
berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman penyakit
berdasarkan perilaku yang dirasakan sehingga memerlukan pemeriksaan penyakit
(cek-up) untuk pencegahan atau pemeriksaan awal (screening).
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2005),
adalah :
1. Kepercayaan.
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang-
orang tersebut terhadap kesehatan. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi
manfaat yang akan diperoleh. Kerugian yang di dapat, hambatan yang di terima
serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit.
2. Sarana.
Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam
munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar
belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana
kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.
3. Latar belakang.
Latar belakang yang memengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan
dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.
2.8. Landasan Teori
Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan
sejarah perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dari permulaan hingga
saat ini secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang
hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkaan, tapi kemudian pada titik tertentu
berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti kita ketahui trend yang
saat ini dominan, banyak diterapkan terutama perusahaan-perusahaan besar
disamping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh
para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir terjadinya
kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah manajemen
sebagi sebuah sistem namun, kembali pada konsep awal seperti yang dikemukakan
oleh H.W. Heinrich dengan dominasi human error/unsafe acts atau kembali ke
perilaku manusia (Riyadi, 2007).
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor
fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian
dari kesehatan kerja. Tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah mencapai kesehatan
masyarakat pekerja dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya (Notoatmodjo,
2007).
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan pendidikan,
segala unsur yang berkaitan (Suma’mur, 1997). Jadi dapat disimpulkan bahwa
keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi
hidupnya dan yang berhubungan dengan itu, dengan melakukan tindakan preventif
dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika sedang bekerja.
Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan
tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau
(Health Beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (percieved Threat
of Injury or Illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Benefits
and Costs).
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menurut Notoatmodjo (2005),
adalah latar belakang. Latar belakang yang memengaruhi perilaku seseorang
dalam bidang kesehatan dibedakan atas pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial
budaya yang berlaku.