THE INFLUENCE OF PREDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS ON MEAL PATTERNS OF SENIOR HIGH STUDENTS
IN SHAFIYYATUL AMALIYYAH EDUCATION FOUNDATION IN MEDAN
TESIS
Oleh
RAMADANI PRATIWI 087032005/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENDORONG TERHADAP POLA MAKAN SISWI SMA
YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN
TESIS
Oleh
RAMADANI PRATIWI 087032005/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENDORONG TERHADAP POLA MAKAN SISWI SMA YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN Nama Mahasiswa : Ramadani Pratiwi
Nomor Induk Mahasiswa : 087032005
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
ABSTRAK
Keberhasilan pembangunan dapat memberi dampak negatif antara lain dampak perubahan pola makan. Pola makan bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan cepat saji, yang banyak mengandung lemak, gula dan garam tetapi miskin serat. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan gizi pada remaja akan menimbulkan masalah, baik berupa masalah gizi kurang maupun lebih. Hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 25 siswi di SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyatul Amaliyyah Medan, sebanyak 60% siswi mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (uang saku dan tingkat aktivitas), dan faktor pendorong (teman dan promosi makanan cepat saji) terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Jenis penelitian adalah survei analitik. Populasi penelitian adalah siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas X, XI, XII yang berjumlah 122 orang. Besar sampel sebanyak 94 orang, yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pola makan dengan Formulir Food Recall dan Food Frequency. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan antara faktor predisposisi (sikap) terhadap pola makan (tingkat asupan energi) siswi. Ada pengaruh yang signifikan antara faktor predisposisi (pengetahuan) terhadap pola makan (tingkat asupan protein) siswi.
Disarankan kepada pihak-pihak terkait (sekolah, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan) untuk melakukan upaya promotif dan preventif tentang pola makan yang sehat. Remaja perlu memahami pola makan yang sehat agar dapat mencegah dan menanggulangi akibat pola makan yang salah secara mandiri.
ABSTRACT
The success of development can bring a negative impact such as the changes of meal pattern. The meal pattern shifts from traditional to fast food diets containing fat, sugar and salt but fiber. The imbalance between the intakes of the nutritional needs in the teenagers will cause problems, either the problem of malnutrition or excess nutrients. The result of preliminary survey done by the researcher to 25 female students of SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyyatul Amaliyyah Medan showed that 60% of the female students consumed fast food diet every day.
The purpose of this study was to analyze the influence of predisposing factors such as knowledge and attitude, the reinforcing factors like pocket money and their activities, and the enabling factors such as school mates and fast food promotions on the student’s meal pattern of SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. The study was conducted based on analytical survey. The population were the female students of Shafiyyatul Amaliyyah Medan of X, XI, and XII grades totaling 122. The number of sample, which was taken by using simple random sampling, were 94. The data were collected by distributing a questionnaire to the students concerning with their meal pattern covering food recall and food frequency. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.
The result of this study showed that there was significant influence between attitude on students’ meal pattern (energy intake). There was a significant influence between knowledge on students’ meal pattern (protein intake).
It is suggested that some concerned institutions (schools, the educational office, and the health office) do promotion and preventive efforts on student’s meal pattern. Teenagers need to have some knowledge of healthy food so that they can protect themselves individually.
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan serta
memberikan rasa sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan judul “ Pengaruh Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung dan Faktor Pendorong terhadap Pola Makan Siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan”.
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM). Sp.A (K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prof. Dr. Dra. Ida
Yustina, M.Si yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes
selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan
pengarahan sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.
5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen
Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran.
6. Kepada kedua orang tua tersayang Drs. Irwandy, M.Pd dan Dra. Yanny
Dalwati atas segala dukungan, kesabaran dan pengertiannya.
7. Teristimewa buat suami saya yang tercinta dan tersayang M. Oky Fardian
Gafari serta ananda Azzalia Thabina yang penuh pengertian, kesabaran,
pengorbanan.
8. Kepala Sekolah SMA Yayasan Shaffiyatul Amaliyyah Medan yang telah
banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.
10.Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat
mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Medan, Mei 2011
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan... 9
1.3. Tujuan Penelitian... 9
1.4. Hipotesis ... 10
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA... 11
2.1. Pola Makan ... 11
2.1.1 Pola Makan Keluarga... 12
2.1.2 Pola Makan Remaja ... 13
2.2. Perkembangan Remaja ... 14
2.2.1 Pengertian Remaja ... 14
2.2.2 Fisiologi Remaja ... 14
2.2.3 Gizi Remaja... 15
2.3. Metode Pengukuran Pola Makan ... 20
2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan pada Remaja ... 22
2.4.1 Faktor Predisposisi ... 23
2.4.2 Faktor Pendukung ... 29
2.4.3 Faktor Pendorong ... 33
2.5. Landasan Teori... 34
2.6. Kerangka Konsep ... 35
BAB 3. METODE PENELITIAN... 37
3.1. Jenis Penelitian ... 37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.3. Populasi dan Sampel ... 38
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43
3.7. Metode Analisis data... 48
BAB 4. HASIL PENELITIAN... 50
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50
4.2. Analisis Univariat ... 51
4.2.1. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Makan ... 51
4.2.2. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi ... 56
4.2.3. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendukung... 61
4.2.4. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendorong ... 62
4.3. Analisis Bivariat... 63
4.4. Analisis Multivariat... 66
4.4.1. Pemilihan Variable yang Dimasukkan ke Dalam Uji Multivariat ... 67
4.4.2. Penentuan Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Pola Makan ... 68
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Faktor Predisposisi ... 70
5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pola Makan Siswi ... 70
5.1.2. Pengaruh Sikap terhadap Pola Makan Siswi... 72
5.2. Faktor Pendukung ... 73
5.2.1. Pengaruh Tingkat Aktivitas terhadap Pola Makan Siswi... 73
5.2.2. Pengaruh Uang Saku terhadap Pola Makan Siswi ... 74
5.3. Faktor Pendorong ... 75
5.3.1. Pengaruh Dukungan Teman terhadap Pola Makan Siswi ... 75
5.3.2. Pengaruh Promosi Makanan Cepat Saji terhadap Pola Makan Siswi ... 77
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 79
6.2. Saran... 79
DAFTAR PUSTAKA... 80
ABSTRAK
Keberhasilan pembangunan dapat memberi dampak negatif antara lain dampak perubahan pola makan. Pola makan bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan cepat saji, yang banyak mengandung lemak, gula dan garam tetapi miskin serat. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan gizi pada remaja akan menimbulkan masalah, baik berupa masalah gizi kurang maupun lebih. Hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 25 siswi di SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyatul Amaliyyah Medan, sebanyak 60% siswi mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (uang saku dan tingkat aktivitas), dan faktor pendorong (teman dan promosi makanan cepat saji) terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Jenis penelitian adalah survei analitik. Populasi penelitian adalah siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas X, XI, XII yang berjumlah 122 orang. Besar sampel sebanyak 94 orang, yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pola makan dengan Formulir Food Recall dan Food Frequency. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan antara faktor predisposisi (sikap) terhadap pola makan (tingkat asupan energi) siswi. Ada pengaruh yang signifikan antara faktor predisposisi (pengetahuan) terhadap pola makan (tingkat asupan protein) siswi.
Disarankan kepada pihak-pihak terkait (sekolah, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan) untuk melakukan upaya promotif dan preventif tentang pola makan yang sehat. Remaja perlu memahami pola makan yang sehat agar dapat mencegah dan menanggulangi akibat pola makan yang salah secara mandiri.
ABSTRACT
The success of development can bring a negative impact such as the changes of meal pattern. The meal pattern shifts from traditional to fast food diets containing fat, sugar and salt but fiber. The imbalance between the intakes of the nutritional needs in the teenagers will cause problems, either the problem of malnutrition or excess nutrients. The result of preliminary survey done by the researcher to 25 female students of SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyyatul Amaliyyah Medan showed that 60% of the female students consumed fast food diet every day.
The purpose of this study was to analyze the influence of predisposing factors such as knowledge and attitude, the reinforcing factors like pocket money and their activities, and the enabling factors such as school mates and fast food promotions on the student’s meal pattern of SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. The study was conducted based on analytical survey. The population were the female students of Shafiyyatul Amaliyyah Medan of X, XI, and XII grades totaling 122. The number of sample, which was taken by using simple random sampling, were 94. The data were collected by distributing a questionnaire to the students concerning with their meal pattern covering food recall and food frequency. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.
The result of this study showed that there was significant influence between attitude on students’ meal pattern (energy intake). There was a significant influence between knowledge on students’ meal pattern (protein intake).
It is suggested that some concerned institutions (schools, the educational office, and the health office) do promotion and preventive efforts on student’s meal pattern. Teenagers need to have some knowledge of healthy food so that they can protect themselves individually.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Dalam hal ini remaja
sangat berperan sebagai SDM yang diharapkan produktivitasnya untuk mencapai
keberhasilan tersebut. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan
oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan
pangan yang dikonsumsi oleh remaja.
Indonesia pada saat ini mengalami permasalahan gizi ganda yaitu ketika
permasalahan gizi kurang belum terselesaikan, muncul masalah gizi lebih. Tingginya
angka kesakitan dan kematian ibu dan anak balita di Indonesia sangat berkaitan
dengan buruknya status gizi, sementara pada sekelompok masyarakat terutama di
kota-kota besar masalah kesehatan masyarakat justru dipicu dengan adanya kelebihan
gizi. (Hadi, 2005).
Keberhasilan pembangunan dapat memberi dampak negatif antara lain
sebagai dampak perubahan gaya hidup diantaranya perubahan pola makan.
Peningkatan pendapatan akan mendorong perubahan pola makan, terutama di daerah
perkotaan. Pola makan bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan yang
Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan proses pematangan
manusia. Pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan
meliputi perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang
terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara
asupan kebutuhan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi
kurang maupun gizi lebih. (Jeliffe, 1989).
Kehadiran makanan cepat saji (fast food) dalam industri makanan Indonesia
dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan cepat saji mengandung lemak,
protein, dan garam yang relatif tinggi dan jika dikonsumsi secara berkesinambungan
dan berlebihan dapat mengakibatkan masalah gizi lebih.
Gizi lebih pada usia remaja dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik
ataupun mental. Pola makan yang tinggi kalori dan aktifitas fisik yang kurang diduga
berperan penting terhadap terjadinya peningkatan prevalensi obesitas. Obesitas
remaja dapat persisten menjadi obesitas pada dewasa yang dapat menyebabkan resiko
penyakit-penyakit degeneratif dan kardiovaskuler.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education Authority
(2002), usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih menu makanan
cepat saji. Walaupun di Indonesia belum ada data pasti, keadaan tersebut dapat
dipakai sebagai cermin dalam tatanan masyarakat kita, bahwa rentang usia tersebut
adalah golongan pelajar dan pekerja muda (Rumawas, 2006). Penelitian yang
tersebut juga menemukan fakta, 50 persen dari remaja yang mengalami obesitas
ternyata pengonsumsi setia makanan cepat saji.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khomsiyah pada tahun 1998 di
Semarang menunjukkan bahwa remaja yang mengunjungi restoran makanan cepat
saji rata-rata masih berpendidikan SMP dan SMU dan berasal dari keluarga ekonomi
menengah keatas. Frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji rata-rata
1-2 kali semingu. Jenis makanan cepat saji yang sering dikonsumsi adalah fried
chicken dan French fries. Jenis minuman yang dikonsumsi adalah soft drink.
Sebagian besar remaja berstatus gizi obes memiliki kebiasaan makan lebih pada saat
sedih dari pada saat senang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2007) di Lampung,
sebagian besar frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji di restoran
waralaba berkisar antara 1 – 10 kali dalam sebulan.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa, pola makan ala barat dengan menu
seperti hamburger, kentang goreng, kue pie, sosis, daging merah, gandum olahan,
makanan olahan dari susu lemaktinggi dan beraneka saus bisa berpengaruh negatif
terhadap kesehatan mental remaja. Penelitian terhadap 1.600 orang remaja usia 14
tahun ini dilakukan oleh Telethon Institut for Child Health Research (TICHR) di
Subiaco,Perth, Australia bagian Barat tahun 2004. Tim peneliti yang diketuai Wendy
menemukan bahwa pola makanan ala Barat tersebut membuat seseorang cenderung
Kudapan dan minuman ringan tak sehat seperti soft drink, permen, chitato,
bakso goreng dan lain-lain sudah terlalu banyak dijual dipasaran dan terbiasa
dikonsumsi sehari-hari. Pada anak remaja kudapan berkontribusi 30 % atau lebih dari
total asupan kalori remaja setiap hari. Tetapi kudapan ini sering mengandung tinggi
lemak, gula dan natrium dan dapat meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi.
Oleh karena itu, remaja harus didorong untuk lebih memilih kudapan yang sehat.
Gangguan emosi merupakan sebab terpenting obesitas pada remaja. Pada anak
yang bersedih hati dan memisahkan diri dari lingkungannya timbul rasa lapar yang
berlebihan sebagai kompensasi terhadap masalahnya. Adakalanya kebiasaan makan
yang berlebihan ini akan berubah dengan menghilangnya gangguan emosi yang di
deritanya. (Solihin, 2003).
Selain itu faktor yang turut berpengaruh terhadap pola makan pada remaja
adalah faktor aktivitas yang banyak dilakukan remaja diluar rumah membuat seorang
remaja sering dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi
didasarkan pada kandungan gizi, akan tetapi lebih untuk bersosialisasi dan
kesenangan.
Anderson (2006) mengungkapkan bahwa menonton televisi dihubungkan
dengan kualitas pola makan yang buruk. Analisa dilakukan terhadap 564 pelajar SMP
dan 1366 pelajar SMU pada tahun 1998-1999 (Waktu 1) dan pendataan ulang lima
tahun kemudian (waktu 2). Responden dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu
penonton televisi terbatas (<2 jam /hari), penonton televisi cukup (2-5 jam/hari), dan
waktu 1, ditemukan bahwa berkurangnya asupan buah dan meningkatnya konsumsi
minuman manis setelah lima tahun. Sedangkan pelajar SMU bila menonton televisi
lebih dari lima jam sehari setelah lima tahun mengurangi konsumsi buah, sayur,
gandum utuh dan makanan kaya kalsium, akan tetapi meningkatkan konsumsi
makanan gorengan, makanan cepat saji, produk makanan ringan, dan minuman manis
(produk-produk yang umumnya diiklankan di televisi). Kebiasaan makan yang
diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan
selanjutnya setelah dewasa dan berusia lanjut.
Data status gizi remaja tahun 2005 di wilayah DKI Jakarta berdasarkan
kategori kurus terdapat 12,42% dan kategori gemuk sebesar 5,98%, sedangkan angka
nasional untuk kategori kurus adalah sebesar 14,7% dan gemuk sebesar 4,3%
(Depkes RI 2004).
Menurut Allecia Mcleod (2006), frekuensi makan makanan cepat saji para
remaja yaitu sekali seminggu atau lebih mencapai 41,1% (n = 85) dan mayoritas
tempat makanan cepat saji yang dikunjungi adalah Mc Donald sebesar 41,2%.
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Purwaningsih di Semarang tahun 2005
menunjukkan semakin tinggi kontribusi makanan cepat saji pada total energi,
semakin tinggi risiko terjadinya obesitas pada siswa.
Modernisasi dan kecendrungan pasar global yang mulai dirasakan di sebagian
besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada masyarakat beberapa
kemajuan dalam kehidupan dan pelayanan yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi
langsung telah mengarahkan terjadinya penyimpangan pola makan yang berperan
penting terhadap munculnya obesitas (Hadi, 2002). Saat ini terdapat bukti bahwa
prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di
seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di
negara-negara maju seperti di Eropa, USA dan Australia telah mencapai tingkatan
epidemi.
Akan tetapi, hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa
negara berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih
serius. Sebagai contoh, 70% penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk kategori
obes (WHO, 1998).
Penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa prevalensi
obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan 13,8% pada kelompok
umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998).
Di Cina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obes, sedangkan di
Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar antara 5-11% (Ito &
Murata, 1999).
Adanya kecenderungan perubahan pola konsumsi makan dari makanan
tradisional ke makanan impor (modern) terlihat pada masyarakat perkotaan,
khususnya di kalangan remaja. Survei obesitas yang dilakukan pada anak remaja
siswa-siswi SMA di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan
2% remaja di pedesaan mengalami obesitas (Hadi,2004). Kajian penelitian ini
kategori suka terhadap makanan cepat saji. Adapun jenis makanan cepat saji yang
dipilih remaja adalah fried chicken dan roasted chicken, burger, pizza, dan spaghetti.
Waktu yang dipilih oleh sebagian besar remaja dalam mengonsumsi makanan cepat
saji adalah siang dan sore yaitu sebanyak 30 orang (39,47%) siang hari dan 25 orang
(32,89%) sore hari. Frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji di
restoran waralaba terbesar yaitu 1 - 3 kali dalam sebulan yaitu sebanyak 57 orang
(75%).
Berdasarkan hasil penelitian Martha (2009) yang dilakukan di Yayasan
Pendidikan Swasta SMA Raksana Medan dari 120 orang siswi sebanyak 48 orang
(40,33%) mengalami obesitas, overweight sebanyak 11 orang (9,24%), normal
sebanyak 46 orang (39,49%), kurus sebanyak 14 orang (10,92%). Hal ini disebabkan
oleh pola makan yang berlebih yang dapat dilihat dari jumlah siswi yang
mengonsumsi Kentucky Fried Chicken (KFC) sebanyak 2-3 kali seminggu yaitu
sebesar 43,69% (52 orang).
Dari survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Yayasan Pendidikan
Shafiyyatul Amaliyyah Medan diketahui bahwa para siswi memiliki pola makan
berlebih, hal ini didukung oleh letak Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah
yang strategis berada dipusat kota Medan. Walaupun sekolah menyediakan makan
siang gratis untuk para siswa, namun di sekitar lingkungan Pendidikan Shafiyyatul
Amaliyyah Medan banyak dijumpai penjual makanan yang serba instan (cepat saji)
menjual makanan serba instan lainnya. Hal inilah yang mendukung para siswa untuk
cenderung mengonsumsi makanan berlebih.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 25 siswa di SMA Yayasan
Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan, jumlah siswa yang mengonsumsi
makanan cepat saji 1 x seminggu seperti beef burger, KFC,spaghetti dan meat lovers
sebanyak 10 orang (40%) sedangkan sebanyak 15 siswa (60%) mengonsumsi
makanan cepat saji setiap hari seperti bakso dan mie instan karena makanan cepat saji
tersebut tersedia di kantin sekolah yang selalu dikonsumsi pada jam istirahat sekolah.
Masalah pola makan yang berlebih diatas termasuk kedalam masalah perilaku.
Untuk menganalisis masalah perilaku, konsep yang sering digunakan adalah konsep
dari Green (1980). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007) perilaku dipengaruhi
oleh tiga faktor utama yaitu : faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor
pendorong. Faktor predisposisi adalah faktor pencetus timbulnya perilaku yang
berasal dari diri siswi sendiri seperti pengetahuan dan sikap siswi terhadap pola
makan yang baik. Faktor pendukung yaitu faktor yang mendukung timbulnya
perilaku, seperti uang saku dan tingkat aktivitas siswi. Faktor pendorong yaitu faktor
yang memperkuat untuk berperilaku seperti dukungan teman dan adanya promosi
makanan cepat saji.
Berbagai penelitian diatas menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhi
pola makan pada para siswi baik dari faktor siswi sendiri, keterpaparan media seperti
iklan/promosi makanan cepat saji, banyaknya jumlah restoran makanan cepat saji,
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis faktor
predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong yang mempengaruhi pola
makan pada siswi. Penelitian ini dikhususkan kepada para siswi agar populasi lebih
homogen dikarenakan adanya perbedaan jumlah kebutuhan asupan kalori dan protein
antara laki-laki dan perempuan. Hal yang sama juga terdapat pada tingkat aktivitas
yaitu adanya perbedaan antara keluaran energi pada kegiatan laki-laki dan
perempuan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “bagaimana pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor
pendorong terhadap pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul
Amaliyyah Medan tahun 2010?.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor
pendukung (uang saku, aktivitas), dan faktor pendorong (dukungan teman, promosi
makanan cepat saji) terhadap pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan
1.4. Hipotesis
Berdasarkan permasalahannya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ada pengaruh faktor-faktor (pengetahuan, sikap, uang saku, promosi makanan siap
saji, teman dan aktivitas) terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Pendidikan
Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2010.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Sebagai informasi bagi para siswi agar senantiasa menjalani pola makan yang
sehat.
b. Sebagai informasi bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan kesadaran
para siswa-siswi untuk melakukan pola makan yang sehat.
c. Sebagai informasi dan masukan bagi Puskesmas agar dapat menjalankan
program perbaikan gizi institusi khususnya ke sekolah-sekolah dengan lebih
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Makan
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk
Farida Baliwati. dkk, 2004 : 69).
Santosa dan Ranti (2004 : 89) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan
makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu.
Pendapat dua pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum bahwa
pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap
hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang
berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan negatif.
Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang
berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau
makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk,
menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih
makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994).
Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai tanggapan pengaruh
psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial (Soehardjo, 1996).
2.1.1. Pola Makan Keluarga
Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap anak, hal ini karena
di dalam keluargalah anak memperoleh pengalaman pertama dalam kehidupannya.
Dalam hal ini orang tua mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk kesukaan
makan anak-anaknya, karena orang tua adalah model pertama yang dilihat oleh anak.
Hubungan social yang dekat yang berlangsung lama antara anggota keluarga
memungkinkan bagi anggotanya mengenal jenis makanan yang sama dengan
keluarga (Karyadi, 1990).
Menurut Khumaidi (1994), sikap anak terhadap makanan dipengaruhi oleh
pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa kanak-kanak tentang apa dan
bagaimana makan. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan
hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat mereka makan untuk
memenuhi rasa laparnya serta dari hubungan emosional antara anak-anak dengan
2.1.2. Pola Makan Remaja
Berdasarkan hasil penelitian Frank Gc yang dikutip oleh Moehyi (1992),
mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan anak dengan ukuran
tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake
kalori, sementara makanan jajanan menyediakan kalori 25%. Anak obes ternyata
akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada waktu siang
dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama. Anak sekolah terutama pada
masa remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan merupakan
salah satu factor penting yang turut menentukan potensi pertumbuhan dan
perkembangan remaja.
Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja
menurut Sediaoetama (2004) yang disajikan pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Jumlah porsi makanan yang dianjurkan pada usia remaja
Makan pagi 06.00-07.00 WIB
Makan siang 13.00-14.00 WIB
Makan malam 20.00 WIB Nasi 1 porsi 100 gr beras
Telur 1 butir 50 gr Susu sapi 200 gr
Nasi 2 porsi 200 gr beras Daging 1 porsi 50 gr Tempe 1 porsi 50 gr Sayur 1 porsi 100 gr Buah 1 porsi 75 gr
2.2. Perkembangan Remaja 2.2.1. Pengertian Remaja
WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual.
Definisi tersebut dikemukakan dalam 3 kriteria, yaitu : biologis, psikologis dan sosial
ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi remaja adalah suatu
masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seks
sekundernya sampai ia mencapai matang seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak
menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja.
Walaupun batasan tersebut didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita,
batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut
dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun
(Sarwono, 2000).
2.2.2. Fisiologi Remaja
Selama masa remaja terjadi perubahan tubuh secara fisik yang diakibatkan
oleh pengaruh hormonal. Fase pertumbuhan yang tercepat pada masa remaja ini
di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa rata-rata perempuan mengalami masa
pacu tumbuh linier pada usia 10-13 tahun, sedangkan pada pria antara 12-15 tahun.
Pertumbuhan maksimal yang terjadi baik dalam hal tinggi badan, berat badan dan
juga pada pertumbuhan komposisi tubuh (Sayogo, 1992).
Di dalam kehidupan, masa pacu tumbuh ini terjadi dua kali, yaitu pada masa
bayi dan masa remaja. Disebut juga pertumbuhan dan perkembangan pada masa
remaja sangat berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Pada perempuan pacu
tumbuh terjadi lebih awal daripada laki-laki, sehingga pada usia 11-13 tahun
perempuan lebih besar daripada laki-laki, dan pada usia 13-14 tahun perempuan lebih
tinggi dan lebih berat daripada laki-laki (Harini, 2005).
Dikemukakan pula oleh Samsudin (1985) pada masa remaja terjadi
perkembangan yang meliputi seluruh kepribadian baik berupa fisik, mental, emosi
dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi adalah pertumbuhan tinggi dan berat badan,
timbulnya ciri-ciri seks sekunder seperti bulu-bulu disekitar alat kelamin dan pada
bagian tubuh lainnya, membesarnya buah dada, menstruasi pada perempuan, dan
lain-lain. Sedangkan perubahan mental dan emosi adalah remaja mulai berfikir kritis
mengenai dirinya dan lingkungannya.
2.2.3. Gizi remaja
Mengonsumsi makanan dari restoran makanan cepat saji, terutama yang
menyediakan menu Western Style, semakin sering ditemukan di masyarakat kota-kota
banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan cepat saji umumnya cepat dalam
penyajian (Khomsan, 2003)
Kebiasaan makan ini ternyata menimbulkan masalah baru karena makanan
siap saji umumnya mengandung lemak, karbohidrat, dan garam yang cukup tinggi
tetapi sedikit kandungan vitamin larut air dan serat. Bila konsumsi makanan jenis ini
berlebih akan menimbulkan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko
beberapa penyakit degeneratif yang saat ini menempati urutan pertama penyebab
kematian.
Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski asupan
kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium dan
beberapa vitamin ternyata masih kurang.
Makanan olahan, seperti yang dinyatakan dalam iklan televisi, secara
berlebihan, meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu
banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jenis
ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada
makanan olahan yang mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami
perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).
Snack mencakup hampir 40% kalori diet remaja. Es krim, es krim kocok
(shake), hamburger, dan pizza memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi
lemak, natrium dan kalori. Remaja sangat sering mengonsumsi makanan yang ada
pada restoran makanan cepat saji yang mempunyai menu terbatas dan sering
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada
kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut.
Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan
berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke
dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko
penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit
kantong empedu, beberapa jenis kanker, dan berbagai gangguan kulit.
Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan
pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih
banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian
masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga,
kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, disamping
itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami
obesitas (Arisman, 2004).
Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang
pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, disamping aktivitas fisik
yang tinggi. Besar kecilnya angka kecukupan energi sangat dipengaruhi oleh lama
serta intensitas kegiatan jasmani tersebut (Almatsier, 2001).
Penentuan kebutuhan akan zat gizi secara umum didasarkan pada
Recommended Daily Allowances (RDA) yang disusun berdasarkan perkembangan
jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya berdasarkan data yang diperoleh
dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial.
WHO menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah
10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat
(Almatsier, 2001).
Secara garis besar, remaja putra membutuhkan lebih banyak energi ketimbang
remaja putri. Pada usia 16 tahun remaja putra membutuhkan sekitar 3.470 kkal
perhari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia 16-19 tahun. Kebutuhan remaja putri
memuncak pada usia 12 tahun (2.550 kkal), kemudian menurun menjadi 2.200 kkal
pada usia 18 tahun (Arisman, 2004).
Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat
menyebabkan obesitas. Kelebihan protein memberatkan ginjal dan hati yang harus
memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Batas yang dianjurkan untuk
konsumsi protein adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk protein.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (WKNPG VI) tahun 1998 menganjurkan
angka kecukupan gizi (AKG) protein untuk remaja 1,5 - 2,0 gr/kg BB/hari. AKG
protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk perempuan dan
55-66 gr per hari untuk laki-laki.
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO menganjurkan
konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi total dianggap baik untuk
kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak essensial dan untuk
Tabel 2.2 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada Remaja
Jenis Kelamin
Umur (thn) Berat badan (kg)
Energi(kkal) Protein (gr)
Laki-laki 10-12 35 2050 50
13-15 46 2400 60
16-19 55 2600 65
Perempuan 10-12 37 2050 50
13-15 48 2350 57
16-19 50 2200 50
Sumber : Depkes RI, 2004
Perubahan gaya hidup suatu masyarakat dalam kaitannya dengan makanan
berkaitan juga pada perubahan budaya. Makanan alamiah yang berasal dari pertanian
seperti beras, gandum, jagungmenjadi lebih menarik lagi apabila diolah dengan lebih
modern sesuai dengan tuntutan zaman. Makanan siap saji menjadi lebih diminati
karena dianggap lebih cepat dan praktis sebab dapat menunjang kebutuhan
masyarakat urban yang sangat sibuk bekerja. Dengan demikian perkembangan dan
peningkatan perekonomian sebagian masyarakat juga membentuk kebiasaan
makannya. Perubahan gaya hidup muncul ketika orang lebih tertarik dengan makanan
siap saji yang ditawarkan di daerah pertokoan elit (dengan tempat yang nyaman dan
menarik) dan hal itu dianggapnya dapat memberikan nilai tambah baginya.
Selain itu perubahan gaya hidup tersebut juga membawa perubahan persepsi
pada masyarakat terhadap makanan, yaitu munculnya persepsi masyarakat konsumtif
(the consumer society) Perilaku konsumtif muncul karena adanya unsur teknologi,
seperti iklan yang menawarkan berbagai kebutuhan manusia akan makanan. Melalui
untuk membeli. Kesadaran manusia seakan terstruktur oleh keinginan, impian,
imajinasi terhadap pesan yang disampaikan oleh “tanda” (sign) pada makanan (label
makanan, tayangan iklan, penyajian di tempat mewah dan sebagainya).
2.3 Metode Pengukuran Pola Makan
Metode pengukuran pola makan untuk individu, antara lain :
1. Metode Foodrecall 24 jam
2. Metode estimated food records
3. Metode penimbangan makanan (food weighing)
4. Metode dietary history
5. Metode frekuensi makanan (food frequency)
1. Metode Food Recall 24 Jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Hal penting
yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh
cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif,
maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan
menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa
berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan
2. Estimated Food Records
Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan
minum setiap kali sebelum makan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga) atau
menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari
berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
3. Penimbangan Makanan (Food Weighing)
Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan
mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Penimbangan
makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana
penelitian dan tenaga yang tersedia. Perlu diperhatikan, bila terdapat sisa makanan
setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah
sesungguhnya makanan yang dikonsumsi.
4. Metode Riwayat Makan (Dietary History Method)
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1
tahun). Burke (1974) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
- Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam), yang
mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24
jam terakhir.
- Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari sejumlah
bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah
- Komponen ketida adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai
cek ulang.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengumpulan data adalah keadaan
musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti awal bulan, hari raya dan
sebagainya.
5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti
hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar
makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan
makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam
frekuensi yang cukup sering oleh responden.
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan pada Remaja
Sebagaimana kita ketahui bahwa pola makan adalah perilaku yang ditempuh
seseorang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan
setiap hari meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makanan yang
berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Perilaku sangat
mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Menurut Green dalam
1. Faktor Predisposisi(predisposing factors), yaitu : faktor pencetus timbulnya
perilaku seperti : umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, keyakinan,
paritas dan lain sebagainya.
2. Faktor Pendukung (enabling factors), yaitu : faktor yang mendukung timbulnya
perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber daya yang ada di masyarakat.
3. Faktor Pendorong (reinforcing factors), yaitu : faktor yang memperkuat atau
mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya :
teman.
2.4.1 Faktor Predisposisi (Faktor Predisposing)
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman
dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2005).
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif terbagi atas enam tingkatan
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
organisasi, dan masih ada kaitannyan satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pengetahuan gizi diartikan sebagai semua yang diketahui tentang makanan,
faedah makanan bagi kesehatan ( Moehyi, 1999). Suhardjo (1996) mengatakan bahwa
pengetahuan gizi membicarakan tentang makanan beserta unsur gizinya dalam
hubungannya dengan kesehatan, pertumbuhan, bekerjanya jaringan dan anggota
tubuh secara normal serta produktivitas kerja. Menurut Almatsir (2002), pengetahuan
gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan
Dalam penelitian Asmini (2009) tingkat pengetahuan gizi siswa-siswi di
Madrasah Tsanawiyah Negeri Langgudu Kabupaten Bima sebagian besar dalam
kategori baik sebanyak 45 (54,2%) orang dari 83 siswa dan yang mempunyai status
gizi baik sebanyak 48 siswa (57,8%).
Dalam penelitian Muniroh (2000), menunjukkan tingkat pengetahuan gizi
remaja di Jombang adalah baik sebesar 81,5% tetapi masih terdapat remaja yang
berstatus gizi kurang sebesar 20% walaupun pengetahuan gizinya baik.
Pengetahuan siswi tentang gizi dan pola makan yang sehat akan membentuk
sikap siswi terhadap pola makan sehari-harinya dan selanjutnya akan mendorong para
siswi untuk tidak melakukan pola makan berlebih.
b. Sikap
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pola makan berlebih adalah sikap
remaja. Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan ataosisi bagi
seseorang untuk berperilaku (Green, 1980).
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yanu kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku atau merespons sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun
rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predispg saling menunjang
yaitu: komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen
konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai
oleh individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek
subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif merupakan aspek
kecendrungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.
Interaksi antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila
dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus
mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen
sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang
menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga
konsistensi itu tercapai kembali (Azwar, 2007).
Menurut penelitian Setyaningrum dalam Sahri (2008) saat ini masyarakat
cenderung lebih menyukai makanan cepat saji yang tinggi lemak, protein, karbohidrat
dan garam yang berdampak meningkatnya kecenderungan kelebihan berat badan.
Sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak sesuai dengan sikap objek, jumlah sikap senantiasa terarah terhadap suatu
objek, tidak ada sikap tanpa objek. (Purwanto, 1994)
Menurut Notoatmodjo (2000) sikap positif adalah sikap sesuai dengan yang
diharapkan berupa menerima, bersahabat, ingin membantu, penuh inisiatif dan ingin
bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini sesuai dengan teori Notoadmodjo (2005) di mana sikap merupakan
reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan pencetus suatu
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan sikap itu mempunyai
3 komponen yaitu kepercayaan, evaluasi, emosional terhadap suatu objek dan
kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama membentuk sikap
yang utuh. Dalam penentuan sikap ini pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung
ataupun tidak langsung.
Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu
terhadap hal-hal tertentu. Walaupun sikap belum merupakan suatu tindakan aktivitas
tetapi merupakan pencetus suatu tindakan atau perilaku. Sikap ini dapat bersifat
positif, dan dapat pula bersifat negatif. Sikap positif ditunjukkan dengan cara
menghindari konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan sedangkan sikap negatif
ditunjukkan dengan seringnya siswa mengkonsumsi makanan cepat saji.
Terkait dengan teori diatas peneliti berpendapat bahwa pengaruh sikap yang
baik terhadap efek dari makanan cepat saji akan mempengaruhi kesehatan siswa dan
menjaga pola hidup siswa itu sendiri.
Hasil penelitian Susanti (2008) terhadap 96 orang siswi SMA 2 Jember yaitu
untuk mengetahui hubungan sikap siswi terhadap makanan cepat saji. Hasil uji
statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap siswa terhadap
2.4.2 Faktor Pendukung (Faktor Enabling)
a. Uang Saku
Pada Endromono, 2006 menyatakan bahwa pemberian uang saku terhadap
remaja juga bisa menjadi pemicu mereka untuk membeli makanan cepat saji, karena
semakin besar uang saku yang mereka peroleh maka semakin besar kemungkinan
mereka untuk membeli atau mengonsumsi makanan cepat saji, karena harga makanan
cepat saji dipasaran cenderung tinggi.
Sebenarnya tanpa disadari, orang tua juga ikut andil dengan kebiasaan seorang
siswa dalam mengkonsumsi makanan cepat saji tersebut, dengan jalan memberikan
uang saku dan membiarkan anaknya jajan Akibatnya anak menjadi lebih sering dan
terbiasa mengkonsumsi makanan cepat saji.
Besarnya uang saku yang diberikan kepada siswa dan kurangnya kontrol dari
orang tua mengakibatkan siswa sering mengonsumsi makanan cepat saji yang dapat
berdampak tidak baik terhadap kesehatan mereka pada masa yang akan datang. Dari
hasil peneliti diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar uang saku yang
diperoleh siswa maka akan semakin besar pula peluang mereka untuk membeli
makanan cepat saji, karena mereka akan berpikir jika mereka membeli makanan cepat
saji akan lebih simpel dari pada mereka membawa makanan dari rumah atau masak
sendiri.
Hasil peneltian Novasari (2009) terhadap 87 orang siswa Lembaga Bahasa
dan Pendidikan Profesional LIA (LBPP-LIA) di Palembang untuk mengetahui
statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara uang saku dengan
perilaku mengonsumsi makanan cepat saji siswa LBPP-LIA.
b. Aktivitas
Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan gerakan dan
mengeluarkan energi. Dalam penelitian ini aktivitas yang diteliti adalah klasifikasi
aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat.
Beberapa pakar mempunyai pengertian tentang aktivitas fisik, antara lain
menurut Almatsier (2003) mengatakan bahwa aktivitas fisik dapat didefinisikan
sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.
Sedangkan Fathonah (1996) menyatakan bahwa aktivitas dibagi menjadi dua yaitu
aktivitas fisik internal dan eksternal. Aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas
dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas
eksternal yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang
dilakukan seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi. Dari beberapa
pengertian yang dikemukakan aktivitas fisik merupakan suatu kondisi yang
memerlukan tingkatan gerakan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang
dikeluarkan, sehingga kalori per jam akan berkurang tergantung tingkat aktivitasnya.
Aktivitas remaja sebagian besar banyak dilakukan di sekolah selama 8 jam
meliputi kegiatan belajar dan bermain saat istirahat. Aktivitas berada dirumah kurang
lebih 5-6 jam meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan
bermain di lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan asupan
Tingkat aktivitas remaja laki-laki dan perempuan sangat berbeda, untuk
remaja laki-laki tingkat aktivitasnya lebih tinggi daripada perempuan. Berdasarkan
pedoman Centre for Disease Control/CDC (2002) aktivitas remaja dapat
diklasifikasikan menurut tingkatannya antara lain aktivitas fisik ringan, sedang dan
berat yang dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.2 Jenis-jenis Aktifitas Remaja Macam Kegiatan
Ringan :
Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi, berdandan, berjalan lambat, dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa menggerakkan lengan.
Sedang :
Bermain dengan mendorong benda, bermain pingpong, menyetrika, merawat tanaman, menjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak menggerakkan lengan.
Berat :
Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat benda, berlari, mengepel, basket, berenang, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain dengan banyak menggerakkan lengan.
Sumber : Huriyati, dkk, 2004
Aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan
lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar
kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi
pada kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24
jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL
merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam
∑ (PAR x w) PAL = _________________
24 jam Keterangan :
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis
kegiatan per satuan waktu tertentu)
w : Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/
UNU 2001) :
1) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69
2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99
3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40
Berbagai sarana dan fasilitas memadai hingga gerak atau aktivitas menjadi
semakin terbatas. Hidup terasa santai karena segalanya sudah tersedia sehingga dapat
berakibat menghambat gerak atau aktivitas yang pada akhirnya terjadi
ketidakseimbangan antara asupan pangan dan pengeluaran energi. Dampak
penumpukan lemak menyebabkan penumpukan lemak yang berlebihan yang disebut
2.4.3 Faktor Pendorong (Faktor Reinforcing)
a. Teman
Teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar pada remaja dalam hal
memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat
menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan dirinya. (Arisman,
2004)
b. Promosi Makanan Cepat Saji
Remaja usia sekolah juga merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif
rentan terhadap iklan terutama iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya
iklan-iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau
bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya. Pada umumnya fungsi dari iklan
adalah untuk memberi informasi dan melakukan persuasi. Tujuan dari pemberian
informasi adalah untuk memperkenalkan produk baru atau perubahan produk lama
(Sabda, 2009)
Walaupun iklan adalah suatu informasi yang diperlukan oleh konsumen namun
dalam hal ini pengaruh iklan adalah hal yang kurang baik, karena jika siswa
terpengaruh iklan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji maka mereka justru akan
mengurangi pola makan yang seharusnya (pola makan sehat).
Remaja belum mempunyai kematangan cara berpikir dan bertindak. Ia berada
pada tahap sosialisasi dengan melakukan pencarian informasi di sekitarnya dalam
anak adalah dari keluarga. Setelah itu, ia mengumpulkan informasi lainnya dari teman
sebaya, sekolah, masyarakat dan media massa.
Kenyataan ini perlu dicermati secara kritis karena iklan bisa membentuk pola
makan yang buruk pada masa remaja. Padahal makanan yang dikonsumsi pada masa
remaja akan menjadi dasar bagi kondisi kesehatan di masa dewasa dan tua nanti.
Gencarnya iklan produk makanan di media massa, terutama televisi. Karena jiwanya
masih labil, maka remaja usia sekolah mudah sekali menjadi korban iklan. Terutama
jika yang diiklankan adalah produk makanan baru, mereka tertarik untuk
mencobanya.
2.5 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis faktor predisposisi, factor
pendukung dan factor pendorong yang mempengaruhi pola makan pada siswi SMA
Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan adalah teori model Green (1980).
Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua
determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor perilaku)
dan nonbehavioral factors (faktor nonperilaku). Selanjutnya Green menganalisis,
bahwa factor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :
1. Faktor Predisposisi yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang,
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan dan sebagainya.
2. Faktor Pendukung adalah faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi
untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Rumah Sakit, Puskesmas, dana dan
sebagainya.
3. Faktor Pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku
sehat, tetapi tidak melakukannya. Misalnya keluarga, teman, tokoh masyarakat,
petugas kesehatan dan sebagainya.
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari skema Green (1980) seperti
yang dapat dilihat dibawah ini :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Faktor pendukung - Uang saku - Aktivitas
Faktor pendorong
- Dukungan Teman - Promosi Makanan
cepat saji
Pola Makan : - jumlah energi - jenis
- frekuensi Faktor predisposisi
[image:46.612.133.520.389.627.2]- Pengetahuan - Sikap
Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan
adanya pengetahuan dan sikap seseorang serta faktor-faktor dari luar orang tersebut
(lingkungan). Kemudian pengetahuan, sikap dan lingkungan (uang saku, promosi
makanan cepat saji dan aktivitas serta teman) tersebut diketahui, dipersepsikan dan
diyakini sehingga menimbulkan suatu niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian survei yang bersifat
analitik dengan menggunakan desain sekat silang (cross sectional study) untuk
mempelajari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat melalui uji hipotesis.
Studi cross sectional melakukan pengamatan terhadap variabel pada saat bersamaan
dan hanya dilakukan satu kali (Notoatmodjo, 2002).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah
Medan dengan pertimbangan berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan,
bahwa letak sekolah sangat strategis yaitu dekat dengan pusat penjualan makanan
cepat saji, ditambah lagi dikantin sekolah banyak sekali tersedia makanan cepat saji
(hamburger, hot dog, pizza, dan lain-lain), dan juga banyak siswi yang menderita
obesitas. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada 25 siswa di SMA Yayasan
Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan, jumlah siswa yang mengonsumsi
makanan cepat saji 1 x seminggu seperti beef burger, spaghetti dan meat lovers
sebanyak 10 orang (40%) sedangkan sebanyak 15 siswa (60%) mengonsumsi
makanan cepat saji setiap hari seperti bakso dan mie instan karena makanan cepat saji
Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan
Desember 2010.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswi SMA Yayasan
Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas X, XI dan XII yang berjumlah 122
orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebahagian dari siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul
Amaliyah Medan yang besarnya ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Soekidjo, 2002)
N
n = ___________________ 1 + N (d2)
122
n =___________________ 1 + 122 (0,052)
n = 93,48 = 94 orang
Keterangan :
N = besar populasi
n = besar sampel
Diketahui populasi (N) = 122 orang, didapat dari bagian administrasi sekolah yang
terdiri dari :
- Kelas X = 37 orang
- Kelas XI = 48 orang
- Kelas XII = 37 orang
Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah sampel adalah 94 orang yang
tersebar pada kelas X, XI, XII. Alokasi siswi terpilih dari masing-masing kelas
ditetapkan secara alokasi proporsional (proportional allocation). Untuk mengambil
sampel dari setiap kelas dilakukan dengan metode simple random sampling, yaitu
mengambil sampel dengan acak atau undian sampai memenuhi jumlah sampel yang
diinginkan (Arikunto, 2000).
Jumlah sampel adalah 94 orang, dengan rincian sebagai berikut :
- Kelas X : 37x 94 orang = 28 orang 122
- Kelas XI : 48 x 94 orang = 38 orang 122
- Kelas XII : 37x 94 orang = 28 orang 122
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari :
1. Data primer meliputi data responden mengenai pola makan, pengetahuan,
saji dan promosi makanan cepat saji yang diambil secara langsung melalui
kuesioner berupa angket, formulir food recall dan formulir food frequency.
2. Data sekunder mencakup data gambaran umum SMA Yayasan Pendidikan
Shafiyyatul Amaliyyah Medan yang diperoleh dari bagian administrasi
sekolah. Data tersebut terdiri atas jumlah siswi dan jumlah kelas yang ada
dengan cara melihat dan mengambil data dasar para siswi ke bagian arsip
SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur itu mengukur apa yang
ingin diukur (Singarimbun, 1991). Reliabilitas menunjukkan adanya
konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu. Suatu skala
ukur dikatakan reliabilitas apabila alat ukur tersebut bila digunakan berulang
kali menunjukkan hasil yang sama (konsisten).
Pada penelitian ini uji coba dilakukan terhadap kuesioner pengetahuan dan
sikap siswi kepada 30 orang responden di SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan yang
memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian seperti banyaknya
makanan cepat saji yang dijual baik di dalam sekolah maupun diluar sekitar sekolah.
Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan cara melakukan
korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya (Singarimbun,
1991). Untuk penentuan validitas menggunakan Korelasi Pearson (r) yang dapat
tabel. Nilai korelasi r berkisar antara 0-1. Keputusan uji bila r hitung > r tabel maka
Ho ditolak artinya variabel valid.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan mengukur sekali saja dengan
menggunakan teknik Alpha Cronbach minimal 0,70 (Nunnaly and Bernstein, 1994).
Uji reliabilitas diperoleh dengan cara membandingkan nilai Cronbach Alpha dengan
α = 5%, jika nilai Cronbach alpha > α maka pertanyaan tersebut reliabel. Hasil
analisis menunjukkan semua butir pertanyaan (18 pertanyaan untuk pengetahuan dan
21 pertanyaan untuk sikap) dapat digunakan karena r hitung lebih besar dari r tabel
yaitu : 0,361 untuk 30 responden sehingga memenuhi syarat validitas dan nilai alpha
lebih besar dari 0,70 sehingga memenuhi syarat reliabilitas. Adapun untuk variabel
pola makan digunakan Formulir Food Recall dan Formulir Food Frequenyc, variabel
uang saku.tingkat aktivitas, dukungan teman terhadap makanan cepat saji dan
promosi makanan cepat saji digunakan kuesioner berupa wawancara. Hasil uji
validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
Variabel r-tabel r-hitung Alpha Keterangan
Tabel 3.1. (Lanjutan)
Variabel r-tabel r-hitung Alpha Keterangan
Pengetahuan 11 0,361 0,614 0,971 Valid dan Reliabel Pengetahuan 12 0,361 0,896 0,967 Valid dan Reliabel Pengetahuan 13 0,361 0,806 0,968 Valid dan Reliabel Pengetahuan 14 0,361 0,841 0,968 Valid dan Reliabel Pengetahuan 15 0,361 0,773 0,969 Valid da