HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH DENGAN USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTRI DI KECAMATAN SECANGGANG,
KABUPATEN LANGKAT
Oleh:
HILNA KHAIRUNISA SHALIHA
070100062
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH DENGAN USIA MENARCHE PADA REMAJA PUTRI DI KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN
LANGKAT
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
Oleh:
HILNA KHAIRUNISA SHALIHA 070100062
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Usia Menarche pada Remaja Putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat
Nama : Hilna K Shaliha NIM : 070100062
Pembimbing
( dr. Muara P. Lubis, Sp.OG ) NIP: 197510232008121001
Penguji II
( dr. Rina Amelia, MARS) NIP: 197604202003122002
Penguji I
( dr. Zairul Arifin, Sp.A, DAFK ) NIP: 194604061969021001
Medan, Desember 2010 Dekan
ABSTRAK
Menarche adalah siklus menstruasi pertama sekali yang dialami wanita. Studi epidemiologis mengungkapkan fenomena yang menunjukan fakta bahwa usia menarche wanita di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini semakin cepat. Penurunan usia menarche mungkin mencerminkan status gizi yang lebih baik dan membaiknya kesehatan umum. Status Gizi dapat diinterpretasikan dari Indeks Massa Tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan usia menarche pada remaja putrid di kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain crossectional, dengan jumlah sampel 73 orang remaja putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Teknik pengambilan sampel adalah non-probability sampling dengan cara consecutive sampling. Teknik analisis data yang digunakan yaitu korelasi bivariat product pearson moment.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia remaja putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat adalah 12,7 ± 0,938 tahun. Rata-rata tinggi badan adalah 149 ± 0,7 cm. Berat badan rata-rata sebesar 42,9 ± 0,72 kg. Rata – rata IMT 19,3 ± 2,8 kg/m2 dan rata – rata usia menarche adalah usia 12,3 ± 0,95 tahun. Dari hasil analisis dua arah Korelasi Pearson, didapati kesimpulan bahwa ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan usia Menarche, dengan tingkat hubungan adalah sedang (r=0,463, p<0,001). Dari hasil penelitian ini disarankan agar dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap variable-variabel lain yang mungkin akan mempengaruhi usia menarche, misalnya sosial ekonomi, pola makan, aktivitas olahraga dan sebagainya.
ABSTRACT
Menarche was the first menstrual cycle experienced by women. Epidemiological studies reveal that the phenomenon shown in the fact that the age of menarche among women was decreased these days. Decrease in age of menarche may reflect a better nutritional status and general health improvement. Nutritional status can be interpreted by Body Mass Index (BMI). The aim of this study was to identify the correlation between BMI with age of menarche among girl adolescent in Secanggang, Langkat.
The study design of this analitic study is cross-sectional, which is conducted by 73 girls adolescent in Secanggang, Langkat. The sampling technique is a non-probability sampling by consecutive sampling. The data analysis technique used is Pearson product moment bivariate correlations.
Results showed the average age of girls adolescent in Secanggang, Langkat is 12.7 ± 0.938 years. The average of height is 149 ± 0.7 cm. The average of weight is 42.9 ± 0.72 kg. The average of BMI was 19.3 ± 2.8 kg/m2 and the average of menarche is 12.3 ± 0.95 years. Pearson correlation two tailed proves that there is a moderate correlation between BMI and the age of menarche among women (r=0,463, p<0,001). From the results of this study is recommended further assessment of other variables that may affect age of menarche, for example socio-economic, dietary, sports activities and furthermore.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alaamiin. Satu untaian kata sarat makna yang paling
layak untuk diucapkan saat ini, mengingat begitu besar keagungan dan
kemahaluasan Allah SWT akan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Salam serta shalawat senantiasa tercurah
kepada Muhammad SAW, suri tauladan yang baik sepanjang sejarah. Sebagai
salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum,
penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan
pendidikan di progrm studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Penyelesaian Karya Tulis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. dr. Muara P. Lubis Sp.OG, selaku dosen pembimbing yang dengan
sepenuh hati telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing
dan mengarahkan penulis hingga memberikan rekomendasi yang sangat
berguna selama pelaksanaan penelitian ini.
2. Dr. Zairul Arifin, SpA, DAFK dan dr. Rina Amelia, MARS selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan penelitian
ini.
3. Kepala Sekolah, Guru, adik-adik murid SD dan SMP di Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat.
4. Ibunda dan Ayahanda tercinta T.Enita Rosmika, SE dan drs. M. Helmi
yang dengan curahan kasih sayang mereka senantiasa menjadi motivasi
penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Dalam do’a mereka terkandung
harapan kesuksesan bagi penulis.
5. Terima kasih kepada kakanda Hilma Mithalia Shaliha serta adikku Siti
Kalila yang senantiasa memberikan warna dalam hidupku seiring dengan
6. Sahabat-sahabatku Adelia Novia, Ria Fitricia, Hajrin Pajri, Ririn
Gurriannisha, Ade Irma dan Dina Meta Fadri. Bersama mereka, saling
mengisi dalam menjalani pendidikan.
Untuk seluruh dukungan baik moril maupun materil yang diberikan
kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Allah
SWT memberikan imbalan pahala yang sebesar-besarnya. Semoga penelitian ini
dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
di bidang ilmu kedokteran.
Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK... ii
ABSTRACT... ... iii
KATA PENGANTAR ... ... iv
DAFTAR ISI…... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... ... x
DAFTAR LAMPIRAN... ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... .. 3
1.4. Manfaat Penelitian ... ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…... 5
2.1. Status Gizi 2.1.1. Penilaian Status Gizi... 5
2.1.2. Pengukuran Antropometri…... 6
2.1.3. Indeks Masa Tubuh ... .. 7
2.2. Pubertas ... 2.2.1. Definisi dan Durasi Pubertas... 7
2.2.2. Tanda Pubertas ... 8
2.2.3. Perubahan Hormonal ... 9
2.2.4. Perubahan Fisik Masa Pubertas .... ... 10
2.2.5. Menarche ... ... 12
2.2.7. Pubertas Terlambat…... 15
2.2.8. Pubertas Prekok ... 16
2.3. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Waktu Pubertas…... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 19
3.2. Definisi Operasional ... ... 19
3.3. Hipotesis ... .... 20
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21
4.1 Jenis Penelitian ... 21
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 21
4.3. Populasi dan Sampel ... 21
4.3.1. Populasi ... ... 21
4.3.2. Sampel ... ... 22
4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi…... 23
4.4. Metode Pengumpulan Data ... ... 23
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... ... 24
4.5.1. Pengolahan Data….. ... 24
4.5.2. Analisis Data…... 24
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ... 27
5.1. Hasil Penelitian ... 27
5.1.1. Dekskripsi Lokasi Penelitian... ... 27
5.1.2. Dekskripsi Karakteristik Responden ... ... 28
5.1.3. Indeks Masa Tubuh …………... 30
5.1.4. Usia Menarche ...… 31
5.1.5. Hasil Analisis Statistik ……….... 31
5.2. Pembahasan ...………... 33
5.2.3. Usia Menarche ……… 34
5.2.4. Hubungan Indeks Masa Tubuh
dengan Usia Menarche……… 36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 38
6.2. Saran ... 38
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia………. 7
Tabel 2.2. Tingkatan Maturitas Berdasarkan Skala Tanner... 8
Tabel 4.1. Interpretasi Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi... 25
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur ……… 28
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Tinggi Badan ………..…. 29
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Berat Badan ………... 29
Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) pada Remaja Putri di Kecamatan Secanggang,
Kabupaten Langkat………... 30
Tabel 5.5. Gambaran Usia Menarche pada Remaja Putri di
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat……… 31
Tabel 5.6. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Usia Menarche pada Remaja Putri di Kecamatan Secanggang,
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Skala Tanner pada remaja wanita ... .. 9
Gambar 2.2. Hipothalamus-Pituitary-Gonadal (HPA) axis ... 10
Gambar 2.3. Perubahan selama siklus menstruasi ... 13
Gambar 2.4. Gambaran siklus menstruasi pada saluran reproduksi .... 14
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ... 19
Gambar 5.1. Diagram tebar (Scatter plot) dari hubungan Indeks Masa
DAFTAR LAMPIRAN
a. Daftar Riwayat Hidup
b. Lembar Penjelasan Penelitian
c. Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan (Inform Consent)
d. Kuesioner Penelitian
e. Rekam Medik Hasil Pemeriksaan
f. Data Induk
g. Output Data Hasil Penelitian
h. Surat Izin Penelitian
i. Surat Keteranan Selesai Melakukan Penelitian
ABSTRAK
Menarche adalah siklus menstruasi pertama sekali yang dialami wanita. Studi epidemiologis mengungkapkan fenomena yang menunjukan fakta bahwa usia menarche wanita di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini semakin cepat. Penurunan usia menarche mungkin mencerminkan status gizi yang lebih baik dan membaiknya kesehatan umum. Status Gizi dapat diinterpretasikan dari Indeks Massa Tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan usia menarche pada remaja putrid di kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain crossectional, dengan jumlah sampel 73 orang remaja putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Teknik pengambilan sampel adalah non-probability sampling dengan cara consecutive sampling. Teknik analisis data yang digunakan yaitu korelasi bivariat product pearson moment.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia remaja putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat adalah 12,7 ± 0,938 tahun. Rata-rata tinggi badan adalah 149 ± 0,7 cm. Berat badan rata-rata sebesar 42,9 ± 0,72 kg. Rata – rata IMT 19,3 ± 2,8 kg/m2 dan rata – rata usia menarche adalah usia 12,3 ± 0,95 tahun. Dari hasil analisis dua arah Korelasi Pearson, didapati kesimpulan bahwa ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan usia Menarche, dengan tingkat hubungan adalah sedang (r=0,463, p<0,001). Dari hasil penelitian ini disarankan agar dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap variable-variabel lain yang mungkin akan mempengaruhi usia menarche, misalnya sosial ekonomi, pola makan, aktivitas olahraga dan sebagainya.
ABSTRACT
Menarche was the first menstrual cycle experienced by women. Epidemiological studies reveal that the phenomenon shown in the fact that the age of menarche among women was decreased these days. Decrease in age of menarche may reflect a better nutritional status and general health improvement. Nutritional status can be interpreted by Body Mass Index (BMI). The aim of this study was to identify the correlation between BMI with age of menarche among girl adolescent in Secanggang, Langkat.
The study design of this analitic study is cross-sectional, which is conducted by 73 girls adolescent in Secanggang, Langkat. The sampling technique is a non-probability sampling by consecutive sampling. The data analysis technique used is Pearson product moment bivariate correlations.
Results showed the average age of girls adolescent in Secanggang, Langkat is 12.7 ± 0.938 years. The average of height is 149 ± 0.7 cm. The average of weight is 42.9 ± 0.72 kg. The average of BMI was 19.3 ± 2.8 kg/m2 and the average of menarche is 12.3 ± 0.95 years. Pearson correlation two tailed proves that there is a moderate correlation between BMI and the age of menarche among women (r=0,463, p<0,001). From the results of this study is recommended further assessment of other variables that may affect age of menarche, for example socio-economic, dietary, sports activities and furthermore.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun (Harlock, 1981
dalam Widyanti, 2007).Monks (2000) memberi batasan usia remaja, yaitu 12-21
tahun. Menurut Stanley Hall, usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Data
demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari
penduduk dunia. WHO (1995) menyatakan sekitar seperlima dari penduduk dunia
adalah remaja berumur 10-19 tahun. Di Indonesia, Remaja usia 10-19 tahun
berjumlah sekitar 43 jiwa atau 19,61% dari jumlah penduduk (Departemen
Kesehatan RI, 2006). Pada tahun 2008, jumlah remaja di Indonesia mencapai 62
juta jiwa (Dhamayanti, 2009).
Masa remaja awal (10-14 tahun) ditandai dengan adanya pubertas. Di
Sumatera Utara, jumlah remaja yang sedang mengalami pubertas berjumlah
sekitar 1,5 juta atau 1,2% dari total penduduk pada tahun 2007. Pubertas
berlangsung kurang lebih selama 4 tahun Kejadian yang penting pada pubertas
ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri kelamin sekunder, menarche,
dan perubahan psikis (Sarwono, 2007).
Munculnya ciri-ciri kelamin sekunder pada awal pubertas merupakan
kulminasi interaksi yang aktif dan mapan yang terjadi pada hipotalamus, kelenjar
pituitaria dan gonad pada masa pubertas. Mekanisme umpan balik positif diantara
ketiganya berkembang kearah meningkatnya kadar estrogen pada pertengahan
siklus yang menyebabkan kenaikan Leutinizing Hormon (LH) yang signifikan
(Garilbadfi, 2008).
Menarche adalah suatu permulaaan masa menstruasi (Dorland, 2002).
Studi epidemiologis mengungkapkan fenomena yang menunjukan fakta bahwa
usia menarche wanita di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini semakin cepat.
Penurunan usia menarche mungkin mencerminkan gizi yang lebih baik dan
remaja putri di Eropa adalah sekitar 16-18 tahun, sementara pada tahun 2002
didapati usia menarche sekitar 12,5-13,5 tahun (Institut National D’etudes
Demographiques, 2003). Demikian pula di Indonesia, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia melaporkan terjadi penurunan usia menarche di Indonesia.
Nelson tahun 2000 menyatakan hal ini disebabkan status gizi yang lebih baik dan
membaiknya kesehatan umum. Penurunan usia menarche akan menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya kelainan kardiovaskular (Lakshman, 2009), kanker
ovarium dan kanker payudara (Susan, 2005) dan peningkatan gejala depresif
(Joinson, 2009).
Ada banyak hal yang mempengaruhi usia menarche, diantaranya : status
gizi, pola makan, status ekonomi keluarga, dan aktifitas olahraga. Status Gizi
dapat diinterpretasikan dari Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang. IMT
ditentukan oleh Berat Badan dan Tinggi Badan. Berat Badan sangat
mempengaruhi status gizi dalam kaitannya terhadap usia menarche. Di Sumatera
Utara, prevalensi remaja putri usia 6-14 tahun dengan berat badan kurang yaitu
9,7% dan Berat Badan lebih 11,8% (Profil Kesehatan Indonesia, 2008). Hal ini
disebabkan oleh adanya Adypocyte-derived hormone Leptin yang berasal dari
lemak tubuh yang diduga dapat mempengaruhi masa awal pubertas. Peningkatan
kronis kadar leptin dalam darah dapat menyebabkan peningkatan kadar LH.
Peningkatan LH berhubungan dengan peningkatan estradiol dan awal menarche
(Edward, 2007). Jadi, penurunan usia menarche berkaitan dengan meningkatnya
berat badan.
Sebenarnya, hubungan antara komposisi tubuh dan perkembangan
pubertas masih menjadi perdebatan (Kaplowitz, 2008). Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan studi crossectional atau kohort tentang
hubungan antara perubahan komposisi tubuh dan tahap perkembangan pubertas
(Louis, 2008).
Hal inilah yang menjadikan alasan penulis melakukan penelitian mengenai
hubungan status nutrisi dengan usia menarche pada remaja putri. Status gizi yang
subjek penelitian adalah remaja putri yang berada di Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat.
Kabupaten Langkat secara administratif terdiri dari 20 kecamatan dengan
215 desa dan 15 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Daerah Langkat adalah
6.263,29 Km2 atau 626.329 Ha, dengan jumlah penduduk 926.069 jiwa.
Kabupaten Langkat memiliki 23 kecamatan dan 277 desa (Biro Pusat Statistik
Kabupaten Langkat, 2009).
Kecamatan Secanggang dengan luas wilayah sebesar 243,78 km2 memiliki
17 desa. Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan dan petani. Dari hasil
survey, remaja kecamatan ini memiliki indeks masa tubuh yang bervariasi dan
belum pernah dilakukan penelitian sejenis di kecamatan ini. Kecamatan dengan
ibukota Hinai Kiri ini memiliki 40 Sekolah Dasar (SD) dan 4 Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Siswi SD dan SMP di Kecamatan Secanggang inilah yang akan
menjadi subjek dalam penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah ada hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan usia menarche pada
remaja put ri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat?
1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
usia menarche pada remaja putri di kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat.
1.3.2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini :
1. Untuk mengetahui rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) remaja
2. Untuk mengetahui rata-rata usia menarche pada remaja putri di
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Di bidang akademik/ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang endokrinologi,
khususnya tentang hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan usia
menarche pada remaja putri.
1.4.2. Di masyarakat umum
Memberikan informasi kepada masyarakat luas, khususnya pada remaja
putri dalam mengontrol status nutrisi demi mencapai perkembangan
seksual yang normal.
1.4.3. Di bidang pelayanan masyarakat
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya peran penilaian
IMT dan usia menarche dalam menentukan derajat kesehatan remaja di
Indonesia.
1.4.4. Di bidang pengembangan penelitian
Memberikan data bagi peneliti lain di bidang endokrinologi anak tentang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
2.1.1. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui empat cara (Supariasa, 2001),
yaitu :
1. Secara Klinis
Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama
untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat
memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.
2. Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat
sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai
indeks dari anemia.
3. Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat
tanda dan gejala kurnag gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut,
mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.
4. Secara antropometri
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian secara
antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat
2.1.2. Pengukuran Antropometri
Pengertian istilah Nutritional Anthropometry mula-mula muncul dalam
Body Measurements and Human Nutrition yang ditulis oleh Brozek pada tahun
1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai pengukuran pada variasi
dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat
nutrisi yang berbeda. Pengukuran antropometri ada 2 tipe yaitu : pertumbuhan dan
ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa
tubuh yang bebas lemak.
Perlu ditekankan bahwa pengukuran antropometri hanyalah satu dari
sejumlah teknik-teknik yang dapat untuk menilai status gizi. Pengukuran dengan
cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi
badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala, tebal lipatan kulit (skinfold)
diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak
(Narendra, 2006). Jenis pengukuran antropometri, antara lain :
1. Berat dan Tinggi Badan terhadap Umur
Pengukuran antropometri jenis ini sesuai dengan cara-cara yang baku,
beberapa kali secara berkala misalnya berat badan anak diukur tanpa baju,
mengukur panjang bayi dilakukan oleh 2 orang pemeriksa pada papan
pengukur (infantometer), tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri
diukur dengan stadiometer.
2. Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita
pengukur. Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan lingkaran kepala
(dikutip oleh Behrman, 1968). Sedangkan lingkaran lengan menggunakan
baku dari Wolanski, 1961 yang berturut-turut diperbaiki pada tahun 1969.
3. Tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan,
subskapula dan daerah pinggul., penting untuk menilai kegemukan.
Memerlukan latihan karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal
(Harpenden Caliper).
2.1.3. Indeks Masa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah Quetelet’s index memiliki formula
berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). IMT mulai disosialisasikan
untuk penilaian status mutrisi pada anak dalam kurva CDC (Center for Disease
Center) tahun 2004.Tingkat kelebihan berat badan harus dinyatakan dengan SD
dari mean (rerata) IMT untuk populasi umur tertentu. Mean IMT juga bervariasi
seperti pada berat badan normal pada status gizi dan frekuensi kelebihan berat
pada rerata IMT dan standard deviasi yang dihitung (Narendra, 2006).
Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
IMT
(kg/m2) KATEGORI
< 17 Kekurangan Berat Badan Tingkat Berat
KURUS 17-18,4 Kekurangan Berat Badan Ringkat Ringan
18,5 – 25 Normal NORMAL
25,1 – 27 Kelebihan Berat Badan Tingkat Ringan
GEMUK >27 Kelebihan Berat Badan Tingkat Berat
Sumber : Depkes R.I, 1994 dalam Sofia, 2009
2.2. Pubertas
2.2.1. Defenisi dan Durasi Pubertas
Pubertas berasal dari istilah latin yang berarti kelaki-lakian. Secara
definisi, pubertas berarti kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda
kelaki-lakian. Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak
menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil
tercapainya kemampuan reproduksi (Garilbadfi, 2008). Sarwono (2007)
mengemukakan bahwa pubertas pada wanita dimulai dengan awal berfungsinya
ovarium dan berakhir pada saat ovarium sudah berfungsi mantap dan teratur.
Durasi pubertas adalah jarak waktu antara usia awitan pubertas dan datangnya
2.2.2. Tanda Pubertas
Pubertas ditandai dengan tampaknya karakteristik seks sekunder dan
diakhiri degan datangnya menarche dan siklus ovulasi. Berdasarkan gambaran
karakteristik seks sekunder dapat ditentukan tingkat maturitas kelamin (TMK)
dengan menggunakan skala Tanner. Pada wanita, tanda pertama adalah
tumbuhnya kuncup payudara yang diikuti oleh tumbuhnya rambut pubis 6-12
bulan kemudian. Selain itu, pubertas juga ditandai oleh maturasi genitalia
eksterna, tumbuhnya rambut aksila dan menarche (Diana, 2001).
Tanda pubertas dapat dilihat pada tabel Skala Tanner (Marshall dan
Tanner, 1969 dalam Nelson, 2000) :
Tabel 2.2. Tingkatan Maturitas Wanita Berdasarkan Skala Tanner
Stadium Rambut pubis Payudara Other Changes
1 Pra-pubertas Pra-pubertas A1 (axilla hair) → pra-pubertas A2 → Axillary hair develops (12 years) Acne Vulgaris 2 Jarang, sedikit berpigmen,
lurus batas medial labia ± (9-13,4) years
4 Kasar, keriting, banyak tetapi lebih sedikit daripada orang dewasa
± (10.4-14.8) years
Areola dan papila membentuk bukit kedua ± (10.5-15.3) years
5 Segitiga wanita dewasa, menyebar ke permukaan
Gambar 2.1. Skala Tanner pada remaja wanita Sumber : Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000
2.2.3. Perubahan Hormonal
Pada masa anak sampai awal prapubertas,
Hipothalamus-Pituitary-Gonadal (HPA) axis tidak aktif. Hal ini diduga tertekan oleh jalur pengendalian
saraf dan oleh umpan balik negatif dari sejumlah kecil steroid seks dalam sirkulasi
(Nelson, 2000).
Awal pubertas memerlukan peningkatan pelepasan Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) secara pulsatil dari hipotalamus (Ebling, 2005).
Gonadostat hipotalamus menjadi kurang peka oleh efek supresi steroid seks
terhadap sekresi gonadotropin. Akibatnya kadar Folikel Stimulating Hormone
(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) meningkat selanjutnya akan menstimulasi
gonad sehingga tercapai keadaan homeostatik baru dari
Gambar 2.2. Hipothalamus-Pituitary-Gonadal (HPA) axis. Sumber : Sarwono, 2007. Ilmu Kandungan.
2.2.4. Perubahan Fisik Masa Pubertas
Hormon estrogen memegang peranan penting dalam perkembangan
ciri-ciri kelamin sekunder, pertumbuhan organ genitalia, pertumbuhan fisik dan
perkembangan psikologi kewanitaan. Perkembangan ini dirangsang oleh
peningkatan FSH. Interaksi FSH dan estrogen akan memacu kepekaan reseptor
LH sehingga terjadi peningkatan LH yang mempercepat perkembangan folikel
yang menghasilkan estrogen (Guyton, 1997).
2.2.4.1 Pertumbuhan Organ Genitalia dan Perubahan Psikologis
Pada masa pubertas organ-organ genitalia lambat laun tumbuh mendekati
bentuk dan sifat-sifat wanita dewasa. Vaskularisasi uterus bertambah
menyebabkan pertumbuhan lapisan endometrium, sehingga merubah uterus
menjadi uterus yang matur, dan diferensiasi lapisan endometrium.
Estrogen merangsang perkembangan jaringan yang terlibat dalam
reproduksi. Hormon ini merangsang ukuran dan jumlah sel dengan meningkatkan
kecepatan sintesis protein rRNA, tRNA, mRNA dan DNA. Oleh karena itu,
pertumbuhan duktus, perkembangan sel stromal dan pertumbuhan jaringan
adiposa yang diperantarai oleh estrogen. Peningkatan produksi estrogen pada
masa pubertas juga dapat mempengaruhi penampilan dan pertumbuhan sekunder
rambut serta meningkatan pigmentasi kulit labia mayora vagina seperti daerah
areola dan puting payudara.
Estrogen mengatur transkripsi gen reseptor progestrin, membuat
ketersediaan reseptor untuk menaikkan respon sel target terhadap pelepasan
progestin selama siklus menstruasi. Pada sel endometrium uterus, estrogen
bersama progestin, mempersiapkan dan mempertahankan endometrium uterus
untuk implantasi telur yang dibuahi. Estrogen membuat peka otot uterus atau
miometrium untuk berkontraksi akibat rangsang oksitosin saat partus.
Efektifitas estrogen pada neurokimia dan sintesis protein reseptor pada
sistem saraf pusat berkontribusi terhadap perubahan psikologi dan emosi yang
terjadi saat premenstruasi pada beberapa wanita. Hal ini juga menjelaskan efek
estrogen terhadap perkembangan feminisme tubuh (Suryono, 2008).
2.2.4.2. Pertumbuhan Fisik
Tumbuh bertambah besar (growing-up) adalah ciri yang khas yang
nampak mencolok pada pubertas. Sesaat sebelum pubertas, kecepatan
pertumbuhan tinggi badan/linier (height velocity) menurun, kemudian selama
pubertas terjadi akselerasi yang terjadi secara mendadak yang disebut pacu
tumbuh (height spurt). Pada saat pertumbuhan linier terjadi pada kecepatan yang
maksimal, dikatakan remaja tersebut telah mengalami puncak kecepatan tinggi
badan (peak height velocity/PHV). Pada kurva kecepatan tinggi badan (height
velocity curve), tampak kurva naik (akselerasi) yang berlangsung sekitar 2 tahun,
mencapai puncaknya, kemudian menurun (deselerasi) yang berlangsung sekitar 3
tahun.
Kecepatan kenaikan tinggi badan meningkat selama pubertas dan
mencapai puncaknya selama pacu tumbuh remaja. Rata-rata mulai terjadi pacu
perempuan. Rata-rata PHV pada laki-laki sekitar umur 13,5 tahun dan pada
perempuan sekitar umur 11,5 tahun.
Sebelum mulai pacu tumbuh, remaja perempuan tumbuh dengan
kecepatan 5,5 cm/tahun (4-7,5cm). Sekitar dua tahun sebelum dimulainya pacu
tumbuh, remaja perempuan mencapai PHV-nya dengan kecepatan sekitar
8cm/tahun (6-10,5 cm). Kecepatan maksimal dicapai 6-12 bulan sebelum
menarche dan ini dipertahankan hanya untuk beberapa bulan.
Gambaran yang paling dini dan penting dari pertumbuhan tulang pada
remaja perempuan adalah pertumbuhan lebar panggul selama pubertas.
Pertumbuhan pelvis dan panggul secara kuantitatif hampir sama dengan remaja
laki-laki. Tetapi, karena dimensi pertumbuhan remaja perempuan lebih kecil,
maka lebar panggul tampak lebih besar daripada remaja laki-laki.
2.2.5. Menarche
Menarche adalah siklus menstruasi pertama sekali yang dialami wanita.
Menarche terjadi akibat peningkatan FSH dan LH yang merangsang sel target
ovarium. FSH dan LH berkombinasi dengan reseptor FSH dan LH yang
selanjutnya akan meningkatkan laju kecepatan sekresi, pertumbuhan dan
proliferasi sel. Hampir semua perangsangan ini dihasilkan dari pengaktifan sistem
second messenger adenosine-monophosphate cyclic dalam sitoplasma sel ovarium
sehingga menstimulus ovarium untuk memproduksi estrogen dan progesteron.
Estrogen dan progesteron akan menstimulus uterus dan kelenjar payudara agar
kompeten untuk memungkinkan terjadinya ovulasi. Ovulasi yang tidak dibuahi
akan memicu terjadinya menstruasi (Guyton, 1997).
Siklus menstruasi terdiri atas tiga fase, fase folikular (sebelum telur
dilepaskan), fase ovulasi (pelepasan sel telur) dan fase luteal (setelah sel telur
dilepaskan) (Rosenblatt, 2007). Menurut Wiknjosastro (2006), terdiri atas tiga
Gambar 2.3. Perubahan selama siklus menstruasi Sumber: Rosenblatt, Peter L, 2007. Menstrual Cycle
Fase folikular dimulai pada hari pertama menstruasi. Pada awal fase ini,
endometrium tebal dan kaya akan cairan dan nutrisi yang didesain untuk nutrisi
bagi embrio. Jika tidak ada telur yang dibuahi, level estrogen dan progesteron
rendah. Sehingga lapisan atas uterus yaitu endometrium luruh dan terjadilah
perdarahan menstruasi (Rosenblatt, 2007). Pada saat yang sama, kelenjar hipofisis
meningkatkan sedikit produksi FSH. Hormon ini kemudian menstimulasi
pertumbuhan 3-30 folikel, tiap folikel berisi sebuah telur. Akhir fase, biasanya
hanya satu folikel yang berkembang, disebut folikel de Graaf. Folikel ini
kemudian segera memproduksi estrogen dan estrogen yang menekan produksi
FSH. Sehingga lobus anterior hipofisis mengeluarkan hormon gonadotropin yang
kedua, yakni LH (Rosenblatt, 2007). Folikel de Graaf yang matang banyak
mengandung estrogen dan menyebabkan endometrium tumbuh dan berproliferasi.
Fase folikular sampai proliferasi berlangsung selama 13-14 hari dan merupakan
fase terlama. Fase ini menjadi pendek saat mendekati menopause. Fase ini
berakhir tepat saat LH meningkat tiba-tiba (Rosenblatt, 2007).
Fase ovulasi dimulai ketika folikel de Graaf menjadi lebih matang,
telur (ovum) dilepaskan dari ovarium (ovulasi). Pada ovulasi ini kadang-kadang
terdapat perdarahan sedikit yang merangsang peritoneum di pelvis, sehingga
timbul rasa sakit yang disebut intermenstrual pain (Mittelschmerz). Nyeri dapat
berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam. Nyeri dirasakan pada
sisi yang sama dimana ovarium melepaskan ovum. Penyebab nyeri masih tidak
diketahui dan tidak terjadi pada semua siklus. Disini, endometrium terus
berproliferasi membentuk lekukan-lekukan (Wiknjosastro, 2006).
Fase yang terakhir adalah fase luteal, yang berlangsung sekitar 7-14 hari
(setelah masa ovulasi) dan berakhir sesaat sebelum menstruasi terjadi dan sesudah
folikel pecah. Terbentuklah korpus luteum yang menghasilkan peningkatan
produksi progesteron. Progesteron menyebabkan penebalan endometrium dan
mengisinya dengan cairan dan nutrisi untuk fetus. Begitu juga pada serviks,
mukus menebal agar sperma atau bakteri tidak masuk ke uterus. Selain itu terjadi
peningkatan suhu tubuh selama fase ini dan menetap sampai periode menstruasi
dimulai. Kadar estrogen pada fase ini, menjadi tinggi untuk menstimulasi
endometrium agar menebal. (Rosenblatt, 2007).
Gambar 2.4. Gambaran siklus menstruasi pada saluran reproduksi Sumber: The
The Menstrual Cycle.
2.2.6. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pubertas
terlambat (Abbassi, 1998). Awitan pubertas di Amerika Serikat lebih dini
dibandingkan data normal yang dibuat dua dekade sebelumnya. Hal ini
dihubungkan dengan meningkatnya prevalensi overweight dan obesitas pada
remaja (Herman-Giddens, 1997).
Berbagai stress seperti penyakit akut dan kronis dapat menekan HPA axis.
Latihan fisik dan kompetisi olahraga yang intensif seperti senam dapat
mengakibatkan stres fisik dan psikologis yang berhubungan dengan keterlambatan
pubertas (Roemmich, 2001).
Pada anak yang bermigrasi atau diadopsi ke luar negeri dapat terjadi kejar
tumbuh (Catch up growth) dan terpicunya pubertas dini (Bona, 2000). Ini diduga
akibat lepasnya si anak dari lingkungan yang penuh stress. Keadaan ini
dihubungkan pula dengan peningkatan aktifitas metabolik pada masa kejar
tumbuh. Namun pada keadaan lain lingkungan yang penuh stress dan hubungan
orang tua yang tidak nyaman dapat pula menyebabkan timbulnya pubertas dini
(Parent, 2003).
Respon neuroendokrin terhadap berbagai faktor lingkungan menunjukkan
pola yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan tertentu
menggunakan beberapa jalur spesifik dalam pengaruh pubertas. Berbagai faktor
seperti siklus pajanan terhadap cahaya, musim, dan bahan kimia yang
mengganggu sistem endokrin juga dikatakan dapat mempengaruhi awitan
pubertas (Mason, 2005).
2.2.7. Pubertas Terlambat (Delayed Puberty)
Pubertas Terlambat (delayed puberty) pada perempuan didefenisikan tidak
membesarnya payudara sampai umur 13 tahun atau tidak adanya menstruasi
sampai umur 15 tahun. Pada laki-laki pubertas terlambat adalah bila panjang testis
tidak mencapai 2,5 cmn atau volume testis tidak mencapai 4 ml sampai umur 14
tahun. Secara statistik pubertas yang mengalami keterlambatan sebanyak 2,5%
dari normal populasi remaja pada kedua jenis kelamin, lebih banyak pada laki-laki
yang mengalami keterlambatan pubertas daripada perempuan. Kebanyakan
in growth and puberty (CDGP). Hal ini perlu dibedakan dengan penderita yang
mengalami kelainan hormonal. Klasifikasi yang digunakan pada pubertas yang
terlambat didasarkan pada sekresi gonadotropin yang dihubungkan dengan
stadium diferensiasi seksual bukan berdasarkan umur kronologis. Berdasarkan
kadar gonadotropin dapat dibagi menjadi hypergonadotropic hypogonadism dan
hypogonadotropin hypogonadism. Pada hypergonadotropic hypogonadism,
ditemukan kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH) meningkat namun kadar
hormon seks steroid seperti testosteron dan estrogen tetap rendah, hal ini
menandakan kerusakan tidak pada aksis hipotalamus hipofise. Sedangkan pada
hypogonadotropin hypogonadism, ditemukan penurunan kadar hormon
gonadotropin (Suryawan, 2004).
2.2.8. Pubertas Prekok
Pubertas prekok terjadi apabila tanda-tanda pubertas ditemukan sebelum
umur 8 tahun pada perempuan dan sebelum umur 9 tahun pada laki-laki. Pubertas
prekok dapat diklasifikasikan berdasarkan aktifitas dari aksis
neuroendokringonad. Diagnosis pubertas prekok dibuat berdasarkan gejala klinis
yang mendukung dan hasil tes laboratorium. Pada anak yang dicurigai menderita
pubertas prekok diperiksa secara lengkap antara lain pembesaran payudara dan
pertumbuhan rambut pubis pada perempuan. Pubertas prekok pada perempuan
bila ditemukan pembesaran payudara sebelum umur 8 tahun, timbulnya rambut
pubis sebelum umur 9 tahun, atau terjadinya menstruasi sebelum umur 9,5 tahun.
Rontgen pergelangan dan telapak tangan kiri untuk menilai umur tulang (bone
age) sebagai tanda terjadinya peningkatan hormon seks steroid secara sistemik.
Pada anak-anak dengan pubertas prekok kadar hormon FSH dan LH meningkat
sesuai dengan masa pubertas (Suryawan, 2004).
2.3. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Waktu Pubertas
Gizi mempengaruhi kematangan seksual pada remaja yang mendapat
usia yang sama. Sebaliknya, pada remaja yang menstruasinya terlambat, beratnya
lebih ringan daripada yang sudah menstruasi pada usia yang sama, walaupun
tinggi badan mereka sama. Pada umumnya, mereka yang menjadi matang lebih
dini akan memiliki Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yang lebih tinggi dan
mereka yang matang terlambat memiliki IMT lebih kecil pada usia yang sama
(Soetjiningsih, 2004).
Beberapa penelitian pada remaja menunjukkan adanya hubungan Indeks
Masa Tubuh (IMT) dengan waktu pubertas. Blum, dkk menyatakan bahwa ada
pengaruh hormon leptin terhadap IMT pada tahap 2 dari perkembangan pubertas
(Dinectts, 1999). Pada perempuan kader leptin meningkat (r=0,47 dan P<0,0001),
sedangkan pada laki-laki terjadi penurunan kadar leptin (r=0,34 dan P<0,0001).
Hal ini mempengaruhi IMT remaja perempuan relatif lebih tinggi daripada
laki-laki terutama pada saat berusia 12 tahun (Blum, 1997).
Gangguan hormonal berhubungan dengan obesitas dan disertai dengan
disfungsi reproduksi. Kelebihan jaringan adipose meningkatkan aromatisasi
perifer androgen menjadi estrogen. Kerusakan sex hormone-binding globulin
(SHBG) meningkatkan bioavaibilitas testosteron dan estradiol (E2). Pusat negatif
feedback kelebihan estrogen berkontribusi menurunkan sinyal
hipotalamus-pituitari. Kelebihan bioavaibilitas androgen juga memiliki efek merusak oosit,
folikel dan endrometrium (Gosman, 2009).
Pemahaman terhadap obesitas dari segi endokrinologi yang semakin
berkembang pesat menemukan adiposit, yang disekresi oleh lemak, dan
enterokines, yang disekresi oleh usus, dengan efek luas pada proses metabolik
termasuk selera makan, metabolisme energi, tekanan darah dan koagulasi. Hampir
semua adipokines dan enterokines diidentifikasikan memiliki reseptor di
hipotalamus, dipercaya sebagai jaringan tujuan yang penting oleh hormon ini.
Oleh karena itu, reseptor dari sinyal ini berperan besar dalam menguraikan
jaringan yang diikuti oleh efek jaringan spesifik. Beberapa sinyal juga
berpengaruh pada variasi siklus menstruasi di berbagai konsentrasi dalam
Rata-rata umur menarche adalah 11,87 ± 1,1 tahun di kelompok obesitas,
12,14 ± 0,9 tahun di grup overweight, dan 12,20 ± 1,3 tahun di kelompok normal.
Korelasi pearson antara Indeks Masa Tubuh dan usia menarche adalah 0,24
(p<0,01). Penemuan ini menyimpulkan adanya peran penting dari kenaikan lemak
tubuh pada menarche yang lebih besar daripada pada wanita underweight (Lin,
2002).
Peningkatan konsentrasi leptin serum sampai tingkat 12,2 ng / mL (95%
confidence interval, 7,2-16,7) dikaitkan dengan penurunan usia menarche.
Peningkatan sebesar 1 ng / mL dalam serum leptin menurunkan usia menarche 1
bulan. Kadar serum leptin sebesar 12,2 ng / mL berhubungan ke percent body fat
29,7%, indeks massa tubuh sebesar 22,3, dan lemak tubuh dari 16,0 kg.
Penambahan body fat 1 kg usia menarche sebanyak 13 hari (Lin, 2002).
Peningkatan kritis leptin darah diperlukan untuk memicu kemampuan reproduksi
pada wanita, mendukung treshold effect. Leptin merupakan mediator antara
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
3.1.1. Variabel Independen : Indeks Massa Tubuh (IMT) o Defenisi
Indeks Massa Tubuh adalah salah satu cara penilaian status gizi
seseorang berdasarkan antropometri.
o Cara ukur
Mengukur Tinggi Badan (TB) dengan cara subjek diukur pada posisi tegak dengan muka lurus menghadap ke depan, bokong
dan tumit menempel di dinding, serta tanpa menggunakan alas
kaki.
Mengukur Berat Badan (BB) dengan cara subjek ditimbang tanpa menggunakan alas kaki dan hanya memakai pakaian
sekolah sehari-hari saja.
Melakukan penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu BB (dalam kg) dibagi TB2 (dalam meter).
o Alat ukur
Mengukur Tinggi Badan (TB) dengan menggunakan microtoa 2 M yang terbuat dari metal dengan tingkat ketepatan 0,5 cm. Variabel Independen :
Indeks Massa Tubuh
Variabel Dependen :
Mengukur Berat Badan (BB) dengan menggunakan timbangan merk Camry dengan tingkat ketepatan 0,5 kg.
o Skala ukur
Indeks Massa Tubuh dinyatakan dalam skala numerik.
3.1.2. Variabel Dependen : Usia Menarche o Defenisi
Usia menarche adalah usia remaja putri saat mengalami menstruasi
yang pertama yang ditentukan secara retrospektif setelah mengalami
menstruasi pertama paling lama 3 bulan sebelum menjadi sampel
penelitian.
o Cara ukur
Pengukuran dilakukan dengan metode wawancara.
o Alat ukur
Alat ukur yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner.
o Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran dinyatakan sebagai usia menarche.
o Skala Ukur
Usia menarche dinyatakan dalam skala numerik.
3.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan usia menarche
BAB 4
METODE PENELITIAN
1.5. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pengamatan cross
sectional (potong lintang) untuk menilai hubungan antara Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan usia menarche. Artinya, peneliti melakukan proses pengambilan
data dalam satu kali pengamatan (Tumbuleka, 2008).
1.6. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Waktu penelitian
dilaksanakan selama dua bulan mulai September sampai Oktober 2010 atau
sampai sampel mencukupi.
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dipilih karena :
1. Sistem administrasi pada instansi pendidikan yang dijadikan tempat
penelitian mendukung pelaksanaan penelitian.
2. Jumlah sampel untuk menilai hubungan IMT dengan usia menarche
mencukupi.
3. Belum pernah dilakukan penelitian untuk menilai hubungan IMT
dengan usia menarche.
1.7. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi target adalah remaja putri berusia 9 sampai 14 tahun. Populasi
terjangkau adalah populasi target yang menjalani pendidikan SD dan SMP di
kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat selama Agustus sampai September
4.3.2. Sampel
Untuk menghitung jumlah sampel pada penelitian ini digunakan teknik
non-probability sampling dengan cara consecutive sampling. Pada consecutive
sampling, semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi
(Sudigdo, 2010).
Untuk menilai korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan usia menarche
dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk koefisien korelasi dengan sampel
tunggal :
Keterangan (Wahyuni, 2007) : n = jumlah sampel minimum
= nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada α tertentu
= nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada β tertentu
r = perkiraan koefisien korelasi (ditetapkan dari literatur)
Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 sehingga untuk uji
hipotesis dua arah diperoleh nilai sebesar 1,96. Nilai β yang digunakan
adalah 0,05 atau dengan kata lain besarnya kekuatan (power) dalam penelitian ini
adalah 95%, sehingga diperoleh nilai sebesar 1,645. Penentuan nilai r merujuk
pada penelitian terdahulu yang menghasilkan angka koefisien korelasi (r) sebesar
0,402 (Dahliansyah, 2008).
Berdasarkan rumus di atas, maka besarnya sampel pada penlitian ini adalah :
=
4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Kriteria Inklusi :
• Remaja putri berusia 9-14 tahun • Mendapatkan informed consent
• Sekolah pada SD dan SMP yang berlokasi di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat
• Mengalami menarche maksimal 6 bulan yang lalu b. Kriteria Eksklusi :
• Mendapatkan steroid jangka panjang • Mendapat kemoterapi atau radioterapi
• Mendapat obat-obat hormonal (growth hormone)
• Menderita penyakit kronis (tirotoksikosis, gagal jantung, anemia kronis)
• Menderita penyakit keganasan
• Anak tidak mengetahui bulan pada saat menarche
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi
pengukuran Indeks Massa Tubuh dan usia menarche.
Pengumpulan Data Indeks Massa Tubuh dilakukan dengan pengukuran
Berat Badan dan Tinggi Badan sesuai prosedur yang telah ditentukan. Sedangkan,
pengumpulan data usia menarche dilakukan melalui wawancara langsung kepada
pengukuran Indeks Massa Tubuh dan usia menarche yang akan didapat berupa
data diskrit kontinu.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau
angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu :
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.
Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi
dengan mewancarai atau memeriksa ulang responden.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah
dengan komputer.
3. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer (SPSS Versi 11,5).
4. Cleaning
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer
guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisis.
4.5.2. Analisis Data
Analisis data diawali dengan membuat suatu diagram tebar (scatter plot)
guna melihat bagaimana pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut.
Data Indeks Masa Tubuh ditampilkan pada sumbu X (axis), sementara data usia
menarche disajikan pada sumbu Y (ordinat) sedemikian sehingga setiap
Setelah didapatkan gambaran pola hubungan kedua variabel, analisis
dilanjutkan dengan menguji kekuatan hubungan antara Indeks Masa Tubuh
dengan usia menarche.
Untuk menilai kekuatan hubungan Indeks Masa Tubuh dengan usia
menarche digunakan uji korelasi Pearson dengan interval kepercayaan 95% dan
batas kemaknaan P<0,05. Uji korelasi Pearson merupakan suatu uji untuk
mengukur derajat keeratan suatu hubungan antar urutan jenjang suatu hasil
pengamatan suatu variabel dengan urutan jenjang hasil pengamatan pada variabel
yang lain (Ibnu, 2009). Koefisisen korelasi (r) berkisar 0-1 makin mendekati
angka 1 maka makin dekat derajat hubungan. Untuk mengetahui tinggi rendahnya
r, dilakukan interpretasi sebagai berikut (Wahyuni, 2007):
Tabel 4.1 Interpretasi tingkat hubungan koefisien korelasi (r) Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,0 – 0,199 Sangat rendah
0,2 – 0,399 Rendah
0,4 – 0,599 Sedang
0,6 – 0,799 Kuat
0,8 – 1,0 Sangat Kuat
Sumber : Wahyuni, 2007
Dengan menggunakan bantuan program SPSS akan didapatkan besarnya p
value untuk menentukan signifikansi hasil penelitian. Karena penelitian ini
menggunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 5%, maka n ilai p < 0 ,0 5 dinilai
bermakna atau dengan kata lain H0 ditolak.
Dari koefisien korelasi (r) yang didapat, dapat dianalisis lebih lanjut
ketergantungan satu variabel dengan variabel lainnya melalui analisis regresi
linier sedemikian sehingga didapatkan suatu persamaan berbentuk:
dimana:
y = usia menarche
x = Indeks Masa Tubuh
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14° - 4°13° LU dan
97°52° - 98°45° BT. Luas keseluruhan Kabupaten Langkat 902.986 km² dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah utara : Prop. Nanggro Aceh Darussalam (NAD) • Sebelah selatan : Kabupaten Karo
• Sebelah barat : Prop. Nanggro Aceh Darussalam dan Tanah Alas • Sebelah timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai
Kecamatan Secanggang merupakan bagian dari kabupaten langkat dengan
luas wilayah 243,78 km, yaitu sekitar 2,89% dari luas total kabupaten langkat.
Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan dan petani.
Iklim dan cuaca pada kecamatan ini tidak begitu berbeda dengan keadaan
di kota Medan pada umumnya. Hal ini berpengaruh terhadap prevalensi penyakit
di kecamatan ini. Unit kesehatan setempat menyatakan adanya peningkatan
prevalensi demam berdarah dan demam chikungunya pada rentang waktu tertentu.
Secara keseluruhan, fasilitas kesehatan yang ada sudah mencakup ke seluruh
wilayah kecamatan.
Penelitian ini dilakukan pada 10 Sekolah Dasar dan 2 Madrasah
Tsanawiyah di Kecamatan Secanggang, yaitu :
1. SD Negeri No. 050700 Desa Secanggang
2. SD Negeri No. 050701 Hinai Kiri
3. SD Negeri No. 050704 Desa Cinta Raja
4. SD Negeri No. 050705 Desa Selotong
5. SD Negeri No. 050712 Hinai Kiri
6. SD Negeri No. 054918 Desa Selotong
7. SD Negeri No. 050711 Pasar Gunung
9. SD Negeri No. 056616 Pasar XII Desa Teluk
10. SD Negeri No. 057211 Desa Cinta Raja
11. MTS Tarbiyyah Islamiah Swasta Hinai Kiri
12. MTS Amaliyah Swasta Secanggang
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Penelitian dilakukan pada 73 orang responden yang merupakan siswa di
10 Sekolah Dasar dan 2 Madrasah Tsanawiyah di Kecamatan Secanggang. Dari
keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati kelompok
umur, tinggi badan dan berat badan.
a. Umur
Berdasarkan karakteristik umur, hasil penelitian ini memperoleh
responden terbanyak berada pada umur 13 tahun yaitu sebanyak 31 orang
(42,5%). Sedangkan kelompok responden paling sedikit berada pada umur 10
tahun, yaitu sejumlah 2 orang (2,7%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Kelompok umur Jumlah (orang)
Persentase %
10 tahun 2 2.7
11 tahun 4 5.5
12 tahun 22 30.1
13 tahun 31 42.5
14 tahun 14 19.2
Jumlah 73 100
Rata-rata umur responden adalah 12,7 tahun dengan nilai tengah 13 tahun.
Umur terkecil adalah umur 10 tahun dan umur terbesar 14 tahun. Dengan
b. Tinggi Badan
Karakteristik berdasarkan tinggi badan dibagi menjadi 3 kelompok
interval. Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak adalah
pada kelompok dengan interval tinggi badan 141-151 cm. Sedangkan kelompok
responden paling sedikit adalah pada kelompok dengan interval tinggi badan 131
– 141 cm. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan
Tinggi Badan Jumlah (orang) Persentase %
131 – 141 cm 6 8,2
142 – 151 cm 41 56,2
152 – 161 cm 26 35,6
Jumlah 73 100
Rata-rata tinggi badan responden adalah 149 cm dengan nilai tengah 150
cm. Tinggi badan responden dimulai dari titik minimal, yaitu 131 cm dan titik
maksimal, yaitu 161 cm. Hal ini menunjukkan rentang tinggi badan responden
adalah 30 cm.
c. Berat Badan
Karakteristik berdasarkan berat badan dibagi menjadi 3 kelompok interval.
Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak adalah pada
kelompok dengan interval berat badan 41–52 kg. Sedangkan kelompok responden
paling sedikit adalah pada kelompok dengan interval berat badan 29 – 40 kg. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan
Berat Badan Jumlah (orang) Persentase %
29 – 40 kg 9 12,3
53 – 64 kg 27 37,0
Jumlah 73 100
Rata-rata berat badan responden adalah 42,9 kg dengan nilai tengah 42 kg.
Berat badan terendah adalah 33 kg dan berat badan tertinggi adalah 62 kg. Hal ini
menunjukkan rentang berat badan responden adalah 33 kg.
5.1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Dari 73 responden yang menjadi sampel penelitian, 50,7 persen
diantaranya atau sekitar 37 orang termasuk kategori normal. Kategori kekurangan
berat badan baik tingkat berat maupun tingkat ringan dimasukkan dalam
klasifikasi kurus, sedangkan kategori kelebihan berat badan baik tingkat sedang
maupun tingkat ringan dimasukkan dalam klasifikasi gemuk. Hal ini
menunjukkan sekitar 35,2% sampel penelitian termasuk klasifikasi kurus dan
4,1% termasuk klasifikasi gemuk. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) pada Remaja Putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat IMT
(kg/m2) Kategori
Jumlah
(orang) Persentase % < 17 Kekurangan Berat Badan
Tingkat Berat
14 19,2
17 – 18,4 Kekurangan Berat Badan Tingkat Ringan
19 26,0
18,5 – 25 Normal 37 50,7
25,1 – 27 Kelebihan Berat Badan Tingkat Ringan
2 2,7
> 27 Kelebihan Berat Badan Tingkat Berat
1 1,4
Jumlah 73 100
Rata-rata IMT sampel adalah 19,3 dengan nilai tengah 18,6. IMT terendah
adalah 13,6 dan IMT tertinggi adalah 27,5. Hal ini menunjukkan rentang IMT
5.1.4. Usia Menarche
Dari 73 responden yang menjadi sampel penelitian, ada 33 orang
(45,2%) yang mengalami menarche pada usia 12 – 13 tahun. Sedangkan, jumlah
paling sedikit adalah responden yang mengalami menarche pada usia 9 – 10
tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Gambaran Usia Menarche pada Remaja Putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat Usia Menarche Jumlah
(orang)
Rata-rata usia menarche sampel adalah 12,3 dengan nilai tengah 12,3.
Usia menarche terendah adalah 9,4 dan usia menarche tertinggi adalah 14,1. Hal
ini menunjukkan rentang usia menarche sampel adalah 4,7.
5.1.5. Hasil Analisis Statistik
5.1.5.1. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Usia Menarche
Sebanyak 73 responden diperiksa dan diwawancarai apabila telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis
melalui uji hipotesis Korelasi Pearson yang dilanjutkan dengan Regresi Linier.
Untuk mengetahui hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Usia Menarche,
diawali dengan membuat suatu diagram tebar (scatter plot). Dari diagram ini
dapat diketahui pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut. Data
Indeks Masa Tubuh ditampilkan pada sumbu X (axis), sementara data usia
menarche disajikan pada sumbu Y (ordinat). Setiap pengamatan diwakili oleh satu
Dengan demikian data tersebut memungkinkan untuk dapat dianalisis lebih lanjut
dengan menggunakan uji Korelasi Pearson guna mengetahui kekuatan hubungan
diantara kedua variabel tersebut.Hal ini dapat dilihat dari diagram 5.1.
Gambar 5.1. Diagram tebar (Scatter plot) dari hubungan Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Usia Menarche
Dari penelitian, didapatkan rata-rata IMT sebesar 19,3 dengan standard
deviasi 2,8 dan rata-rata usia menarche sebesar 12,3 dengan standard deviasi 0,95.
Hal ini dapat dilihat dari table 5.6.
Tabel 5.6.Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Usia Menarche pada Remaja Putri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat
Variabel Mean Standard
Deviation P value Correlation Indeks Masa
Tubuh (IMT) 19,3 2,8 0,01 0,436
Dari hasil uji hitung, p value yang didapat sebesar 0,01. Karena nilai p
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini
ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Indeks Masa
Tubuh dengan Usia Menarche. Selanjutnya, dilakukan uji kekuatan hubungan
antara Indeks Masa Tubuh dengan usia menarche dengan menggunakan uji
korelasi pearson. Pengukuran ini dilakukan dengan interval kepercayaan 95% dan
batas kemaksaan P < 0,05. Hasil uji korelasi pearson hubungan indeks Masa
Tubuh dan Usia Menarche yaitu sebesar 0,44. Hal ini menyatakan derajat
keeratan tingkat sedang.
Setelah memperoleh nilai r, analisis dilanjutkan dengan uji Regresi Linier
guna mendapatkan pola persamaan linier yang mencerminkan ketergantungan
antara indeks masa tubuh dengan usia menarche. Untuk nilai r = 0,44 atau nilai r
kuadrat ( r2 ) = 0,19, maka didapati persamaan sebagai berikut:
y = 15,099 + 0,146x
dimana:
y = usia menarche
x = Indeks Masa Tubuh (IMT)
sedemikian sehingga diperoleh persamaan:
Usia menarche = 45,961 + (0,733 × Indeks Masa Tubuh)
Dengan adanya persamaan ini, maka dapat dilakukan prediksi usia
menarche seorang remaja putri berdasarkan Indeks Masa Tubuhnya.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik
responden berdasarkan umur, tinggi badan dan berat badan.
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa responden terbanyak berada
pada umur 13 tahun yaitu sebanyak 31 orang (42,5%) dan terendah berumur
jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada murid Sekolah
Dasar. Kebanyakan sampel berasal dari Madrasah Tsanawiyah.
Kelompok interval tinggi badan paling banyak adalah kelompok dengan
interval 142 – 151 cm, yaitu sejumlah 56,2 persen dengan rata-rata tinggi badan
sebesar 149. Hal ini menunjukkan kecenderungan tinggi badan yang hampir
seragam pada sebaran responden penelitian. Pada tahun 2006, Setyowati
mendapatkan tinggi badan rata-rata siswi Sekolah Menengah Atas Negeri 1
purwodadi, kabupaten Grobongan sejumlah 157,11 cm. Yosia, 2009 mendapatkan
rata-rata tinggi badan sebesar 1,42 meter pada pemeriksaan siswi SMPN 2
Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kab.Deli Serdang.
Berdasarkan berat badan, jumlah responden terbanyak berada pada
kelompok berat badan 41-52 kg dengan rata-rata 42,9 kg. Hal ini merupakan
rentang yang normal bagi remaja usia 9-14 tahun. Pada Setyowati, 2006,
didapatkan rata-rata berat badan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Purwodadi,
Kabupaten Grobongan yaitu sebesar 48,49 kg. Berat badan rata-rata pada 58
orang sampel penelitian siswi SMPN 2 Tanjung Morawa sebesar 40.50 kg (Yosia,
2009).
5.2.2. Indeks Masa Tubuh
Dari tabel 5.4, didapatkan hasil responden yang termasuk klasifikasi kurus
(35,2%) lebih banyak daripada responden yang termasuk klasifikasi gemuk
(4,1%) dengan rata-rata 19,3. Klasifikasi ini didapatkan dari hasil perhitungan
Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu dengan rumus
( )
( )
2mungkin terkait dengan tigkat sosial ekonomi penduduk Langkat. Sebagian besar
mata pencaharian penduduk Langkat adalah sebagai petani dan nelayan.
Penelitian yang telah dilaksanakan di berbagai Negara menunjukkan usia
menarche dari anak yang berasal dari sosial ekonomi tinggi mendapat usia
menarche lebih muda dibanding anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi
Setyowati, 2006 melakukan penelitian pada siswi Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Purwodadi, Kabupaten Grobongan. Dari 75 orang sampel penelitian,
didapatkan lebih dari separuh responden (80,0%) memiliki IMT normal.
Dahliansyah, 2008 melakukan penelitian tentang hubungan status nutrisi
dengan usia menarche pada Siswi SMPN I Hulu Gurung, Kabupaten Kapuas
Hulu, Kalimantan Barat. Status nutrisi dinilai dari hasil pengukuran IMT. Hasil
penelitian ini menunjukkan sebanyak 45,6% responden mempunyai IMT yang
rendah (<18,5).
Yosia, 2009 melakukan penelitian hubungan IMT terhadap usia menarhe
pada siswi SMPN 2 Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten
Deli Serdang. Hasil penelitian ini menunjukkan rata – rata IMT 20.86 kg/m2.
Banyak hal yang turut mempengaruhi keadaan ini. Seiring dengan perkembangan
teknologi, penggunaan bahan kimia dalam proses pembuatan makanan semakin
marak. Penggunaaan hormon dalam perkembangbiakan hewan ternak akan
mempengaruhi pertumbuhan remaja. Remaja yang mengkonsumsi cenderung
menjadi gemuk dan memiliki Indeks Masa Tubuh yang tinggi pula. Selain itu,
aktifitas harian dan olahraga juga turut mempengaruhi. Perkembangan internet
turut mengurangi aktifitas bermain anak sehingga menurunkan tingkat mobilitas
anak yang mengakibatkan kecenderungan indeks masa tubuh yang besar pula.
5.2.3. Usia Menarche
Tabel 5.6. menunjukkan bahwa paling banyak responden memiliki usia
menarche pada kelompok dengan rentang umur 12 – 13 tahun. Hal ini
menunjukkan rata-rata usia menarche pada sampel penelitian, yaitu sebesar 12,3
tahun.
Setyowati, 2006 melakukan penelitian pada siswi sekolah menengah atas
negeri 1 Purwodadi, Kabupaten Grobongan. Dari 75 orang sampel penelitian,
didapatkan rata-rata usia menarche yaitu 12,71 tahun.
Dahliansyah, tahun 2008 melakukan penelitian pada Siswi SMPN I Hulu
Gurung Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat tahun 2007. Hasil penelitian
Yosia, 2009 mendapatkan rata-rata usia menarche, yaitu : 11,5 tahun pada
siswi SMPN 2 Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli
Serdang.
Dari penelitian ini, usia menarche yang didapatkan termasuk dalam
kategori normal. Pubertas prekok pada remaja putri, bila ditemukan pembesaran
payudara sebelum umur 8 tahun, timbulnya rambut pubis sebelum umur 9 tahun,
atau terjadinya menstruasi sebelum umur 9,5 tahun. Sedangkan pubertas
terlambat, bila tidak membesarnya payudara sampai umur 13 tahun atau tidak
adanya menstruasi sampai umur 15 tahun.
5.2.4. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Usia Menarche
Usia menarche pada anak perempuan yang memiliki Indeks Masa Tubuh
besar sudah lama diketahui lebih awal daripada yang bukan (Aritaki, 1997). Hal
ini disebabkan oleh cadangan energi yang terdapat pada jaringan adiposit
menyebabkan terjadinya pubertas. Jaringan adiposit akan mengeluarkan leptin dan
adiponektin yang memicu aromatisasi perifer androgen menjadi estrogen sehingga
meningkatkan avaibilitas estrogen dalam darah. Leptin dan adiponektin juga
menyebabkan kerusakan sex hormone-binding globulin (SHBG) dan
meningkatkan up regulation reseptor di hipotalamus sehingga memicu terjadinya
hipersekresi TNF-α dan IL-6. Semua ini akan meningkatan GnRH yang akhirnya
menyebabkan penurunan usia menarche.
Hasil uji korelasi hubungan IMT dan usia menarche pada remaja putri di
Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat menunjukkan derajat keeratan
tingkat sedang yaitu dengan r = 0,436. Hal ini berarti semakin besar nilai indeks
massa tubuh seseorang maka usia menarche akan semakin rendah.
Penelitian Dahliansyah, tahun 2008 menyimpulkan semakin tinggi Indeks
Massa Tubuh semakin awal usia menarche responden. Kuatnya hubungan ini
diwakili oleh koefisien korelasi sebesar 0,402. Ini menunjukkan hubungan tingkat
sedang.