• Tidak ada hasil yang ditemukan

Green Banking Dalam Kebijakan Kredit Perbankan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Green Banking Dalam Kebijakan Kredit Perbankan Di Indonesia"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh : SABTIA 087011110/ M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

GREEN BANKING DALAM KEBIJAKAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Kenotariatan Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SABTIA

087011110/ M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Telah diuji pada

Tanggal 18 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S. Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarimi, S.H., M.Hum.

(4)

Judul Tesis : GREEN BANKING DALAM KEBIJAKAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Sabtia Nomor Pokok : 087011110

Program Studi : Magister Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Alvi Syahrin,S.H.,M.S.

Ketua

Prof.Dr.Sunarmi,S.H.,M.Hum. Dr.T.Keizerina Devi A.,S.H.,CN.,M.Hum.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof.Dr.Muhammad Yamin,S.H.,M.S.,CN Prof.Dr.Runtung,S.H.,M.Hum.

(5)

ABSTRAK

Lembaga perbankan mempunyai peran penting dan strategis dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melindungi lingkungan hidup, perbankan dapat melakukannya melalui pola green banking. Green banking adalah suatu institusi keuangan yang memberikan prioritas pada sustainability (pelestarian lingkungan secara berkelanjutan) dalam praktek bisnisnya. Kebijakan kredit pada bank yang berwawasan lingkungan (green banking) dapat meningkatkan daya saing dan memberi keunggulan tersendiri dalam strategi bisnis. Peran serta sektor perbankan dalam rangka mendukung pengelolaan lingkungan hidup (green banking) sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Peraturan tersebut didukung dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Selanjutnya disebut UUPPLH). Di Indonesia lembaga keuangan yang berwawasan lingkungan (Green banking) mulai muncul, misalnya dalam menerapkan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi bagian penting dalam analisis pemberian kredit dan menyangkut dokumentasi perkreditan (loan documentation), hal ini dapat dilihat pada salah satu Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang antara lain mengatur tentang perlunya bank umum untuk memperhatikan upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan yaitu dengan menggunakan peraturan-peraturan hukum, buku-buku, dan lain sebagainya. Dalam upaya untuk mendukung penelitian dilakukan wawancara terhadap informan pada P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Adapun informan tersebut adalah security Document Sub Manager pada P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Cabang Medan-Diponegoro.

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit bank terhadap hasil AMDAL sebagai salah satu produk Green Banking lebih memfokuskan terhadap pemenuhan syarat permohonan kredit untuk menjalankan kebijakan kredit yang berwawasan lingkungan sebagai salah satu syarat dalam penilaian tingkat kesehatan bank.

(6)

ABSTRACT

Banking institution plays an important and strategic role in an attempt to protect and to manage the environment. In protecting the environment, the banking institution can do it through the pattern of green banking. Green banking is a financial institution prioritizing sustainability in its business practice. The policy on credit at green banking can increase its competitiveness and own superiority in business strategy. Participation of banking in supporting green banking management is in line with what stated in Article 8 of Law No.7/1992 on banking which has been amended into Law No.10/1998. This regulation is supported by Law No.32/2009 on Protection and Management of Environment (UUPPLH). In Indonesia, green banking oriented financial institution begins to appear, for example, the application of Environmental Impact Analysis (AMDAL) becomes the important part in the analysis of credit extension and loan documentation. It can be seen in the regulation of Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 on Assessment of Asset Quality of Public Bank and Circular Letter of Bank Indonesia No. 7/3/DPNP dated January 31, 2005 on Assessment of Asset Quality of Public Bank which among other things regulating the importance of Public Bank to pay attention to the attempt done by the debtor in maintaining the environment.

This is normative legal study with library research to obtain the data from legal regulations, books and so forth. In an attempt to support this study, an interview was done to the informants consisting of the security Document Sub Manager of PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Medan-Diponegoro Branch.

The result of this study showed that bank credit policy towards the Environmental Impact Analysis (AMDAL) as one of the Green Banking products focused more on the requirement for credit application to implement the environment-oriented credit policy as one of the requirements in evaluating the level of bank health.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang dengan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini, juga disampaikan shalawat beserta salam kepada junjungan umat Muslim Nabi Muhammad Saw. yang dengan syafaatnya kita harapkan di hari kemudian.

Tesis ini berjudul “GREEN BANKING DALAM KEBIJAKAN KREDIT

PERBANKAN DI INDONESIA”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Pemilihan judul ini didasari oleh rasa ketertarikan Penulis terhadap permasalahan seputar penerapan kebijakan kredit di Indonesia sebagain salah satu produk dari Green Banking. Hal ini merupakan hal yang masih baru dan tidak semua dilaksanakan oleh bank-bank umum di Indonesia. Oleh karena itu Penulis merasa terpanggil untuk menulis Tesis tentang hal tersebut. Harapan Penulis semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, baik bagi Penulis sendiri maupun bagi pihak akademis.

Dalam penulisan tesis ini Penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga Penulis yang Penulis sayangi, yaitu orang tua Penulis yang telah mengasuh dan membesarkan dengan sedemikian rupa dan memberikan curahan kasih sayangnya untuk mendidik Penulis dari kecil sampai dewasa, kepada Ayahanda Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. dan Ibunda Seri Rasmi S.H., juga kepada adik-adik Penulis yaitu : Novi Aisha dan Riadhi Alhayyan.

(8)

a. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., sebagai Ketua Program Magister Kenotariatan dan juga sebagai Dosen Penguji Penulis. b. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S., sebagai Ketua Komisi Pembimbing

Tesis Penulis.

c. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H.,M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II Penulis. d. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., C.N., M.Hum, sebagai Dosen

Pembimbing III Penulis.

e. Ibu Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn., sebagai Dosen Penguji Penulis. 4. Para Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Program Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf biro pendidikan di Magister Kenotariatan yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama ini.

6. Kepada seluruh teman-teman Penulis yang selalu setia memberikan dukungannya, yaitu Lisa, Kak Fina, Kak Masda, Rika, Oti, serta seluruh teman-teman Kenotariatan USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

7. Kepada Sahabatku Rahmad Effendi Tampubolon yang selalu setia dalam mendampingi dan memberikan segala bentuk dukungannya kepada Penulis.

Akhirnya dengan kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak atas tesis ini, yang diharapkan dapat memberikan masukan yang membangun bagi penulis untuk masa depan yang akan datang.

Medan, Agustus 2010 Penulis,

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sabtia

Tempat/Tanggal Lahir : Takengon, 30 Agustus 1986

Alamat : Komp. Pemda Tk. II Jl. Flamboyan I/2 No. 22

Tanjung Selamat Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Nama Orang Tua : Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H.

Seri Rasmi, S.H.

Nama Saudara Kandung : Novi Aisha, S.E.

Riadhi Alhayyan

Latar Belakang Pendidikan

- Sekolah Dasar : SD Negeri Percobaan Medan, Sumatera Utara (1992-1998)

- Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri I Medan, Sumatera Utara (1998-2001)

- Sekolah Menengah Umum : SMU Swasta Harapan Medan, Sumatera Utara (2001-2004)

- Universitas : S 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) 2004-2007

(10)

DAFTAR ISI

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian ... 22

2. Sumber Data... 23

B. Aktivitas Perbankan dalam Pemberian Kredit... 28

C. Pengaturan Green Banking dalam Perkreditan di Indonesia 53 BAB III PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PERBANKAN DALAM PENEGAKAN GREEN BANKING MENGENAI KEBIJAKAN KREDIT... 65

A. Penerapan Green Banking dalam Hukum Perkreditan ... 65

B. Peranan Bank dalam Pelaksanaan Green Banking dalam Hukum Perkreditan ... 69

(11)

BAB IV INSTRUMEN GREEN BANKING DALAM PERJANJIAN

KREDIT... 77

A. Kedudukan Instrumen Green Banking dalam Perjanjian Kredit 77 B. AMDAL Sebagai Aspek Kelayakan dalam Perjanjian Kredit 84 1. Pengertian AMDAL ... 84

2. Kriteria Penyusunan AMDAL ... 87

3. Kaitan Pelaksanaan AMDAL terhadap Pemberian Kredit 89 4. Aturan Hukum Penerapan AMDAL dalam Perjanjian Kredit... 93

C. Kendala-kendala dalam Merealisasikan Instrumen Green Banking pada Perjanjian Kredit ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 107

(12)

ABSTRAK

Lembaga perbankan mempunyai peran penting dan strategis dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melindungi lingkungan hidup, perbankan dapat melakukannya melalui pola green banking. Green banking adalah suatu institusi keuangan yang memberikan prioritas pada sustainability (pelestarian lingkungan secara berkelanjutan) dalam praktek bisnisnya. Kebijakan kredit pada bank yang berwawasan lingkungan (green banking) dapat meningkatkan daya saing dan memberi keunggulan tersendiri dalam strategi bisnis. Peran serta sektor perbankan dalam rangka mendukung pengelolaan lingkungan hidup (green banking) sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Peraturan tersebut didukung dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Selanjutnya disebut UUPPLH). Di Indonesia lembaga keuangan yang berwawasan lingkungan (Green banking) mulai muncul, misalnya dalam menerapkan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi bagian penting dalam analisis pemberian kredit dan menyangkut dokumentasi perkreditan (loan documentation), hal ini dapat dilihat pada salah satu Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang antara lain mengatur tentang perlunya bank umum untuk memperhatikan upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan yaitu dengan menggunakan peraturan-peraturan hukum, buku-buku, dan lain sebagainya. Dalam upaya untuk mendukung penelitian dilakukan wawancara terhadap informan pada P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Adapun informan tersebut adalah security Document Sub Manager pada P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Cabang Medan-Diponegoro.

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit bank terhadap hasil AMDAL sebagai salah satu produk Green Banking lebih memfokuskan terhadap pemenuhan syarat permohonan kredit untuk menjalankan kebijakan kredit yang berwawasan lingkungan sebagai salah satu syarat dalam penilaian tingkat kesehatan bank.

(13)

ABSTRACT

Banking institution plays an important and strategic role in an attempt to protect and to manage the environment. In protecting the environment, the banking institution can do it through the pattern of green banking. Green banking is a financial institution prioritizing sustainability in its business practice. The policy on credit at green banking can increase its competitiveness and own superiority in business strategy. Participation of banking in supporting green banking management is in line with what stated in Article 8 of Law No.7/1992 on banking which has been amended into Law No.10/1998. This regulation is supported by Law No.32/2009 on Protection and Management of Environment (UUPPLH). In Indonesia, green banking oriented financial institution begins to appear, for example, the application of Environmental Impact Analysis (AMDAL) becomes the important part in the analysis of credit extension and loan documentation. It can be seen in the regulation of Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 on Assessment of Asset Quality of Public Bank and Circular Letter of Bank Indonesia No. 7/3/DPNP dated January 31, 2005 on Assessment of Asset Quality of Public Bank which among other things regulating the importance of Public Bank to pay attention to the attempt done by the debtor in maintaining the environment.

This is normative legal study with library research to obtain the data from legal regulations, books and so forth. In an attempt to support this study, an interview was done to the informants consisting of the security Document Sub Manager of PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk, Medan-Diponegoro Branch.

The result of this study showed that bank credit policy towards the Environmental Impact Analysis (AMDAL) as one of the Green Banking products focused more on the requirement for credit application to implement the environment-oriented credit policy as one of the requirements in evaluating the level of bank health.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perubahan iklim menjadi isu utama di dunia saat ini. Hampir semua negara

memfokuskan diri pada upaya mengurangi dampak perubahan iklim yang sudah

semakin nyata terhadap kehidupan manusia. Dampak perubahan iklim ini

menyadarkan semua pihak untuk bertindak sesuatu guna menyelamatkan kehidupan

manusia di bumi.

Kepedulian sekelompok manusia saja terhadap lingkungan hidup tidak cukup oleh karena perubahan suatu lingkungan bukan saja berdampak secara lokal, tetapi sering dapat pula berdampak global. Misalnya saja menguapnya chlorofluorocarbons (CFCs) yang dipakai dalam air conditioning (AC), lemari es, dan plastik foams ke dalam atmosfer bagian atas, telah merusak lapisan stratospheric ozone yang melindungi kita dari radiasi ultraviolet yang membahayakan. Sekalipun CFCs tersebut berasal dari AC dan lemari es di Indonesia tetapi akibatnya terasa diseluruh dunia. Itulah sebabnya mengapa “United Nations Conference on the Human Environment” yang diselenggarakan di Stockholm tanggal 5-16 Juni 1972 telah menegaskan dalam rumusan kedua dari hasil konperensi itu bahwa pengelolaan lingkungan hidup demi pelestarian kemampuan lingkungan hidup merupakan kewajiban dari segenap umat manusia dan setiap pemerintah di seluruh dunia.1

Perkembangan hukum lingkungan telah memperoleh dorongan yang kuat

karena adanya Stockholm Declaration ini, baik pada taraf nasional, regional maupun

internasional. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan

pengertian dan bahasa di antara para ahli hukum dengan menggunakan Stockholm

1Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

(15)

Declaration sebagai referensi bersama.2Berbagai forum internasional terus digelar

untuk membahas tindakan nyata mengatasi perubahan iklim yang antara lain

diselenggarakan di Copenhagen, Denmark, tanggal 7-12 Desember 2009.

Inti hakekat masalah lingkungan hidup adalah memelihara hubungan serasi

antara manusia dengan lingkungan. Pembangunan menimbulkan perubahan, baik

dalam lingkungan alam maupun dalam lingkungan sosial, maka penting diusahakan

agar perubahan-perubahan lingkungan ini tidak sampai mengganggu keseimbangan

hubungan antara manusia dengan lingkungan.3

Menyadari perlunya dilakukan pengelolaan lingkungan hidup demi pelestarian

kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang

pembangunan yang berkesinambungan, maka Indonesia yang berada pada posisi yang

sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, wajib mengembangkan dan

melestarikan lingkungan hidup agar dapat tetap menjadi sumber penunjang hidup

bagi bangsa dan rakyat Indonesia serta makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu dalam

setiap GBHN dicantumkan landasan bagi kebijaksanaan pengelolaan lingkungan

hidup di Indonesia. Dalam GBHN 1999-2004 dicantumkan antara lain:

a. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. b. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup

dengan melakukan konversi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.

2

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta, Gajah Mada University

Press, 1999), hal. 11.

3Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, (Jakarta : LP3ES, P.T. Media Surya

(16)

c. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.

d. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.

e. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaruan dalam pengelolan sumber daya alam yang dapat diperbarui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai landasan

konstitusional bagi penyelenggaraan pemerintah dalam Pasal 33 ayat (3)

menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dkuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hal yang sama dipertegas lagi pada tahun 1982, dimana Indonesia untuk pertama

kalinya mengundangkan suatu undang-undang yang sangat penting mengenai

pengelolaan lingkungan hidup, yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, selanjutnya

Undang-undang ini telah diganti dengan Undang-Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan kemudian kembali diganti dengan

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(selanjutnya disebut UUPPLH).

Kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam setiap GBHN dan

(17)

bangsa Indonesia terhadap hasil “United Nations Conference on the Human

Environment” yang diselenggarakan tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm.

Perubahan iklim timbul dari hubungan sebab akibat antara efek rumah kaca

dan pemanasan global, maka keberlanjutan bisnis perbankan juga merupakan

hubungan sebab akibat antara perilaku bisnis dan lingkungan. Kesadaran ini dimiliki

oleh kalangan perbankan demi menyelamatkan lingkungan, sebagai motor penggerak

roda perekonomian negara maka perbankan dalam era perubahan iklim layak

memberikan kontribusi optimal.

Perbankan perlu beradaptasi secara interdepedensial dengan lingkungan,

dalam hal ini dikenal dengan istilah green banking, sebagai cara untuk memenangkan

persaingan pasar sekaligus turut melestarikan lingkungan, karena perbankan tidak

bisa hidup tanpa lingkungan yang memadai. Ini tercermin dari aspek iklim usaha

yang baik maupn lingkungan hidup yang lestari.

Pembiayaan proyek pada bank yang berwawasan lingkungan (green banking)

telah terbukti dapat meningkatkan daya saing dan memberi keunggulan tersendiri

dalam strategi bisnis. Dengan demikian, perbankan diharapkan dapat meningkatkan

peran dan perhatian terhadap pembiayaan kepada proyek-proyek yang mempunyai

perhatian terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Peran serta sektor perbankan dalam rangka mendukung pengelolaan

lingkungan hidup (green banking) sejalan dengan undang-undang dan diamanatkan

dalam Pasal 8 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

(18)

(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisa yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Dengan demikian keyakinan berdasarkan analisa yang mendalam dalam

memberikan kredit atau pemiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat, bank

harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

bagi perusahaan yang berskala besar dan atau beresiko tinggi agar proyek yang

dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam hal pemberian kredit, bank dituntut agar dapat memperoleh keyakinan

tentang kemampuan nasabah sebelum menyalurkan kreditnya, maka faktor

melakukan penilaian secara cermat dan seksama terhadap watak, kemampuan, modal,

agunan, dan prospek usaha, debitur wajib meyakinkan bank. Undang-undang

Perbankan ini secara implisit menentukan bahwa pemberian kredit harus memiliki

jaminan cukup menyandarkan diri pada keyakinan atau kemampuan dan kesanggupan

dari debitur untuk melunasi hutangnya. Terdapat suatu ilustrasi mengenai keterkaitan

dunia usaha dengan lingkungan hidup, yakni:

“Suatu badan usaha mendapatkan fasilitas kredit di bank pelaksana, untuk ini

bank telah melakukan evaluasi yang mendalam tentang karakternya, kemampuannya,

modalnya, agunannya, dan kondisi serta prospek usaha dan/atau kegiatan badan usaha

yang bersangkutan.”4

4Hassanuddin Rahman, Kebijakan Kredit Perbankan Yang Berwawasan Lingkungan, Cet. 1,

(19)

Dalam hubungan inilah Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan perturan lingkungan hidup lainnya dapat

diberlakukan, yaitu suatu usaha dan/atau kegiatan dalam opersionalnya harus selalu

mengindahkan UUPPLH serta peraturan lingkungan hidup lainnya.

Ada beberapa ketentuan dalam UUPPLH yang dapat dijadikan landasan bagi

peran dan tanggung jawab bank dalam pelaksanaan green banking dalam hukum

perkreditan di Indonesia, antara lain Pasal 22, Pasal 36, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67,

dan Pasal 68. Disamping itu dapat pula diambil kebijakan perbankan, dimana Bank

Indonesia yang berkewajiban menunjang kebijakan tersebut sebagai otoritas moneter

yang antara lain bertugas mengatur dan mengawasi bank sebagaimana hal itu

ditentukan dalam Pasal 8 huruf c Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004.

Bank memiliki peranan sebagai penghimpun dana dari masyarakat untuk odal

pembangunan. Sebagai lembaga keuangan, Bank memiliki usaha pokok, yaitu

memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Pemberian kredit merupakan salah satu bagian yang penting dalam kehidupan

perbankan, sebab bank dapat hidup dari usaha penyaluran dan berupa pemberian

kredit tersebut.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional, bank perlu terus

ditingkatkan dan diperluas peranannya, sehingga dapat memberikan manfaat yang

(20)

ketentuan Pasal 4 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan

bahwa:

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.”

Ketentuan di atas jelas bahwa lembaga perbankan mempunyai peranan

penting dan strategis tidak saja dalam menggerakkan roda perekonomian nasional,

tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.

Ini berarti bahwa lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai agent of

development dalam upaya mencapai tujuan nasional tadi,5 termasuk melalui upaya

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pola green banking.

Selama ini bank belum melihat jauh kepada permasalahan-permasalahan dan akibat-akibat yang mungkin ditimbulkan oleh dunia usaha sehingga dengan timbulnya berbagai masalah yang terjadi seperti pencemaran lingkungan tersebut bank merasa tidak ikut bertanggung jawab, padahal dengan perjanjian kredit bank, dijumpai permasalahan hukum yang bila dilihat dari kacamata kepentingan bank, sangat merugikan bank.6

Sebagai institusi keuangan yang memberikan pinjaman dananya kepada

debitur, pada dasarnya bank tersebut menghendaki agar pinjaman tersebut dapat

dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang disepakati, walaupun apabila dalam

kegiatan yang dilakukan debitur akan menghadapi masalah dengan lingkungan, maka

debitur akan mengalami kerugian, yang pada akhirnya menghadapi kesulitan untuk

mengembalikan pinjamannya.

5

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 40

6Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para

(21)

Dengan kerugian yang dialami debitur, maka bank sebagai lender tentu akan

menerima dampaknya pula, karena kredit yang diberikan menghadapi kemungkinan

tidak akan dapat dikembalikan (macet). Untuk menghindari kerugian, maka

sebenarnya bank dapat meminta persyaratan-persyaratan di bidang lingkungan

misalnya dengan melihat apakah AMDAL-nya sudah ada, bagaimana environmental

assessment dilakukan, apakah debitur sudah memiliki standar lingkungan. Bank juga

perlu malakukan monitoring terhadap implementasi kegiatan yang dilakukan oleh

debitur untuk melihat apakah dana yang digunakan tersebut telah sesuai dengan

syarat-syarat lingkungan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Terhadap konsekuensi lingkungan dari kredit yang diberikan, bank perlu lebih

sensitif, di Indonesia lembaga keuangan yang berwawasan lingkungan (Green

Banking) mulai muncul, misalnya dalam menerapkan bahwa analisis mengenai

dampak lingkungan menjadi bagian penting dalam analisis pemberian kredit dan

menyangkut dokumentasi perkreditan (loan documentation).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

2. Bagaimana Green Banking dalam kebijakan perbankan di Indonesia?

3. Bagaiamana peran dan tanggung jawab perbankan dalam penegakan Green

Banking mengenai kebijakan kredit?

(22)

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk memahami dan mengetahui Green Banking dalam kebijakan

perkreditan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab perbankan dalam penegakan

Green Banking mengenai kebijakan kredit.

3. Untuk mengetahui dan memahami instrumen Green Banking dalam perjanjian

kredit.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau informasi di bidang ilmu

hukum, khususnya di bidang perbankan, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat

menjadi bahan studi lanjutan untuk melengkapi materi hukum ekonomi.

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat menjadi

masukan dan sebagai kontribusi yuridis kepada pengambil keputusan dalam bidang

perbankan, bagi kalangan praktisi, pemerintah, DPR, peminat dunia industri

(23)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti dan tenaga

administrasi di Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bahwa tidak terdapat tesis yang menganalisa topik yang

terkait dengan kebijakan perbankan dalam konteks perkreditan yang berwawasan

lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini adalah “asli”, karena sesuai dengan

asas-asas keilmuan yakni: jujur, rasional, objektif dan terbuka/transparan. Sehingga

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka

atas masukan dan kritikan, serta saran-saran yang bersifat membangun.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kelangsungan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada

metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh

teori.7 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi,8 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya

pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.9

7Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta :UI-Press, 1986), hal. 6 8

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan

Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27. Menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud

disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

(24)

Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan serangkaian asumsi, konsep,

definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

dengan cara merumuskan konsep.10 Sedangkan Snelbecker yang mendefinisikan teori

sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti

aturan tertentu yang dapat diamati dan fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan

menjelaskan fenomena yang diamati.11

Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat diambil suatu pengertian perihal

Kerangka Teori, yaitu bahwa kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi

bahan perbandingan, pegangan teoritis.12

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/ petunjuk

dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.13

Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak mencari jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan dalam permasalahan penelitian, yakni mengenai sinkronisasi

dan harmonisasi peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang green banking

secara vertikal, maka teori yang hendak digunakan untuk hal tersebut adalah teori

Hans Kelsen mengenai keabsahan norma dasar dari peraturan perundang-undangan

terhadap tingkatan yang lebih tinggi.

10Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal. 19 11Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodologi, Penelitian Kualitatif, (Jakarta:

Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 103.

12M. Solly Lubis, Op. Cit, hal. 80

13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,

(25)

Menurut Kelsen, pernyataan bahwa norma yang mengacu kepada perilaku

manusia adalah “absah” berarti bahwa ia bersifat mengikat, bahwa seorang individu

mesti berperilaku dengan cara yang ditetapkan oleh norma itu.14 Keabsahan atau

keberlakuan dari suatu norma bukanlah fakta, tapi karena dia merupakan harapan (out

to be), sebab sesuatu yang out to be tidak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang

berlaku (is). Dengan kata lain, dari keadaan bahwa sesuatu itu ada tidak bisa

disimpulkan bahwa sesuatu itu seharusnya terjadi, dan bahwa sesuatu yang

seharusnya ada, tidak bisa menjadi alasan bahwa sesuatu itu ada. Yang bisa menjadi

alasan keberlakuan sebuah norma hanyalah keberlakuan norma lain. Sebuah norma

yang mempresentasikan alasan bagi keberlakuan norma lain secara kiasan dikatakan

sebagai norma yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan norma yang lebih rendah..

Oleh sebab itu pula untuk mengukur keabsahan suatu norma hanya dapat

dilaksanakan dengan cara melihat hubungan antara norma-norma hukum yang diatur

oleh peraturan yang lebih tinggi dengan norma-norma hukum yang diatur oleh

norma-norma hukum yang lebih rendah tingkatannya, yang kedua-duanya diundang

oleh otoritas.

Norma dasar yang terkandung dalam peraturan perundangan-undangan lebih

tinggi merupakan premis mayor (out to be), sedangkan yang terdapat di dalam

peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya merupakan premis

minor (is). Namun hanya premis mayor, yang berupa pernyataan seharusnya (out to

14Hans Kelsen, (Alih bahasa oleh Raisul Muttaqien), Pure Theory of Law, Teori Hukum

(26)

be), yang merupakan conditio per quam dalam kaitannya dengan simpulan, yang juga

berupa pernyataan seharusnya (out to be), yakni norma yang keabsahannya

dinyatakan dalam premis mayor merupakan alasan bagi keabsahan norma yang

keabsahannya dinyatakan dalam kesimpulan. Sedangkan pernyataan adalah (is) yang

berfungsi sebagai premis minor hanya merupakan conditio sine quanon dalam

kaitannya dengan simpulan. Artinya fakta yang terdapat atau keberadaannya

dinyatakan sebagai is dalam premis minor (pada tingkatan peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya) bukan merupakan ukuran mengenai

keabsahan norma yang keabsahannya ditegaskan dalam simpulan.

Kelsen berpendapat bahwa hanya otoritas yang berkompeten saja yang dapat

menciptakan norma-norma hukum yang valid dan kompetensi itu hanyalah

berdasarkan kepada norma-norma hukum yang diciptakannya. Penguasa atau

pemerintah mempunyai otorisasi untuk menciptakan norma-norma dan dia

merupakan subyek hukum dalam norma-norma hukum yang diciptakannya tersebut

sebagaimana yang berlaku bagi individu. Keabsahan dari norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya

hanyalah dapat diukur dengan jalan menelusurinya kembali melalui norma-norma

dasar dari suatu sistem norma. Norma-norma dasar merupakan sumber-sumber yang

sifatnya umum untuk melihat dan atau mengukur tentang keabsahan dari semua

norma-norma hukum dari peraturan yang sama. Suatu norma hukum dapat dikatakan

absah apabila ia diciptakan berdasarkan norma-norma dasar yang lebih tinggi. Karena

(27)

perundang-undangan yang penciptaannya berdasarkan norma-norma dasar. Oleh karena itu pula

norma-norma hukum dari suatu peraturan perundang-undangan harus diciptakan

melalui proses yang tertentu.

Dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa norma-norma hukum dari suatu

peraturan perundang-undangan keabsahan norma-normanya hanya dapat diukur

melalui tingkatan-tingkatan peraturan perundang-undangan itu sendiri, yang secara

teoritis harus terkoordinasi tingkatan demi tingkatan melalui tingkatan

perundang-undangan itu.

Dengan demikian keabsahan norma-norma hukum dari suatu peraturan

perundang-undangan tingkat keberlakuannya hanya dapat diakhiri berdasarkan

aturan-aturan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan itu sendiri.

Dengan menggunakan teori dari Kelsen mengenai sinkronisasi dan harmonisasi

hukum melalui kajian terhadap keabsahan norma-norma hukum berdasarkan hierarki

peraturan perundang-undangan, diharapkan dapat mengungkapkan data tentang

kelemahan-kelemahan yang ada dari norma-norma hukum mengenai pengaturan

Green Banking dan implikasi-implikasi yuridis yang timbul dari kondisi tersebut

terhadap penerapan hukumnya.

Teori dan konsep mengenai disiplin hukum merupakan bagian dari ilmu

hukum (teori hukum) terutama kaidah hukum (normwissenscahf) atau das Sollen.

Setiap kaidah hukum pada umumnya berisikan satu atau lebih fakta positif mengenai

pola-pola perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kajian terhadap

(28)

hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan (hukum negara)

yang mengatur tentang green banking telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga

dapat memperkirakan das Sein-nya yang pada akhirnya dapat pula diperkirakan

mengenai derajat penegakannya.

Dalam konsep perlindungan lingkungan, manusia dipandang sebagai bagian

yang tidak terpisahkan keberadaannya dalam lingkungan kehidupannya dengan

unsur-unsur lingkungan lainnya, sumber daya alam dan sumber daya buatan.

Lingkungan merupakan suatu kesatuan yang sedemikian komplek isi muatannya.

Kompleksitas tersebut tidak hanya menggambarkan tentang isi dari lingkungannya,

tetapi juga menggambarkan pula tentang adanya hubungan yang berkaitan antara

unsur-unsur dari lingkungan, sebagai gambaran akan adanya hubungan timbal balik.

Konsep-konsep hukum pada mulanya hanya mengatur tentang bagaimana

manusia mendapatkan landasan hak untuk dapat menguasai suatu hak kebendaan

yang berhubungan erat dengan sumber-sumber daya alam. Dalam perkembangannya

konsep hukum telah memuat pula asas-asas atau dasar-dasar filosofi tentang

bagaimana sumber daya alam dan sumber daya buatan (sebagai unsur yang sangat

penting dalam menjaga kelestarian dan daya dukung/manfaat lingkungan tersebut)

dapat dimanfaatkan oleh manusia secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban

bukan saja kepada manusia pada generasi yang sama, tetapi bagaimana tingkat

kelestarian dan manfaat lingkungan tersebut masih dapat dinikmati oleh

(29)

Sejak tahun 1968 dengan adanya The Biosphere Conference, muncul istilah-istilah “Suistanable Development”, “Suistanable Use”, dan seterusnya. Suistanable Development adalah konsep nilai yang terdeskripsi dari formula Deklarasi Stockholm dan Deklarasi Rio sebagai upaya kompromi antara kalangan developmentalis dan environmentalis. Namun tampaknya environmentalis belum puas dengan konsep pembangunan berkelanjutan karena bila mencermati konsep demikian yang ditilik dari segi manapun selalu lebih aksentual kepada pembangunan.15

Gerakan kesadaran lingkungan telah mampu meyakinkan para politisi dan

pengambil keputusan tentang pentingnya masalah lingkungan terintegrasi dalam

konsep-konsep pembangunan.

Komitmen mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan pun

menjadi titik tolak atau orientasi pembangunan nasional pascakonferensi Stockholm

1972. Prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan berdasarkan Deklarasi Stockholm 1972

diaktualisasikan ke dalam perundang-undangan nasional (UULH-82) dan

disempurnakan pada tahun 1997 (UUPLH-97) berdasarkan perkembangan baru

dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992. Deklarasi Rio yang menyoroti aspek

lingkungan dan pembangunan itu merupakan refleksi dari komitmen terhadap

berbagai prinsip yang menunjang konsep pembangunan berkelanjutan (suistainable

development).

Menurut Daud Silalahi, pembangunan berkelanjutan (suistainable

development) merupakan konsep baru yang terkait dengan konsep pembangunan. Arti

keterkaitan ini dapat dihubungkan dengan masalah efisien dan keadilan. Melakukan

(30)

efisien untuk memperbesar kue pembangunan dan keadilan (equity) untuk pembagian

yang layak dan menjaga keberlanjutan pemanfaatannya.16

Konsep-konsep hukum yang baru yang dikandung dalam konsep-konsep di

atas telah mencoba mengharmonisasikan antara kedua kepentingan yang satu dengan

lainnya yang saling mempengaruhi, yakni antara eksploitasi dan konservasi, antara

eksplorasi dan pelestarian, antara “development” dan “conservation” dan antara

pemanfaatan dan pengelolaan, sebagai pasangan nilai-nilai suatu sistem pengelolaan

yang harus dibakukan dalam setiap produk hukum yang mengaturnya.

Selanjutnya muncul pula istilah-istilah tentang perusakan dan pencemaran

lingkungan, yang kemudian diatur oleh peraturan-peraturan hukum tentang cara

pencegahan dan penanggulangannya. Di negara-negara yang telah maju seperti di

negara di Eropa, Amerika dan Kanada, hal-hal semacam itu telah membudaya dalam

kehidupan sehari-hari. Peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang

pemanfaatan sumber-sumber daya alam telah memuat unsur-unsur dan kaidah-kaidah

hukum tentang pencegahan dan penanggulangan terhadap pencemaran dan kerusakan

lingkungan. Pemuatan konsep-konsep ekologi ke dalam konsep hukum dimaksudkan

untuk menjaga tingkat keberlanjutan fungsi alam bagi kehidupan manusia, baik

generasi yang sekarang maupun yang akan datang.

16 Daud Silalahi, Perangkat Hukum Nasional, Regional dan Internasional dalam

Pembangunan yang Berkelanjutan, Artikel pada Jurnal Hukum Lingkungan Tahun I Nomor I,

diterbitkan oleh ICEL, Jakarta, 1994, hal. 37. Dikutip dari : Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip

Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dalam Aktivitas Industri Nasional, Sebuah Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Kehidupan Antar Generasi, (Bandung: P.T. Alumni, 2008), hal.

(31)

Konsep Green Banking sebenarnya bukan seluruhnya hal yang baru. Sering

orang memperkirakan apakah konsekuensi tindakan yang akan dilakukannya, dan

memikirkan apakah konsekuensi tindakan yang akan dilakukannya, dan memikirkan

tindak lanjut apa yang diperlukan untuk memperbesar atau memperkecil konsekuensi

tindakannya itu. Konsep Green Banking mempelajari dampak pembangunan terhadap

lingkungan dan dampak lingkungan terhadap pembangunan yang didasarkan pada

konsep ekologi. Ilmu ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal

balik atau interaksi antara pembangunan dan lingkungan.

2. Konsepsi

Konsepsi dalam bahasa Latin memiliki arti hal yang dimengerti. Sehingga

konsepsi adalah merupakan salah satu bagian terpenting dari pada teori, dimana

peranan konsepsi adalah untuk menghubungkan dunia teori dengan observasi, antara

abstraksi dan realita.17 Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang

dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan

analitis.18

Konsep juga diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.

Pentingnya defenisi operasional ini adalah untuk menhindarkan perbedaan pengertian

17Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1989), hal. 34

18Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat,

(32)

atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu,

dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.19

Oleh karena itu, agar dapat menjawab permasalahan di dalam penelitian ini,

akan dijelaskan bagian kerangka konsepsi yaitu hal-hal yang berkenaan dengan

konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan tesis ini. Dalam proses

penelitian tesis ini dipergunakan definisi operasional untuk memberikan pegangan

bagi penulis, yakni sebagai berikut :

1) Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lain.20

2) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan dan penegakan

hukum.21

3) Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan

aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan

19

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3

20 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

(33)

untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.22

4) Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara

kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.23

5) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak

penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup

yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan

usaha dan/atau kegiatan.24

6) Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya.25

7) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.26

8) Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.27

22Ibid., Pasal 1 Angka 3 23Ibid., Pasal 1 Angka 6 24Ibid., Pasal 1 Angka 11 25

Pasal 1 Angka 1 Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

(34)

9) Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.28

10) Nasabah debitur adalah Nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.29

11) Kredit berwawasan lingkungan adalah kredit yang diberikan dengan

mempertimbangan sumber daya dan kualitas`lingkungan dalam analisisnya,

sehingga semua pihak dapat menarik manfaat daripadanya guna meningkatkan

kesejahteraan dan mutu hidup rakyat banyak.30

12) Green banking adalah suatu institusi keuangan yang memberikan prioritas pada

sustainability (pelestarian lingkungan secara berkelanjutan) dalam praktek

bisnisnya.31

G. Metode Penelitian

1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan

untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematika, metodologis, dan konsisten.

28Ibid., Pasal 1 Angka 16 29Ibid., Pasal 1 Angka 18

30Hassanuddin Rahman,. Op.Cit. hal. 39

31Leonard T. Panjaitan, Anggota Corporate Sustainability Team (CST) Bank BNI-Kantor

Besar Jakarta, Green Banking di Indonesia: Adaptasi Bisnis dalam Perubahan Iklim, dipublikasikan Kamis, 21 Januari 2010.

(35)

Metodologi yang terapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan

yang menjadi induknya.32

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian

normatif menurut Ronald Dworkin disebut juga penelitian doktrinal (doctrinal

research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it

written in the book, maupun hukum sebagai law as it by the judge trough judicial

process.33

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis34, karena metode yang digunakan

untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan peraturan perundang-undangan

yang berlaku kemudian menghubungkan dengan keadaan atau fenomena dalam

praktek, yang memerlukan evaluasi terhadap substansi peraturan hukum tentang

kebijakan kredit perbankan yang berwawasan lingkungan pada P.T. Bank Danamon

Indonesia, Tbk. terhadap perjanjian kreditnya.

2. Sumber Data

Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang

dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Dengan demikian, data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang terdiri atas undang-undang yang berkaitan dengan perbankan dan

32Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,. Op.Cit. hal.1

33 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

(Medan : Majalah Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hal., 1.

34Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,1996), hal.

(36)

lingkungan hidup, antara lain : Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Undang-undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL dan

peraturan lainnya yang berhubungan.

b. Bahan hukum sekunder, seperti buku-buku teks ynag ditulis oleh para ahli hukum,

jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana hukum dan hasil simposium yang

berkaitan dengan hukum.

c. Bahan hukum tersier, seperti bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus hukum, ensiklopedia hukum, surat kabar dan majalah yang memuat tentang

topik yang relevan dalam penulisan tesis ini.35

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan 2 (dua) metode, yakni:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research).

Studi dokumen yaitu dilakukan dengan menginventarisir berbagai bahan

hukum baik bahan hukum primer, sekunder dan tertier melalui penelusuran

kepustakaan (library research).

b. Penelitian Lapangan (Field Research).

35 Johnny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Bayu Media

(37)

Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para

responden melalui penelitian lapangan (field research) dengan melakukan

wawancara kepada informan dalam upaya untuk mengetahui penerapan kebijakan

kredit yang berwawasan lingkungan pada P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk.

Adapun informan tersebut adalah Security Document Sub Manager pada

P.T. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Cabang Medan-Diponegoro.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian tesis ini dilakukan dalam rangkaian aktivitas

yang dimulai dari pengumpulan data sampai dengan penarikan kesimpulan. Metode

analisis dilakukan dengan metode analisis kualitatif yang difokuskan pada kedalaman

analisis antar konsep yang dipergunakan atau ditemukan dalam penelitian.

Secara umum rangkaian kegiatan analisis dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Menginventarisasi dan memilah bahan hukum yang relevan dengan topik

penelitian.

b. Menemukan norma-norma hukum atau asas-asas hukum dalam konsep-konsep

hukum yang terdapat dalam bahan hukum yang dipegunakan.

c. Mensistematisasikan konsep-konsep hukum dalam kategori yang lebih umum.

d. Menganalisis dan mendeskripsikan hubungan antara kategori-kategori yang

diperoleh dalam penelitian.

(38)

BAB II

GREEN BANKING DALAM KEBIJAKAN PERKREDITAN DI INDONESIA

A. Bank, Lingkungan, dan Pembangunan Berkelanjutan

Trilogi pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang

dicanangkan oleh pemerintahan orde baru di Indonesia dalam sebagai landasan

penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan

negara. Trilogi pembangunan terdiri dari:

1. Stabilitas nasional yang dinamis;

2. Pertumbuhan ekonomi tinggi;

3. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam menyerasikan dan

menyeimbangkan masing-masing unsur dari trilogi pembangunan adalah perbankan.

Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai

suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara

efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke

arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam

mencapai tujuan pembangunan nasional, dan dalam rangka lebih meningkatkan

(39)

lingkungan hidup sebagai akibat daripada pembangunan khususnya di bidang

industri.

Bank, lingkungan, dan pembangunan merupakan tiga unsur penting yang

kualitasnya selalu diharapkan untuk terus meningkat. Kualitas dan kinerja bank

tentulah akan ikut menentukan kondisi perekonomian Negara ini, lebih khusus lagi

dapat memberi kontribusi yang besar terhadap pembangunan dalam arti yang luas,

karena bank adalah agen pembangunan (agent of development). Dengan begitu

pembangunan diharapkan dapat terus berjalan sesuai dengan target-target yang

diharapkan oleh seluruh stakeholder bangsa ini. Tentunya yang diharapkan adalah

pembangunan yang berkelanjutan (suistanable development). Ironisnya antara bank,

lingkungan dan pembangunan sering berada dalam stigma yang kontradiktif.

Persoalannya adalah, pembangunan yang diupayakan melalui industrialisasi acapkali

menimbulkan persoalan dalam bidang lingkungan dengan menimbulkan akibat

perusakan dan pencemaran lingkungan.

Upaya mencegah kontradiksi antara pembangunan dan pelestarian lingkungan

ini cenderung ditonjolkan, dengan dalih bahwa memadukan dua kepentingan tersebut

akan menimbulkan industri yang berbiaya tinggi.

Salah satu akibat dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor adalah

dihasilkannya limbah yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya limbah

tersebut telah menimbulkan pencemaran yang merusak fungsi lingkungan hidup.

Menyadari akan adanya dampak akibat maraknya pembangunan seperti

(40)

Oleh karena itu, menjadi kewajiban pemerintah untuk menggariskan kebijaksanaan

lingkungan dan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya

lingkungan.

B. Aktivitas Perbankan dalam Pemberian Kredit

Bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan

dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.36

Dalam menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank,

kepercayaan masyarakat tersebut wajib dilindungi dan dipelihara. Hal tersebut sejalan

dengan ketentuan Pasal 29 ayat (3) Undang-undang Perbankan yang menetapkan

antara lain bahwa bank dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha

lainnya, wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang dipercayakan dananya kepada bank.

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah kredit bukanlah sesuatu yang asing bagi

masyarakat. Ini menandakan bahwa istilah kredit telah dikenal dan jauh melanda

kehidupan ekonomi kita.

Dilihat dari asal katanya kata kredit berasal dari bahasa Latin, yaitu credere, yang artinya kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan dalam penundaan pembayaran, baik penundaan utang-piutang maupun penundaan jual beli. Debitur tidak wajib membayar utangnya secara langsung atau tunai, melainkan ia diberikan kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Karena utang tersebut dibayar dengan cara

(41)

dicicil, maka resiko selama utang tersebut belum dilunasi harus ditanggung oleh si pemberi kredit.37

Secara umum kredit diartikan sebagai “the ability to borrow on the opinion

cenceived by the lender that he will be repaid.”38

Levy merumuskan arti hukum dari kredit adalah sebagai berikut:

“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara

bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak menggunakan pinjaman itu untuk

keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman tersebut di

belakang hari.”39

Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, yang dimaksud kredit adalah:

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam maminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa di dalamnya terkandung

kewajiban untuk mengembalikan pinjaman. Dari adanya kewajiban ini dapat

ditafsirkan bahwa kredit hanya akan diberikan pada pihak yang dipercaya yang

mampu mengembalikan kreditnya di kemudian hari sesuai dengan jangka waktu dan

syarat-syarat yang telah disepakati sebelumnya.

37Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Solusi Hukum (Legal Action)

dan Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hal. 2

38

Bouviers Law Dictionary, A-K West Publishing Company, 1914, hal. 725, dikutip dari:

Mariam D. Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 21

39 Levy, Rekening Courant, 1873, hal. 192, dikutip dari: Mariam D. Badrulzaman, Ibid,

(42)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam kredit adalah

sebagai berikut, yaitu:40

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang akan diberikan dalam bentuk uang, barang, ataupun jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa datang;

b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam waktu itu tergantung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang nilainya lebih tinggi dari nilai uang yang akan diterima pada masa yang akan datang;

c. Degree of Risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang akan memisahkan antar pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya resiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan.

Dari uraian di atas cukup jelas bahwa kredit merupakan hubungan yang

berdasarkan atas kepercayaan terhadap penundaan pembayaran yang membutuhkan

jangka waktu tertentu. Sebagai akibat penundaan pembayaran tersebut, maka timbul

suatu resiko. Untuk itu dalam pelaksanaan pemberian kredit bank selalu berupaya

melakukan kehati-hatian (prudent banking). Setiap perjanjian tentu mengandung

adanya prestasi dan kontraprestasi. Oleh karena itu, dalam perjanjian kredit sejak saat

adanya kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak (bank dan nasabah

debitur) telah menimbulkan hubungan hukum atau menimbulkan hak dan kewajiban

dari masing-masing pihak sesuai kesepakatan yang telah mereka sepakati.

(43)

Bank sebagai kreditor berkewajiban untuk memberikan kredit sesuai dengan

jumlah yang disetujui, dan atas prestasinya tersebut bank berhak memperoleh

pelunasan kredit dan bunga dari debitur sebagai kontraprestasi.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam perjanjian kredit

terdapat perjanjian yang menentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima

oleh nasabah. Setelah diketahui secara jelas penggunaan uang itu, maka bank akan

memasukkan tujuan tersebut ke dalam jenis kredit yang akan diberikannya. Tujuan

penggolongan kredit tersebut tidak lain adalah untuk memudahkan sistem manajemen

administrasi perbankan serta pelaporan kepada bank sentral.

Menurut Badriyah Harun, jenis-jenis kredit perbankan adalah sebagai

berikut:41

1. Berdasarkan Penggunaannya

a. Kredit Modal Kerja

Yaitu kredit jangka pendek yang diberikan untuk membiayai kebutuhan modal

kerja dari suatu perusahaan. Umumnya disediakan dalam bentuk rekening

koran. Agunannya lebih ditekankan pada barang yang lebih mudah dicairkan

dalam waktu singkat, persyaratan kredit memerhatikan perkembangan usaha

agar jangan sampai penarikan total kredit mematikan usaha yang bersangkutan.

Contohnya: KUPEDES, KUT (Kredit Usaha Tani), KUR (Kredit Usaha

Rakyat), Kredit Ekspor, Kredit Perkebunan Swasta Nasional, KUD (Koperasi

Unit Desa) dan sebagainya.

(44)

b. Kredit Investasi

Yaitu kredit jangka menengah dan jangka panjang dalam rangka membiayai

pengadaan aktiva tetap suatu perusahaan. Umumnya berjangka menengah atau

panjang. Kebutuhan kredit dihitung dari barang modal yang diperlukan,

rehabilitasi, dan juga modernisasi barang. Penetapan jangka waktu disesuaikan

dengan jadwal ketika investasi tersebut telah menghasilkan. Plafon yang

disediakan untuk usaha berskala kecil sampai dengan Rp.500 juta sedangkan

untuk usaha berskala menengah di atas Rp.5 miliar. Contohnya: KIK (Kredit

Inkubasi Kecil), Perkebunan Inti Rakyat (PIR), PIR Transmigrasi dan

sebagainya.

c. Kredit konsumsi

Yaitu kredit pengembaliannya tidak berdasarkan pada barang yang dibeli,

melainkan pada penghasilan nasabah debiturnya. Contohnya KPR, Kredit

Profesi Guru, Kredit Laptop Mahasiswa, dan lain-lain.

2. Berdasarkan Jangka Waktunya

a. Jangka pendek (short term loan)

Yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama 1 tahun, bentuknya dapat

berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembelia, dan kredit

wesel, juga dapat berupa kredit modal kerja.

b. Jangka Menengah (medium term loan)

Yaitu kredit yang jangka waktunya antara 1 sampai 3 tahun. Bentuknya dapat

(45)

c. Jangka Panjang

Yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari 3 tahun. Biasanya berupa kredit

investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka

melakukan rehabilitasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru.

3. Berdasarkan Sektor Perekonomian

a. Kredit Pertanian

Yaitu kredit yang diberikan kepada petani persawahan, perkebunan, dan

perikanan.

b. Kredit Perindustrian

Yaitu kredit yang diberikan kepada industri kecil maupun menengah.

c. Kredit Pertambangan

Yaitu kredit yang disalurkan untuk aneka tambang.

d. Kredit Ekspor Impor

Yaitu kredit yang diberikan kepada eksportir maupun importir barang.

e. Kredit koperasi

Yaitu kredit yang diberikan khusus kepada koperasi.

f. Kredit Profesi

Yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi, seperti guru dan

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan Pemilihan Mahasiswa Prestasi Pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya. Gustin Saputri, Mira Afrina,

Komisi VI DPR RI menerima paparan dan penjelasan terkait progres pembangunan serta pengembangan Kawasan Industri (KIT) Batang yang dirancang dengan konsep smart

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Kutipan di atas menunjukkan betapa hebatnya Bono dalam memilih makanan. Ia tidak pernah salah piih di setiap restoran yang dikunjunginya. Instingnya sebagai tukang makan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan Metode Pembelajaran Gotong Royong (Cooperative Learning) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata

Kebijakan keamanan teknologi informasi universitas adalah memberi kebijakan untuk melindungi data yang terdapat dalam system informasi universitas sehingga dapat

i::onvcni ble cuu ency. Affairs l]vtORA) l'f thc Republic of fadonesca.. vfully to enter into, exercise Jts.. Is:rrulnation Of Agrtemc-nt F ••r

pembuatan kapal ikan masih kurang dikuasai. 3) Belum ada informasi (data-data) prototipe kapal ikan yang dikaitkan dengan alat tangkap, wilayah penangkapan dan kondisi perairan bagi