PERBEDAAN LEBAR SALURAN UDARA PHARYNX ATAS DAN BAWAH PADA MALOKLUSI KLAS I DAN KLAS II DENGAN POLA
PERTUMBUHAN NORMAL DAN VERTIKAL DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL
T E S I S
OLEH
TENGKU LUSI LAILANI
Nim : 067028004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
PERBEDAAN LEBAR SALURAN UDARA PHARYNX ATAS DAN BAWAH PADA MALOKLUSI KLAS I DAN KLAS II DENGAN POLA
PERTUMBUHAN NORMAL DAN VERTIKAL DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Spesialis Ortodonti (Sp Ort) dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia
pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
OLEH
TENGKU LUSI LAILANI 067028004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
PERSETUJUAN TESIS
Judul Tesis : PERBEDAAN LEBAR SALURAN UDARA
PHARYNX ATAS DAN BAWAH PADA
MALOKLUSI KLAS I DAN KLAS II DENGAN POLA PERTUMBUHAN NORMAL DAN VERTIKAL DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL
Nama Mahasiswa : TENGKU LUSI LAILANI
Nomor Induk Mahasiswa : 067028004
Program Spesialis : PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA
Menyetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
F. Susanto. A, drg., Sp.Ort(K),FICD DR.Delfitri Munir, dr., Sp.THT(KL)(K)
Ketua Program PPDGS-1 Ortodonti
Telah diuji
Pada tanggal : 24 Oktober 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis di
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Spesialis Ortodonti di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof.Nazruddin,drg.,C.Ort.,PhD.,Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort(K) selaku Kepala Program Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
3. F.Susanto. A , drg ., Sp.Ort(K),FICD, selaku dosen pembimbing dan tim
penguji yang telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. DR.Delfitri Munir,dr.,Sp.THT(KL)(K) selaku dosen pembimbing anggota
dan tim penguji yang telah mencurahkan fikiran dan tenaga untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Amalia Oeripto,drg.,MS.,Sp.Ort(K), Nurhayati Harahap,drg., Sp.Ort(K)
yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan tesis
ini.
7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bimbingannya
dalam analisa statistik hasil penelitian.
8. Suami tercinta Anwar Sanusi Hutasuhut, anaknda Alda, Azura, Fachrul,
Yaya, keluarga besar Tengku Athar dan keluarga besar Ali Imran Thoha
atas dukungan dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman terbaik yang telah memberikan support Romy, Dini, Hilda,
Iskandar, Malayati, Yenny, Marty, Frans.
10.Kakak dan abang senior, adik-adik yunior yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mohon
maaf apabila ada kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.
Medan, 24 Oktober 2010
Penulis
PERNYATAAN
PERBEDAAN LEBAR SALURAN UDARA PHARYNX ATAS DAN BAWAH PADA MALOKLUSI KLAS I DAN KLAS II DENGAN POLA
PERTUMBUHAN NORMAL DAN VERTIKAL DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 24 Oktober 2010
( drg. Tengku Lusi Lailani )
3.8 Definisi Operasional Variabel Penelitian --- 16
3.8.1 Lebar saluran udara pharynx atas --- 16
3.8.2 Lebar saluran udara pharynx bawah --- 17
3.8.3 FMA ( Frankfurt Mandible Angle ) --- 17
3.8.4 Sn.GoGn --- 17
3.8.5 NS.Gn --- 17
3.9 Manajemen dan Analisis Data --- 18
3.10 Masalah Etika --- 19
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian dan Analisis Data --- 20
BAB 5. PEMBAHASAN --- 24
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan --- 27
6.2 Saran --- 27
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Rerata dan Standar Deviasi dari Umur, Saluran Udara
Pharynx Atas dan Bawah dan Hasil Uji Anova Dikuti Test
Turkey--- 7
Tabel 2. Pengukuran Lebar Saluran Udara Pharynx Atas dan Bawah--- 8
Tabel 3. Pengukuran Nilai Sefalometri yang Dihubungkan dengan Pola
Pertumbuhan--- 20
Tabel 4. Rata-rata Lebar Saluran Udara Pharynx Pada Keempat Grup
Menggunakan Uji
ANOVA---
21
Tabel 5. Analisis Perbedaan Least Significance Difference (LSD)
Saluran Udara Pharynx Atas Pada Pola Pertumbuhan Normal
dan Vertikal--- 22
Tabel 6. Analisis Perbedaan Least Significance Difference (LSD)
Saluran Pharynx Bawah Pada Pola Pertumbuhan Normal dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagian-bagian dari Pharynx --- 4
Gambar 2. Pengukuran Sefalometri Lateral Pasien pada Masa Gigi Bercampur 9
Gambar 3. Bahan dan Alat Penelitian --- 15
Gambar 4. Pengukuran Sefalometri Lateral --- 18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian ---
Lampiran 2. Alur Penelitian ---
Lampiran 3. Data Penelitian ---
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal.
Metode Penelitian ini mempunyai sampel 40 pasien laki-laki dan perempuan berumur 10-14 tahun). Sampel dibagi menjadi 4 kelompok: maloklusi Klas I dengan pola pertumbuhan normal 10 subjek, maloklusi Klas I dengan pola pertumbuhan vertikal 10 subjek, maloklusi Klas II dengan pola pertumbuhan normal 10 subjek, maloklusi Klas II dengan pola pertumbuhan vertikal 10 subjek, dilakukan pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dan bawah. Data lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dianalisis dengan uji ANOVA dan diikuti analisis perbedaan Least Significance Difference (LSD) untuk perbedaan pada pola pertumbuhan normal dan pola pertumbuhan vertikal.
Hasil Penelitian didapat adanya perbedaan signifikan (p < 0.05) diantara saluran udara pharynx atas Klas I pola pertumbuhan normal (16,19 ± 2,05) dengan Klas I pola pertumbuhan vertikal (12,95 ± 1,21). Klas II pola pertumbuhan normal (14,98 ± 1,89) dengan Klas II pola pertumbuhan vertikal (11,90± 1,79). Tidak ada perbedaan signifikan (p > 0.05) diantara saluran udara pharynx bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal maupun vertikal.
Kesimpulan penelitian memperlihatkan bahwa lebar saluran udara pharynx atas pada pola pertumbuhan vertikal pada maloklusi Klas I dan Klas II lebih sempit dibanding maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal. Lebar saluran udara
pharynx atas tidak berbeda pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola
ABSTRACT
The aim of this study was to know the widths of the upper and lower pharynx airways in Class I and Class II malocclusions with normal and vertical growth pattern. The experiment contained 40 mens and womans age 10-14 years as samples. The samples were divided into 4 groups : Class I malocclusion with normal growth pattern 10 subjects, Class I with vertical growth pattern 10 subjects, Class II with normal growth pattern 10 subjects, Class II with vertical growth pattern 10 subjects, upper and lower airways pharynx were measured. The intergroup comparisons of the class, and upper and lower airways, were performed by using oneway ANOVA, with the Least Significant Difference (LSD) test as a second step, at p < 0.05.
The ANOVA test showed that the upper pharynx airways Class I with normal growth pattern (16,19 ± 2,05) was statistically significant different with the upper pharynx airways Class I with vertical growth pattern (12,95 ± 1,21). The upper pharynx airways Class II with normal growth pattern (14,98 ± 1,89) was different significant statistically with the upper pharynx airways Class II with vertical growth pattern (11,90± 1,79). No statistically significant difference in lower pharynx airways between groups
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal.
Metode Penelitian ini mempunyai sampel 40 pasien laki-laki dan perempuan berumur 10-14 tahun). Sampel dibagi menjadi 4 kelompok: maloklusi Klas I dengan pola pertumbuhan normal 10 subjek, maloklusi Klas I dengan pola pertumbuhan vertikal 10 subjek, maloklusi Klas II dengan pola pertumbuhan normal 10 subjek, maloklusi Klas II dengan pola pertumbuhan vertikal 10 subjek, dilakukan pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dan bawah. Data lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dianalisis dengan uji ANOVA dan diikuti analisis perbedaan Least Significance Difference (LSD) untuk perbedaan pada pola pertumbuhan normal dan pola pertumbuhan vertikal.
Hasil Penelitian didapat adanya perbedaan signifikan (p < 0.05) diantara saluran udara pharynx atas Klas I pola pertumbuhan normal (16,19 ± 2,05) dengan Klas I pola pertumbuhan vertikal (12,95 ± 1,21). Klas II pola pertumbuhan normal (14,98 ± 1,89) dengan Klas II pola pertumbuhan vertikal (11,90± 1,79). Tidak ada perbedaan signifikan (p > 0.05) diantara saluran udara pharynx bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal maupun vertikal.
Kesimpulan penelitian memperlihatkan bahwa lebar saluran udara pharynx atas pada pola pertumbuhan vertikal pada maloklusi Klas I dan Klas II lebih sempit dibanding maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal. Lebar saluran udara
pharynx atas tidak berbeda pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola
ABSTRACT
The aim of this study was to know the widths of the upper and lower pharynx airways in Class I and Class II malocclusions with normal and vertical growth pattern. The experiment contained 40 mens and womans age 10-14 years as samples. The samples were divided into 4 groups : Class I malocclusion with normal growth pattern 10 subjects, Class I with vertical growth pattern 10 subjects, Class II with normal growth pattern 10 subjects, Class II with vertical growth pattern 10 subjects, upper and lower airways pharynx were measured. The intergroup comparisons of the class, and upper and lower airways, were performed by using oneway ANOVA, with the Least Significant Difference (LSD) test as a second step, at p < 0.05.
The ANOVA test showed that the upper pharynx airways Class I with normal growth pattern (16,19 ± 2,05) was statistically significant different with the upper pharynx airways Class I with vertical growth pattern (12,95 ± 1,21). The upper pharynx airways Class II with normal growth pattern (14,98 ± 1,89) was different significant statistically with the upper pharynx airways Class II with vertical growth pattern (11,90± 1,79). No statistically significant difference in lower pharynx airways between groups
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Maloklusi dentofasial tidak hanya disebabkan oleh proses patologis saja tetapi
dapat juga disebabkan oleh adanya gangguan dari pertumbuhan yang normal.
Walaupun sulit untuk mengetahui persisnya penyebab terjadi maloklusi, etiologi
penting diketahui dan merupakan kunci bagi rencana perawatan. Masalah etiologi
ini sering terjadi akibat interaksi yang kompleks antara berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara umum, yang harus
dipertimbangkan sebelum melakukan suatu perawatan. 1,2,3
Pola pernafasan dapat mempengaruhi pembentukan rahang dan lidah.
Bernafas melalui mulut dapat mengubah postur kepala, rahang dan lidah.
Keadaan ini dapat mengubah keseimbangan tekanan pada rahang dan gigi
sehingga mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi. Pada pasien yang
bernafas melalui mulut, posisi lidah rendah dan ke belakang jika perubahan
postural ini berlangsung terus menerus akan mengakibatkan tinggi wajah
bertambah, mandibula berotasi ke bawah dan ke belakang, tekanan otot
buksinator meningkat sehingga menyebabkan lengkung maksila menjadi
sempit. 1,4,5,6,7,8
Sistem pernafasan melibatkan pharynx, rongga pharynx terdiri dari otot pada
dinamik pada saat bernafas, makan dan bersuara. Pharynx akan membesar saat
bernafas untuk mempertahankan aliran udara yang masuk, tetapi akan mengecil
pada saat mendorong bolus makanan ke bawah dan ke dalam esophagus untuk
ditelan. Kelainan pada pharynx ini dapat menyebabkan terjadinya
maloklusi.9,10,11,12,13
Rickets (1968); Dunn dkk (1973) dan Linder-Aronson (1970) menemukan
bahwa adanya penyumbatan pada hidung menyebabkan subjek bernafas melalui
mulut yang berhubungan dengan lebar nasopharynx seperti penyempitan
nasopharynx, dan pembesaran dari adenoid. 2,14,15,16 Perubahan postur
diperkirakan berpengaruh terhadap hubungan antara gigi dan juga arah
pertumbuhan rahang, yang mungkin dapat mengakibatkan rahang menjadi sangat
mundur. Pasien yang bernafas melalui mulut kebanyakan pada maloklusi Klas II,
mempunyai wajah yang panjang serta lebar saluran udara pharynx atas yang
lebih sempit sedangkan lebar saluran udara pharynx bawah tidak berbeda secara
nyata dengan pola pertumbuhan kraniofasial dan tipe maloklusi. 4,9,11,17,18,19
Freitas (2006) menemukan bahwa subjek yang mempunyai pola pertumbuhan
vertikal mempunyai pharynx atas yang sempit daripada subjek dengan pola
pertumbuhan normal pada maloklusi Klas I dan Klas II. Kelainan pada pharynx
dapat menyebabkan terjadinya maloklusi. 9,17,18,21,20 Dunn dkk (1973); Mc
Namara (1981); Kerr (1985) menemukan ada hubungan antara pharynx dan pola
mendiagnosis kelainan ortodonti dan menentukan perawatan yang akan
dilakukan. 3,4,6,11,17,18,21,22
Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran lebar saluran udara pharynx
atas dan bawah agar dapat membantu dalam penegakan diagnosa yang nantinya
akan dapat menjadi awal suatu penelitian berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada
maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal
ditinjau dari radiografi sefalometri lateral?
1.3. Hipotesis
Ada perbedaan lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi
Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal ditinjau dari
radiografi sefalometri lateral
1.4. Tujuan
• Untuk mengetahui lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi
Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal.
1.5. Manfaat
• Perbedaan lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I
dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal hendaknya dapat
menjadi pertimbangan dalam menegakkan diagnosa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Pharynx
Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti
corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di
belakang lubang hidung dan mulut, di mulai dari dasar kranium sampai servikal
vertebra ke enam dimana bagian bawah berbatasan dengan tulang rawan cricoid.
Panjang pharynx berkisar antara 12 – 14 cm dan terbagi atas tiga bagian yaitu
nasopharynx, oropharynx dan laryngopharynx (Blount and Lachman, 1953) (
Gambar 1). 9,10,12,13,23
Gambar 1. Bagian-bagian dari pharynx (Atlas Netter)
Nasopharynx membentuk bagian teratas dari sistem pernafasan, terdapat di
nasopharynx berhubungan dengan rongga hidung dan di bagian inferior
nasopharynx berhubungan dengan oropharynx. Oropharynx disebut juga
mesopharynx dengan batas superior palatum mole, batas inferior dengan tepi atas
epiglotis, ke anterior dengan rongga mulut sedangkan ke posterior dengan
vertebra servikal. Laryngopharynx mempunyai batas sebelah superior dengan
tepi atas epiglotis, batas anteriornya dengan larynx, batas inferiornya dengan
esofagus serta batas posteriornya dengan vertebra servikal. 3
2.2. Fungsi Pharynx
Fungsi pharynx yang utama ialah untuk respirasi, resonansi suara dan untuk
artikulasi. Pharynx akan membesar untuk mempertahankan saluran udara saat
bernafas, tetapi akan mengecil untuk mendorong bolus makanan ke bawah dan
ke dalam esophagus saat menelan. Begitu juga saat berbicara terjadi juga gerakan
terpadu dari otot-otot palatum dan pharynx, gerakan ini berupa pendekatan
palatum mole ke arah dinding belakang pharynx. 9,10,11
2.3 Pharynx secara sefalometri lateral
Klasifikasi maloklusi skeletal dapat dilihat pada besar sudut ANB dimana
sudut ANB terbentuk dari perpotongan garis yang menghubungkan Nasion ke
titik A dan Nasion ke titik B. Sudut ANB berkisar 0 - 4 0 maka diKlasifikasikan
Klas I, bila sudutnya lebih besar dari 4 0 diKlasifikasikan Klas II jika besar
Pemeriksaan pasien yang bernafas melalui mulut dapat dilakukan sewaktu
anamnese dengan cara meletakkan kaca mulut di bawah hidung, kaca akan
berembun jika bernafas melalui hidung dan tidak jika bernafas melalui mulut.
Ada juga pemeriksaan dengan meletakkan kapas dibawah hidung, kapas akan
bergetar jika ada hembusan udara dari hidung maka pasien bernafas melalui
hidung dan kapas tidak bergetar jika bernafas melalui mulut. Cara ini juga dapat
digunakan untuk melihat apakah penyumbatan tersebut sebahagian atau total
sehingga pasien bernafas melalui mulut. Saat ini banyak peneliti melihat
gangguan pernafasan dengan melihat lebar pharynx dari Röntgen foto
sefalometri lateral. Röntgen foto dua dimensi dapat digunakan untuk
mengevaluasi lebar saluran udara pharynx namun tidak dapat mengevaluasi
kapasitas saluran udara. 17
Kerr (1985) melakukan penelitian mengenai hubungan antara nasopharynx
dan struktur dentofasial pada subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II, serta
menemukan bahwa subjek dengan maloklusi Klas II memiliki daerah saluran
udara nasopharynx lebih besar daripada subjek dengan maloklusi Klas I. Selain
itu terdapat korelasi yang lemah antara nasopharynx dengan struktur dentofasial
jika fungsi hidung dalam keadaan normal. 4,9,11,17,18
Freitas (2006) pada penelitiannya membagi pharynx menjadi 2 yaitu pharynx
atas adalah lebar saluran pernapasan atas yang terletak di daerah palatum lunak
dengan dinding posterior pharynx sedangkan pharynx bawah adalah lebar saluran
pernapasan bawah pada daerah posterior lidah dan pinggir inferior mandibula ke
dimensi dan mendapatkan subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II dengan
pola pertumbuhan vertikal memiliki saluran udara pharynx atas yang lebih
sempit dibandingkan subjek dengan pola pertumbuhan normal. 17,23 Ricketts
(1968), Linder-Aronson (1970) dan Dunn dkk (1973) dan pada penelitiannya
menemukan bahwa penyempitan saluran pernafasan seperti adanya polip, deviasi
septum nasi dan pembesaran adenoid akan menyebabkan subjek bernafas
melalui mulut, keadaan ini menyebabkan pola pertumbuhan vertikal. 9,11,17,19
Freitas dkk (2006) juga mendapatkan adanya penyempitan nasopharynx pada
subjek dengan pola pertumbuhan vertikal dibandingkan dengan subjek yang
mempunyai pola pertumbuhan normal pada maloklusi Klas I maupun Klas II
yang tidak mempunyai kelainan patologi pharynx. Namun tipe maloklusi tidak
mempengaruhi lebar saluran udara pharynx atas, begitu juga lebar saluran udara
pharynx bawah tidak terpengaruh terhadap tipe maloklusi dan pola
per-tumbuhan.5,9,15,17,26 Hasil pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dan
bawah pada subjek berumur 10-14 tahun laki-laki dan perempuan menurut
Freitas, dapat dilihat pada tabel 1. 17
TABEL 1. Rerata dan standar deviasi dari umur, saluran udara pharynx atas dan bawah, dan hasil uji Anova diikuti test Turkey
Mc Namara (1994) mengukur lebar saluran udara pharynx atas dan bawah
pada subjek dewasa laki-laki perempuan, dapat dilihat pada tabel 2.1 ,5,17,21,27
TABEL 2. Pengukuran lebar saluran udara pharynx atas dan bawah
Saluran Udara Perempuan Laki-laki
SD SD
Pharynx atas (mm) 17.4 3.4 17.4 4.3
Pharynx bawah
(mm)
11.3 3.3 13.5 4.3
Apabila lebar saluran udara pharynx atas lebih kecil daripada normal,
ditandai sebagai indikator adanya gangguan pernafasan tetapi jika saluran udara
pharynx bawah lebih kecil ini ditandai sebagai akibat lidah yang menekan
pharynx sedangkan kalau ukurannya lebih besar dianggap posisi lidah lebih ke
depan maupun hasil dari habitual posture atau disebabkan pembesaran dari
tonsil. Saluran udara pharynx atas meningkat sesuai pertambahan umur. 1,20,27
Martin Oscar dkk (2006) mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan Mc
Namara dimana lebar pharynx atas 17,5 mm dan pharynx bawah 10,1 mm pada
perempuan dan 17,3 mm pharynx atas dan 11, 6 mm pharynx bawah pada
laki-laki. 1,5,21,27
Adanya penyumbatan saluran udara pharynx atas pada subjek dengan
pembesaran adenoid dimana jarak antara sisi posterior dari palatum lunak ke titik
udara bawah dalam batas normal yaitu 12 mm, terlihat sudut dataran mandibula
yang curam ysudut fasial aksis yang negatif (Gambar 2 A). Pada gambar 2 B
terlihat pembesaran tonsil dan posisi lidah yang ke depan. Jarak dari
perpotongan dari garis lidah dan batas bawah mandibula ke titik terdekat dari
dinding pharynx adalah 22 mm. Pengukuran lebar saluran udara atas dalam batas
normal yaitu 12 mm. Sudut fasial aksisnya positif serta sudut dataran mandibula
yang relatif normal. 1,21,27
Gambar 2. Pengukuran sefalometri lateral pasien pada masa gigi bercampur. 21
Linder - Aronson, dkk (1986) memperlihatkan adanya hubungan antara
adenoidektomi dengan perubahan pola pernafasan dari pernafasan mulut ke
pernafasan hidung dan peningkatan pertumbuhan mandibula secara horizontal.
Selain itu juga menemukan adanya perubahan nilai dari sudut dataran mandibula,
lengkung maksila yang sempit, insisivus maksila dan mandibula yang retroklinasi.
bawah dan ke depan setelah 5 tahun adenoidectomy pada subjek laki-laki 7,6 tahun
dan perempuan 8,4 tahun.28
2.4.Kerangka Teori
Saluran udara pharynx
Pola pertumbuhan kranium: - Normal
- Vertikal
.
Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II
2.5. Kerangka Konsep
Saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II
Pola pertumbuhan: - normal - vertikal
Lebar pharynx: - atas - bawah
Aspek sosiodemografi:
- umur
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian Deskriptif analitik.
3.2. Tempat dan Waktu
Tempat : Klinik Spesialis Ortodonti Rumah Sakit Gigi Mulut Pendidikan FKG
USU.
Waktu penelitian: November 2009 – Oktober 2010.
3.3. Populasi dan Sampel Populasi :
Pasien yang datang ke Klinik Spesialis Ortodonti Rumah Sakit Gigi Mulut
Pendidikan FKG USU tahun 2008 - 2010 dan praktek dokter gigi swasta di
Medan.
Sampel :
Pasien dengan maloklusi Klas I dan II dengan pola pertumbuhan normal dan
vertikal.
3.4. Kriteria Penerimaan Sampel
Kriteria penerimaan sampel terdiri dari kriteria inklusi:
• Pasien dengan maloklusi Klas I dan II dengan pola pertumbuhan normal dan
vertikal
• Keadaan pharynx yang normal dilihat dari sefalogram
• Semua pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti sebelumnya
• Pasien yang datang ke Klinik Spesialis Ortodonti Rumah Sakit Gigi Mulut
Pendidikan FKG USU tahun 2008-2010 dan praktek dokter gigi swasta di
Medan
• Kesehatan umum yang baik
• Laki-laki atau perempuan
Kriteria Eksklusi:
• Pasien Klas I dan II dengan pola pertumbuhan horizontal
• Pasien dengan kesehatan umum yang mengganggu pengukuran
• Pasien yang sudah pernah dirawat ortodonti
3.5. Besar Sampel
n
1=
n
2=
n
3=
n
4=z
=
(Zα+ Z β) S
1 - 2
2
Dimana : Zα = untuk α = 0,05 → Zα = 1,96
Zβ = untuk α = 0,15 → Zβ = 1,036
S = rerata simpangan baku = 3,92 + 2,19 = 3,055
2
n = z
(1,96 + 1,036) 3,055 0,102
= 16,75 ~ 17
Sampel sebanyak 40 orang dibagi menjadi 2 grup terdiri dari Klas I sebanyak
20 orang dan Klas II sebanyak 20 orang. Masing - masing Klas dibagi lagi
menjadi 2 grup yaitu 10 orang yang mempunyai pola pertumbuhan normal dan
10 orang yang mempunyai pola pertumbuhan vertikal.
3.6. Cara Kerja
Data diambil dari pasien yang datang di Klinik Spesialis Ortodonti Rumah
Sakit Gigi Mulut Pendidikan FKG USU tahun 2008-2010 serta praktek dokter
gigi swasta. Semua Röntgen foto sefalometri pasien dibuat di laboratorium
klinik Pramita. Foto sefalometri ini harus pada keadaan: dataran orbital-auricular
(FH- Plane) sejajar lantai atau horizontal, keadaan sentrik oklusi dan menghadap
ke kanan. Pada sefalogram dari pasien yang memenuhi kriteria dilakukan
tracing. Sefalogram diletakkan di tracing box, berikan selotip pada keempat
sudut sefalogram pada tracing box. Gambarkan tiga silang pada sefalogram dua
di kranium dan satu di servikal vertebra. Tempatkan kertas asetat pada
sefalogram dan selotipkan ke sefalogram. Buat tanda silang yang berimpitan
dengan tanda silang yang di sefalogram dan tulis nama pasien, no urut, usia serta
Jiplak anatomi jaringan keras dan jaringan lunak pasien, tarik garis refrensi
menurut analisis Mc Namara (1984) dan penelitian Abu Allhaija (2005).
Maloklusi skeletal Klas I dan Klas II ditentukan dari besar sudut ANB.
Sedangkan Pola pertumbuhan dilihat dari besar sudut sesuai standar pengukuran:
1. FMA : 26 o ± 4,5 o ( - 1 o setiap 3 tahun dimulai dari 9 tahun)
2. SN- GoGn : 32 o
3. NS-Gn : 62 o - 68 o untuk perempuan dan 64 o - 72 o untuk laki-laki
Jika besar sudut lebih besar dari standar yang dibuat maka pola
pertumbuhannya vertikal apabila besar sudut masih dalam standar pola
pertumbuhannya normal tetapi jika lebih kecil dianggap pola pertumbuhannya
horizontal.
Pengukuran dilakukan dua kali oleh operator yang sama dengan jarak waktu 1
minggu antara pengukuran pertama dan kedua.
Pengukuran kedua diambil dari masing-masing grup 5 buah untuk ditracing dan
diukur lagi.
Pengukuran pharynx atas adalah lebar saluran pernapasan atas yang sejajar
garis gonion(Go) dengan supramental(B). Pengukuran pharynx bawah adalah
lebar saluran pernapasan bawah yang segaris dengan garis gonion (Go) dengan
supramental (B)
Bahan dan alat (Gambar 3) :
‐ Sefalogram
‐ Tracing Box
‐ Chephalometic protractor merek Ortho Organizer
‐ Jangka digital merek Prohex dengan ketelitian 0,01 mm
‐ Pinsil 4H, rautan dan penghapus merek Faber Castel
‐ Selotip
B
A C
D E
Gambar 3. Bahan dan alat penelitian
A. Tracing Box
B. Jangka digital
C. Pinsil 4H, rautan dan penghapus D. Sefalogram
E. Kertas asetat
3.7. Identifikasi Variabel Variabel bebas
‐ Lebar pharynx atas
Variabel tergantung
‐ Pola pertumbuhan normal
‐ Pola pertumbuhan vertikal
Variabel terkendali
‐ Jenis kelamin laki-laki atau perempuan
‐ Umur 10-14 tahun
‐ Maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan
vertikal.
‐ Belum pernah dirawat ortodonti
‐ Kesehatan umum baik
‐ Alat sefalostat yang sama
‐ Keterampilan operator dalam pengambilan data
Variabel tidak terkendali :
‐ Pasien dalam posisi menelan sewaktu ekspos röntgen foto
3.8. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk melihat ukuran lebar pharynx dilakukan pengukuran linier pada
sefalogram, seperti terlihat pada gambar 4 :
3.8.1. Lebar saluran udara pharynx atas adalah jarak dari titik paling posterior
palatum lunak ke titik terdekat dinding posterior pharynx dimana garis tersebut
sejajar garis gonion (Go) dengan supramental (B). Titik paling posterior palatum
dinding paling posterior palatum lunak. (Alhaija dan Al-Khateeb (2005); Mc
Namara (1984)
3.8.2. Lebar saluran udara pharynx bawah jarak dari perpotongan pinggir
posterior lidah dan pinggir inferior mandibula ke titik terdekat dari dinding
posterior pharynx dimana garis tersebut sejajar garis gonion (Go) dengan
supramental (B). ( Alhaija dan Al-Khateeb (2005); Mc Namara (1984)
3.8.3. FMA (Frankfurt Mandible Angle) adalah sudut yang dibentuk dari
perpotongan garis yang menghubungkan orbitalis dan porion dengan garis yang
menghubungkan gonion ke menton.
3.8.4. SN.GoGn adalah sudut yang dibentuk dari perpotongan garis yang
menghubungkan sella ke nasion dengan garis yang dibentuk dari garis yang
menghubungkan gonion ke gnathion.
3.8.5. NS.Gn adalah sudut yang dibentuk dari perpotongan garis nasion ke sella
Gambar 4. Pengukuran lateral cephalograms ( Freitas dkk, 2006 dan Alhaija dan Al-Khateeb, 2005)
1. Lebar saluran udara pharynx atas 2. Lebar saluran udara pharynx bawah 3. FMA
4. SN.GoGn 5. NS.Gn
3.9. Manajemen dan Analisis Data
Analisis data hasil tracing sefalogram diuji dengan uji ANOVA untuk
mengetahui lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada maloklusi Klas I
dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal pada tingkat
kemaknaan 0,05. Perbedaan ukuran lebar saluran udara pharynx atas dan bawah
pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan vertikal
diuji dengan uji LSD ( Least Significance Difference) pada tingkat kemaknaan
3.10. Masalah Etika
Permintaan etik (ethical clerance) dilakukan sebelum penelitian dimulai. Etik
ini berguna sebagai pengawasan terhadap penelitian bahwa penelitian yang
dilakukan tidak menyimpang dari norma-norma etik yang berlaku. Sehingga
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai sampel berjumlah 40 orang berusia 10-14 tahun
yang dibagi menjadi 2 grup terdiri dari Klas I sebanyak 20 orang dan Klas II
sebanyak 20 orang. Masing - masing Klas dibagi lagi menjadi 2 grup yaitu 10 orang
yang mempunyai pola pertumbuhan normal dan 10 orang yang mempunyai pola
pertumbuhan vertikal. Pola pertumbuhan diukur dengan menggunakan sudut FMA,
SN.GoGn dan NS.Gn yang dibandingkan dengan standar pengukuran.
TABEL 3. Pengukuran nilai sefalometri yang dihubungkan dengan pola pertumbuhan
PPN : pola pertumbuhan normal; PPV: pola pertumbuhan vertikal
Untuk melihat lebar saluran udara pharynx atas dan bawah dari masing masing grup
TABEL 4. Rata-rata lebar saluran udara pharynx pada keempat grup menggunakan uji ANOVA
Klas I PPN Klas II PPN Klas I PPV Klas II PPV
SD SD SD SD
p
Saluran udara pharynx atas
(mm) 16.19 2,05 14,98 1,89 12,95 1,21 11,90 1,79 0.000*
Saluran udara pharynx bawah
(mm) 13,21 0,95 12,39 3,35 11,37 2,09 12,48 1,86 0.496
Keterangan : * signifikan ( p<0,05)
PPN : pola pertumbuhan normal; PPV : pola pertumbuhan vertikal
Hasil uji ANOVA menunjukkan rata-rata lebar saluran udara pharynx atas pada
masing–masing grup berbeda secara signifikan. Pada Klas I dan Klas II dengan pola
pertumbuhan normal lebar saluran udara pharynx atas lebih besar dibandingkan
dengan Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan vertikal. Rata-rata lebar saluran
udara pharynx bawah tidak berbeda secara signifikan pada masing-masing grup.
Keadaan ini dapat dilihat bahwa lebar saluran udara pharynx bawah dari Klas I dan
Klas II dengan pola pertumbuhan normal maupun vertikal hampir sama.
Untuk melihat perbedaan lebar saluran udara pharynx atas dan bawah pada pola
pertumbuhan normal dan vertikal di gunakan uji LSD ( Least Significance
TABEL 5. Analisis perbedaan Least Significance Difference (LSD) saluran udara pharynx atas pada pola pertumbuhan normal dan vertikal
Grup
Keterangan : * signifikan ( p<0,05)
PPN : pola pertumbuhan normal; PPV : pola pertumbuhan vertikal
Perbedaan yang signifikan antara rata-rata lebar saluran udara pharynx atas
Klas I dengan pola pertumbuhan normal (p<0,05) dengan rata-rata lebar saluran udara
pharynx atas Klas I dengan pola pertumbuhan vertikal dan Klas II dengan pola
pertumbuhan vertikal. Untuk rata-rata lebar saluran udara pharynx atas Klas I pola
pertumbuhan normal dengan rata-rata lebar saluran udara pharynx atas Klas II pola
pertumbuhan normal tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05).
Ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata lebar saluran udara pharynx atas
Klas II dengan pola pertumbuhan normal (p<0,05) dengan rata-rata lebar saluran
udara pharynx atas Klas I dengan pola pertumbuhan vertikal dan Klas II dengan pola
pertumbuhan vertikal.
Tidak ada perbedaan antara rata-rata lebar saluran udara pharynx atas Klas I
dengan pola pertumbuhan vertikal dengan rata-rata lebar saluran udara pharynx atas
TABEL 6. Analisis perbedaan Least Significance Difference (LSD) saluran udara pharynx bawah pada pola pertumbuhan normal dan vertikal
Keterangan : * signifikan ( p<0,05)
PPN : pola pertumbuhan normal; PPV : pola pertumbuhan vertikal
Tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) dari rata-rata lebar saluran
udara pharynx bawah di antara Klas I dengan pola pertumbuhan normal terhadap
Klas II dengan pola pertumbuhan normal dan Klas I dan Klas II dengan pola
pertumbuhan vertikal. Tidak ada perbedaan dari rata-rata lebar saluran udara pharynx
bawah antara Klas II dengan pola pertumbuhan normal dengan Klas I dan Klas II
dengan pola pertumbuhan vertikal. Juga tidak ada perbedaan lebar saluran udara
pharynx bawah pada Klas I dengan pola pertumbuhan vertikal dengan Klas II dengan
BAB 5
PEMBAHASAN
Pharynx merupakan salah satu bagian yang penting diperhatikan dalam
melakukan suatu analisis sefalometri, dimana lebar pharynx juga dapat menentukan
apakah adanya hambatan pernafasan yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya suatu maloklusi. Hambatan saluran pernafasan atas dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan yang akhirnya akan menimbulkan kelainan dentofasial dan
pertumbuhan wajah.
Dari hasil penelitian ini didapat bahwa lebar saluran udara pharynx atas pada
subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal lebih
besar dibandingkan dengan lebar saluran udara pharynx atas pada subjek dengan
maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan vertikal. Hal ini didukung
oleh Freitas (2006), yang menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa pasien yang
mempunyai maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan vertikal secara
signifikan mempunyai lebar saluran udara pharynx atas yang lebih sempit
dibandingkan maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola pertumbuhan normal. Hal
yang sama juga dinyatakan olehMergen DC, Jacobs RM (1970),Kerr (1985). 17,18,26
Pada penelitian ini juga memperlihatkan subjek yang mempunyai pola
pertumbuhan vertikal yang didukung dengan pengukuran besar sudut FMA,
SN.GoGn dan NS.Gn yang lebih besar ternyata mempunyai saluran udara pharynx
sudut FMA, SN.Go.Gn dan NS.Gn yang lebih kecil. Keadaan ini didukung oleh
pernyataan Fields dkk (2004) dan Vig KWL(1988) menyatakan bahwa subjek yang
mempunyai wajah panjang secara signifikan mempunyai bagian saluran pernafasan
yang lebih sempit.14,27,20
Saluran pernafasan juga seringkali dikaitkan dengan postur kepala. Postur
kepala mendongak terhadap cervical column seringkali berhubungan dengan tinggi
wajah anterior besar, tinggi wajah posterior kecil, dimensi kraniofasial
anteroposterior kecil, inklinasi mandibula terhadap basis kranii anterior besar, wajah
retrognati, sudut basis cranial besar, dan ruang nasopharynx yang kecil. 8,14 O’Ryan,
Woodside (1991) dan Mimi Yow (2009) menyatakan bahwa hambatan saluran
pernafasan yang kronis akan mengkondisikan pasien bernafas melalui mulut,
sehingga merubah posisi lidah dan mandibula akan terjadi perkembangan sindrom
wajah adenoid / sindrom wajah panjang. Kusnoto, menjelaskan kelainan dentofasial
disebabkan adanya hambatan saluran pernafasan sehingga terjadi ketidakaktifan
fungsi saluran pernafasan yang menyebabkan perkembangan rongga hidung dan
maksila terganggu, lengkung maksila yang sempit, langit-langit yang dalam serta
adanya crossbite posterior dan gigi-gigi depan yang protrusi. 27,28,29,30,31
Hambatan saluran nafas juga akan menyebabkan udara yang dihirup penderita
kurang jika hanya bernafas dari hidung, maka penderita akan berusaha mencukupi
udara dengan menghirup dari mulut, sehingga mulutnya akan menganga dan
kepalanya didongakkan ke atas. Hal ini akan mengakibatkan gigitan terbuka,
Hasil perbandingan lebar aliran udara pharynx atas pada maloklusi yang
berbeda dengan pola pertumbuhan yang sama secara statistik tidak berbeda secara
signifikan. Sehingga dapat diartikan bahwa bahwa tidak ada hubungan antara lebar
saluran udara atas dengan tipe dari maloklusi.Hal yang sama juga dinyatakan juga
oleh Freitas (2006) bahwa tipe maloklusi tidak mempengaruhi lebar udara pharynx
atas. 17
Lebar saluran udara pharynx bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II dengan
pola pertumbuhan normal maupun vertikal tidaklah berbeda secara signifikan
(p>0,05). Menurut Freitas(2006), Mc Namara (1984), Mergen D C dan Jacobs RM
(1970) bahwa lebar saluran udara pharynx bawah pada maloklusi Klas I dan Klas II
dengan pola pertumbuhan normal maupun vertikal tidaklah berbeda secara
signifikan. Hal tersebut diatas disebabkan pengaruh dari head posture dan posisi
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Lebar Saluran udara pharynx atas lebih sempit secara signifikan pada subjek
dengan maloklusi Klas I dan Klas II yang mempunyai pola pertumbuhan vertikal
dibandingkan subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola
pertumbuhan normal. Tetapi lebar saluran udara pharynx atas tidak berbeda
secara signifikan pada subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola
pertumbuhan yang sama.
Lebar saluran udara pharynx bawah tidak berbeda secara signifikan pada
subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II yang mempunyai pola pertumbuhan
normal dibandingkan subjek dengan maloklusi Klas I dan Klas II yang
mempunyai pola pertumbuhan vertikal. Begitu juga lebar saluran udara pharynx
bawah tidak berbeda secara signifikan pada subjek dengan maloklusi Klas I dan
Klas II dengan pola pertumbuhan yang sama.
6.2 Saran
Memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan röntgen foto 3
dimensi. Memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai volume aliran udara pada
subyek dengan mempunyai maloklusi Klas I dan Klas II dengan pola
pertumbuhan normal dan vertikal. Memerlukan penelitian lebih lanjut dengan
dihilangkan. Para dokter gigi yang akan melakukan perawatan dentokraniofasial
pada subjek dalam masa tumbuh kembang perlu memperhatikan kelainan yang
disebabkan oleh kebiasaan bernafas melalui mulut dan dirujuk dahulu ke THT
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacobson A. Radiographic Cephalometry from Basics to Video-imaging Quintessence Publishing Co.Inc.,Alabama;1995:124-6
2. ChengMC, Enlow DH, Papsidero M, Broarbent Jr BH, Oyen O, Sabat M. Developmental Effect of Impaired Breathing in the Face of the Growing Child. Angle Orthod. 1988;309-20
3. Preston CB, Lampasso JD, Tobias PV. Cephalometric Evaluation and Measurement of The Upper Airway. Seminar in Orthdontics 2004;10;3-15
4. Allhaija ESA and Al-Kahateeb SN. Uvulo-Glosso-Pharynx Dimensions in Different Anteroposterior Skeletal Patterns. Angle Orthod. 2005;75;6:1012-8
5. Martin O, Muelas L, Vinas MJ. Nasopharyngeal Cephalometric study of Ideal Occlusions. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2006;130;436.e1-9
6. Lowe AA, Ono Takashi, Ferguson KA, Pae Eung-Kwon, Ryan Frank, Fleetham JA. Cephalometric Comparison of Craniofacial and Upper Airway Structure by Skeletal Subtype and Gender in Patients with Obstructive Sleep Apne. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1996;110; 653-64
7. Sheng CM, Lin LH, Tsai HH. Developmental Change in Pharyngeal Airway Depth and Hyoid Bone Position from Childhood to Young Adulthood. Angle Orthodontist 2009;79;3;484-90
8. Muto T, Takeda S, Kanazawa M,Yamazaki A, Fujiwara Y, Mizoguchi I. The Effect of Head Posture on The Pharyngeal Airway Space (PAS). Int J Oral Maxillofac Surg. 2002;31;579-83
9. Ceylan I, Oktay H. A Study on The Pharynx Size in Different Skeletal Patterns. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1995;108;1:69-75
10.Iskandar Nurbaiti, Soepardi Efiaty A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorokan. Balai Penerbit FK Kedokteran UI. 1993:153-9
11.Filho DI, Da Silva NB. Orthodontic Diagnosis of Nasopharynx Obstruction. J Clin Orthod. 2005;39;371-4
13.Rusmarjono, Kartosoediro S. Nyeri Tenggorok. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2001;173-7
14.Vig KWL. Nasal Obstruction and Facial Growth: The Strenght of Evidance for Clinical Assumption. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1998;113;603-11
15.Paul Jl, Nanda RS. Effect of Mouth Breathing on Dental Occlusion. April 1973;43;2;201-6
16.Handelman CS, Osborne G. Growth of the Nasopharynx and Adenoid Development from One to Eighteen Years. July 1976;4;3;243-59
17.de Freitas M.R, Alcazar N.M. P., Janson G, de Freitas K.M.S. and Henriques JFC. Upper and Lower Pharynx Airways in Subjects with Class I and Class II Malocclusions and Different Growth Patterns. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2006;130;6:742-5.
18.Kerr, W.J.S. The Nasopharynx, Face Height, and Overbite. Angle Orthod. 1985;55:31-6
19.Tourne LPM. The Long Face Syndrome and Impairment of The
Nasopharyngeal Airway. Angle Orthod. 1989;60;3:167-76
20.Shanker S, Fields HW, Beck FM, Vig PS, Vig KWL. A Longitudinal Assessment of Upper Respiratory Function and Dentofacial Morphology in 8-12 Year-Old Children. Seminar in Orthdontics. 2004;10;1:45-53
21.Mc Namara Jr JA and Brudon WL . Orthodontic and Orthopedic Treatment in The Mixed Dentition. Needham Press,Inc.1994:42-4
22.Preston CB, Tobias PV, Salem OH. Cephalometric. Seminars in Orthodontics 2004;10:16-38
23.Johnston CD, Richardson A. Cephalometric Change in Adult Pharynx Morphology. J Europ Orthod. 1999;2:357-62
24..Bhalajhi S.I. Orthodontics “ The Art and Science”. Arya (Medi) Publishing House, January 1998:79-83
26.Mergen DC, Jacobs RM. The Size of Nasopharynx Associated with Normal Occlusion and Clas II Malocclusion.October1974;40;4:342-6
27.McNamara Jr J.A. A Method of Cephalometric Evaluation. Am J Orthod. 1984;86:269-300
28.Woodside DG, Linder-Aronson S, Lundstrom A, Mc William J. Mandibular and maxillary growth after changed mode of breathing. Am J Orthod. July 1991;100:1-17
29.Anegawa E, Tsuyama H, Kusukawa J. Lateral Cephalometric of The Pharyngeal Airway Space Affected by Head Posture. Int J Oral Maxillofac Surg. 2008;37:805-9
30.Yow M. An Overview of Oral Appliances and Managing the Airway in
Obstructive Sleep Apnea. Seminars in Orthodontics, Vol 15, No 2 (June),
2009: pp 88-93
LAMPIRAN 1
JADWAL PENELITIAN
Waktu Pelaksanaan (Bulan)
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan penelitian
2 Seleksi Pasien
3 Pengambilan Data
4 Analisa Data dan Interpretasi
5 Penulisan Laporan
6 Seminar dan Perbaikan
LAMPIRAN 2
Alur Penelitian
Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II
Pharynx bawah Pharynx atas
Pola pertumbuhan normal
Pharynx bawah Pharynx atas
LAMPIRAN 3
NO UMUR SEX ANB FMA SN-GoGn NS.Gn Saluran udara atas Saluran udara bawah KLP
LAMPIRAN 4
Descriptives
Umur (tahun)
10 13,10 1,449 ,458 12,06 14,14 10 14
10 12,40 1,265 ,400 11,50 13,30 11 14
10 12,40 1,430 ,452 11,38 13,42 10 14
10 12,60 1,265 ,400 11,70 13,50 10 14
40 12,63 1,334 ,211 12,20 13,05 10 14
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Umur (tahun)
3,275 3 1,092 ,595 ,623
66,100 36 1,836
Squares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
,000 ,606 1,000 -1,23 1,23
-,200 ,606 ,743 -1,43 1,03
-,700 ,606 ,256 -1,93 ,53
,000 ,606 1,000 -1,23 1,23
-,200 ,606 ,743 -1,43 1,03
-,500 ,606 ,415 -1,73 ,73
,200 ,606 ,743 -1,03 1,43
,200 ,606 ,743 -1,03 1,43
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Means Plots
10 2,650 ,9733 ,3078 1,954 3,346 1,0 4,0
10 5,400 ,7746 ,2449 4,846 5,954 4,5 7,0
10 2,950 1,0395 ,3287 2,206 3,694 1,0 4,0
10 6,600 1,3703 ,4333 5,620 7,580 4,5 8,0
40 4,400 1,9651 ,3107 3,772 5,028 1,0 8,0
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
ANB
110,050 3 36,683 32,567 ,000
40,550 36 1,126
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ANB
LSD
-2,7500* ,4746 ,000 -3,713 -1,787
-,3000 ,4746 ,531 -1,263 ,663
-3,9500* ,4746 ,000 -4,913 -2,987
2,7500* ,4746 ,000 1,787 3,713
2,4500* ,4746 ,000 1,487 3,413
-1,2000* ,4746 ,016 -2,163 -,237
,3000 ,4746 ,531 -,663 1,263
-2,4500* ,4746 ,000 -3,413 -1,487
-3,6500* ,4746 ,000 -4,613 -2,687
3,9500* ,4746 ,000 2,987 4,913
1,2000* ,4746 ,016 ,237 2,163
3,6500* ,4746 ,000 2,687 4,613
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Descriptives
FMA
10 24,550 5,1123 1,6167 20,893 28,207 14,0 30,0
10 27,500 4,3780 1,3844 24,368 30,632 22,0 34,0
10 30,000 4,0757 1,2888 27,084 32,916 24,0 39,0
10 31,500 4,3653 1,3804 28,377 34,623 23,0 37,0
40 28,388 5,0807 ,8033 26,763 30,012 14,0 39,0
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
FMA
278,019 3 92,673 4,578 ,008
728,725 36 20,242
Squares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: FMA LSD
-2,9500 2,0121 ,151 -7,031 1,131
-5,4500* 2,0121 ,010 -9,531 -1,369
-6,9500* 2,0121 ,001 -11,031 -2,869
2,9500 2,0121 ,151 -1,131 7,031
-2,5000 2,0121 ,222 -6,581 1,581
-4,0000 2,0121 ,054 -8,081 ,081
5,4500* 2,0121 ,010 1,369 9,531
2,5000 2,0121 ,222 -1,581 6,581
-1,5000 2,0121 ,461 -5,581 2,581
6,9500* 2,0121 ,001 2,869 11,031
4,0000 2,0121 ,054 -,081 8,081
1,5000 2,0121 ,461 -2,581 5,581
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Means Plots
10 28,850 3,3087 1,0463 26,483 31,217 23,0 34,0
10 32,400 3,5182 1,1126 29,883 34,917 26,5 40,0
10 32,900 5,9573 1,8838 28,638 37,162 24,0 44,0
10 37,600 4,4335 1,4020 34,428 40,772 29,0 44,0
40 32,938 5,2954 ,8373 31,244 34,631 23,0 44,0
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
SN-GoGn
387,369 3 129,123 6,582 ,001
706,225 36 19,617
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: SN-GoGn LSD
-3,5500 1,9808 ,082 -7,567 ,467
-4,0500* 1,9808 ,048 -8,067 -,033
-8,7500* 1,9808 ,000 -12,767 -4,733
3,5500 1,9808 ,082 -,467 7,567
-,5000 1,9808 ,802 -4,517 3,517
-5,2000* 1,9808 ,013 -9,217 -1,183
4,0500* 1,9808 ,048 ,033 8,067
,5000 1,9808 ,802 -3,517 4,517
-4,7000* 1,9808 ,023 -8,717 -,683
8,7500* 1,9808 ,000 4,733 12,767
5,2000* 1,9808 ,013 1,183 9,217
4,7000* 1,9808 ,023 ,683 8,717
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Descriptives
NS Gn
10 65,250 1,5679 ,4958 64,128 66,372 63,0 67,5
10 67,750 2,2016 ,6962 66,175 69,325 64,0 72,0
10 72,350 2,5501 ,8064 70,526 74,174 69,5 77,0
10 73,600 2,3428 ,7409 71,924 75,276 70,0 78,0
40 69,738 4,0255 ,6365 68,450 71,025 63,0 78,0
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
NS Gn
458,319 3 152,773 31,667 ,000
173,675 36 4,824
Squares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: NS Gn
LSD
-2,5000* ,9823 ,015 -4,492 -,508
-7,1000* ,9823 ,000 -9,092 -5,108
-8,3500* ,9823 ,000 -10,342 -6,358
2,5000* ,9823 ,015 ,508 4,492
-4,6000* ,9823 ,000 -6,592 -2,608
-5,8500* ,9823 ,000 -7,842 -3,858
7,1000* ,9823 ,000 5,108 9,092
4,6000* ,9823 ,000 2,608 6,592
-1,2500 ,9823 ,211 -3,242 ,742
8,3500* ,9823 ,000 6,358 10,342
5,8500* ,9823 ,000 3,858 7,842
1,2500 ,9823 ,211 -,742 3,242
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Means Plots
10 16,1940 2,05423 ,64961 14,7245 17,6635 14,15 19,66
10 14,9840 1,89781 ,60014 13,6264 16,3416 12,83 18,27
10 12,9450 1,21415 ,38395 12,0764 13,8136 10,63 14,70
10 11,9010 1,78661 ,56497 10,6229 13,1791 9,13 14,73
40 14,0060 2,40403 ,38011 13,2372 14,7748 9,13 19,66
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Saluran udara atas
113,006 3 37,669 12,066 ,000
112,389 36 3,122
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Saluran udara atas LSD
1,21000 ,79018 ,134 -,3926 2,8126
3,24900* ,79018 ,000 1,6464 4,8516
4,29300* ,79018 ,000 2,6904 5,8956
-1,21000 ,79018 ,134 -2,8126 ,3926
2,03900* ,79018 ,014 ,4364 3,6416
3,08300* ,79018 ,000 1,4804 4,6856
-3,24900* ,79018 ,000 -4,8516 -1,6464
-2,03900* ,79018 ,014 -3,6416 -,4364
1,04400 ,79018 ,195 -,5586 2,6466
-4,29300* ,79018 ,000 -5,8956 -2,6904
-3,08300* ,79018 ,000 -4,6856 -1,4804
-1,04400 ,79018 ,195 -2,6466 ,5586
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Descriptives
Saluran udara bawah
10 13,2130 3,02111 ,95536 11,0518 15,3742 9,32 18,84
10 12,3940 3,35230 1,06009 9,9959 14,7921 8,67 18,78
10 11,3720 2,09609 ,66284 9,8726 12,8714 7,52 13,87
10 12,4840 1,86983 ,59129 11,1464 13,8216 9,41 14,72
40 12,3658 2,63845 ,41718 11,5219 13,2096 7,52 18,84
Kelas I PPN Kelas II PPN Kelas I PPV Kelas II PPV Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Saluran udara bawah
17,202 3 5,734 ,812 ,496
254,294 36 7,064
Squares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Saluran udara bawah
LSD
,81900 1,18859 ,495 -1,5916 3,2296
1,84100 1,18859 ,130 -,5696 4,2516
,72900 1,18859 ,544 -1,6816 3,1396
-,81900 1,18859 ,495 -3,2296 1,5916
1,02200 1,18859 ,396 -1,3886 3,4326
-,09000 1,18859 ,940 -2,5006 2,3206
-1,84100 1,18859 ,130 -4,2516 ,5696
-1,02200 1,18859 ,396 -3,4326 1,3886
-1,11200 1,18859 ,356 -3,5226 1,2986
-,72900 1,18859 ,544 -3,1396 1,6816
,09000 1,18859 ,940 -2,3206 2,5006
1,11200 1,18859 ,356 -1,2986 3,5226
(J) Kelompok
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Mean Plots
Kelompok pengamatan
Kelas II PPV Kelas I PPV
Kelas II PPN Kelas I PPN
M
ean of
Sal
u
ran
udara
bawah
13.50
13.00
12.50
12.00
11.50
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Tengku Lusi Lailani
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 3 September 1965 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Silangge 40 Simpang Selayang Medan
PENDIDIKAN FORMAL 1979 : SD Methodist Hang Tuah 1982 : SMP Methodist Hang Tuah 1985 : SMA Negeri I Medan