• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Morfologi Vertikal Skeletal Wajah pada Maloklusi Klas I, II dan III dengan Ketebalan Simfisis Mandibula di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

penyimpangan dalam hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau

rahang. Banyak penelitian dilakukan mengenai prevalensi maloklusi pada berbagai

kelompok etnis.1,2,3,4 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahab pada populasi

Deutro-Melayu Indonesia tahun 2013, prevalensi paling tinggi ditemukan pada

maloklusi Klas I yaitu 48,8%, diikuti dengan maloklusi Klas II yaitu 33,1% dan

maloklusi Klas III sebanyak 18,1%.5

Maloklusi Klas I, II dan III memiliki 3 pola morfologi vertikal skeletal wajah

yaitu hipodivergen (short face/low angle), normodivergen (normal face/normal

angle) dan hiperdivergen (long face/high angle). Pola pertumbuhan wajah merupakan

faktor penting untuk dipertimbangkan dalam perawatan ortodonti.6,7 Secara

menyeluruh radiografi sefalometri lateral digunakan untuk menilai posisi maksila dan

mandibula dalam arah anteroposterior dan vertikal.3,4,5

Ilmu ortodonti kontemporer mengharuskan ortodontis tidak hanya peduli pada

keadaan jaringan periodontal tetapi juga pada pola pertumbuhan wajah, morfologi

simfisis mandibula dan inklinasi insisivus. Kepedulian ini dapat menurunkan resiko

(2)

Morfologi simfisis mandibula berkontribusi terhadap outline wajah terutama

profil dan keseimbangan harmonisasi wajah.8,11 Struktur simfisis mandibula terdiri

dari tulang kortikal dan tulang konselus. Tulang kortikal merupakan tulang yang

melapisi bagian paling luar permukaan labial dan lingual mandibula dan dianggap

sebagai orthodontic wall (batas anatomi pergerakan gigi).11,12 Ketebalan simfisis

mandibula berpengaruh terhadap diagnosa dan rencana perawatan pasien ortodonti,

apakah akan dilakukan ekstraksi atau tidak.8 Pada kasus simfisis mandibula yang

tebal, gerakan memprotrusifkan gigi insisivus mandibula masih dapat diterima secara

estetis,12,13 sedangkan pada simfisis mandibula yang tipis gerakan ini dapat

menyebabkan defect tulang labial.13,14,15

Posisi dan pergerakan insisivus mandibula juga memainkan peran penting

terhadap diagnosa, rencana perawatan, terapi dan stabilitas hasil

perawatan.8,9,16,17Pergerakan insisivus mandibula yang ekstensif terkadang diperlukan

untuk mencapai tujuan perawatan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk

melakukan hal ini, terutama dari faktor biologis dan biomekanik. Faktor biologis

antara lain struktur, morfologi, ketebalan simfisis mandibula, posisi gigi insisivus

mandibula dan kondisi jaringan lunak.8,16 Sedangkan faktor biomekanika meliputi

arah pergerakan gigi (labial atau lingual) dan tipe pergerakan gigi (tipping atau

bodily).10

(3)

hipodivergen dibanding pasien hiperdivergen.13 Gama melaporkan bahwa individu

dengan pola pertumbuhan wajah ke arah vertikal memiliki simfisis mandibula tinggi

dan tipis, sedangkan individu dengan pola pertumbuhan ke arah horizontal memiliki

simfisis mandibula lebih pendek dan tebal.9,16 Graco dkk melaporkan bahwabagian

labial tulang konselus simfisis mandibula lebih tebal pada pasien hipodivergen

dibandingkan dengan pasien hiperdivergen.11,19 Yatabe dkk membandingkan pasien

hiperdivergen dengan hubungan maksilomandibula dalam arah sagital yang berbeda.

Penelitian ini membuktikan bahwa pasien Klas III memiliki simfisis mandibula lebih

tipis dibandingkan pasien Klas I dan Klas II. Yamada dkk melaporkan bahwa

inklinasi insisivus mandibula berpengaruh terhadap ketebalan tulang konselus

simfisis mandibula.18,20

Dari perspektif tersebut, rencana perawatan pasien hipodivergen memiliki lebih

sedikit keterbatasan untuk menggerakkan insisivus mandibula dalam arah

labiolingual. Sebaliknya pada pasien hiperdivergen, jika diperlukan pergerakan

labiolingual, biomekanika pergerakan insisivus mandibula harus sangat

dipertimbangkan dan lebih mengutamakan gerakan bodili daripada gerakan tipping.13

Dari ulasan di atas penulis ingin mengetahui perbedaan dan hubungan pola

morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan

simfisis mandibula. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan inklinasi insisivus

(4)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap

maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula.

2. Apakah ada hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas

I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula.

3. Apakah ada hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai pola

morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ketebalan simfisis mandibula pada maloklusi Klas I, II dan III

dengan berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah.

2. Untuk mengetahui perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap

maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula.

3. Untuk mengetahui hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada

maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula.

4. Untuk mengetahui hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai

pola morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap maloklusi

(5)

3. Ada hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai pola morfologi

vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi kepada praktisi mengenai ketebalan simfisis mandibula pada

maloklusi Klas I, II dan III dengan berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah.

2. Memberi informasi kepada praktisi mengenai perbedaan pola morfologi vertikal

skeletal wajah pada tiap-tiap maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis

mandibula.

3. Memberi informasi kepada praktisi mengenai hubungan pola morfologi vertikal

skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula

4. Memberi informasi kepada praktisi mengenai hubungan antara inklinasi insisivus

mandibula pada berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan

simfisis mandibula.

5. Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap diagnosa, rencana

perawatan, penggunaan mekanisme ortodonti, dan pencegahan pergerakan yang tidak

sesuai pada regio anterior mandibula.

6. Penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan praktisi terhadap jaringan

periodontal sehingga menurunkan resiko kerusakan yang potensial pada akar-akar

Referensi

Dokumen terkait

rahang atas dan rahang bawah terhadap kranium normal, skeletal Klas II adalah relasi. rahang atas terhadap kranium lebih ke anterior dari rahang bawah, skeletal Klas

Central Incisor and Associated Alveolar Bone in Adults with

mengenai morfologi vertikal skeletal wajah pasien Suku Batak di RSGMP

mandibula terhadap overall Bolton ratio pada pasien maloklusi Klas I skeletal di RSGMP.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel dengan skeletal Klas III mempunyai sudut dataran mandibula yang tinggi, korpus mandibula tinggi, ramus mandibula tinggi, dan sudut

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan variasi morfologi sella tursika pada kelompok maloklusi Klas I dibandingkan dengan kelompok

Distribusi tipe vertikal wajah suku Batak Klas III skeletal adalah 100% tipe pendek/ hypodivergent , 0% tipe normal/ normodivergent , dan 0% tipe panjang/

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk menghitung persentase tipe vertikal skeletal wajah dengan relasi rahang Klas I, II, III pada pasien Suku Batak