• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan Pleurodesis Dengan Bleomycin Pada Efusi Pleura Ganas Di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keberhasilan Pleurodesis Dengan Bleomycin Pada Efusi Pleura Ganas Di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN PLEURODESIS DENGAN BLEOMYCIN PADA EFUSI PLEURA GANAS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

OLEH

SAMSON SEMBIRING

(2)

KEBERHASILAN PLEURODESIS DENGAN BLEOMYCIN PADA EFUSI PLEURA GANAS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

OLEH

SAMSON SEMBIRING NO. CHS 17413

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Keahlian Dalam Bidang Ilmu Bedah

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Tesis : KEBERHASILAN PLEURODESIS DENGAN BLEOMYCIN PADA EFUSI PLEURA

GANAS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

Nama PPDS : Samson Sembiring

Nomor CHS : 17413

Bidang Ilmu : Kedokteran/ Ilmu Bedah Kategori : Toraks Kardiovaskular

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing :

Dr. Marshal, SpB. SpBTKV (K) NIP: 196 103 161 986 111 001

Ketua Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program Studi Ilmu Bedah,

(4)

SURAT KETERANGAN

PEMBIMBING METODOLOGI PENELITIAN

Sudah diperiksa hasil penelitian

JUDUL : KEBERHASILAN PLEURODESIS DENGAN

BLEOMYCIN PADA EFUSI PLEURA GANAS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI : SAMSON SEMBIRING

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, OKTOBER 2011

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(5)

TESIS PENELITIAN

JUDUL : KEBERHASILAN PLEURODESIS DENGAN

BLEOMYCIN PADA EFUSI PLEURA GANAS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI : SAMSON SEMBIRING

NO. CHS : 17413

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

PERNYATAAN

KEBERHASILAN PLEURODESIS DENGAN BLEOMYCIN PADA EFUSI PLEURA GANAS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Oktober 2011

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, hidayah dan rezeki , sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, saya banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, oleh karena itu saya menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak.

(8)

Kepada abang, kakak dan adik ( Alexander Sembiring SH, Yustina Sembiring SSi, Alfonso Sembiring SH, Elviana Sembiring SKM, Muhsin Lubis, Husni Lubis ST, MKom dan Ihsan Lubis ST, MKom) dan seluruh keluarga besar yang tidak mungkin saya sebutkan satu demi satu disini, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, pengertian, bantuan dan doanya selama ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Dr. Marshal SpB,SpBTKV(K) selaku pembimbing dalam tesis ini dan selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah FK USU/RS HAM atas dukungan, bimbingan dan nasehat sehingga saya dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan tesis ini..

Ucapan terimakasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Prof. Dr. H. Aznan Lelo, PhD, SpFK sebagai konsultan metodologi dan statistik, yang telah meluangkan waktu untuk membantu menyelesaikan penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Dr. Harry Soedjatmiko SpB,SpBTKV(K) dan Dr. Doddy Prabisma SpBTKV(K) atas seluruh dukungan, masukan dan ide dalam menyelesaikan penelitian ini.

(9)
(10)

pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran-saran selama saya menjalani pendidikan.

Kepada sahabat ‘seperjuangan’ Dr. Zainul Naim, Dr. Bambang Prayugo dan Dr.

Edwin S Siregar , terimakasih atas ikatan persaudaraan, bela rasa dan rasa senasib serta sepenanggungan selama menjalani proses pendidikan ini, semoga ikatan silaturrahmi dan persaudaraan diantara kita tetap terjalin. Pada seluruh senior yang telah lebih dahulu menyelesaikan pendidikan dan sejawat residen peserta program ilmu bedah saat ini, saya ucapkan banyak terima kasih.

Ucapan terimakasih juga sampaikan kepada para pegawai di lingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, para tenaga kesehatan yang di lingkungan RSUP H. Adam Malik dan RSU Pirngadi.

Akhirnya kepada semua pihak yang ikut membantu baik secara langsung atau tidak langsung, saya ucapkan terimakasih, semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya. Saya juga mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan baik ucapan maupun perbuatan baik yang saya sengaja dan tidak saya sengaja maupun segala kekurangan yang saya miliki karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Semoga ilmu dan keterampilan yang telah saya peroleh selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah, dapat menjadi bekal untuk mengabdi kepada sesama insan yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2011 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Pembimbing, Ketua Departemen Ilmu Bedah,

Ketua Program Studi Ilmiah...i

Pembimbing Metodologi Penelitian...ii

Seksi Ilmiah Departemen Ilmu Bedah...iii

LEMBAR PERNYATAAN...iv KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xi DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR LAMPIRAN...xiii ABSTRAK...xiv ABSTRACT...xv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang...1

1.2.Rumusan masalah...4

1.3.Hipotesis...4

1.4.Tujuan...4

1.5.Manfaat...4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efusi Pleura Ganas...5

2.1.1. Patofisiologi...6

(12)

2.2.4. Pertimbangan sebelum dilakukan pleurodsesis...14

2.2.5. Kontra indikasi pleurodesis...16

2.2.6. Komplikasi yang mungkin timbul setelah pleurodesis...16

2.2.7. Kerangka konsep...17

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain penelitian...18

3.2. Lokasi dan waktu penelitian...18

3.3. Populasi dan sampel...18

3.4. Perkiraan besar sampel...18

3.5. Kriteria inklusi dan ekslusi 3.5.1. Kriteria inklusi...19

3.5.2. Kriteria eksklusi...19

3.6. Persetujuan setelah penjelasan (informed consent0...19

3.7. Etika Penelitian...20

3.8. Pelaksanaan penelitian...20

3.9. Alur Penelitian...21

3.10. Rencana pengolahan dan Analisa data...22

BAB 4, HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lama pemasangan WSD dan umur pasien...24

4.2. Distribusi pekerjaan pasien...24

4.3. Foto thoraks hari ke-1 setelah pleurodesis...26

4.4. Foto thoraks hari ke-30 setelah pleurodesis...27

4.5. Hasil akhir sukses komplit/gagal...28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...29

5.2. Saran...29

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1.2. Jenis keganasan yang sering disertai efusi pleura ganas...8

4.1. Lama pemasangan WSD dan umur pasien...24

4.2. Distribusi pekerjaan pasien...25

4.3. Foto thoraks hari ke-1 setelah pleurodesis...26

4.4. Foto thoraks hari ke-30 setelah pleurodesis...27

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.2. Distribusi pekerjaan pasien...25

4.3. Foto thoraks hari ke-1 setelah pleurodesis...26

4.4. Foto thoraks hari ke-30 setelah pleurodesis...27

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Susunan Peneliti...30

2. Cara kerja...31

3. Naskah penjelasan kepada orang tua / kerabat pasien lainnya...36

4. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)...37

5. Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian...38

6. Lembar pengumpul data...39

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang: Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Secara umum tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi berulang (terutama bila terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumothoraks berulang. Efusi pleura ganas merupakan indikasi paling utama pada pleurodesis.

Hasil Penelitian: Pasien dilakukan pemasangan WSD dengan rata-rata lama waktu pemasangan adalah 4 hari dengan waktu paling sedikit 3 hari dan paling lama 7 hari. Setelah dilakukan tindakan pleurodesis foto thoraks hari pertama didapatkan hanya satu pasien yang dari foto thoraksnya didapatkan cairan. Dan dari foto thoraks hari ke 30 terdapat 3 orang yang dari foto thoraksnya kembali terdapat cairan. Peneliti mengambil kesimpulan dari 10 pasien yang dilakukan pleurodesis 7 orang sukses keseluruhan dan hanya 3 orang yang gagal.

(17)

ABSTRACT

Background: Pleurodesis is an effort to union visceral pleura with parietal pleura, whether by chemical, mineral, or mechanical, permanently to avoid fluid accumulation or air in the pleural cavity. Generally the objective of pleurodesis is to avoid reccurent pleural effusion (particulary if that happen quickly), thorakosintesa, and chest tube re-insertion, and decrease morbidity that associated with reccurent pleural effusion or pheumothoraks. Malignant pleural effusion is the indication for pleurodesis.

Result: Patients underwent insertion chest tube and connested to water seal drainage (WSD) with mean duration 4 days (minimum 3 days and maximum 7 days). After pleurodesis was done at the first day after pleurodesis only one patient had chest X-ray showing fluid. And from chest X-ray at the 30th days after pleurodesis only 3 patients showing fluid. Investigator conclude from 10 patients who underwent pleurodesis 7 patients sucessful, and 3 patients fail to acieve the objective.

(18)

ABSTRAK

Latar Belakang: Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Secara umum tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi berulang (terutama bila terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumothoraks berulang. Efusi pleura ganas merupakan indikasi paling utama pada pleurodesis.

Hasil Penelitian: Pasien dilakukan pemasangan WSD dengan rata-rata lama waktu pemasangan adalah 4 hari dengan waktu paling sedikit 3 hari dan paling lama 7 hari. Setelah dilakukan tindakan pleurodesis foto thoraks hari pertama didapatkan hanya satu pasien yang dari foto thoraksnya didapatkan cairan. Dan dari foto thoraks hari ke 30 terdapat 3 orang yang dari foto thoraksnya kembali terdapat cairan. Peneliti mengambil kesimpulan dari 10 pasien yang dilakukan pleurodesis 7 orang sukses keseluruhan dan hanya 3 orang yang gagal.

(19)

ABSTRACT

Background: Pleurodesis is an effort to union visceral pleura with parietal pleura, whether by chemical, mineral, or mechanical, permanently to avoid fluid accumulation or air in the pleural cavity. Generally the objective of pleurodesis is to avoid reccurent pleural effusion (particulary if that happen quickly), thorakosintesa, and chest tube re-insertion, and decrease morbidity that associated with reccurent pleural effusion or pheumothoraks. Malignant pleural effusion is the indication for pleurodesis.

Result: Patients underwent insertion chest tube and connested to water seal drainage (WSD) with mean duration 4 days (minimum 3 days and maximum 7 days). After pleurodesis was done at the first day after pleurodesis only one patient had chest X-ray showing fluid. And from chest X-ray at the 30th days after pleurodesis only 3 patients showing fluid. Investigator conclude from 10 patients who underwent pleurodesis 7 patients sucessful, and 3 patients fail to acieve the objective.

(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif pada penderita efusi pleura ganas. (Amin Z, Masna IAK; 2007)

Secara umum tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi berulang (terutama bila terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis berikutnya dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumothoraks berulang. Efusi pleura ganas merupakan indikasi paling utama pada pleurodesis. Hal ini disebabkan karena kurang efektifnya terapi tumor lanjut sedangkan terapi paliatif perlu dilakukan untuk mengurangi gejala pada pasien. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan yang dilakukan. Penggunaan teknik yang tepat, agen sklerosis dan kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang menentukan keberhasilan tindakan. (Amin Z, Masna IAK; 2007)

(21)

terutama doxyciclin), bleomycin, quinacrin, silver nitrate, povidon iodin. (Amin Z, Masna IAK; 2007, Antunes G dkk; 2003, Dikensoy O dkk; 2005, Rodriguez- Panadero F dkk; 1997, Syahruddin E dkk; 2009 , Venugopal P; 2007 )

Penelitian pada 39 pasien dengan menggunakan povidon iodin melalui tube thoracostomy dan diperoleh sukses komplit 91,6% (33 pasien) dan tidak ada efek samping yang signifikan.Dan juga telah dipublikasikan penggunaan povidon iodin pada 14 pasien dan diperoleh sukses komplit 64,2% dan tidak ada efek samping yang serius. (Dey A dkk; 2010, Dikensoy, Light; 2005, Olivares-Torres dkk; 2002) Olivares-Torres dkk melakukan penelitian pada 52 pasien dan diperoleh sukses komplet 96,1% (50 pasien). (Dikensoy O dkk; 2005, Olivares-Torres CA dkk; 2002)

Studi yang dilakukan oleh Departement of Chest Medicine, Radha Gobinda Kar Medical College and Hospital, Kolkata, India dari Januari 2005 sampai Juni 2006, pada 38 pasien yang dilakukan pleurodesis povidon iodin dan diperoleh sukses komplet pada 34 pasien (89,5%) dan gagal pleurodesis ada 4 pasien (10,5%). (Dey dkk; 2010)

(22)

talc slurry sedangkan pada kelompok povidon iodin yang mengalami sakit dada ada 5 pasien (17%) dan demam 3 pasien (11%) mengalami demam. (Das dkk; 2008)

Penelitian yang dilakukan dengan bleomycin intrapleura pada 199 pasien menunjukan respon sukses komplet pada 108 pasien (54%). (Venugopal P; 2007) Adanya penelitian yang membandingkan antara kelompok pleurodesis bleomycin dengan tetrasiklin menunjukkan secara statistik adanya perbedaan secara signifikan dimana kelompok bleomycin lebih efektif pada pasien (64%) dibandingkan dengan kelompok tetrasiklin (33%). (Zimmer dkk; 1997)

Martinez-Moragen dkk (1997) melakukan penelitian terhadap 62 pasien dimana 31 pasien mendapat pleurodesis tetrasiklin dan 31 pasien lagi mendapat bleomycin dan diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan efek samping dari kedua kelompok tersebut, dimana masing-masing kelompok mengalami sesak napas 100% dan sakit dada 51% pada kelompok tetrasiklin dan 58% pada kelompok bleomycin.

Selain itu juga telah dilakukan penelitian yang membandingkan antara bleomycin intrapleura (37 pasien) dengan tetrasiklin intrapleura (36 pasien) dan diperoleh 30% pasien pada kelompok bleomycin dan 53% pada kelompok tetrasiklin mengalami recurrent efusi. (Venugopal P, 2007)

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Kelly-Garcia J dkk (1997) yang membandingkan antara pleurodesis povidon iodin (14 pasien) dengan bleomycin (8 pasien) dimana diperoleh sukses komplit 64,2% (9 pasien) pada kelompok povidon iodin dan pada kelompok bleomycin diperoleh 87,5% (7 pasien). Hal ini menunjukkan bahwa pleurodesis dengan bleomycin lebih baik daripada povidon iodin.

Penelitian tentang keberhasilan yang membandingkan langsung pleurodesis povidon iodin dengan bleomycin di Indonesia belum ada dilaporkan.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah pleurodesis povidon iodin lebih sukses daripada pleurodesis bleomycin pada pasien dengan efusi pleura ganas?

1.3. Hipotesis

Pleurodesis povidon iodin lebih berhasil daripada pleurodesis bleomycin pada pasien dengan efusi pleura ganas.

1.4. Tujuan

(24)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Efusi Pleura Ganas

Efusi pleura ganas adalah masalah klinis yang sering terjadi pada kasus kanker. (Antony VB; 2001) Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas tidak dapat ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan dengan penyakit keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas dapat terjadi kekeliruan pada kasus dengan sitologi / histologi negatif. Pada kasus efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsi pleura tetapi ditemukan kanker primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memasukkannya sebagai efusi pleura ganas. Pada beberapa kasus, diagnosis efusi pleura ganas didasarkan pada sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang serohemoragik/ hemoragik, berulang, masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah dilakukan

torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura. (Syahruddin E dkk; 2009)

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mendefinisikan efusi pleura ganas yaitu : (Subagyo; 1998)

a. Efusi pleura yang terbukti ganas secara sitologi (cairan pleura) atau histologi (biopsi pleura)

(25)

c. Efusi pleura yang sifat keganasannya hanya dapat dibuktikan secara klinis, yaitu hemoragis, masif, berulang dan tidak responsif terhadap pengobatan antiinfeksi

Efusi pleura ganas merupakan masalah klinis di dunia, dimana diestimasi ada sekitar 200.000 pasien di Amerika Serikat yang mengalami efusi pleura ganas. Meskipun belum ada penelitian epidemiologi untuk efusi pleura ganas tetapi insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu sekitar 15% dari seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan oleh hampir semua jenis keganasan, hampir sepertiga kasus efusi pleura ganas disebabkan oleh kanker paru. (Syahruddin E dkk; 2009) Efusi pleura ganas sering ditemukan pada kanker paru jenis adenosarkoma (40%), sel skuamosa (23%) dan karsinoma sel kecil (17,6%). (Subagyo dkk; 1998)

Penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada bulan Juli 1994 – Juli 1997, didapatkan kasus efusi pleura ganas sebanyak 120 dari 229 kasus efusi pleura (52,4%). (Mangunnegoro H; 1998)

2.1.1. Patofisiologi

(26)

hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura tetap. Cairan pleura berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas. (De Camp MM dkk; 1997, Light, Broaddus; 2000, Light; 2000)

Patofisiologi efusi pleura ganas belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme efusi pleura ganas itu. Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan/ atau viseral. Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga pleura. Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor

growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Penulis lain

mengaitkan efusi pleura ganas dengan gangguan metabolisme, menyebabkan

hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan cairan

ke rongga pleura. (Syahruddin E dkk; 2009)

2.1.2. Epidemiologi

(27)

sebanyak 25% sedangkan 7 - 15% tidak diketahui asalnya. (Antunes, Neville; 2000) Olopade dan Ultmann di klinik Mayo Chicago juga mendapatkan hal yang sama (tabel 1) ( Olopade, Ultmann; 1991)

Tabel 2.1.2. Jenis Keganasan yang sering disertai efusi pleura ganas

Jenis Keganasan Insidens (%)

Kanker paru 35

Kanker payudara 23

Adenokarsinoma (primer tidak diketahui) 12

Leukimia/Limfoma 10

Traktus reproduksi 6

Traktus gastrointestinal 5

Traktus genitourinari 3

Primer tidak diketahui 3

Lain – lain 5

2.1.3. Diagnosa

(28)

banyak. Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan keteregangan (compliance) paru, penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Estenne dkk menyimpulkan bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada penderita efusi pleura ganas misalnya perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) tetapi perubahan itu saja belum memadai untuk dapat menjelaskan mekanisme sesak. Mereka membuat hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan. Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun. (Syahruddin E dkk; 2009)

Kelainan jasmani pada pemeriksaan jasmani timbul pada efusi pleura yang mencapai volume 300 ml. Kelainan tersebut meliputi penurunan suara nafas yang ditandai dengan perkusi redup, penurunan fremitus raba, pleural friction rub dan pergeseran batas mediastinum kearah kontralateral efusi. (Rubins J, Colice G; 2001)

Foto toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat. USG toraks sangat membantu untuk memastikan cairan dan sekaligus memberikan penanda (marker) lokasi untuk torakosintesis dan biopsi pleura. Pada efusi pleura ganas dengan volume cairan sedikit dan tidak terlihat pada foto toraks dapat dideteksi dengan CT-scan toraks.

Magnetic resonance imaging (MRI) tidak terlalu dibutuhkan kecuali untuk evaluasi

(29)

prediksi untuk pembedahan. Diagnosa pasti efusi pleura ganas adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura (sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi). Jika dengan pencitraan tidak ditemukan tumor primer intratoraks maka perlu dilakukan bronkoskopi untuk melihat tanda keganasan (mukosa infiltratif atau tumor primer) pada lumen bronkus atau penekanan dinding bronkus oleh massa sentral di rongga toraks. (Syahruddin E dkk; 2009)

2.1.4. Penatalaksanaan

(30)

1997, Venugopal; 2007) Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif penderita efusi pleura ganas. .(Amin Z, Masna IAK; 2007, Das dkk; 2008, Dikensoy, Light; 2005, Rodriguez - Panadero F and Antony VB; 1997)

Secara umum, tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah berulangnya efusi pleura (terutama bila terjadi dengan cepat), torakosintesis, atau pemasangan selang dada berikutnya serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi pleura atau pneumotoraks berulang (trapped lung, atelektasis, pneumonia,

insuffisiensi respirasi, tension pneumothorax). (Amin Z, Masna IAK; 2007)

Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan pleurodesis. (Amin Z, Masna IAK; 2007)

2.2.1 Teknik Pleurodesis

Teknik pleurodesis diklasifikasikan menjadi 2 aspek , yaitu : (Amin Z, Masna IAK; 2007, Rodriguez - Panadero F ,Antony; 1997)

1. Aspek Mekanis

(31)

2. Aspek Biologis

Agar terjadi perlekatan yang sempurna, permukaan pleura harus teriritasi baik secara mekanik maupun dengan pemberian agen sklerosis. Selain itu, telah berkembang konsep baru yaitu peran fungsional respon mesothelium terhadap stimulus sklerosis.

2.2.2 Agen Sklerosis

Agen sklerosis ideal yang dapat digunakan untuk pleurodesis harus efektif, murah, aman dan mudah diperoleh. (Olivares-Torres dkk; 2002) Namun tidak ada agen yang ideal, semuanya berbeda tingkat keberhasilan dan efek samping yang timbul. (Dikensoy, Light; 2005) Ada lebih dari 30 jenis agen sklerosis yang digunakan untuk prosedur pleurodesis, diantaranya adalah povidon iodin dan bleomycin. (Amin Z, Masna IAK; 2007)

1. Povidon Iodin

(32)

tidak diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan rendahnya pH cairan sklerosing (pH 2,97). (Dikensoy,Light; 2005, Olivares-Torres dkk; 2002)

2. Bleomycin

Agen lain yang sering direkomendasikan untuk pleurodesis adalah bleomycin. Bleomycin adalah antibiotik-antineoplastik dari streptomyces verticillus yang mengikat DNA menimbulkan kerusakan, hingga menghambat sintesa DNA. Bleomycin digunakan secara luas karena ini merupakan bahan sklerosis untuk pleurodesis, dan sukses dalam mengontrol efusi pleura ganas pada beberapa percobaan yang telah dipublikasikan. Ini dihubungkan dengan reaksi toksik yang minimal. (Walker-Renard dkk; 1994) Dosis yang direkomendasikan 60 IU bleomycin dicampur dengan 50-100 ml saline steril. (Antunes dkk; 2003, Walker-Renard; 1994) Bleomycin relatif lebih mahal dibandingkan dengan agen sklerosis lain. (Rodriguez-Panadero; 2004, Venugopal; 2007) Mekanisme aksi bleomycin terutama sebagai sklerosis kimia sama dengan talc dan tetrasiklin. Meskipun 45% pemberian bleomycin diabsorbsi secara sistemik, ini ditunjukkan dengan menyebabkan minimal atau tidak ada myelosupresi. Bleomycin merupakan agen sklerosis yang efektif dengan angka kesuksesan setelah pemberian antara 58-85% dengan rata-rata 61%. Efek samping yang terjadi adalah demam, sakit dada, dan mual. (Antunes dkk; 2003)

2.2.3 Definisi Sukses atau Gagalnya pleurodesis pada Efusi Pleura Ganas

(33)

berhubungan dengan peningkatan bagian terbesar tumor, rendahnya pH cairan pleura diperediksi pleurodesis gagal pada efusi pleura ganas. (Venugopal; 2007)

Baru-baru ini, Joint Task Force dari American Thoracic Society and European Respiratory Society membuat suatu penyataan tentang konsensus pengelolaan efusi pleura ganas.

Menurut pernyataan ini defenisi ini diusulkan : (Rodriguez-Panadero; 2004, Venugopal; 2007)

a. Sukses Pleurodesis :

- Sukses komplit : Membaiknya gejala jangka panjang berhubungan dengan efusi tersebut, dimana tidak adanya cairan terakumulasi kembali terlihat dari foto toraks sampai pasien mati.

- Sukses partial : Berkurangnya sesak nafas berhubungan dengan efusi tersebut, dimana cairan terakumulasi kembali kurang dari 50 % terlihat secara foto toraks dan tidak lagi diperlukan tindakan torakosintesis pada pasien selama hidup.

b. Gagal Pleurodesis : Tidak berhasil pleurodesis, tidak seperti yang didefinisikan diatas.

(34)

akan mengurangi gejala sesak nafas. Pasien yang mengalami perbaikan gejala paska torakosintesis menunjukkan keterkaitan efusi pleura dengan sesak nafas.

2. Apakah efusi pleura berulang?

Rekurensi efusi pleura biasanya terjadi pada keganasan, baik segera maupun tidak. Hal tersebut menyebabkan sebagian ahli menyarankan untuk melakukan pleurodesis sebelum terjadi rekurensi. Selain itu, tingkat keberhasilan pleurodesis pada kanker stadium lanjut relatif lebih rendah daripada yang dilakukan pada kanker stadium awal.

3. Apakah paru dapat mengembang dengan baik?

Hal ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pleurodesis. Gangguan pengembangan paru mungkin disebabkan sumbatan bronkus atau trapped lung akibat massa tumor pada pleura.

4. Bagaimana harapan hidup pasien?

(35)

2.2.5. Kontra Indikasi Pleurodesis (Amin Z, Masna IAK; 2007)

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur pada pasien serta risiko dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan yang dilakukan. Beberapa keadaan yang dapat dianggap sebagai kontraindikasi relatif pleurodesis meliputi :

1. Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan 2. Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura

3. Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan terapi sistemik (kanker mammae, dll)

4. Pasien yang menolak dirawat di rumah sakit atau keberatan terhadap rasa tidak nyaman di dada karena selang torakostomi

5. Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempurna setelah pengeluaran semua cairan pleura (trapped lung)

2.2.6 Komplikasi yang mungkin timbul setelah pleurodesis (Amin Z, Masna IAK; 2009)

1. Nyeri

(36)

6. Syok neurogenik

2.2.7. Kerangka Konsep

KEGANASAN

EFUSI PLEURA

PEMASANGAN SELANG DADA PLEURODESIS

(37)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah penelitian eksperimental yang membandingkan 2 perlakuan antara povidon iodin dan bleomycin pada sampel tidak bebas, pada pasien efusi pleura ganas

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilakukan selama 9 bulan dari mulai bulan Januari - September 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien yang menderita efusi pleura ganas. Populasi terjangkau adalah pasien yang datang ke Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang mengalami efusi pleura ganas. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria.

(38)

55% sehingga perbedaan proporsi yang dianggap bermakna adalah 35% (90% - 55%), maka jumlah sampel tiap-tiap kelompok adalah 12 orang pasien. Bila dianggap besar drop out 10% maka jumlah sampel untuk tiap kelompok 14 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi :

Pasien yang didiagnosa mengalami efusi pleura ganas. Laki-laki dan perempuan.

Pasien yang mau dirawat di rumah sakit, yang tidak keberatan dengan tindakan pleurodesis dan rasa tidak nyaman di dada karena selang dada. 3.5.2. Kriteria Eksklusi :

Pasien yang hypersensitif terhadap povidon iodin dan bleomycin. Pasien dengan penyakit tiroid.

Pasien dengan reekspansi paru yang tidak sempurna setelah. pengeluaran semua cairan pleura (trapped pleura).

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

(39)

3.7. Etika Penelitian

Izin dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran USU

3.8. Pelaksanaan Penelitian

Pasien efusi pleura ganas secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Kemudian diterangkan benefit risk pada pasien dan keluarga dan setelah pasien setuju dilakukan pemasangan selang dada. Kelompok pertama dilakukan pleurodesis dengan povidon iodin dan kelompok kedua dilakukan pleurodesis dengan bleomycin. Rincian perlakuan terhadap kedua kelompok dapat dilihat pada lampiran. Kemudian dilakukan evaluasi hasil pada hari pertama dan 30 hari kemudian.

(40)

3.9. Alur Penelitian

PEMASANGAN SELANG DADA

PLEURODESIS

POVIDON IODIN BLEOMYCIN

EVALUASI HARI PERTAMA

EVALUASI BULAN PERTAMA

ANALISA DATA DIAGNOSA EFUSI

PLEURA GANAS Terbukti ada keganasan di tempat lain

Telah dilakukan terapi berulang tetapi efusi tidak berkurang

EFUSI PLEURA

(41)

3.10. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

(42)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel penelitian direncanakan diambil dari Bagian Onkologi dan Bagian Thoraks Kardiovaskular Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian yang dilakukan pleurodesis dengan bleomycin diperoleh dari Bagian Onkologi, sedangkan sampel penelitian yang dilakukan pleurodesis dengan povidon iodin diperoleh dari Bagian Thoraks Kardiovaskular.

Menurut metodologi penelitian ini (bab 3), jumlah sampel masing – masing kelompok (kelompok pleurodesis povidon iodin dan kelompok pleurodesis bleomycin) adalah 14 orang. Namun, sejak Januari – September 2011 jumlah sampel yang diperoleh 11 orang yang berasal dari Bagian Onkologi Departemen Ilmu Bedah yang dilakukan pleurodesis dengan bleomycin, sedangkan di Bagian Thoraks Kardiovaskular tidak diperoleh sampel penelitian, sehingga pleurodesis dengan povidon iodin tidak dilakukan. Jadi penelitian ini hanya melakukan pleurodesis dengan bleomycin.

Jumlah sampel yang diperoleh 11 orang, namun yang melakukan kontrol pada hari ke-30 hanya 10 orang, sehingga 1 orang pasien yang tidak melakukan kontrol dikeluarkan dari sampel penelitian ini. Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya 10 orang.

(43)

4.1. Lama Pemasangan WSD dan Umur pasien

Rata-rata lama pemasangan WSD pada 10 pasien pada penelitian ini adalah 4,1 hari (SD 1,37032). Penelitian yang dilakukan Zimmer dkk, lama pemasangan WSD rata-rata 2 hari.

[image:43.612.114.524.342.468.2]

Rata-rata umur pasien pada penelitian ini adalah 45,8 tahun (SD 8,23003). Penelitian yang dilakukan Zimmer dkk, diperoleh rata-rata umur 68 tahun (SD±4,4), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Martinez-Moragen dkk diperoleh rata-rata umur 58±11 (34-7 tahun).

Tabel 4.1. Lama pemasangan WSD dan Umur Pasien

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

lama pemasangan WSD 10 3.00 7.00 4.1000 1.37032

usia pasien 10 36.00 60.00 45.8000 8.23003

4.2. Distribusi pekerjaan pasien

(44)
[image:44.612.116.515.104.270.2]

Tabel 4.2. Distribusi pekerjaan pasien

Frequency Percent

Valid PNS 1 10.0

IRT 8 80.0

Petani 1 10.0

Total 10 100.0

[image:44.612.149.404.418.653.2]
(45)

4.3. Foto thoraks hari ke-1 setelah pleurodesis

[image:45.612.110.516.243.357.2]

Pada penelitian ini dilakukan foto thoraks pada hari ke-1 setelah pleurodesis, dimana diperoleh gambaran pada 9 orang pasien tidak terlihat adanya cairan lagi dan 1 orang pasien menunjukkan adanya cairan di dalam rongga pleura.

Tabel 4.3. Foto thoraks hari ke-1 setelah pleurodesis

Frequency Percent

Valid tidak ada cairan ada cairan total

9 1 10

[image:45.612.170.411.447.649.2]

90.0 10.0 100.0

(46)

4.4. Foto thoraks hari ke-30 Setelah Pleurodesis

[image:46.612.113.516.216.351.2]

Pada penelitian ini, gambaran foto thoraks menunjukkan tidak ada cairan pada 7 pasien dan 3 pasien memperlihatkan adanya cairan di rongga paru.

Tabel 4.4. Foto thorak hari ke-30 Setelah pleurodesis

Frequency Percent

Valid tidak ada cairan 7 3 10

70.0 30.0 100.0 ada cairan

Total

[image:46.612.159.413.445.643.2]
(47)

4.5. Hasil Akhir Sukses Komplit / Gagal

[image:47.612.112.511.284.389.2]

Pada penelitian ini, ada 7 pasien yang mengalami sukses komplet (70%) sedangkan 3 pasien mengalami kegagalan (30%). Martinez-Moragen E dkk (1987) memperoleh hasil pada penelitiannya sebesar 45%, Ostrowsky(1986) memperoleh sukses komplit 81%, Kessingger dan Wigton (1987) memperoleh sukses komplit 62%, Hamed dkk (1989) memperoleh sukses komplit 66% dan Moores (199!) memperoleh sukses komplit sebesar 64%.

Tabel 4.5. Hasil akhir Sukses Komplit / Gagal

Frequency Percent

Valid Sukses 7

3 10

70.0 30.0 100.0 Gagal

Total

[image:47.612.196.436.465.680.2]
(48)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Didapati keberhasilan respon komplit pleurodesis dengan bleomycin tinggi.

5.2. Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin Z, Masna IAK. Indikasi dan prosedur pleurodesis. Maj Kedokt Indon. 2007; 57(4) : 129-133.

Available from : http://mki.idionline.org.index.php?uPage_dl&smod

2. Antunes G, Neville E, Duffy J, Ali N. BTS Guidelines for the Management of Malignant Pleural Effusions. Thorax 2003; 58; ii29-ii38.

Available from : http://thorax.bmj.com/cgi/content/full/58/suppl_2/ii29

3. Das SK, Saha SK, Das A, Halder AK, Banerjee SN, Chakraborty M. A study of comparison of efficacy and safety of talc and povidone iodine for pleurodesis of malignant pleural effusions. J Indian Med Assoc. 2008; 106 : 589-92.

Available from : www.journalofime.org/downloadpdf/freepdf/september-2008.pdf 4. Dey A, Bhuniya S, Datta CA, Pandit S, Saha-Dutta CM, Sengupta A, dkk.

Iodopovodone pleurodesis : experience of a tertiary hospital in Kolkata. Singapore Med J. 2010; 51(2) :163-5.

Available from : http://smj.sma.org.sg/5102/5102a11.pdf

5. Dikensoy O and Light RW. Alternative widely available, inexpensive agents for pleurodesis. Curr Opin Pulm Med. 2005; 11 : 340-4.

6. Martinez-Moragon E, Aparicio J, Rogado MC, Sanchis J, Sanchis F, Gil-Suay V. Pleurodesis in malignant pleural effusion : a randomized study of tetracycline versus bleomycin. Eur Respir J. 1997; 10 : 2380-3.

Available from : www.erj.ersjournals.com/content/10/10/2380.full.pdf

7. Olivares-Torres CA, Laniado-Laborin R, Chavez-Garcia CC, Leon-Gastelum C, Reyes-Escamilla A, Light RW. Iodopovidone pleurodesis for recurrent pleural effusions. Chest. 2002; 122 : 581-3.

Available from : http://chestjournal.chestpubs.org/content/122/2/581.full.html. Diakses Juni 2010

8. Rodriguez-Panadero F. Pleurodesis, In : Bouros D, editor., Pleural Disease, Lung Biology in Health and Disease Volume 186. New York: Marcel Dekker, Inc ; 2004 : 479-503. Available from : http://erj.ersjournals.com/content/10/7/1648.full.pdf

9. Rodriguez - Panadero F and Antony VB. Pleurodesis: state of the art. Eur

Respir J. 1997; 10 : 1648-54. Available from :

http://erj.ersjournals.com/content/10/7/1648.full.pdf

10.Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. Efusi pleura ganas pada kanker paru; 2009.

Available from : http://jurnalrespirologi.org/jurnal/okto09JRI/EFUSIPLEURA GANAS_7_.PDF<<

(50)

Lampiran 1 Susunan Peneliti

Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : ---

c. Jabatan Fungsional : ---

d. Fakultas : Kedokteran

e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing

a. Nama Lengkap : Dr. Marshal SpB.SpBTKV(K) b. Pangkat / Gol/NIP : IV/b, 19610316 198611 1 001 c. Jabatan Fungsional : Kepala Program Studi Ilmu Bedah

d. Fakultas : Kedokteran

(51)

Lampiran 2 CARA KERJA

Persiapan pasien

1. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul,

2. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin tindakan.

3. Foto toraks dilakukan sebelum pleurodesis untuk memastikan bahwa paru-paru telah mengembang sepenuhnya. Mediastinum dilihat untuk menilai tekanan pleura di sisi efusi dan kontra lateral,

4. Bila memungkinkan dilakukan bronkoskopi sebelum pleurodesis utnuk menilai adakah obstruksi di bronkus yang memerlukan radioterapi atau terapi laser. 5. Anamnesa dan pemeriksaan fisik ulang

6. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan, suhu)

7. Hasil laboratorium dilihat ulang.

(52)

Persiapan alat dan bahan 1. Alat-alat:

Klem selang dada 2 buah

Kateter tip syringe (60 ml) 1 buah Mangkuk steril 1 buah

Sarung tangan steril Drape/duk steril Kassa steril 2. Bahan-bahan:

Larutan povidon-iodin, 10 ampul lidokain 2% 1 ampul pethidin 50 mg Cairan NaCl 0,9% 3. Bahan sklerosing

Povidon iodin 10% : 20 ml, Bleomycin : 40-80 unit

(53)

4. Posisi pasien setengah lateral dekubitus pada sisi kontralateral (sisi yang ada selang dada berada di atas), tempatkan handuk di antara pasien dan tempat tidur. 5. Selang dada di-klem dengan 2 klem, lalu dilepaskan dari adaptor/WSD.

6. Klem dibuka sesaat, agar paru sedikit kolaps dalam rongga pleura.

7. 20 ml lidokain 2% diinjeksikan melalui selang dada, kemudian klem kembali dipasang. Posisi pasien diubah-ubah agar lidokain merata di seluruh permukaan pelura.

8. Dengan menggunakan teknik steril, agen sklerosing povidon iodin 10% sebanyak 20 ml dicampur dengan 80 ml larutan saline di mangkuk steril. Aspirasi campuran dengan syringe.

9. Syringe dipasangkan pada selang dada, kedua klem dibuka, larutan diinjeksikan melalui selang dada. Bilas dengan NaCl 0,9%.

10.Pasien diminta bernapas beberapa kali agar larutan tertarik ke rongga pleura. 11.Klem segera dipasangkan kembali dan selang dada dihubungkan dengan adaptor

WSD.

(54)

4. Posisi pasien setengah lateral dekubitus pada sisi kontralateral (sisi yang ada selang dada berada di atas), tempatkan handuk di antara pasien dan tempat tidur. 5. Selang dada di-klem dengan 2 klem, lalu dilepaskan dari adaptor/WSD

6. Klem dibuka sesaat, agar paru sedikit kolaps dalam rongga pleura

7. 20 ml lidokain 2% diinjeksikan melalui selang dada, kemudian klem kembali dipasang. Posisi pasien diubah-ubah agar lidokain merata di seluruh permukaan pelura

8. Dengan menggunakan teknik steril, agen sklerosing bleomycin sebanyak 60 unit dicampur dengan 50 ml larutan saline di mangkuk steril. Aspirasi campuran dengan syringe.

9. Syringe dipasangkan pada selang dada, kedua klem dibuka, larutan diinjeksikan melalui selang dada. Bilas dengan NaCl 0,9%.

10.Pasien diminta bernapas beberapa kali agar larutan tertarik ke rongga pleura 11.Klem segera dipasangkan kembali dan selang dada dihubungkan dengan adaptor

WSD

12.Hindari suction negatif selama 2 jam setelah pleurodesis. Posisi tubuh pasien diubah-ubah (supine, dekubitus lateral kanan-kiri) selama 2 jam, lalu klem dicabut. Rongga pleura dihubungkan dengan suction bertekanan -20 cm H2O.

Monitoring paska tindakan

1. Dilakukan foto toraks AP ulang pada hari ke-1 dan hari ke-30 2. Awasi tanda vital

(55)

4. Monitor kebocoran udara 5. Perban diganti tiap 48 jam

6. Kendalikan nyeri dengan analgetik 7. Bila perlu spirometri insentif 8. Mobilisasi bertahap

(56)

Lampiran 3 Naskah Penjelasan kepada Orang tua / Kerabat Pasien Lainnya

Yth. Bapak / Ibu...

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, kami dr. Samson Sembiring dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang perbandingan keberhasilan pleurodesis povidon iodin dengan bleomycin pada efusi pleura ganas yang disesuaikan dengan kondisi yang diderita anak / kerabat Bapak / Ibu.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak / Ibu orang tua / kerabat dari... untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/ kerabat bapak / Ibu tersebut.

Persetujuan keikutsertaan bapak / Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam Naskah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan, atas perhatian Bapak / Ibu kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami Peneliti

(57)

Lampiran 4 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur/Kelamin : ...tahun, Laki-laki / Perempuan

Alamat : ... Bukti diri/KTP : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

P E R S E T U J U A N

Untuk dilakukan tindakan medis berupa ** ... Terhadap diri saya sendiri */ Istri* / Suami / Anak* / Ayah* / Ibu saya* , dengan

Nama : ... Umur/Kelamin : ...tahun, Laki-laki / Perempuan

Alamat : ... ... Bukti diri/KTP : ... Dirawat di : ... Nomor Rekam Medis : ... yang tujuan, sifat, dan perlunya tindakan medis tersebut di atas, serta resiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

...Tgl...Bulan...Tahun... Saksi-saksi Dokter Yang membuat pernyataan Tanda tangan Tanda tangan Tanda tangan 1. ...

( ... ) ( ... ) (...) nama jelas

(58)
(59)

. Lampiran 6 LEMBAR PENGUMPUL DATA

DATA PRIBADI PENDERITA

Nama : ... Umur : ... Tahun

Jenis Kelamin : Lk / Pr

Pekerjaan : ... Alamat : ...

Hasil Pemeriksaan :

Keluhan sesak : ada / tidak ada

(60)
(61)

Gambar

Tabel 2.1.2. Jenis Keganasan yang sering disertai efusi pleura ganas  Jenis Keganasan       Insidens (%)
Tabel 4.1.  Lama pemasangan WSD dan Umur Pasien
Tabel 4.2. Distribusi pekerjaan pasien
Gambar 4.3.  Foto Thoraks hari ke-1 setelah Pleurodesis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Angka kejadian efusi pleura pada pasien kanker paru sebanyak 56,5% dengan lokasi efusi pleura paling banyak pada lapang paru dekstra serta sifat efusi pleura

“ Hubungan Nilai pH Cairan Pleura Dengan Hasil Pleurodesis Pada Penderita Efusi Pleura Karena Keganasan “ sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

“ Hubungan Nilai pH Cairan Pleura Dengan Hasil Pleurodesis Pada Penderita Efusi Pleura Karena Keganasan “ sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Penyebab pada kelompok efusi pleura non maligna yang ikut dalam subjek penelitian ini dibagi atas transudat dan eksudat dan tidak ditemukan sel ganas pada sitologi

Mengidentifikasi distribusi frekuensi karakteristik klinis berupa usia, jenis kelamin, lokasi cairan pleura dan warna caira pleura pada pasien efusi pleura di

Penelitian ini memeriksa hasil GeneXpert® dari sampel cairan pleura pada penderita efusi pleura TB dan membandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan

Mengembalikan Pola Pernafasan Pada kasus efusi pleura dimana terdapat akumulasi cairan dengan jumlah yang abnormal, menyebabkan pengembangan paru terganggu, hal ini berakibat pada

Karakteristik klinis yang dimaksud pada penelitian ini antara lain usia, jenis kelamin, lokasi efusi pleura dan warna efusi pleura.2 Studi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2017