SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA
CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS
KARENA KANKER PARU
TESIS
Oleh
SRI REZEKI ARBANINGSIH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA
CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS
KARENA KANKER PARU
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.Adam Malik Medan
Oleh
SRI REZEKI ARBANINGSIH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
PERNYATAAN
SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA
CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS
KARENA KANKER PARU
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 06 September 2010
Telah Diuji pada:
Tanggal 23 September 2010
Panitia Penguji Tesis
Ketua
: Dr. H. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H
Sekretaris
: Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)
TESIS
PPDS DEPT. PULMONOLOGI DAN I.KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
Judul Penelitian : Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura dalam diagnosis efusi pleura ganas karena kanker paru
Nama Peneliti : Sri Rezeki Arbaningsih
NIP :
---Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan
Lokasi Penelitian : RS pemerintah dan RS swasta di kota Medan Biaya yang dibutuhkan : Rp.
ABSTRAK
Tujuan
: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura
dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru
Metode
: uji diagnostik secara observasional (
cross sectional study
).
Hasil
: Rerata hasil CEA cairan pleura pada kelompok efusi pleura ganas kanker
paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml, dan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan
kanker 2,3 ± 4,2 ng/ml. Dengan berdasarkan peninggian kadar CEA cairan pleura
diatas nilai normal > 5 ng/ml, maka didapatkan sensitivitas 62,5%, spesifisitas
93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi
78,125%. Kadar CEA cairan pleura meningkat pada 6,3% efusi pleura eksudatif
bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia
complicated.
Hasil CEA positif
lebih banyak didapatkan pada efusi pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat
hemorhagik (60%).
Kesimpulan
: Pemeriksaan CEA cairan pleura terhadap kelompok efusi pleura
ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura eksudatif bukan
kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan CEA cairan pleura
dapat mendukung dan meningkatkan nilai diagnosis pemeriksaan sitologi dalam
mendiagnosis suatu efusi pleura ganas karena kanker paru, dan membuat
pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif selanjutnya berlangsung lebih
selektif.
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segenap puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas berkah rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan CEA Cairan Pleura dalam
Diagnosis Efusi Pleura Ganas karena Kanker Paru” yang merupakan salah satu
syarat akhir pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.
Adam Malik Medan.
Keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tulisan akhir ini
tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai
pihak. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam karya tulis
ini, namun demikian penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.
Selama mengikuti pendidikan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi ini perkenankanlah pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah
banyak mendedikasikan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan dan
pengalaman klinis yang tak ternilai harganya.
Dr. H. Pandiaman S. Pandia, SpP(K), sebagai Wakil Ketua Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H. Adam Malik
Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat serta pengetahuan
Dr. H. Hilaluddin Sembiring, SpP(K), DTM&H sebagai Ketua Program Studi
Ilmu Penyakit Paru FKUSU/ RSUP.H.Adam Malik Medan, yang senantiasa
berupaya menanamkan disiplin, ketelitian, membimbing, memberikan nasehat dan
pengetahuan selama penulis menjalani pendidikan.
Dr. Pantas Hasibuan, SpP(K) sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit
Paru FKUSU/RSUP.H.Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan
motivasi, pengetahuan, nasehat dan dorongan yang bermanfaat bagi penulis untuk
dapat menyelesaikan pendidikan.
Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K), yang telah banyak memberikan nasehat,
pengetahuan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama penulis
menjalani masa pendidikan.
Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, SpP(K), sebagai kooordinator penelitian
ilmiah di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/
RSUP H. Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI) Cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan,
motivasi, kritik dan arahan dalam penyempurnaan tulisan ini.
Dr. Widirahardjo, SpP(K), sebagai pembimbing utama dalam penyusunan
dan penyempurnaan penelitian ini, yang telah banyak memberikan bimbingan,
motivasi, kritik dan arahan, serta pengetahuan mengenai penyakit pleura dan
penanganan kegawatannya selama penulis menjalani pendidikan.
Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, dan Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes,
sebagai pembimbing statistik yang telah banyak memberikan bantuan dan
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada Dr. Sumarli, SpP(K), Prof. Dr. RS Parhusip, SpP(K), dan Alm.
Dr. H. Sugito, SpP(K) yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan
ilmu pengetahuan serta pengalaman selama mengabdi pada Departemen
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H.Adam Malik Medan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Usman,
SpP, Dr. Fajrinur Syarani, SpP(K), Dr. Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira
Permatasari Tarigan, SpP, Dr. Bintang Sinaga, SpP, Dr. Noni Novisari Soeroso,
SpP dan Dr. Setia Putra Tarigan, SpP, yang telah banyak memberikan bantuan,
nasehat, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala SMF
Paru RS.Dr.Pirngadi Medan - Dr. Syahlan, SpP, Kepala BP4 – Dr. Adlan N. Lufti
Sitompul, SpP, beserta seluruh staf jajarannya yang telah banyak memberikan
bantuan dan arahan demi kelancaran penelitian penulis di RS tersebut.
Penghargaan dan ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada
Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK(K), FISH, dan Dr. Stephen Udjung,
SpPA, yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan arahan yang
sangat mendukung penulis dalam pelaksanaan penelitian.
Penghargaan dan ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada
jajaran analis di laboratorium patologi klinik RS.Gleni Medan, para perawat di
RSUP. H. Adam Malik Medan, perawat RS.Dr.Pirngadi Medan dan perawat BP4
yang telah memberikan bantuan dan berkenan bekerjasama dengan penulis dalam
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP-PPDS FKUSU, Direktur RS.H.Adam
Malik Medan, Direktur RS.Materna Medan, Direktur RS.PTPN II Tembakau Deli,
Ketua Departemen Kardiologi FKUSU/RS.HAM, Ketua Departemen Patologi
Anatomi FKUSU, Ketua Departemen Mikrobiologi FKUSU, yang telah
memberikan kesempatan, pengetahuan dan bimbingan sehingga penulis dapat
banyak menimba ilmu selama menjalani pendidikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman sejawat peserta
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Penyakit Paru FKUSU,
pegawai tata usaha, perawat/ petugas poliklinik, ruang bronkoskopi, ruang rawat
inap bagian paru (RA3), Instalasi Perawatan Intensif/ICU, Unit Gawat Darurat
RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah menjalin kerja sama selama penulis
menjalani pendidikan.
Dengan penuh rasa bakti dan terima kasih yang tidak terhingga penulis
sampaikan kepada Ayahanda Dr.Ruswardi, SpP dan Ibunda R.Sri Wedari, SH,
SPN, yang telah menempa penulis menjadi pribadi yang tak boleh cepat menyerah
dan menanamkan pentingnya menuntut ilmu setinggi-tingginya dalam hidup dan
kehidupan, serta memberikan dorongan motivasi serta doa yang tulus kepada
penulis selama menjalani pendidikan hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan
kepada kepada kakak dan abang penulis, Dr.Dewi Yanti Handayani, Mhd. Dodi
Budiantoro, SH, SPN, dan Dr. Mhd. Wahyu Utomo. Demikian juga kepada Dr.
yang telah banyak memberikan bantuan moral dan materil, memberikan nasehat
dan pengalaman hidup, serta motivasi yang kuat kepada penulis agar tetap
semangat dalam menimba ilmu selama menjalani pendidikan.
Akhirulkalam, penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat
kekhilafan dan kesalahan dalam penulisan. Semoga tulisan akhir ini dapat
bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta keterampilan yang
penulis dapatkan selama menjalani pendidikan dapat membawa manfaat untuk
masyarakat.
Medan, September 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN PERSETUJUAN
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR TABEL...x
DAFTAR GAMBAR...xii
DAFTAR SINGKATAN...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB 1. PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Rumusan Masalah...4
1.3. Hipotesis...4
1.4. Tujuan Penelitian...4
1.4.1. Tujuan umum...4
1.4.2. Tujuan khusus...4
1.5. Manfaat Penelitian...4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...5
2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)...5
2.2. Epidemiologi...7
2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG)...9
2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas...15
2.6. Petanda Tumor
Carcinoembryonic Antigen
(CEA)...17
2.7. Kadar CEA Cairan Pleura...20
2.8. Kerangka Konseptual...22
BAB 3. MANAJEMEN PENELITIAN...23
3.1. Desain Penelitian...23
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...23
3.3. Populasi dan Sampel...23
3.3.1 Populasi...23
3.3.2 Sampel...23
3.4. Perkiraan Besar Sampel...24
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...24
3.5.1 Kriteria inklusi...24
3.5.2 Kriteria esklusi...25
3.6. Cara Kerja...26
3.6.1 Kerangka operasional...29
3.7. Identifikasi Variabel ...29
3.8. Definisi Operasional...29
3.9. Bahan dan Alat...30
3.10.Manajemen dan Analisis Data...31
4.1 Hasil Penelitian...33
4.2 Pembahasan...44
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...51
5.1 Kesimpulan...51
5.2 Saran...51
DAFTAR PUSTAKA...53
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG)...8
Tabel 2. Penyebab efusi pleura paramalignan...9
Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas...12
Tabel 4. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin...33
Tabel 5. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur...34
Tabel 6. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan median umur...34
Tabel 7. Etiologi efusi pleura...35
Tabel 8. Efusi pleura ganas karena kanker paru menurut jenis kelamin...36
Tabel 9. Efusi pleura eksudatif bukan kanker menurut jenis kelamin...36
Tabel 10. Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok penderita kanker paru
dan kelompok penderita bukan kanker...37
Tabel 11. Perbedaan efusi pleura menurut warna cairan terhadap kelompok
penderita
kanker
paru
dan
kelompok
penderita
bukan
kanker...38
Tabel 12. Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok penderita kanker paru dan
kelompok penderita bukan kanker...38
Tabel 13. Distribusi umur terhadap CEA cairan pleura pada efusi pleura ganas
karena kanker paru...39
Tabel 15. Perbedaan kadar glukosa pada efusi pleura ganas karena kanker paru
dan efusi pleura eksudatif bukan kanker...40
Tabel 16. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar LDH pada efusi pleura
ganas karena kanker paru...40
Tabel 17. Perbedaan kadar LDH pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan
efusi pleura eksudatif bukan kanker...41
Tabel 18. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas
karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker...41
Tabel 19. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas
karena kanker paru...42
Tabel 20. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap luas efusi pada efusi pleura
ganas karena kanker paru...42
Tabel 21. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap warna cairan efusi pleura pada
efusi pleura ganas karena kanker paru...42
Tabel 22. Perbandingan konsentrasi CEA cairan pleura terhadap kelompok
penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker...43
Tabel 23. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap jenis sel kanker paru pada efusi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Terjadinya cairan pleura...11
DAFTAR SINGKATAN
EPG
=
Efusi Pleura Ganas
CEA
=
Carcinoembryonic Antigen
KPKBSK
=
Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil
S.C.
=
Systemic Capilary
= Kapiler Sistemik
P.C.
=
Pulmonary Capilary
= Kapiler Paru
VEGF
=
Vascular Endotelial Growth Factor
TNF
=
Tumor
Necrosing Factor
TGF
=
Tumor
Growth Factor
MN
=
Mono Nuklear
PMN
=
Poli Morfo Nuklear
LDH
=
Laktat Dehidrogenase
ECIA
=
Electro-Chemiluminescence Immuno Assay
EIA
=
Enzyme Immuno Assay
LA
=
Latex Agglutination
RIA
=
Radio Immuno Assay
ng/ml
=
nanogram/mililiter
g/dl
=
gram/desiliter
mm
=
milimeter
μl
=
mikroliter
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang
Kesehatan
Lampiran 2: Penjelasan Mengenai Penelitian
Lampiran 3: Formulir Persetujuan Kesediaan Pasien sebagai Subjek Penelitian
Lampiran 4: Status Pemeriksaan
Lampiran 5: Daftar Riwayat Hidup
ABSTRAK
Tujuan
: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura
dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru
Metode
: uji diagnostik secara observasional (
cross sectional study
).
Hasil
: Rerata hasil CEA cairan pleura pada kelompok efusi pleura ganas kanker
paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml, dan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan
kanker 2,3 ± 4,2 ng/ml. Dengan berdasarkan peninggian kadar CEA cairan pleura
diatas nilai normal > 5 ng/ml, maka didapatkan sensitivitas 62,5%, spesifisitas
93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi
78,125%. Kadar CEA cairan pleura meningkat pada 6,3% efusi pleura eksudatif
bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia
complicated.
Hasil CEA positif
lebih banyak didapatkan pada efusi pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat
hemorhagik (60%).
Kesimpulan
: Pemeriksaan CEA cairan pleura terhadap kelompok efusi pleura
ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura eksudatif bukan
kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan CEA cairan pleura
dapat mendukung dan meningkatkan nilai diagnosis pemeriksaan sitologi dalam
mendiagnosis suatu efusi pleura ganas karena kanker paru, dan membuat
pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif selanjutnya berlangsung lebih
selektif.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Efusi pleura ganas (EPG) kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang
umum terjadi pada penderita kanker.1 EPG dapat disebabkan oleh hampir semua
jenis keganasan, dimana hampir sepertiganya karena kanker paru.2 Saat ini
kanker paru merupakan penyebab terbanyak EPG sebanyak 36% (~7,2% dari
seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus EPG.3,4 Sebelumnya EPG dijumpai
berkisar 7-15% (~3% dari seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus kanker paru
selama perjalanan penyakitnya.1,2
Beberapa hasil penelitian menyebutkan 42-77% efusi pleura eksudativa
disebabkan proses keganasan. EPG dapat muncul pada semua jenis histologis
kanker paru, namun penyebab paling sering adalah adenokarsinoma.2 Dari
penelitian Pasaoglu dkk (Turki, 2007) menemukan EPG adenokarsinoma kanker
paru sebanyak 75%. 5
EPG dapat menimbulkan gejala awal pada kanker yang belum terdiagnosa,
atau sebagai komplikasi lebih lanjut pada pasien yang telah didiagnosa mengidap
kanker, ataupun sebagai manifestasi pertama kekambuhan kanker sesudah
menjalani pengobatan.4,6 Bila dijumpai diagnosis EPG berarti menandakan
buruknya prognosis. Penderita kanker yang disertai EPG memiliki daya tahan
hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai EPG.7,8 Oleh karena
jinak tentunya akan sangat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang
tepat terhadap penyakit yang mendasarinya dan turut meningkatkan prognosis. 9
Diagnosis EPG ditegakkan bila didapatkan sel ganas dari pemeriksaan
sitologi cairan pleura atau biopsi pleura.4,10,11 Namun sensitivitas pemeriksaan
sitologi cairan pleura hanya berkisar 40-70%.11,12Sedangkan sensitivitas tindakan
biopsi pleura tertutup jauh lebih rendah sekitar 50-60%.12,13 Secara umum
pemeriksaan sitologi tidak berhasil mendeteksi kasus EPG sekitar 40-50%. 12
Ketika sitologi dan biopsi hasilnya negatif maka tindakan yang lebih invasif
mulai dipertimbangkan yaitu melakukan biopsi ulangan, torakoskopi maupun
torakotomi terbatas.14 Pemeriksaan biopsi ulangan kemungkinan hanya
meningkatkan sensitivitas sebesar 7-13%.5 Sedangkan torakoskopi jauh lebih
berhasil dengan sensitivitas berkisar 90-95%, namun prosedur ini menjumpai
banyak kendala seperti tingginya dana yang dibutuhkan, dan lebih sulit untuk
dilakukan dengan mempertimbangkan tampilan status pasien, serta keterbatasan
alat.5,15 Dengan demikian meskipun telah melalui prosedur invasif rutin seperti
torakoskopi, ternyata 10-20% pasien dengan EPG masih belum dapat
terdiagnosa.16
Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan salah satu tumor marker yang paling banyak diteliti dan dianggap memiliki keakuratan yang lebih tinggi
dibandingkan tumor marker lainnya terhadap cairan pleura.11,16 Pemeriksaan CEA cairan pleura dapat meningkatkan nilai diagnosis sitologi cairan pleura untuk
mendiagnosa suatu EPG.8,11 Marel dkk merekomendasikan agar setiap efusi
bahwa efusi pleura tersebut merupakan suatu EPG maka pemeriksaan awal yang
harus dilakukan sebaiknya adalah prosedur non-invasif berupa evaluasi klinis, pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan CEA cairan pleura.3
Di Indonesia, pemeriksaan CEA cairan pleura untuk menunjang diagnosis
EPG karena kanker paru hanya pernah sekali dilakukan di RS.Dr.Sutomo
Surabaya oleh Irawan dkk (2002) dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang.
Irawan dkk melaporkan bahwa kadar CEA cairan pleura diatas 10 ng/ml sebagai
kriteria skrining optimal untuk menentukan EPG karena kanker paru dengan
sensitivitas 77,8%; 63,6% nilai prediksi positif; 50% nilai prediksi negatif; dan
60% keakuratan, sedangkan spesifisitas 50% untuk CEA cairan pleura diatas 20
ng/ml. Hal yang menarik bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada
perbandingan hasil sitologi dengan kadar CEA cairan pleura, sehingga kadar CEA
cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana diagnostik tambahan pada kasus
EPG karena kanker paru. 9
Disadari bahwa sensitivitas dan spesifisitas kadar CEA cairan pleura terhadap
diagnosis suatu EPG cukup bervariasi dari berbagai laporan hasil penelitian yang
lebih banyak dilakukan di Amerika dan Eropa.17,18 Namun di Medan, penelitian
terhadap sensitivitas kadar CEA cairan pleura karena kanker paru tersebut belum
pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
sensitivitas pemeriksaan CEA cairan pleura, yang nantinya dapat menjadi sarana
penunjang diagnostik non-invasiftambahan yang lebih cepat, mudah dan nyaman
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti apakah pemeriksaan CEA
cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana penunjang diagnostik untuk
menentukan suatu EPG karena kanker paru.
1.3. Hipotesis
Pemeriksaan CEA cairan pleura bermanfaat untuk digunakan sebagai sarana
penunjang diagnostik untuk menentukan suatu EPG karena kanker paru.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum
Mengetahui peranan pemeriksaan CEA cairan pleura dalam menentukan
suatu EPG karena kanker paru.
1.4.2 Tujuan khusus
Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura
dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui bahwa pemeriksaan CEA cairan pleura mempunyai nilai
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap EPG karena kanker paru, maka
CEA cairan pleura dapat menjadi salah satu penunjang diagnostik non-invasif, sehingga diharapkan semakin banyak kasus EPG dapat dideteksi dan menentukan
stadium kanker paru tanpa harus menjalani prosedur pemeriksaan dengan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)
Dinamakan sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas
pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui
biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi.4,19,20,21
Dari sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah
diduga kuat bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun
belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura
tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker
atau disebut sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan
langsung pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura
tersebut belum dapat diketahui.13,21 Istilah efusi paramalignan diberikan untuk
efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura
tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi post-obstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, post-obstruksi
duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya kadar
tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia.1,2
Efusi pleura ganas (EPG) dapat dibagi dalam 3 kelompok :10,20,22
1. Efusi pleura yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan
2. Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor
ganas dari intra toraks maupun ekstra toraks.
3. Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak
responsif terhadap pengobatan anti infeksi.
Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa
gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas
adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat
banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada
karena penurunan compliance paru, menurunnya volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma
ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada
pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan turun.22
Foto toraks postero-anterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi
pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak maka
dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.22
Foto toraks standar dapat mendeteksi adanya efusi pleura yang berjumlah
sedikitnya 50 mL yang terlihat dari tumpulnya sinus kostofrenikus posterior pada
foto lateral, dan berjumlah sedikitnya 200 mL jika terlihat konsolidasi pada
tampilan posterior-anterior pada foto lateral. Foto toraks dekubitus dapat
mendeteksi 100 mL cairan efusi yang bergerak bebas. EPG yang luas
menghasilkan tanda meniskus di sepanjang dinding dada lateral, dengan efusi
masif yang menyebabkan pendorongan mediastinum kontralateral atau inversi
2.2. Epidemiologi
Di Amerika, keganasan menduduki urutan kedua sesudah efusi
parapneumonia sebagai penyebab terbanyak pada efusi pleura eksudativa.19 Di
Indonesia, keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak sesudah
tuberkulosis paru.20,24 Dari hasil penelitian di poliklinik BP4 dan RS.Dr.Pirngadi
Medan (Sinaga; 1988) dijumpai EPG 24% dari seluruh kasus efusi pleura
eksudativa yang terjadi.25 Dalam kurun waktu 3 tahun (1994-1997) di
RS.Persahabatan Jakarta ditemukan EPG sebanyak 120 dari 229 kasus efusi
pleura.22 Sementara di RS.Dr.Sutomo Surabaya (1999) kejadian EPG tercatat
sebanyak 27,23% dengan hanya 25% diantaranya yang menunjukkan sitologi
positif.9 Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru.26
Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis sel, tetapi
penyebab yang paling sering adalah adenokarsinoma.20 Berdasarkan penderajatan
internasional kanker paru menurut sistem TNM tahun 1997, KPKBSK dengan
EPG yang diklasifikasikan sebagai stadium IIIB (T4NxMx) prognosisnya tidak
dapat disamakan dengan stadium IIIB lain tanpa EPG. Penampakan EPG pada
KPKBSK menggambarkan kondisi terminal (end stadium) penyakit keganasan
dengan prognosis buruk tetapi penatalaksanaan EPG yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita.22 Pada tahun 2009, penderajatan
internasional dengan sistem TNM tersebut telah mengalami revisi, dimana kanker
2.3. Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG)
Tumor dari berbagai organ dapat bermetastase ke pleura. Dari gabungan
beberapa hasil penelitian melaporkan sepertiga dari keseluruhan kasus EPG
berasal dari tumor paru (tabel 1). 20,21
Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG)4
Tumor Jumlah Persentase
Paru 641 36
Payudara 449 25
Limfoma 187 10
Ovarium 88 5
Perut 42 2
Primer tidak diketahui 129 7
Kanker lainnya 257 14
Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura
paramalignan dan merupakan mekanisme paling sering menyebabkan
terakumulasinya sejumlah cairan dalam volume yang besar. Efek lokal lainnya
dari suatu tumor juga menyebabkan terbentuknya efusi pleura paramalignan, yaitu
obstruksi bronkus yang mengakibatkan pneumonia ataupun atelektasis.
Selanjutnya, sangat penting untuk mengenali efusi yang berasal dari efek sistemik
Tabel 2.Penyebab efusi pleura paramalignan 21
Penyebab Keterangan
Efek lokal tumor
Obstruksi limfatik Mekanisme utama akumulasi efusi pleura Obstruksi bronkial dengan pneumonia Efusi parapneumonia: tidak menghapus
kemungkinan dapat dioperasi pada kanker paru Obstruksi bronkial dengan atelektasis Transudat: tidak menghapus kemungkinan dapat
dioperasi pada kanker paru
Paru terperangkap Transudat: berhubungan dengan perluasan tumor yang melibatkan pleura viseral
Chylothorax Terganggunya duktus torasikus: limfoma merupakan penyebab paling sering
Sindrom vena kava superior Transudat: berhubungan dengan meningkatnya tekanan vena sistemik
Efek sistemik tumor
Emboli paru Keadaan hiperkoagulasi
Tekanan onkotik plasma rendah Albumin serum < 1.5 g/dL: dihubungkan dengan anasarka
Komplikasi terapi Terapi radiasi
- Cepat Pleuritis 6 minggu - 6 bulan sesudah radiasi komplit - Lambat Fibrosis mediastinum ; Perikarditis konstriktif
Obstruksi vena kava Kemoterapi
- Metotreksat Pleuritis atau efusi; ± eosinofilia darah - Prokarbezin Eosinofilia darah; demam dan menggigil - Siklofosfamid Pleuroperikarditis
- Mitomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial - Bleomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial
2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG)
Pleura adalah membran serous yang menutupi permukaan parenkim paru,
viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melindungi permukaan parenkim
paru terhadap dinding toraks, diafragma, mediastinum dan fisura interlobaris.
Pleura parietalis melapisi permukaan rongga toraks, yang terbagi atas pleura
parietalis kostalis, mediastinalis, dan diafragmatik.28 Kedua pleura membran
tersebut bertemu di akar hilus paru.28,29 Diantara keduanya terdapat rongga
ataupun rongga potensial yang disebut sebagai rongga pleura. 28
Pleura terdiri dari lima bagian utama, yaitu: sirkulasi sistemik parietal
(percabangan arteri interkostalis dan arteri mamaria interna), ruang interstisial
parietal, rongga pleura yang sisi-sisinya dibatasi oleh sel mesotelial, interstisial
paru, dan sirkulasi viseral (arteri bronkial dan arteri pulmonalis). 13
Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar 10-20 ml cairan yang
bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.
Produksinya sekitar 0,01 mg/kgBB/jam hampir sama dengan kecepatan
penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein memasuki rongga
pleura. Cairan pleura tersebut mengandung kadar protein rendah (<1,5 g/dl) yang
dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. 20,28,29
Cairan pleura difiltrasi di kompartemen pleura parietalis dari kapiler sistemik
menuju rongga pleura karena terdapat sedikit perbedaan tekanan diantara
keduanya.13 Rongga pleura bertekanan sub-atmosfer dan mendukung inflasi
paru.29 Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral selanjutnya akan
diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikro pleura viseral.22
Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan
produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan dan sebaliknya maka akan
terjadi akumulasi cairan melebihi volume normal, dimana hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru
atau organ luar paru.10,13,22
Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan
hal-hal sebagai berikut:20
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
2. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
3. Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.
4. Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.
5. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening.
[image:32.612.177.458.439.681.2]Sedangkan efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui:20
1. Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.
2. Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru.
3. Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.
4. Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura
meningkat.
5. Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.
Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis
untuk menjelaskan mekanisme EPG tersebut.22
Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas (EPG)19 Akibat langsung
- Metastasis pleura dengan peningkatan permeabilitas
- Metastasis pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pleura
- Keterlibatan limfe node mediastinal dengan menurunnya drainase limfatik pleura
- Robeknya duktus torasikus (chylothorax)
- Obstruksi bronkus (menurunnya tekanan pleura)
- Keterlibatan perikardial Akibat tidak langsung
- Hipoproteinemia
- Post-obstruktif pneumonitis - Emboli paru
Obstruksi limfatik lebih sering dianggap sebagai patofisiologi abnormalitas
primer terjadinya EPG.19 Cairan pleura didrainase keluar dari rongga pleura
terutama melalui stomata limfatik parietal yang berada diantara sel-sel mesotelial
parietal. Jumlah limfatik parietal paling banyak di diafragma dan mediastinum.
Stomata-stomata tersebut bergabung kedalam saluran kecil limfatik yang
selanjutnya menuju pembuluh limfe yang lebih besar dan akhirnya didrainase
melalui limfe node mediastinal. Jika terdapat gangguan seperti terjadinya blokade
limfatik yang menyebabkan penurunan pembersihan (clearance) cairan pleura
ataupun obstruksi oleh deposit sel tumor di sepanjang jaringan limfatik yang rumit
maka akan menyebabkan efusi pleura.13,19,22 Mekanisme atas terakumulasinya
cairan pleura telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan postmortem dimana menunjukkan keterlibatan limfe node regional yang biasanya dihubungkan dengan
[image:34.612.199.441.446.671.2]Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura
viseralis dan pleura parietalis menyebabkan reaksi inflamasi sehingga
permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi posmortem menyebutkan
bahwa metastasis tumor lebih banyak ke permukaan pleura viseral daripada
parietal.20,22 Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor
ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu
disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli
tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses
yang terjadi di pleura viseral.22
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan
dengan pleura.22 Pada adenokarsinoma paru, sel tumor menyebar ke pleura
parietal dari pleura viseral di sepanjang tempat perlengketan pleura. Hal ini
didahului dengan bermigrasinya sel-sel tumor ke pleura viseral dari kapiler paru
yang mendasarinya, disebut sebagai penyebaran hematogen. Metastasis sel tumor
ke pleura dari lokasi primernya selain paru maka penyebarannya berlangsung
secara hematogen ataupun limfatik. 13
Teori lain yang dapat menimbulkan EPG menyebutkan terjadinya
peningkatan permeabilitas pleura. Bagaimana mekanisme pastinya belum jelas
diketahui. Namun diduga penjelasannya berkaitan dengan dihasilkannya vascular
endotelial growth factor (VEGF) oleh tumor. VEGF merupakan agent yang paling berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi
tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF-β) dan VEGF tersebut.22
Tumor ganas juga dapat menyebabkan efusi pleura dengan adanya obstruksi
duktus torasikus yang disebut chylothorax. Chylothoraxyang penyebab terjadinya
tidak traumatik maka kemungkinan penyebabnya adalah proses keganasan yang
melibatkan duktus torasikus, dengan 75% berupa limfoma. 19
Terjadinya EPG juga dikaitkan dengan adanya gangguan metabolisme,
menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang
memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura.19,22
2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas (EPG)
Cairan pleura yang berasal dari suatu proses keganasan biasanya lebih sering
merupakan suatu eksudat.19 Untuk membedakan antara eksudat dan transudat
biasanya terutama dengan menilai kadar protein dan LDH cairan pleura. Untuk
menentukan eksudat maka kadar protein > 3 gr/dl dan kadar LDH > 200 U/L, di
samping itu dengan jumlah sel > 500/mm3. Selain itu, menurut Light, pada
eksudat dijumpai rasio protein cairan pleura terhadap protein serum > 0,5 ; rasio
LDH cairan pleura terhadap LDH serum > 0,6 ; atau kadar LDH cairan pleura
lebih besar dari dua pertiga batas atas nilai normal LDH serum.30
Warna tampilan suatu cairan pleura sebaiknya senantiasa diperhatikan.31
Cairan pleura ganas dapat berupa serous, serosanguinus, atau hemoragik.7Cairan
dengan jumlah sel darah merah <10.000/mm3tidak tampak sebagai hemoragik.19
Jika cairan pleura tampak hemoragik maka pemeriksaan hematokrit harus
dilakukan. Jika nilai hematokrit cairan pleura <1% maka darah pada cairan pleura
tidak dianggap signifikan, maka kemungkinan diagnosanya adalah akibat proses
keganasan, emboli paru ataupun trauma. 31
Efusi pleura hemoragik pada EPG disebabkan invasi langsung pada
pembuluh darah, oklusi vena, induksi angiogenesis tumor atau peningkatan
permeabilitas kapiler yang disebabkan bahan-bahan vasoaktif.9,13,21 Kanker paru
jenis adenokarsinoma paling sering menyebabkan EPG karena lokasi di perifer
sehingga terjadi penyebaran langsung ke pleura dan cenderung invasi ke
pembuluh darah. 9
Jumlah sel berinti sebanyak 1500-4000/μl yang terdiri dari sel-sel limfosit,
makrofag dan sel-sel mesotelial. Pada hitung jenis sel, dijumpai sel limfosit ±
45%, sel mononuklear (MN) lainnya ± 40%, dan sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ± 15%. Hampir sepertiga populasi sel merupakan sel-sel limfosit (50-70%
sel berinti). Sel leukosit polimorfonuklear (PMN) biasanya terlihat <25% dari
populasi sel, namun jika terjadi inflamasi pleura yang aktif maka leukosit PMN
akan tampak lebih dominan. Prevalensi eosinofil pleura pada efusi ganas
dilaporkan sekitar 8-12%. Namun frekuensi EPG eosinofilik (eosinofil >10%) dan
non-eosinofilik tidak jauh berbeda sehingga bila ditemukan EPG eosinofilik
belum dapat menyingkirkan dugaan proses keganasan. 4,19
EPG biasanya merupakan suatu eksudat dengan konsentrasi protein sekitar 4
merupakan suatu transudat hanya kurang dari 5%.7 Rasio cairan pleura terhadap
kadar protein serum <0,5 hampir pada 20% EPG; diantara 20% tersebut rasio
cairan pleura terhadap laktat dehidrogenase (LDH) serum ataupun LDH cairan
pleura absolut hampir selalu masuk kriteria eksudat. EPG lebih banyak memenuhi
kriteria eksudat berdasarkan kadar LDH-nya bukan karena kadar proteinnya.19
Hampir sepertiga EPG memiliki pH cairan pleura dibawah 7,3, (pH berkisar
6,95-7,29). Hal ini dihubungkan dengan produksi asam yang dihasilkan oleh
kombinasi cairan pleura dan pleura membran serta dihambatnya pengeluaran CO2
dari rongga pleura. Konsentrasi laktat tinggi, pCO2tinggi, dan pO2rendah. 1,4,19
Kadar glukosa cairan pleura pada EPG rendah < 60 mg/dl pada sekitar
15-20% EPG. Rasio cairan pleura terhadap glukosa serum <0,5. Rendahnya kadar
glukosa tersebut mengindikasikan adanya beban tumor yang tinggi di rongga
pleura. Pemeriksaan sitologi dan biopsi pleura lebih sering dijumpai positif pada
pasien EPG dengan kadar glukosa rendah. Adanya beban tumor yang tinggi
sehingga kadar glukosa menurun maka pasien menghadapi prognosis yang buruk.
Rendahnya kadar glukosa pada EPG dihubungkan dengan terganggunya
pengangkutan glukosa dari darah ke cairan pleura. Meningkatnya penggunaan
glukosa oleh tumor di pleura kemungkinan juga menyebabkan rendahnya kadar
glukosa.19
2.6. Petanda Tumor Carcinoembryonic Antigen(CEA)
Petanda tumor adalah substansi biologi yang diproduksi oleh sel-sel tumor,
jaringan seperti pada tumor solid, limfe node, sumsum tulang, atau sirkulasi sel
tumor pada darah, dan juga dapat diperoleh dari cairan tubuh seperti cairan asites,
cairan pleura, ataupun serum (petanda tumor serologis).33
Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk: 32
1. Alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi.
2. Menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik.
3. Menentukan prognosis pasien.
4. Evaluasi terapi.
Petanda tumor meliputi berbagai ragam substansi seperti antigen permukaan
sel, protein sitoplasmik, enzim, hormon, antigen onkofetal, reseptor, onkogen,
beserta zat-zat yang diproduksinya.33 Kanker paru diduga turut menghasilkan
beberapa substansi. Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan petanda tumor
yang pertama kali dideskripsikan pada kanker paru. CEA ditemukan pada tahun
1965 oleh Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker
adenokarsinoma kolon manusia. Penelitian CEA terhadap kanker paru dimulai
sejak tahun 1970 hingga kemudian terutama lebih banyak dihubungkan pada
kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK).34
Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan suatu antigen onkofetal yang dihasilkan oleh beberapa kanker (~carcino) dan dihasilkan saat perkembangan
fetus (~embryonic). Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa
antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak
mengalami diferensiasi dalam jumlah sangat kecil. Sehingga tentunya kadar CEA
disebut juga sebagai antigen tumor, atau antibodi monoklonal dan antisera
poliklonal. Substansi onkofetal yang terdapat pada embrio atau fetus akan
berkurang ke kadar yang rendah pada saat dewasa namun akan kembali meningkat
bila terdapat tumor.32,35
CEA termasuk kedalam kelompok Tumor Associated Antigen (TAA). Antigen tersebut disandi oleh gen yang diekspresikan selama embriogenesis dan
perkembangan janin, namun transkripsional tenang pada saat dewasa. Gen
tersebut menyandi protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel
embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada tumor yang tumbuh
cepat.36
CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat
molekul 200.000, yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari
glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan kedalam
darah.32 Karena kemajuan dalam teknologi antibodi monokonal, saat ini banyak
petanda tumor yang dapat terdeteksi pada cairan tubuh. Saat ini kadar CEA cairan
pleura secara kuantitatif dapat membedakan suatu efusi pleura ganas dengan efusi
pleura yang tidak ganas. Konsentrasi CEA pada EPG biasanya akan lebih tinggi
daripada plasma dimana diduga hal ini berhubungan dengan mekanisme seluler
akibat sekresi aktif dari sel tumor. CEA adalah salah satu petanda tumor pertama
yang menunjang tumor paru terutama untuk kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil.34,35 Pemeriksaan CEA cairan pleura terutama ditujukan untuk pasien
2.7. Kadar CEA Cairan Pleura
Pemeriksaan CEA cairan pleura sangat diperlukan pada kasus EPG dengan
hasil sitologi negatif. Berbagai penelitian terhadap kadar CEA cairan pleura untuk
membedakan efusi pleura akibat keganasan atau bukan akibat keganasan telah
mulai dilakukan sejak tahun 1977 hingga sekarang. Hasil-hasil yang diperoleh
dari berbagai penelitian tersebut bervariasi dan menggunakan metode
pemeriksaan yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dapat berupa electro-chemiluminescence immunoassay (ECIA); enzyme immunoassay (EIA); latex agglutination(LA); dan radioimmunoassay(RIA).17
Kadar CEA serum akan meninggi pada keadaan malignansi diantaranya yaitu
pada: paru (60%), payudara (50%), kolon (60%), pankreas (60%), lambung
(50%), ovarium (50%). Kadar CEA meninggi pada keadaan yang bukan akibat
keganasan seperti pada penyakit ulkus peptikum, inflamasi kolon, pankreatitis,
hipotiroidisme, sirosis dan perokok berat.34,37,38 CEA cairan pleura meningkat
pada sekitar 19% perokok berat dengan nilai batas atas ≤ 5 ng/ml, sedangkan pada
orang sehat dan tidak merokok kadar CEA normal berkisar < 2,5 - 3 ng/ml. 32,38-41
Riantawan dkk (Thailand; 2000) melaporkan bahwa pemeriksaan CEA cairan
pleura pada kanker paru memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 94% dengan
10 ng/ml sebagai nilai cut-off. Dijumpai sensitivitas gabungan pemeriksaan sitologi cairan pleura dan biopsi pleura tertutup sebanyak 73%.11 Pasaoglu dkk
(Turki; 2007) juga menggunakan nilai cut-off CEA cairan pleura 10 ng/ml untuk
menentukan EPG terhadap 35 kasus EPG karena kanker paru dengan sensitivitas
Romero dkk (Spanyol;1996) menjumpai sensitivitas CEA cairan pleura lebih
tinggi daripada petanda tumor CA 15-3 dan CYFRA 21-1 pada semua kanker
yaitu 57% dengan spesifisitas 99%.16 Paganuzzi dkk (Italia; 2001) dengan cut-off
5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena keganasan sebesar
30,6% dan spesifisitas 91%.42 Sedangkan Sthaneshwar dkk (Malaysia; 2002)
dengan cut-off 5 ng/ml menjumpai sensitivitas 64% dan spesifisitas 98% pada EPG karena kanker paru.43 Kemudian Lee dkk (Korea; 2005) dengan cut-off 5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena kanker paru 82% dan
spesifisitas 94%. 4
Dari kesimpulan suatu hasil penelitian meta-analisis oleh Shi dkk (China;
2008) menyebutkan bahwa pengukuran kadar CEA cairan pleura bermanfaat
sebagai alat diagnostik dalam mengkonfirmasi suatu EPG. Hasil dari pemeriksaan
CEA cairan pleura tersebut sebaiknya diinterpretasikan paralel dengan
pemeriksaan klinis dan hasil-hasil pemeriksaan konvensional lainnya yang umum
2.8. Kerangka Konseptual
EFUSI PLEURA Punksi
Transudat Eksudat
Gangguan jantung Pleuritis Keganasan Gangguan ginjal Pleuritis TB, atau Tumor primer di Paru (+) Gangguan metabolisme Pleuritis Non-TB
Penyakit sistemik lain
Pemeriksaan Tumor Marker: Sitologi cairan pleura Carcinoembryonic Antigen (CEA) Histologi biopsi pleura
Sitologi bilasan/sikatan bronkus Sitologi sputum
Sitologi TTLB
Sitologi BJH KGB/nodul superfisial
Sitologi / Histologi (+)
Efusi Pleura Ganas (EPG)
BAB 3
MANAJEMEN PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik secara observasional (cross
sectional study).
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di fasilitas kesehatan RS pemerintah dan RS swasta di
kota Medan. Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu 3 bulan.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Penderita efusi pleura eksudatif di ruang rawat inap dan rawat jalan di RS
pemerintah dan RS swasta di kota Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling sehingga semua kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi menjadi anggota kelompok
penelitian. Kelompok penelitian dibagi dua yaitu kelompok kasus dan
kelompok kontrol. Kelompok kasus yaitu pasien efusi pleura karena
kanker paru, sedangkan kelompok kontrol adalah pasien efusi pleura
bukan kanker. Dengan jumlah besar sampel sama banyaknya untuk
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus :
n1= n2= { Zα √ PoQo + Zβ √ Pa Qa }2
(Pa – Po)2
1. Zα : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai α
yang ditentukan, α = 0,05 → Zα = 1,96
2. Zβ : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai β
yang ditentukan, β = 0,15 → Zβ = 1,036
3. Po : Proporsi penderita EPG karena kanker paru dari sumber data
sebelumnya; nilainya adalah 3% dalam angka desimal adalah 0,03.
4. Qo = 1 - Po = 1 – 0,03 = 0,97
5. Pa : Proporsi penderita EPG karena kanker paru dari sumber data terakhir,
nilainya adalah 7,2% dalam angka desimal adalah 0,072.
6. Qa = 1 - Pa = 1 - 0,072 = 0,928
7. Pa-Po: adalah selisih proporsi yang diinginkan oleh peneliti, diambil
nilainya 15%, dalam angka desimal adalah 0,15.
n1= n2= { 1.96 √(0,03) (0,97) + 1,036 √ (0,072) (0,928) }2
(0,15)2
n1= n2= 0,364193 = 16,18635
0,0225
Besar sampel minimal dalam penelitian ini berjumlah 16 pasang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1 Kriteria inklusi
A. Kelompok kasus :
2. Pasien kanker paru yang disertai efusi peura yang memiliki hasil
sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai
pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi
pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum
halus KGB, sitologi TTLB).
3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan.
B. Kelompok kontrol :
1. Pasien efusi pleura eksudatif bukan kanker yang tidak memiliki hasil
sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai
pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi
pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum
halus KGB, sitologi TTLB).
2. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan.
3.5.2 Kriteria eksklusi A. Kelompok kasus :
1. Penderita tuberkulosis paru sesuai pedoman PDPI
2. Penderita pneumonia sesuai pedoman PDPI
3. Postkemoterapi ataupun postradiasi 4. Penderita dalam kondisi kritis
5. Penderita sirosis hati
8. Penderita hipotiroid
9. Penderita gagal ginjal
10. Penderita gagal jantung kongestif
11. Penderita hamil
B. Kelompok kontrol :
1. Penderita empiema
2. Penderita sirosis hati
3. Penderita gagal ginjal
4. Penderita gagal jantung kongestif
3.6. Cara Kerja
Semua pasien yang memenuhi kriteria sebagai sampel dilakukan:44
A. Tindakan torasentesis, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pasien bersedia menandatangani persetujuan tindakan medis.
2. Pasien dalam posisi duduk, dengan bahu tegak dan lengan diangkat
ke atas ataupun diletakkan diatas bantal. Operator pelaksana
memakai masker dan menggunakan sarung tangan steril.
3. Diberikan premedikasi berupa injeksi atropine sulfas 0,5-1 mg secara subkutan atau intramuskular, sebaiknya dilakukan
sekurang-kurangnya 30 menit sebelum prosedur torasentesis dilakukan.
4. Menandai lokasi dinding dada yang akan dievakuasi berdasarkan
5. Melakukan sterilisasi dan desinfeksi di sekitar lokasi dinding dada
yang telah ditandai dengan povidone-iodinecair dan alkohol 70%,
kemudian dibatasi oleh doecksteril.
6. Memasukkan anestesi lokal dengan cara menginsersi spuit 10 cc
sedikit demi sedikit dengan besar jarum 21G yang telah berisi
lidocain HCL 40 mg, ± 0,1-0,2 mL Lidocain setiap kedalaman 1-2 mm. Jarum spuit tersebut menginfiltrasi permukaan kulit,
subkutan, jaringan interkostal, periosteum kosta, pleura parietal
hingga mencapai rongga pleura. Sebaiknya lokasi insersi berada di
superior kosta untuk meminimalisir terkena arteri, vena dan
persarafan.
7. Kemudian melalui spuit 10 cc tersebut dilakukan aspirasi cairan
pleura. Tindakan ini dilakukan hingga terkumpul cairan pleura
sebanyak 30 cc dan kemudian terbagi dalam 3 wadah spuit steril
berbeda.
B. Pengiriman bahan sampel pemeriksaan:
1. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura dikirimkan ke laboratorium
Patologi Klinik RS.Gleni Medan untuk dilakukan pemeriksaan
petanda tumor CEA, dengan ketentuan sebagai berikut : 45
a. Bahan sampel tersebut dapat disimpan selama 24 jam pada suhu
2-8C. Jika pemeriksaan lebih lama dari 24 jam maka spesimen
suhu lebih rendah tidak akan rusak atau berbeda tampilannya
meskipun telah disimpan selama 12 bulan.
b. Volume sampel yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tes CEA
melalui AxSYM System hanya sebanyak 150 μL = 0,15 mL =
0,15 cc = 3 tetes terukur. Tidak terdapat volume sampel minimal
pada pengerjaan sentrifuge.
2. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura yang lainnya dikirimkan ke
laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan
sitologi, dengan ketentuan sebagai berikut : 46
a. Bahan sampel tersebut akan tetap berada dalam kondisi baik
selama 24 - 48 jam tanpa harus dimasukkan ke dalam lemari
pendingin.
b. Volume sampel yang dibutuhkan sebanyak 200-500 μL = 0,2 –
0,5 ml = 0,2 – 0,5 cc = 1 tetes terukur. Tidak terdapat volume
sampel minimal pada pengerjaan sentrifuge.
c. Yang melakukan pembacaan slide sitologi adalah dua orang ahli Patologi Anatomi untuk membaca dan mengkonfirmasi
slidesampel.
3. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura selebihnya dikirimkan ke
laboratorium Patologi Klinik di RS tempat pasien berasal untuk
4.6.1 Kerangka operasional
Efusi Pleura Ganas karena Kanker Paru
CEA Efusi Pleura Eksudat cairan pleura
Efusi Pleura
Bukan Kanker
Positif Negatif
Transudat
DATA
Sensitivitas Spesifisitas
3.7. Identifikasi Variabel *
1. Hasil pemeriksaan CEA cairan efusi pleura karena kanker paru
2. Hasil pemeriksaan CEA cairan efusi pleura bukan kanker
(*pada uji diagnostik tidak terdapat kategori variabel)
3.8. Definisi Operasional
1. Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat
proses transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.
3. Efusi pleura ganas yang dimaksud adalah efusi pleura eksudatif pada
pasien kanker paru yang dijumpai sel ganas berdasarkan salah satu hasil
pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus,
histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum,
sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi TTLB).
4. Efusi pleura bukan kanker yang dimaksud adalah efusi pleura eksudatif
bukan kanker yang tidak memiliki hasil sitologi/histopatologi positif dari
salah satu hasil pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi
bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan
pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi
TTLB).
5. Pemeriksaan CEA cairan pleura yang dimaksud adalah penilaian secara
kuantitatif terhadap konsentrasi CEA cairan pleura, dalam satuan ng/ml,
dengan menggunakan Abbot’s Axsym System berdasarkan teknologi
pemeriksaan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA).
6. Data hasil penelitian yang dimaksud adalah mengukur konsentrasi CEA
pada spesimen cairan pleura, dimana disebut positif bila besar
konsentrasinya diatas standar nilai normal dengan faktor resiko merokok
(> 5 ng/ml) dan disebut negatif bila besar konsentrasinya dibawah
standar nilai normal dengan faktor resiko merokok (≤ 5 ng/ml).
Cairan pleura yang diperoleh dari tindakan aspirasi.
b. Alat :
1. Satu set peralatan torasentesis/aspirasi yaitu : Spuit steril 21G
ukuran 10 cc (3 buah) dan 3 cc (1 buah), kasa steril, kapas, lidocain
HCL 40 mg, sulfas atropin 0,5 mg, alkohol 70%, masker,
povidone-iodine cair, sarung tangan steril.
2. Alat sentrifuge merk Eppendorf centrifuge 5702
3. Mesin AxSYM system(Abbott) made inJapan CO.LTD.
4. Reagent Pack AzSYM CEA assay (Abbott) dengan teknik Microparticle Enzyme Immunoassay(MEIA).
3.10. Manajemen dan Analisis Data A. Sumber data:
Data diperoleh dari hasil pemeriksaan CEA cairan pleura, hasil
pemeriksaan sitologi/histopatologi kanker paru dan analisa cairan pleura.
B. Metode pengumpulan data:
Instrumen pengumpulan data penelitian berupa tindakan
aspirasi/torasentesis untuk memperoleh bahan cairan pleura. Sebelum
tindakan aspirasi/torasentesis dilakukan maka terlebih dahulu peserta
penelitian mendapat penjelasan dari peneliti dan kemudian diminta
menandatangani persetujuan tindakan medis dan kesediaan ikut serta
a. Edit data (editing): dilakukan untuk mengevaluasi kelengkapan,
konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk
menjawab tujuan penelitian.
b. Kode data (coding): dimaksudkan untuk mengkuantifikasi data
kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat
diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual
maupun dengan menggunakan komputer.
c. Pembersihan data (cleaning): yakni pemeriksaan data yang telah
dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari terjadinya
kesalahan pada pemasukan data.
D. Analisa data:
- Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan aplikasi program komputer SPSS 15.0. Semua data parametrik akan di uji normalitasnya
dengan tes Kolmogorof–Smirnov, bila data terdistribusi normal maka selanjutnya menggunakan uji T independen, bila data terdistribusi tidak
normal maka selanjutnya menggunakan uji Mann-Whitney.
- Data hasil penelitian yang diperoleh akan dikumpulkan dalam bentuk tabulasi 2x2, dianalisa dengan uji Exact Fisher dan uji Pearson Chi-Squareuntuk mengetahui nilai uji diagnostik optimal dari pemeriksaan CEA cairan pleura. Sensitivitas adalah proporsi dari subjek yang sakit
dengan hasil uji positif (positif benar/ positif benar + negatif palsu).
Spesifisitas adalah proporsi dari orang yang tidak sakit dengan hasil uji
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian secara cross-sectionalterhadap 32 orang penderita
efusi pleura. Dimana 32 orang penderita efusi pleura tersebut dibagi dalam 2
kelompok, yaitu kelompok penderita efusi pleura ganas karena kanker paru
sebanyak 16 orang dan kelompok penderita efusi pleura eksudatif bukan kanker
sebanyak 16 orang. Hasil penelitian kemudian dianalisis secara statistik dan hasil
disajikan dalam bentuk tabel.
4.1.1 Karakteristik peserta penelitian
Karakteristik umum peserta penelitian pada kedua kelompok (kelompok
kanker paru dan kelompok bukan kanker) diperoleh berdasarkan jenis kelamin,
[image:54.612.135.508.498.572.2]umur dan etiologi efusi pleura. Hasil penelitian terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Kanker paru (n,%)
Bukan kanker (n,%)
Total (n,%)
p Laki-laki 9 (56.2) 11 (68.8) 20 (62.5)
0.465 Perempuan 7 (43.8) 5 (31.2) 12 (37.5)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)
Dari total kedua kelompok didapatkan sebanyak 32 sampel yang terdiri dari
20 laki-laki (62.5%) dan 12 perempuan (37.5%). Pada kelompok kanker paru
terdiri dari 11 laki-laki (68.8%) dan 5 perempuan (31.2%) (tabel 4). Perbedaan
jenis kelamin terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker
[image:55.612.133.506.247.365.2]tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak diperoleh adanya perbedaan yang bermakna (p=0.465).
Tabel 5.Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur Umur (tahun) Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%)
16-25 0 (0.0) 3 (18.8) 3 (9.4)
26-35 0 (0.0) 3 (18.8) 3 (9.4)
36-45 4 (25.0) 4 (25.0) 8 (25.0)
46-55 4 (25.0) 3 (18.8) 7 (21.9)
> 55 8 (50.0) 3 (18.8) 11 (34.4)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)
Dari kedua kelompok penelitian ini didapatkan bahwa umur >55 tahun lebih
banyak jumlahnya yaitu 11 orang (34.4%) dengan umur 17 - 65 tahun, dan rerata
umur 47,37 ± 13,23 tahun. Pada kelompok kanker paru juga dijumpai umur >55
tahun yang terbanyak dengan jumlah 8 orang (50%) dengan umur antara 41 – 65
tahun dan rerata umur 53,06 ± 8,169 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan
kanker yang terbanyak adalah umur 36-45 tahun yang berjumlah 4 orang (25%)
dengan umur antara 17 – 65 tahun dan rerata umur 41,69 ± 15,036 tahun (tabel 5).
Tabel 6.Karakteristik peserta penelitian berdasarkan median umur Umur (tahun) Kanker paru (n,%) Bukan kanker (n,%) Total (n,%) p ≤48,5 5 (31.2) 11 (68.8) 16 (50.0)
0,034* >48,5 11 (68.8) 5 (31.2) 16 (50.0)
[image:55.612.130.510.608.682.2]Dari kedua kelompok penelitian ini diperoleh data median umur 48,5 tahun.
Pada kelompok kanker paru sebanyak 5 orang (31.2%) berumur ≤ 48,5 tahun dan
11 orang (68.8%) berumur > 48,5 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan kanker
sebanyak 11 orang (68.8%) berumur ≤48,5 tahun dan 5 orang (31.2%) berumur >
48,5 tahun (tabel 6). Perbedaan umur ≤ median 48,5 tahun atau > median 48,5
tahun terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker tersebut diuji
[image:56.612.132.506.351.462.2]dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan diperoleh adanya perbedaan yang bermakna (p=0.034).
Tabel 7.Etiologi efusi pleura
Etiologi Jumlah (n) Persentase (%) Kanker paru
Adenokarsinoma 9 28.12
Skuamous sel karsinoma 7 21.88
TB paru 10 31.25
Pneumonia 6 18.75
Total 32 100.0
Berdasarkan etiologi efusi pleura pada kedua kelompok penelitian ini
dijumpai karena kanker paru sebanyak 16 kasus (50%) yang terdiri dari
adenokarsinoma 9 kasus (28.12%) dan skuamous sel karsinoma 7 kasus (21.88%).
Sedangkan etiologi efusi pleura karena TB paru sebanyak 10 kasus (31.25%) dan
Tabel 8.Efusi pleura ganas karena kanker paru menurut jenis kelamin Etiologi EPG Laki-laki (n,%) Perempuan (n,%) Total (%) p Kanker paru:
Adenokarsinoma 4 (44.4) 5 (71.4) 9 (56.2)
0.358 Skuamous sel 5 (55.6) 2 (28.6) 7 (43.7)
Total (n,%) 9 (100.0) 7 (100.0) 16 (100.0)
Pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru didapatkan sebanyak
16 sampel yang terdiri dari jenis adenokarsinoma 4 laki-laki (44.4%) dan 5
perempuan (71.4%), dan jenis skuamous sel karsinoma 5 laki-laki (55.6%) dan 2
perempuan (28.6%) (tabel 8). Perbedaan etiologi efusi pleura ganas menurut jenis
sel kanker paru terhadap perbedaan jenis kelamin tersebut diuji dengan Exact
Fisherdua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,358).
Tabel 9.Efusi pleura eksudatif bukan kanker menurut jenis kelamin
Etiologi Laki-laki (n,%) Perempuan (n,%) Total (%) p TB paru 5 (45.5) 5 (100.0) 10 (62.5)
0.093 Pneumonia 6 (54.5) 0 (0.0) 6 (37.5)
Total (n,%) 11 (100.0) 5 (100.0) 16 (100.0)
Pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker diperoleh sebanyak 16
sampel yang terdiri atas TB paru 5 laki-laki (45.5%) dan 5 perempuan (100%),
dan karena pneumonia 6 laki-laki (54.5%) dan tidak terdapat perempuan (0%)
(tabel 9). Perbedaan etiologi efusi pleura eksudatif bukan kanker