• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Produksi Dan Kelayakan Finansial Usahatani Karet Rakyat Di Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Produksi Dan Kelayakan Finansial Usahatani Karet Rakyat Di Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN FINANSIAL

USAHATANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN WAMPU,

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

ULPAN AFFANDI

060304058

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN FINANSIAL

USAHATANI KARET RAKYAT DI KECAMATAN WAMPU,

KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

OLEH :

ULPAN AFFANDI

060304058

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Ir. Thomson Sebayang, MT ) (Ir. Iskandarini, MM NIP : 19571115 198601 1 001 NIP : 19640505 199403 2 002

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

ULPAN AFFANDI (060304058) dengan judul penelitian ANALISIS

PRODUKSI DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KARET

RAKYAT DI KECAMATAN WAMPU. Penelitian ini dibimbing oleh

Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT dan Ibu Ir. Iskandarini, MM.

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat segera melakukan penyesuaian bilamana proyek tersebut berjalan menyimpang dari rencana semula. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tingkat produktivitas karet, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karet, dan untuk menganalisis kelayakan finansial usahatani karet.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan

pertimbangan bahwa di Desa Kebun Balok dan Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat terdapat tanaman yang memenuhi kriteria umur produksi tanaman karet. Metode penentuan sampel dilakukan secara purposive (sengaja). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dan analisis finansial (NPV, IRR, Net B/C).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan : produktivitas karet di daerah penelitian tergolong rendah; pada tanaman karet umur 6-20 tahun, secara serempak semua faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produktivitas karet, namun secara parsial hanya faktor umur tanaman dan pupuk yang berpengaruh nyata; pada tanaman karet umur 21-25 tahun, secara serempak semua faktor produksi juga berpengaruh nyata terhadap produktivitas karet, namun secara parsial hanya faktor umur tanaman yang berpengaruh nyata; secara finansial usahatani karet layak untuk diusahakan karena nilai NPV > 0, IRR > i, dan Net B/C > 1.

(4)

RIWAYAT HIDUP

ULPAN AFFANDI dilahirkan di Bahjambi pada tanggal 9 November 1988 dari

ayahanda Untung Surya dan ibunda Apriani. Penulis merupakan anak pertama

dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri 091566 Bahjambi,

Simalungun tahun 2000, SMP Negeri 2 Siantar, Simalungun tahun 2003, SMA

Negeri 4 Pematang Siantar tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di Program

Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi

kemahasiswaan antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(IMASEP) dan Forum Silaturrahim Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi

Pertanian.

Pada bulan Juni 2010 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Desa Jumantuang, Kecamatan Siempatnempu, Kabupaten Dairi. Pada bulan April

2011 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Kebun Balok dan Desa

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah,

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“ ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI

KARET RAKYAT DI KECAMATAN WAMPU KABUPATEN LANGKAT”

Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT, selaku ketua komisi pembimbing,

dan kepada Ibu Ir. Iskandarini, MM, selaku anggota komisi pembimbing yang

yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan

dalam penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec, selaku ketua dan

sekretaris Program Studi Agribisnis FP USU

2. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis.

3. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini dan turut

serta membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan.

Terima kasih yang tiada terkira penulis haturkan kepada orang tua tercinta

Ayahanda Untung Surya dan Ibunda Apriyani yang telah mencurahkan kasih

sayang, pengorbanan, dukungan, nasehat, serta doa yang tiada hentinya, dan juga

kepada adik ku tercinta Ulia Khairunnisa yang juga selalu memberikan doa dan

semangat. Terima kasih kepada Om Muhammad Hariadi dan Tante Safrida yang

(6)

Tidak lupa pula kepada teman-teman seperjuangan di stambuk 2006 yang telah

begitu banyak memberikan bantuan dan support kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca

demi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Medan, Oktober 2011

(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 5

Tinjauan Pustaka ... 5

Landasan Teori ... 10

Kerangka Pemikiran ... 18

Hipotesis Penelitian ... 21

METODE PENELITIAN ... 22

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

Metode Pengambilan Sampel ... 23

Metode Pengumpulan Data ... 24

Metode Analisis Data ... 24

Defenisi dan Batasan Operasional ... 28

Defenisi ... 28

Batasan Operasional ... 30

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 31

Deskripsi Daerah Penelitian ... 31

Karakteristik Petani Sampel ... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Produktivitas Karet di Daerah Penelitian ... 35

Pengaruh Faktor-Produksi Terhadap Produktivitas Karet ... 37

Biaya Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Karet ... 50

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58 Kesimpulan ... 58 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat per

Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 ... 3

2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat per Kecamatan di Kabupaten Langkat Tahun 2009 ... 22

3. Luas Tanam dan Produksi Karet Rakyat per Desa di Kecamatan Wampu Tahun 2009 ... 23

4. Populasi dan Sampel Petani Karet di Kecamatan Wampu ... 24

5. Keadaan Tata Guna Tanah di Kecamatan Wampu ... 31

6. Komposisi Penduduk Kecamatan Wampu Menurut Kelompok Umur ... 32

7. Komposisi Penduduk Kecamatan Wampu Menurut Mata Pencaharian ... 33

8. Sarana dan Prasarana Kecamatan Wampu ... 33

9. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian ... 34

10. Perbandingan antara Produktivitas Lump Berdasarkan Tingkat Umur Tanaman Karet di Daerah Penelitian dengan Standar Produktivitas Balai Penelitian Karet ... 36

11. Hasil Pengujian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Umur 6-20 Tahun ... 38

12. Hasil Uji Multikolinearitas (Umur 6-20 Tahun) ... 40

13. Hasil Uji Autokorelasi (Umur 6-20 Tahun) ... 41

14. Hasil Uji F (Umur 6-20 Tahun) ... 44

15. Hasil Uji t (Umur 6-20 Tahun) ... 45

16. Hasil Pengujian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Umur 21-25 Tahun ... 46

17. Hasil Uji Multikolinearitas (Umur 21-25 Tahun) ... 47

18. Hasil Uji Autokorelasi (Umur 21-25 Tahun) ... 47

19. Hasil Uji F (Umur 21-25 Tahun) ... 49

20. Hasil Uji t (Umur 21-25 Tahun) ... 49

21. Rata-Rata Biaya Produksi Usahatani Karet di Daerah Penelitian ... 51

(10)

23. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Karet di Daerah Penelitian ... 52

24. Analisis Finansial Usahatani Karet per Hektar di Daerah Penelitian ... 54

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 20

2. Hasil Uji Heterokedastisitas (Umur 6-20 Tahun) ... 43

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal.

1. Karakteristik Petani Sampel ... 62

2. Biaya Penggunaan Bibit Usahatani Karet per Petani ... 63

3. Biaya Penggunaan Bibit Usahatani Karet per Hektar ... 64

4. Biaya Penggunaan Pupuk Usahatani Karet per Petani ... 65

5. Biaya Penggunaan Pupuk Usahatani Karet per Hektar ... 66

6. Biaya Penggunaan Herbisida Usahatani Karet per Petani ... 67

7. Biaya Penggunaan Herbisida Usahatani Karet per Hektar ... 68

8. Biaya Saprodi Usahatani Karet per Petani ... 69

9. Biaya Saprodi Usahatani Karet per Hektar ... 70

10. Curahan Tenaga Kerja Usahatani Karet per Petani dan per Hektar ... 71

11. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Karet per Petani dan per Hektar ... 72

12. Biaya Penyusutan Usahatani Karet per Petani dan Per Hektar ... 73

13. Total Biaya Usahatani Karet per Petani ... 79

14. Total Biaya Usahatani Karet per Hektar ... 80

15. Penerimaan Usahatani Karet per Petani dan Per Hektar ... 81

16. Pendapatan Bersih Usahatani Karet per Petani dan per Hektar ... 82

17. Analisis Finansial Usahatani Karet ... 83

18. Input Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Pada Umur 6-20 Tahun ... 84

19. Input Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Pada Umur 21-25 Tahun ... 84

20. Output Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Pada Umur 6-20 Tahun ... 85

(13)

ABSTRAK

ULPAN AFFANDI (060304058) dengan judul penelitian ANALISIS

PRODUKSI DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KARET

RAKYAT DI KECAMATAN WAMPU. Penelitian ini dibimbing oleh

Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT dan Ibu Ir. Iskandarini, MM.

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat segera melakukan penyesuaian bilamana proyek tersebut berjalan menyimpang dari rencana semula. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tingkat produktivitas karet, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karet, dan untuk menganalisis kelayakan finansial usahatani karet.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan

pertimbangan bahwa di Desa Kebun Balok dan Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat terdapat tanaman yang memenuhi kriteria umur produksi tanaman karet. Metode penentuan sampel dilakukan secara purposive (sengaja). Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dan analisis finansial (NPV, IRR, Net B/C).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan : produktivitas karet di daerah penelitian tergolong rendah; pada tanaman karet umur 6-20 tahun, secara serempak semua faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produktivitas karet, namun secara parsial hanya faktor umur tanaman dan pupuk yang berpengaruh nyata; pada tanaman karet umur 21-25 tahun, secara serempak semua faktor produksi juga berpengaruh nyata terhadap produktivitas karet, namun secara parsial hanya faktor umur tanaman yang berpengaruh nyata; secara finansial usahatani karet layak untuk diusahakan karena nilai NPV > 0, IRR > i, dan Net B/C > 1.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam kegiatan usahatani, analisa usaha diperlukan untuk kepentingan

pengelolaan yang menyangkut dana dan hasil yang diperoleh. Dengan analisa

usaha dapat dilihat kelayakan usaha baik dari besarnya biaya yang sudah

dikeluarkan serta prakiraan keuntungan yang akan didapat dari investasi yang

sudah dijalankan. Analisa usaha juga berguna sebagai pertimbangan apakah

pelaksanaan usahatani, dalam hal ini usaha perkebunan karet, sudah dijalankan

dengan baik dan benar (Tim Penulis, 2008).

Para analis (peneliti) sering melakukan analisis finansial, karena analisis ini

didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data harga yang

sebenarnya yang ditemukan di lapangan (real price). Dengan mengetahui hasil

analis finansial, para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan

penyesuaian (adjustment), bilamana proyek tersebut menyimpang dari semula.

Analisis finansial penting dilakukan, untuk mengetahui posisi proyek pada

tahun-tahun tertentu; apakah proyek dalam posisis defisit atau sebaliknya dalam

keadaan menguntungkan (Soekartawi, 1995).

Karet merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia dalam

menghasilkan devisa negara. Keberadaan Indonesia sebagai produsen karet utama

di dunia menunjukkan bahwa karet Indonesia cukup diperhitungkan dan

berpeluang untuk menguasai pasar global. Dengan demikian, seiring terus

meningkatnya permintaan pasar terhadap karet maka perlu dilakukan usaha untuk

(15)

Pengembangan investasi perkebunan karet dapat memberikan dampak positif

untuk pertumbuhan sektor-sektor industri lainnya. Dalam usaha budidaya karet ini

akan banyak membutuhkan bahan, seperti pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian

sehingga dapat meningkatkan industri pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian

tersebut. Selanjutnya, hasil perkebunan karet, dengan munculnya berbagai usaha

industri maka akan membutuhkan tenaga kerja, sehingga akan memberi dampak

positif karena berkurangnya jumlah pengangguran.

Total luas perkebunan karet di Indonesia hingga saat ini berkisar 3 juta hektar

lebih, namun lahan karet yang luas di Indonesia tidak diimbangi dengan

pengelolaan yang memadai. Hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan

swasta saja yang pengelolaannya sudah lumayan. Sementara kebanyakan

perkebunan karet milik rakyat dikelola seadanya, bahkan ada yang tidak dirawat

dan hanya mengandalkan pertumbuhan alami. Akibatnya prduktivitas karet

menjadi rendah (Tim Penulis, 2008).

Di Provinsi Sumatara Utara, Kabupaten Langkat merupakan salah satu sentra

produksi dari komoditi karet. Kabupaten Langkat memiliki areal perkebunan karet

rakyat yang cukup luas yaitu 41.455,00 Ha, dengan produksi mencapai 31.496,21

ton. Hal ini kemudian melatar belakangi penulis untuk mengadakan penelitian di

daerah tersebut. Untuk melihat data luas areal, produksi, dan produktivitas karet

(16)

Tabel 1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat

Per Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009.

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2009.

Ket : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan

TM = Tanaman Menghasilkan

TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas areal perkebunan karet rakyat di

Kabupaten Langkat pada tahun 2009 mencapai 41.455 Ha, dengan produksi

31.496,21 ton. Data tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Langkat menempati

posisi kedua setelah Kabupaten Mandailing Natal dalam hal luas areal dan

produksi karet rakyat. Disamping itu, Kabupaten Langkat juga memiliki 20.770

KK yang mengusahakan usahatani karet rakyat dan merupakan jumlah KK

terbanyak diantara kabupaten lainnya yang mengusahakan usahatani karet rakyat.

No Kabupaten

Jumlah 51.758,94 282.898,04 41.418,95 376.075,93 254.650,07 200.607

(17)

Identifikasi masalah

1. Bagaimana produktivitas karet di daerah penelitian?

2. Faktor-faktor produksi apakah yang mempengaruhi produktivitas karet di

daerah penelitian?

3. Apakah usahatani karet layak secara finansial?

Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan tingkat produktivitas karet di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi

produktivitas karet di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis kelayakan finansial usahatani karet di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani karet dalam mengembangkan usahatani

karet.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang

(18)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman

karet adalah pada zona antara 15°LS dan 15°LU, curah hujan yang cocok tidak

kurang dari 2000 mm. Optimal 2500-4000 mm/ tahun. Tanaman karet tumbuh

optimal pada dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai 600 m dpl,

dengan suhu 25°-30°C (Setyamidjaja, 1993).

Bibit unggul paling tidak harus memenuhi dua kriteria yakni unggul genetis dan

unggul agronomis. Unggul genetis artinya karakter bibit dalam hal ketahanan

hama dan penyakit tinggi, serta masa produksi lama. Unggul agronomis artinya

cepat tumbuh, mudah perawatan, dapat ditumbuhkan dalam kisaran iklim yang

luas. Salah satu komponen dalam paket teknologi budidaya perkaretan adalah

penggunaan klon anjuran. Untuk perkebunan karet rakyat klon-klon anjuran

terdiri dari klon-klon AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, GT 1, PR 261, PR 300, dan

PR 303. Penggunaan klon unggul akan mempengaruhi besar kecilnya produksi

lateks yang diperoleh pada saat penyadapan ( Haris, 1992).

Perawatan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) akan berpengaruh pada saat

penyadapan pertama. Perawatan yang intensif dapat mempercepat awal

penyadapan. Perawatan tanaman belum menghasilkan (TBM) meliputi kegiatan

penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan, pemeliharaan

tanaman penutup tanah, serta pengendalian hama dan penyakit. Kematian tanaman

(19)

untuk penyulaman dilakukan bersamaan dengan penyiapan bibit untuk penanaman

agar diperoleh keseragaman bibit yang tumbuh. Penyulaman dilakukan pada saat

tanaman berumur satu samapai dua tahun. Tahun ketiga tidak ada lagi

penyulaman tanaman ( Tim Penulis, 1998).

Pemupukan pada TBM mempunyai tujuan untuk memperoleh tanaman yang

subur dan sehat, sehingga lebih cepat tercapainya matang sadap dan agar tanaman

cepat menutup sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma. Pemberian pupuk

secara berkala dan dengan frekuensi yang tinggi dapat mengurangi kehilangan

hara disebabakan proses pencucian dan dosis pupuk tahunan dapat diserap akar

tanaman lebih efesien (Adiwiganda, 1995).

Seleksi pohon yang sehat dan homogen menjelang masak sadap perlu dilakukan.

Pohon yang tetap tertinggal adalah pohon yang benar-benar baik dan tidak

terserang penyakit. Sedangkan penjarangan dilakukan dengan cara membongkar

pohon-pohon yang tidak baik dan terserang penyakit ( Tim Penulis, 1998).

Memasuki tahun kelima dari siklus hidup karet, tanaman karet sudah disebut

tanaman yang menghasilkan. Pada tahun ini tanaman karet sudah mulai disadap.

Namun adakalanya dari sejumlah pohon karet yang berumur empat tahun itu ada

pohon yang belum bisa disadap. Menurut teori, tanaman karet yang bisa disadap

pada usia empat tahun itu belum 100%. Biasanya dari 476 pohon, yang

benar-benar matang sadap hanya sekitar 400 pohon (Tim penulis 2008).

Pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM) mempunyai dua tujuan yaitu untuk

(20)

kesuburan pertumbuhan tanaman pokok. Pemberian pupuk dilakukan 2 kali setiap

tahun. Menurut Djoehana Setyamidjaja dosis setiap aplikasi berdasarkan jenis

tanah sebahgai berikut :

- Jenis tanah latosol : 280 gr Urea, 133,3 gr TSP, 180 gr KCL per pohon

- Jenis tanah PMK : 280 gr Urea, 324 gr TSP, 156 gr ZK per pohon

Pemupukan tanaman produktif yang dilakukan dengan dosis yang tepat dan

teratur dapat mempercepat pemulihan bidang sadapan, memberi kenaikan

produksi 10-20%, meningkatkan resistensi tanaman terhadap gangguan hama

penyakit dan tingkat produksi yang tinggi dapat dipertahankan dalam jangka

waktu lebih lama (Setyamidjaja, 1993).

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Pada tanaman muda,

penyadapan umumnya dimulai pada umur 5-6 tahun tergantung pada kesuburan

pertumbuhannya. Semakin bertambah umur tanaman semakin meningkat produksi

lateksnya. Mulai umur 16 tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil

sedangkan sesudah berumur 28 tahun produksinya akan menurun. Apabila sudah

terjadi penurunan produksi lateks karena umur tua, maka tanaman karet sudah

waktunya untuk diremajakan (Syamsulbahri, 1996).

Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas

kambium dengan menggunakan pisau sadap. Bentuk irisan berupa saluran kecil,

melingkar batang arah miring ke bawah. Melalui saluran irisan akan mengalir

lateks selama 1-2 jam. Sesudah itu lateks akan mengental (Sadjad. S, 1996).

Kebun karet mulai disadap bila 55% pohonnya sudah menunjukkan matang sadap.

(21)

dilakukan sebelum mencapai persentase tersebut akan mengurangi produksi lateks

dan akan mempengaruhi pertumbuhan pohon karet (Tim Penulis, 1998).

Sebatang pohon karet telah dapat dikatakan memenuhi syarat untuk disadap bila

pohon tersebut telah mencapai lilit batang 45 cm pada ketinggian 100 cm di atas

pertautan untuk tanaman yang berasal dari bibit okulasi atau pada ketinggian 100

cm dari permukaan tanah untuk tanaman asal biji (Setyamidjaja, 1993).

Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari kiri atas ke arah kanan

bawah dengan sudut kemiringan 30° dari horizontal. Pisau sadapan berbentu V

dengan demikian aliran lateks akan tertampung pada daerah dasarnya

(Syamsulbahri, 1996).

Dalam pelaksanaan penyadapan harus diperhatikan ketebalan irisan, kedalaman

irisan, waktu pelaksanaan dan pemulihan kulit bidang sadap. Tebal irisan yang

dianjurkan 1,5 – 2 mm, kedalaman irisan yang dianjurkan 1 – 1,5 mm dari lapisan

kambium. Penyadapan hendaknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 05.00 –

06.00 pagi. Sedang pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 08.00 - 10.00

pagi. Kulit pulihan bisa disadap kembali setelah 9 tahun untuk kulit pulihan

pertama dan dapat disadap kembali pada bidang yang sama setelah 8 tahun untuk

kulit pulihan kedua ( Tim Penulis, 1998).

Sistem sadap menggambarkan kombinasi jumlah sayatan/ potongan per pohon,

panjang sayatan dan frekuensi sadapan. Berdasarkan hitungan internasional, maka

panjang sayatan merupakan fraksi dari lingkar/ lilit/ diameter batang. S/1 berarti

(22)

seperempat spiral, S/R ; kurang dari satu spiral. Frekuensi sadapan dirumuskan

dengan huruf d, d/1 artinya sadapan dilakukan setiap hari, d/2 berarti sadapan

dilakukan setiap 2 hari sekali. Sistem sadap yang digunakan akan berpengaruh

pada umur ekonomis tanaman karet. Penyadapan yang berlebihan dapat

memperpendek umur ekonomis tanaman karet. Hasil karet dinyatakan dengan kg

karet kering per hektar setiap tahunnya (Syamsulbahri, 1996).

Penggunaan teknologi dalam bidang pertanian akan berpengaruh terhadap biaya.

Di dalam peningkatan produksi yang terpenting adalah adanya kenaikan

produktivitas per satuan luas dan waktu. Bentuk teknologi dapat berupa cara

budidaya yang baik, introduksi teknologi biologis/ kimia seperti bibit, pupuk dan

obat-obatan, penggunaan teknologi mekanisasi meliputi penggunaan alat-alat

pertanian (Hermanto, 1988).

Bahan olah karet rakyat diantaranya sebagai berikut :

1. Lump Mangkuk : adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku secara alamiah

dalam mangkuk, pada musim penghujan untuk mempercepat proses pembekuan

lateks ditambahkan asam format/semut atau bahan lainnya.

2. Lump Bambu : adalah sistem pembekuan lateks dengan menggunakan tabung

bambu dengan penambahan asam format/semut atau bahan lainnya

3. Sleb/Lump Deurob ( Asap Cair ) : lateks ditambahkan pembeku Deorub dengan

perbandingan 10 : 1 , pembeku deorub telah ditemukan oleh Balai Penelitian

Sembawa yang berfungsi sebagai pembeku lateks , mencegah, dan menutup bau

busuk pada bekuan, mempertahankan nilai Po & PRI, memberikan aroma asap

(23)

4. Sleb Tipis dan Sleb Giling : Bahan olah karet rakyat pada umumnya dalam

bentuk Sleb tipis dan giling cara pembuatan yang umum dilakukan adalah dengan

mencampurkan lateks dengan lump mangkok kemudian dibekukan dengan asam

format/semut didalam bak pembeku yang berukuran 60 cm x 40 cm x 6 cm tanpa

perlakuan penggilingan, bahan olahan ini lebih disukai karena mutu yang

dihasilkan seragam dengan Kadar Karet Kering (KKK) sekitar 50%, tidak ada

resiko penurunan mutu serta muda didalampengangkutan .

5. Sit Angin (Unsmoked sheet/USS) : Sit angin adalah lembaran karet hasil bekuan

lateks yang digiling dan dikering anginkan sehingga memiliki KKK 90 – 95 %

proses pembuatn sit angin terdiri dari penerimaan dan penyaringan lateks,

pengenceran, pembekuan, pemeraman, penggilingan, pencucian, penirisan, dan

pengiringan.

6. Sit Asap ( Ribbed Smoked Sheet/RSS ) : Proses pengolahan sit asap dengan

pembeku asam format/semut hampir sama dengan sit angin, bedanya terletak pada

proses pengeringan, yaitu pada sit asap dilakukan pengasapan pada suhu yang

bertahap antara 40 derajat – 60 derajat celcius selama 4 hari .

Landasan Teori

Produksi

Untuk menghasilkan produksi (output) diperlukan bantuan kerjasama beberapa

faktor produksi sekaligus. Masalah ekonomi yang kita hadapi kini adalah

bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar

tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara

(24)

Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Produk atau

produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain

disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang

baik dihasilkan oleh proses produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu

juga sebaliknya kualitas produksi menjadi kurang baik bila usaha tani tersebut

dilaksanakan dengan kurang baik (Soekartawi, 1995).

Faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja. Tanah

merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil

usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang

harus diperhatikan, katakan luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan

fisiknya, lingkungannya, lerengnya, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui

semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik

(Daniel, 2002).

Dalam ilmu ekonomi mikro dikenal dengan apa yang disebut fungsi produksi

yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik atau

output dengan faktor produksi atau input. Dalam bentuk matematika sederhana,

fungsi produksi ditulis sebagai berikut (Sadono Sukirno, 1994) :

Q = F (K, L, R, T)

Dimana :

Q = jumlah produksi

K = modal

(25)

R = kekayaan alam/ tanah

T = teknologi

Fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian empiris adalah fungsi

produksi Cobb Douglass. Fungsi ini dinyatakan sebagai berikut :

Q = ALαKβ

Dimana :

Q = out put (produksi)

L = tenaga kerja

K = modal

α dan β = parmeter-parameter positif yang lainnya yang ditentukan oleh data.

Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju, parameter α mengukur

persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen sementara K

dipertahankan konstan (ceteris paribus). Demikian pula β mengukur persentase

kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan

konstan. Jadi α dan β masing-masing adalah elastisitas output dari L dan K

(Dominick Salvatore, 1990).

Untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi

dalam fungsi produksi Cobb Douglass yang telah diuraikan di atas dalam bentuk

linier ditransformasikan ke sistem bilangan logaritma, sering digunakan nilai

koefisien regresi dalam persamaan fungsi produksi Cobb Douglass Y = f (Xi),

(26)

Y = a + biXi,

Turunan pertama nilai (Y) terhadap (X) adalah :

δY / δXi = bi ; diintegralkan menjadi

Y = ∫ bi δXi

Y = biXi + C ; dimana C = konstanta (intrcept)

Maka dari hasil perhitungan integral persamaan di atas, dapat dikatakan bahwa

berapapun pertambahan nilai (X), akan dapat berpengaruh terhadap nilai Y

sebesar pertambahan persentase nilai (bi). Maka sesuai dengan pengertian nilai

koefisisen elastisitas yaitu mengukur persentase perubahan jumlah produksi

persatuan Xi yang diakibatkan oleh persentase perubahan faktor produksi tertentu

yang digunakan.

Biaya Produksi

Biaya usahatani biasanya diklasifikasi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost)

dan biaya variabel (variable cost). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah

adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya

produksi. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variabel, karena besar

kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Tetapi pengertian

biaya tetap dan biaya variabel ini hanya pengertian jangka pendek, sebab dalam

jangka panjang biaya tetap dapat menjadi biaya variabel (Mubyarto, 1994).

Pendapatan

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

(27)

TR = Y . Py

Dimana :

TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh

Py = harga Y

(Soekartawi, 2002).

Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefenisikan sebagai nilai

produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun

yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefenisikan

sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam

produksi. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total

usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (Soekartawi, 1986).

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Pd = TR – TC

Dimana :

Pd = pendapatan usahatani

TR = total penerimaan

TC = total biaya

(28)

Kelayakan Finansial

Analisis finansial merupakan suatu alat untuk mengukur layak atau atau tidaknya

suatu investasi apabila diukur dari aspek keuangan. Pada umumnya terdapat

beberapa kriteria dalam menentukan kelayakan suatu usaha yang tergantung

kepada kondisi dan kebutuhan yaitu NPV (Net Present Value), Net B/C

(Net Benefit Cost), dan IRR (Internal Rate of Return).

(Soekartawi, 1991).

Dasar penerimaan/ penolakan sebagai rangka mencari ukuran yang menyeluruh

yang telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan Investment Criteria atau

kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal ada 6 yaitu : (1) Net

Present Value dari arus benefit dan biaya (NPV) ; (2) Internal Rate of Return

(IRR) ; (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) ; (4) Gross Benefit- Cost Ratio

(Gross B/C) ; (5) Profitability Ratio (PV/C) ; dan (6) Return on Investment (ROI).

Setiap kriteria ini mempergunakan perhitungan nilai sekarang atas arus benefit

dan biaya selama umur proyek (Gray dkk, 1999).

Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara

penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan

istilah analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu-waktu

tertentu.

Cara menghitung NPV adalah sebagai berikut :

NPV =�Bt−Ct (1 + I)t n

(29)

Keterangan :

Bt = penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek pada

tahun t

Ct = biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung per

hektar per tahun

n = umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun

i = discount rate

NPV = nilai netto sekarang

(Soekartawi, 1991).

Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk

melihat apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak

atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat

suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang

(biaya) dari Bank pada saat nilai netto sekarang (Net Present Value, NPV = 0),

oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu

(Soekartawi, 1995).

Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :

IRR = i′+ NPV′

(NPV′−NPV") (i"−i′)

Keterangan :

i’ = discount rate ke -1

i” = discount rate ke -2

(30)

NPV” = nilai net present value -2

- Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk

dilaksanakan.

- Bila IRR < tingkat suku bungan berlaku maka usaha tersebut tidak layak

untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999).

Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan

biaya yaitu antara semua nilai-nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap

tahun setelah didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau :

Dengan Rumus :

NetB

C =

� Bt−Ct

(1 + i)t n

t=0

� Ct−Bt

(1 + i)t n

t=0

Keterangan :

Bt = penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek

pada tahun t

Ct = biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung

per hektar per tahun

N = umur ekonomis proyek

i = discount rate yang digunakan

t = jangka waktu suatu proyek atau usaha tani

Kriteria yang dipakai adalah :

(31)

- Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan

(Soekartawi, 1986).

Kerangka Pemikiran

Dalam usaha pertanian produksi diperoleh mulai suatu proses yang panjang dan

penuh resiko. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi juga ikut sebagai

faktor penentu pencapaian produktivitas. Input produksi yang dibutuhkan antara

lain adalah lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan lain-lain.

Lahan, tenaga kerja, dan sarana produksi merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi usahatani karet. Semakin luas lahan yang dimiliki,

semakin besar pula hasil yang didapat dengan memperhatikan faktor-faktor

produksi seperti penggunaan bibit, jarak tanam, pemupukan dan juga obat-obatan

yang digunakan. Demikian juga halnya dengan sarana produksi, misalnya

penggunaan bibit. Jika yang digunakan petani adalah bibit unggul, maka

produktivitasnya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bibit yang biasa.

Jika faktor-faktor produksi sudah terpenuhi maka kegiatan produksi dapat

berjalan. Salah satu hasil produksi dari usahatani karet adalah lump, yaitu getah

karet yang mengalir pada bidang sadap kemudian dikumpulkan dalam tempurung

kelapa atau wadah lainnya.

Hasil produksi ini kemudian dijual petani berdasarkan harga yang berlaku di

pasar. Dari kegiatan ini petani memperoleh penerimaan. Pendapatan petani

(32)

Biaya produksi terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable

cost). Yang termasuk dalam biaya tetap antara lain pajak bumi dan bangunan,

sewa lahan, dan biaya penyusutan. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya

variabel adalah biaya sarana dan produksi.

Analisis finansial mencakup pembiayaan proyek yang akan atau yang sedang

dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh. Aspek ini

diawali dengan memperhitungkan aspek pembiayaan dari kegiatan yang paling

kecil sampai dengan kegiatan yamg paling besar. Analisis finansial lebih

menekankan pada aspek input-output pada penerimaan dan pengeluaran yang

sebenarnya.

Dasar penerimaan atau penolakan sebagai rangka mencari ukuran yang

menyeluruh yang telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan Investment

Criteria atau kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal adalah Net

Present Value (NPV) ; Internal Rate of Return (IRR) ; Net Benefit – Cost Ratio

(33)

Skema kerangka pemikiran dapat dirumuskan seperti pada gambar berikut :

Keterangan :

Ada hubungan Mempengaruhi

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Usahatani karet

Input Produksi: - Tenaga Kerja

- Saprodi

Produksi Usahatani (Lump)

Harga

Penerimaan

Biaya Produksi (FC , VC)

Pendapatan Petani

Analisis Finansial : (NPV, IRR, B/C)

Layak Tidak Layak Produktivitas

Faktor tanaman:

(34)

Hipotesis Penelitian

1. Produktivitas karet rakyat di daerah penelitian relatif tinggi.

2. Variabel umur, jumlah pokok, pupuk, herbisida, tenaga kerja dalam keluarga

dan tenaga kerja luar keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas karet

rakyat di daerah penelitian.

3. Usahatani karet adalah usahatani yang menguntungkan dan layak secara

(35)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu di Kecamatan Wampu,

Kabupaten Langkat, dengan alasan bahwa dari enam kecamatan dengan

produktivitas tertinggi di Kabupaten Langkat, yaitu Kecamatan Stabat, Wampu,

Sawit Seberang, Padang Tualang, Tanjung Pura, dan Sei Lepan, Kecamatan

Wampu merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan yang terbesar.

Tabel 2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat Per Kecamatan di Kabupaten Langkat tahun 2009.

No Kecamatan

(36)

Tabel 3. Luas Tanam dan Produksi Karet Rakyat per Desa di Kecamatan

Sumber : KecamatanWampu Dalam angka 2010.

Dari 14 desa di Kecamatan Wampu, dipilih dua desa sebagai daerah penelitian

yaitu Desa Kebun Balok dan Desa Stabat Lama Barat. Dengan alasan di kedua

daerah ini terdapat tanaman yang memenuhi kriteria umur produksi tanaman

karet. Sehingga, sampel berdasarkan umur produksi tanaman karet pada penelitian

ini dapat terpenuhi.

Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani karet di

Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Metode yang digunakan dalam

penentuan sampel adalah Purposive, yaitu berdasarkan pertimbangan umur

tanaman karet yang ada di daerah penelitian. Umur tanaman yang diambil mulai

(37)

Tabel 4. Populasi dan sampel petani karet di Kecamatan Wampu

No Desa Populasi Sampel 1 Kebun Balok 175 25 2 Stabat Lama Barat 38 5

Total 213 30

*Sumber : Penyuluh Kecamatan Wampu

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

skunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani karet

melalui survey maupun melalui kuisioner yang dibuat oleh peneliti. Sedangkan

data skunder diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Langkat, Dinas

Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, Kantor Kecamatan Wampu dan instansi

yang terkait. Jenis data skunder yang diperlukan antara lain luas areal, produksi,

dan produktivitas karet rakyat.

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis, digunakan metode dan teknik analisis data yang sesuai

dengan masing-masing hipotesis yang dibuat. Hipotesis 1, dianalisis dengan

menggunakan metode analisis deskriptif komparatif dengan membandingkan

produktivitas karet rakyat di daerah penelitian dengan Standar Balai Penelitian

Karet.

Hipotesis 2 dianalisis dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Untuk analisis

ini, nilai data variabel tidak boleh ada yang nol, bila ada nilai nol maka variabel

tersebut tidak ikut dianalisis karena tidak dapat ditransformasikan ke dalam

bentuk logaritma, untuk menghindari nilai data nol tersebut digunakan nilai yang

(38)

bentuk logaritma. Dengan demikian semua variabel dapat dianalisis sehingga

persamaan regresinya sebagai berikut :

Y = b0X1b 1 . X2b 2 . X3b 3 . X4b 4 . X5b 5 . X6b 6 . e µ

Dimana :

Y = Produktivitas karet (kg/ha/tahun)

X1 = Umur tanaman (tahun)

X2 = Jumlah pokok ( batang)

X3 = Pupuk (kg)

X4 = Herbisida (liter)

X5 = TKDK (HKP)

X6 = TKLK (HKP)

b0 = Intersep

b-b6 = Koefesien regresi

u = Faktor pengganggu

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas maka persamaan

tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan

persamaan tersebut menjadi :

(39)

Hipotesis 3, dianalisis dengan metode perhitungan kelayakan finansial yaitu :

1. Net Present Value

���=���− ��

(�+�)� �

�=�

Keterangan :

Bt = Penerimaan (benefit) finansial dari usaha tani karet pada tahun t

Ct = Biaya finansial usaha tani karet pada tahun t, Ct dihitung per hektar per

tahun

n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan setiap 1 tahun

pemeliharaan

i = Discount Rate

NPV = Nilai netto sekarang

(Soekartawi, 1991).

Kriteria yang dipakai adalah :

- Bila nilai NPV > 0 maka proyek dikatakan layak

- Bila nilai NPV = 0 maka proyek tersebut maka proyek tersebut

mengembalikan persis sebesar Opportunity Costof Capital

- Bila nilai NPV < 0 maka proyek dikatakan tidak layak

2. Net Benefit Cost Ratio

���� =

� ��−��

(�+�)� �

�=� ������� − ��> 0

� ��− ��

(�+�)� �

(40)

Keterangan :

Bt = Penerimaan (benefit) finansial dari usaha tani karet pada tahun t

Ct = Biaya finansial usaha tani karet pada tahun t, Ct dihitung per hektar per

tahun

n = umur ekonomis proyek

i = discount rate yang digunakan

t = jangka waktu usaha tani karet

Kriteria yang dipakai adalah :

- Bila B/C > 1 usaha tersebut layak diusahakan

- Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan

(Soekartawi, 1986).

3. Internal Rate of Return

���= �+ ���

(���− ���") (�"− �)

Keterangan :

i’ = discount rate ke -1

i” = discount rate ke -2

NPV’ = Nilai net present value -1

NPV”= Nilai net present value -2

Kriteria yang dipakai adalah :

- Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk

(41)

- Bila IRR < tingkat suku bungan berlaku maka usaha tersebut tidak layak

untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999).

Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menganalisis penelitian ini, maka

dibuat beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

1. Usahatani karet adalah suatu usaha yang dilakukan di atas sebidang lahan

yang di atasnya diusahakan tanaman karet sebagai tanaman utama.

2. Sarana produksi adalah sesuatu yang digunakan dalam proses produksi

suatu usahatani untuk menghasilkan suatu produk (out put). Sarana produksi

yang digunakan adalah pupuk (Urea, TSP, MOP, KCL), obat-obatan (Round

up, Gramoxone, Polaris).

3. Lahan adalah sebidang tanah yang dimiliki oleh petani untuk kegiatan

usahatani karet.

4. Tenaga kerja adalah orang yang mengelola usahatani pada sebidang tanah

yang merupakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar

keluarga (TKLK).

5. Produksi tanaman karet rakyat adalah getah tanaman karet dalam bentuk beku

berupa cup lump (karet setengah kering) yang dihasilkan oleh kebun petani

(rakyat).

6. Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah produksi dengan luas lahan.

7. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama

(42)

Komponen biaya produksi termasuk biaya tenaga kerja, biaya penyusutan,

dan biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dll.

8. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak

tergantung pada besar kecilnya produksi (contoh : pajak, sewa lahan,

penyusutan alat dan mesin).

9. Biaya variabel (Variable Cost) adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan

langsung dengan besar kecilnya produksi (contoh : biaya sarana dan

produksi).

10. Penerimaan usahatani adalah total produksi yang dihasilkan dikali dengan

harga tanaman karet selama musim tanam masa produksi yang dihitung

dalam rupiah.

11. Pendapatan adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi.

12. Analisis finansial adalah analisis biaya dan manfaat dari usahatani karet di

daerah penelitian

13. Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih

antara penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga.

14. Internal Rate of Return (IRR) adalah parameter yang digunakan untuk

melihat apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak.

15. Benefit Cost Ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan

(43)

Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah :

1. Daerah penelitian adalah, di Desa Kebun Balok dan Desa Stabat Lama Barat,

Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat.

2. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan usahatani karet.

(44)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah

Kecamatan Wampu adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten

Langkat, yang terletak di sebelah Barat Kota Stabat yang berjarak 17 Km dari

Ibukota kabupaten dan 45 km dari ibukota propinsi. Kecamatan Wampu dengan

luas 22.111 Ha, berada pada ketinggian rata-rata 4 meter di atas permukaan laut,

dengan temperatur rata-rata 35°C dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Hinai

- Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Serapit

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Stabat dan Selesai

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Tualang dan kecamatan

Batang Serangan.

Tata Guna Tanah

Pola penggunaan tanah di Kecamatan Wampu dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Keadaan Tata Guna Tanah di Kecamatan Wampu

No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) %

1 Pemukiman/ pekarangan 725 3,3

2 Tanah sawah 715 3,2

3 Tanah kering 4.208 19

4 Tanah Rawa 1.300 5,9

5 Perkebunan Negara 6.813 30,8

6 Perkebunan Rakyat 6.700 30,3

7 Bangunan Perkantoran 1.129 5,1

8 Lain-lain 521 2,4

Jumlah 22.111 100

(45)

Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa dari 22.111 Ha luas Kecamatan Wampu sebagian

besar digunakan untuk perkebunan rakyat seluas 6700 Ha (30,3 %). Berkaitan

dengan tabel 3, dapat diketahui bahwa sebesar 28% dari luas perkebunan rakyat

digunakan untuk tanaman karet. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

Kecamatan Wampu pada umumnya berkebun tanaman karet.

Komposisi Penduduk Menurut Umur

Jumlah penduduk Kecamatan Wampu adalah 41.859 KK, terdiri dari 21.096

laki-laki dan 20.763 perempuan. Jumlah penduduk menurut kelompok umur adalah

sebagai berikut :

Tabel 6. Komposisi Penduduk Kecamatan Wampu Menurut Kelompok Umur

No Umur (tahun) Jumlah (jiwa)

1 2 3

0-14 15-64 >65

13.762 26.623 1.474

Jumlah 41.859

Sumber : Data Monografi Kec. Wampu 2010

Dari tabel 6. diketahui bahwa penduduk Kecamatan Wampu paling banyak pada

umur/ usia 15-64 tahun yaitu 26.623 jiwa

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Kecamatan Wampu adalah dalam

(46)

Tabel 7. Komposisi Penduduk Kecamatan Wampu Menurut Mata

Sumber : Data Monografi Kec. Wampu 2010

Dari tabel 7. dapat dilihat bahwa menurut mata pencaharian di Kecamatan

Wampu yang paling tinggi adalah lapangan pertanian sebesar 58,4 % .

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan

masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana akan mempercepat laju

pembangunan. Sarana dan prasarana di Kecamatan Wampu saat ini dinilai cukup

baik. Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis sarana yang tersedia baik sarana

transportasi, pendidikan dan sosial. Keadaan sarana dan prasarana Kecamatan

Wampu dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Sarana dan Prasarana Kecamatan Wampu

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana pendidikan

- TK

2 Sarana Kesehatan

(47)

- Posyandu 56

3 Sarana Transportasi

- Jalan negara

- Jalan kabupaten

- Jalan desa

- Jalan perkebunan

- Jembatan besi/ beton

- Jembatan kayu

- Jembatan darurat

8 km 46 km 50 km 10 km

27 buah 31 buah 2 buah

Sumber : Data Monografi Kec. Wampu 2010

Karakteristik Petani Sampel

Adapun karekteristik petani yang menjadi petani sampel dalam penelitian ini

meliputi, luas lahan, umur petani, tingkat pendidikan, lama berusaha tani, dan

jumlah tanggungan. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian

No Karakteristik Satuan Range Rataan

1 Luas Lahan Hektar 0,4 - 3 1,19

2 Umur Tahun 35 - 82 45,53

3 Tingkat Pendidikan Tahun 6 - 12 7,5

4 Lama berusaha tani Tahun 7 - 50 27,57

5 Jumlah tanggungan Jiwa 0 - 4 1,9

Sumber : Analisis Data Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa rata-rata luas lahan karet yang dimiliki

petani adalah 1,19 hektar. Rata-rata umur petani karet adalah 45,53 tahun dengan

rentang antara 35-82 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan yang dijalani oleh

petani karet rata-rata 7,5 tahun, ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang

dominan dari petani karet adalah tingkat SMP. Jumlah tanggungan yang dimiliki

oleh responden pengolah tempe rata-rata 1,9 dengan rentang antara 0 - 4 orang,

sedangkan pengalaman atau lama berusaha tani rata-rata 27,57 tahun dengan

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produktivitas Karet di Daerah Penelitian

Di daerah penelitian, produksi karet yang dihasilkan hanya berupa lump. Lump

adalah lateks yang merupakan getah pohon karet yang dibiarkan membeku secara

alamiah dalam mangkuk. Pada musim penghujan untuk mempercepat proses

pembekuan lateks ditambahkan asam format/semut atau bahan lainnya. Lump

merupakan karet berkadar air sekitar 50%. Jadi untuk lump seberat 1 kg, jika

dikeringkan menjadi 0,5 kg karet kering.

Produktivitas tanaman karet berbeda untuk setiap umur tanaman. Untuk melihat

pola produktivitas tanaman karet di daerah penelitian, maka disajikan grafik

sebagai berikut :

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 15.

1.625,00 1.828,67

1.898,00 1.950,00

1.960,00 1.966,00

1.970,00 1.978,25

1.820,00 1.820,00

1.768,00 1.690,00

1.674,00

0,00 500,00 1.000,00 1.500,00 2.000,00 2.500,00

6 10 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Pr

od

u

k

ti

v

it

a

s

Umur tanaman

(49)

Dari grafik 1 dapat dilihat bahwa tanaman karet di daerah penelitian baru mulai

berproduksi pada saat tanaman karet berumur 6 tahun. Produktivitas lump mulai

meningkat pada saat umur tanaman karet 6-20 tahun. Produktivitas tertinggi

tercapai pada saat tanaman berumur 20 tahun. Dan produktivitas mulai menurun

pada saat tanaman karet berumur 21 tahun dan seterusnya.

Untuk melihat seberapa besar tingkat produktivitas karet di daerah penelitian,

maka dibuat perbandingannya dengan standar yang ditetapkan oleh Balai

Penelitian dan Pengembangan Karet.

Tabel 10.Perbandingan antara Produktivitas Lump Berdasarkan Tingkat

Umur Tanaman Karet di Derah Penelitian dengan Standar Produktivitas Balai Penelitian Karet

Tahun

Rata-Rata 1.842,15 3.480

(50)

Dari tabel 10. dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas lump di daerah penelitian

(1.842,15 kg/ha/tahun) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas

lump berdasarkan standar Balai Penelitian Karet (3.480 kg/ha/tahun). Dengan

demikian, potensi produksi lump yang masih bisa ditingkatkan di daerah

penelitian adalah sebesar 1.637,85 kg/ha/tahun.

Dari perbandingan tersebut maka hipotesis (1) yang menyatakan bahwa

produktivitas karet rakyat di daerah penelitian relatif tinggi ditolak.

Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Produktivitas Karet

Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas karet

di daerah penelitian digunakan analisis regresi linier berganda. Dalam penelitian

ini, variabel yang akan dibahas dalam regresi linier berganda adalah produktivitas

karet sebagai variabel terikat dan umur tanaman, jumlah pokok, pupuk, herbisida ,

TKDK, dan TKLK, sebagai variabel bebas dengan model sebagai berikut :

Y = a+ b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + µ

Y : Produktivitas (Kg/ha/tahun)

X1 : Umur tanaman (Tahun)

X2 : Jumlah pokok (Batang)

X3 : Pupuk (Kg)

X4 : Herbisida (Liter)

X5 : Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKP)

X6 : Tenaga Kerja Luar Keluarga (HKP)

(51)

b1-b6 : Koefisien regresi

Analisis dilakukan terhadap 2 (dua) tahapan umur tanaman karet, yakni untuk

tanaman karet berumur 6-20 tahun dan tanaman karet berumur 21-25 tahun. Hal

ini dilakukan untuk mengetahui pola produktivitas karet mulai dari umur 6-20

tahun dimana produktivitasnya cenderung meningkat, sedangkan pada umur

tanaman 21-25 tahun produktivitasnya semakin lama semakin menurun. Tanaman

karet yang dirawat dengan baik sudah berproduksi pada umur 5 tahun. Namun

kenyataan di lapangan tanaman karet yang diteliti baru berproduksi (siap sadap)

pada umur 6 tahun.

Berikut ini ditampilkan tabel hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi

produktivitas karet pada umur 6-20 tahun.

Tabel 11. Hasil Pengujian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Umur 6-20 tahun.

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 2,836 ,149 19,041 ,000

Umur ,225 ,033 1,471 6,815 ,000

J.pokok ,006 ,037 ,015 ,158 ,877

Pupuk ,077 ,031 ,547 2,535 ,030

Herbisida ,005 ,007 ,071 ,778 ,454

TKDK ,002 ,021 ,010 ,115 ,911

TKLK -,001 ,001 -,034 -,459 ,656

a Dependent Variable: Produktivitas

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 18.

Dari hasil analisis regresi pada tabel di atas, dapat ditulis persamaan regresinya

(52)

Log Y = Log 2,836 + 0,225 Log X1 + 0,006 Log X2 + 0,007 Log X3 + 0,005 Log

X4 + 0,002 Log X5 – 0,001 Log X6 + µ

Kemudian diubah bentuknya ke persamaan regresi non linier berganda menjadi :

Y = 0,45 . X10,225 . X20,006 . X30,007. X40,005 . X50,002 . X6 -0,001 . eµ

Sebelum membahas model regresi linier berganda di atas , maka idealisnya model

tersebut harus terbebas dari uji asumsi klasik, baik itu multikolinearitas,

autokorelasi, dan heterokedastisitas.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis

multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

1. Uji Multikolinearitas (umur 6-20 tahun)

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Beberapa akibat yang ditimbulkan dari adanya multikolinearitas adalah sebagai

berikut :

- R2 tinggi, tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.

- Hasil dugaan parameter tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat

menyesatkan interpretasi.

Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance

Inflation Factor (VIF), apabila nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas dan

(53)

Tabel 12. Hasil Uji Multikolinearitas (umur 6-20 tahun)

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Umur ,102 9,818

J.pokok ,563 1,775

Pupuk ,102 9,795

Herbisida ,575 1,739

TKDK ,619 1,616

TKLK ,865 1,156

a Dependent Variable: Produktivitas

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 18.

Hasil uji melalui Variance Inflation Factor (VIF) pada hasil output SPSS, tabel

Coefficients masing-masing variabel independen memiliki VIF tidak lebih dari 10.

Maka dapat dinyatakan bahwa model regresi terbebas dari multikolinearitas dan

dapat digunakan dalam penelitian.

2. Uji Autokorelasi (umur 6-20 tahun)

Pengujian autokorelasi menurut Ghozali (2006), bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi pengganggu antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi menunjukkan adanya kesalahan pengganggu (residual) tidak bebas dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika terjadi autokorelasi dalam model regresi berarti koefisien korelasi yang diperoleh menjadi tidak akurat.

Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, dengan cara melihat besaran Durbin-Watson sebagai berikut :

- Jika 0 < d < dl, maka tidak ada autokorelasi positif - Jika 4-dl < d < 4, maka tidak ada autokorelasi negatif

(54)

Tabel 13. Hasil Uji Autokorelasi (umur 6-20 tahun)

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,976(a) ,953 ,924 ,00626 2,382

a Predictors: (Constant), TKLK, J.pokok, Pupuk, Herbisida, TKDK, Umur b Dependent Variable: Produktivitas

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 18.

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson (d)

sebesar 2,382. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan

menggunakan signifikansi 5%, maka didapat nilai batas atas (du) 1,601, dan

(4-du) 2,399. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

3. Uji Heterokedastisitas (umur 6-20 tahun)

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap,

maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda disebut heterokedastisitas.

Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi

heterokedastisitas.

Dampak yang ditimbulkan dari heterokedastisitas antaralain :

- Lebih besarnya varians dugaan, tentunya akan berpengaruh pada uji

hipotesis yang dilakukan (uji F dan t), karena kedua uji tersebut

menggunakan besaran varians dugaan. Akibatnya kedua uji hipotesis

tersebut kurang akurat.

- Lebih besarnya varians dugaan, akan mengakibatkan standar error dugaan

(55)

- Akibat beberapa dampak tersebut maka kesimpulan yang diambil dari

persamaan regresi yang dibuat dapat menyesatkan.

Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heterokedastisitas

adalah dengan melihat plot grafik yang dihasilkan dari pengolahan data

menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya adalah :

- Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang teratur, maka telah terjadi

heterokedastisitas.

- Jika tidak ada pola tertentu, serta titik-titik yang menyebar tidak tertentu, maka

tidak terjadi heterokedastisitas atau terjadi homokedastisitas.

(Ghozali, 2006).

Berikut ini dilampirkan gambar scaatterplot untuk menganalisis apakah terjadi

heterokedastisitas atau homokedastisitas dengan mengamati penyebaran titik-titik

(56)

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 18.

Dari gambar scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, serta

tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi.

Dari hasil uji klasik yang dilakukan, disimpulkan bahwa model regresi di atas

terbebas dari multikolinearitas, autokorelsi, dan heterokedastisitas. Maka model

regresi tersebut dapat digunakan dalam penelitian. Dan untuk selanjutnya dapat

dilakukan uji signifikansi simultan (Uji-F) dan uji signifikansi parsial (uji-t).

Uji Signifikansi Simultan (umur 6-20 tahun)

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang diteliti

mempunyai pengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap produktivitas

Regression Standardized Predicted Value

1 0

-1 -2

-3 -4

R

eg

re

ssi

o

n

S

tan

d

ar

d

ize

d

R

esi

d

u

al

2

1

0

-1

-2

Gambar 2. Hasil Uji Heterokedastisitas (umur 6-20 tahun)

Scatterplot

(57)

karet. Jika nilai signifikansinya < 0,05 maka variabel independen secara simultan

(bersama-sama) memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel independen. Jika

nilai signifikansinya > 0,05 maka variabel independen secara simultan tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut ini merupakan

hasil dari uji signifikansi simultan (uji F), yaitu :

Tabel 14. Hasil Uji F (umur 6-20 tahun)

Model Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression ,008 6 ,001 33,438 ,000(a)

Residual ,000 10 ,000

Total ,008 16

a Predictors: (Constant), TKLK, J.pokok, Pupuk, Herbisida, TKDK, Umur b Dependent Variable: Produktivitas

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 18.

Tabel di atas menunjukkan nilai F hitung sebesar 33,438 dengan tingkat

signifikansi 0,000 dan nilai ini lebih besar dari nilai F tabel yaitu 4,06. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen yang diteliti

yaitu umur tanaman, jumlah pokok, pupuk, herbisida, tenaga kerja dalam

keluarga, dan tenaga kerja luar keluarga secara simultan berpengaruh terhadap

variabel dependen (produktivitas karet).

Uji Signifikansi Parsial (umur 6-20 tahun)

Uji t dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh setiap variabel

independen terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi dari suatu variabel

independen < 0,05, maka variabel tersebut berpengaruh signifikan secara parsial

terhadap variabel dependen. Sebaliknya apabila nilai signifikansi dari suatu

(58)

secara parsial terhadap variabel dependen. Berikut ini merupakan hasil uji

signifikansi parsial (uji t), yaitu :

Tabel 15. Hasil Uji t (umur 6-20 tahun)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 2,836 ,149 19,041 ,000

Umur ,225 ,033 1,471 6,815 ,000

J.pokok ,006 ,037 ,015 ,158 ,877

Pupuk ,077 ,031 ,547 2,535 ,030

Herbisida ,005 ,007 ,071 ,778 ,454

TKDK ,002 ,021 ,010 ,115 ,911

TKLK -,001 ,001 -,034 -,459 ,656

a Dependent Variable: Produktivitas

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 18.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel umur tanaman dan pupuk

memiliki nilai signifikansi masing-masing sebesar 0,000dan 0,030 lebih kecil dari

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel umur tanaman dan pupuk

mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap produktivitas karet.

Koefisien regresi umur sebesar 0,225, dapat diartikan bahwa setiap bertambahnya

umur tanaman karet (1 tahun), maka produktivitas lump meningkat sebesar 0,225

kg/ha. Koefisien regresi pupuk sebesar 0,077, dapat diartikan bahwa setiap

penambahan 1 kg pupuk, akan meningkatkan produktivitas lump sebesar 0,077

kg/ha. Sedangkan variabel independen lainnya jumlah pokok, herbisida, tenaga

kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga secara parsial tidak

(59)

Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman

karet berumur 21-25 tahun berbeda dengan hasil analisis pada tanaman karet

berumur 6-20 tahun.

Hasil pengujian untuk tanaman karet berumur 21-25 tahun diperlihatkan pada

tabel berikut ini.

Tabel 16. Hasil Pengujian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Karet Umur 21-25 tahun.

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 3,151 ,070 44,732 ,014

Umur -,349 ,023 -,550 -15,488 ,041

J.pokok ,209 ,017 ,324 12,312 ,052

Pupuk -,038 ,005 -,185 -7,126 ,089

Herbisida ,003 ,000 ,326 11,090 ,057

TKDK ,047 ,006 ,302 7,982 ,079

TKLK ,003 ,000 ,301 11,112 ,057

a Dependent Variable: Produktivitas

Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 19.

Dari hasil analisis regresi pada tabel di atas, dapat ditulis persamaan regresinya

sebagai berikut :

Log Y = Log 3,151 - 0,349 Log X1 + 0,209 Log X2 - 0,308 Log X3 + 0,003 Log

X4 + 0,047 Log X5 + 0,003 Log X6 + µ

Kemudian diubah bentuknya ke persamaan regresi non linier berganda menjadi :

Gambar

Tabel 1.  Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat Per Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat Per Kecamatan di Kabupaten Langkat tahun 2009
Tabel 3. Luas Tanam dan Produksi Karet Rakyat per Desa di Kecamatan Wampu Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Terjadi keausan pada bidang sisi naik dan Turun pada puncak poros bubungan yaitu clearence atau celah antara poros lxiii bubungan dengan lifter longgar yang menyebabkan

Grosir Xuping Asli, Supplier Xuping Termurah. GROSIR XUPING

Sehingga, tindak kekerasan dalam rumah tangga ini dapat menimbulkan akibat penderitaan fisik maupun psikis dapat dijadikan dasar atau alasan perceraian sebagaimana diatur

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian mencakup seluruh siswa kelas VII SMPN 1 Sekampung yang terbagi dalam lima kelas sedangkan sampel

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka pada penelitian ini perlu dilakukan penelitian dengan judul “Implementasi Sistem Pengelolaan Skripsi Online pada Program Studi

Kenaikan anggaran kemiskinan dalam beberapa tahun terakhir membuahkan hasil yang cukup signifikan yakni berkurangnya jumlah penduduk miskin sebesar 1,19 juta jiwa per

– Jar ikat longgar, kolagen yg masuk matriks tl, untuk mengikat periosteum pada tl = serat sharpey. – Sel osteoprogenitor (dewasa), dikelilingi laps matriks tipis,tak

Penelitian Mandariska dalam Nugraheny (2009), banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil, sehingga jika ibu hamil tidak patuh dalam mengkonsumsi