• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Sarapan Hubungannya dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Samick Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebiasaan Sarapan Hubungannya dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Samick Indonesia"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN SARAPAN HUBUNGANNYA DENGAN

PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

PT. SAMICK INDONESIA

ERNAWATI HIDAYAT

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kebiasaan Sarapan Hubunganya dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Samick Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

ERNAWATI HIDAYAT. Kebiasaan Sarapan Hubungannya dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Samick Indonesia. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO dan TIURMA SINAGA.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja karyawan PT. Samick Indonesia. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Study dengan metode survey observational. Sarapan pada contoh memberikan kontribusi energi (12,47%), protein (13,19%), zat besi (Fe) (24,44%), vitamin A (20,00%), dan vitamin C (3,01%) terhadap asupan total selama satu hari. Rata-rata asupan zat gizi sarapan yaitu energi 321±141 kkal/hari, protein 8.02±4.51 gram/hari, zat besi (Fe) 4.00±1.49 mg/hari, vitamin A 114.38±129.38 RE/hari, dan vitamin C 2.59±5.34 mg/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh selalu melakukan aktifitas sarapan yaitu sebesar 80.4% namun sebesar 56.5% dari contoh yang melakukan sarapan tersebut produktivitas kerjanya tidak memenuhi target, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja karyawan. Hasil penelitian menunjukkan contoh yang berstatus gizi normal yang memenuhi target sebesar 23.9% sedangkan yang tidak memenuhi target sebesar 36.9%, hal ini menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0.05, r=0.266). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan karyawan PT. Samick Indonesia belum menunjukkan produktivitas kerja yang baik, hal ini dikarenakan kualitas asupan dan kontribusi zat gizi yang dikonsumsi contoh saat sarapan belum memenuhi kebutuhan zat besi (Fe), vitamin A dan vitamin C khususnya energi dan protein yaitu sebesar 20-25% dan 15-25% dari kebutuhan energi dan protein total sehari (Depkes RI 2009). Dengan demikian disarankan kepada karyawan PT. Samick Indonesia agar meningkatkan kualitas asupan zat gizi yang dikonsumsi saat sarapan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan mencapai target yang diharapkan.

Kata kunci: kebiasaan sarapan, produktivitas kerja karyawan, status gizi ABSTRACT

ERNAWATI HIDAYAT. The Relationship between Breakfast Habits with The Employees Productivity at PT. Samick Indonesia. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and TIURMA SINAGA.

(6)

sample who always breakfast is equal to 80.4%, but 56.5% of the sample who did the breakfast does not meet the productivity targets. This study showed that there was no significant relationship (p>0.05) between breakfast habits and employees productivity. But, there was significant (p<0.05, r=0.266) relationship between nutritional status and employees productivity. It’s shown by 23.9% with normal nutritional status meet the productivity targets. It is concluded that the breakfast habits of employees at PT. Samick Indonesia not yet showed work productivity is good, because the quality and the contribution of nutrients intake consumed at breakfast does not meet the needs of iron (Fe), vitamin A, vitamin C and specifically for the needs of energy and protein 20-25% and 15-25% of the total daily energy and protein required respectively (Depkes RI 2009). Finally, it is strongly advised for employees at PT. Samick Indonesia to improve the quality of nutrients intake consumed at breakfast, so that they can improve the work employees productivity and reach their intented target.

(7)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

KEBIASAAN SARAPAN HUBUNGANNYA DENGAN

PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

PT. SAMICK INDONESIA

ERNAWATI HIDAYAT

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kebiasaan Sarapan Hubungannya dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Samick Indonesia

Nama : Ernawati Hidayat NIM : I14070084

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Clara M Kusharto, M.Sc Pembimbing I

Dr Tiurma Sinaga, MFSA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

(10)
(11)

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat, karunia dan cinta-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebiasaan Sarapan Hubungannya dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT. Samick Indonesia” dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Namun demikian selama penyusunan skripsi ini pun tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Clara M. Koesharto, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi I sekaligus dosen pembimbing akademik dan Dr. Tiurma Sinaga, MFSA selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya; memberikan arahan, kritik dan saran; serta dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M. Kes selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji skripsi atas segala saran dan masukan serta perbaikan yang telah diberikan untuk skripsi ini.

3. Pihak PT. Samick Indonesia yang telah memberikan izin penelitian, kerjasama dan bantuannya, terutama penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Donny selaku HRD di PT. Samick Indonesia, yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian.

4. Kedua orang tua dan kakak-kakak yang terkasih atas doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis serta yang senantiasa memberi dukungan, semangat moral, spiritual, dan material. Semoga ini menjadi persembahan terbaik.

5. Sahabat-sahabat tersayang (Putri, Ayu, Imas, Alda, Reny, Nuvi, Cantika, Susi, Lany, Fatmi, Lucky, Dony, Fatih, Wafiq dan Teguh) serta seluruh teman-teman GM angkatan 44 yang selalu memberikan semangat, motivasi serta pendapat dan saran yang membangun.

6. Teman kantor di PT. Kharisma Propertindo Pratama (Pak Indra, Pak Gozie, Mba Rina, Angga, Reni dan Hilya) yang telah memberi semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih ke berbagai pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini yang belum dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

Bogor, Desember 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 2

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 3

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Perusahaan 11

Tenaga Kerja 11

Karakteristik Contoh 12

Jenis Kelamin 13

Usia 13

Pendidikan 14

Pendapatan 14

Besar Keluarga 15

Masa Kerja 16

Kebiasaan Sarapan 16

(14)

Waktu Sarapan 17

Jenis Sarapan 18

Konsumsi serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Sarapan 19 Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Lain 19

Energi 20

Protein 21

Zat Besi (Fe) 24

Vitamin A 25

Vitamin C 26

Status Gizi 27

Produktivitas Kerja 28

Hubungan antara Karakteristik Karyawan dengan Produktivitas Kerja 31 Jenis Kelamin Karyawan dengan Produktivitas Kerja 31

Usia Karyawan dengan Produktivitas Kerja 31

Pendidikan Karyawan dengan Produktivitas Kerja 32

Pendapatan Karyawan dengan Produktivitas Kerja 32

Besar Keluarga Karyawan dengan Produktivitas Kerja 32

Masa Kerja Karyawan dengan Produktivitas Kerja 32

Hubungan antara Kebiasaan Sarapan dengan Produktivitas Kerja Karyawan 33 Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Produktivitas Kerja Karyawan 34 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Produktivitas Kerja Karyawan 35 Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Produktivitas Kerja Karyawan 36 Hubungan Tingkat Konsumsi Vitamin A dengan Produktivitas Kerja Karyawan

37 Hubungan Tingkat Konsumsi Vitamin C dengan Produktivitas Kerja Karyawan

37 Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Lain dengan Status Gizi 38 Hubungan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja Karyawan 41

SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 40

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

(15)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, jenis dan cara pengumpulan data 7

2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian 8

3 Kondisi tenaga kerja PT. Samick Indonesia bulan April 2013 12

4 Tenaga kerja PT. Samick Indonesia di bagian produksi 12

5 Tenaga kerja PT. Samick Indonesia di bagian produksi yang di jadikan contoh (sampel) 13

6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin 13

7 Sebaran contoh berdasarkan usia 14

8 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir 14

9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan 15

10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 15

11 Sebaran contoh berdasarkan masa kerja 16

12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sarapan 16

13 Sebaran contoh berdasarkan total sarapan dalam satu minggu 17

14 Sebaran contoh berdasarkan waktu sarapan 17

15 Kandungan gizi sarapan contoh per 100 g 18

16 Sebaran contoh berdasarkan jenis makanan sarapan 18

17 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan contoh 19

18 Angka kecukupan zat gizi untuk dewasa per orang per hari 20

19 Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh 21

20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi 22

21 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein 23

22 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi (Fe) 25

23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A 26

24 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C 27

25 Sebaran mengenai status gizi contoh 28

26 Sebaran contoh berdasarkan produktivitas kerja 29

26a Hasil Produktivitas dan absensi contoh 30

27 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja 33

28 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dengan produktivitas kerja 35

29 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi protein dengan produktivitas kerja 36

(16)

31 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin A dengan produktivitas kerja 37 32 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin C dengan produktivitas

kerja 38 33 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dengan produktivitas kerja 39

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja

karyawan 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pernyataan kesediaan responden 46

2 Kuesioner Penelitian 49

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa dapat dicapai dengan kualitas sumber daya manusia yang baik, hal ini ditandai dengan keadaan fisik dan mental yang kuat, tingkat pendidikan, serta tingkat kesehatan yang optimal. Indonesia membutuhkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Namun, ternyata sumber daya manusia Indonesia masih tergolong rendah, hal ini terbukti dengan kedudukan Indonesia tahun 2013 pada peringkat 121 dari 185 negara dalam Human Development Index (HDI) berdasarkan bidang tenaga kerja, kesehatan dan pendidikan (Menkokesra 2013).

Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari berbagai aspek. Kemajuan teknologi telah mengangkat standar dan kualitas hidup manusia secara lebih baik melalui peningkatan produksi dan produktivitas kerja (Tarwaka 2010).

Dalam suatu perusahaan selalu saja dikaitkan dengan tenaga kerja atau pekerja karena tenaga kerja merupakan salah satu asset yang dimiliki perusahaan dimana keberadaannya secara langsung maupun tidak langsung ikut menentukan maju mundurnya perusahaan. Sumber daya manusia merupakan asset utama bagi perusahaan dan penting diperhatikan dalam sektor formal maupun informal. Suatu organisasi dalam beroperasi membutuhkan karyawan sebagai tenaga kerjanya guna meningkatkan produk yang berkualitas. Kondisi kesehatan yang baik memiliki potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula (Setyawati 2010). Suatu perusahaan selalu mempunyai peluang untuk lebih maju apabila di dalam suatu perusahaan mempunyai tenaga kerja yang sehat. Tenaga kerja yang sehat maka secara langsung produktivitasnya akan meningkat. Tingkat kesehatan dan produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah gizi kerja (Sumardiyono, dkk 2007).

Asupan zat gizi yang baik adalah hal yang penting untuk para pekerja terutama untuk dapat menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi. Secara teoritis produktivitas kerja sangat tergantung dari kesehatan dan gizi yang diperoleh dari makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja hanya dapat bekerja baik selama memiliki tenaga yang di peroleh dari makanan. Gizi yang cukup dan badan yang sehat merupakan syarat bagi produktivitas kerja yang tinggi. Seseorang yang melakukan pekerjaan fisik yang berat, akan memerlukan banyak kalori untuk melakukan suatu pekerjaan.

(18)

dan produktivitas nasional. Gizi kerja yang buruk akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga sering sakit. Banyak dampak dari gizi buruk untuk perusahaan antara lain angka absensi tenaga kerja akan bertambah karena daya kerja fisik turun serta prestasi kerja turun (Wijayanti R 2007).

Menurut Santoso (2004) gizi kerja adalah gizi yang dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan pekerjaannya. Tujuannya adalah agar tingkat kesehatan dan kapasitas kerja serta produktivitas kerja dapat optimal. Salah satunya adalah dengan memperhatikan kebiasaan sarapan yang dilakukan tenaga kerja agar terpenuhinya kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja (Depkes 1996).

Berbagai penelitian diatas telah menerangkan adanya hubungan antara gizi dengan produktivitas, yaitu perbaikan gizi pekerja akan membawa kepada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan produktivitas secara keseluruhan akan menunjukkan potensi pengadaan barang dalam jumlah yang lebih besar untuk setiap pekerja, sehingga kebutuhan dasar hidup dapat terpenuhi. Secara tidak langsung, hal ini berarti tingkat kesejahteraan bertambah tinggi. Oleh karena pentingnya gizi terhadap produktivitas kerja, terutama gizi yang terkandung pada menu sarapan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja karyawan PT. Samick Indonesia.

Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja karyawan PT. Samick Indonesia. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi karyawan pada bagian produksi meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, berat badan, tinggi badan, pendapatan, besar keluarga dan masa kerja.

2. Mengetahui kebiasaan sarapan karyawan pada bagian produksi meliputi frekuensi sarapan, waktu dan tempat sarapan, dan jenis sarapan.

3. Mengetahui produktivitas kerja karyawan pada bagian produksi (jumlah output/hari dan absensi kerja).

4. Mengetahui tingkat kecukupan zat gizi yang meliputi energi, protein, zat besi (Fe), vitamin A, dan vitamin C.

5. Mengetahui hubungan antara status gizi dengan produktivitas karyawan pada bagian produksi.

6. Menganalisis hubungan karakteristik karyawan (jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, besar keluarga dan masa kerja) serta kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja.

(19)

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi karyawan dengan produktivitas kerja.

2. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja. 3. Terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi, protein, zat besi (Fe),

vitamin A, dan vitamin C dengan produktivitas kerja.

4. Terdapat hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja.

5. Terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dan zat gizi lain dengan status gizi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja karyawan di PT. Samick Indonesia. Selanjutnya, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil langkah dan kebijakan untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan di PT. Samick Indonesia.

KERANGKA PEMIKIRAN

Sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja (Depkes 1996).

Tenaga kerja membutuhkan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori untuk melaksanakan pekerjaan. Menurut Sudiarti (2010) kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari akan membawa akibat buruk terhadap tubuh, karena itu perlu mendapatkan asupan gizi cukup yang sesuai dengan jenis dan beban pekerjaan yang dilakukannya.

(20)

perusahaan antara lain angka absensi tenaga kerja akan bertambah karena daya kerja fisik turun serta prestasi kerja turun (Wijayanti R 2007).

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisi

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja karyawan

Produktivitas Kerja Karakteristik

Karyawan - Jenis kelamin - Umur

- Berat badan - Tinggi badan - Pendapatan - Pendidikan - Besar keluarga - Masa kerja

Kebiasaan Sarapan - Frekuensi - Waktu dan

tempat

- Jenis makanan sarapan

Tingkat konsumsi E, P, Fe, Vitamin A dan Vitamin C

Status Gizi

- Produktivitas perusahaan meningkat

- Keuntungan perusahaan meningkat

- Kinerja karyawan meningkat

- Kesejahteraan karyawan meningkat Kebiasaan makan

(21)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Study dengan metode survey observational, yaitu merupakan desain penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada satu saat. Setelah dilakukan survei, banyak perusahaan yang memenuhi kriteria penelitian, namun pihak yang dapat bekerjasama dalam penelitian adalah PT. Samick sehingga penelitian dilakukan di perusahaan mekanikal piranti elektronik audio-video yaitu PT. Samick Indonesia yang terletak di Desa Cileungsi Kidul, Cileungsi, Bogor, Propinsi Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan April – Mei 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah karyawan pada bagian produksi (karyawan produksi) di PT. Samick Indonesia. Populasi karyawan Produksi (periode April 2013) yaitu sebanyak 2749 karyawan yang tersebar di seluruh bagian pekerjaan. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1) Dapat diukur jumlah output/hari, 2) Bersedia mengisi kuesioner, 3) Tidak mengganggu jalannya proses produksi (ketentuan dari perusahaan). Teknik penarikan contoh yang digunakan adalah Simple Random Sampling Without Replacement (SRSWOR). Besar contoh diperoleh dengan menggunakan formula (Cochran 1982) sebagai berikut:

no = S1² t²α/2 (v) d²

Keterangan:

N = jumlah populasi

no = besar contoh untuk tiap subpopulasi S1² = ragam produktivitas kerja (output/hari)

tα/2 (v) = nilai peubah acak t-student, sehingga : P( t>tα/2(v))=α; v = derajat bebas dari t

d = akurasi parameter rata-rata produktivitas kerja dengan rata-rata produktivitas kerja di bagian produksi, sehingga x-µ < d

x = rata-rata produktivitas kerja contoh µ = rata-rata produktivitas kerja populasi

(22)

no = 0.109367621 x 1.96² orang laki-laki dan 13 orang perempuan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner. Data primer meliputi:

a. Data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, pendapatan, pendidikan, besar keluarga, dan masa kerja). Data usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, besar keluarga dan masa kerja contoh diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner. Berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh melalui pengukuran secara langsung. b. Data kebiasaan sarapan, meliputi: kegiatan sarapan, frekuensi, waktu dan

tempat sarapan, jenis makanan, dan porsi (URT). Data kebiasaan sarapan contoh diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner. c. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan metode kombinasi food record

untuk mengetahui data sarapan selama 7 hari dan foodrecall 2 x 24 jam untuk mengetahui data konsumsi pangan selama 2 x 24 jam.

d. Jenis data produktivitas kerja yang dikumpulkan yaitu data jumlah produk piano dan gitar yang dihasilkan dalam sehari (output/hari) dan jumlah absensi kerja (hari tidak masuk kerja) dalam sebulan terakhir. Cara pengumpulan data produktivitas kerja adalah dengan menjawab daftar pertanyaan pada kuesioner. Hari kerja efektif pada dasarnya 5 (lima) hari kerja dalam seminggu dan jumlah jam kerjanya 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Setelah pekerja menjalankan pekerjaan, diberikan waktu istirahat sesuai dengan jadwal yang berlaku. Pekerja yang melakukan pekerjaan lebih dari 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu diperhitungkan kerja lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jam kerja contoh diatur sebagai berikut: a. Waktu kerja shift.I/non shift

Hari Senin s/d Kamis Jam 07.00–16.00 WIB

(23)

Hari Jum’at Jam 07.00–16.30 WIB

Istirahat Jam 11.30–13.00 WIB

b1. Waktu kerja shift malam alternatif 1

Hari Senin s/d Kamis Jam 16.30–01.30 WIB

Hari Jum’at Jam 17.00–02.00 WIB

Istirahat Jam 18.00-18.30 WIB

Jam 22.30–23.00 WIB b2. Waktu kerja shift malam alternatif 2

Hari Senin s/d Jum’at Jam 20.00–05.00 WIB

Istirahat Jam 24.00–01.00 WIB

Data sekunder meliputi gambaran umum perusahaan yaitu berupa sejarah, misi dan tujuan serta lokasi perusahaan, data status kesehatan, absensi pekerja, dan output pekerja per bulan yang diperoleh berdasarkan informasi yang diberikan oleh perusahaan. Pada Tabel 1 disajikan variabel, jenis, dan cara pengumpulan data.

Tabel 1 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data No

.

Variabel Data Cara pengumpulan

(24)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer selanjutnya dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entry, editing, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Verifikasi dilakukan untuk mengecek konsistensi informasi. Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Selanjutnya dilakukan entry data (memasukkan data), editing yaitu pengecekan data, dan kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Selanjutnya, data diolah dan dianalisis menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007 dan Statistical Program for Social Science SPSS versi 17.0 for windows.

Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian

Variabel Kategori peubah Analisis

Usia (WNPG 2004) 2. Keluarga sedang (5-7 orang) 3. Keluarga besar (≥ 8 orang) Kebiasaan sarapan karyawan

(25)

Variabel Kategori peubah Analisis

1. Defisit tingkat berat (< 70% kebutuhan)

b. Mineral Fe, vitamin A, dan vitamin C (Gibson 2005)

1. Defisit (< 77% AKG)

2. Normal (≥ 77% AKG) Deskriptif

Status gizi

Hubungan antara karakteristik karyawan dengan produktivitas kerja Korelasi Hubungan antara kebiasaan sarapan dengan produktivitas kerja Korelasi Hubungan antara tingkat konsumsi pangan (energi dan zat gizi lain)

dengan produktivitas kerja Korelasi

Hubungan antara tingkat konsusmsi energi dan zat gizi lain dengan

status gizi Korelasi

Hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja Korelasi Sumbangan energi dan zat gizi dari sarapan terhadap konsumsi zat gizi diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dari sarapan dengan konsumsi pangan selama satu hari. Sumbangan konsumsi energi dan zat gizi sarapan terhadap kecukupan energi dan zat gizi didapatkan dari perbandingan antara jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dari sarapan dengan kecukupan energi dan gizi.

(26)

petunjuk untuk melihat tingkat efisiensi perusahaan dan efektivitas kegiatan produksi yang dilakukan. Produktivitas tenaga kerja mencerminkan kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan nilai tambah pada suatu proses produksi. Dalam hal ini output produksi darisetiap tenaga kerja dapat dijadikan ukuran penentu seberapa besar tingkat produktivitas tenaga kerja. Namun demikian tidak selamanya nilai output menjadi ukuran produktivitas tenaga kerja (Tjiptoheriyanto dan Laila 2008).

Definisi Operasional

Contoh adalah pekerja yang bekerja di perusahaan PT. Samick Indonesia, dapat berkomunikasi dengan baik, bekerja di bagian produksi, tidak memiliki penyakit kronis, dan bersedia menjadi responden.

Sarapan adalah kegiatan makan contoh yang dapat memenuhi 25% dari kebutuhan total energi harian dan dilakukan pada pagi hari sampai dengan pukul 10.00 WIB.

Frekuensi sarapan adalah frekuensi contoh dalam mengkonsumsi makanan di pagi hari selama satu minggu yang terdiri dari kategori selalu sarapan, sering sarapan, jarang sarapan, dan tidak pernah sarapan. (Selalu sarapan adalah kegiatan contoh yang melakukan sarapan 7 kali dalam seminggu, sering sarapan adalah kegiatan contoh yang melakukan sarapan 4, 5, 6 kali dalam satu minggu, jarang sarapan adalah kegiatan contoh yang melakukan sarapan 3, 2, 1 kali dalam satu minggu, dan tidak pernah sarapan adalah kegiatan contoh yang tidak pernah melakukan sarapan).

Masa kerja adalah lamanya contoh bekerja pada bagian produksi di perusahaan PT. Samick Indonesia yang dinyatakan dalam tahun.

Pendidikan terakhir contoh adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh contoh.

Produktivitas kerja adalah jumlah output yang mampu dihasilkan dalam sehari oleh karyawan produksi sesuai ukuran pada setiap kelompok produksi. Karakteristik contoh adalah identitas diri contoh yang meliputi usia, berat badan

dan tinggi badan, besar keluarga, pendapatan per bulan, dan pendidikan. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Jam kerja adalah jumlah waktu yang digunakan contoh dalam melakukan

pekerjaannya, tidak termasuk waktu istirahat, dinyatakan dalam jam.

Jam kerja efektif adalah jumlah waktu kerja standar 9 (sembilan) jam sehari dikurangi waktu istirahat yang biasa dilakukan 1 (satu) jam atau 40 (empat puluh) jam dalam satu minggu.

Perusahaan adalah kegiatan (pekerjaan dan sebagainya) yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur dengan tujuan mencari keuntungan (dengan menghasilkan sesuatu, mengolah atau membuat barang-barang, berdagang, memberikan jasa dan sebagainya).

Karyawan (pegawai, buruh, pekerja) adalah orang yang bekerja pada perusahaan PT Samick Indonesia dengan mendapat upah atau gaji.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan

PT. Samick Indonesia terletak di Bogor dan lokasi pabrik di jalan Perkebunan Desa Cileungsi Kidul, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Indonesia 16820 dengan luas area 422,815 m² dan luas bangunannya 94,031 m². Fasilitas yang dimiliki yaitu 11 bangunan produksi, 29 ruang pengeringan, 1 ruang kantor pusat, 2 kantin, rumah pondok, dan 10 rumah keluarga. Sejarah dari perusahaan ini yaitu berdiri pada tahun 1990 bulan Maret, telah mendapatkan izin untuk berinvestasi dari pemerintahan Indonesia. Kemudian pada bulan Januari 1991 membentuk badan hukum. Pada bulan April 1992 mulai memproduksi bahan untuk membuat alat musik. Produk yang dihasilkan yaitu berupa alat musik seperti, gitar akustik (Agustus 1993), gitar elektrik (Mei 1995), upright piano (Oktober 1996), grand piano (Februari 1998), dan digital piano (Juni 2003). Pada tahun 1996 perusahaan ini mendapatkan penghargaan dari Presiden sebagai Top Eksportir di Indonesia. Terjadi perubahan pada bulan Februari tahun 2004, perusahaan ini bekerjasama dengan C. Bechstein Jerman. Pada bulan Mei 2004 terdapat 21 sistem sektor yang bertanggung jawab. Pada tahun 2010 pemegang saham terbesarnya yaitu dari Steinway dan anak-anaknya.

Secara personal PT. Samick Indonesia ini terdiri dari Korea, Indonesia (office), dan Indonesia (Factory) yang masing-masing pada tahun 2008 berjumlah 17, 88, dan 2.800. Kapasitas produksi pertahun perusahaan ini yaitu grand piano 6.000 pcs/tahun, upright piano 18.000 pcs/tahun, acoustic guitar 200.000 pcs/tahun, electric guitar 240.000 pcs/tahun, dan components 30.000 m³/tahun. Bahan baku yang digunakan sebanyak 80% dari total produksi yaitu kayu meranti, nyatoh mahogani, agathis dan rosewood yang berasal dari Indonesia sedangkan untuk cat dan perangkat keras sebanyak 20% dari total produksi berasal dari Amerika Utara, Eropa, Korea, dan China.

Visi PT. Samick Indonesia adalah menciptakan nilai dari kualitas berdasarkan standar, biaya yang rendah dan mengontrol limbah, serta pengiriman barang (produk) yang tepat waktu. PT. Samick Indonesia ini memiliki hubungan baik dengan pemasok (supplier), pelanggan (customer), dan pekerja (employee). PT. Samick Indonesia memiliki daya saing yang terletak pada kualitas kontrol dengan standar yang akurat, bahan yang berkualitas dengan vendor lokal yang kuat, harga yang kompetitif dengan manajemen biaya, pengiriman berdasarkan sistem pelacakan komputerisasi, dan tenaga kerja yang dioperasikan oleh sistem sektor responsif.

Tenaga Kerja

(28)

Tabel 3 Kondisi tenaga kerja PT. Samick Indonesia sampai bulan April 2013

Tabel 4 Tenaga kerja PT. Samick Indonesia di bagian produksi Bagian

(29)

Tabel 5 Tenaga kerja PT. Samick Indonesia di bagian produksi yang dijadikan contoh (sampel)

Bagian Produksi

Jenis kelamin

Total Laki-laki Perempuan

n % n % n %

Produksi I 1 2.2 0 0.0 1 2.2

Prod. II Guitar 9 19.6 4 8.7 13 28.3

7 15.2 2 4.3 9 19.5

Upright Piano 11 23.9 3 6.5 14 30.4

Grand Piano 5 10.9 4 8.7 9 19.6

Total 33 71.8 13 28.2 46 100

Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin

Contoh dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Contoh berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 71.7% dan perempuan yaitu sebesar 28.3%. Jumlah contoh dalam penelitian ini yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

n %

Laki-laki 33 71.7

Perempuan 13 28.3

Total 46 100.0

Usia

Masa dewasa dibedakan menjadi tiga, yaitu dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa muda dimulai dari usia 19 sampai 29 tahun, masa dewasa madya dimulai dari usia 30 sampai 49 tahun, sedangkan masa dewasa akhir dimulai dari usia 50 sampai 64 tahun (WNPG 2004). Usia merupakan faktor primer yang mempengaruhi Basal Metabolic Rate (BMR). BMR merupakan komponen terbesar dari keluaran energi harian sehingga mempengaruhi kebutuhan energi seseorang. Pengaruh usia terhadap BMR berkaitan dengan kegiatan metabolisme sel-sel tubuh. Nilai BMR semasa pertumbuhan cukup besar karena keaktifan pembelahan sel begitu tinggi. Namun, setelah pertubuhan usai (setelah usia 25 tahun), BMR susut sebanyak 2-5% per dekade hingga mencapai usia 65 tahun. Di atas usia ini BMR tidak bergerak lagi (Arisman 2007).

(30)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 82.6% dari contoh berada pada masa dewasa muda, 17.4% berada pada masa dewasa madya. Sebesar 0% berusia dewasa akhir yang artinya tidak ada sama sekali contoh yang berusia 50-64 tahun. Tampak bahwa usia contoh hampir seluruhnya berkisar antara 19-29 tahun yaitu sebanyak 38 contoh (82.6%) dimana usia tersebut berada pada rentang usia yang sangat produktif.

Pendidikan

Pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi gizi dan kesehatan yang menorong perilaku makan yang baik (Sediaoetama 2006).

Menurut BPS (2004), tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan terakhir yang ditamatkan. Tingkat pendidikan pada penelitian ini terbagi menjadi empat kategori, yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, dan SMA/sederajat. Tingkat pendidikan contoh adalah sebagai berikut:

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah

Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa hampir seluruh contoh berpendidikan terakhir SMA yaitu sebesar 91.3%. Tingkat pendidikan contoh terlihat homogen yaitu pendidikan akhir contoh terpusat pada tamat SMA. Hal ini sesuai dengan persyaratan penerimaan tenaga kerja di PT. Samick Indonesia yaitu minimal tenaga kerja berpendidikan akhir tamat SMA.

Pendapatan

(31)

dalam hal kualitas akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (Madanijah 2004; Sukandar 2007). Seiring dengan adanya peningkatan pendapatan maka akan terjadi peningkatan pengeluaran yang cenderung dapat mengubah gaya hidup (life style) seseorang maupun keluarga (Suharyadi dan Purwanto 2009).

Pendapatan contoh dikelompokkan menjadi dua yaitu < Rp. 2.002.000 dan > Rp. 2.002.000. Pengelompokkan ini berdasarkan upah minimum regional kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 2.002.000 per bulan.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan

Pendapatan (rupiah) Jumlah

n %

< Rp. 2.002.000 34 73.9

≥ Rp. 2.002.000 12 26.1

Total 46 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 73.9% dari contoh menerima pendapatan < Rp. 2.002.000 dan hanya 26.1% contoh yang menerima pendapatan diatas Upah Minimum Regional Kabupaten Bogor (Rp. 2.002.000). Perbedaan pendapatan ini dikarenakan ada sebagian karyawan yang melakukan penambahan jam kerja dan ada beberapa karyawan yang absen (tidak masuk kerja) dengan berbagai alasan yang mengakibatkan pemotongan gaji karyawan tersebut.

Besar Keluarga

Menurut Hurlock (1999) berdasarkan jumlah atau besar anggota keluarga, keluarga dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Besarnya keluarga ditentukan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Besar keluarga atau banyaknya jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan pola hidup keluarga. Jika diasumsikan pendapatan keluarga adalah sama, maka semakin sedikit jumlah anggota atau tanggungan keluarga maka daya beli dan konsumsi keluarga akan berpotensi berlebih dan cenderung memiliki gaya hidup yang tidak tepat, hal ini dapat meningkatkan resiko obesitas dan terjadinya penyakit. Sebaliknya, semakin banyak jumlah anggota atau tanggungan keluarga maka jumlah dan jenis konsumsi yang dibutuhkan keluarga semakin banyak dan bervariasi, sehingga perlu menjadi perhatian agar konsumsi anggota keluarga dapat tercukupi secara merata untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap individu (Deliarnov 2009).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga (orang) Jumlah

(32)

Masa Kerja

Masa kerja contoh dikelompokkan menjadi empat kelompok seperti tercantum pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan masa kerja

Masa Kerja (tahun) Jumlah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 69% dari contoh adalah kelompok yang telah bekerja selama kurang dari atau sama dengan 5 tahun. Hanya 8.7% contoh yang telah bekerja selama 11-15 tahun. Masa kerja akan mempengaruhi seseorang dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari. Dari hasil penelitian masa kerja sebagai tenaga kerja, rata-rata masa kerjanya masih rendah, sehingga pengalamannya dalam melakukan pekerjaan akan kurang cepat jika menemui kendala dalam pekerjaannya.

Kebiasaan Sarapan

Frekuensi Sarapan

Sarapan atau makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik dalam satu hari. Melewatkan makan pagi akan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga dapat menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi karena tidak tersedia suplai energi. Suplai energi yang tidak tersedia dapat menyebabkan tubuh akan membongkar persediaan tenaga yang terdapat di jaringan lemak tubuh dan apabila terjadi secara terus menerus akan mempengaruhi status gizi. Tidak sarapan akan menyebabkan lambung menjadi kosong selama 10 sampai 11 jam karena makanan yang terakhir masuk kedalam tubuh adalah makan malam pukul 19.00. Berpuasa selama 10 sampai 11 jam akan menyebabkan kadar gula (glukosa) menurun, kadang-kadang sampai dibawah normal sehingga menyebabkan terjadinya hipoglikemia (Khomsan 2004). Berikut disajikan dalam Tabel 12 rincian frekuensi sarapan contoh.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sarapan

Frekuensi Sarapan Jumlah

(33)

selalu sarapan (7 kali/minggu). Berikut frekuensi sarapan contoh berdasarkan Tabel 12 diatas menyatakan bahwa sebesar 80.4% contoh frekuensi selalu sarapan (7 kali/minggu) dan frekuensi tidak pernah sarapan sebesar 0%. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian ini menyatakan bahwa kebiasaan sarapan contoh tersebut sudah baik yang dinyatakan dengan hasil frekuensi selalu sarapan secara menyeluruh lebih dari 50% sehingga bersifat homogen atau tidak beragam.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan total sarapan dalam satu minggu Total sarapan dalam

Khomsan (2005) mengemukakan bahwa ada dua manfaat yang bisa diambil jika seseorang melakukan sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi menyumbang karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah sehingga gairah dan konsentrasi kerja jadi lebih baik. Kedua, memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral.

Seseorang membutuhkan sarapan karena dapat mempertahankan kadar glukosa darah agar stabil setelah puasa sepanjang malam; memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari yang diperlukan oleh tubuh, sebagai bagian dari gizi seimbang sehari-hari agar perasaan yang lebih baik dan berfikir dan bekerja optimal; mencegah hipoglikemia, sakit kepala, dan kelebihan berat badan; dan untuk membentuk perilaku sarapan sehat (Hardinsyah 2012).

Waktu Sarapan

Sarapan penting bagi setiap orang untuk mengawali aktivitas sepanjang hari. Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian (15-30%) kebutuhan gizi harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif dan cerdas (Hardinsyah 2012).

Waktu sarapan merupakan hal penting yang menentukan ketersediaan sarapan. Waktu sarapan dibedakan menjadi tiga kategori waktu meliputi pukul 05.00-06.00; pukul 06.00-07.00; dan pukul 07.00-08.00. Berikut data waktu sarapan contoh sebagai berikut:

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan waktu sarapan

(34)

Tabel 14 menyatakan bahwa sebesar 71.7% dari contoh sarapan pada pukul 06.00-07.00 dan sebesar 8.7% dari contoh sarapan pada pukul 07.00-08.00 hal ini dikarenakan jam masuk kerja di PT. Samick Indonesia yaitu pukul 07.00.

Jenis Sarapan

Idealnya sarapan memenuhi seperempat hingga setengah kebutuhan energi dan zat gizi sehari. Sarapan paling tidak mengandung makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah, dan dilengkapi dengan segelas susu (SEAFAST Center 2009). Jenis hidangan untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan. Namun jenis menu sarapan akan lebih baik apabila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang (Depkes 2005).

Tabel 15 Kandungan gizi sarapan contoh per 100 g Sarapan Energi meliputi: roti/kue, gado-gado, susu/teh manis, buras/lemper, nasi+lauk pauk, nasi uduk/nasi kuning, nasi goreng, mie goreng/mie rebus, dan lontong sayur. Tabel 16 menyatakan bahwa banyak dari contoh yang mengkonsumsi jenis sarapan lebih dari satu setiap harinya sebagai contoh karyawan mengonsumsi roti dengan susu, nasi+lauk pauk dengan susu, serta lainnya.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis makanan sarapan

Jenis Sarapan Jumlah

(35)

minuman atau makanan pokok dan buah/sayur, minuman. Sarapan sangat sederhana hanya makan pokok/buah/salad dan minuman (Hardinsyah 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan sarapan yang dikonsumsi contoh belum memenuhi sarapan lengkap atau belum mengandung semua unsur gizi seimbang, karena masih banyak yang mengonsumsi nasi uduk sebagai sarapan tanpa disertai makanan sumber vitamin dan mineral. Padahal Khomsan (2005) menjelaskan bahwa bila sarapan dengan aneka ragam pangan, yang terdiri dari nasi, sayur atau buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral sehingga mekanisme proses pencernaan menjadi lancar.

Konsumsi serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Sarapan

Zat gizi yang dihitung adalah energi, protein, zat besi (Fe), vitamin A, dan vitamin C. Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi sarapan terhadap asupan dan kecukupan contoh terdapat pada tabel 17.

Tabel 17 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi sarapan terhadap asupan dan kecukupan contoh

Sarapan pada contoh dapat memberikan kontribusi energi (12.47%), protein (13.19%), zat besi (Fe) (24.44%), vitamin A (20.00%), dan vitamin C (3.01%) terhadap asupan total. Sarapan harus menyumbangkan gizi sekitar 25%. Ini jumlah yang cukup signifikan. Apabila kecukupan energi adalah sekitar 2000 kalori dan protein 50 gram sehari untuk orang dewasa, maka sarapan menyumbangkan 500 kalori dan 12.5 gram protein. Sisa kebutuhan energi dan protein lainnya dipenuhi oleh makan siang, makan malam dan makanan selingan diantara dua waktu makan. Secara kuantitas sarapan harus dapat memenuhi kecukupan gizi yang dibutuhkan setiap individu serta memenuhi syarat gizi seimbang. Sarapan harus merupakan kombinasi yang baik diantara zat gizi yang ada di dalam makanan (Khomsan 2005). Berdasarkan hasil penelitian tersebut kualitas asupan dan kontribusi zat gizi yang dikonsumsi contoh saat sarapan belum memenuhi kebutuhan zat besi (Fe), vitamin A, dan vitamin C khususnya energi dan protein yaitu sebesar 20-25% dan 15-25% dari kebutuhan energi dan protein total sehari (Depkes RI 2009).

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Lain

(36)

yang disebutkan dalam Gibson (2005). Tingkat konsumsi digolongkan menjadi defisit jika kurang dari 77% (TK < 77%) dan normal jika lebih dari sama dengan 77% (TK ≥ 77%).

Hardinsyah dan Briawan (1994) yang diacu dalam Wardani (2008) menyatakan bahwa jika angka kecukupan gizi ini digunakan untuk penaksiran angka kecukupan gizi individu, untuk energi dan protein perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan berat badan aktual sehat. Menurut peraturan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia.

Tabel 18 Angka kecukupan zat gizi untuk dewasa per orang per hari. Kelompok

Sumber : Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2008) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Tingkat kecukupan zat gizi seseorang atau kelompok orang dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan angka kecukupannya. Kecukupan zat gizi antar individu berbeda menurut berat badan, jenis kelamin, umur, keadaan fisiologis, dan lain-lain. Statistik konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 19.

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004).

(37)

Energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein menentukan nilai energinya. Konsumsi energi sehari contoh antara 924-2825 kkal/hari dengan rata-rata 1629±485 kkal/hari. Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh yaitu 63.20% termasuk dalam kategori defisit tingkat berat (Gibson 2005). Hal ini disebabkan kurangnya asupan energi yang dikonsumsi contoh.

Tabel 19 Statistik konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh

(38)

menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh. Kelebihan energi dapat terjadi bila konsumsi energi melalui makanan lebih banyak dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya terjadi berat badan lebih atau kegemukan (Almatsier 2009). Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak dan protein. Energi dibutuhkan untuk metabolisme dasar dan untuk aktivitas sehari-hari. Kelebihan energi dapat menjadikan tubuh obesitas (kegemukan) dan kekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi (Hartono 2006).

Karsin (2004) menyatakan bahwa energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari pangan yang dikonsumsi. Kebutuhan energi sebaiknya diimbangi oleh asupan energi dengan jumlah yang sama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hani (2012) hasil pengkajian makanan yang dilakukan pada pekerja PT. United Tractors, Tbk didapatkan hasil rata-rata asupan energi (kalori) pada pekerja PT. United Tractors, Tbk sebesar 1011 kkal/hari dengan standar deviasi 106 kkal/hari. Intake energi terendah adalah 722 kkal/hari sedangkan intake energi terbesar adalah 1185 kkal/hari. Rata-rata intake protein pada pekerja PT. United Tractors, Tbk adalah sebesar 21.9% dengan standar deviasi 6.2%. Intake protein terendah adalah 13.0% dan pemenuhan protein terbesar adalah 33.7%.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi tingkat

Defisit tingkat ringan 6 13.0

Normal 2 4.4

Kelebihan 1 2.2

Total 46 100.0

Rata-rata ± SD 1629 ± 485

Sebesar 71.7% dari contoh termasuk dalam klasifikasi tingkat kecukupan energi yaitu defisit tingkat berat. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya. Manusia yang kekurangan makan akan lemah, baik daya kegiatan, pekerjaan fisik, maupun daya pemikirannya karena kekurangan zat-zat makanan yang dapat menghasilkan energi dalam tubuh. Berdasarkan hasil tersebut maka perlu adanya peningkatan jumlah konsumsi pangan yang tinggi energi sehingga dapat mencapai tingkat kecukupan.

(39)

Masalah kecukupan pangan dan gizi mutlak didapatkan oleh tenaga kerja, tanpa makanan dan minuman yang cukup maka kebutuhan akan energi untuk bekerja akan diambil dari energi cadangan yang terdapat dalam sel tubuh. Kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fsiologis tubuh terganggu. Apabila hal ini terjadi akibatnya tenaga kerja yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan secara baik dan produktivitas kerjanya akan menurun bahkan dapat mencapai target rendah (Syam 2013).

Protein

Menurut Almatsier (2004) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi. Protein mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Meskipun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bila tubuh kekurangan energi maka fungsi protein untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Pemecahan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi dan glukosa akan menyebabkan melemahnya otot-otot. Oleh karena itu, dibutuhkan konsumsi karbohidrat, dan lemak yang cukup setiap hari sehingga protein dapat digunakan sesuai fungsi utamanya. Protein juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel (Almatsier 2009).

Protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi (Almatsier 2004). Konsumsi protein sehari contoh berkisar antara 21.75-97.23 gram/hari dengan rata-rata 54.02±20.45 gram/hari. Rata-rata tingkat kecukupan protein yaitu 88.49% termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan (Gibson 2005). Hal ini disebabkan contoh kurang mengonsumsi makanan sumber protein hewani yang cukup setiap kali makan. Rata-rata ketersediaan makanan yang telah memenuhi standar penyediaan makanan untuk pekerja yaitu 100 g, 40 g, 100 g, dan 100 g untuk nasi, lauk, sayuran, dan buah (Depkes 2009).

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Klasifikasi tingkat kecukupan

Defisit tingkat ringan 9 19.6

Normal 10 21.7

Kelebihan 8 17.4

Total 46 100.0

Rata-rata ± SD 54.02 ± 20.45

(40)

defisit tingkat berat, namun terdapat sekitar 21.7% contoh yang termasuk dalam tingkat kecukupan protein normal. Kekurangan protein biasanya diikuti dengan kekurangan energi. Dibutuhkan peningkatan konsumsi bahan makanan hewani dan nabati sumber protein yang baik seperti telur, daging, ikan, kerang, dan kacang-kacangan. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier 2009).

Protein dapat bersumber dari pangan hewani maupun nabati. Pangan sumber protein hewani antara lain susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang. Pangan sumber protein nabati antara lain kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2009). Pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Kekurangan protein biasanya diikuti dengan kekurangan energi. Dibutuhkan peningkatan konsumsi bahan makanan hewani dan nabati sumber protein yang baik seperti telur, daging, ikan, kerang, dan kacang-kacangan. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier 2009).

Zat Besi (Fe)

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2009). Jumlah zat besi dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, status gizi, status kesehatan, dan jumlah zat besi cadangan. Semua zat besi dalam tubuh dapat berkombinasi dengan protein, sehingga mampu menerima atau melepaskan oksigen atau karbondioksida (reaksi yang esensial bagi kehidupan) (Muchtadi 2009). Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2009).

Senyawa zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk hem dan non hem. Bentuk zat besi-hem terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan zat besi non hem dalam makanan nabati. Sumber zat besi dari makanan hewani yaitu seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber zat besi lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Almatsier 2009). Sebagian besar dari zat besi dalam tubuh berada dalam ikatan kompleks dengan bentuk ikatan protein. Ikatan dengan protein ini dapat dalam bentuk porphyrin atau heme terutama dalam bentuk hemoglobin dan myoglobin. Ikatan dengan protein ini dapat pula dalam bentuk non heme seperti ferritin dan transferrin. Pada manusia dewasa dan sehat, zat besi yang terikat dalam hemoglobin mencapai 60-70% dari jumlah zat besi dalam tubuh, sedangkan zat besi yang terikat dalam bentuk myoglobin hanya sekitar 3% dari seluruh jumlah zat besi dalam tubuh (Piliang & Djodjosoebagio 2006).

(41)

Seseorang yang mengalami defisiensi zat besi lebih sulit memerangi infeksi bakteri, karena produksi antibodi terlambat. Tubuh sangat efisien dalam mengkonservasi asupan zat besi sehingga defisiensi zat besi hanya terjadi dalam masa pertumbuhan, kekurangan asupan zat besi setelah kehilangan darah atau ketika wanita hamil atau melahirkan. Defisiensi zat besi dalam waktu lama akan mengakibatkan terjadinya anemia (anemia gizi besi) (Muchtadi 2009).

Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan makanan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi zat besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah, baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan (Masrijal 2007).

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi (Fe) Klasifikasi tingkat

Sebesar 52.2% dari contoh termasuk dalam kategori tingkat kecukupan mineral besi (Fe) yaitu defisit. Faktor yang menghambat penyerapan zat besi antara lain bentuk zat besi (non heme dan ferri), phytat, oxalat, sedang faktor yang mempermudah penyerapan zat besi antara lain protein hewani, vitamin C, sistein, zat besi heme dan zat besi bentuk ferro. Kekurangan zat besi dapat disebabkan oleh karena banyaknya zat besi dalam bahan makanan atau karena penyerapan besi oleh tubuh sangat rendah. Hal ini dikarenakan menu rata-rata orang Indonesia protein hewaninya rendah maka absorpsi zat besi akan rendah pula. Apalagi makanan pokok yang dipakai umumnya beras yang banyak mengandung phytat yang dengan sendirinya sangat mempengaruhi absorpsi zat besi tersebut (Ni 2010).

Vitamin A

(42)

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Vitamin A

Hampir secara keseluruhan yaitu 95.7% dari contoh termasuk dalam kategori tingkat kecukupan vitamin A yaitu normal. Kecukupan vitamin A akan mempengaruhi keseimbangan zat besi di dalam tubuh. Kekurangan atau kelebihan vitamin A akan menimbulkan efek samping atau penyakit. Kelebihan vitamin A akan menyebabkan toksisitas (Fatmah 2010).

Vitamin C

Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Pada keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, namun cukup stabil dalam larutan asam. Bila dibandingkan dengan vitamin lainnya, vitamin C merupakan vitamin yang paling labil. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran, daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2004).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi bagi tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma dan mencegah penyakit gusi (Fatmah 2010).

Vitamin dan mineral termasuk dalam zat gizi mikro. Tubuh memerlukan zat gizi ini dalam jumlah yang sedikit. Vitamin C berguna untuk imunitas dalam menjaga daya tahan tubuh dari serangan penyakit dan toksin. Sedangkan zat besi (Fe) berguna untuk pembentukan sel darah yaitu dalam sintesis hemoglobin (Hb). Konsumsi vitamin C sehari contoh berkisar 0.55-85.46 mg/hari dengan rata-rata 25.75±20.73 mg/hari. Tingkat kecukupan vitamin C yaitu 29.89% termasuk dalam kategori defisit (Gibson 2005). Hal ini disebabkan banyak dari contoh yang tidak suka mengonsumsi sayur dan buah, padahal sayur dan buah merupakan makanan yang kaya vitamin dan mineral, khususnya vitamin C. Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor.

(43)

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Vitamin C

Hampir secara keseluruhan (95.7%) dari contoh termasuk dalam kategori tingkat kecukupan vitamin C yaitu defisit. Defisiensi vitamin C ini terjadi akibat kurangnya asupan buah dan sayur yang dikonsumsi oleh contoh. Sehingga contoh perlu meningkatkan konsumsi vitamin C terutama yang bersumber dari buah dan sayur. Kekurangan vitamin C dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu pemulihan luka yang lambat, kulit kasar, iritasi, gigi mudah lepas, terjadi anemia, kadang-kadang jumlah sel darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Menurut Riyadi (2006), kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), serta gaya hidup seperti merokok. Defisiensi vitamin C memberi gejala penyakit skorbut dengan kerusakan terutama terjadi pada rongga mulut, pembuluh darah kapiler dan jaringan tulang (Sediaoetama 2006).

Dapat disimpulkan bahwa zat gizi yang perlu ditingkatkan konsumsi dan tingkat kecukupannya yaitu energi, protein, zat besi (Fe) dan vitamin C. Zat gizi tersebut dapat meningkatkan konsentrasi pekerja dalam mengerjakan pekerjaannya agar mendapatkan produktivitas yang baik. Sedangkan untuk vitamin A konsumsi dan tingkat kecukupannya sudah mencukupi, zat gizi tersebut baik untuk kesehatan mata, yang sangat diperlukan untuk menunjang produktivitas kerja karyawan.

Status Gizi

Status gizi merupakan kondisi kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan (Almatsier 2009). Dapat disebutkan pula bahwa status gizi seseorang pada dasarnya merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh (Anwar & Riyadi 2009). Status gizi karyawan produksi diukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Perhitungan IMT merupakan perbandingan antara berat badan (kg) terhadap kuadrat tinggi badannya (m²). Status gizi contoh diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (BB/TB²). Penentuan status gizi contoh berdasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Riskesdas (2010). Klasifikasi IMT dibagi menjadi lima, yaitu: underweight (<18.5), normal (18.5-24.9), overweight (25-26.9), obesitas I (≥ 27), dan obesitas II (Riskesdas 2010).

(44)

negatif bisa menyebabkan penurunan berat badan dan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh pada orang dewasa apabila dibiarkan (Marliyati, dkk 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata indeks massa tubuh contoh tergolong normal (19.8±2.5) dengan rata-rata berat badan contoh ± standar deviasi (SD) yaitu 53.1±7.4 kg. Berat badan maksimal dari 46 contoh adalah 71 kg, sedangkan berat badan minimal dari contoh yang diteliti adalah 40 kg. Rata-rata tinggi badan contoh ± standar deviasi (SD) yaitu 163.7±6.7 cm. Maksimal tinggi badan contoh yang diteliti yaitu 178 cm, sedangkan minimal tinggi badan contoh yaitu 150 cm.

Tabel 25 Sebaran mengenai status gizi contoh

Status gizi Jumlah

n %

Underweight (<18.5) 17 36.9

Normal (18.5-24.9) 28 60.9

Overweight (25-26.9) 1 2.2

Obesitas I (≥ 27) 0 0.0

Obesitas II 0 0.0

Total 46 100.0

Sebesar 60.9% dari contoh berstatus gizi normal. Hanya sebagian kecil yaitu 36.9% dari contoh dengan kategori underweight dan sebesar 2.2% dari contoh dengan kategori overweight. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain beresiko terhadap penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal.

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi kurang maupun gizi lebih terjadi gangguan gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kebiasaan makan yang salah, gigi-geligi yang tidak baik, dan kelainan struktur saluran cerna (Almatsier 2006).

Produktivitas Kerja

(45)

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan produktivitas kerja

Produktivitas kerja Jumlah responden

n %

Tidak Memenuhi Target 33 71.7

Memenuhi Target 13 28.3

Total 46 100

Dari hasil penelitian diperoleh contoh yang bekerja tidak memenuhi target lebih besar daripada contoh yang bekerja memenuhi target yaitu sebesar 71.7%. dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas karyawan yang bekerja di PT. Samick Indonesia memiliki produktivitas kerja yang belum memenuhi target.

Produktivitas kerja setiap orang tidak sama, salah satunya tergantung dari tersedianya zat gizi di dalam tubuh. Kekurangan konsumsi zat gizi bagi seseorang dari standar minimum umumnya akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas, dan produktivitas kerja (Eko 2010, Rina K 2010, Anderson 2009).

Gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Keadaan gizi yang baik merupakan pemicu peningkatan produktivitas kerja. Keadaan gizi yang baik tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan fisik, namun juga meningkatkan derajat kesehatan sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan ketidakhadiran bekerja (Riyadi 2006). Suhardjo (2005) menyebutkan bahwa perbaikan gizi pekerja akan menurunkan tingkat absen pekerja sehingga meningkatkan kemampuan produktivitas kerja.

Menurut Oxenburgh et al. (2004) yang diacu dalam Mahardikawati (2008) penyebab turunnya produktivitas tenaga kerja salah satunya adalah faktor kesakitan sehingga menyebabkan tingginya absensi kerja. Masalah kecukupan pangan dan gizi mutlak apabila diharapkan prestasi dari seorang tenaga kerja. Tanpa gizi yang baik, maka kebutuhan akan energi untuk bekerja akan diambil dari cadangan energi yang terdapat dalam tubuh. Kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis tubuh terganggu. Bila hal ini terjadi, maka tenaga kerja tidak dapat melakukan pekerjaannya secara baik dan produktivitas kerjanya akan menurun bahkan akan mencapai target terendah. Kebutuhan akan tenaga bagi seorang tenaga kerja akan meningkat sesuai dengan lebih beratnya pekerjaan bagi pekerja fisik yang berat, gizi dengan energi yang memadai menjadi syarat utama yang menentukan tingkat produktivitas kerja.

(46)

Tabel 26a Hasil produktivitas kerja contoh

No. Hasil Target Produktivitas (%) Absensi

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan kebiasaan sarapan dengan produktivitas
Tabel  1 Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian
Tabel 4 Tenaga kerja PT. Samick Indonesia di bagian produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tersebut penulis menyarankan kepada perusahaan agar dapat mengoptimalkan produktivitas perusahaan dengan selalu mengontrol stres kerja yang

Hal ini berarti sumbangan efektif stres kerja terhadap produktivitas kerja sebesar 26,4%, artinya masih terdapat 73,6% faktor-faktor lain yang mempengaruhi

Hasil yang di dapat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja dengan produktivitas, dimana tingkat signifikansinya sebesar 0.00as kerja

Ada pengaruh positif antara pengawasan dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan secara bersama-sama sebesar 81,9% dan sisanya sebesar 18,1% dipengaruhi

Tingkat produktivitas pada tahun 2017 yaitu sebesar 0,99822, tahun 2018 sebesar 0,00772, tahun 2019 sebesar 0,99706 hal itu menunjukkan bahwa terjadi penurunan salah

Nilai R 2 sebesar 0,750 menunjukkan bahwa variasi pendidikan dan pelatihan, mutasi dan loyalitas kerja dapat menjelaskan variasi produktivitas kerja sebesar 75

Hasil Uji Masa Kerja (X2) memperoleh nilai t hitung sebesar 1,915 dan nilai t tabel sebesar 2,013 dengan nilai signifikan 0,061 lebih besar dari 0,05 yang artinya menunjukkan

Pembahasan Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Berdasarkan uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel pelatihan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap produktivitas