• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kadar Gula dalam Minuman Ringan Tanpa Karbonasi dari Beberapa Negara menggunakan Principal Component Analysis (PCA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kadar Gula dalam Minuman Ringan Tanpa Karbonasi dari Beberapa Negara menggunakan Principal Component Analysis (PCA)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI KADAR GULA DALAM MINUMAN RINGAN TANPA KARBONASI DARI BEBERAPA NEGARA MENGGUNAKAN

PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

FARDILLA AYU LARASATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kadar Gula dalam Minuman Ringan Tanpa Karbonasi dari Beberapa Negara menggunakan Principal Component Analysis (PCA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

1

ABSTRAK

FARDILLA AYU LARASATI. Evaluasi Kadar Gula Dalam Minuman Ringan Tanpa Karbonasi Dari Beberapa Negara Menggunakan Principal Component Analysis (PCA). Dibimbing oleh HANIFAH NURYANI LIOE dan DIAS INDRASTI

Minuman ringan menjadi salah satu komoditi yang berkembang dengan pesat setiap tahunnya, tidak hanya di Indonesia, namun hampir di seluruh negara yang ada di dunia. Akan tetapi, belum ada informasi tentang tingkat kemanisan minuman ringan yang beredar. Pada penelitian ini, rasio gula-asam (tingkat kemanisan) tujuh sampel minuman ringan tanpa karbonasi yang diproduksi Indonesia dibandingkan dengan tujuh sampel minuman ringan yang diproduksi Malaysia, enam sampel minuman yang diproduksi Thailand dan enam sampel minuman yang diproduksi Korea Selatan. Sampel dianalisis untuk menguji karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan yang terdiri dari analisis Luff Schoorl untuk mengetahui jumlah kadar gula, analisis menggunakan refraktometer Abbe untuk mengetahui total padatan terlarut, analisis pH menggunakan pH meter, analisis total asam tertitrasi untuk mengetahui total asam dominan (sitrat) dan rasio gula-asam yang diperoleh dari perbandingan kadar gula dengan total asam tertitrasi. Dari hasil PCA dapat terlihat bahwa sebagian besar minuman ringan tanpa karbonasi yang diproduksi Indonesia memiliki karakteristik spesifik terhadap rasio gula-asam, minuman yang diproduksi Malaysia memiliki karakteristik spesifik terhadap pH, sedangkan minuman ringan yang diproduksi Thailand dan Korea Selatan memiliki karakteristik spesifik terhadap total asam dominan (sitrat).

(6)

ABSTRACT

FARDILLA AYU LARASATI. Evaluation Sugar Levels In Soft Drinks Without Carbonation Of Several Countries Using Principal Component Analysis (PCA). Supervised by HANIFAH NURYANI LIOE and DIAS INDRASTI.

Over the past few years soft drink has became a commodity which growing rapidly, not only in Indonesia but almost in all countries of the world. However, there has been no information about the degree of sweetness of softdrink. In this research, sugar-acid ratio (degree of sweetness) of seven samples soft drink without carbonation produced in Indonesia were compared with seven samples soft drinks produced in Malaysia, six samples produced in Thailand and six samples produced in South Korea. Samples were analyzed to test the chemical characteristic affecting degree of sweetness consisting of Luff Schoorl method to determine the amount of the sugar content, analysis of the total solids dissolved using refractometer Abbe, pH analysis using pH meters, analysis of titrable acidity, and the sugar-acid ratio. The PCA result shows that the most soft drinks without carbonation produced in Indonesia have spesific characteristic towards sugar-acid ratio, soft drinks produced in Malaysia have a spesific characteristic towards pH, while soft drinks produced in Thailand and South Korea have a spesific characteristic towards titrable acidity (citric acid).

(7)

1

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

EVALUASI KADAR GULA DALAM MINUMAN RINGAN TANPA KARBONASI DARI BEBERAPA NEGARA MENGGUNAKAN

PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA)

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

1 Judul Skripsi : Evaluasi Kadar Gula dalam Minuman Ringan Tanpa Karbonasi

dari Beberapa Negara menggunakan Principal Component Analysis (PCA)

Nama : Fardilla Ayu Larasati NIM : F24100075

Disetujui oleh

Dr. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si Pembimbing I

Dias Indrasti, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Ketua Departemen

(10)
(11)

1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Desember 2013 sampai Mei 2014 ini adalah kemanisan pada minuman ringan, dengan judul Evaluasi Kadar Gula dalam Minuman Ringan Tanpa Karbonasi dari Beberapa Negara Menggunakan Principal Component Analysis (PCA).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Hanifah Nuryani Lioe, M.Si selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, motivasi, ilmu dari awal sampai akhir proses penelitian serta mendanai penelitian ini. Terima kasih juga atas ilmu, bimbingan, motivasi dan masukan dari Ibu Dias Indrasti, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si atas kesediaannya menguji penulis dan juga masukan dalam penyempurnaan skripsi, serta Bapak Budi Nurtama yang telah banyak memberikan saran pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta mama Lilis dan papa Nanung, adik kandung Resnu Rahadian, Tifano Isya serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa juga ucapan terima kasih pada kerabat cendrawasih, sahabat tonot, teman-teman ITP 47, para Laboran serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senantiasa menemani dan mendukung. Terima kasih atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

(12)
(13)

1

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Metode Penelitian 3

Pemilihan dan Pengambilan Sampel 3

Pengujian Karakteritik Kimia Sampel 3

Prosedur Analisis Data dengan PCA 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Profil Komposisi Minuman Ringan Tanpa Karbonasi 7

Karakteristik Kimia Minuman Ringan Tanpa Karbonasi 10 Korelasi Karakteristik Kimia Minuman Ringan Tanpa Karbonasi dengan Rasio

Gula-Asam 14

Profil Perbandingan Karakteristik Kimia yang mempengaruhi Tingkat

Kemanisan pada Minuman Ringan Tanpa Karbonasi menggunakan Principal

Component Analysis 15

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi dan komposisi utama minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan 8 2 Karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman

ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan

Korea Selatan 11

3 Karakteristik kimia minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan 13 4 Hasil uji korelasi Pearson kadar gula dengan rasio gula-asam minuman

ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan

Korea Selatan 14

5 Hasil uji korelasi Pearson total padatan terlarut dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia,

Thailand, dan Korea Selatan 14

6 Hasil uji korelasi Pearson total asam dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan

Korea Selatan 15

7 Hasil uji korelasi Pearson pH dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea

Selatan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Hasil scree plot karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi produksi keempat negara 16 2 Hasil score plot dari variabel karakteristik kimia yang mempengaruhi

tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi keempat negara

dengan F1 dan F2 17

3 Hasil loading plot dari hubungan variabel karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi

produksi keempat negara dengan F1 dan F2 18

4 Hasil biplot dari variabel karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi keempat negara

dengan F1 dan F2 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bobot gula berdasarkan analisis Luff Schoorl 24

2 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia kadar gula 25 3 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia total padatan terlarut 26 4 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia total asam sitrat 27

5 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia pH 28

6 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia rasio gula-asam 29

7 Matriks korelasi Pearson analisis PCA 30

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya, baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi (Cahyadi 2005). Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu minuman ringan berkarbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi (Cahyadi 2009).

Saat ini minuman ringan menjadi salah satu komoditi yang berkembang dengan sangat pesat setiap tahunnya, tidak hanya di Indonesia, namun hampir di seluruh negara yang ada di dunia. Menurut Euromonitor Internasional (2011), jumlah konsumsi minuman ringan di beberapa negara tahun 2003–2009 cenderung mengalami kenaikan, seperti Amerika Serikat dengan kenaikan sebesar 20.7 %, Cina, Indonesia, Malaysia, dan Thailand masing-masing mengalami kenaikan sebesar 54.2 %, 39.0 %, 33.7 %, dan 31.6 %. Namun, ada beberapa negara yang tidak terlalu mengalami kenaikan jumlah konsumsi minuman ringan secara signifikan, seperti Korea Selatan yang hanya naik 0.9 %.

Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan PERMENKES No. 30 Tahun 2013 tentang pembatasan konsumsi garam, gula, dan lemak. Konsumsi garam yang dianjurkan per orang per hari adalah 2 gram (setara 1 sendok teh), konsumsi gula 50 gram (4 sendok makan), dan konsumsi lemak 67 gram (1.5–3 sendok makan), hal ini sebagai salah satu upaya melindungi masyarakat dari risiko penyakit tidak menular terutama hipertensi, stroke, dan diabetes.

Basu (2013) menyebutkan bahwa ada korelasi nyata antara tingkat konsumsi minuman ringan dengan angka penderita penyakit diabetes dan obesitas di seluruh dunia. Indonesia dengan rata-rata konsumsi minuman ringan 2.27 liter per kapita per tahun, memiliki laju obesitas sebesar 2.4 %. Thailand dengan konsumsi minuman ringan 15.88 liter memiliki laju obesitas sebesar 7.8 % serta Chili dengan tingkat konsumsi minuman ringan 96.01 liter memiliki laju obesitas 21.9 %. Selain itu, menurut Hu (2009), minuman ringan dengan penggunaan gula sebagai pemanis terbukti meningkatkan risiko penyakit diabetes tipe 2. Odegaard (2009) juga menyebutkan bahwa selain minuman ringan, konsumsi minuman jus juga dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 di Singapura.

(16)

2

Perumusan Masalah

Minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, belum tentu memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan minuman sejenis produksi negara lain yang beredar di Indonesia. Tingkat kemanisan dapat dipengaruhi oleh beberapa karakteristik kimia seperti kadar gula, total padatan terlarut, total asam, pH, serta rasio gula per asam, tetapi belum ada informasi mengenai hal tersebut. Selain itu, informasi dalam tampilan visual (mapping) juga belum tersedia.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan rasio gula per asam (indikator tingkat kemanisan) minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan yang beredar di Indonesia, serta karakteristik kimia yang mempengaruhinya menggunakan principal component analysis (PCA).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi konsumen, produsen, dan khususnya pemerintah terkait tingkat kemanisan minuman ringan yang beredar di Indonesia. Apabila data ini disandingkan dengan tingkat konsumsi minuman ringan, maka diperoleh informasi asupan gula dari minuman tersebut.

METODE

Bahan dan Alat

(17)

3 K2CrO7 (Merck, Jerman), Na2S2O7 (Merck, Jerman), amilum 1 % (Merck, Jerman), sedangkan bahan untuk analisis uji total asam tertitrasi adalah potassium phtalate (Merck, Jerman) dan indikator fenolftalein (Merck, Jerman).

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain peralatan gelas, neraca analitik (Precisa XT 220A, Swiss), pemanas listrik (Thermolyte Cimarec 3, USA), waterbath (Gesellschaft fur Labortechnik Type 008, Jerman), pH meter (Eutech 700, Singapura) serta refraktometer Abbe (Spectronic Instrument, USA).

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan. Tahap pertama adalah pemilihan dan pengambilan sampel. Tahap kedua adalah pengujian sampel untuk mengetahui karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan sampel minuman ringan tanpa karbonasi produksi 4 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan. Tahap ini dimulai dengan analisis Luff Schoorl, metode refraktometer Abbe, pengukuran pH, dan analisis total asam tertitrasi (asam sitrat sebagai asam dominan). Tahap ketiga adalah pengolahan dengan analisis statistik, terdiri dari analisis korelasi Pearson, analisis DMRC (Duncan Multiple Range Test) dan analisis PCA (Principal Component Analysis). Ketiga analisis ini dilakukan untuk mengorelasikan pengaruh karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan masing-masing minuman ringan tanpa karbonasi yang diproduksi keempat negara.

Pemilihan dan Pengambilan Sampel

Seluruh sampel didapat dari negara Indonesia, termasuk sampel yang diimpor dari Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan yang kemudian dibandingkan dengan minuman produksi Indonesia. Sampel yang dipilih berasal dari jenis minuman ringan tanpa karbonasi, menggunakan gula asli (sukrosa), tidak menggunakan BTP (bahan tambahan pangan) pemanis buatan, serta memiliki kode BPOM ML bagi minuman ringan yang diproduksi negara Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan. Kode BPOM ML merupakan nomor pendaftaran produk makanan di Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk makanan/minuman impor. Jumlah sampel yang dibeli sebanyak satu kemasan untuk setiap satu sampel minuman. Selanjutnya, seluruh sampel minuman disimpan pada refrigerator bersuhu 4 oC. Sampel-sampel tersebut dianalisis untuk mengetahui tingkat kemanisan dan karakteristik kimia yang mempengaruhinya.

Pengujian Karakteristik Kimia Sampel

(18)

4

menggunakan pH meter untuk mengetahui tingkat keasaman, serta analisis total asam tertitrasi untuk mengetahui jumlah asam dominan yaitu asam sitrat.

Analisis kadar gula dengan metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)

Tahapan Luff Schoorl terdiri dari pembuatan larutan Luff, standardisasi larutan natrium tiosulfat, dan pengujian sampel.

Pembuatan Larutan Luff

Sebanyak 25 g CuSO4·5H2O ditambah 100 mL air destilata dicampur dengan 50 g asam sitrat yang sudah ditambahkan 50 mL air destilata. Kemudian disiapkan 143.8 g Na2CO3 anhidrat dan tambahkan dengan 300 mL air destilata. Selanjutkan dilakukan pencampuran larutan CuSO4·5H2O dan larutan sitrat kedalam larutan Na2CO3 secara perlahan sambil dilakukan pengadukan agar ketiga larutan menjadi homogen. Larutan dibiarkan semalam sebelum digunakan. Standardisasi Tiosulfat

Dimulai dengan penimbangan 0.5 g K2CrO7 untuk ditepatkan pada labu takar 100 mL dengan penambahan air destilata. Selanjutnya sebanyak 25 mL larutan diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah 10 mL KI, 25 mL HCl serta air destilata sampai volume keseluruhan mencapai 200 mL. Tahapan selanjutnya adalah tahapan titrasi dengan natrium tiosulfat sebagai titran sampai warna larutan berubah menjadi warna kuning. Kemudian larutan yang sama ditambahkan indikator pati dan di titrasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat sampai terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau toska. Tahapan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Pengujian Sampel

(19)

5 Untuk menentukan mg gula yang terkandung pada 1 mL natrium tiosulfat yang digunakan, dihitung dengan rumus berikut :

W1 = [((V2 - V1) - a) x Δb] + b

Keterangan: W1 = Glukosa yang terkandung untuk mL tiosulfat yang dipergunakan, dalam mg (dari daftar yang tertera pada Lampiran 1)

a = Jumlah mL natrium tiosulfat 0.1 N (Lampiran 1) V2 = Volume natrium tiosulfat dalam pengukuran blanko V1 = Volume natrium tiosulfat dalam pengukuran sampel

Δb = Selisih dengan nilai glukosa sebelumnya (Lampiran 1) b = Nilai glukosa pada tabel Luff Schoorl (Lampiran 1) Kadar gula dalam sampel dihitung menggunakan rumus berikut : Kadar gula (%) = W1 x FP x 100%

W

Keterangan: W1 = Glukosa yang terkandung pada 1 mL tiosulfat yang dipergunakan (mg)

W = Bobot sampel (mg) FP = Faktor pengenceran

Analisis Total Padatan Terlarut (Harisutji 2001)

Sampel dikocok dan disaring terlebih dahulu. Sampel diteteskan secukupnya (2–3 tetes) pada prisma pengukuran refraktometer yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol. Selanjutnya posisi lampu diubah sampai didapatkan garis batas pengukuran yang kontras. Pembacaan derajat Brix (dinyatakan dalam persen) dapat dilakukan dengan menekan tombol lampu ke bawah. Analisis dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Analisis Total Asam Tertitrasi (Nielsen 2003)

(20)

6

Asam sitrat (%) = V x N x FP x 192 3 x 10

Keterangan : V = Volume NaOH 0.1 N yang telah distandarisasi N = Normalitas NaOH

FP = Faktor pengenceran

Analisis pH Menggunakan pH Meter (BSN 1992)

pH adalah derajat keasaman untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Setiap pengukuran pH, elektroda dibilas dengan air suling dan dikeringkan dengan kertas tissue yang bersih. Sebelum pengukuran pH sampel, harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi diawali dengan penggunaan larutan buffer universal pH 7, setelah itu larutan buffer universal pH 4. barulah sampel dapat diuji. Seluruh sampel dianalisis sebanyak tiga kali ulangan.

Analisis Rasio Gula per Asam

Rasio gula per asam digunakan sebagai asumsi penerimaan rasa manis pada konsumen. Semakin tinggi nilai rasio maka semakin tinggi tingkat kemanisan yang diterima konsumen, demikian sebaliknya. Berikut perhitungan rasio gula per asam:

Rasio gula per asam = ____Kadar gula (%)____ Total asam tertitrasi (%)

Prosedur Analisis Data dengan PCA

Sebanyak lima parameter (kadar gula, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, pH, dan rasio gula per asam) dikorelasikan dengan korelasi Pearson untuk melihat korelasi empat parameter pada minuman ringan dari masing-masing negara dengan parameter rasio gula per asam menggunakan software SPSS 17.0. Selanjutnya dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk menunjukkan perbedaan karakteristik kimia minuman ringan tanpa karbonasi antar empat negara. Uji Duncan ini juga menggunakan software SPSS 17.0. Terakhir, seluruh karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman produksi keempat negara dianalisis menggunakan principal component analysis (PCA). Data yang diperoleh diolah terlebih dahulu menjadi nilai Z-score dengan rumus berikut :

Z = X -

µ

σ

Keterangan : X = Nilai (data) yang diperoleh dari hasil pengukuran pada satu parameter

(21)

7 Setelah didapat nilai Z-Score, seluruh data diolah menggunakan PCA. PCA yang digunakan pada penelitian ini menggunakan software XLSTAT 2014 (Addinsoft 2014) yang merupakan add-in-software di dalam Microsoft Excel Series. Pada penelitian ini juga dilakukan pengelompokan (clustering) dengan K-Means Clustering menggunakan XL STAT 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Komposisi Minuman Ringan Tanpa Karbonasi

Pada penelitian ini, sebanyak 26 sampel minuman ringan tanpa karbonasi dipilih: 7 sampel minuman produksi Indonesia (lima produsen berbeda), 7 sampel produksi Malaysia (tiga produsen berbeda), 6 sampel produksi Thailand (tiga produsen berbeda), dan 6 sampel minuman produksi Korea Selatan (empat produsen berbeda).

Informasi kandungan gizi dan komponen penyusun minuman diperoleh dari label masing-masing minuman. Pada Tabel 1 dapat diperoleh informasi bahwa minuman produksi keempat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan memiliki kisaran kandungan gula yang hampir sama.

Minuman produksi Indonesia memiliki kisaran kandungan gula sebesar 6.40–10.40 g/100 mL. Kisaran ini berasal dari minuman kacang hijau, jus buah dan teh. Minuman teh termasuk minuman yang mendominasi pasar minuman di Indonesia (Paramita 2011). Jenis minuman ini mengalami pertumbuhan volume penjualan sebesar 44 % dari tahun 2005 sampai 2009 (Euromonitor Internasional 2011). Selain itu, kategori minuman siap saji berupa jus atau sari buah, merupakan salah satu kategori minuman yang tumbuh paling pesat, pertumbuhan antara 12– 15 persen dalam lima tahun terakhir (Fadwa 2010).

(22)

8

Tabel 1 Kandungan gizi dan komposisi utama minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

(23)

9 Lanjutan Tabel 1 Kandungan gizi dan komposisi utama minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

Keterangan : N/A = Not avaible

Kode I: Produksi Indonesia Kode M: Produksi Malaysia

I1 : Teh Gelas M1 : Yeo’sSoybean

(24)

10

Berbeda dengan konsumen di Malaysia yang cenderung memilih minuman yang menyehatkan, 85 % konsumen di Thailand memilih rasa minuman yang enak sebagai atribut yang paling berpengaruh (Tengpongsathon dan Maneenate 2010). Sebanyak 47.2 % konsumen di Thailand mengkonsumsi minuman jus buah 3–4 kali per minggu. Jus anggur dan jus jeruk merupakan dua jenis jus buah yang paling disukai (Krasaekoopt dan Kitsawad 2010). Pada penelitian ini, sampel minuman produksi Thailand didominasi minuman jenis jus buah. Kandungan gula minuman Thailand cenderung memiliki kisaran lebih tinggi dibanding minuman Malaysia, yakni 7.50–14.28 g/100 mL (Tabel 1).

Minuman ringan tanpa karbonasi produksi Korea Selatan memiliki kisaran kandungan gula yang lebih tinggi dibanding ketiga negara lainnya, yaitu 9.44– 14.17 g/100 mL (Tabel 1). Pertumbuhan pasar minuman non alkohol di Korea Selatan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan konsumen dan kesadaran akan kesehatan. Jenis minuman yang mendominasi pasar di negara ini adalah minuman jenis jus buah. Jeruk adalah jus minuman yang paling populer di Korea Selatan (USDA 2013). Berdasarkan penelitian Kim (2011), minuman jus buah adalah minuman kedua paling diminati oleh kalangan mahasiswa di Korea Selatan.

Berdasarkan nilai kisaran kadar gula minuman ringan produksi keempat negara, kadar gula maksimum minuman produksi Indonesia (10.40 g/100 mL) lebih rendah nilainya dibandingkan kadar gula maksimum minuman produksi Malaysia (11.25 g/100 mL), Thailand (14.28 g/100 mL), dan Korea Selatan (14.17 g/100 mL). Sedangkan kadar gula minimum minuman paling rendah adalah minuman produksi Malaysia (2.67 g/100 mL).

Karakteristik Kimia Minuman Ringan Tanpa Karbonasi

Beberapa analisis dilakukan untuk menguji tingkat kemanisan dan karakteristik kimia yang mempengaruhi, seperti analisis kadar gula, analisis total padatan terlarut, analisis total asam tertitrasi, analisis pH,dan rasio gula per asam, selanjutnya disebut rasio gula-asam (Tabel 2).

(25)

11 kemasan minuman. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode uji kadar gula yang digunakan. Berdasarkan Association of Official Analytical Chemists (2012) menyebutkan cara uji kadar gula pada produk minuman ringan non alkohol dilakukan dengan metode gula reduksi sebelum inversi dan sesudah inversi (AOAC 950.30) .

Tabel 2 Karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

Kode jenis minuman sama dengan yang tertera pada Tabel 1

b

Kadar gula yang diperoleh dari analisis Luff Schoorl

c

Total asam tertitrasi dengan asam sitrat sebagai asam dominan

d

Rasio yang diperoleh dari kadar gula dengan total asam sitrat

(26)

12

Berdasarkan data kadar gula, M2 juga memiliki kadar gula paling rendah. Minuman produksi Malaysia memiliki kisaran total padatan terlarut yang lebih rendah dibanding minuman dari ketiga negara lainnya, yaitu 4.7–12.6 oBrix. Nilai kisaran ini hampir sama dengan nilai kisaran yang dimiliki minuman produksi Indonesia yaitu 8.0–12.6 oBrix. Sampel minuman dengan total padatan terlarut tertinggi adalah K4 (minuman jus jeruk) produksi Korea Selatan dengan nilai 13.6 o

Brix. Minuman produksi Korea Selatan juga memiliki kisaran total padatan terlarut yang lebih tinggi dibanding ketiga negara lainnya, yaitu antara 11.2–13.6 o

Brix.

Sebagian besar sampel mengandung asam sitrat, sehingga dilakukan penghitungan total asam tertitrasi dengan asam sitrat sebagai asam dominan. Jenis asam organik ini sering digunakan oleh industri minuman ringan karena memiliki rasa fruity yang ringan, murah, mudah diperoleh, dan mudah larut dalam air (Stratford 1999). Asam sitrat juga dikenal sebagai pemberi derajat keasamaan yang baik dengan rasa asam yang enak dan tidak bersifat racun (Winarno dan Laksmi 1974). Sampel yang memiliki total asam sitrat terendah adalah M4 dan M6 dengan nilai 0.33 %. Kedua minuman produksi Malaysia ini berasal dari jenis minuman yang sama, yaitu minuman bunga krisantemum namun beda produsen. Sampel T3 produksi Thailand adalah sampel dengan nilai total asam sitrat paling tinggi dengan nilai total asam sebesar 6.20 %. Kisaran total asam minuman produksi Malaysia dari 0.33–3.92 %. Kisaran ini tidak jauh berbeda dengan minuman produksi Indonesia dengan nilai total asam 0.57–3.84 %. Minuman produksi kedua negara ini memiliki kisaran yang lebih rendah jika dibandingkan dengan minuman produksi Thailand dengan total asam 2.86–6.04 %, serta minuman produksi Korea Selatan dengan total asam 3.51–4.98 %.

Tingkat keasaman juga dapat ditunjukkan dengan nilai pH. Semakin tinggi pH maka sifatnya semakin basa. Sebaliknya, semakin rendah pH maka sifatnya semakin asam (Gaman dan Sherrington 1994). Semakin banyak ion H+ maka pH semakin rendah. Sampel M2 berjenis minuman teh hijau merupakan sampel dengan nilai pH paling tinggi atau paling bersifat basa dengan pH 6.58. Kebanyakan minuman teh memiliki tingkat keasaman netral dengan pH 5–7 (Trisnanto 2008). Sampel T1 (jus rasberi) merupakan sampel dengan pH paling asam yakni 1.78. Minuman produksi Indonesia memiliki kisaran pH yang lebih besar dibanding minuman produksi ketiga negara lain, yaitu 4.08–6.45.

(27)

13 kisaran yang relatif sama dengan minuman produksi Malaysia. Rasio minuman produksi Malaysia berkisar 0.61–4.75, sedangkan minuman produksi Indonesia berkisar 0.72–4.40.

Selanjutnya kelima kelompok data diolah dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Varience) untuk mengetahui adanya beda nyata antara setiap parameter di satu negara dengan negara lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan ada beda nyata pada setiap parameter, sehingga dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf signifikansi 5 % (Tabel 3). Nilai a merupakan hasil uji Duncan terkecil, sedangkan nilai b merupakan hasil uji Duncan terbesar. Hanya ada dua nilai (a dan b) karena hasil uji ini hanya menampilkan dua subset (Lampiran 2 s.d. Lampiran 6).

Tabel 3 Karakteristik kimia minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

Negara Kadar gula (%) Total padatan

terlarut (oBrix) Total asam (%) pH

Keterangan : Nilai subset yang sama pada masing-masing parameter menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi p=0.05 menurut hasil uji Duncan

Kadar gula dan derajat Brix merupakan dua parameter yang menunjukkan tingkat kemanisan. Nilai uji Duncan untuk kadar gula dan derajat Brix menunjukkan hanya minuman produksi Malaysia yang secara nyata berbeda (lebih rendah) dengan ketiga negara lainnya. Nilai uji Duncan untuk total padatan terlarut (oBrix) menunjukkan bahwa minuman ringan tanpa karbonasi dari Malaysia, berada pada subset yang berbeda dengan minuman dari negara Thailand dan Korea Selatan. Selanjutnya, minuman Indonesia tidak berbeda nyata dengan minuman tiga negara lainnya.

Total asam dan pH adalah dua paramater yang menunjukkan tingkat keasaman. Rasa asam dapat menurunkan penerimaan rasa manis pada konsumen. Hasil uji Duncan menunjukkan minuman negara Korea Selatan dan Thailand memiliki karakteristik pH yang lebih asam dan total asam yang lebih tinggi dibanding minuman dari Malaysia dan Indonesia.

(28)

14

Korelasi Karakteristik Kimia Minuman Ringan Tanpa Karbonasi dengan Rasio Gula-Asam

Sebanyak empat parameter (kadar gula, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, dan pH) akan dikorelasikan dengan parameter rasio gula-asam menggunakan korelasi Pearson. Semakin besar nilai rasio gula-asam yang dimiliki oleh suatu minuman ringan, maka akan semakin manis rasa minuman yang diterima lidah manusia.

Perbedaan karakteristik dari masing-masing minuman di setiap negara menyebabkan adanya perbedaan nilai korelasi. Tabel 4 memperlihatkan adanya korelasi positif antara kadar gula dengan rasio gula-asam pada minuman produksi keempat negara. Semakin tinggi kadar gula, maka semakin tinggi nilai rasio. Tabel ini juga memperlihatkan adanya korelasi positif yang kuat pada minuman produksi Thailand dengan taraf signifikansi 5 %. Korelasi kuat terjadi jika nilai sig. (2 tailed) lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05, sedangkan korelasi lemah terjadi jika nilai sig. (2 tailed) lebih besar dari taraf signifikansi 0.05.

Tabel 4 Hasil uji korelasi Pearson kadar gula dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

Kadar Gula

Malaysia Thailand Korea Selatan Indonesia Rasio gula-

asama

Pearson Correlation 0.315 0.901* 0.780 0.422

Sig. (2 tailed) 0.492 0.014 0.067 0.346

N 7 6 6 7

Keterangan :

*

. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)

a

. Rasio kadar gula per total asam tertitrasi (asam sitrat sebagai asam dominan)

Korelasi positif juga ditunjukkan oleh korelasi antara total padatan terlarut dengan rasio gula-asam (Tabel 5). Semakin tinggi total padatan terlarut maka semakin tinggi nilai rasio. Namun pada korelasi ini tidak terdapat korelasi kuat seperti korelasi kadar gula dan nilai rasio.

Tabel 5 Hasil uji korelasi Pearson total padatan terlarut dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

Total Padatan Terlarut

Malaysia Thailand Korea Selatan Indonesia Rasio gula-

asama

Pearson Correlation 0.173 0.328 0.412 0.120

Sig. (2 tailed) 0.710 0.526 0.417 0.797

N 7 6 6 7

Keterangan :

a

. Rasio kadar gula per total asam tertitrasi (asam sitrat sebagai asam dominan)

(29)

15 korelasi tersebut dengan taraf signifikansi 5 %. Korelasi negatif antara pH dan nilai rasio secara keseluruhan merupakan korelasi lemah.

Tabel 6 Hasil uji korelasi Pearson total asam dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

Total Asam

Malaysia Thailand Korea Selatan Indonesia Rasio gula-

asama

Pearson Correlation -0.166 -0.647 -0.704 -0.811*

Sig. (2 tailed) 0.722 0.165 0.118 0.027

N 7 6 6 7

Keterangan :

*

. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)

a

. Rasio kadar gula per total asam tertitrasi (asam sitrat sebagai asam dominan)

Tabel 7 Hasil uji korelasi Pearson pH dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan

pH

Malaysia Thailand Korea Selatan Indonesia Rasio gula-

asama

Pearson Correlation -0.574 -0.491 -0.354 -0.074

Sig. (2 tailed) 0.178 0.323 0.491 0.875

N 7 6 6 7

Keterangan :

a

. Rasio kadar gula per total asam tertitrasi (asam sitrat sebagai asam dominan)

Profil Perbandingan Karakteristik Kimia yang mempengaruhi Tingkat

Kemanisan Minuman Ringan Tanpa Karbonasi menggunakan Principal

Component Analysis

Metode analisis principal component analysis (PCA) sudah banyak diaplikasikan pada berbagai penelitian. Regiyana (2011) menyebutkan PCA dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan profil sensori kecap manis Indonesia dengan sifat fisikokimianya. Aplikasi PCA lainnya digunakan untuk mendeteksi kepalsuan minyak zaitun dan minyak kemiri berdasarkan komponen volatilnya (Szkudlarz dan Jelen 2008). Selain itu, PCA juga dapat digunakan untuk karakterisasi rasa dan aroma pada buah pepaya (Astuti 2008).

Hasil uji Luff Schoorl, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, dan pH selanjutnya diolah menggunakan analisis PCA yang dapat memvisualisasikan karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan. Analisis PCA dapat menjelaskan 75 % - 90 % dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25 hingga 30 variabel hanya dengan dua sampai tiga principal component (Meilgaard et al 2004).

(30)

16

menunjukkan hasil adanya pengaruh nyata pada taraf nyata 95 % pada analisis ANOVA.

Scree plot (Gambar 1) menampilkan lima principal component (PC). Penentuan jumlah PC (F) yang digunakan berdasarkan nilai Eigen yang menerangkan keragaman komponen utama PC (Muliati 2006). Hasil penelitian tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi produksi keempat negara menunjukkan keragaman data sebesar 58.84 % pada PC1 dan 24.46 % pada PC2, sehingga keragaman data pada kedua komponen utama pada grafik loading plot, score plot, dan biplot adalah 83.00 %. Total keragaman ini sudah baik karena mampu menerangkan lebih dari 70 % total keragaman data (Everitt dan Dunn 1998). Persen kumulatif menunjukkan penjumlahan persentase keragaman data (% variance) komponen utama. Pada penelitian ini persen kumulatif pada PC3 sangat baik yaitu sebesar 93.08 % (Lampiran 8). Mengacu pada Supranto (2004), syarat nilai persen kumulatif yang baik minimal 70 % pada PC 3.

Pada score plot (Gambar 2), berdasarkan kedekatan antarsampel dalam satu kuadran dilakukan pengelompokan sampel (clustering) menggunakan K-Means Clustering. Minuman produksi Indonesia dilambangkan dengan huruf I, minuman produksi Malaysia dengan huruf M, minuman produksi Thailand dengan huruf T, sedangkan minuman produksi Korea Selatan dengan huruf K. Pengelompokan sampel terbagi atas 5 kelompok. Kelompok 1 terdiri atas sampel I1, I2, I5, I6, I7, M5, M6. Sampel I1, I2, dan M6 merupakan jenis minuman teh. Sampel I5 dan I6 merupakan minuman kacang hijau, sedangkan I7 adalah minuman susu kedelai.

Pada kelompok 2 (Gambar 2) terdiri atas lima sampel dengan jenis yang berbeda satu dengan yang lainnya, yaitu sampel I3 dan M4 (minuman krisantemum), M1 (susu kedelai), M2 (teh hijau), dan M3 (minuman cincau). Jenis minuman pada kelompok ini hampir sama dengan jenis minuman yang ada pada kelompok 1. Hasil pengelompokan menunjukkan minuman krisantemum produksi Indonesia dan Malaysia memiliki karakteristik yang sama karena berada di satu kelompok.

Gambar 1 Hasil scree plot karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi produksi keempat negara

(31)

17 Pada kelompok 3 (Gambar 2) terdiri atas empat sampel yaitu sampel I4, T2, T3, T5. Minuman sari buah produksi Indonesia (I4) dan produksi Thailand (T2) memiliki kesamaan karakteristik. Kedua minuman ini sama-sama menggunakan campuran buah-buahan sebagai bahan penyusun minuman. Minuman T3 merupakan minuman jeruk sedangkan T5 merupakan minuman krisantemum. Walaupun berada pada kuadran yang sama, berdasarkan hasil clustering minuman krisantemum produksi Thailand berbeda dengan minuman krisantemum produksi Indonesia dan Malaysia.

Kelompok 4 (Gambar 2) terdiri atas sembilan sampel yaitu sampel K1, K2, K3, K4, K5, K6, T1, T6 dan M7. Seluruh sampel produksi Korea Selatan berada pada kelompok ini disebabkan kesamaan jenis minuman yang menggunakan buah sebagai bahan utama. Minuman K1 (pomegranate), K2 (apel), K3 (stroberi), K4, K5, dan K6 (jeruk), T1 (rasberi), T6 (mangga), serta M7 (apel). Minuman apel produksi Malaysia dan Korea Selatan ternyata memiliki kesamaan karena berada pada kelompok yang sama.

Kelompok 5 (Gambar 2) dengan satu sampel yaitu T4 (minuman leci). Berdasarkan hasil Luff Schoorl, minuman ini memang memiliki kadar gula yang jauh lebih tinggi dibanding minuman lainnya. Jika minuman lainnya memiliki kadar gula 0.1-5.18 %, minuman leci produksi Thailand ini memiliki kadar gula sebesar 7.36 %.

Gambar 2 Hasil score plot karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi produksi keempat negara dengan F1 dan F2 (83.00%)

(32)

18

Hasil loading plot hubungan karakteristik kimia yang mempengaruhi rasio gula-asam (tingkat kemanisan) minuman ringan tanpa karbonasi, dengan komponen utama 1 (F1) dan komponen utama 2 (F2) dapat dilihat pada Gambar 3. Beberapa variabel yang dapat dijelaskan oleh komponen utama 1 adalah karakteristik/parameter kadar gula, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, dan pH. Karakteristik rasio kadar gula dapat dijelaskan oleh komponen utama 2. Hasil loading plot menunjukkan kadar gula memiliki korelasi positif dengan total padatan terlarut karena berada pada satu kuadran. Semakin tinggi kadar gula maka semakin tinggi total padatan terlarut (Diniyah et al 2012, Harijono et al 2001). Sukrosa merupakan komponen padatan telarut terbanyak pada minuman. Derajat Brix yang tinggi akan menunjukkan suatu minuman juga memiliki kadar gula yang tinggi. Total asam dan pH yang menunjukkan tingkat keasaman, memiliki korelasi negatif karena besar sudut antara keduanya melebihi 90ᵒ (Sartono 2003). Jumlah ion H+ yang dihitung oleh pH meter akan sebanding dengan tingkat keasaman yang dimiliki minuman, sehingga minuman dengan pH rendah (asam) akan memiliki total asam yang tinggi.

Gambar 3 Hasil loading plot dari hubungan variabel karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi keempat negara dengan F1 dan F2 (83.00 %)

Hasil biplot (Gambar 4) yang merupakan gabungan antara score plot dan loading plot menunjukkan bahwa kelompok kadar gula dan total padatan terlarut ada pada kuadran 1, rasio gula-asam ada pada kuadran 2, pH ada pada kuadran 3, sedangkan total asam ada pada kuadran 4. Berdasarkan kuadran 1 (Gambar 4), sampel T4, K5, M7 memiliki karakteristik spesifik terhadap kadar gula dan total padatan terlarut. Hasil ini sama jika dibandingkan dengan data 26 sampel. T4

-1,00 -0,75 -0,50 -0,25 0,00 0,25 0,50 0,75 1,00

(33)

19 merupakan minuman memiliki kadar gula paling tinggi 7.36 %. Sampel T4 tergolong kelompok minuman jus buah. Umumnya komposisi jumlah gula yang ditambahkan dalam proses pembuatan minuman lebih banyak dibandingkan jumlah buah, sehingga menyebabkan tingkat kemanisannya menjadi tinggi (Schulze 2004).

Kuadran 2 (Gambar 4) menunjukkan sampel I1, I2, I5, I6, I7, M5 dan M6 memiliki karakteristik spesifik terhadap rasio gula-asam. Minuman produksi Indonesia mendominasi pada kuadran kedua. Hasil ini sesuai dengan data nilai rasio pada uji Duncan. Minuman produksi Indonesia memiliki nilai rasio gula-asam paling tinggi. Walaupun aturan SNI 01-0222-1995 tidak menetapkan batas penggunaan maksimum asam sitrat, jumlah asam sitrat pada minuman produksi Indonesia cenderung rendah. Hal ini menyebabkan nilai rasio gula-asam menjadi tinggi. Sampel M6 (minuman teh) yang memiliki rasio gula-asam paling tinggi yaitu 4.75. Hal ini sesuai dengan data komposisi 26 sampel minuman pada Tabel 1.

Pada kuadran ketiga terdapat sampel M1, M2, M3, M4, I3, I4, dan T5 yang memiliki karakteristik spesifik terhadap pH. Di kuadran ini terdapat sampel minuman krisantemum produksi Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Berdasarkan sebaran posisi ketiga sampel, minuman krisantemum produksi Indonesia lebih spesifik terhadap pH. I3 memiliki pH lebih tinggi yaitu 5.75. Sebaliknya, minuman krisantemum produksi Malaysia dan Thailand memiliki pH lebih rendah, masing-masing 4.55 dan 3.98. Nilai pH ketiga minuman krisantemum ini cenderung sedikit lebih asam jika dibandingkan dengan pH menurut FDA (2007) yaitu 6.50. Sampel M2 jenis teh hijau adalah minuman yang memiliki pH paling tinggi yaitu 6.58 sesuai dengan data 26 minuman pada Tabel 1.

(34)

20

Gambar 4 Hasil biplot dari variabel karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi keempat negara dengan F1 dan F2 (83.00%).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rasio gula-asam (indikator tingkat kemanisan) minuman ringan tanpa karbonasi dipengaruhi oleh karakteristik kimia seperti kadar gula, total padatan terlarut, total asam, dan pH. Sampel yang digunakan sebanyak dua puluh enam minuman yang terdiri dari tujuh sampel minuman produksi Indonesia, tujuh sampel minuman produksi Malaysia, enam sampel minuman produksi Thailand, dan enam sampel minuman produksi Korea Selatan. Secara keseluruhan, kadar gula tertinggi adalah sampel T4 dengan 7.36 %, total asam sitrat tertinggi yaitu sampel T3 dengan 6.20 %, keduanya minuman produksi Thailand. Total padatan terlarut tertinggi yaitu sampel K4 produksi Korea Selatan dengan 13.60 oBrix. Nilai pH tertingi adalah sampel M2 dengan pH 6.58 , sedangkan rasio gula-asam tertinggi adalah sampel M6 dengan 4.75, keduanya minuman produksi Malaysia. Hasil uji kuantitatif menggunakan ANOVA dengan taraf signifikansi 5 % menunjukkan masing-masing minuman memiliki karakteristik kimia yang

(35)

21 berbeda. Hasil PCA (principal component analysis) pada grafik biplot memperlihatkan sebagian besar minuman produksi Indonesia memiliki karakteristik spesifik rasio gula-asam. Minuman produksi Malaysia memiliki karakteristik spesifik pH, sedangkan sebagian besar minuman produksi Thailand dan Korea Selatan memiliki karakteristik spesifik total asam tertitrasi (asam sitrat sebagai asam dominan).

Saran

Perlu dilakukan pemetaan minuman ringan produksi beberapa negara yang beredar di Indonesia dengan jenis yang sama. Kedepannya diharapkan dapat menghasilkan informasi minuman ringan dari negara yang berbeda yang lebih spesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiyaksa H. 2013. Pengeringan Gula Semut Menggunakan Prototipe Pengering Tipe Rak (Tray Dryer). [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Association of Official Analytical Chemists. 2012. Official Methods of Analysis 19th Edition. Maryland (US): AOAC International.

Astuti. 2008. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Deskripsi Flavor Buah Pepaya (Carica papaya L.) Genotipe IPB-3 dan IPB-6C. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB. Basu S, McKee M, Galea G, Stuckler D. 2013. Relationship of soft drink

consumption to global overweight, obesity, and diabetes: A cross-national analysis of 75 countries. Am J Pub Health. 103(11):2071-2077.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.1992. Cara Uji Gula (SNI 01-2892-1992). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Bahan Tambahan Makanan (SNI 01-0222-1995). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Cahyadi W. 2005. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Cahyadi. W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Bumi Aksara

Diniyah N, Wijanarko SB, Purnomo H. Teknologi pengolahan gula coklat cair nira siwalan (Borassus flabellifer L). J Teknol dan Industri Pangan. 23(1):53-57.

Divakar NG, Suresh ER, Lodh SB, Negi SS. 1973. Studies on biochemical constituents of some grape varieties. Ind J Hort . 31(2):167-170.

Euromonitor Internasional. 2013. Soft Drinks in Malaysia. Britton (GB): Euromonitor Internasional.

(36)

22

Everitt B, Dunn G. 1998. Statitiscal Analysis of Medical Data: New Developments. London (GB): Oxford University Press.

Fadwa. 2010. Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Produk Minuman Sari Buah Minute Maid Pulpy Orange Di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor [ID]: IPB.

[FDA] U.S Food and Drug Administration. 2007. Approximate pH of Foods and Food Products. United State (US): FDA.

Gaman PM, Sherrington KN. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Penerjemah Gardjito, Naruki M, Murdiati S, Sardjono A. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Universitas Press.

Harijono, Kusnadi J, Mustikasari SA. 2001. Pengaruh kadar karagenan dan total padatan terlarut sari buah apel muda terhadap aspek kualitas permen jelly. J Teknol Pert. 2(2):110-116.

Harisutji WT. 2001. Analisis Kuantitatif Brix dan Pol Nira Tebu. Modul Pelatihan Penentuan Rendemen Tebu. Pasuruan (ID): P3GI.

Hu FB. 2009. Sugar-sweetened soft drink consumption and risk of type 2 diabetes and cardiovascular risk. Int J Cardiovasc. 2( 2):15-18.

Kader AA, Kasmire RF, Mitchell FG, Reid MS, Sommer NF, Thompson JF. 1985. Postharvest Technology of Holticultural Crops. California (US): University of California.

Kim H, Han SN, Song K, et al. 2011. Lifestyle, dietary habits and consumption pattern of male university students according to the frequency of commercial beverage consumptions. Nutr Res Pract 5(2):124-131.

Krasaekoopt W, Kitsawad K. 2010. Sensory characteristics and consumer acceptance of fruit juice containing probiotics beads in Thailand. AU J Tech. 14(1):33-38

Meilgaard M, Civille GV, dan Carr BT. 2004. Sensory Evaluation Techniques, Fourth Edition. Florida (US): CRC Press LLC.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.Jakarta (ID): Departemen Kesehatan.

Mohamud WN, Musa KI, Khir AS, Ismail AA, Ismail IS, Kadir KA, Kamaruddin NA, Yaacob NA, Mustafa N, Ali O, et al. 2011. Prevalance of overweigh and obesity among adult Malaysians: an update. Asia Pas J Clin Nutr. 20(1):35-41.

Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Muliati N. 2006. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Aroma Ekstrak Panili Komersial. [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Nielsen SS. 2003. Food Analysis Laboratory Manual. New York (US): Kluwer Academic/Plenum Publishers.

Odegaard AO, Koh WP, Arakawa K, Yu MC, Pereira MC. 2009. Soft drink and

(37)

23 Paramita A. 2011. Peta Preferensi Konsumen Terhadap Minuman Siap Minum

(Ready To Drink). [Tesis]. Bogor (ID): IPB.

Regiyana Y. 2011. Hubungan Profil Sensori dengan Sifat Fisikokimia Produk Kecap Manis Indonesia. [Tesis]. Bogor (ID): IPB.

Sartono B, Affendi FM, Syahfitri UD, Sumertajaya IM, Anggreini Y. 2003. Analisis Peubah Ganda. Bogor (ID): IPB Departemen Statistika.

Schulze MB, Manson JE, Ludwig DS, Coldzit GA, Stampfer MJ, Willet WC, Hu FB. 2004. Sugar-sweetened beverages, weight gain, and incidence of type 2 diabetes in young and middle-aged women. JAMA. 292(8):927-934.

Stratford M. 1999. Traditional Preservatives Organic Acids. Di dalam : Robinson RK., Batt CA, Patel PD. Encyclopedia of Food Microbiology Volume 3. California (US): Academic Press.

Supranto J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta (ID): Rieka Cipta.

Szkudlarz SM, Jelen HH. 2008. The potential of different techniques for volatile compounds analysis coupled with PCA for detection of the adulteration of olive oil with hazelnut oil. Int J Food Chem. 110(3):751-761.

Tengpongsathon K, Maneenate S. 2010. Preference maps of Thai consumers for beverage products. King Mongkut’s J of Agr. 27(1):65-75.

Trisnanto S. 2008 Feb 02. Sanitasi & hygiene pada proses minuman RTD. Food Review. 3(2):34-37.

[USDA] United States Department of Agriculture. 2013. South Korea: Speciality & Processed Product Market. Washington (US): USDA.

Wertheim E, Jeskey H. 1956. Introductory Organic Chemistry. London (GB): McGraw-Hill Book Co.,Inc.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

(38)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bobot gula berdasarkan analisis Luff Schoorl

Na2S2O3, 0.1 N

Contoh perhitungan minuman Yeo’s Lychee Drink (M5)ulangan 1 & 2: >> Perhitungan selisih volume natrium tiosulfat yang terpakai :

Volume (pengukuran blanko) natrium tiosulfat yang terpakai (V2) = 20.3 mL

Volume (pengukuran sampel) natrium tiosulfat yang terpakai (V1) = 18.1 mL

V2-V1= 20.3 mL - 18.1 mL = 2.2 mL

>> Penentuan ((V2 - V1) - a) berdasarkan pada kolom pertama (jumlah mL natrium tiosulfat 0.1 N),

selanjutnya dikarenakan selisih volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah 2.2 mL, maka perhitungan mengacu pada jumlah mL natrium tiosulfat yang digunakan adalah 2 mL.

(V2 - V1) - a) = (20.3 mL - 18.1 mL) - 2 mL

(39)

25 Lampiran 2 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia kadar gula

ANOVA

Ulangan

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups

32.418 3 10.806 5.672 .005

Within Groups

41.912 22 1.905

Total 74.331 25

Post Hoc Tests

Duncana,b

Produk N Subset for alpha = 0.05

1 2

Malaysia 7 1.55

Indonesia 7 3.29

Korea Selatan 6 4.13

Thailand 6 4.37

Sig. 1.000 .196

(40)

26

Lampiran 3 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia total padatan terlarut ANOVA

Ulangan

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups 47.833 3 15.944 4.568 .012

Within Groups 76.786 22 3.490

Total 124.619 25

Post Hoc Tests

Duncana,b

Produk N Subset for alpha = 0.05

1 2

Malaysia 7 8.48

Indonesia 7 10.07 10.07

Thailand 6 11.12

Korea Selatan 6 12.15

Sig. .141 .070

(41)

27 Lampiran 4 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia total asam tertitrasi

ANOVA

Ulangan

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups 72.043 3 24.014 18.555 .000

Within Groups 28.474 22 1.294

Total 100.517 25

Post Hoc Tests

Duncana,b

Produk N Subset for alpha = 0.05

1 2

Malaysia 7 .97

Indonesia 7 1.34

Korea Selatan 6 4.31

Thailand 6 4.64

Sig. .562 .611

(42)

28

Lampiran 5 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia pH

ANOVA

Ulangan

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups 30.250 3 10.083 7.146 .002

Within Groups 31.041 22 1.411

Total 61.291 25

Post Hoc Tests

Duncana,b

Produk N Subset for alpha = 0.05

1 2

Korea Selatan 6 2.53

Thailand 6 2.83

Malaysia 7 4.57

Indonesia 7 4.95

Sig. .660 .486

(43)

29 Lampiran 6 Hasil uji sidik ragam karakteristik kimia rasio gula-asam

ANOVA

Ulangan

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups 21.700 3 7.233 4.938 .009

Within Groups 32.228 22 1.465

Total 53.928 25

Post Hoc Tests

Duncana,b

Produk N Subset for alpha = 0.05

1 2

Korea Selatan 6 .97

Thailand 6 1.06

Malaysia 7 1.95 1.95

Indonesia 7 3.24

Sig. .185 .070

(44)

30

Lampiran 7 Matriks korelasi pearson analisis PCA

Variables Kadar gula

Total padatan

terlarut pH

Total asam

Rasio gula-asam

Kadar gula 1 0,677 -0,635 0,577 0,082

Total padatan

terlarut 0,677 1 -0,491 0,596 -0,111

pH -0,635 -0,491 1 -0,691 0,181

Total asam 0,577 0,596 -0,691 1 -0,612

Rasio

gula-asam 0,082 -0,111 0,181 -0,612 1

(45)

31 Lampiran 8 Nilai Eigen dan vektor Eigen karakteristik minuman ringan

Nilai Eigen:

F1 F2 F3 F4 F5

Eigenvalue 2,927 1,223 0,504 0,245 0,101

Variability (%) 58,538 24,458 10,085 4,904 2,015 Cumulative % 58,538 82,996 93,081 97,985 100,000

Vektor Eigen:

F1 F2 F3 F4 F5

Kadar gula (%) 0,471 0,421 0,000 0,708 -0,316

Total padatan terlarut

(ᵒBrix) 0,465 0,226 0,699 -0,485 -0,093

pH -0,484 -0,080 0,702 0,468 0,219

Total asam (%) 0,528 -0,307 -0,028 0,175 0,772 Rasio gula-asam* -0,220 0,819 -0,135 -0,119 0,498

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Kandungan gizi dan komposisi utama minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan
Tabel 2 Karakteristik kimia yang mempengaruhi tingkat kemanisan minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan
Tabel 3 Karakteristik kimia minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan
Tabel 5 Hasil uji korelasi Pearson total padatan terlarut dengan rasio gula-asam minuman ringan tanpa karbonasi produksi Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Metoda Kromatogarfi Cair Ki- nerja Tinggi (KCKT) dapat digu- nakan untuk menetapkan kadar sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartam yang terdapat di dalam minuman

Meto d a Kro mato garfi Cair Ki- nerja Tinggi (KCKT) dapat digu- nakan untuk menetapkan kadar sakarin, asam benz o at, asam sorbat, kofeina dan aspartam yang terdapat di dalam

Metoda Kromatogarfi Cair Ki- nerja Tinggi KCKT dapat digu- nakan untuk menetapkan kadar sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartam yang terdapat di dalam minuman ri- ngan,