• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Penetapan Kadar Aspartam dalam Minuman Ringan yang Beredar di Kotamadya Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Penetapan Kadar Aspartam dalam Minuman Ringan yang Beredar di Kotamadya Medan"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA

PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN

RINGAN YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MEDAN

SKRIPSI

(2)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA

PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN

RINGAN YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA

PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN

RINGAN YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MEDAN

OLEH:

ALFADES

NIM 091501032

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 27 Juli 2013

Pembimbing I,

Drs. Syafruddin, M.S., Apt. NIP 194811111976031003

Pembimbing II,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Panitia Penguji,

Prof. Dr. rer. nat. Effendy D.L.P., S.U., Apt. NIP 195306191983031001

Drs. Syafruddin, M.S., Apt. NIP 194811111976031003

Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 194810031987012001

Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt. NIP 194809041974122001

Medan,

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat

kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ” Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

pada Penetapan Kadar Aspartam dalam Minuman Ringan yang Beredar di

Kotamadya Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa

pendidikan. Bapak Drs. Syafruddin, M.S., Apt., dan Drs. Fathur Rahman Harun,

M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan

nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Poppy

Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang

memberikan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas

Farmasi. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Bapak Kepala Laboratorium

Penelitian dan Staf-Staf Laboratorium Penelitian yang telah memberikan fasilitas,

petunjuk dan membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De

Lux Putra S.U., Apt., Dra. Salbiah, M.Si., Apt., Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam

(5)

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada Ayahanda R. Tampubolon dan Ibunda M.D br Siagian atas doa dan

pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, untuk abang dan adik tersayang dan

teman-teman Sains dan Teknologi Farmasi 2009 yang selalu setia memberi doa,

dorongan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Penulis,

Alfades

(6)

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM

MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MEDAN

Abstrak

Minuman ringan merupakan produk minuman yang banyak dikonsumsi masyarakat. Biasanya mengandung aspartam yang mempunyai tingkat kemanisan 200-400 kali sukrosa, sehingga sering ditambahkan dalam produk minuman ringan dengan tujuan penghematan biaya produksi. Dikeluarkannya pedoman persyaratan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan oleh Badan POM RI memberikan konsekuensi akan perlunya suatu metode analisis yang praktis, akurat dan teliti. Peneliti sebelumnya telah melakukan penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan perbandingan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (17,5:82,5) dengan laju alir 1,2 ml/menit menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (150 mm x 4,6 mm) dan dektektor UV/Vis tetapi tidak disebutkan waktu retensinya; pada pH 3,5 (15:85) dengan laju alir 1,5 ml/menit menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (150 mm x 4,6 mm) dan detektor PDA dengan waktu retensi 4,0 menit; dan pada pH 6,0 (15:85) dengan laju alir 1,4 ml/menit menggunakan kolom Shimpac XR-ODS (50 mm x 3,0 mm) dan detektor UV/Vis dengan waktu retensi 1,15 menit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu metode alternatif pada penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan detektor UV/Vis.

Dalam pengembangan metode ini, dilakukan penentuan panjang gelombang, pemilihan pH fase gerak dan komposisi fase gerak untuk mendapatkan kondisi analisis yang optimum. Uji validasi dilakukan terhadap parameter akurasi, presisi, batas deteksi dan batas kuantitasi untuk menjamin kualitas dari metode analisis.

Hasil optimasi diperoleh kondisi analisis yang optimal menggunakan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 dengan perbandingan 20 : 80, laju alir 1,2 ml/menit pada panjang gelombang 210 nm dengan waktu retensi 5,5 menit. Dari hasil uji validasi metode diperoleh persen recovery 102,85% dan RSD 0,28%, ini menunjukkan bahwa metode memiliki akurasi dan presisi yang baik dengan batas deteksi (LOD) 7,54 µ g/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 25,14 µ g/ml. Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar Aspartam dalam Nutri Sari 391,31 ± 8,48 mg/kg, Okki Koko Drink 95,97 ± 1,42 mg/kg, Ale-ale 31,39 ± 0,42 mg/kg, Jas Jus 128,86 ± 0,88 mg/kg dan Frutang 87,45 ± 1,37 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa kandungan aspartam dalam semua sampel minuman ringan masih memenuhi persyaratn menurut SNI 01-6993,2004, yaitu 600 mg/kg.

Kata kunci: aspartam, minuman ringan, kromatografi cair kinerja tinggi,

(7)

DEVELOPMENT AND VALIDATION OF HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY METHOD IN THE DETERMINATION

OF ASPARTAME IN SOFT DRINK THAT CIRCULATE IN MEDAN

Abstract

Soft drinks are a beverage product that almost consumed by the people. Commonly softdrink contain aspartame which has 200 – 400 times sweetness of sucrose, so it is usually added in soft drink products to economize the production cost. The exit of alternative sweetener guideline requirement in food product by BPOM RI gives a consequence the need of a practical, accurate and thorough analytical method. Previous researchers have done the determination of aspartame concentration in soft drink by High Performance Liquid Chromatography with mobile phase ratio of acetonitrile: phosphate buffer pH 2.6 (17.5:82.5) in flow rate 1.2 ml/min using Shimpac colomn VP-ODS (150 x 4.6 mm) with UV/Vis detector, but it wasn’t mentioned the retention time; in pH 3.5 (15:85) with flow rate 1.5 ml/min using Shimpac colomn VP-ODS (150 x 4.6 mm) with PDA detector, it was obtained retention time 4.0 min; and in pH 6.0 (15:85) with flow rate 1.4 ml/min using Shimpac XR-ODS (50 x 3.0 mm) with UV/Vis detector, it was obtained retention time 1.15 min. The purpose of this research is to develop an alternative analysis method that can be used in determination of aspartame concentration using High Performance Liquid Chromatography using Shimpac colomn VP-ODS (250 x 4.6 mm) with UV/Vis detector.

On this development method, need to be wavelength parameter, pH of mobile phase and the ratio of mobile phase to could optimum analithical method. Validation test was done against accuracy and precission parameters, limit of detection and limit of quantitation to guarantee quality of analithical method.

Optimization result obtained optimum analytical condition in mobile phase acetonitrile : phosphate buffer pH 4.3 with ratio of mobile phase 20 : 80, flow rate 1.2 ml/min in 210 nm wavelength with retention time 5.5 min. From the validation test result, it was obtained recovery 102,85% and RSD 0.28%, it was indicated that this method had a good accuracy and precission with limit of detection (LOD) 7.54 µ g/ml and limit of quantitation (LOQ) 25.14 µ g/ml. From this research result, it was obtained that aspartame concentration in Nutri Sari was 392.31 ± 8.48 mg/kg, Okki Koko Drink 95.97 ± 1.42 mg/kg, Ale-ale 31.39 ± 0.42 mg/kg, Jas Jus 128.86 ± 0.88 mg/kg dan Frutang 87.45 ± 1.37 mg/kg. It can be seen that concentration of aspartame in all of the soft drink samples were still fulfilled with Indonesian National Standard 01-6993, 2004 (600 mg/kg).

Keywords: aspartame, soft drink, high performance liquid chromatography,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ANSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.2 Pembagian Pemanis ... 7

2.2.1 Pemanis Alami ... 7

2.2.2 Pemanis Buatan ... 7

(9)

2.3.1 Sifat Fisika dan Kimia ... 8

2.3.2 Sinonim ... 10

2.3.3 Sintesis ... 10

2.3.4 Metabolisme ... 11

2.3.5 Toksisitas ... 11

2.3.6 Metode Analisis Lain untuk Penetapan Kadar 12

Aspartam ... 2.4 Kromatografi ... 12

2.4.1 Sejarah Kromatografi ... 12

2.4.2 Klasifikasi Kromatografi ... 13

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15

2.5.1 Jenis KCKT ... 15

2.5.2 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair 15

2.5.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair ... 17

2.5.4 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 22

2.6 Validasi Metode ... 26

2.6.1 Akurasi (Kecermatan) ... 27

2.6.2 Presisi (Keseksamaan) ... 28

2.6.3 Spesifitas (Selektifitas) ... 28

2.6.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 28

2.6.5 Linearitas ... 28

2.6.6 Rentang (Kisaran) ... 28

2.6.7 Kekuatan (Ketahanan) ... 29

2.6.8 Kekasaran (Ketangguhan) ... 29

(10)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.2 Alat-alat ... 30

3.3 Bahan-bahan ... 30

3.4 Sampling Minuman Ringan ... 31

3.5 Pembuatan Fase Gerak ... 31

3.5.1 Pembuatan Dapar Fosfat 10 mM KH2PO4 (pH 2,6) . 31 3.5.2 Pembuatan Dapar Fosfat 12,5 mM KH2PO4 (pH 3,5) 31 3.5.3 Pembuatan Dapar Fosfat 41,2 mM KH2PO4 (pH 4,3) 32 3.5.4 Pembuatan Dapar Fosfat 22 mM KH2PO4 / 3 mM K2HPO4 (pH 6,0) ... 32

3.5.5 Pembuatan Fase Gerak Asetonitril ... 32

3.6 Prosedur Analisis ... 33

3.6.1 Pembuatan Pelarut ... 33

3.6.2 Pembuatan Larutan Sampel ... 34

3.6.3 Penyiapan Alat KCKT ... 34

3.6.4 Penentuan Panjang Gelombang ... 34

3.6.5 Optimasi pH Fase Gerak ... 35

3.6.6 Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 35

3.6.7 Analisis Kualitatif ... 35

3.6.8 Analisis Kuantitatif ... 36

3.7 Validasi Metode ... 37

3.7.1 Akurasi ... 37

3.7.2 Presisi ... 38

3.7.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 38

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Optimasi ... 41

4.1.1 Penetuan Panjang Gelombang ... 41

4.1.2 Optimasi pH Fase Gerak ... 42

4.1.3 Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 43

4.2 Analisis Kualitatif ... 44

4.3 Analisis Kuantitatif ... 46

4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi ... 46

4.3.2 Penetapan Kadar Analit pada Sampel yang Dianalisis ... 46 4.4 Hasil Uji Validasi ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 49 5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data optimasi Aspartam BPFI pada sistem KCKT dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat dengan berbagai variasi

pH ... 43

Tabel 2. Data optimasi Aspartam BPFI dan sampel pada sistem KCKT dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3

dengan perbandingan yang berbeda ... 44

Tabel 3. Hasil penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan ... 47

Tabel 4. Hasil pengujian validasi dengan parameter akurasi, presisi, batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) aspartam pada minuman ringan Okki Koko Drink dengan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia dari aspartam ... 8

Gambar 2. Prinsip konversi produk aspartam ... 9

Gambar 3. Stabilitas aspartam dalam larutan dapar pada suhu 25 °C 9

Gambar 4. Reaksi sintesis pembentukan aspartam ... 10

Gambar 5. Diagram metabolisme aspartam ... 11

Gambar 6. Pengelompokkan kromatografi secara umum ... 14

Gambar 7. Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT ... 16

Gambar 8. Kromatogram yang diperoleh dari analisis KCKT ... 17

Gambar 9. Tiga jenis puncak ... 21

Gambar 10. Pengukuran derajat asimetris puncak ... 21

Gambar 11. Sistem KCKT secara skematik yang menunjukkan semua komponen utamanya dan gambaran grafis suatu sistem KCKT isokratik ... 22

Gambar 12. Tipe injektor katup putaran ... 24

Gambar 13. Spektrum panjang gelombang aspartam ... 41

Gambar 14. Kromatogram sampel (Okki Koko Drink) sebelum penambahan baku secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 45

(14)

Gambar 16. Kurva kalibrasi Aspartam BPFI KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan

didteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 46

Gambar 17. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (15:85), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 54

Gambar 18. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (17,5:82,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 54

Gambar 19. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 55

Gambar 20. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 55

Gambar 21. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 3,5 (15:85), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 56

Gambar 22. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 3,5 (17,5:82,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 56

(15)

Gambar 24. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 3,5 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan

dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 57

Gambar 25. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (15:85), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 58

Gambar 26. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (17,5:82,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 58

Gambar 27. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 59

Gambar 28. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 59

Gambar 29. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 6,0 (15:85), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 60

Gambar 30. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 6,0 (17,5:82,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 60

(16)

Gambar 32. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 6,0 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan

dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 61

Gambar 33. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (15:85), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 62

Gambar 34. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (17,5:82,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 62

Gambar 35. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 63

Gambar 36. Kromatogram Nutri Sari secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 63

Gambar 37. Kromatogram Jas Jus secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 64

Gambar 38. Kromatogram Ale-ale secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 64

(17)

Gambar 40. Kromatogram Frutang secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan

dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 65

Gambar 41. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 66

Gambar 42. Kromatogram Frutang secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 66

Gambar 43. Kromatogram Aspartam BPFI 4 ppm secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 67

Gambar 44. Kromatogram Aspartam BPFI 10 ppm secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 67

Gambar 45. Kromatogram Aspartam BPFI 20 ppm secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 68

Gambar 46. Kromatogram Aspartam BPFI 40 ppm secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 68

(18)

Gambar 48. Kromatogram Aspartam BPFI 160 ppm secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 69

Gambar 49. Kromatogram Aspartam BPFI 320 ppm secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 70

Gambar 50. Kromatogram Nutri Sari injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 74-75

Gambar 51. Kromatogram Okki Koko Drink injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 78-79

Gambar 52. Kromatogram Ale-ale injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 82-83

Gambar 53. Kromatogram Jas Jus injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 86-87

Gambar 54. Kromatogram Frutang injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2

ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 210 nm 90-91

Gambar 55. Kromatogram sampel (Okki Koko Drink) sebelum penambahan baku injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan

(19)

Gambar 56. Kromatogram sampel (Okki Koko Drink) setelah penambahan baku injeksi 1-6 secara KCKT meggunakan kolom shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 (20:80), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan

dideteksi pada panjang gelombang 210 nm ... 97-98

Gambar 57. Produk minuman ringan yang digunakan sebagai sampel 108

Gambar 58. Intrument KCKT (Shimadzu Prominence Series) ... 108

Gambar 59. Pompa vakum (Boeco) ... 108

Gambar 60. Neraca analitik (Boeco) ... 109

Gambar 61. Sonifikator (Branson 1510) ... 109

Gambar 62. Sonifikator (Kudos) ... 109

Gambar 63. Syringe ... 110

(20)

Lampiran 1.

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar kromatogram hasil optimasi pH fase gerak

Halaman

dapar fosfat (pH 2,6) ... 54

Lampiran 2. Gambar kromatogram hasil optimasi pH fase gerak dapar fosfat (pH 3,5) ... 56

Lampiran 3. Gambar kromatogram hasil optimasi pH fase gerak dapar fosfat (pH 4,3) ... 58

Lampiran 4. Gambar kromatogram hasil optimasi pH fase gerak dapar fosfat (pH 6,0) ... 60

Lampiran 5. Gambar kromatogram hasil optimasi komposisi fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 ... 62

Lampiran 6. Gambar kromatogram penentuan kurva kalibrasi ... 67

Lampiran 7. Perhitungan persamaan garis regresi ... 71

Lampiran 8. Contoh perhitungan kadar aspartam dalam sampel ... 73

Lampiran 9. Kromatogram hasil penyuntikan Nutri Sari ... 74

Lampiran 10. Analisis data statistik dari hasil penyuntikan sampel Nutri Sari ... 76

Lampiran 11. Kromatogram hasil penyuntikan Okki Koko Drink ... 78

Lampiran 12. Analisis data statistik dari hasil penyuntikan sampel Okki Koko Drink ... 80 Lampiran 13. Kromatogram hasil penyuntikan Ale-ale ... 82

Lampiran 14. Analisis data statistik dari hasil penyuntikan sampel Ale-ale ... 84

Lampiran 15. Kromatogram hasil penyuntikan Jas Jus ... 86

Lampiran 16. Analisis data statistik dari hasil penyuntikan sampel Jas Jus ... 88

(21)

Lampiran 18. Analisis data statistik dari hasil penyuntikan sampel

Frutang ... 92

Lampiran 19. Data kadar aspartam dalam sampel ... 94

Lampiran 20. Gambar Kromatogram analisis perolehan kembali ... 95

Lampiran 21. Contoh perhitungan persen perolehan kembali ... 99

Lampiran 22. Data hasil perhitungan persen perolehan kembali ... 100

Lampiran 23. Data perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) ... 102

Lampiran 24. Sertifikat aspartam BPFI ... 103

Lampiran 25. Tabel distribusi t ... 104

Lampiran 26. Standar Nasional Indonesia untuk aspartam ... 105

Lampiran 27. Sampling minuman ringan ... 106

Lampiran 28. Spesifikasi sampel ... 107

(22)

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM

MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MEDAN

Abstrak

Minuman ringan merupakan produk minuman yang banyak dikonsumsi masyarakat. Biasanya mengandung aspartam yang mempunyai tingkat kemanisan 200-400 kali sukrosa, sehingga sering ditambahkan dalam produk minuman ringan dengan tujuan penghematan biaya produksi. Dikeluarkannya pedoman persyaratan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan oleh Badan POM RI memberikan konsekuensi akan perlunya suatu metode analisis yang praktis, akurat dan teliti. Peneliti sebelumnya telah melakukan penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan perbandingan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (17,5:82,5) dengan laju alir 1,2 ml/menit menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (150 mm x 4,6 mm) dan dektektor UV/Vis tetapi tidak disebutkan waktu retensinya; pada pH 3,5 (15:85) dengan laju alir 1,5 ml/menit menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (150 mm x 4,6 mm) dan detektor PDA dengan waktu retensi 4,0 menit; dan pada pH 6,0 (15:85) dengan laju alir 1,4 ml/menit menggunakan kolom Shimpac XR-ODS (50 mm x 3,0 mm) dan detektor UV/Vis dengan waktu retensi 1,15 menit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu metode alternatif pada penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan detektor UV/Vis.

Dalam pengembangan metode ini, dilakukan penentuan panjang gelombang, pemilihan pH fase gerak dan komposisi fase gerak untuk mendapatkan kondisi analisis yang optimum. Uji validasi dilakukan terhadap parameter akurasi, presisi, batas deteksi dan batas kuantitasi untuk menjamin kualitas dari metode analisis.

Hasil optimasi diperoleh kondisi analisis yang optimal menggunakan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 4,3 dengan perbandingan 20 : 80, laju alir 1,2 ml/menit pada panjang gelombang 210 nm dengan waktu retensi 5,5 menit. Dari hasil uji validasi metode diperoleh persen recovery 102,85% dan RSD 0,28%, ini menunjukkan bahwa metode memiliki akurasi dan presisi yang baik dengan batas deteksi (LOD) 7,54 µ g/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 25,14 µ g/ml. Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar Aspartam dalam Nutri Sari 391,31 ± 8,48 mg/kg, Okki Koko Drink 95,97 ± 1,42 mg/kg, Ale-ale 31,39 ± 0,42 mg/kg, Jas Jus 128,86 ± 0,88 mg/kg dan Frutang 87,45 ± 1,37 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa kandungan aspartam dalam semua sampel minuman ringan masih memenuhi persyaratn menurut SNI 01-6993,2004, yaitu 600 mg/kg.

Kata kunci: aspartam, minuman ringan, kromatografi cair kinerja tinggi,

(23)

DEVELOPMENT AND VALIDATION OF HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY METHOD IN THE DETERMINATION

OF ASPARTAME IN SOFT DRINK THAT CIRCULATE IN MEDAN

Abstract

Soft drinks are a beverage product that almost consumed by the people. Commonly softdrink contain aspartame which has 200 – 400 times sweetness of sucrose, so it is usually added in soft drink products to economize the production cost. The exit of alternative sweetener guideline requirement in food product by BPOM RI gives a consequence the need of a practical, accurate and thorough analytical method. Previous researchers have done the determination of aspartame concentration in soft drink by High Performance Liquid Chromatography with mobile phase ratio of acetonitrile: phosphate buffer pH 2.6 (17.5:82.5) in flow rate 1.2 ml/min using Shimpac colomn VP-ODS (150 x 4.6 mm) with UV/Vis detector, but it wasn’t mentioned the retention time; in pH 3.5 (15:85) with flow rate 1.5 ml/min using Shimpac colomn VP-ODS (150 x 4.6 mm) with PDA detector, it was obtained retention time 4.0 min; and in pH 6.0 (15:85) with flow rate 1.4 ml/min using Shimpac XR-ODS (50 x 3.0 mm) with UV/Vis detector, it was obtained retention time 1.15 min. The purpose of this research is to develop an alternative analysis method that can be used in determination of aspartame concentration using High Performance Liquid Chromatography using Shimpac colomn VP-ODS (250 x 4.6 mm) with UV/Vis detector.

On this development method, need to be wavelength parameter, pH of mobile phase and the ratio of mobile phase to could optimum analithical method. Validation test was done against accuracy and precission parameters, limit of detection and limit of quantitation to guarantee quality of analithical method.

Optimization result obtained optimum analytical condition in mobile phase acetonitrile : phosphate buffer pH 4.3 with ratio of mobile phase 20 : 80, flow rate 1.2 ml/min in 210 nm wavelength with retention time 5.5 min. From the validation test result, it was obtained recovery 102,85% and RSD 0.28%, it was indicated that this method had a good accuracy and precission with limit of detection (LOD) 7.54 µ g/ml and limit of quantitation (LOQ) 25.14 µ g/ml. From this research result, it was obtained that aspartame concentration in Nutri Sari was 392.31 ± 8.48 mg/kg, Okki Koko Drink 95.97 ± 1.42 mg/kg, Ale-ale 31.39 ± 0.42 mg/kg, Jas Jus 128.86 ± 0.88 mg/kg dan Frutang 87.45 ± 1.37 mg/kg. It can be seen that concentration of aspartame in all of the soft drink samples were still fulfilled with Indonesian National Standard 01-6993, 2004 (600 mg/kg).

Keywords: aspartame, soft drink, high performance liquid chromatography,

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minuman ringan (Soft drink) berdasarkan Keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tentang

Kategori Pangan adalah produk minuman yang diperoleh tanpa melalui proses

fermentasi dengan atau tanpa penambahan karbondioksida, dengan atau tanpa

pengenceran sebelum diminum, tetapi tidak termasuk air, sari buah, susu atau susu

untuk persiapan produk, teh, kopi, cokelat, produk telur, produk daging, kamir atau

ekstrak sayur, sup, sari sayur dan minuman beralkohol (BPOM RI, 2006).

Pada dasarnya pemanis buatan (artificial sweeteners) termasuk ke dalam

golongan bahan tambahan kimia, yang secara substansi memiliki tingkat kemanisan

lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis

dibandingkan sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan

pemanis buatan dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil

sehingga dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu,

penggunaan pemanis buatan untuk memproduksi makanan jauh lebih murah

dibanding penggunaan sukrosa (Ambarsari, dkk., 2007).

Penggunaan aspartam dalam industri produk minuman ringan masih sering

digunakan dan diijinkan penggunaannya, tetapi dalam batasan tertentu. Karena itu,

masyarakat Indonesia hampir setiap hari mengkonsumsi aspartam dalam jumlah

tertentu baik secara terpisah maupun gabungan dengan dua atau lebih pemanis

buatan lainnya. Kombinasi aspartam dengan pemanis lainnya dimaksudkan untuk

meningkatkan rasa manis yang lebih, tetapi masih dalam batasan yang diijinkan

(25)

Penggunaan pemanis sintetik dapat mempengaruhi kesehatan tubuh.

Penelitian telah menunjukkan bahwa pemanis seperti aspartam dapat

terdekomposisi menjadi produk yang berbahaya. Salah satu konsekuensinya dapat

menyebabkan gangguan penglihatan atau bahkan kebutaan. Dekomposisi pemanis

dalam tubuh, berarti bahwa pemanis dikonversi melalui reaksi kimia menjadi

senyawa yang berbahaya seperti metanol (Nseir, 2010).

Dalam larutan dan pada keadaan tertentu seperti pencampuran, temperatur,

dan pH, ikatan ester terhidrolisis membentuk dipeptida aspartilfenilalain dan

metanol. Pada akhirnya, aspartilfenilalanin dapat terhidrolisis menjadi dua asam

amino, yaitu asam aspartat dan fenilalanin. Kemungkinan yang lain, metanol

mungkin juga dihidrolisis dari siklisasi aspartam menjadi diketopiperazin (DKP)

(Butchko, 2001). Hal serupa terjadi juga dalam tubuh, dimana aspartam akan

dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang ada dalam usus halus dan sel mukosa

menjadi asam aspartat (40%), fenilalanin (50%), dan metanol (10%) (O’Donnel,

2006).

Banyaknya minuman ringan yang mengandung aspartam yang beredar di

pasaran membuat peneliti tertarik untuk menetapkan kadar aspartam dalam

minuman ringan yang beredar di Kotamadya Medan. Hasil yang diperoleh

dibandingkan dengan persyaratan yang tercantum dalam SNI-01-6993-2004.

Metode penetapan kadar aspartam dapat dilakukan dengan berbagai cara

diantaranya metode secara volumetri, yaitu titrasi bebas air, secara spektrofotometri

Ultraviolet dan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Pada penelitian ini dilakukan analisis pemanis aspartam di dalam minuman

ringan menggunakan metode KCKT, dan untuk mendapatkan hasil analisis

(26)

pH fase gerak dan komposisi fase gerak. Kondisi analisis optimum yang

diperoleh diterapkan pada penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan.

Adapun alasan memilih metode ini karena analisisnya cepat, daya pisah baik, peka,

kolom dapat dipakai berulang kali dan perangkatnya dapat digunakan secara

otomatis dan kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

Penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar aspartam dalam

minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan perbandingan

fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 2,6 (17,5:82,5) dengan laju alir 1,2 ml/menit

mengunakan kolom Shimpac VP-ODS (150 mm x 4,6 mm) dengan detektor

UV/Vis, tetapi tidak disebutkan waktu retensinya, pada pH 3,5 (15:85) dengan laju

alir 1,5 ml/menit menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (150 mm x 4,6 mm) dan

detektor PDA (photo diode array) dengan waktu retensi 4,0 menit, dan pada pH 6,0

(15:85) dengan laju alir 1,4 ml/menit menggunakan kolom Shimpac XR-ODS (50

mm x 30 mm) dan detektor UV/Vis dengan waktu retensi 1,15 menit.

Dikeluarkannya pedoman persyaratan penggunaan pemanis buatan pada

produk pangan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan

Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.1.4547 tahun 2004, memberikan

konsekuensi akan perlunya suatu metode analisis yang praktis, akurat dan teliti.

Sehingga perlu adanya suatu metode alternatif untuk analisis kadar aspartam dalam

minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin

kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik. Untuk menguji validitas dari metode

ini dilakukan pengujian antara lain uji akurasi dengan parameter % recovery, uji

presisi dengan parameter koefisien variasi (RSD), uji sensitifitas dengan

(27)

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:s

1. Berapakah perbandingan komposisi fase gerak asetonitril : dapar fosfat

dengan berbagai variasi pH pada panjang gelombang yang sesuai, sehingga

diperoleh kondisi analisis yang optimal dan efisien pada penetapan kadar

aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

2. Apakah komposisi fase gerak asetonitril : dapar fosfat dengan berbagai

variasi pH pada panjang gelombang yang diperoleh dapat digunakan pada

penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi dengan validasi yang memenuhi persyaratan.

3. Apakah kadar aspartam dalam minuman ringan yang beredar di Kotamadya

Medan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam SNI-01-6993-2004?

1.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Perbandingan fase gerak asetonitril : dapar fosfat dengan berbagai variasi

pH merupakan kondisi analisis yang optimal dan efisien pada penetapan

kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi.

2. Kondisi optimum fase gerak asetonitril : dapar fosfat dengan berbagai

variasi pH dan panjang gelombang yang sesuai dapat digunakan pada

penetapan kadar aspartam dalam minuman ringan secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi.

3. Kadar aspartam dalam minuman ringan yang beredar di Kotamadya Medan

(28)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbandingan asetonitril : dapar fosfat dengan berbagai

variasi pH dan panjang gelombang yang sesuai, sehingga diperoleh kondisi

analisis yang optimal dan efisien pada penetapan kadar aspartam dalam

minuman ringan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

2. Untuk menyesuaikan kondisi optimum fase gerak asetonitril : dapar fosfat

dengan berbagai variasi pH dan panjang gelombang yang diperoleh dengan

validasi metode yang memenuhi persyaratan.

3. Untuk mengetahui kesesuaian kadar aspartam dalam minuman ringan yang

beredar di Kotamadya Medan dengan persyaratan yang tercantum dalam

SNI-01-6993-2004.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi kepada masyarakat

mengenai kadar aspartam dalam minuman ringan yang beredar di pasaran, sehingga

masyarakat lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi minuman ringan. Disamping

itu, dapat digunakan sebagai metode alternatif pada penetapan kadar aspartam

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi untuk industri farmasi atau makanan dan

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam

pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan, baik yang mempunyai atau

tidak mempunyai nilai gizi (BPOM RI, 2011 dan BPOM RI, 2004).

Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori Bahan

Tambahan Makanan. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman,

dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan

yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum

penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan

dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang

berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti,

2007).

Menurut Yuliarti (2007), beberapa Bahan Tambahan Makanan yang telah

diizinkan oleh Badan POM, diantaranya:

1. Pengawet: natrium benzoat, kalium sorbat, nisin

2. Pewarna: tartrazin

3. Pemanis: aspartam, sakarin dan siklamat

4. Penyedap rasa: monosodium glutamat

5. Antikempal: aluminium silikat, magnesium karbonat, trikalsium fosfat

6. Antioksidan: asam askorbat, alfa tokoferol

7. Pengemulsi, pemantap dan pengental: lesitin, sodium laktat dan potassium

(30)

2.2. Pembagian Pemanis

2.2.1 Pemanis Alami

Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama adalah tebu

dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu

ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya

laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol (Yuliarti, 2007).

2.2.2 Pemanis Buatan

Pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa

manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh adalah

sakarin, siklamat, aspartam. Sekalipun penggunaannya diizinkan, pemanis buatan

dan juga bahan kimia yang lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi.

Alasannya, meskipun pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar yang

kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya kesehatan

bagi manusia maupun hewan yang mengonsumsinya (Yuliarti, 2007).

2.3 Aspartam

Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965,

ketika mensintesis obat-obat untuk bisul atau borok. Asparrtam adalah senyawa

metil ester dipeptida, yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus

C14H18N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa (Cahyadi, 2009; Tan,

2007).

Pada penggunaannya dalam minuman ringan, aspartam kurang

(31)

turunya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik

digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2009).

2.3.1 Sifat Fisika dan Kimia

[image:31.596.215.381.200.292.2]

2.3.1.1 Struktur

Gambar 1. Struktur kimia dari Aspartam (Butchko, 2001).

2.3.1.2 Rumus Molekul

C14H18N2O5 (O’Donnell, 2006).

2.3.1.3 Berat Molekul

294,30 (Glória, 2003).

2.3.1.4 Nama Kimia

(3S)-3-Amino-4-[[(2S)-1-methoxy-1-oxo-3-phenylpropan-2-yl]amino]-4-

oxobutanoic acid (The Department of Health, 2012).

2.3.1.5 Pemerian

Senyawa yang tidak berbau, putih atau hampir putih, sedikit higroskopis,

serbuk kristal (Cahyadi, 2009; Martindale, 2009; The Department of Health, 2012).

2.3.1.6 Stabilitas

Dalam larutan dan pada keadaan tertentu seperti pencampuran, temperatur,

dan pH, ikatan ester terhidrolisis membentuk dipeptida aspartilfenilalain dan

metanol. Pada akhirnya, aspartilfenilalanin dapat terhidrolisis menjadi dua asam

(32)

mungkin juga dihidrolisis dari siklisasi aspartam menjadi diketopiperazin (DKP)

(Butchko, 2001). Hal serupa terjadi juga dalam tubuh, dimana aspartam akan

dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang ada dalam usus halus dan sel mukosa

menjadi asam aspartat (40%), fenilalanin (50%), dan metanol (10%) (O’Donnel,

2006).

O O O H2 H H H HO C

esterase

H2O

C C C NH2

N C C OH CH2 + H

3C OH

Methanol

peptidase O H O

H2 H O H H O Aspartylphenylalanine O O H2N C C HO C C C C N C C H2 H OH

NH2 CH2 OCH3

esterase O

H2 H H2O

HO C C C C OH + NH2

CH2

Aspartame

C C N O HO

O N C H H2

+ H3C OH

Aspartic acid Phenylalanine

Diketopiperazine Methanol

Gambar 2. Prinsip konversi produk aspartam (Butchko, 2001).

Pada suhu 25 °C, stabilitas maksimum aspartam ditunjukkan pada pH 4,3.

Aspartam berfungsi dengan sangat baik di atas interval pH 3-5, tetapi kebanyakan

stabil pada suasana asam lemah yang mana kebanyakan digunakan dalam industri

makanan, yaitu antara pH 3 dan 5 (Butchko, 2001; O’Donnel, 2006; Smith, 2003).

Gambar 3. Stabilitas aspartam dalam larutan dapar pada suhu 25°C (Butchko,

(33)

2.3.1.7 Kelarutan

Sedikit larut dalam air (pada suhu 20 °C, pH 4,5-6,0 sebanyak 36%) dan

dalam alkohol (pada suhu 25 °C sebanyak 0,4%) (Smith, 2003); praktis tidak larut

dalam diklorometana, n-heksan dan dalam metilen klorida (Martindale, 2009; The

Department of Health, 2012)

2.3.2 Sinonim

N-L-α-Aspartyl-L-phenylalanine-1-Methyl Ester; Aspartylphenylalanine

methyl ester; 3-Amino-N-(α-carboxyphenethyl)succinamic acid N-methyl ester; N-

L-α-aspartyl-L-phenylalaninate; APM; Aspartaam; Aspartamas; Aspartamo;

Aspartamum (Commite of Food Chemical Codex, 2004; Smith, 2003; The United

State Pharmacopoeia Convention, 2007; Martindale, 2009).

2.3.3 Sintesis

Sintesis aspartam dalam skala besar diperoleh melalui reaksi:

Gambar 4. Reaksi sintesis pembentukan aspartam (Belitz, 2009).

Bahan baku untuk produksi aspartam adalah dua asam amino, yaitu

fenilalanin dan asam aspartat. Gugus reaktif dari asam amino diproteksi pertama

(34)

asam amino kemudian digandengkan dengan yang lain secara kimia atau enzimatis

dan gugus reaktif dihilangkan. Langkah ini diikuti dengan tahap melarutkan dengan

HCl dan kristalisasi untuk menghilangkan pengotor atau zat asing (O’Donnell,

2006).

2.3.4 Metabolisme

Aspartam dapat dihidrolisis dan dimetabolisme dalam dua jalur utama, yaitu

melalui intesitnal lumen dan sel mukosa. Dalam keduanya, keadaan dosis aspartam

yang besar akan melepaskan aspartat, fenilalanin dan metanol ke dalam aliran

darah, dan senyawa ini dimetabolisme dan atau diekskresikan (Salminen dan

Hallikainen, 2002). Aspartam diabsorbsi dan dimetabolisme mengikuti laju

kinetika orde pertama. Aspartam dihidrolisis dalam usus halus oleh enzim

proteolitik dan hidrolitik menjadi aspartat, fenilalanin, dan metanol (Glória, 2003).

Gambar 5. Diagram metabolisme Aspartam (Glória, 2003)

2.3.5 Toksisitas

Efek samping yang tersering timbul pada dosis tinggi dapat berupa nyeri

kepala dan lambung, pusing, mual, muntah dan perubahan suasana jiwa, lebih

jarang reaksi alergi dan serangan epilepsi. Ada kalanya aspartam dalam Cola light

dapat mencetuskan serangan migrain. Tidak boleh diberikan pada anak-anak dan

wanita hamil dengan fenilketonuria (PKU), dimana terdapat kekurangan enzim

yang mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Sebabnya adalah fenilalanin akan

(35)

2.3.6 Metode Analisis Lain untuk Penetapan Kadar Aspartam

2.3.6.1 Penetapan Kadar Aspartam dengan Metode Titrasi Bebas Air

Penetapan kadar Aspartam dengan metode titrasi bebas air menggunakan

asam perklorat 0,1 N sebagai pentiter. Prosedur penetapan kadar aspartam dengan

metode titrasi asam basa, yaitu dengan menimbang secara teliti 300 mg sampel

(aspartam) dan dilarutkan dengan 1,5 ml asam formiat 96% dalam erlenmeyer 150

ml. Ditambah 60 ml asam asetat glasial dan kristal violet sebagai indikator,

kemudian dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N hingga terbentuk warna hijau.

Setiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 29,43 mg C14H18N2O5 (The United

State Pharmacopoeia Convention, 2007).

2.3.6.2 Penetapan Kadar Aspartam dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

Penentuan kadar aspartam secara kuantitatif dapat dilakukan dengan

spektrofotometri. Mula-mula aspartam dilarutkan dengan HCl 2 N. Kemudian

panaskan supaya terjadi hidrolisis menghasilkan fenilalanin. Analisis kuantitatif

memerlukan tahap pemisahan zat aktif dengan zat pengotor lainnya dengan cara

ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi cair-cair, yaitu zat yang telah

dilarutkan diekstraksi dengan kloroform sebanyak 2 kali masing-masing 10 menit,

kemudian fase organik dipisahkan dari fase air. Fase air diekstraksi kembali dengan

petroleum eter selama 10 menit. Pengukuran dilakukan pada fase air (Cahyadi,

2009) pada panjang gelombang 200-217 nm (Glória, 2003).

2.4 Kromatografi

2.4.1 Sejarah Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani Rusia pada tahun

(36)

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

berisi CaCO3. Oleh karena itu, diberi nama kromatografi yang berasal dari bahasa

Yunani “chroma” yang berarti warna dan “grapein” yang berarti menulis

(Wonorahardjo, 2013). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang

paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat

dimanfaatkan untuk melalukan analisis, baik analisis kualitatif, analisis kuantitatif,

atau preparatif dalam bidang farmasi, industri dan lain sebagainya (Gandjar dan

Rohman, 2008).

Organisasi standar internasional IUPAC (International Union of Pure and

Applied Chemistry) mendefinisikan kromatografi sebagai metode pemisahan secara

fisika yang mana komponen-komponen yang akan dipisahkan terbagi diantara dua

fase, yang satu adalah fase diam sementara yang lain adalah fase gerak yang

bergerak pada arah tertentu (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.4.2 Klasifikasi Kromatografi

Prinsip dari metode kromatografi adalah distribusi komponen sampel antara

dua fase, yakni fase diam dan fase gerak. Fase diam dalam praktiknya adalah cairan

yang terikat pada permukaan padatan sehingga tidak dapat bergerak, atau padatan

itu sendiri. Sedangkan, fase gerak adalah cairan atau gas pembawa yang tidak

bereaksi dengan senyawa-senyawa yang dipisahkan (Wonorahardjo, 2013).

Klasifikasi tipe kromatografi yang paling umum adalah berdasarkan tipe

fase gerak dan fase diam. Kromatografi gas-cair atau kromatografi cair-cair,

kromatografi gas, sering menjadi penanda suatu jenis kromatografi. Yang sering

digunakan adalah tipe fase geraknya, seperti kromatografi gas merujuk pada fase

(37)

menunjukkan fase gerak cair (dan fase diam padat atau cair, tetapi tidak disebut).

Jika kedua fase disebut ini berarti bahwa kromatografi dibuat secara spesifik untuk

tujuan tertentu (Wonorahardjo, 2013).

Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan

menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi

pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi eksklusi ukuran dan

(f) kromatografi afinitas (Rohman, 2009).

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)

kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut

kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d)

kromatografi gas (KG) (Rohman, 2009).

Gambar 6. Pengelompokkan kromatografi secara umum (Gandjar dan Rohman,

(38)

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

2.5.1 Jenis KCKT

Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena

banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan

mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase

terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. Berdasarkan

pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase

normal dan KCKT fase terbalik. Berdasarkan mekanisme interaksi antara analit

dengan fase diam, kromatografi cair dapat dibagi menjadi 4 metode, yakni:

kromatografi fase normal (normal phase chromatography) atau disebut juga

kromatografi adsorpsi (adsorption chromatography), kromatografi fase balik

(reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-exchange

chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion

chromatography) (Gandjar dan Rohman, 2008).

Kromatografi fase balik menggunakan fase diam dari silika yang

dimodifikasi secara kimiawi. Fase diam yang paling popular digunakan adalah

oktadesilsilan (ODS atau C18) yang relatif non polar sedangkan fase geraknya relatif

lebih polar daripada fase diam. Kondisi kepolaran kedua fase ini merupakan

kebalikan dari kromatografi fase normal sehingga disebut kromatografi fase balik

(Meyer, 2010).

2.5.2 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase

(39)

analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan

setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2010).

Sebagai contoh, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem

kromatografi adsorbsi (fase normal) yang dinotasikan sebagai partikel ● (nonpolar)

dan ▲ (polar) (Gambar 7a). Masuknya eluen (fase gerak/nonpolar) ke dalam kolom

akan menimbulkan kesetimbangan baru.

Gambar 7 . Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT (Meyer,

2010).

Molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase

diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, di mana komponen ▲ cenderung

menetap di fase diam dan komponen ● lebih cenderung di dalam fase gerak

(Gambar 7b), sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul

kembali di fase gerak (Gambar 7c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua

komponen akan terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase gerak akan

berpindah lebih cepat daripada komponen ▲ yang cenderung menetap di fase diam,

sehingga komponen ● akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian

(40)

2.5.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair

2.5.3.1 Tinggi dan Luas Puncak

Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau

jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif).

Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan

kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi

puncak. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh

kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi

oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi

sampel (Ornaf dan Dong, 2005).

Sebuah puncak memiliki lebar puncak (Wb), tinggi (h) dan luas puncak

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8 berikut:

Gambar 8. Kromatogram yang diperoleh dari analisis KCKT (Ornaf dan Dong,

2005).

Lebar puncak yang diukur biasanya merupakan lebar pada 5% tinggi puncak (Ornaf

dan Dong, 2005).

2.5.3.2 Waktu tambat

Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang

terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat/retention time (tR). Waktu

(41)

sebagai waktu hampa/void time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir

fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom

semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan

sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka

waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2010).

2.5.3.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang

lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang

lebih independen yaitu faktor kapasitas (k’). Faktor kapasitas dihitung dengan

membagi waktu tambat bersih (t’R) dengan waktu hampa (t0) seperti yang dapat

dilihat pada rumus berikut ini (Ornaf dan Dong, 2005).

Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor

tambat (k). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen yang berbeda

namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit

pada kedua system KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2010).

Faktor tambat yang disukai berada diantara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k

terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga

tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul

dalam kromatogram. Sebaliknya nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu

analisis akan panjang (Meyer, 2010).

Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak yang

(42)

kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi fase gerak

(Snyder, 2010).

2.5.3.4 Selektivitas

Kemampuan sistem kromatografi dalam memisahkan/membedakan analit

yang berbeda dikenal sebagai selektivitas (α). Selektivitas umumnya tergantung

pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis

fase gerak yang digunakan (Meyer, 2010).

Selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua faktor kapasitas dari

analit yang berbeda. Selektivitas ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Nilai selektivitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1

(Ornaf dan Dong, 2005).

2.5.3.5 Efisiensi Kolom

Ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate

number (N) (Ornaf dan Dong, 2005). Kolom yang efisien adalah kolom yang

mampu menghasilkan puncak yang sempit dan memisahkan analit dengan baik.

Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran kolom semakin panjang, hal ini

berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan proporsionalitas

antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/High

Equivalent of a Theoritical Plate. Praktik HPLC yang baik adalah mendapatkan

nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang maksimum dan efisiensi kolom yang

(43)

Parameter yang dapat mempengaruhi nilai lempeng antara lain waktu

tambat puncak, ukuran partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas

fase gerak dan berat molekul analit. FDA merekomendasikan agar tiap analisis

KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000 (Meyer, 2010).

2.5.3.6 Resolusi

Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang

bersebelahan (Ornaf dan Dong, 2005).

Harga resolusi yang semakin besar memiliki arti proses pemisahan semakin bagus

dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses pemisahan yang

buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun sudah dapat

terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling berdekatan

terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh karena itu pada

analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar dari 1,5. Sementara

bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka diperlukan nilai

resolusi yang lebih besar (Meyer, 2010).

2.5.3.7 Faktor Ikutan dan Faktor Asimetri

Puncak kromatogram dalam kondisi ideal akan memperlihatkan bentuk

Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf dan Dong, 2005). Namun

kenyataannya dalam praktik kromatografi, puncak yang simetris secara sempurna

jarang dijumpai. Jika diperhatikan dengan cermat, maka hamper setiap puncak

(44)

Gambar 9. Tiga jenis puncak. (Meyer,2010)

Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetris puncak,

yakni faktor ikutan dan faktor asimetri. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang

diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung

dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya

dituliskan sebagai berikut:

Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengukuran derajat asimetris puncak (Snyder, 2010).

Sementara itu, faktor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus

sebagai berikut.

Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar

(45)

a=b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk

puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka

kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak

berbentuk fronting, maka faktor ikutan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1

(Hinshaw, 2004).

2.5.4 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak

(reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn),

detector (detector) dan perekam (recorder) (McMaster, 2007). Ilustrasi instrument

dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. (a) Sistem KCKT secara skematik yang menunjukkan semua

komponen utamanya. (b) Gambaran grafik suatu sistem KCKT isokratik (Dong, 2006).

2.5.4.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun

labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya

(46)

digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak,

sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan

detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.5.4.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai

syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase

gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,

teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan

tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir

0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari

hasil yang menyimpang pada detektor (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.4.3 Tempat Injeksi Sampel

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic

injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling

sederhana (Meyer, 2010).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran

pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel

dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan

katup injeksi (Meyer, 2010).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk

menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µ l dan sekarang digunakan dengan

cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat

diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam

(47)

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang

mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2010).

Gambar 12. Tipe Injektor katup putaran (Meyer, 2010).

2.5.4.4 Kolom

Kolom merupakan jantung dari instrument KCKT karena proses pemisahan

terjadi disini. Kolom umumnya terbuat dari 316- grade stainless steel yang relative

tahan karat dan dikemas dengan fase diam tertentu. Ukuran kolom untuk tujuan

analitik berkisar antara panjang 10 hingga 25 cm dan diameter dalam 3 hingga 9

cm. Sedangkan untuk tujuan preparative digunakan kolom dengan diameter 10 mm

hingga 1 inchi (25,4 mm) (Meyer, 2010).

Ada 2 jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan kolom

mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase diam untuk

berlangsungnya proses pemisahan solut analit (Rohman, 2009).

Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan

kolom konvensional, yakni:

− Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase

(48)

− Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih

ideal jika digabung dengan spektrometer massa

− Sensitifitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya

jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom

konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Rohman, 2009).

2.5.4.5 Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu detektor

universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik,dan

tidak selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan

golongan detektor yang spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor

fluoresensi dan elektrokimia (Gandjar dan Rohman, 2008).

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

− Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

− Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar

yang sangat kecil

− Stabil dalam pengoperasian

− Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran

pita

− Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran

yang luas (kisaran dinamis linier)

− Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar

(49)

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan

dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki

sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisaran respons linier yang

luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan

yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak

selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.5.4.6 Perekam Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-

puncak yan

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia dari Aspartam (Butchko, 2001).
Gambar 25.  Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT menggunakan kolom
Gambar 28. Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT menggunakan kolom Simpac VP-ODS (250 mm x 4,6 mm) dengan fase gerak Asetonitril : Dapar fosfat pH 4,3 (22,5:77,5), volume penyuntikan 20 µ L dengan laju alir 1,2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang
Gambar 29.  Kromatogram Aspartam BPFI secara KCKT menggunakan kolom
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN DALAM TABLET SECARA KCKT (KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari komposisi fase gerak yang optimal, efisien serta melakukan uji validasi dari metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan metode

Penetapan kadar aspartam dalam minuman berenergi “X” terlebih dahulu dilakukan validasi metode penetapan kadar dengan parameter-parameter selektifitas, linearitas, batas

Metoda Kromatogarfi Cair Ki- nerja Tinggi (KCKT) dapat digu- nakan untuk menetapkan kadar sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartam yang terdapat di dalam minuman

Perhitungan Penetapan Kadar Trikosan pada Pasta Gigi Secara. Kromatografi Cair Kinerja

Meto d a Kro mato garfi Cair Ki- nerja Tinggi (KCKT) dapat digu- nakan untuk menetapkan kadar sakarin, asam benz o at, asam sorbat, kofeina dan aspartam yang terdapat di dalam

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Kondisi optimum hasil optimasi metode penetapan kadar natrium siklamat menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi adalah menggunakan fase gerak asetonitril:akuabides