• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Penyakit DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Gabungan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Penyakit DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Gabungan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN

PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN

GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

RINANCY TUMILAAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Penyakit DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Gabungan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Rinancy Tumilaar

(4)

RINGKASAN

RINANCY TUMILAAR. Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Penyakit DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Gabungan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik. Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI dan JAHARUDDIN.

Penyakit demam berdarah adalah penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis. Penyebaran penyakit DBD melibatkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue. Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk betina yang terinfeksi. Setelah inkubasi virus, nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya.

Dalam penyebarannya, virus mengalami masa inkubasi, baik ketika berada dalam tubuh manusia (intrinsik) maupun dalam tubuh nyamuk (ekstrinsik). Oleh karena masa inkubasi ini memengaruhi proses transmisi penyakit, maka faktor ini perlu dimasukkan dalam model matematika.

Penelitian ini bertujuan memodifikasi model dengan melibatkan masa inkubasi intrinsik, serta gabungan antara masa inkubasi ekstrinsik dan intrinsik, selanjutnya menentukan titik tetap dan kestabilan titik tetapnya, serta dinamika populasinya melalui simulasi dengan berbagai variasi parameter.

Populasi manusia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu manusia yang rentan, manusia yang terkena infeksi, dan manusia yang sembuh. Manusia yang rentan adalah manusia yang bukan imun dan tidak terkena infeksi. Manusia yang terkena infeksi adalah manusia yang terkena virus DBD dan dapat menularkan kepada individu lain dengan perantara nyamuk. Manusia sembuh adalah manusia yang sembuh dari penyakit dan tidak dapat tertular lagi.

Populasi nyamuk dibedakan menjadi dua kelas yaitu nyamuk yang rentan dan nyamuk yang terkena infeksi. Nyamuk yang rentan adalah nyamuk yang rentan terhadap penyakit demam berdarah dengue. Sedangkan nyamuk terinfeksi adalah nyamuk yang terkena infeksi dan dapat menularkan kepada individu lain.

Dalam penelitian ini diperoleh dua titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit dan titik tetap endemik. Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan pada titik tetap dengan mempertimbangkan bilangan reproduksi dasar. Bilangan reproduksi dasar merupakan nilai harapan banyaknya infeksi tiap satuan waktu. Bilangan ini menjadi tolak ukur penularan penyakit dalam populasi. Selanjutnya dilakukan simulasi numerik, simulasi dilakukan karena sistem sulit diamati secara langsung sehingga dengan dilakukannya simulasi dapat dipelajari hal-hal yang bisa terjadi dalam dinamika populasi berdasarkan model.

(5)

penyakit menyebabkan perubahan perilaku osilasi proporsi manusia rentan, proporsi manusia terinfeksi, dan proporsi nyamuk terinfeksi.

(6)

SUMMARY

RINANCY TUMILAAR. Stability Analysis of Mathematical Model for Dengue Disease Transmission with Intrinsic Incubation and Combination of Intrinsic and Extrinsic Incubation. Supervised by PAIAN SIANTURI and JAHARUDDIN.

Dengue fever is a common disease in tropical region, the spread of dengue disease involving Aedes aegypti mosquitoes which infected with dengue virus. The virus transmitted to humans through an infected female mosquito bite. After incubation, infected mosquitoes capable of transmitting the virus for the rest of its life.

In spreading, the virus had an incubation period, both when it is in the human body (intrinsic) and in the body of the mosquito (extrinsic). Because the incubation period of this disease affects the transmission process, then these factors need to be included in the mathematical model.

This study aims to modify models include the intrinsic incubation, and combination of intrinsic and extrinsic incubation, then determine the fixed point and its stability, and also performed the population dynamics through simulations with a variety of parameters.

The human population is divided into three classes, namely susceptible humans, infected humans, and recovered humans. Susceptible humans are human that not immune and have not been infected. Infected humans are human that already infected and can transmit the virus to mosquito. Recovered humans were considered obtained immunity, thus no recovered human could get infected again.

Mosquitos populations divided into two classes, namely susceptible mosquitoes and infected mosquitoes. Susceptible mosquitoes are susceptible to dengue fever. Infected mosquito is mosquito that could infect virus in to other individuals. It was assumed that human and mosquito population size constant so that the birth rate equals the death rate, average individual mosquito bites on humans per day is constant, and mosquitoes were never recovered after becoming infected.

In this study obtained two fixed points, namely the free desease fixed point and endemic fixed point. The stability analysis of fixed point performed considering the basic reproduction number. Basic reproduction number is the expectation value of the number of infections per unit time. This number is a measure of transmission of disease in the population. Furthermore, the simulation is performed because the system is difficult to observe directly, with simulation can be learned things that could happen in the population dynamics.

(7)

on the process of disease transmission gives a different oscillation behavior in the proportion of susceptible humans, infected humans, and infected mosquitoes.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Matematika Terapan

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN

PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN

GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Penyakit DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Gabungan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Nama : Rinancy Tumilaar

NIM : G551120101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Paian Sianturi Ketua

Dr Jaharuddin, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Matematika Terapan

Dr Jaharuddin, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya anugerah-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah pemodelan matematika, dengan judul Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Penyakit DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Gabungan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan-bantuan dan arahan-arahan dari kedua pembimbing sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Paian Sianturi selaku pembimbing I dan Bapak Dr Jaharuddin, MS selaku pembimbing II.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc selaku Rektor Institut Pertanian Bogor. 2. Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

3. Dr Jaharuddin, MS selaku Ketua Program Studi Matematika Terapan sekaligus sebagai Pembimbing II.

4. Dr Ir Endar H Nugrahani, MS selaku penguji luar komisi pembimbing. 5. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Matematika.

6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor Beasiswa Unggulan.

7. Orang tua, saudara dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan dan mendoakan untuk keberhasilan studi bagi penulis.

8. Seluruh mahasiswa Departemen Matematika khususnya teman-teman angkatan tahun 2012 pada program studi S2 Matematika Terapan.

9. Teman-teman Asrama Sam Ratulangi Sempur dan Bogor Baru.

10. Sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga segala doa, bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhirnya, semoga penulisan tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar serta wawasan kita semua.

Bogor, September 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Sistem Persamaan Diferensial Biasa 2

Nilai Eigen dan Vektor Eigen 2

Pelinearan 2

Kestabilan Titik Tetap 3

Kriteria Routh-Hurwitz 3

Bilangan Reproduksi Dasar 4

3 MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 5

Penyebaran DBD 5

Model Matematika Penyebaran DBD (Model Pongsumpun 1) 6 Model Matematika Penyebaran DBD dengan Inkubasi Ekstrinsik

(Model Pongsumpun 2) 7 Model Matematika Penyebaran DBD dengan Inkubasi Intrinsik

(Model IIP) 9 Model Matematika Penyebaran DBD dengan Inkubasi Intrinsik

dan Ekstrinsik (Model IIP dan EIP) 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Penentuan Titik Tetap 11

Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar 12

Analisis Kestabilan Titik Tetap 13

Simulasi Model 17

Analisis Perbandingan 23

5 SIMPULAN 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 25

(14)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan kestabilan model matematika penyebaran penyakit DBD 17 2 Nilai parameter 18 3 Perbandingan kestabilan model matematika penyebaran penyakit DBD

serta perbandingan dinamika populasinya 23

DAFTAR GAMBAR

1 Skema penyebaran DBD Model Pongsumpun 1 6

2 Skema penyebaran DBD Model Pongsumpun 2 8

3 Skema penyebaran DBD Model IIP 9

4 Skema penyebaran DBD Model IIP dan EIP 10

5 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model Pongsumpun 1 18

6 Tampilan 3 dimensi Gambar 5 19

7 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model Pongsumpun 2 19

8 Tampilan 3 dimensi Gambar 7 19

9 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP 20

10 Tampilan 3 dimensi Gambar 9 20

11 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP dengan nilai rata-rata gigitannyamuk(b)berbeda dan nilai parameter lain tetap 20 12 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), proporsi

nyamuk terinfeksi (Ih) untuk Model IIP dengan nilai proporsi manusia terinfeksi yangdalam masa inkubasi (z) berbeda dan nilai

parameter lain tetap 21 13 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), proporsi

nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP dan EIP 21

14 Tampilan 3 dimensi Gambar 13 22

15 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP dan EIP dengan nilai rata-rata gigitannyamuk (b) berbeda dan nilai parameter lain tetap 22 16 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), proporsi

nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP dan EIP dengan nilai z dan ε

yang berbeda 22

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah ada di Australia, Eropa, Asia, Amerika Selatan dan Afrika sejak abad 19. Wabah DBD di Indonesia pertama kali timbul di Surabaya pada tahun 1968 (Chahaya 2003). Penyebab penyakit ini ialah virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai faktor utama. Pemodelan penyebaran penyakit DBD akan mempermudah dalam memahami dinamika penyebaran penyakit dalam suatu populasi.

Aedes aegypti adalah vektor utama demam berdarah. Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk betina yang terinfeksi. Setelah inkubasi virus, nyamuk yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya.

Beberapa penelitian tentang model matematika untuk mengkaji penyebaran DBD telah dilakukan diantaranya model penyebaran penyakit DBD dengan dua jenis virus dengue berbeda yang menyerang manusia (Esteva 1998), model pada kasus dua epidemik dengan dua virus yang berbeda (Derouich 2003), model penyebaran virus dengue dalam aliran darah manusia (Nuraini et al. 2007), dan model penyebaran DBD dengan melihat pengaruh musim pada masa inkubasi virus di dalam nyamuk (Pongsumpun 2006).

Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan model tanpa inkubasi dan model dengan inkubasi (Pongsumpun 2006), namun akan dimodifikasi sebuah model baru yang berhubungan dengan masa inkubasi intrinsik, serta gabungan antara masa inkubasi intrinsik dan masa inkubasi ekstrinsik.

Masa inkubasi ekstrinsik (Extrinsic Incubation Period – EIP) adalah masa dimana mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk ke dalam kelenjar liur, atau dengan kata lain masa sampai virus bisa ditularkan oleh nyamuk.

Masa inkubasi intrinsik (Intrinsic Incubation Period – IIP) adalah masa dimana masuknya virus dalam tubuh manusia sampai virus bisa tertular dari manusia ke nyamuk.

Tujuan

1 Melakukan modifikasi model matematika penyebaran penyakit DBD dengan menyertakan masa inkubasi intrinsik (Model IIP) dan gabungan inkubasi intrinsik dan ekstrinsik (Model IIP dan EIP).

2 Menentukan dan menganalisis kestabilan titik tetap pada model SIR hasil modifikasi.

3 Menentukan bilangan reproduksi dasar.

(16)

2

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1. Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear

Misalkan suatu persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai:

� =��+ ; � =� ,� ∈ ℝ (1) dengan � adalah matriks koefisien konstan berukuran × dan adalah vektor konstan. Sistem persamaan (1) dinamakan sistem persamaan diferensial biasa linear orde satu dengan kondisi awal � = � . Jika = , maka sistem dikatakan homogen dan jika ≠ , maka sistem dikatakan takhomogen (Tu 1994).

Definisi 2. Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear

Misalkan suatu persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai

� = (�,�) (2) dengan

� =

� (�)

� (�)

� (�)

dan (�,�) =

(�,� ,� ,…,� ) (�,� ,� ,…,� )

(�,� ,� ,…,� ) .

Fungsi (�,�) adalah fungsi taklinear dalam 1, 2,…, . Sistem persamaan (2) disebut sistem persamaan diferensial biasa taklinear (Braun 1983).

Definisi 3. Sistem Persamaan Diferensial Biasa Mandiri

Misalkan suatu sistem persamaan linear diferensial biasa dinyatakan sebagai

� = � ,� ∈ ℝ (3)

dengan merupakan fungsi kontinu bernilai real dari dan mempunyai turunan parsial kontinu. Sistem persamaan (3) disebut sistem persamaan diferensial biasa mandiri (autonomous) karena tidak memuat � secara eksplisit di dalamnya (Tu 1994).

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Diberikan matriks koefisien konstan � berukuran × dan sistem persamaan diferensial biasa homogen � = ��, � =� ,� ∈ ℝ . Suatu vektor tak nol � dalam ℝ disebut vektor eigen dari� jika untuk suatu skalar berlaku:

��= �. (4) Nilai skalar� dinamakan nilai eigen dari �.

Penentuan nilai � dari�, sistem persamaan (4) dapat ditulis

� − �= (5) dengan adalah matriks identitas. Sistem persamaan (5) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya jika

� = � − = . (6) Persamaan (6) merupakan persamaan karakteristik matriks � (Anton 1995).

Pelinearan

(17)

3

� = � ,� ∈ ℝ (7) dengan � � ∈ ℝ adalah suatu fungsi bernilai vektor dalam dan adalah suatu fungsi mulus yang terdefinisi pada ⊂ ℝ .

Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebagaimana pada sistem (3). Titik � disebut titik tetap, jika � = . Titik tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan. Untuk selanjutnya digunakan istilah titik tetap (Tu 1994).

Menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap � , maka sistem persamaan (7) dapat ditulis sebagai

� ≡ � = �+�(�) (8) dengan adalah matriks Jacobi

= ( )= 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 ⋱ 1 2

dan �(�) adalah suku berorde tinggi yang bersifat �→ � � = , dengan

�=� − � . Pada persamaan (8), bentuk disebut pelinearan sistem persamaan (7) (Tu 1994).

Kestabilan Titik Tetap

Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebarang � =

� ,� ∈ ℝ dengan sebagai titik tetap. Kestabilan titik tetap � dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen dari , yaitu , = 1,2,…, , yang diperoleh dari persamaan karakteristik. Secara umum, kestabilan titik tetap mempunyai perilaku sebagai berikut:

1 Stabil, jika

a. < 0∀ , atau

b. ∃ = 0, untuk sebarang dan < 0∀ ≠ . 2 Tidak stabil, jika terdapat paling sedikit satu sehingga > 0. (Tu 1994).

Kriteria Routh-Hurwitz

Kriteria Routh-Hurwitz digunakan ketika nilai eigen persamaan karakteristik tidak dapat ditentukan dengan mudah. Misal matriks pada persamaan (8) berukuran × , maka persamaan karakteristiknya adalah � � = � +

� − + + = . Didefinisikan k matriks sebagai berikut:

= 1 , = 1

1

3 2 ,…, =

1 1 0

3 2 1

5 4 3

0 … 0

1 … 0

2 … 0

2 −1 2 −2 2 −3

2 −4 …

(18)

4

=

1 1 0

3 2 1

5 4 3

0 … 0

1 … 0

2 … 0

0 0 0

0 …

Secara umum = ( ) dengan adalah

, = 2−

1 0

; 0 < 2 − ≤ ; 2 = ; 2 < atau 2 > + .

Jadi, titik tetap � stabil jika dan hanya jika det > 0, untuk setiap = 1,2,…, .

Untuk = 2, 3, 4, maka berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz titik tetap stabil jika dan hanya jika

 = 2, 1 > 0, 2 > 0.

 = 3, 1 > 0, 3 > 0, 1 2 > 3.

 = 4, 1 > 0, 3 > 0, 4 > 0, 1 2 1 > 32+ 12 4.

(Edelstein-Keshet 1988).

Bilangan Reproduksi Dasar

Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan 0 merupakan suatu ukuran potensi penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai nilai harapan banyaknya populasi rentan yang menjadi terinfeksi selama masa infeksi berlangsung (van den Driessche dan Watmough 2008).

Kondisi yang dapat terjadi adalah

 Jika 0 < 1, maka satu nyamuk terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu manusia rentan atau satu manusia terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu nyamuk rentan, sehingga penyakit DBD akan hilang dari populasi.  Jika 0 > 1, maka satu nyamuk terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu

manusia rentan atau satu manusia terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu nyamuk rentan, sehingga penyakit DBD akan bertahan di dalam populasi.

Nilai 0 dalam penelitian ini ditentukan dari nilai eigen taknegatif dengan modulus terbesar the next generation matrix. Matriks ini merupakan suatu matriks yang dikonstruksi dari subpopulasi yang menyebabkan infeksi saja. Untuk model umum dengan kompartemen penyakit dan kompartemen tanpa penyakit, nilai

0 dapat dihitung untuk setiap kompartemen.

Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial taklinear � = � ,� ∈ ℝ dan misalkan ∈ ℝ dan ∈ ℝ adalah sub-subpopulasi pada setiap kompartemen. Selanjutnya, dinotasikan ℱ sebagai laju kenaikan infeksi pada kompartemen penyakit ke-i dan � sebagai laju pergerakan penyakit, kematian dan penurunan kesembuhan dari kompartemen ke-i. Model kompartemen dapat ditulis sebagai

= � , − � , , = , ,…,

= , , = , ,…,

(19)

5 = (� − �)

dengan � dan � adalah matriks matriks berukuran × yaitu

�= ��

� ( , ) dan �= ��

� ( , )

dengan (0, 0) adalah titik tetap tanpa penyakit.

The next generation matrix K untuk suatu sistem persamaan diferensial pada titik tetap tanpa penyakit berbentuk

= ��− .

Berdasarkan Van den Driessche dan watmough (2008), diperoleh

0 = � ��− .

dengan � ��− adalah maksimum dari modulus nilai-nilai eigen dari ��− . (van den Driessche dan Watmough 2008).

3

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Penyebaran DBD

DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk utama penyebar virus dengue, namun spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, berperan sebagai nyamuk sekunder. Peningkatan penyebaran demam berdarah dengue terjadi pada awal dan akhir musim hujan karena tempat perindukan nyamuk terbentuk dengan tertampungnya air hujan.

Virus DBD memerlukan waktu 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah nyamuk. Pada daerah-daerah di mana terjadi perubahan temperatur di dalam setiap musim, transmisi virus demam berdarah selalu berkurang pada suhu rendah. Contoh mewabahnya virus demam berdarah di daerah dingin berhenti pada temperatur yang turun ke 14-15o C pada awal musim dingin. Hal ini disebabkan masa inkubasi ekstrinsik di dalam suhu rendah itu adalah lebih lama dari masa inkubasi ekstrinsik di dalam suhu yang tinggi, padahal rata-rata masa hidup nyamuk 14 hari. Nyamuk-nyamuk itu tidak pernah sembuh dari infeksi karena terinfektif mereka berakhir dengan kematian (Gubler 1998). Pada suhu di bawah 20oC sebelum menyebarkan virus, nyamuk sudah mati.

Masa inkubasi intrinsik virus DBD adalah 3-10 hari (Chan dan Johansson 2012), masa inkubasi intrinsik adalah waktu dimana virus berada dalam tubuh manusia sampai virus itu siap tertular ke nyamuk oleh gigitannya.

(20)

6

Virus yang berada pada lokasi ini setiap saat sudah dapat ditularkan kembali kepada manusia.

Model Matematika Penyebaran DBD (Model Pongsumpun 1) Populasi manusia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu manusia yang rentan ( ), manusia yang terkena infeksi ( ), dan manusia yang sembuh ( ). Manusia yang rentan adalah manusia yang bukan imun dan tidak terkena infeksi. Manusia yang terkena infeksi adalah manusia yang terkena virus DBD dan dapat menularkan kepada individu lain dengan perantara nyamuk. Manusia sembuh adalah manusia yang sembuh dari penyakit dan tidak dapat tertular lagi.

Populasi nyamuk dibedakan menjadi dua kelas yaitu nyamuk yang rentan ( ) dan nyamuk yang terkena infeksi (I). Nyamuk yang rentan adalah nyamuk yang berpeluang terkena penyakit demam berdarah dengue. Sedangkan nyamuk terinfeksi adalah nyamuk yang dalam tubuhnya telah terdapat virus dengue dan dapat menularkan kepada individu lain.

Asumsi-asumsi yang berlaku adalah :

1 Ukuran populasi manusia dan nyamuk konstan sehingga laju kelahiran sama dengan laju kematian.

2 Rata-rata gigitan individu nyamuk pada manusia per hari adalah konstan. 3 Nyamuk tidak pernah sembuh setelah terinfeksi penyakit.

Pola penyebaran penyakit DBD tanpa mempertimbangkan masa inkubasi secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1, dengan (→) menyatakan perpindahan individu, dan (⇢) menyatakan pengaruh antar kompartemen.

Gambar 1 Skema penyebaran DBD Model Pongsumpun 1

(21)

7

= � − �−

=

� � −( + )

= − (9)

=� −

� � − � � � =

� � − � �

dengan

� = + + dan � = �+ �. dimana

� adalah total populasi manusia,

�� adalah total populasi nyamuk,

adalah laju kelahiran manusia (per hari),

b adalah rata-rata gigitan individu nyamuk pada manusia (per hari),

adalah peluang transmisi virus demam berdarah dari nyamuk ke manusia,

� adalah peluang transmisi virus demam berdarah dari manusia ke nyamuk,

adalah laju kematian alami manusia (per hari), r adalah laju kesembuhan manusia terinfeksi (per hari), D adalah laju perekrutan nyamuk

� adalah laju kematian alami dari nyamuk (per hari).

Jika dimisalkan: =

� , =� , = � , � = �

�� , � = �

�� , dan �� = �

� maka persamaan (9) dapat disederhanakan menjadi

= −

= −( + ) (10)

=

� 1− � − � �

dengan = , = , dan =� �

� .

Model Matematika Penyebaran DBD dengan Inkubasi Ekstrinsik (Model Pongsumpun 2)

(22)

8

Gambar 2 Skema penyebaran DBD Model Pongsumpun 2

Skema Gambar 2 dapat dituliskan dalam sistem persamaan diferensial sebagai berikut:

= � −

� 1− �−

= (1− ) �−( + )

= − (11)

= � −

� � − � � � =

� � − � �

dengan

� = + + dan � = �+ �.

Variasi dari periode inkubasi ekstrinsik disebabkan oleh perubahan temperatur. Hal ini merupakan akibat dari efek musiman dalam penyebaran penyakit demam berdarah. Pada kasus ini, masa inkubasi ekstrinsik masuk dalam model melalui ketergantungan c pada τ dimana τ adalah panjang periode inkubasi (dalam hari) dari virus dalam tubuh nyamuk sehingga

= � − �

0 =

1− − ��

� .

Selanjutnya misalkan ′ = 1− , dan c diuraikan berdasarkan uraian fungsi uraian fungsi eksponensial, maka diperoleh

= 1− � 1 ��

2! + �2�2

3! +Λ .

Dengan bentuk umum ′ dapat dinyatakan oleh fungsi sinusoidal berikut

= (1 + )

dengan ε ukuran pengaruh musiman terhadap proses transmisi penyakit. Jika dimisalkan:

=

� , =� , = � , � = �

�� , � = �

�� , dan �� = �

(23)

9

= − ′

= ′ −( + ) (12)

=

�(1− �) − � �

dengan = , ′ = ′ , dan =� �

� .

Model Matematika Penyebaran DBD dengan Inkubasi Intrinsik (Model IIP)

Model ini adalah model modifikasi dari model sebelumnya dengan memasukkan masa inkubasi intrinsik, untuk model ini dimisalkan z adalah persentasi manusia terinfeksi yang belum menularkan penyakit (artinya masih dalam masa inkubasi intrinsik), artinya (1− ) adalah proporsi manusia yang terinfeksi yang dapat menularkan virus ke nyamuk lewat gigitan nyamuk. Pola penyebaran penyakit DBD dengan mempertimbangkan masa inkubasi intrinsik secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3, dengan (→) menyatakan perpindahan individu, dan (⇢) menyatakan pengaruh antar kompartemen.

Gambar 3 Skema penyebaran DBD Model IIP

Skema pada Gambar 3 dapat dituliskan dalam sistem persamaan diferensial sebagai berikut:

= � −

� � −

=

� �−( + )

= − (13)

= � −

� �(1− ) − � � � =

� �(1− ) − � �

dengan

(24)

10

= , = , = , =

� , � =

�� , dan �� = �

� maka persamaan (13) dapat disederhanakan menjadi

= −

= −( + ) (14) �= ′(1− ) − � �

dengan ′ = ′, ′ = (1− ), = , dan = � �

� .

Model Matematika Penyebaran DBD dengan Inkubasi Intrinsik dan Ekstrinsik (Model IIP dan EIP)

Model ini adalah modifikasi dari model sebelumnya dengan memasukkan masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik secara bersama-sama. Pola penyebaran penyakit DBD dengan mempertimbangkan masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4, dengan (→) menyatakan perpindahan individu, dan (⇢) menyatakan pengaruh antar kompartemen.

Gambar 4 Skema penyebaran DBD Model IIP dan EIP

Skema pada Gambar 4 dapat dituliskan dalam sistem persamaan diferensial sebagai berikut:

= � −

� (1− ) �−

= (1− ) �−( + )

= − (15)

= � −

� � 1− − � �

=

� �(1− ) − � �

dengan

� = + + dan � = �+ �. Jika dimisalkan

=

� , =� , = � , � = �

�� , � = �

�� , dan �� = �

(25)

11 maka persamaan (15) dapat disederhanakan menjadi

= − ′

= ′ −( + ) (16)

=

�′ 1− � − � �

dengan ′ = ′, ′ = (1− ), ′ = ′ , dan = � �

� .

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Titik Tetap

Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat = 0, = 0 dan = 0. Titik tetap dari sistem persamaan diferensial (10, 12, 14, dan 16) diperoleh berdasarkan = 0, = 0 dan �= 0 . Dari hasil analisis diperoleh dua jenis titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit dan titik tetap endemik. Titik tetap tanpa penyakit adalah titik tetap yang memuat nilai = 0 dan

� = 0. Titik tetap endemik adalah titik tetap yang memuat nilai ≠0 atau � ≠0.

Penentuan titik tetap dilakukan untuk Model IIP (14), serta Model IIP dan EIP (16). Hasil ini akan dibandingkan dengan Model Pongsumpun 1 (10) dan Model Pongsumpun 2 (12).

Titik tetap tanpa penyakit sistem persamaan diferensial Model IIP (14) adalah �0 , , = �0 1,0,0 dan titik tetap endemik �∗ ∗, ∗, ∗ dengan

=

�′+ + 2

�′ + �′

=

2 �′ − �( + ) 2

�′ + + �′ +

(17)

�∗

=

2

�′ − �( + ) 2

�′ + � +

.

Jika dimisalkan = �′

� , �= +

, �0 = 2 �′ �( + )

maka diperoleh

=

�+ +��0

=

�0−1

+��0

(18)

�∗

=

(� 01) �0( +)

.

Titik tetap tanpa penyakit sistem persamaan diferensial Model IIP dan EIP (16) adalah �0 , , = �0 1,0,0 dan titik tetap endemik ∗ ∗,,

(26)

12

=

�′+ � + 2 ′

�′ + �′

=

2 ′ �′ − �( + ) 2 ′

�′ + + �′ + (19)

�∗

=

2 ′

�′ − �( + ) 2 ′

�′ + � ′ + . Jika dimisalkan = �′

� , �= +

, �1 = 2 ′ �′ �( + )

maka diperoleh

=

�+ +��1 ∗

=

�1−1

+��1 (20) �∗

=

(�

11) �1( +) .

Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar

Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan 0 adalah nilai harapan banyaknya infeksi tiap satuan waktu. Infeksi ini terjadi pada suatu populasi rentan yang dihasilkan oleh satu individu terinfeksi. Penentuan bilangan reproduksi dasar dilakukan dengan pendekatan the next generation matrix (Diekmann et al. 1990).

The next generation matrix K untuk Model IIP didefinisikan sebagai: =��−

dengan

�= 0

�′ 0 , �=

+ 0 0 sehingga diperoleh = 0 � �′ + 0 .

Bilangan reproduksi dasar merupakan nilai eigen dengan modulus terbesar matriks (van den Driessche dan Watmough 2008). Penentuan nilai eigen � dari matriks berdasarkan persamaan karakteristik

− =

sehingga dapat ditentukan nilai eigen dengan modulus terbesar dari matriks yang merupakan bilangan reprodiksi dasar pada penyebaran DBD Model IIP yaitu:

0 = 2

�′

� +

.

The next generation matrix K untuk Model IIP dan EIP didefinisikan sebagai:

(27)

13 dengan

�= 0

�′ 0 , �=

+ 0

0

sehingga diperoleh

= 0

� �′

+ 0

.

Penentuan nilai eigen � dari matriks diperoleh dari persamaan karakteristik

− =

sehingga dapat ditentukan nilai eigen dengan modulus terbesar dari matriks yang merupakan bilangan reproduksi dasar pada penyebaran DBD Model IIP dan EIP yaitu:

0 =

2 ′ �′

� + .

Analisis Kestabilan Titik Tetap

Analisis kestabilan akan dilakukan untuk Model IIP (14), serta Model IIP dan EIP (16), selanjutnya akan dibandingkan dengan Model Pongsumpun 1 (10) dan Model Pongsumpun 2 (12).

Analisis kestabilan di sekitar titik tetap ditentukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1 Menentukan matriks Jacobi sistem persamaan diferensial. 2 Menentukan matriks Jacobi pada titik tetap.

3 Menentukan nilai eigen , dengan menyelesaikan det − = . Jika semua nilai eigennya riil negatif maka titik tetap tersebut stabil, jika nilai eigennya tidak mudah untuk diselesaikan maka digunakan kriteria Routh-Hurwitz.

Perilaku di Sekitar Titik Tetap � , , Model IIP Misalkan persamaan (14) dituliskan sebagai berikut:

( , , ) = −

( , , ) = −( + ) (21)

( , , ) = ′(1− ) − � �.

(28)

14

= =

� − 0 −

� − −

0 (1− ) ′ − ′ −

.

Pada titik tetap �0 1,0,0 diperoleh matriks Jacobi:

� =

− 0 −

0 − −

0 ′ −

.

Sistem akan stabil jika semua nilai eigen matriks Jacobi bernilai negatif. Nilai eigen matriks Jacobi ditentukan dengan menyelesaikan det − = , yaitu

1 = − , 2,3 = − ± 2−4 (22)

dengan

= + + , = + , = 1− �0 , 0 =

2 �′

� + ,

= , ′ = ′.

Jika �0 < 1, maka semua nilai eigen bernilai negatif artinya titik tetap �0 1,0,0 akan stabil.

Perilaku di Sekitar Titik Tetap �∗ �∗, ∗, �∗ Model IIP

Pada titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut:

�∗ =

�0 0−+1� − 0 −

�+

+��0

�01

�0 +� − −

�+

+��0

0 1− �

0 1

�0 +� �′ − �′

�01

+��0 − �

Sistem akan stabil jika semua nilai eigen dari matriks Jacobi semuanya bernilai real negatif. Nilai eigen matriks Jacobi ditentukan dengan menyelesaikan det ∗ −

= . Persamaan karakteristik dari ∗ adalah

� = 3+ 0 2+ 1 + 2 (23)

dengan

0= − �∗ ; 1 = 11 12 21 22

+ 11 13

31 33

+ 22 23

32 33

; 2 = −det⁡

yaitu

0 =

+��0

+� + �+ ��

0 +�

(29)

15

1 = 2�

+��0

+� + � �

0+ (01) � �

+��0

2 = � 2� �0−1 .

Nilai eigen persamaan (23) tidak mudah untuk ditentukan, oleh karena itu kestabilan disekitar titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ akan diselidiki dengan menggunakan kriteria Routh-Hurwitz. Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz kestabilan sistem pada titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ akan stabil jika dan hanya jika syarat-syarat dibawah ini terpenuhi:

0 > 0 , dan 1 > 0, dan 0 1 > 2.

Berdasarkan kondisi tersebut, jika �0 > 1 maka diperoleh 0 > 0, dan 1 > 0, dan 0 1 > 2. Dengan demikian kriteria Routh-Hurwitz terpenuhi jika �0 > 1, dengan kata lain titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ stabil jika �0 > 1. Nilai

�0 =

0 adalah bilangan reproduksi dasar penyebaran penyakit DBD pada Model

IIP.

Perilaku di Sekitar Titik Tetap � , , Model IIP dan EIP

Misalkan persamaan (16) dituliskan sebagai berikut:

( , , ) = − ′

( , , ) = ′ −( + ) (24) , , = ′ 1− � �.

Pelinearan persamaan (24) dilakukan untuk memeriksa kestabilan sistem persamaan (16). Matriks Jacobi adalah:

= =

� ′ − 0 − ′

� ′ − − ′

0 (1− ) ′ − ′ −

.

Pada titik tetap �0 1,0,0 diperoleh matriks Jacobi:

� =

− 0 − ′

0 − − ′

0 ′ −

Sistem akan stabil jika semua nilai eigen matriks Jacobi bernilai negatif. Nilai eigen matriks Jacobi ditentukan dengan menyelesaikan det − = , diperoleh

1= − , 2,3 =− ± 2−4 (25)

(30)

16

= + + , = + , = 1− �1 , 1 =

2 ′ �′

� + ,

=b,

�′ = �′ .

Dari nilai eigen yang diperoleh, semua nilai eigen akan negatif jika �1 < 1, artinya titik tetap �0 1,0,0 akan stabil jika �1 < 1.

Perilaku di Sekitar Titik Tetap �∗ �∗, ∗, �∗ Model IIP dan EIP

Pada titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut:

�∗ =

− ′ �1−1

�1 +� − 0 − ′

�+

+��1

′ �1−1

�1 + − − ′

�+

+��1

0 1− (�

11)

�1( +) �′ − �′

�11

+��1 − �

Sistem akan stabil jika semua nilai eigen dari matriks Jacobi bernilai real negatif. Nilai eigen matriks Jacobi ditentukan dengan menyelesaikan det ∗− = . Persamaan karakteristik dari ∗ adalah

� = 3+ 0 2+ 1 + 2 (26)

dengan

0= − �∗ ; 1 = 11 12 21 22 +

11 13 31 33 +

22 23

32 33 ; 2 = −det⁡ � ∗

yaitu

0 =

+��1

+� + �+ ��

1 +�

+��1

1 = 2�

+��1

+� + � �

1+ (11) � �

+��1

2 = � 2� �1−1 .

Nilai eigen dari persamaan (26) tidak mudah untuk ditentukan, oleh karena itu kestabilan disekitar titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ akan diselidiki dengan menggunakan kriteria Routh-Hurwitz. Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz kestabilan sistem pada titik tetap �∗ ∗, ∗, ∗ akan stabil jika dan hanya jika syarat-syarat dibawah ini terpenuhi:

0 > 0 , dan 1 > 0, dan 0 1 > 2

Berdasarkan kondisi tersebut, dapat terlihat bahwa jika �1 > 1 maka diperoleh 0> 0 , dan 1 > 0, dan 0 1 > 2. Dengan demikian kriteria

(31)

17

�1 > 1. Nilai 1 =

0 adalah bilangan reproduksi dasar penyebaran penyakit

DBD pada Model IIP dan EIP.

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, untuk memudahkan membandingkan kestabilan tiap model dibuat sebuah tabel seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan kestabilan model matematika penyebaran penyakit DBD

Model Penyebaran DBD

Syarat Stabil

Titik Tetap Tanpa

Penyakit Titik Tetap Endemik

Pongsumpun 1

2 �

� + < 1

2 �

� + > 1

Pongsumpun 2

2 ′ �

� + < 1

2 ′ �

� + > 1

IIP

2 �′

� + < 1

2 �′

� + > 1

IIP dan EIP

2 ′ �′

� + < 1

2 ′ �′

� + > 1

Simulasi Model

Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan simulasi model. Simulasi dilakukan karena pengamatan terhadap sistem sulit dilakukan secara langsung, selain itu dengan simulasi dapat dipelajari hal-hal yang bisa terjadi dalam dinamika populasi.

Simulasi dilakukan dengan merujuk pada analisis kestabilan yang telah dilakukan sebelumnya. Simulasi dilakukan pada kondisi 0 > 1, dan hanya pada titik tetap endemik.

Simulasi juga dibuat dengan melakukan perubahan rata-rata gigitan nyamuk perhari (b), perubahan proporsi manusia yang terinfeksi yang belum bisa menularkan virus dengue (z), dan perubahan ukuran pengaruh musiman (ε).

Nilai-nilai parameter yang akan dimasukkan dalam simulasi adalah yaitu laju kematian populasi manusia dengan = 1

70×365 = 0.0000391 per hari sesuai

dengan harapan hidup manusia 70 tahun. Nilai Laju kelahiran manusia sama dengan laju kematian manusia sebagaimana yang menjadi asumsi awal. Laju kematian nyamuk = 1

14 = 0.071 per hari karena rata-rata hidup nyamuk adalah

14 hari (Pongsumpun 2006). Laju kelahiran nyamuk sama dengan laju kematian. Nilai parameter seluruhnya dapat dilihat pada Tabel 2.

(32)

18

Simbol Parameter

Model

IIP IIP

dan EIP Laju kelahiran manusia per hari 0.0000391 0.0000391

� Laju kelahiran nyamuk per hari 0.071 0.071

Laju kematian manusia per hari 0.0000391 0.0000391

� Laju kematian nyamuk per hari 0.07

1

0.071 Peluang transmisi virus dengue dari

nyamuk ke manusia

0.5 0.5

� Peluang transmisi virus dengue dari

manusia ke nyamuk

0.7 0.7

Rata-rata gigitan nyamuk perhari 0.6 0.6

Laju pemulihan populasi manusia terinfeksi ke sembuh per hari

1/3 1/3

Perbandingan populasi nyamuk dengan populasi manusia

10 10

Proporsi manusia yang terinfeksi yang dalam masa inkubasi

0.3 0.3

Hasil Simulasi

Simulasi ini dilakukan untuk 0 > 1 dengan kondisi awal terdapat sejumlah populasi manusia dan nyamuk yang sudah terinfeksi. Proporsi awal manusia Sehat S(0)=0, manusia terinfeksi Ih(0)=0.0025 dan nyamuk terinfeksi Iv(0)=0.006.

Model Pongsumpun 1

Gambar 5 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model Pongsumpun 1

Berdasarkan Gambar 5, proporsi manusia rentan (Sh) berosilasi menuju nilai stabil 0.0185, proporsi manusia terinfeksi (Ih) berosilasi menuju nilai stabil 0.000115, sedangkan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) berosilasi menuju nilai stabil 0.0006861. Hal ini berarti solusi tersebut stabil pada titik tetap endemik

�∗ ∗,,

�∗ = 0.0185, 0.000115, 0.0006861 . Tipe kestabilan titik tetap

(33)

19

Gambar 6 Tampilan 3 dimensi Gambar 5 Model Pongsumpun 2

Gambar 7 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model Pongsumpun 2

Berdasarkan Gambar 7 proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) berosilasi menuju nilai yang periodik (siklik). Tipe kestabilan titik tetap tersebut ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 8.

(34)

20

Model IIP

Gambar 9 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP

Gambar 10 Tampilan 3 Dimensi Gambar 9

Berdasarkan Gambar 9 proporsi manusia rentan (Sh) berosilasi menuju nilai stabil 0.02338, proporsi manusia terinfeksi (Ih) berosilasi menuju nilai stabil 0.0001118, sedangkan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) berosilasi menuju nilai stabil 0.0005484. Hal ini berarti bahwa solusi tersebut stabil pada titik tetap endemik

�∗ ∗,,

�∗ = 0.02338, 0.000111, 0.0005484 . Tipe kestabilan titik tetap

tersebut ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 10 yang berbentuk spiral.

(35)

21 Berdasarkan Gambar 11, grafik yang berwarna biru menunjukan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) yang lebih rendah. Terlihat bahwa nilai proporsi manusia rentan (Sh) akan naik untuk nilai b yang semakin kecil untuk jangka waktu yang panjang, sedangkan proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) akan turun untuk nilai b yang semakin kecil untuk jangka waktu yang panjang.

Gambar 12 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), proporsinyamuk terinfeksi (Ih) untuk Model IIP dengan nilai proporsi manusia terinfeksi yang dalam masa inkubasi (z) berbeda dan nilai parameter lain tetap

Berdasarkan Gambar 12 dimana grafik yang berwarna biru, merah muda, dan hijau menunjukan nilai proporsi manusia terinfeksi yang dalam masa inkubasi (z) dari yang kecil ke yang besar, terlihat bahwa proporsi manusia rentan (Sh) akan turun untuk z yang semakin kecil dalam jangka waktu yang panjang, sedangkan proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan nyamuk terinfeksi (Iv) akan naik untuk z yang semakin kecil dalam jangka waktu yang panjang.

Model IIP dan EIP

Berdasarkan gambar 13 proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) berosilasi menuju nilai yang periodik. Tipe kestabilan titik tetap tersebut ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 14.

(36)

22

Gambar 14 Tampilan 3 dimensi Gambar 13

Gambar 15 Proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) untuk Model IIP dan EIP dengan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) berbeda dan nilai parameter lain tetap

Berdasarkan Gambar 15, grafik yang berwarna biru menunjukan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) yang lebih rendah, terlihat bahwa nilai proporsi manusia rentan (Sh) akan naik untuk nilai b yang semakin kecil untuk jangka waktu yang panjang, sedangkan proporsi manusia terinfeksi (Ih) dan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv) akan turun untuk nilai b yang semakin kecil untuk jangka waktu yang panjang.

Pada Gambar 16, grafik yang berwarna biru, merah muda, hijau menunjukkan nilai proporsi manusia terinfeksi yang dalam masa inkubasi (z) serta nilai suatu ukuran pengaruh keragaman musim pada masa inkubasi ekstrinsik (�) dari yang kecil ke yang besar. Penurunan nilai z dan � menyebabkan perubahan perilaku osilasi proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), dan nyamuk terinfeksi (Iv).

(37)

23 Analisis Perbandingan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat terlihat bahwa model penyebaran penyakit DBD baik Model Pongsumpun 1, Model Pongsumpun 2, Model IIP, serta Model IIP dan EIP memiliki karakter berbeda baik dari segi kestabilan maupun dinamika populasinya. Gambaran perbedaannya secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa baik Model Pongsumpun 1, Model Pongsumpun 2, Model IIP, serta Model IIP dan EIP bersifat stabil dengan syarat tertentu untuk kedua titik tetap, baik titik tetap tanpa penyakit maupun titik tetap endemik. Selanjutnya berdasarkan simulasi model diperoleh bahwa Model Pongsumpun 1 dan Model IIP nilainya berosilasi menuju nilai yang stabil. Model Pongsumpun 2 dan Model IIP dan EIP berdasarkan hasil simulasi diperoleh nilainya berosilasi menuju nilai yang periodik (siklik) dengan periode Model IIP dan EIP lebih lama dari Model Pongsumpun 2.

Tabel 3 Perbandingan kestabilan model matematika penyebaran penyakit DBD serta perbandingan dinamika populasinya.

Model Penyebaran DBD

Syarat Stabil

Dinamika Populasi

0 >1

Titik Tetap Tanpa

Penyakit Titik Tetap Endemik

Pongsumpun 1

2 �

� + < 1

2 �

� + > 1

Berosilasi menuju

nilai stabil

Pongsumpun 2

2 ′ �

� + < 1

2 ′ �

� + > 1

Berosilasi menuju

nilai periodik

IIP

2 �′

� + < 1

2 �′

� + > 1

Berosilasi menuju

nilai stabil

IIP dan EIP

2 ′ �′

� + < 1

2 ′ �′

� + > 1

Berosilasi menuju

nilai periodik

Hasil-hasil penelitian dalam tesis ini telah dipublikasikan oleh Tumilaar et al. (2014).

5

SIMPULAN

Model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Dari setiap model tersebut diperoleh dua titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit dan titik tetap endemik. Rincian hasil-hasil utama dalam tesis ini disimpulkan pada uraian berikut:

1 Titik tetap endemik Model IIP adalah stabil menuju titik tetap, Model IIP dan EIP kestabilan pada titik tetap endemik adalah berosilasi pada dua nilai yang periodik.

2 Dari hasil simulasi diperoleh bahwa Model Pongsumpun 1 dan Model IIP nilainya berosilasi menuju nilai yang stabil.

(38)

24

4 Penurunan nilai rata-rata gigitan nyamuk (b) menyebakan kenaikan proporsi manusia rentan (Sh), menurunkan proporsi manusia terinfeksi (Ih), dan menurunkan proporsi nyamuk terinfeksi (Iv).

5 Pada Model IIP dalam jangka waktu yang panjang, peningkatan proporsi manusia terinfeksi dalam masa inkubasi (z) menyebabkan peningkatan proporsi manusia rentan (Sh), penurunan proporsi manusia terinfeksi (Ih), dan penurunan proporsi nyamuk terinfeksi (Ih). Pada Model IIP dan EIP, perubahan nilai z dan

� menyebabkan perubahan perilaku osilasi proporsi manusia rentan (Sh), proporsi manusia terinfeksi (Ih), dan proporsi nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA

Anton H, Rorres C. 1995. Elementary Linear Algebra (Ninth Edition). New Jersey (US): John Wiley and Sons, Inc.

Braun M. 1983. Differential Equations and Their Applications. New York (US): Springer-Verlag.

Chahaya I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Dengue. Medan (ID): USU.

Chan M, Johansson MA. 2012. The Incubation Periods of Dengue Viruses. PLoS ONE. 7(11): e50972. doi:10.1371/journal.pone.0050972.

Derouich M, Boutayeb A, Twizell EH. 2003. A Model of Dengue Fever. BioMedical Engineering OnLine. 4: 1-10.

Diekmann O, Heesterbeek JAP, Metz JAJ. 1990. On the Definition and the Computation of the Basic Reproduction Ratio 0 in Models for Infectious Diseases in Heterogeneous Populations. J. Math. Biol. 28:365-382

Esteva L. 1998. Dynamics of Dengue Disease. Mexico (MX):Cinvestav-Ipv.

Edelstein-Keshet L. 1988. Mathematical Models in Biology. New York (US): Random House.

Gubler DJ. 1998. Dengue and Dengue Hemorhagic Fever. Clinical Microbiology Review 11: 450-496.

Nuraini N, Soewono E, Sidarto KA. 2007. A Mathematical Model of Dengue Internal Transmission Process. J. Indones. Math. Soc. (MIHMI) 13(1): 123- 132.

Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL. 2004. Dengue Viral Infections. Postgrad Med J. 80:588–601. doi: 10.1136/pgmj.2004.019638.

Pongsumpun P. 2006. Transmission Model For Dengue Disease With And Without The Effect Of Extrinsic Incubation Period. KMITL Sci. Tech. J. 6(2):74-82. Tu PNV. 1994. Dinamical Sistem: An Introduction with Applications in Economics

and Biology. New York (US): Springer-Verlag.

Tumilaar R, Sianturi P, Jaharuddin. 2014. Mathematical Model of Dengue Disease Transmission Considering the incubation Period Both Intrinsic and Extrinsic.

IOSR Journal of Mathematics (IOSR-JM). 10(5):13-18.

Van Den Driessche P, Watmough J. 2008. Chapter 6: Further Notes on the Basic Reproduction Number. In: Brauer F, Van Den Driessche P, Wu J. (Eds.)

(39)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penyederhanaan Persamaan

Untuk menyederhanakan persamaan (13), maka dimisalkan =

� , = � , = � , � = �

�� , � = �

�� , dan �� = �

sehingga persamaan menjadi

� = � − � � − �

= −

� =

� � �� �−( + ) �

= −( + )

��� = � ���(1− ) � − � ���

=

�′(1− �) − � �

Untuk menyederhanakan persamaan (15), maka dimisalkan =

� , = � , = � , � = �

�� , � = �

�� , dan �� = �

� sehingga persamaan menjadi

� = � − � (1− ) � − �

= − � (1− )

�−

= − (1− )

= − ′

� =

(40)

26

= (1− ) −( + )

= ′ −( + )

��� = � ���(1− ) � − � ���

� = �′(1− �) − � �

(41)

27 Lampiran 2 Penentuan Titik Tetap

Penentuan titik tetap sistem persamaan diferensial (14) dengan =

�′ = �′

�′ = �(1− )

= .

Karena = 0, = 0 dan � = 0, maka diperoleh

− � − = 0

=

�+ (a)

� − + = 0

=( + )

� (b)

�′ 1− � − � � = 0

= � �

�′ 1− (c)

Dari (a), (b) dan (c)

�+ =

( + )

�+ =

( + ) � �

�′ 1−

�+ =

�( + ) �′ 1− �

�+ = �

1 � �( + )

� = �

(42)

28 � = 2 �′ − �( + ) 2 �′ + � + = � + = 2 �′ − �( + ) 2

�′ + + + 1

= 2 1

�′ − �( + )

2

�′ + + + 1

= 2 1

�′ − �( + )

�′+ + + 1

= 2 1

�′ − � + + ′+ +

�′+ +

= 2 �′+ � +

�′ +

= � �

�′ 1− �

= �

2

�′ − �( + )

2

�′ + +

�′ 1−

2 �′ − �( + ) 2 �′ + + = � 2 �′ − �( + ) 2 �′ + + �′ ( 2

�′ + + )−( 2 ′ − ( + ))

(43)

29

Penentuan titik tetap sistem persamaan diferensial (16) dengan =

=

� = �

�′ = �′

= (1 )

= (1 + )

�′ = �(1− )

= .

Karena = 0, = 0 dan � = 0, maka diperoleh

− ′

� − = 0

=

�+ (d)

� − + = 0

=( + )

� (e)

�′ 1− � − � � = 0

= � �

�′ 1−� (f)

Dari (d), (e) dan (f)

′ �+ = ( + ) ′ � ′ �+ = ( + ) � �

�′ 1− ′ � ′ �+ = �( + ) ′

�′ 1− �

�+ =

�′ 1− � �( + )

′ � =

(44)

30 � = 2 ′ �′ − �( + ) 2 ′ �′ + � ′ + = �+ =

′ 2 ′ �′ − �( + )

2 ′

�′ + ′ + + 1

= 1

′ 2 ′ �′ − �( + )

2 ′

�′ + ′ + + 1

= 2 1

�′ − �( + ) ′

�′+ + + 1

= 2 1

�′ − � + + ′+ +

�′+ +

= 2 �′+ � +

�′ +

= � �

�′ 1− �

= �

2 ′

�′ − �( + )

2 ′

�′ + ′ +

�′ 1−

2 ′ �′ − �( + ) 2 ′ �′ + ′ + = � 2 ′ �′ − �( + ) 2 ′ �′ + ′ + �′ ( 2 ′

�′ + ′ + )−( 2 ′

(45)

31

Lampiran 3 Program Simulasi

Program untuk Gambar 9

h = 0.0000391; h = 0.0000391; v = 0.071; = 0.6; = 1 3; v

= 0.071;βh = 0.5;βv = 0.7; = 10; = 0.2;

= Plot[Evaluate[ [ ]/. First[NDSolve[{ ′[ ] =

= h− ∗ βh∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]− h∗ [ ], II′[ ] =

= ∗ βh∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]−( h + )∗II[ ], Iv′[ ] = = ∗ βv∗(1− )∗(1−Iv[ ])∗II[ ]− v∗Iv[ ], [0] = = 0, II[0] == 0.00025, Iv[0] =

= 0.006}, { , II, Iv}, { , 0,12775}]]], { , 0,365∗35}, PlotRange

→All, AxesLabel →{"t(tahun)", "Sh"}, Ticks

→{{{365∗5,5}, {3650,10}, {365∗15,15}, {365∗20,20}, {365

∗25,25}, {365∗30,30}, {365∗35,35}}, Automatic}] aa = Plot[Evaluate[II[ ]/. First[NDSolve[{ ′[ ] =

= h− ∗ βh∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]− h∗ [ ], II′[ ] =

= ∗ βh∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]−( h + )∗II[ ], Iv′[ ] = = ∗ βv∗(1− )∗(1−Iv[ ])∗II[ ]− v∗Iv[ ], [0] = = 0, II[0] == 0.00025, Iv[0] =

= 0.006}, { , II, Iv}, { , 0,12775}]]], { , 0,365∗35}, PlotRange

→All, AxesLabel →{"t(tahun)", "Ih"}, Ticks

→{{{365∗5,5}, {3650,10}, {365∗15,15}, {7300,20}, {365

∗25,25}, {10950,30}, {365∗35,35}}, Automatic}] aaa = Plot[Evaluate[Iv[ ]/. First[NDSolve[{ ′[ ] =

= h− ∗ βh∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]− h∗ [ ], II′[ ] =

= ∗ βh∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]−( h + )∗II[ ], Iv′[ ] = = ∗ βv∗(1− )∗(1−Iv[ ])∗II[ ]− v∗Iv[ ], [0] = = 0, II[0] == 0.00025, Iv[0] =

= 0.006}, { , II, Iv}, { , 0,12775}]]], { , 0,365∗35}, PlotRange

→All, AxesLabel →{"t(tahun)", "Iv"}, Ticks

→{{{365∗5,5}, {3650,10}, {365∗15,15}, {7300,20}, {365

∗25,25}, {10950,30}, {365∗35,35}}, Automatic}] GraphicsRow[{ , aa, aaa}]

Program untuk Gambar 13

h = 0.0000391; h = 0.0000391; v = 0.071; = 0.8; = 1 3; v

(46)
(47)

32

= Plot[Evaluate[ [ ]/. First[NDSolve[{ ′[ ] =

= h− ∗ βh∗(1 + Sin[� ∗ ])∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]− h

∗ [ ], II′[ ] =

= ∗ βh∗(1 + Sin[� ∗ ])∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]−( h + )

∗II[ ], Iv′[ ] =

= ∗ βv∗(1− )∗(1−Iv[ ])∗II[ ]− v∗Iv[ ], [0] = = 0, II[0] == 0.00025, Iv[0] =

= 0.006}, { , II, Iv}, { , 0,12775}]]], { , 0,365∗35}, PlotRange

→All, AxesLabel →{"t(tahun)", "Sh"}, Ticks

→{{{365∗5,5}, {3650,10}, {365∗15,15}, {365∗20,20}, {365

∗25,25}, {365∗30,30}, {365∗35,35}}, Automatic}] aa = Plot[Evaluate[II[ ]/. First[NDSolve[{ ′[ ] =

= h− ∗ βh∗(1 + Sin[� ∗ ])∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]− h

∗ [ ], II′[ ] =

= ∗ βh∗(1 + Sin[� ∗ ])∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]−( h + )

∗II[ ], Iv′[ ] =

= ∗ βv∗(1− )∗(1−Iv[ ])∗II[ ]− v∗Iv[ ], [0] = = 0, II[0] == 0.00025, Iv[0] =

= 0.006}, { , II, Iv}, { , 0,12775}]]], { , 0,365∗35}, PlotRange

→All, AxesLabel →{"t(tahun)", "Ih"}, Ticks

→{{{365∗5,5}, {3650,10}, {365∗15,15}, {7300,20}, {365

∗25,25}, {10950,30}, {365∗35,35}}, Automatic}] aaa = Plot[Evaluate[Iv[ ]/. First[NDSolve[{ ′[ ] =

= h− ∗ βh∗(1 + Sin[� ∗ ])∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]− h

∗ [ ], II′[ ] =

= ∗ βh∗(1 + Sin[� ∗ ])∗ ∗ [ ]∗Iv[ ]−( h + )

∗II[ ], Iv′[ ] =

= ∗ βv∗(1− )∗(1−Iv[ ])∗II[ ]− v∗Iv[ ], [0] = = 0, II[0] == 0.00025, Iv[0] =

= 0.006}, { , II, Iv}, { , 0,12775}]]], { , 0,365∗35}, PlotRange

→All, AxesLabel →{"t(tahun)", "Iv"}, Ticks

→{{{365∗5,5}, {3650,10}, {365∗15,15}, {7300,20}, {365

(48)
(49)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langowan, Sulawesi Utara pada tanggal 18 Januari 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Dolfie Tumilaar dan Ibu Eske Tumiwa.

Referensi

Dokumen terkait

Area pada taman terapi tempat fisioterapi cardiovaskular dan pulmonary, terapi okupasi dan terapi wicara, kamar pasien (hanya untuk chrysanthemum),corridor menuju ruang

Praktek yang sering digunakan untuk mempertahankan suhu rendah tersebut dapat dilakukan dengan menyimpan benih pada serbuk gergaji basah dengan tujuan mempertahankan kadar air

Ingat pesan saya, paling mustahak EVIDENCE yang tuan2 perlu tunjuk pada Examiner bagi menyokong tahap risiko tuan2 tadi.. EVIDENCE tak semestinya pada Accident

ALOKASI DANA BOS (Rp) NO NAMA SEKOLAH KECAMATAN NAMA REKENING (BUKAN NAMA PRIBADI) NOMOR REKENING

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode bercerita dapat meningkatkan kedisiplinan anak pada kelompok bermain PAUD Amanah Kota

Jika kita mengacu pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa 8 ³%XPL GDQ DLU GDQ NHND\DDQ DODP \DQJ WHUNDQGXQJ di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas IX MTs Negeri 1 Pringsewu dalam menulis iklan baris tergolong baik sekali dengan skor rata-rata

Dari Gambar 8, hasil pengukuran menunjukkan titik tertinggi pada nilai medan magnet pada jarak 16 meter dari 0 dengan nilai 1,0912 A/m, sedangkan hasil perhitungan menunjukkan