• Tidak ada hasil yang ditemukan

Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (

CRUDE

PALM OIL

) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA

PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN

RANTO RICHARDO SIREGAR

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RANTO RICHARDO SIREGAR. Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA.

Keterbatasan BBM dan isu lingkungan mendorong pemerintah untuk mencari bahan bakar alternatif yaitu salah satunya bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari CPO. Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Tujuan penelitian ini adalah melakukan audit energi pada proses produksi CPO di PKS Kertajaya. Metode audit yang digunakan adalah

preliminary audit dilanjutkan dengan detailed audit. Berdasarkan hasil penelitian, untuk memproduksi tiap Kg CPO pada kapasitas pengolahan 60 ton TBS/jam dengan tingkat rendemen 21.55% dibutuhkan masukan energi primer rata-rata sebesar 16.6779 MJ. Konsumsi energi primer tersebut berasal dari input energi solar sebesar 0.4125 MJ (2.47%), energi biomassa sebesar 15.8900 MJ (95.28%), energi pupuk sebesar 0.3492 MJ (2.09%) dan energi biologis manusia sebesar 0.0262 MJ (0.16%). Berdasarkan tahapan proses produksi, energi primer tersebut digunakan pada kegiatan budidaya sebesar 0.3636 MJ (2.18% dari total konsumsi energi primer), kegiatan pemanenan sebesar 0.0018 MJ (0.01%), kegiatan pengangkutan TBS sebesar 0.1778 MJ (1.07%) dan pengolahan TBS serta sarana pendukung sebesar 16.1347 MJ (96.74%). Upaya konservasi energi dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi olah riil pabrik sehingga mengurangi pemborosan terhadap konsumsi energi selama proses pengolahan antara lain dengan meningkatkan jam olah riil dan meningkatkan produksi TBS di lapangan.

Kata kunci: CPO (crude palm oil), audit energi, proses produksi CPO

ABSTRACT

RANTO RICHARDO SIREGAR. Energy Audit on CPO (Crude Palm Oil) Production Process at PKS Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten. Supervised by SRI ENDAH AGUSTINA.

Depletion of fosil fuel resources and environmental issues has been encourage many efforts to find and depelop other energy resources, such as biodiesel. Energy auditing on CPO production system is very important due to CPO is raw material of many kinds of industries and also for biodiesel production. The aim of this research is to conduct energy auditing on CPO production system in PKS Kertajaya – Banten province. The method of auditing is preliminary audit continuing with detailed audit. The result shows that total primary energy consumed to produce 1 kg CPO si 16.6779 MJ. Those energy was supplied by diesel oil 2.47%, biomass waste 95.28%, fertilizer 2.09%, and human/labor 0.16%. Processing stage consumed 96.74% of the total energy input, while cultivation consumed 2.18%, harvesting consumed 0.01% and transportation 1.07%. The energy conservation can be conducted by upgrading real processing time and increasing fresh fruit bunch production.

(5)

AUDIT ENERGI PADA PROSES PRODUKSI CPO (

CRUDE

PALM OIL

) DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA

PTP NUSANTARA VIII LEBAK, BANTEN

RANTO RICHARDO SIREGAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten

Nama : Ranto Richardo Siregar NIM : F14080109

Disetujui oleh

Ir. Sri Endah Agustina, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah audit, dengan judul Audit Energi pada Proses Produksi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak, Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahyudi, Bapak Dede, Bapak Agus, dan Bapak Adang yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada G. Siregar, A. br Simbolon, Swarni, Uki, Jelita, Putra, Obed, Faisal, Uda Prasetya, Tante Josua selaku keluarga dari penulis atas segala doa dan kasih sayangnya serta Chatrina Sihombing selaku pasangan penulis atas doa, perhatian dan kasih sayangnya. Tidak lupa juga terima kasih kepada teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 45 khususnya Tino, Jo Pangkar, Zega, Andre, Indra, Rombongan GPK, Ninggar, Lita, Nuha, dan teman-teman Kopelkhu khususnya Leo, Lia, Melisa, Liber, Eta, Adhi, serta teman-teman Bapa House, Hisar, Agung, Samuel, Rio, Alex, Tunggul, Joen, Rodex, Lundu, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kelapa Sawit 3

Proses Produksi CPO 4

Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian 11

Audit Energi 17

Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO 18 PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) KERTAJAYA

PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK, BANTEN 19

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit 19

Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan

disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya. 19 Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya

(Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001) 19

Pengolahan TBS menjadi CPO 20

Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO 27

METODE PENELITIAN 29

Waktu dan Tempat 29

Metode Audit Energi 29

Parameter yang Diukur 33

Alat dan Bahan 33

Metoda Pengumpulan Data 34

Perhitungan dan Analisis Data 34

HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Konsumsi Energi pada Proses Produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

Kertajaya PTP Nusantara VIII Lebak Banten 37

PELUANG PENGHEMATAN DAN KONSERVASI ENERGI 49

SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

1 Pangsa produksi CPO dunia tahun 2011 4

2 Luas areal dan kelapa sawit Indonesia 5

3 Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar 12 4 Input energi untuk beberapa operasi pertanian 12 5 Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi beberapa alat mesin 13 6 Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium 14

7 Masukan energi untuk pupuk Nitrogen 14

8 Input energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida 15 9 Nilai embodied energy dari beberapa bahan kimia 15 10 Kebutuhan energi manusia untuk melakukan aktivitas pada beberapa

kondisi beban kerja 16

11 Kebutuhan energi biologis (manusia) pada beberapa kegiatan pertanian 16 12 Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar 22

13 Tingkat kematangan TBS 22

14 Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya 23 15 Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya 38 16 Konsumsi energi final pada tiap tahapan produksi CPO di PKS Kertajaya 39

17 Konsumsi energi pada tahapan budidaya 40

18 Konsumsi energi pada kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO 40

19 Konsumsi energi pada sarana pendukung 41

20 Konsumsi energi biologis manusia pada setiap tahapan produksi 43

21 Konsumsi energi solar 44

22 Konsumsi energi listrik pada pengolahan dan sarana pendukung 45 23 Efisiensi teknis alat atau mesin produksi CPO di setiap stasiun pengolahan 46 24 Konsumsi energi pupuk pada kegiatan budidaya 46 25 Konsumsi pestisida pada kegiatan budidaya 47

DAFTAR GAMBAR

1 Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit 5 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya 19 3 Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya 21 4 Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan produksi CPO 31 5 Batasan sistem dalam audit energi di PKS Kertajaya 32 6 Aliran energi pada produksi CPO di PKS Kertajaya 42 7 Aliran energi pada stasiun penyediaan energi 48

8 Skema siklus Rankine 51

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data produksi TBS Kebun Kertajaya tahun 2008-2012 56

2 Penggunaan Energi Pupuk 56

3 Penggunaan Pestisida 58

4 Penggunaan Energi BBM (Solar) 58

5 Penggunaan Energi Biomassa 59

6 Penggunaan Energi biologis manusia 62

7 Ouput Energi Listrik dari sarana penyediaan energi 65

8 Penggunaan Energi Listrik 66

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi merupakan faktor terpenting dalam menunjang pembangunan nasional, baik bahan baku industri mau pun sebagai bahan bakar dan catudaya kelistrikan di hampir semua sektor pembangunan. Pemanfaatan energi akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia dikaruniai berbagai sumber daya energi yang cukup beragam, baik sumber daya energi fosil seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam, mau pun sumber daya energi baru dan terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, biomassa, tenaga surya, tenaga angin, dan laut.

Menurut salah satu anggota dewan pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Arya Rezavidi Ph.D dalam tulisannya yang berjudul “Membaca Nasib Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia” (www.meti.or.id), salah satu permasalahan pokok dalam pemanfaatan energi secara nasional yakni energi mix nasional saat ini masih didominasi oleh sumber daya energi fosil. Lebih dari 50% sumber daya energi yang digunakan berasal dari minyak bumi dan bila memasukkan batubara dan gas alam maka angkanya mencapai 90%. Dengan komposisi penggunaan energi seperti ini, maka ketahanan energi nasional sangat rapuh karena cadangan sumber daya energi fosil ini terbatas dan pasar dunia hanya dikuasai oleh sekelompok orang sehingga apabila terjadi gejolak harga mau pun kekurangan pasokan, maka ekonomi Indonesia akan langsung terpengaruh (Rezavidi, 2012).

Menurut Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BPMIGAS, Gde Pradnyana, cadangan terbukti minyak nasional terus menyusut dalam 10 tahun ini dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9 miliar barel. Dia menambahkan, dengan kebutuhan/konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang saat ini sudah diatas 1,2 juta barel per hari dan kemampuan kilang domestik hanya 700 ribu barel per hari, maka sisa kebutuhan BBM masih harus diimpor (http://www.esdm.go.id/berita/migas, Maret 2012). Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa Indonesia sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan BBM sendiri dan cadangan minyak nasional yang semakin menipis dan terbatas.

Disadari atau tidak, penggunaan bahan bakar minyak berbasis fosil saat ini telah menjadi penyebab utama perubahan iklim dunia. Bahan bakar fosil itu meliputi minyak bumi, batubara, dan gas alam, yang biasa digunakan manusia sebagai sumber energi untuk transportasi, industri, dan rumah tangga. Di seluruh dunia, minyak bumi, batubara, dan gas alam memasok 88% dari kebutuhan energi global. Pada hal, ketiga jenis energi itu bisa menghasilkan gas-gas seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O) yang jumlahnya semakin lama semakin memenuhi kuota atmosfer dunia (Tim Nasional Pengembangan BBN, 2007).

(14)

Keterbatasan BBM yang dan isu lingkungan tersebut telah mendorong pemerintah untuk mengubah kebijakannya. Melalui Perpres 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional telah dicanangkan target energi mix nasional, dimana peran energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 17% pada tahun 2025 dan direvisi pada tahun 2011 menjadi 25% pada tahun 2025 (www.meti.or.id). Salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati (BBN) yang bersumber dari CPO.

Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia dalam Outlook Industri 2012, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi mencapai 23.9 juta ton atau 47.80% dari total pangsa produksi CPO di dunia pada tahun 2011 (Tabel 1). Besarnya produksi CPO Indonesia membuat CPO tidak hanya sebagai bahan baku berbagai industri (pangan, sabun, baja, tekstil) melainkan juga sebagai bahan baku energi alternatif, yaitu biofuel. Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui.

Dalam proses produksi CPO, aspek efisiensi penggunaan energi perlu diperhatikan karena berpengaruh pada kemampuan kompetisi harga di pasar global. Penggunaan energi secara efisien adalah salah satu usaha penghematan energi dan hasilnya dapat dirasakan dalam waktu relatif singkat. Audit energi merupakan langkah awal dari usaha penghematan energi. Audit energi bertujuan untuk mempelajari penggunaan energi pada suatu proses produksi yang meliputi jumlah energi , jenis energi, sumber energi, aliran energi, dan biaya energi. Hasil audit energi dapat dijadikan sebagai acuan bagi perusahaan untuk membantu menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi.

Perumusan Masalah

Sebagai sumber energi alternatif, kebutuhan dan penggunaan energi untuk proses produksi CPO itu sendiri perlu diketahui. Cara yang dilakukan adalah dengan mengetahui pola penggunaan energi melalui audit energi. Dengan adanya audit energi, perusahaan akan mengetahui kebutuhan energi dan efisiensi penggunaan alat dan mesin pada tiap tahapan produksi dengan rinci.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Menghitung kebutuhan energi untuk menghasilkan per satuan produk CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya.

2. Mengetahui jenis, jumlah, dan sumber energi pada tiap tahapan proses produksi.

(15)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai rekomendasi untuk melakukan penghematan penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas yang telah dicapai sebelumnya sehingga dapat meningkatkan daya saing.

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (palm oil) merupakan salah satu tumbuhan tropis yang termasuk tanaman monokotil. Secara taksonomi, tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan, 2007):

Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) Sub-famili : Cocoidae

Genus : Elaesis

Spesies : 1. Elaesis guineensis Jacq 2. Elaesis oleifera Cortes 3. Elaesis odora

Tanaman kelapa sawit memiliki beberapa varietas yang digolongkan berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dan berdasarkan warna buah (Setyamidjaja, 2006). Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe-tipe kelapa sawit sebagai berikut:

• Tipe Dura: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah (mesocrap) tipis, cangkang (endocarp) tebal (2-8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak terdapat cincin serabut. Persantase daging buah 35% - 60% dengan rendemen minyak 17% - 18%.

• Tipe Pisifera: tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah tebal, tidak mempunyai cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti. Perbandingan daging buah terhadap buahnya tinggi dan kandungan minyaknya tinggi.

• Tipe Tenera: tipe ini merupakan hasil persilangan antara tipe Dura dan tipe Pisifera. Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas kedua induknya. Tipe ini memiliki tebal cangkang 0.5–4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun tidak sebanyak seperti pada Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak 22% - 24%.

(16)

mendirikan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Ulu (Deli), sedangkan Hallet mendirikan perkebunan di daerah Pulau Raja (Asahan) dan Sungai Liput (Aceh) (Pahan, 2007).

Dewasa ini tanaman kelapa sawit tersebar di sepanjang daerah tropis, terutama di kawasan yang terletak antara 150 Lintang Utara sampai 150 Lintang Selatan. Tanaman kelapa sawit menghendaki keadaan topografi berbentuk landai (kemiringan lahan tidak lebih dari 150), dengan ketinggian sampai sekitar 500 meter di atas permukaan laut, pH tanah sekitar 4-6. Curah hujan yang diperlukan berkisar 2000 mm sampai 3000 mm per tahun yang tersebar merata sepanjang tahun, kelembaban udara antara 50%-90% dan lamanya penyinaran (cahaya matahari) antara 5 jam sampai 7 jam per hari. Kelapa sawit dapat tumbuh tegak lurus mencapai ketinggian sampai 20 meter. Kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur sekitar 30 bulan setelah tanam dan kelapa sawit biasanya sudah tidak produktif lagi pada umur lebih dari 25 tahun (Setyamidjaja, 2006).

Menurut Pahan (2007), saat ini perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk industri oleochemical. Industri hulu perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk primer berupa minyak kelapa sawit (crude palm oil disingkat CPO) dan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil disingkat PKO). Dari produk CPO dan PKO dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produksi industri hilir yang menhasilkan minyak goreng, margarine, lilin, sabun, cream lotion, shampoo, dan lain-lain.

Proses Produksi CPO

Proses produksi CPO merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari budidaya di kebun sampai pengolahan TBS di pabrik dengan berbagai sarana pendukungnya. Proses produksi ini bertujuan untuk menghasilkan sebanyak mungkin CPO dengan tetap memperhatikan mutunya agar sesuai dengan standar produk.

Produksi CPO Indonesia tumbuh signifikan rata-rata 13.4% selama satu dasawarsa terakhir, yang didukung oleh pertumbuhan areal tanam rata-rata 6.7% per tahun (Tabel 2). Pangsa produksi CPO Indonesia di pasar internasional senantiasa menunjukkan tren peningkatan. Total produksi minyak sawit (CPO) dunia pada 2011 sebesar 50 juta ton, dimana Indonesia dan Malaysia menguasai 85.4% produksi minyak sawit dunia. Pangsa CPO Indonesia sebesar 47.8% sedangkan Malaysia sebesar 37.6%, sisanya merupakan share sejumlah negara-negara lain (Tabel 1).

Tabel 1 Pangsa produksi CPO dunia tahun 2011 Nomor Negara Produksi minyak

sawit (ton)

Pangsa produksi (%)

1. Indonesia 23.9 juta 47.80

2. Malaysia 18.8 juta 37.60

3. Negara lainnya 7.3 juta 14.60

Total 50 juta 100.00

(17)

Tabel 2 Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia Tahun Luas areal (hektar) Produksi (ton)

2008 7 363 847 17 539 788

2009 7 873 294 19 324 293

2010 8 385 394 21 958 120

2011 8 992 824 23 096 541

2012*) 9 074 621 23 521 071

Sumber: Ditjen Perkebunan-Kementrian Pertanian, 2013 dalam ‘Percepatan Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Perkebunan Berkelanjutan 2013’

Keterangan: * = sementara

1. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

Proses budidaya tanaman kelapa sawit terdiri dari pembibitan, pembukaan lahan, pembuatan rancangan kebun, penanaman bibit kelapa sawit, penanaman tanaman penutup tanah, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan.

Gambar 1 Rangkaian kegiatan proses budidaya tanaman kelapa sawit (Setyamidjaja, 2006).

a. Pembibitan

Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah disiapkan sekitar satu tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang ditanam memenuhi syarat, baik umur mau pun ukurannya. Agar pembibitan berjalan dengan baik dan aman,

Pembibitan

Pemanenan Pembukaan lahan

Perancangan kebun

Penanaman

Penanaman tanaman penutup

(18)

lokasi pembibitan harus memenuhi persyaratan-persayaratan berikut (Setyamidjaja, 2006):

1) Lokasi pembibitan sebaiknya datar dan rata, bila tidak datar sebaiknya dibuat teras.

2) Lokasi pembibitan dekat dengan sumber air dan selalu tersedia air untuk keperluan penyiraman.

3) Lokasi pembibitan sedapat mungkin di tengah-tengah areal yang akan ditanami.

4) Lokasi pembibitan bebas dari kemungkinan gangguan hewan, baik hewan liar mau pun hewan piaraan.

5) Lokasi pembibitan mudah dikunjungi dan diawasi serta tersedia bangunan bagi pekerja yang melakukan pemeliharaan dan pengawasan.

Saat ini sistem pembibitan kelapa sawit dikenal dengan menggunakan kantong plastik atau polybag. Sistem pembibitan kelapa sawit menggunakan kantong plastik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap. Pada sistem satu tahap, bibit langsung ditanami di dalam polybag besar hingga umur 12 bulan tanpa harus ditanami terlebih dahulu di polybag kecil.

Pada sistem pembibitan dua tahap, penanaman bibit dilakukan dua kali. Tahap pertama disebut pembibitan awal (pre-nursery) dan tahap kedua disebut pembibitan utama (main nursery). Pada tahap pembibitan awal kecambah ditanam menggunakan polybag kecil sampai bibit umur 3 bulan. Kemudian pada tahap pembibitan utama, bibit dari tahap pembibitan awal ditanam menggunakan polybag besar selama 9 bulan.

b. Pembukaan lahan

Tanaman kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai dengan ketersedian lahan yang akan dibuka menjadi perkebunan kelapa sawit. Cara membuka lahan untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia.

1) Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder atau areal yang ditumbuhi lalang.

2) Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman perkebunan lainnya.

3) Bukaan ulang (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa sawit.

Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara mekanis, khemis/kimia, atau manual. Cara-cara pembukaan lahan diatas dipakai sesuai dengan kondisi lahan yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit harus memperhatikan pula upaya-upaya pengawetan tanah dan air, agar tidak terjadi kerusakan tanah seperti erosi dan atau tanah longsor yang dapat merugikan di masa yang akan datang. c. Pembuatan rancangan kebun

(19)

areal perkebunan kelapa sawit diberi nama sesuai dengan kepentingannya dan dikenal beberapa jalan, seperti: jalan utama, jalan pengangkutan hasil, jalan kontrol (untuk memudahkan pengawasan kebun oleh pimpinan kebun), dan jalan pringgan (berada di pinggir kebun).

d. Penanaman bibit kelapa sawit

Kegiatan penanaman terdiri atas pengajiran, pembuatan lubang tanam, dan menanam. Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat-tempat yang akan ditanam bibit kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam dan hubungan tanaman yang dipakai dalam penanaman kelapa sawit. Sistem jarak tanam yang umum digunakan adalah segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9 meter x 9 meter x 9 meter.

Pembuatan lubang tanam harus dilakukan beberapa minggu sebelum penanaman agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika atau pun kimia dan dapat dilakukan pemeriksaan lubang, baik ukuran mau pun jumlahnya per hektarnya. Lubang tanam untuk kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm dan akan diperoleh populasi atau kerapatan tanaman 143 pohon per hektar. Pada saat menggali, tanah atas (topsoil) dan tanah bawah (subsoil) harus dipisahkan karena fungsi keduanya akan dibedakan untuk menutup lubang tanam pada saat penanaman.

Penanaman sebaiknya dilakukan antara bulan Oktober sampai dengan bulan Februari, karena pada bulan-bulan ini curah hujan sudah mencukupi kebutuhan air tanaman. Urutan tahapan penanaman adalah bibit dikeluarkan dengan cara menyobek polybag. Bibit beserta tanahnya diletakkan tegak lurus pada lubang tanam, lalu ditimbun dan dipadatkan tanahnya. Tanah yang pertama ditimbun adalah bagian topsoil agar akar dapat berkembang jika terjadi regenerasi akar. Kemudian pada bagian atas ditimbun dengan tanah bagian subsoil.

e. Penanaman tanaman penutup tanah

Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan yang tumbuhnya menjalar dan bersifat bukan pesaing bagi tanaman pokok. Penanaman tanaman kacangan penutup tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan menekan tumbuhan penggangu (gulma). Jenis-jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna cochinchinensis.

f. Pemeliharaan tanaman

Tanaman kelapa sawit dibagi atas dua periode pertumbuhan, yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) yang berusia dibawah 3 tahun dan tanaman menghasilkan (TM) yang berusia antara 3-25 tahun. Pada kedua periode tersebut tanaman perlu pemeliharaan secara intensif agar proses pertumbuhan dan hasil produksinya optimal.

(20)

pemeliharaan piringan/lingkungan di sekitar individu tanaman (radius 1.0 – 1.5 meter dari pokok kelapa sawit), pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah, pemupukan (jenis pupuk: Urea atau ZA, Rock Phospate, Muriate of Phosphate, Kieserite, dan Borax), pemangkasan daun atau menunas daun, kastrasi bunga (pembuangan bunga jantan dan bunga betina), penyerbukan bantuan, pengendalian hama dan penyakit.

Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) merupakan kegiatan pemeliharaan lanjutan tanaman belum mengahasilkan (TBM). Beberapa kegiatan pemeliharaan TM adalh pengendalian gulma, pemupukan, dan pemeliharaan lainnya seperti pemeliharaan jalan, pemeliharaan parit, dan sebagainya.

g. Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan akhir pada tahapan budidaya tanaman kelapa sawit. Hasil panen dari tanaman kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS) yang kemudian dari TBS akan diperoleh minyak sawit (CPO) dan minyak inti setelah diolah di pabrik.

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, serta pengangkutan dari dalam kebun menuju tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanenan TBS harus dilaksanakan pada saat yang tepat karena pemanenan akan menentukan tercapainya kuantitas dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak kurang dari semestinya. Sedangkan pemanenan yang melewati proses pembentukan minyak akan merugikan karena sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) yang mengakibatkan turunnya mutu minyak kelapa sawit. Untuk itu hal-hal berikut perlu diperhatikan, antara lain kriteria matang panen, persiapan panen (kesiapan alat pemotong dan pengumpul buah serta tenaga kerja), rotasi dan sistem pemanenan, dan transportasi hasil panen.

Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat berubah menjadi tanaman menghasilkan (TM) dan mulai dapat dilakukan pemanenan apabila 60% buah atau lebih telah matang panen. Kriteria matang panen yang dijadikan patokan di perkebunan kelapa sawit adalah bila sudah ada 2 brondolan (buah yang jatuh dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau 1 buah brondolan untuk tiap kilogram tandan yang beratnya lebih dari 10 kg.

2. Pengolahan TBS menjadi CPO

Proses pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit (CPO) yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS dan brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingannya. Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak diuraikan sebagai berikut.

a. Pengangkutan TBS ke pabrik

(21)

loading ramp untuk kemudian didistribusikan ke dalam lori-lori yang akan membawa TBS ke dalam ketel rebus (sterilizer) untuk direbus.

b. Perebusan TBS

Pada dasarnya tujuan perebusan adalah merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB, mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang, memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan, dan untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan minyak (Fauzi dkk, 2007). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung tekanan uap. Pada umumnya besar tekanan uap yang digunakan adalah 2.5 atmosfer dengan suhu uap 125 0C (Fauzi dkk, 2007). Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel, sebaliknya perebusan terlalu singkat menyebabkan banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.

c. Perontokan dan pelumatan buah

Lori-lori yang berisi TBS yang telah direbus ditarik keluar dari sterilizer menggunakan capstand kemudian diangkat dengan alat hoisting crane yang digerakkan motor. Hoisting crane akan membalikkan TBS ke dalam hopper untuk selanjutnya diterusakan ke mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat (digester). Selama proses pelumatan, digester dipanasi dengan uap untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji.

d. Pemerasan atau ekstraksi minyak

Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan buah, perlu dilakukan pengadukan selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, tahap selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi. Tujuan ekstraksi adalah untuk mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak, antara lain dengan sentrifugasi, dengan screw press, dengan bahan pelarut, dan dengan tekanan hidrolis (Fauzi dkk, 2007). e. Pemurnian minyak

Minyak yang keluar dari stasiun pengempaan masih mengandung padatan dan air. Oleh sebab itu minyak perlu dipisahkan dari kotoran-kotoran tersebut secara bertahap. Tahapan pemisahan dalam pemurnian ini meliputi filtrasi, pengendapan, pengupan, sentrifugasi, dan pengeringan. Minyak hasil ekstraksi kemudian disimpan di dalam tangki penyimpanan.

f. Pengolahan biji

(22)

g. Stasiun pendukung

Proses pengolahan TBS menjadi CPO tidak akan berlangsung tanpa didukung oleh stasiun pendukung. Keberadaan stasiun pendukung produksi ini sangat berperan penting karena untuk jalannya pengolahan. Stasiun-stasiun pendukung pengolahan kelapa sawit meliputi stasiun penyediaan energi, stasiun pengolahan air, dan sistem pengelolaan limbah.

1) Stasiun penyediaan energi

Penyedia utama kebutuhan energi di pabrik kelapa sawit adalah Ketel Uap (Boiler). Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap bertekanan (steam). Steam kemudian dialirkan ke turbin uap untuk memutar sudu-sudu turbin. Putaran turbin (energi mekanis) yang dihasilkan akan digunakan untuk membangkitakan energi listrik melalui alternator.

Turbin uap dilengkapi dengan alat pengumpul uap bekas yang disebut dengan Back Pressure Vessel (BPV) yang berfungsi untuk mendistribusikan steam ke stasiun sterilizer, stasiun clarification, stasiun digester, stasiun screw press, stasiun kernell, stasiun storage dan stasiun fat fit. Uap bekas dari stasiun-stasiun ini akan dikembalikan ke pengolahan air untuk diolah lagi untuk digunakan sebagai air boiler.

Penyedia kebutuhan energi lainnya adalah diesel engine. Diesel engine diperlukan pada saat start awal proses dan juga pada saat tenaga yang dihasilkan turbin tidak mencukupi untuk proses pengolahan. Pada saat tenaga yang dihasilkan turbin berkurang, maka diesel engine diparalel dengan turbin. Diesel engine juga diperlukan untuk menggantikan peran turbin pada saat pabrik tidak melakukan pengolahan. Pada mesin diesel berlangsung empat siklus, yaitu:

 Proses Induksi

Yaitu proses pemasukan/penghisapan udara ke dalam silinder, melalui inlet valve.

 Proses Kompresi

Yaitu proses pemampatan udara (kedua inlet valve dan outlet valve tertutup) sehingga temperatur dalam silinder naik.

 Proses Pembakaran

Yaitu proses peledakan akibat bahan bakar diinjeksikan ke ruangan yang bertekanan dan bertemperatur tinggi, sehingga mendorong piston ke bawah.  Proses Exhaust

Yaitu proses pembuangan sisa pembakaran dengan cara mendorong ke atas dan gas keluar melalui outlet valve.

Diesel genset bekerja dengan prinsip mengubah energi hasil pembakaran solar menjadi energi mekanis berupa putaran. Putaran ini selanjutnya digunakan untuk memutar poros generator. Generator adalah alat yang mengkonversi energi gerak berupa putaran menjadi energi listrik akibat adanya induksi gaya gerak listrik (GGL).

2) Stasiun Penyediaan Air

(23)

terlarut, dan sebagainya. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan adanya proses penanganan (treatment) pada air terlebih dahulu.

Proses penangan air di pabrik kelapa sawit terdiri dari dari external water treatment dan internal water treatment. Setelah air memenuhi persyaratan, air dialirkan ke boiler sebagai umpan.

3) Sistem pengelolaan limbah

Limbah pabrik kelapa sawit umumnya terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah-limbah ini ditangani oleh unit pengolahan limbah (UPL). Unit pengolahan Limbah (UPL) pada pabrik kelapa sawit terdiri dari:

Fat pit

Fungsi fat pit adalah sebagai tempat penampungan sludge (kotoran yang masih mengandung minyak) di pabrik dan stasiun klarifikasi, pengutipan minyak yang masih tersisa, dan menghomogenkan kepekatan limbah.

Cooling tower

Pada alat ini terjadi penurunan suhu limbah menjadi 43–45 0C, bila suhu limbah > 45 0C maka bakteri yang digunakan untuk perombakan akan mati.  Kolam I dan II (anaerobic pond)

Pada kolam ini bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan CO2. Selanjutnya bakteri metan (methagonic bacteria) akan mengubah asam organik menjadi metan dan CO2. Waktu penahanan untuk kolam ini adalah selama 30 hari. Bakteri yang akan digunakan dalam proses anaerobik pada awalnya dipelihara dalam suatu tempat yang bertujuan untuk memulai pembiakan bakteri.

 Kolam III dan IV (kolam aerobik)

Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam. Metode pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan atau menggunakan aerator.

Kebutuhan Energi dalam Industri Pertanian

Kebutuhan energi di bidang industri dan pertanian dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu energi langsung, energi tidak langsung dan energi biologis khususnya dari tenaga manusia. Energi tersebut dibutuhkan sebagai input atau masukan pada proses produksi.

1. Energi Langsung

(24)

Tabel 3 Nilai energi per unit beberapa jenis bahan bakar Sumber energi Unit Nilai kalor

(MJ/unit)

Input produksi (MJ/unit)

Nilai kalor total (MJ/unit)

Gasolin Liter 32.24 8.08 40.32

Minyak diesel Liter 38.66 9.12 47.78

LPG Liter 26.10 6.16 32.26

Gas alam m3 41.38 8.07 49.45

Batubara keras kg 30.23 2.36 32.59

Batubara ringan

kg 30.29 2.37 32.76

Kayu keras kg 19.26 1.44 20.70

Kayu lunak kg 17.58 1.32 18.90

Listrik kWh 3.60 8.39 11.99

Sumber: Cervinka (1980) dalam Indrayana (2001)

Tabel 4 Input energi untuk beberapa operasi pertanian

Operasi Energi (MJ/ha)

Membajak (kedalaman 0.2 m) 1180 Mengolah tanah tahap kedua 390 Mengolah tanah dengan rotary 1430

Mengolah tanah ringan 240

Membuat alur 240

Sumber: Leach (1976) dalam Pimentel (1980)

2. Energi Tidak Langsung

Energi tidak langsung merupakan energi yang digunakan untuk memroduksi suatu masukan produksi seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin. Jumlah energi langsung dan energi tidak langsung yang digunakan untuk memroduksi suatu barang disebut embodied energy. Menurut Doering (1978) dalam Rahmat (2002), embodied energy adalah energi yang digunakan secara tidak langsung pada produksi pertanian, dalam hal ini yaitu energi untuk memroduksi mesin, peralatan, pupuk, pestisida, bangunan dan bahan pendukung lainnya.

Menurut Flucks (1992) dalam Rahmat (2002), embodied energy mengacu pada total energi yang diperlukan dalam pembuatan suatu barang. Embodied energy mengandung arti semua jenis energi yang dibutuhkan untuk memroduksi suatu barang, baik secara langsung mau pun tidak langsung.

a. Kebutuhan energi untuk memroduksi peralatan dan mesin

(25)

Tabel 5 Masukan energi produksi bahan baku dan pabrikasi dari beberapa alat dan mesin

Kategori energi Masukan energi (MJ/kg) Embodied energy

Sumber: Doering III dan C. Otto, 1978 dalam Indrayana (2001). Besarnya energi produksi bahan baku alat dan mesin pertanian yang meliputi kegiatan dari penambangan hingga menjadi bahan baku, ditunjukkan pada persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):

Epb = m x Cpb

dimana: Epb = energi produksi bahan baku (MJ) M = massa alat atau mesin pertanian (kg)

Cpb = nilai kalor energi produksi bahan baku alat pertanian (MJ/kg) Disamping energi untuk memroduksi bahan baku, diperlukan juga energi pabrikasi dalam pengerjaan dan pembentukan alat atau mesin pertanian yang ditunjukkan persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):

Ef = m x Cf

dimana: Ef = energi pabrikasi (MJ)

m = massa alat atau mesin pertanian (kg)

Cpb = nilai kalor energi pabrikasi suatu alat atau mesin pertanian (MJ/kg)

Menurut Doering III dan C. Otto (1978) dalam Indrayana (2001), energi total produksi alat atau mesin pertanian diasumsikan sebesar 82% dari total energi bahan baku dan pabrikasi. Nilai tersebut diambil sesuai dengan pendekatan umur peralatan dan umur mesin yang dapat dipercaya dan persamaannya dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Etf = 0.82 x (Epb + Ef)

dimana: Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ) Epb = energi produksi bahan baku (MJ)

Ef = energi pabrikasi (MJ)

Besarnya energi yang digunakan untuk perbaikan dan perawatan ditunjukkan melalui persamaan (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):

(26)

dimana: Epr = energi perbaikan dan perawatan (MJ) Epb = energi produksi bahan baku (MJ) Ef = energi pabrikasi (MJ)

TAR = koefisien perbaikan total akumulasi (%), merupakan perbandingan biaya perbaikan dan perawatan akumulasi dengan harga sebenarnya pada umur alat.

Dari persamaan di atas, embodied energy alat atau mesin pertanian merupakan penjumlahan dari total energi produksi dan energi perbaikan serta perawatan. Nilai embodied energy dapat dilihat pada persamaan berikut (Doering III, 1978 dalam Pimental, 1980):

Ee = Etf + Epr

Dimana: Ee = embodied energy alat atau mesin pertanian (MJ) Etf = energi total produksi alat atau mesin pertanian (MJ) Epr = energi perbaikan dan perawatan (MJ)

b. Kebutuhan energi untuk memroduksi pupuk

Penentuan jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram pupuk relatif sulit karena pupuk yang sama jenisnya, bisa berupa produk yang berbeda, misalnya pupuk nitrogen bisa berupa amoniak, urea, atau amonium sulfat. Masukan energi tidak langsung dari pupuk didasarkan pada jumlah energi yang diperlukan untuk memroduksi transportasi dan distribusi maupun penyimpanan. Masukan energi untuk beberapa jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6 Masukan energi untuk pupuk Fosfat dan pupuk Kalium Jenis pupuk Produksi

(MJ/kg)

Muriate of Potash (0-60-60) / KCL

4.60 - 2.09 6.69

Sumber: Blouin et al. (1975) dalam Pimentel (1980) Tabel 7 Masukan energi untuk pupuk Nitrogen Jenis pupuk Produksi

(MJ/kg)

Sumber: Blouin et al. (1975) dalam Pimentel (1980) c. Kebutuhan energi untuk memroduksi pestisida

(27)

Tabel 8 Input energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida Jenis Pestisida Input Energi (MJ/kg) Herbisida Sumber: Pimentel (1980)

d. Energi bahan lainnya

Selain pupuk dan pestisida, dalam industri dan pertanian sering digunakan beberapa jenis bahan kimia pembantu untuk menunjang proses produksi. Nilai embodied energy dari beberapa jenis bahan kimia pembantu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai embodied energy dari beberapa bahan kimia Bahan Embodied Energy (MJ/kg)

NaOH 1.43

NaCl 1.43

Belerang (SO2) 31.38

CaO 1.30

MgO 1.32

Na3PO4 1.43

Batu kapur 1.32

(28)

3. Energi Biologis dari Tenaga Manusia

Operasi di bidang pertanian tidak bisa lepas dari peran tenaga manusia, walaupun mungkin peran tenaga manusia hanya sebagai operator atau tenaga pembantu. Kebutuhan energi dasar seseorang tergantung pada ukuran badan, umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, iklim, dan faktor lingkungan lainnya (Callubine, 1950; Quenoville et al, 1951; Sugss & Splinter, 1961; FAO & WHO, 1974 dalam Abdullah dkk, 1998). Menurut Astrand & Rodhal dalam Abdullah dkk (1998), hanya 20%-30% energi kimia dari makanan dapat dikonversikan menjadi tenaga mekanis. Untuk kerja sehari penuh, keluaran energi manusia diperkirakan sekitar 0.1 HP (75 watt atau 1.07 kCal/menit).

Menurut Departemen Mekanisasi Pertanian dalam Sholahuddin (1999), pengeluaran tenaga manusia secara normal berkisar antara 0.4-0.7 kW (setara dengan 1.44 MJ/jam – 2.52 MJ/jam). Dengan memperhitungkan waktu istirahat selama 8 jam kerja, maka kebutuhan tenaga manusia sekitar 0.32 kW – 0.35 kW (setara dengan 1.15 MJ/jam – 1.20 MJ/jam). Wanders dalam Indrayana (2001) mengemukakan tabel kalsifikasi beban kerja secara karas yang disebut skala Chirstensen untuk tenaga kerja berumur 20 tahun - 50 tahun yang dapat dilihat pada tabel 10. Sedangkan kebutuhan energi manusia di berbagai kegiatan pertanian dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 10 Kebutuhan energi manusia untuk melakukan aktivitas pada beberapa kondisi beban kerja Wanita (berat badan 55 kg)

Istirahat (8 jam) Kerja (8 jam)

Rata-rata/kg berat badan

1.80 Pria (berat badan 55 kg)

Istirahat (8 jam) Kerja (8 jam)

Rata-rata/kg berat badan

2.10 Sumber: FAO dan WHO (1974) dalam Indrayana (2001)

Tabel 11 Kebutuhan energi biologis (manusia) pada beberapa kegiatan pertanian

Kegiatan kKal/menit MJ/jam

Pra panen

Pengolahan tanah secara mekanis Pengolahan tanah secara manual Memupuk

Pengolahan di pabrik 1.4 0.725

(29)

Audit Energi

Audit energi merupakan bentuk kegiatan untuk menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahapan di dalam suatu sistem secara keseluruhan (Abdullah dkk,1998). Sedangkan menurut PT. Koneba dalam Wibowo (2008), audit energi adalah kegiatan penelitian pemanfaatan energi untuk mengetahui keseimbangan energi dan mengetahui peluang-peluang penghematan energi.

Audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana mau pun peralatan yang telah ada (KEPRES 43/1993, Konversi Energi dalam Setiawan 2010). Bagian dari usaha konservasi energi adalah dengan cara mengetahui sumber-sumber pemborosan pemakaian energi, serta memberikan analisis dan jawaban mengenai tindakan yang bisa dilakukan terhadap pemakaian energi yang lebih tepat tanpa mengurangi produktifitas yang telah dicapai sebelumnya (PII, 1992 dalam Setiawan 2010).

Menurut Koneba (1989) dalam Mulyawan (1997), metode audit energi terdiri dari dua tahapan, yaitu audit energi awal (preliminary energy audit) dan audit energi terinci (detailed energy audit).

1. Audit energi awal

Adalah berupa pengumpulan data awal dan analisis pendahuluan yang terdiri dari pengelompokan sumber data, mengidentifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data, analisis data, dan pembuatan rencana pengembangan.

2. Audit energi terinci

Adalah dengan melakukan penjajagan terhadap peralatan yang dipakai dalam suatu pabrik dan melakukan analsis, baik terhadap alat yang tetap digunakan secara kontinyu mau pun alat yang bersifat tidak tetap. Tahapan audit energi terinci yaitu:

• Evaluasi pengelolaan energi harian

• Melakukan audit energi awal

• Rencana pengembangan kegiatan pabrik

• Pemilihan bagian-bagian yang akan diaudit secara rinci

• Persiapan perlengkapan kerja

• Pemeriksaan data lapangan

• Evaluasi data yang dikumpulkan

• Mengidentifikasi peluang konservasi energi

• Rencana pengembangan aktivitas peralatan

• Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu

• Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh

Menurut Wayne C. Turner, (1982) dalam Sholahudin (1999), langkah-langkah dalam audit energi adalah pengumpulan data, analsis, evaluasi biaya peralatan, membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi. Masing-masing langkah tersebut akan diuraikan secara rinci dalam uraian berikut ini.

1. Pengumpulan data

(30)

2. Analisis

Tahapan analisis ini meliputi:

• Menganalisis konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu

• Menganalisis kesetimbangan massa dan energi

• Menganalisis pindah panas

• Mengevaluasi sifat muatan listrik

• Membuat model dan simulasi 3. Evaluasi biaya peralatan

4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi

Tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam perumusan audit energi yang meliputi:

• Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari auditing (mulai bahan baku sampai barang jadi yang siap dipasarkan)

• Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dari sebelum dijadikan hasil audit energi yang baku

• Laporan efektifitas pengelolaan peralatan auditing mau pun peralatan pabrik

• Laporan tinjauan tiap tahapan proses

Philippines National Oil Company (1986) dalam Mulyawan (1997) membagi audit energi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:

1. Primary audit atau prelimary audit yang terdiri dari kegiatan pencatatan dan analisis pemakaian energi dengan cara melakukan tinjauan singkat pada fasilitas pabrik dan analisis kebutuhan serta pembelian bahan bakar minyak. Pemeriksaan visual dilakukan untuk menentukan peluang penghematan energi dan membuat rencana analisis yang lebih rinci. Primary audit dikerjakan 1-3 hari tergantung pada tingkat kerumitan pabrik.

2. Detailed audit atau maxi audit yang terdiri dari catatan lengkap pemakaian energi untuk menghitung tingkat pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit ini dapat dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih.

3. Plant survey atau mini audit yang terdiri dari identifikasi energi terpakai, menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan praktek pengoperasian alat secara benar. Mini audit memerlukan pengujian data pengukuran jumlah energi terpakai dan hilang. Mini audit juga meliputi anjuran dan analisis peluang konservasi energi dengan anggaran yang relatif murah. Waktu pelaksanaan sangat bervariasi tergantung dari keadaan pabrik.

Hasil-hasil Penelitian Audit Energi pada Proses Produksi CPO

(31)

CPO, energi listrik sebesar 0.1631 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 2.1286 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 2.827 MJ/kg CPO, energi pestisida sebesar 0.7598 MJ/kg CPO dan energi pupuk sebesar 10.7901 MJ/kg CPO.

Penelitian oleh Tedi Ali Rahmat pada tahun 2002 tentang audit energi di UU Rejosari PTPN VII (Persero) Lampung Selatan meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit, pengolahan TBS menjadi CPO dan kegiatan yang berlangsung pada sarana pendukung produksi. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah sebesar 15.7550 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 0.1903 MJ/kg CPO, energi listrik sebesar 0.3969 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 0.7197 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 9.9200 MJ/kg CPO, dan energi pupuk sebesar 4. 9250 MJ/kg CPO.

Penelitian oleh Sulitiono Ari Wibowo pada tahun 2008 tentang audit energi di PMKS PT Condong Garut, Jawa Barat meliputi kegiatan budidaya kelapa sawit hingga pengolahan TBS menjadi CPO. Hasil audit energi pada proses produksi CPO adalah sebesar 33.4840 MJ/kg CPO dengan rincian: energi tenaga manusia sebesar 4.713 MJ/kg CPO, energi bahan bakar solar sebesar 3.728 MJ/kg CPO, energi biomassa sebesar 22.776 MJ/kg CPO, dan energi pupuk sebesar 2.267 MJ/kg CPO.

PROSES PRODUKSI CPO DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)

KERTAJAYA PTP NUSANTARA VIII (PERSERO) LEBAK,

BANTEN

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

Budidaya tanaman kelapa sawit yang dilakukan di Kebun Kertajaya akan disajikan pada bagan alir berikut beserta penjelasannya.

Gambar 2 Bagan alir proses budidaya kelapa sawit di Kebun Kertajaya (Vademikum Kelapa Sawit PTPN III, 2001)

Persemaian Pembukaanlahan

Pemeliharaan Penanaman

(32)

1. Persemaian

Kebun Kertajaya menerima kecambah dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan. Kecambah dikirim dalam kotak dengan jumlah sekitar 5000 butir kecambah tiap kotak. Di dalam kotak disertakan bubuk gergaji sebagai bahan penahan guncangan dan kekeringan. Persemaian kelapa sawit di Kebun Kertajaya dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembibitan awal (Pre Nursery) dan pembibitan utama (Main Nursery). Pembibitan awal dilakukan selama 3 bulan di polybag kecil sedangkan pembibitan utama dilakukan selama 9 bulan di polybag besar. Pada kegiatan persemaian ini membutuhkan input energi berupa energi biologis manusia, energi listrik, energi pupuk dan energi pestisida.

2. Pembukaan Lahan

Pembukaan lahan/areal merupakan tahapan awal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan kegiatan-kegiatan dalam usaha perkebunan kelapa sawit. Kondisi lahan yang akan dibuka tidak selalu sama, baik ditinjau dari segi vegetasi, topografi serta bekas hutan (lahan bukaan baru, new planting), dan bekas lahan perkebunan kelapa sawit (replanting).

3. Penanaman

Kegiatan penanaman bibit kelapa sawit meliputi pengajiran/pemancangan, pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Kebun Kertajaya menggunakan jarak tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m sehingga didapatkan kerapatan tanaman tiap hektar adalah 136 tanaman. Penanaman dilakukan secara manual sehingga input energi yang dibuthkan berupa tenaga manusia dan serta membutuhkan pupuk untuk menyuburkan tanaman.

4. Pemeliharaan

Pemeliharan tanaman kelapa sawit di Kebun Kertajaya dibagi menjadi dua periode, yakni pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan TBM adalah pemeliharaan saluran air dan jalan, penyulaman, babad, bobokor, chemis, pengendalian hama dan penyakit, kastrasi serta pemupukan. Pada kegiatan pemeliharaan TM umunnya sama dengan kegiatan pemeliharaan TBM, hanya saja kegiatan seperti kastrasi tidak lagi dilakukan di pemeliharaan TM. Pada kegiatan pemliharaan ini dibutuhkan masukan energi berupa tenaga manusia, pupuk, dan pestisida.

5. Pemanenan dan Transportasi

Pada dasarnya tujuan pembudidayaan tanaman kelapa sawit adalah untuk dipanen buahnya yang lazim disebut tandan buah segar (TBS). Alat yang digunakan untuk memanen TBS adalah dodos atau egrek. Dalam proses pemanenan hanya membutuhkan input energi berupa tenaga manusia. Setelah TBS dipanen selanjutnya TBS diangkut menggunakan truk ke pabrik sehingga dibutuhkan input energi berupa solar sebagai bahan bakar.

.

Pengolahan TBS menjadi CPO

(33)

prinsipnya pengolahan kelapa sawit ditujukan bagaiman menghasilkan minyak yang terkandung dalam buah semaksimal mungkin dengan menekan susut. Berikut diagaram alir proses pengolahn TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya.

PKS Kertajaya memiliki kapasitas terpasang 60 ton/jam, yang dibagi menjadi 2 line. Masing-masing line memiliki kapasitas terpasang 30 ton/jam, dimulai dari stasiun penebahan sampai stasiun kernel. Berikut disajikan bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya beserta penjelasannya.

Gambar 3 Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS Kertajaya (SOP Pengolahan Kelapa Sawit PKS Kertajaya, 2011)

1. Stasiun penerimaan buah

Stasiun penerimaan buah adalah stasiun awal yang menerima datangnya tandan buah segar yang berasal dari kebun seinduk atau pun dari pihak ketiga. Stasiun penerimaan buah terbagi menjadi 3 unit, yaitu: jembatan timbang, sortasi, loading ramp. Ketiga unit tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Jembatan timbang

Jembatan timbang berfungsi untuk mengetahui jumlah TBS yang diterima pabrik. Penimbangan dilakukan dengan menimbang truk yang berisi TBS masuk ke pabrik (penimbangan I), setelah TBS dibongkar di loading ramp,

TBS

Perebusan (Sterillizer)

Penebahan (Theresser)

Pengadukan (Digester)

Pengepresan (Screw Press)

Pengolahan biji (Vibrating Screen) Pemurnian

(Clarification Tank)

CPO

Penerimaan buah (Loading ramp)

(34)

truk kosong dirimbang kembali untuk mengetahui berat truk kosong (penimbangan II). Berat TBS yang diterima pabrik dapat diketahui dengan menghitung selisih penimbangan I dengan penimbangan II.

b. Sortasi

Sortasi bertujuan untuk mengetahui mutu TBS yang layak olah, TBS tidak layak olah dan klaim. Sortasi dilakukan saat pembongkaran TBS di loading ramp. Mutu TBS dapat diklasifikasikan atas beberapa fraksi berdasarkan tingkat kematangan TBS yng dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12 Tingkat kematangan TBS

Fraksi Persentase Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan 00 Tidak ada yang membrondol Sangat mentah

0 Buah luar membrondol 1 - 12.5% Mentah

1 Buah luar membrondol 12.5 - 25% Kurang matang 2 Buah luar membrondol 25 - 50% Matang

3 Buah luar membrondol 50 - 75% Matang 4 Buah luar membrondol 75 - 100% Lewat matang 5 Buah dalam ikut membrondol Buah busuk

Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP Nusantara VIII, 2009

Hubungan teoritis fraksi kematangan buah berkaitan dengan rendemen minyak dan kadar asam lemak bebas (ALB) disajikan pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13 Hubungan antara fraksi kematangan TBS dengan rendemen dan kadar ALB

Fraksi Rendemen minyak (%) Kadar ALB (%)

0 16.0 1.6

1 21.4 1.7

2 22.1 1.8

3 22.2 2.1

4 22.2 2.6

5 22.9 3.8

Sumber: PPKS Medan dalam Pedoman teknis panen sawit PTP Nusantara VIII, 2009

Fraksi 00 dan fraksi 5 adalah buah yang diklaim karena tidak layak olah, sedangkan fraksi 0 samapi fraksi 4 adalah buah layak olah. Sampai saat ini pensortiran TBS dilakukan dengan cara pengamatan langsung.

c. Loadingramp

(35)

ramp yang ada di PKS Kertajaya adalah 300 ton. TBS diumpankan ke lori rebusan melalui pintu-pintu loading ramp dengan membuka pintu hopper hydrolic.

2. Stasiun perebusan

Lori-lori yang sudah berisi TBS dibawa ke sterilizer melalui transfer carriage. Perebusan dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam) yang berasal dari BPV sebagai media penghantar panas dengan suhu 130-140 0C dan tekanan 2.8-3.0 kg/cm2. Perebusan bertujuan untuk untuk menginaktifkan enzim-enzim yang ada di buah sawit, mengurangi kadar air dalam buah dan inti sawit, memudahkan pelepasan brondolan dari tandan, melunakkan daging buah agar mudah dilumat dalam digester, dan memudahkan proses pengolahan kernel.

Untuk mencapai tujuan tersebut, TBS direbus dengan menginjeksikan steam ke sterilizer selama 85-90 menit dengan pola triple peak. Sebelum proses perebusan, dilakukan deaerasi untuk menghilangkan udara dalam sterilizer selama 3-5 menit. Selama deaerasi berlangsung tekanan uap dalam sterilizer harus tetap 0 kg/cm2 untuk mencegah terjadinya turbulensi uap. Pada Tabel 14 berikut dijelaskan secara rinci proses perebusan yang terjadi di PKS Kertajaya.

Tabel 14 Rincian proses perebusan di PKS Kertajaya Jenis kegiatan Waktu (menit) Tekanan (kg/cm2) Deaerasi (buang udara)

Tekanan puncak I Buang kondensat I Tekanan puncak II Buang kondensat II Tekanan puncak III Buang exhaust Buka tutup pintu

3-5 Sumber: SOP pengolahan kelapa sawit PKS Kertajaya, 2011

3. Stasiun penebahan

Setelah proses perebusan selesai, lori-lori rebusan ditarik untuk dikeluarkan dari sterilizer dengan menggunakan capstand. Setelah itu, satu per satu lori-lori rebusan tersebut diangkat ke atas auto feeder dan kemudian lori dibalik sehingga tandan buah rebus keluar dari lori dan jatuh ke dalam auto feeder. Auto feeder akan berputar secara otomatis dan mengatur tandan buah rebus masuk ke dalam thresher untuk dibanting sehingga buah lepas dari tandannya. Melalui kisi-kisi thresher, buah jatuh ke bottom conveyor dan dinaikkan ke fruit distiributing conveyor oleh fruit elevator. Kemudian fruit distributing conveyor akan mendistribusikan buah ke digester-digester untuk di ekstraksi minyaknya. Sedangkan tandan yang sudah kosong yang berasal dari thresher dibawa empty bunchconveyor menuju hopper tandan kosong untuk dijadikan pupuk di kebun.

4. Stasiun pengadukan

(36)

peremasan, dan pemanasan buah sehingga buah akan hancur dan lumat. Secara prinsip proses pengadukan buah bertujuan untuk membuka jaringan buah dan sel-sel yang mengandung minyak serta melepaskan dinding buah dari bijinya supaya proses pengempaan di screwpress menjadi lebih muda.

Digester terdiri dari pisau perajang untuk melumatkan buah dan pisau pelempar untuk mengumpankan lumatan buah ke screw press. Digester dilengkapi dengan steam jacket yang berfungsi untuk menjaga temperatur berada pada kisaran 90-95 0C. Pengadukan berlangsung selama 15-20 menit. Pada waktu proses pelumatan, digester harus dalam keadaan penuh dengan buah rebus agar hasil pengadukan lebih baik.

5. Stasiun pengempaan

Buah yang telah lumat diumpankan ke screw press untuk memisahakan minyak dari ampas. Untuk mempermudah pemisahan dan pengaliran minyak maka perlu ditambahkan air panas. Di dalam screw press, selain buah lumat diputar, juga ditekan menggunakan tekanan hidrolik sehingga cake akan betuk-betul bebas dari minyak. Tekanan yang digunakan harus tepat karena apabila tekanan kurang maka kandungan minyak akan terikut dengan ampas dan apabila tekanan terlalu besar dapat menyebabkan pecah pada inti. Selanjutnya minyak diumpankan ke stasiun pemurnian minyak sedangkan ampas (serat dan biji) diumpankan ke stasiun pengolahan biji.

6. Stasiun pemurnian

Minyak yang diperoleh dari hasil pengempaan masih sangat kotor karena masih tercampur dengan bahan-bahan lain, seperti pasir, air dan sludge (lumpur) sehingga perlu di lakukan proses pemurnian minyak. Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk memperoleh semaksimal mungkin minyak kelapa sawit (CPO) yang bersih dan bermutu. Proses pemurnian minyak berlangsung di stasiun klarifikasi yang terdiri dari unit-unit sebagai berikut.

a. Crude oil gutter

Crude oil gutter berfungsi sebagai penampung minyak kasar (crude oil) hasil pengempaan, selanjutnya crude oil disalurkan menuju sand trap tank untuk memisahkan minyak kasar dari kotoran dan pasir.

b. Sand trap tank

Pada sand trap tank, minyak dipisahkan dari kotoran dan pasir yang berlangsung secara gravitasi. Pasir dan kotoran dengan masa jenis yang lebih besar akan berada pada lapisan bawah dan akan dilakukan blow down secara berkala menuju decanting basin, sedangkan minyak yang berada pada lapisan atas akan dialirkan ke vibrating screen secara overflow. Temperatur pada sand trap tank dijaga 90-95 0C dengan menginjeksikan steam.

c. Vibratingscreen

Benda-benda padat yang masih terbawa dalam minyak kasar setelah melewati sandtraptank dipisahkan lagi dengan vibratingscreen. Kemudian minyak hasil penyaringan ditampung dalam crude oil tank yang berada di bawah vibratingscreen.

d. Crudeoiltank

(37)

akan berada apada lapisan atas dan akan mengalir dari bagian 1 secara overflow ke bagian 2 dan dari bagian 2 ke bagian 3 untuk selanjutnya dipompakan ke continuous settling tank. Sedangkan air bercampur kotoran (sludge) berada pada lapisan bawah dan dialirkan ke decanting basin. Temperatur pada crude oil tank dijaga pada 90-95 0C dengan menginjeksikan steam.

e. Continuoussettlingtank

Continuous settling tank berfungsi untuk memisahkan minyak, air dan sludge secara gravitasi. Untuk mempermudah pemisahan, temperatur dijaga pada 90 – 95 0C dengan menginjeksikan steam. Minyak dengan berat jenis paling kecil akan berada pada lapisan atas, sedangkan air berada di lapisan tengah, dan sludge berada di lapisan bawah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan berat jenis dari masing-masing benda. Minyak yang ada di lapisan atas dialirkan secara overflow ke oil tank sedangkan sludge yang berada di bagian bawah dipompakan ke sludgetank.

f. Oiltank

Oil tank berfungsi untuk mengendapkan kotoran dan sebagai bak penampungan sebelum minyak masuk ke oil purifier. Temperatur pada tank ini mencapai 95o C. Karena minyak masih mengandung air dan kotoran, maka perlu diolah lagi sampai kadar air dan kotoran sekecil mungkin.

g. Oilpurifier

Minyak dari oiltank diumpankan ke oil purifier untuk mengurangi kadar air dan kotoran pada minyak. Kotoran-kotoran yang mengendap di oil tank di blow down secara berkala menuju decanting basin. Pemurnian minyak di oil purifier dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis dengan gaya sentrifugal. Minyak dengan berat jenis lebih kecil bergerak ke aras poros dan terdorong keluar selanjutnya dipompakan ke vacuum dryer sedangkan kotoran dan air yang berat jenisnya lebih besar terdorong ke dinding oil purifier dan mengalir ke decanting basin. Kotoran-kotoran yang melekat pada dinding oil purifier dicuci secara berkala.

h. Vacuumdryer

Minyak yang dihasilkan dari oil purifier masih mengandung air, untuk itu minyak diumpankan ke vacuum dryer. Vacuum dryer merupakan alat pengering untuk mengurangi kadar air minyak sehingga kadar air menjadi sekitar 0.1%. Penguapan pada vacuum dryer menggunakan sistem pengkabutan minyak dalam ruang hampa.

i. Storagetank

Fungsi dari storage tank sebagai tangki penimbunan produksi CPO dengan temperatur di storage tank mencapai 40 oC. Untuk itu minyak dilewatkan ke oil cooler agar temperatur minyak turun dari 80 0C menjadi 40 0C.

j. Sludgetank

Sludge merupakan campuran antara lumpur, air dan kotoran lainnya yang masih mengandung minyak. Sludge ditampung di sludge tank untuk diolah kembali untuk diambil minyaknya dan kemudian dialirkan ke brush strainer.

k. Brushstrainer

(38)

l. Sludgeseparator

Sludge separator berfungsi untuk memisahkan sludge yang masih terkandung pada minyak, setelah itu lumpur dan kotoran dialirkan ke tempat pembuangan sedangkan minyak dipompakan ke continuoussettlingtank. m.Decantingbasin

Decanting basin berfungsi untuk menampung cairan-cairan yang masih mengandung minyak dari blowdown tangki-tangki pada pemurnian minyak. Minyak yang dapat dipisahkan dipompakan ke sand trap tank sedangkan sludge dialirkan ke deoilingpond.

n. Deoilingpond

Deoilingpond merupakan tempat pengutipan minyak terakhir. Minyak yang dapat dipisahkan dipompakan ke decanting basin sedangkan sludge dialirkan ke unit pengolahan limbah.

7. Stasiun pengolahan biji

Stasiun pengolahan biji berfungsi untuk mengolah biji sawit (nut) menjadi palm kernell oil (PKO). Stasiun pengolahan biji terdiri dari 12 unit yang akan diuraikan sebagai berikut.

a. Cakebrakerconveyor

Cake (campuran fibre dan nut) yang berasal dari screw press diumpankan ke dalam cake brakaer conveyor. Cake braker conveyor berfungsi untuk memecah gumpalan antara fibre dan nut dan sekaligus mengumpankan cake ke dalam depericarper.

b. Depericarper

Depericarper berupa cerobong yang berfungsi sebagai pemisah fibre dan nut. Fibre dengan bobot lebih ringan dibanding nut akan terhisap oleh blower yang ada di atas cerobong yang kemudian diteruskan ke fibre cyclone untuk dijadikan umpan boiler, sedangkan nut akan jatuh dan masuk ke nutpolishingdrum.

c. Nutpolishingdrum

Nut polishing drum merupakan drum berputar yang berfungsi untuk memisahkan fibre yang masih melekat pada nut. Fibre yang dapat dipisahkan terhisap ke dericarper sedangkan nut diangkut oleh nutconveyor ke destoner.

d. Destoner

Destoner berupa pemisah benda non biji yang berasal dari polishing drum. Jadi fibre yang tidak terhisap akan dipisahkan di destoner sedangkan nut yang sudah bersih dari fibre akan diumpankan ke nutsilo.

e. Nutsilo

Nut silo berfungsi untuk mengurangi kadar air nut supaya memudahkan proses pemecahan nut di ripplemill.

f. Ripplemill

Ripple mill berfungsi untuk memecahkan nut. Ripple mill berada tepat di bawah nut silo. Nut akan turun secara gravitasi ke riipplemill untuk digiling sampai nut pecah sehingga kernel dan shell (cangkang) terpisah.

g. Craker mixture conveyor

Cangkang dan kernel dari ripple mill diumpankan oleh craker mixture conveyor ke LTDS I.

(39)

LTDS I berfungsi untuk memisahkan cangkang dan kernel secara gravitasi tahap I dengan hisapan blower. Cangkang dengan bobot lebih ringan dibanding kernel akan terhisap oleh blower dan masuk ke shell cyclone sebagai bahan bakar boiler sedangkan kernel masuk ke gradingdrum. i. Gradingdrum

Grading drum berupa silinder horizontal berfungsi sebagai pemisah menurut ukuran lubang berdasarkan dari inti utuh, biji pecah dan biji utuh. Dari grading drum, kernell masuk ke LTDS II untuk pemisahan tahap II sedangkan biji dikembalikan ke polishing drum.

j. LTDS II

LTDS II berfungsi untuk memisahkan cangkang yang tidak terpisahkan pada LTDS I dengan menggunakan hisapan blower. Cangkang dengan bobot lebih ringan dibanding kernel akan terhisap oleh blower dan masuk ke shellcyclone sedangkan kernel diumpankan ke kernellsilo.

k. Kernellsilo

Kernell silo berfungsi untuk mengurangi kadar air kernell hingga 6 %. Sistem pemanasan di kernell silo menggunakan steam coil untuk mempertahankan temperatur silo pada bagian atas 60 - 70 0C, temperatur silo bagian tengah 50 – 60 0C, dan temperatur silo bagian bawah 40 – 50 0C. Dari kernell silo, kernel diumpankan ke kernell bin.

l. Kernellbin

Kernell bin berfungsi sebagai tempat penyimpanan kernel sebelum dijual atau didistribusikan.

Sarana Pendukung Proses Pengolahan CPO

Proses produksi CPO di PKS Kertajaya tidak akan berjalan jika tidak didukung oleh sarana pendukung seperti sarana penyediaan air dan sarana penyediaan energi. Berikut penjelasan kedua sarana pendukung tersebut.

1. Penyediaan air

Setiap pabrik kelapa sawit membutuhkan air bersih untuk proses pengolahan TBS menjadi CPO. Air digunakan unutk kebuthan domestik dan untuk diumpankan ke boiler untuk menghasilkan uap. Air yang digunakan harus memenuhi standar sebelum diumpankan ke boiler. Standar tersebut dilihat berdasarkan kandungan bahan-bahan kimianya, bahan padatan terlarut, dan sebagainya. Penanganan air ini terbagi dua yaitu external treatment dan internal treatment.

a. External Treatment

PKS Kertajaya menggunakan air yang berasal dari sungai Ciliman yang berlokasi di dekat pabrik. Air diambil dengan pemompaan dan dialirkan ke clarifier tank untuk mengendapkan kotoran. Air kemudian dialirkan ke sand filter yang berfungsi untuk menyaring pasir kemudian dialirkan ke menara air (kapasitas 60 m3/jam) yang berfungsi untuk mengirimkan air ke pabrik. Bahan kimia yang ditambahkan dalam external treatment ini yaitu PAC dan Flockgulan. b. Internal Treatment

Gambar

Gambar 3 Bagan alir proses pengolahan TBS menjadi CPO di PKS
Gambar 4 Bagan alir proses dan input energi pada tiap tahapan
Gambar 5 Batasan sistem dalam audit energi di PKS Kertajaya
Tabel 15 Konsumsi energi primer pada proses produski CPO di PKS Kertajaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu tinggi dengan rendemen yang tinggi maka proses pengolahannya harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah tingkat efisiensi

Untuk tujuan pertama yaitu menganalisa perencanaan produksi CPO pada pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI, variabel kualitatif yang diamati adalah (1)

kebutuhan energi untuk mengolah kelapa sawit menjadi CPO , mengetahui aliran energi pada pengolahan tersebut, mengetahui jenis, jumlah dan sumber energi pada tiap

Sedangkan penggunaan bahan bakar minyak terkecil yaitu pada kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan yaitu sebesar 5.712 MJ/kg biji kakao kering atau sekitar 58.77 % dari total