• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Support Vector Regression Menggunakan Genetic Algorithm dan Particle Swarm Optimization Untuk Prediksi Curah Hujan Musim Kemarau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Support Vector Regression Menggunakan Genetic Algorithm dan Particle Swarm Optimization Untuk Prediksi Curah Hujan Musim Kemarau"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI

SUPPORT VECTOR REGRESSION

MENGGUNAKAN

GENETIC ALGORITHM

DAN

PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN MUSIM KEMARAU

GITA ADHANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Support Vector

Regression Menggunakan Genetic Algorithm dan Particle Swarm Optimization

Untuk Prediksi Curah Hujan Musim Kemarauadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Gita Adhani

(4)

RINGKASAN

GITA ADHANI. Optimasi Support Vector RegressionMenggunakan Genetic

Algorithm dan Particle Swarm Optimization Untuk Prediksi Curah Hujan Musim

Kemarau. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan AKHMAD FAQIH.

Support Vector Regression (SVR) merupakan Support Vector Machine

(SVM) yang digunakan untuk kasus regresi.SVM adalah satu kumpulan teknik klasifikasi dan regresi, yang merupakan pengembangan algoritme non-linear. Metode regresi telah umum digunakan sebagai model prediksi, salah satunya untuk model prediksi iklim musiman.Proses SVR membutuhkan fungsi kernel untuk mentransformasikan input non-linearke ruang fitur berdimensi tinggi.Penelitian ini berfokus pada penyusunan model prediksi curah hujan musiman pada musim kemarau di 15 stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalahSVR dengan parameter fungsi kernel dioptimasi menggunakan algoritme hybridGenetic Algorithm dan

Particle Swarm Optimization yang dikenal dengan istilah GAPSO.

Metode dalam penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi dan merumuskan masalah. Kemudian dilanjutkandengan data preprocessing, yaitu mengumpulkan data yang akan digunakan dan membagi data tersebut menjadi data latih dan data uji.Data processing dilakukan dengan mengolah data tersebut dengan proses SVR yang dioptimasi dengan menggunakan GAPSO, melakukan pengujian, dan langkah terakhir melakukan analisis dan evaluasi terhadap hasil prediksi dan nilai observasi.Dalam tahap pemilihan data, data indeks Indian

Ocean Dipole (IOD) yang dikenal sebagai Dipole Mode Index (DMI) dan

Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) NINO 3.4.digunakan sebagai prediktor (peubah bebas) dengan curah hujan musim kemarau sebagai peubah respons (target prediksi).Data yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 1978 hingga tahun 2008.

Dalam proses SVR dilakukan pembagian data latih sebanyak 20 tahun dan data uji sebanyak 10 tahun. Fungsi kernel SVR yang digunakan pada penelitian ini adalah kernel RBF. SVR memiliki nilai cost dan parameter kernel RBF yang harus di optimasi, yaitu C dan γ. Penentuan nilai cost (C)dan parameter fungsi kernel (γ) berpengaruh pada model SVR yang dihasilkan. Semakin optimal nilainya, semakin baik model yang dihasilkan. Untuk mendapatkan nilai C dan γ yang optimal maka SVR dioptimasi dengan menggunakan teknik hybridGAPSO. Teknik ini menggabungkan konsep-konsep dari GA dan PSO dan menciptakan individu generasi baru tidak hanya melalui operasi crossover dan mutasi pada GA, namun juga melalui proses PSO.

Model SVR tersebut diperoleh dengan menggunakan24 populasi, 100 kali iterasi untuk masing-masing GA dan PSO, 10 iterasi GAPSO, rentang nilai C dan γsecara berurutan dari 0.1 hingga 50 dan 0 hingga 10. Penelitian ini berhasil memperoleh model SVR dengan nilai koefisien korelasi terbesar, yakni 0.87 dan nilai galat NRMSE sebesar 10.43 pada stasiun Tugu.Stasiun Cikedung memiliki nilai galat NMRSE terkecil, yakni 9.01 dan koefisien korelasi sebesar 0.78.

Kata kunci:curah hujan musim kemarau, Genetic Algorithm, Particle Swarm

(5)

SUMMARY

GITA ADHANI. Optimization of Support Vector Regression using Genetic Algorithm and Particle Swarm Optimization for Rainfall Prediction in Dry Season. Supervised by AGUS BUONO and AKHMAD FAQIH.

Support Vector Regression (SVR) is Support Vector Machine (SVM) that is used for regression case. SVM is a set of classification and regression technique which is development of non-linear algorithms. Regression method has been commonly used for prediction models e.g. for seasonal climate prediction. SVR process requires kernel functions to transform the non-linear inputs into a high dimensional feature space. This research focused on predictive modeling rainfall in the dry season at 15 weather stations in Indramayu district. The basic method used in this study was SVR optimized by a hybrid algorithm GAPSO (Genetic Algorithm and Particle Swarm Optimization).

This researchbegan by identifying and formulating problem. It then continued by data preprocessing i.e. collecting the dataand determining training data and test data. Data processing were performed by process data with SVR optimized by using GAPSO, testing, and the last steps wereanalyzing and evaluating the results predicted and observed values. In the collecting phase of the data,Indian Ocean Dipole (IOD) index known as the Dipole Mode Index (DMI) and NINO 3.4 Sea Surface Temperature Anomaly (SSTA) index data were used as predictors (independent variables) while dry season rainfall was used as response variables (dependent variables). The data used in this study were from 1978 to 2008.

In SVR process, we used data of 20 years as datatrainingand data of 10 years as data testing. SVR kernel function used in this study was RBF kernel.SVR has cost and kernelfunctionparameter valuethat should be optimized i.e. C and γ, respectively. These values givebig impact on the SVR model. The more the optimal value of C and γ,the better the model. SVR was optimized by using the hybrid technique GAPSO to obtain optimal value. Thistechniqueincorporates concepts from GA and PSO and it creates individuals of new generation not only by crossover and mutation operation in GA, but also through the process of PSO.

SVR model was obtained by using 24 populations, 100 times iteration for each GA and PSO, 10 iterations of GAPSO. It was designed by using C

andγparameters, ranging from 0.1 to 50 and 0 to 10, respectively. This research obtained a model of SVR with the highest correlation coefficient of 0.87 and NRMSE error value of 10.43 at Tugu station. Cikedung station has the lowest NMRSE error value of 9.01 and the correlation coefficient of 0.78.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer

pada

Program Studi Ilmu Komputer

OPTIMASI

SUPPORT VECTOR

REGRESSION

MENGGUNAKAN

GENETIC

ALGORITHM

DAN

PARTICLE SWARMOPTIMIZATION

UNTUK

PREDIKSI CURAH HUJAN MUSIM KEMARAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis :Optimasi Support Vector Regression Menggunakan Genetic

Algorithm dan Particle Swarm Optimization Untuk Prediksi Curah

Hujan Musim Kemarau Nama : Gita Adhani

NIM : G651130566

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Ketua

Dr Akhmad Faqih, SSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST, MT

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah curah hujan, dengan judul Optimasi Support Vector Regression Menggunakan

Genetic Algorithm dan Particle Swarm Optimization Untuk Prediksi Curah

Hujan Musim Kemarau.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi M.Komdan Bapak Dr Akhmad Faqih selaku pembimbing.Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Toto Hartanto, SKom MSi selaku dosen mata kuliah kolokium yang telah banyak memberi saran untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada almarhum ayahanda, ibunda, adik, serta teman-teman Anisaul Muawwanah, Husnul Khotimah, Kak Inggih, Abang Ridhoatas segala bantuan, doa, dan kasih sayangnya.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan padapengelola pascasarjana, seluruh dosen dan staf akademik Departemen Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor, teman-teman angkatan 14, angkatan 15. Terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium Computational Intelligence Imu Komputer Institut Pertanian Bogor atas kerja sama dalam melaksanakan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,Oktober 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE 3

Identifikasi dan Perumusan Masalah 4

Pengambilan dan Pemilihan Data 4

Pembagian Data 4

Proses Support Vector Regression (SVR) 4

OptimasiSupport Vector Regression (SVR) Menggunakan Genetic

Algorithm Dan Particle SwarmOptimization (GAPSO) 7

Analisis dan Evaluasi 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Identifikasi dan Perumusan Masalah 12

Pengambilan dan Pemilihan Data 14

Kinerja Model Berdasarkan Algoritme Optimasi 16

Analisis dan Evaluasi Hasil 19

4 SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai korelasi dan NRMSE stasiun hujan Kabupaten Indramayu 17 2 Nilai koefisien korelasi dan NRMSE untuk masing-masing optimasi

pada tiap stasiun cuaca 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Metodologi Penelitian 3

2 Ilustrasi mapping dari klasifikasi 2 dimensi ke dalam ruang fitur 3

dimensi (Gijsberts 2007) 7

3 Siklus Genetic Algorithm(GA) (Goldberg 1998) 8

4 Desain kromosom biner 9

5 Diagram pengklasifikasian metode GA dan PSO (Kao dan Zahara

2008) 10

6 IOD positif pada tahun 1997 (BOM 2010) 12

7 Nilai Dipole Mode Indeks (DMI) (JAMSTEC 2007) 13

8 Wilayah NINO (IRI 2007) 13

9 Peta wilayah stasiun cuaca Kabupaten Indramayu 14

10 Nilai korelasi DMI dengan CHMK MJJA 15

11 Nilai korelasi ASPL NINO 3.4 dengan CHMK MJJA 15 12 Grafik perbandingan observasi dan prediksi CHMK MJJA Stasiun

Tugu dan Stasiun Cikedung 17

13 Scatter plot observasi dengan prediksi Stasiun Tugu dan Stasiun

Cikedung 18

14 Grafik perbandingan nilai korelasi hasil prediksi metode optimasi

GAPSO, GA, dan PSO 19

15 Grafik perbandingan nilai NRMSE hasil prediksi metode optimasi

GAPSO, GA, dan PSO 19

16 Grafik nilai koefisien korelasi masing-masing stasiun cuaca 20 17 Grafik nilai galat NRMSE masing-masing stasiun cuaca 20 18 Diagram Taylor Stasiun Tugu dan Stasiun Cikedung 21 19 Grafik nilai standar deviasi masing-masing stasiun cuaca 21

DAFTAR LAMPIRAN

1Hasil analisis korelasi dengan metode pearson IOD dan data curah

hujan musim kemarau MJJA tahun 1979-2008 25

2 Hasil analisis korelasi dengan metode pearson ASPL NINO 3.4 dan

data curah hujan musim kemarau MJJA 25

(13)

5 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Cidempet 26 6 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Cikedung 26 7 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Losarang 26 8 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Sukadana 27 9 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Sumurwatu 27

10 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Tugu 27

11 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Ujungaris 28 12 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Lohbener 28 13 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Sudimampir 28 14 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Jutinyuat 29 15 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Kedokan Bunder 29 16 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Krangkeng 29 17 Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Bondan 30 18 Grafik perbandingan seluruh stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu 30

19 Scatter plot seluruh stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu 31

20 Diagram Taylor untuk setiap stasiun pengamatan di Kabupaten

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Curah hujan merupakan salah satu variabel penentu kondisi iklim, berkaitan langsung dengan keberhasilan bidang pertanian dan perkebunan. Selain itu, curah hujan adalah faktor utama sebagai bagian terpenting dari iklim di Indonesia yang berada di daerah tropik.

Terjadinya cuaca ekstrim termasuk kategori penyimpangan iklim, yaitu suatu penyimpangan cuaca dan iklim dari kondisi normal dalam selang waktu tertentu. Salah satu bentuk penyimpangan cuaca dan iklim adalah terjadinya fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO), yakni El Nino dan La Nina. Kejadian El Nino biasanya berhubungan dengan peristiwa kemarau panjang atau kekeringan karena berkurangnya intensitas curah hujan, sedangkan La Nina berhubungan dengan peristiwa banjir. La Nina menyebabkan penumpukan massa udara yang banyak mengandung uap air di atmosfer Indonesia sehingga potensi terbentuknya awan hujan semakin tinggi.

Fenomena anomali iklim di Samudera Pasifik berkaitan dengan ENSO dapat diidentifikasi dari dataSouthern Oscillation Index (SOI) dan Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) di bagian tengah dan timur dari Samudera Pasifik Tropis yang umumnya dinyatakan dalam bentuk nilai indeks NINO yang dibagi menjadi beberapa zonasi, yaitu Nino1.2, Nino3, Nino4 dan NINO3.4. Selain fenomena ENSOdi Samudera Pasifik, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD)juga memberikan dampak besar terhadap kondisi penyimpangan iklim akibat proses interaksi lautan dan atmosfer. Kondisi penyimpangan iklim di daerah Samudera Hindia dapat dilihat dari nilai Dipole Mode Index (DMI).

Indramayu merupakan salah satu daerah sentra produksi pertanian khususnya padi di Indonesia.Wilayah ini sangat rentan terhadap kejadian kekeringan dan banjir, khususnya ketika terjadi fenomena ENSO di Indonesia. Bedasarkan data dari Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu diketahui pada tahun-tahun terjadinya El Nino dan La Nina, Indramayu mengalami kerusakan tanaman pangan (padi) yang cukup tinggi (Suciantini et al. 2006).Menurut Estiningtyas (2012) faktor utama gagal panen di Kabupaten Indramayu disebabkan oleh kekeringan (79.8%), serangan organisme pengganggu tanaman (15.6%) dan banjir (5.6%) yang berkaitan erat dengan adanya pengaruh penyimpangan iklim. Upaya antisipasi kegagalan panen akibat kejadian anomali iklim sangat diperlukan untuk menghindari kerugian. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan petani dalam melakukan antisipasi kejadian penyimpangan iklim ialah dengan memanfaatkan informasi prediksi iklim musiman yang perlu terus ditingkatkan kualitas dan ketepatannya.

(16)

2

tersebut antara lain adalah DMI dan Anomali Suhu Permukaan Laut (ASPL) di wilayah NINO 3.4. Metode yang digunakan adalah Support Vector Regression

(SVR) yang dioptimasi dengan Genetic Algorithm(GA) dan Particle Swarm

Optimization(PSO).

SVR merupakan Support Vector Machine (SVM) yang digunakan untuk kasus regresi. Penelitian dengan menggunaan metode SVR sebelumnya telah dilakukan oleh Adhaniet al. (2013) mengenai prediksi curah hujan musim kemarau menggunakan data SOI dan suhu permukaan laut NINO 3.4 dengan metodeSVR. Proses SVR membutuhkan kernel untuk mentransformasikan input

non-linear ke ruang fitur berdimensi tinggi. Penelitian ini hanya menggunakan

kernelRadial Basis Function(RBF) karena penelitian Adhaniet al. (2013) telah menunjukkan bahwa dengan kernel RBF menghasilkan nilai korelasi tinggi dan galat yang kecil apabila dibandingkan dengan menggunakan kernel linear dan polinomial. Selain itu, kernel RBF merupakan kernel yang sederhana dengan parameter C dan γ. Kernel memiliki nilai parameter yang harus ditentukan terlebih dahulu. Penelitian ini mengimplementasikan penggabungan 2 metode optimasi untuk menemukan parameter fungsi kernel yang optimal yaitu GA dan PSO dengan istilah GAPSO (Kao dan Zahara 2008).

Perumusan Masalah

Terjadinya cuaca ekstrim memiliki pengaruh yang besar terhadap berbagai sektor yang bergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Curah hujan yang tidak menentu pada musim kemarau dapat berakibat buruk khususnya bagi para petani. Resiko terhadap gagal panen merupakan hal yang umumnya terjadi. Informasi mengenai curah hujan musim kemarau dapat membantu dalam menentukan pola tanam dan varietas tanaman yang tepat untuk menghasilkan hasil panen maksimal.

Masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1 Bagaimana cara mendapatkan informasi prediksi mengenai curah hujan musim kemarau Mei Juni Juli Agustus (CHMK MJJA) menggunakan DMI dan ASPL NINO 3.4 dengan metode SVR?

2 Bagaimana kinerja luaran dari prediksi curah hujan musim kemarau dengan metode SVR?

3 Bagaimana mengoptimasi parameter kernel RBF dengan menggunakan algoritme hybrid GAPSO?

Tujuan Penelitian

(17)

3

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam berbagai bidang yang membutuhkan informasi atau prediksi cuaca dan iklim. Selain itu, dapat meningkatkan akurasi prediksi dalam meramalkan curah hujan pada musim kemarau sehingga membantupetani untuk melakukan produksi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini:

1 Penelitian ini difokuskan pada pencarian model prediksi curah hujan musim kemarau MJJA (Mei-Juni-Juli-Agustus) terbaik dari hasil pembelajaran menggunakan SVR

2 Penelitian menggunakan data DMI, ASPL NINO 3.4, dan data observasi daristasiun cuaca di Indramayu. Data DMI dan NINO 3.4 berasal dari situs

The International Research Institute for Climate and Society (IRI)dari tahun

1978 hingga tahun 2008. Data observasi merupakan data curah hujan musim kemarau dari tahun 1978-2008 dari 15 stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu.

2

METODE

Diagram alir metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(18)

4

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Domain masalah yang akan diselesaikan dalam penelititan ini adalah mengembangkan model Support Vector Regression untuk menduga curah hujan di musim kemarau di wilayah Indramayu yang dipotimasi dengan menggunakan algoritme GAPSO. Diperlukan suatu pemahaman yang mendalam terkait hal-hal penting dalam pencapain tujuan penelitian. Pemahaman mengenai literatur dilakukan dengan mempelajari sumber dan jurnal yang terkait dengan penelitian. Sumber dan jurnal yang terkait dalam peneletian ini meliputi proses pelatihan SVR, algoritme optimasi GAPSO, penjelasan mengenai DMI, NINO, dan curah hujan musim kemarau.

Pengambilan dan Pemilihan Data

Data yang digunakan adalah DMI yang menunjukkan fenomenaIndian

Ocean Dipole (IOD), indeks ASPL NINO 3.4, dan data observasi curah hujan sedangkan data curah hujan musim kemarau Mei-Juni-Juli-Agustus (CHMK MJJA) sebagai yang akan diprediksi.

Pembagian Data

Pembagian data bertujuan untuk memperoleh data latih dan data uji. Data latih digunakan untuk membuat model SVR sedangkan data uji digunakan untuk menghitung akurasi dari model SVR yang dihasilkan. Data uji yang digunakan hanya sepanjang 1 tahun.

ProsesSupport Vector Regression(SVR)

Data latih diproses menggunakan pelatihan SVR untuk memperoleh model dengan data yang digunakan berupa data curah hujan musim kemarau sebagai masukan untuk pelatihan. Fungsi kernel yang digunakan dalam proses SVR adalah RBF. Kinerja model dari fungsi kernel dapat diketahui melalui nilai koefisien korelasi dan galat NRMSE.SVR memiliki nilai cost dan parameter kernel RBF yang harus di optimasi, yaitu C dan γ. Penentuan nilai cost (C)dan parameter fungsi kernel (γ) berpengaruh pada model SVR yang dihasilkan. Semakin optimal nilainya, semakin baik model yang dihasilkan. Pencarian nilai optimum untuk model SVR menggunakan penggabungan algoritme optimasi GAPSO.

(19)

5 kurangbaik), sehinggaakanmenghasilkan performansi yang bagus (Smola dan Schölkopf 2004).

Ide dasar dari SVR dengan menentukan set data yang dibagi menjadi set latih dan set uji. Kemudian dari set latih tersebut ditentukan suatu fungsi regresi dengan batasan deviasi tertentu sehingga dapat menghasilkan prediksi yang mendekati target aktual. Data latih diproses menggunakan pelatihan SVR untuk memperoleh model dengan data yang digunakan berupa data DMI, ASPL NINO 3.4, data curah hujan musim kemarau sebagai masukan untuk pelatihan.

Misalnya kita mempunyai λ set data latih, (xj, yj) dengan j = 1, 2, … λ

dengan input dan output yang bersangkutan

. Berdasarkan data, SVR bertujuan menemukan suatu fungsi regresi f(x) yang mempunyai deviasi paling besar ε dari target aktual yi untuk semua data latih. Fungsi regresi f(x)dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut (Smola dan Schölkopf 2004):

(x) menunjukkan suatu titik di dalam ruang fitur berdimensi lebih tinggi, hasil pemetaan dari input vektor x di dalam ruang input yang berdimensi lebih rendah. Koefisien w dan b diprediksi dengan cara meminimalkan fungsi risiko (risk

function) yang didefinisikan dalam persamaan (Smola dan Schölkopf 2004):

λε f suatu fungsi setipis mungkin sehingga bisa mengontrol kapasitas fungsi. Faktor kedua dalam fungsi tujuan adalah kesalahan empiris (empirical error) yang diukur dengan ε-insensitive loss function. Menggunakan de ε-insensitive loss function

harus meminimalkan norm dari w agar mendapatkan generalisasi yang baik untuk fungsi regresi f. Oleh karena itu, masalah optimasi berikut perlu diselesaikan:

(20)

6

rentang f ± εfeas le. Dalam hal infeasible, ada kemungkinan dalam beberapa titik keluar dari rentang f ± ε. enambahan variabel slackξ, ξ* dapat digunakan untuk mengatasi masalah infeasible constraint dalam masalah optimasi. Selanjutnya, masalah optimasi di atas bisa diformulasikan sebagai berikut:

λξ ξ* fungsi f dan batas atas deviasi lebih dari ε masih ditoleransi. Semua deviasi lebih besar daripada ε akan dikenakan pinalti sebesar C. Dalam SVR, ε sepadan dengan akurasi dari aproksimasi terhadap data latih. Nilai ε yang kecil terkait dengan nilai yang tinggi pada variabel slackξi dan akurasi aproksimasi yang tinggi. Sebaliknya, nilai yang tinggi untuk ε berkaitan dengan nilai ξi yang kecil dan aproksimasi yang rendah. Nilai yang tinggi untuk variabel slack akan membuat kesalahan empiris mempunyai pengaruh yang besar terhadap faktor regulasi. Dalam SVR,

support vector adalah data latih yang terletak pada dan di luar batas f dari fungsi

keputusan, karena itu jumlah support vector menurun dengan naiknya ε (Bermolen dan Rossi 2009).

Dalam formulasi dual, masalah optimisasi dari SVR adalah sebagai berikut:

∑ ∑

langrangemultiplier dan kondisi optimalitas, fungsi regresi secara eksplisit

dirumuskan sebagai berikut:

∑( *)

λ

(21)

7 SVR menggunakan fungsi kernel untuk mentransformasikan input yang

non-linear ke dalam ruang fitur yang dimensinya lebih tinggi karena pada

umumnya masalah dalam dunia nyata jarang yang bersifat linear separable. Fungsi kernel dapat menyelesaikan kasus yang bersifat non-linear separable ini. Gambar 2 menunjukkan ilustrasi fungsi kernel.

Setelahnya, SVR akan melakukan perhitungan linear untuk menemukan

hyperplane yang optimal pada ruang fitur tersebut. Kernel akan memproyeksikan

data ke dalam ruang fitur berdimensi tinggi untuk menaikkan kemampuan komputasi dari mesin pembelajaran linear. Persamaan fungsi KernelRBFsebagai berikut:

γ‖ ‖

OptimasiSupport Vector Regression (SVR) MenggunakanGenetic Algorithm

Dan Particle SwarmOptimization (GAPSO)

Penelitian ini mengimplementasikan penggabungan 2 metode optimasi untuk menemukan parameter fungsi kernel yang optimal yaituGAdanPSO dengan istilah GAPSO. GA di perkenalkan oleh Holland pada tahun 1975. Algoritme ini dikembangkan dari proses pencariansolusi optimasi menggunakan pencarian acak. Pada proses pembangkitanpopulasi awal yang menyatakan sekumpulan solusi dipilih secara acak. GA pada dasarnya adalah program komputer yang mensimulasikanproses evolusi.Menurut Goldberg (1998), GA adalah suatu algoritme pencarian yang didasarkan pada mekanisme seleksi alam. Dalam hal ini populasi dari kromosom dihasilkan secara randomdan memungkinkan untuk berkembang biak sesuai denganhukum evolusidengan harapan akan menghasilkan individu kromosom yang prima. Kromosom ini pada kenyataannya adalah kandidat penyelesaian dari masalah sehingga bila kromosom yang baik berkembang, solusi yang baik terhadap masalah diharapkan dapat dihasilkan.

(22)

8

Penelitian terkait metode yang dioptimasi dengan GA dan PSO (GAPSO) pernah dilakukan oleh Kao dan Zahara (2008) dan Ririd (2010). Kao dan Zahara (2008) menerapkan optimasi GAPSO untuk fungsi multimodal. Teknik hybrid ini menggabungkan konsep-konsep dari GA dan PSO dan menciptakan individu generasi baru tidak hanya melalui operasi crossover dan mutasi pada GA, namun juga melalui proses PSO. Hasil penelitian ini menunjukkan keunggulan kualitas solusi dan konvergensi pendekatan hybrid GAPSO dibandingkan dengan 4 pendekatan lainnya menggunakan 17 fungsi multimodal yang diambil dari literatur.

Juang (2004) melakukan penelitian terhadap pengoptimasian desain

recurrent neural dan fuzzy networks. Penelitian tersebut membandingkan kinerja

dari algoritme optimasi GAPSO dengan GA dan PSO. Konsep elitsm digunakan dalam GAPSO. Setengah dari individu yang terbaik dalam suatu populasi dianggap sebagai elite. Individu terbaik ini akan diolah menggunakan PSO sedangkan setengah indvidu lainnya dalam populasi tersebut dihasilkan dengan melakukan operasi crossover dan mutasi pada para elite hasil PSO. Penelitian menunjukkan kinerja GAPSO lebih unggul dibandingkan dengan penggunaan GA atau PSO.

Riridet al. (2010) melakukan pengklasifikasian menggunakan metode

Discriminatively Regularized Least Square (DRLS)yang dioptimasi dengan

GAPSO. Data yang digunakan untuk uji coba adalah database UCI, yaitu IRIS, WINE, dan LENSA. Berdasarkan hasil uji coba untuk mengoptimasi metode DRLSC maka nilai fitness yang dihasilkan metode GAPSO lebih baik jika dibandingkan GA dan PSO dengan selisih nilai fitness 7.3e-008 hingga 0.025.

GA sangat tepat digunakan untuk penyelesaian masalah optimasi yang kompleks dan sukar diselesaikan dengan menggunakan metode yang konvensional.Siklus dari GA pertama kali diperkenalkan oleh Davis Goldberg. Gambaran siklus tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3Siklus Genetic Algorithm (GA) (Goldberg 1998)

(23)

9

C Γ

C1 C.. Cn γ1 γ.. γ n

Gambar 4Desain kromosom biner

Pada Gambar 4 menunjukkan kumpulan gen Cdan gen γdalam suatu kromosom. Jumlah gen untuk masing - masing parameter ditentukan oleh rentang nilai yang diberikan untuk parameter tersebut. Gen tersebut berisi nilai parameter berupa angka 0 atau 1 yang akan diproses melalui cross over dan mutasi. Nilai paremeter ini akan di-decoding sebagai masukan bagi proses SVR.

Kriteria penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat akurasi model SVR yang ditentukan dengan nilai Mean Square Error (MSE). Dengan demikian, fungsi fitness yang digunakan adalah MSE. Individu yang memiliki nilai MSE paling minimal dalam populasi adalah elitsm. Pembentukan generasi selanjutnya dilakukan dengan cara melakukan crossover antara 2 individu dalam populasi yang memiliki nilai fitness terbaik. Hasil dari crossover akan mengalami mutasi pada gen tertentu.

PSO adalah salah satu teknik optimasi evolusioner terbaruyang dikembangkan oleh Eberhart dan Kennedy pada tahun 1995.Metode initerinspirasi dari perilaku gerakan kawanan hewan seperti ikan, hewan herbivor, dan burung yang kemudian tiap objek hewan disederhanakan menjadi sebuah partikel. Suatu partikel dalam ruang memiliki posisi yang dikodekan sebagai vektor koordinat. Vektor posisi ini dianggap sebagai keadaan yang sedang ditempati oleh suatu partikel di ruang pencarian. Setiap posisi dalam ruang pencarian merupakan alternatif solusi yang dapat dievaluasi menggunakan fungsi objektif. Setiap partikel bergerak dengan kecepatan v.

Konsep dasar dari PSO yaitu mengembangkan simulasi sekumpulan burung dalam ruang 2 dimensi direpresentasikan dengan partikel berdasarkan informasi posisi dan kecepatan (velocity). Setiap partikel mengetahui nilai terbaiknya (Pbest) dan posisinya (x). Selanjutnya, setiap partikel mengetahui nilai terbaik didalam seluruh data (Gbest). Partikel selalu bergerak menuju potensial solusi yang optimum. Kecepatan pergerakan tersebut dipengaruhi oleh velocity yang diperbaharui setiap iterasinya. Perubahan velocity setiap partikel dipengaruhi oleh nilai velocity sebelumnya, posisi Pbest, dan Gbest. Nilai random yang berbeda dibangkitkan sebagai akselerasi Pbestdan Gbest(Eberhart dan Shi 2001).

Secara umum algoritme PSO adalah sebagai berikut:

1 Inisialisasi populasi partikel-partikel dengan posisi random dan velocity dalam dimensi d di problem space

2 Untuk setiap partikel, evaluasi menggunakan fungsi fitness. Dalam hal ini, fungsi fitness adalah fungsi yang akan dioptimalkan.

3 Bandingkan partikel yang dievaluasi tadi dengan partikel Pbest. Jika nilainya lebih baik dari Pbest maka set nilai Pbest sama dengan nilai tersebut dan posisi Pbest sama dengan lokasi partikel yang dievaluasi menggunakan fungsi fitness tersebut. 4 Identifikasi partikel terbaik dari suatu populasi sebagai Gbest.

5 Update velocity dan posisi partikel menggunakan persamaan:

vid= vid + c1*rand()*(pid– xid)+ c2*rand()*(pgb– xid)

(24)

10

dengan:

vid = velocity partikel i dimensi d

xid = posisi partikel i dimensi d saat ini

c1= koefisien akselerasi personal influence c2 = koefisien akselerasi social influence

pid = Pbest (personal best)

pgd = Gbest (global best)

6 Ulangi langkah kedua sampai kriteria berhenti terpenuhi, biasanya mencapai nilai optimum atau sampai pada jumlah iterasi tertentu (Eberhart dan Shi 2001).

Penelitian ini menggabungkan 2 algoritme optimasi tersebut, yaitu GA dan PSO. Algoritme ini bekerja dengan populasi awal dari solusi yang ada dan menggabungkan kemampuan pencarian dari keduanya.PadaGambar 5 menggambarkan konsep penggabungan kedua algoritme tersebut.

Berikut adalah algoritma dari metode GAPSO (Kao dan Zahara 2008): 1 Inisialisasi Random populasi sebanyak 4N data.

2 Evaluasi dan ranking Evaluasi nilai fungsi fitness pada setiap 4N individu. Fungsi fitness pada penelitian ini berdasarkan mean square error (MSE).

dengan y adalah nilai target yang diinginkan, f(x) adalah hasil keluaran dari pengklasifikasian data.

3 Algoritma genetika dengan menggunakan real code operator GA, dari 4N/2 data terbaik.

3.1 Seleksi  dari 4N data pilih 4N/2 data dengan fitness terbaik.

3.2Crossover4N/2 data

3.3 Mutasi dengan pengaruh fungsi gaussian terhadap nilai

random.Probabilitas mutasi sebesar 0.2 sebagaimana persamaan:

4 Setelah pembelajaran dengan metode crossover dan mutasi, maka dilanjutkan dengan pembelajaran PSO.

(25)

11 2N individu baru yang dihasilkan dari real code GA digunakan untuk menyesuaikan 2Npartikel yang tersisa dengan metode PSO. Prosedur penyesuaian 2N partikel pada metode PSO melibatkan pemilihan partikel terbaik global, pemilihan neighborhood partikel terbaik, dan meng-update velocity. Partikel terbaik global dari populasi ditentukan sesuai dengan urutan nilai fitness.

Neighborhood partikel terbaik yang dipilih terlebih dahulu dibagi dari 2N partikel

menjadi N partikel dan kemudian menentukan partikel dengan nilai fitness yang lebih baik pada tiap neighborhood sebagai neighborhood partikel terbaik.

Analisis dan Evaluasi

Data uji digunakan sebagai masukan bagi model SVR untuk mendapatkan

output berupa nilai prediksi.Pengukuran keakurasian dan galat hasil prediksi yang

diperoleh dengan model SVR terhadap data uji menggunakan koefisien korelasi (Persamaan 2) dan Normalized Root Mean Square Error(NRMSE)(Persamaan 3). Nilai kesalahan (error) digunakan untuk mengetahui besarnya simpangan nilai dugaan terhadap nilai aktual. Perhitungan error menggunakan NRMSE.Koefisien korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan antara 2 peubah. Kecocokan model dikatakan semakin baik jika r mendekati 1 dan NRMSE mendekati 0. Selain itu, analisis dan evaluasi juga dilakukan dengan menggunakan Diagram Taylor (Taylor 2001). Diagram ini sangat baik untuk melakukan evaluasi banyak aspek dari model yang kompleks ataupun menilai kehandalan dari beberapa model sekaligus. Diagram Taylor dibangun dari Root Mean Square Error (RMSE), standar deviasi (Persamaan 4), dan korelasiantara prediksi dengan observasi.

(26)

12

: data observasi periode ke-i sampai n

̅ :rataan hitung

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Perumusan Masalah

ENSO berperan penting terhadap kondisi ekstrem dan variabilitas hujan. Fluktuasi kejadian ENSO di Samudra Pasifik sangat berhubungan dengan curah hujan di Indonesia (Aldrian et al. 2007). IOD adalah fenomena laut yang disertai dengan fenomena atmosfer di katulistiwa Samudera Hindia yang mempengaruhi iklim Australia dan negara-negara lain yang mengelilinginya Samudera Hindia (Saji et al. 1999).IOD diidentifikasi sebagai penyimpangan kondisi fisik interaksi lautan-atmosfer di Samudera Hindia tropis yang diduga dapat menyebabkan kekeringan di Indonesia (Ashok et al. 2003).IOD merupakan perbedaan suhu permukaan laut antara 2 daerah (kutub) yakni kutub barat Samudera Hindia(50° BT 70° BT dan 10° LS 10° LU) dan kutub timur Samudera Hindia (90° BB 110° BB dan 10° LS 0° LU) (Saji et.al 1999). Gambar 6 menunjukkan lokasi kutub yang menjadi perhitungan DMI. Fenomena tersebut merupakan kejadian dipol yang terjadi di Samudera Hindia berupa mode dari variabilitas iklim antartahun yang menghasilkan anomali angin, suhu permukaan laut dan curah hujan di seluruh wilayah Samudera Hindia yang membawa kekeringan di Indonesia (Septicorini 2009).

Intensitas IOD diwakili oleh anomali gradien suhu permukaan laut antara Samudera Hindia bagian barat dan Samudera Hindia bagian timur. Gradien ini disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI). Jika DMI bernilai positif maka menandakan fenomena IOD positif. Ketika DMI bernilai negatif maka terjadi fenomena IOD negatif (JAMSTEC 2007).

Periode IOD positif ditandai dengan lebih dinginnya suhu di Samudera Hindia bagian timur dibandingkan dengan suhu di Samudera Hindia bagian barat.

(27)

13

Gambar 8Wilayah NINO (IRI 2007)

IOD positif berhubungan dengan penurunan curah hujan di wilayah tengah dan selatan Australia serta Indonesia. Sebaliknya, periode IOD negatif ditandai dengan lebih hangatnya suhu di Samudera Hindia bagian timur dan lebih dingin di Samudera Hindia bagian barat. IOD negatif berhubungan dengan peningkatan curah hujan di bagian selatan Australia dan negara-negara lain yang mengelilingi Samudra Hindia, seperti Indonesia (BOM 2010). Gambar 1 menunjukkan nilai DMI dari tahun 1965 hingga tahun 1995.

Anomali Suhu Permukaan Laut NINO (ASPL NINO) merupakan indeks suhu permukaan laut di beberapa daerah tertentu. Terdapat 4 wilayah NINO menurut IRI (2007), yaitu NINO1+2, NINO3, NINO 3.4, dan NINO4. Wilayah NINO1+2 terletak antara ekuator 0° - 10° LS dan 80° - 90° BB. Daerah ini yang pertama kali mengalami peningkatan suhu ketika terjadi peristiwa El Nino. NINO3 terletak pada wilayah tengah Samudera Pasifik yaitu antara 5° LU - 5° LS dan 90° - 150° BB. Wilayah NINO 3.4 terletak antara ekuator 5° LS - 5° LU dan 170° - 120° BB. NINO4 terletak pada bagian barat Samudera Pasifik antara 5° LU - 5° LS dan 150° BB - 160° BT. Peta wilayah NINO dapat dilihat pada Gambar 7.

NINO 3.4 umumnya lebih sering digunakan untuk variabilitas iklim global yang berdampak luas. Variabilitas suhu permukaan laut di wilayah ini memiliki efek paling kuat pada pergeseran curah hujan di Pasifik Barat (IRI 2007). Pergeseran lokasi curah hujan dari barat ke pusat Pasifik menyebabkan perubahan lokasi pemanasan sehingga mendorong sebagian besar sirkulasi atmosfer global. Ruang lingkup penelitian juga ditetapkan agar cakupan tepat pada tujuan yang ingin dicapai.Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

(28)

14

Pengambilan dan Pemilihan Data

Data DMI dari tahun 1978 sampai tahun 2008 didapat dari perhitungan selisih Sea Surface Temperature (SST) antara ujung barat (50° BT 70° BT,10° LS 10° N) dan ujung timur (90°BT -110°BT, 10°LS -0° LS) Samudera Hindia. Data ini didapat dari situs IRI dengan cara membuka link data ERSST dari IRI

Data Library (IRIDL). Pada link tersebut kemudian akan dipilih data DMI (bagian

data selection) berdasarkan rentang waktu dan wilayah yang diinginkan.Data

NINO 3.4 memiliki rentang tahun yang sama dengan DMI. Data ini juga didapat dari situs IRI dengan cara yang sama. Data observasi merupakan data curah hujan tahun 1978-2008 dari 15 stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu. DMI dan ASPL NINO 3.4 digunakan sebagai prediktor sedangkan data CHMK MJJA sebagai yang akan diprediksi. Gambar 9 menunjukkan peta wilayah 36 stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu. Stasiun yang digunakan pada penelitian diwakilkan dengan kotak berwarna merah. Data curah hujan tersebut terbagi dalam 15 stasiun hujan, yaitu:

1 Bangkir 2 Bulak 3 Bondan 4 Cidempet 5 Cikedung 6 Juntinyuat 7 Kedokan Bunder 8 Krangkeng 9 Losarang 10 Lohbener 11 Sukadana 12 Sumurwatu 13 Sudimampir 14 Tugu

15 Ujungaris

(29)

15 Pemilihan prediktor untuk memprediksi CHMK MJJA dilakukan dengan cara mengorelasikan DMI dan ASPL NINO 3.4 perbulan terhadap data curah hujan musim kemarau MJJA dari stasiun cuaca yang digunakan. Hasil yang didapatkan dengan mengorelasikan 2 nilai tersebut meperlihatkan bulan dengan DMI dan ASPL NINO 3.4 yang memiliki nilai keterkaitan yang besar terhadap nilai curah hujan musim kemarau.Tidak semua bulan prediktor DMI dan NINO 3.4 yang digunakan, hanya bulan dengan korelasi tertinggi dengan menggunakan metode Pearson dengan curah hujan musim kemarau yang akan digunakan sebagai prediktor.

Gambar 10 menunjukkan korelasi tertinggi DMI berada pada bulan Oktober dengan nilai 0.50, korelasi tertinggi kedua pada bulan November dengan nilai 0.47, tertinggi ketiga pada bulan September dengan nilai 0.40. Gambar 11 menunjukkan nilai korelasi prediktor ASPL NINO 3.4. Nilai korelasi tertinggi ASPL NINO 3.4 dimiliki oleh bulan Februari dengan nilai 0.24,bulan Januari sebesar 0.20, dan bulan September sebesar 0.20. Nilai korelasi DMI dan ASPL NINO 3.4 lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

-0,2

Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

Korelasi

Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar

Korelasi

Gambar 10Nilai korelasi DMI dengan CHMK MJJA

(30)

16

Nilai korelasi DMI dan ASPL NINO 3.4 terhadap curah hujan musim kemarau dengan metode Pearson memiliki nilai negatif dan positif. Nilai negatif pada korelasi data DMI menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Semakinbesar nilai DMI maka semakin kecil nilai curah hujan musim kemarau. Hal ini dikarenakan suhu di Samudra Hindia bagian timur lebih rendah daripada di bagian barat sehingga menyebabkan IOD positif yang berhubungan dengan penurunan curah hujan di Indonesia. Korelasi NINO 3.4 yang bernilai positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar nilai NINO 3.4 maka semakin besar pula nilai curah hujan musim kemarau.Berdasarkan hasil korelasi, penelitian ini akan menggunakan DMI pada bulan September, Oktober, November serta indeks NINO 3.4 pada bulan September, Januari, dan Februari sebagai prediktor dalam penyusunan model prediksi.

Kinerja Model Berdasarkan Algoritme Optimasi

Penelitian dilakukan terhadap data latih 20 tahunan dan data uji sebanyak 10 tahun. Kinerja dari fungsi kernel SVR dapat terlihat dari tingkat korelasi dan nilai galat prediksi terhadap data pengamatan. Kinerja model dikatakan baik apabila tingkat korelasi besar dan nilai galat prediksi yang dihasilkan kecil.

Pelatihan dengan menggunakan SVR membutuhkan parameter yang sesuai dengan kernelnya. Untuk mendapatkan kernel yang optimal, pada saat pelatihan dilakukan optimasi dengan menggunakan algoritme hybrid GAPSO. Parameter yang dioptimalkan pada kernel RBF adalah parameter C dan parameter γ(gamma).

Berdasarkan hasil perhitungan optimasi parameter kernel RBF dengan menggunakan 24 populasi, 100 kali iterasi untuk masing-masing proses pada GA dan PSO, 10 iterasi proses GAPSO, rentang nilai C dan γsecara berurutan dari 0.1 hingga 50 dan 0 hingga 10, didapat nilai korelasi dan galat NRMSE dari prediksi curah hujan musim kemarau MJJA untuk tiap stasiun. Tabel 1 memperlihatkan nilai korelasi danNormalized Root Mean Square Error (NRMSE) dari masing-masing stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu. Hasil prediksi lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 hingga lampiran 17.

Penjelasan lebih lanjut dari kinerja fungsi kernel RBF pada model SVRdijelaskan dalam grafik perbandingan Gambar 12. Grafik perbandingan menggambarkan hubungan antara nilai observasi dan hasil prediksi CHMK MJJA. Hubungan yang kuat antara observasi dan prediksi menunjukkan korelasi yang semakin kuat dan semakin kecil pula ukuran galat antara nilai yang diamati dan prediksi. Hasil lengkap grafik perbandingan untuk setiap stasiun cuaca dapat dilihat pada Lampiran 18.

(31)

17 Tabel 1Nilai korelasi dan NRMSE stasiun hujan Kabupaten Indramayu

Stasiun Korelasi NRMSE

Bangkir 0.72 13.93

Bulak 0.87 11.53

Bondan 0.72 9.47

Cidempet 0.67 16.02

Cikedung 0.78 9.01

Juntinyuat 0.72 16.56

Kedokan Bunder 0.82 15.16

Krangkeng 0.13 32.55

Losarang 0.32 15.10

Lohbener 0.78 12.22

Sukadana 0.57 20.85

Sumurwatu 0.73 15.60

Sudimampir 0.49 18.49

Tugu 0.87 10.43

Ujungaris 0.49 17.98

Pada titik tertentu terdapat beberapa nilai curah hujan yang ekstrim pada data observasi seperti, antara tahun 2001/2002, 2004/2005, dan 2007/2008 serta beberapa titik ekstrim lainnya yang minimum dari curah hujan observasi. Pendugaan dengan data DMI dan NINO 3.4 pada titik ekstrim tesebut belum menghasilkan nilai prediksi yang optimal karena hasil prediksi yang dihasilkan oleh model belum sensitif menangkap pola ekstrim tersebut.

Scatter plot pada Gambar 13 menunjukkan pola hubungan antara nilai

observasi dan nilai prediksi. Hubungan linear yang membentuk garis lurus mengindikasikan bahwa ada hubungan yang erat antara observasi dan hasil prediksi.Scatter plot untuk setiap stasiun cuaca dapat dilihat pada Lampiran 19.

(a) (b)

(a) (b)

(32)

18

Hasil evaluasi prediksi yang diperoleh dengan menggunakan pemodelan SVR yang dioptimasi dengan 3 metode berbeda menunjukkan variasi nilai korelasi dan NRMSE. Perbandingan kinerja dari model SVR berdasarkan metode optimasi dapat dilihat pada Tabel 2. SVR yang dioptimasi dengan hanya menggunakan GA menghasilkan nilai korelasi yang rendah dan galat NRMSE yang tinggi dibandingkan dengan menggunakan optimasi GAPSO dan PSO. SVR yang dioptimasi dengan menggunakan PSO memiliki nilai korelasi dan galat NRMSE yang tidak jauh berbeda dengan dengan nilai korelasi GAPSO. Namun, nilai NRMSE yang dioptimasi dengan menggunakan PSO masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan GAPSO. Grafik perbandingan nilai korelasi dan NRMSE untuk masing-masing optimasi dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

Tabel 2Nilai koefisien korelasi dan NRMSE untuk masing-masing optimasi pada tiap stasiun cuaca

Stasiun

GAPSO GA PSO

Korelasi NRMSE Korelasi NRMSE Korelasi NRMSE

Bangkir 0.72 13.93 0.52 18.18 0.72 13.79

Model SVR yang dioptimasi dengan GA menghasilkan nilai korelasi tertinggi pada stasiun Kedokan Bunder sebesar 0.81 dan NRMSE terendah pada stasiun Cikedung sebesar 10.83. Selanjutnya hasil prediksi dengan menggunakan Gambar 13Scatter plot observasi dengan prediksi (a) Stasiun Tugu dan (b) Stasiun

(33)

19 optimasi PSO menunjukkan stasiun yang memiliki nilai korelasi tertinggi adalah Bulak sebesar 0.88, sedangkan stasiun Cikedung memiliki nilai NRMSE terendah sebesar 9.04. Secara keseluruhan SVR yang dioptimasi dengan menggunakan metode hybrid GAPSO menghasilkan nilai prediksi yang yang lebih baik dibandingkan dengan penerapan terpisah metode optimasi GA dan PSO. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang tinggi dan NRMSE yang rendah untuk seluruh stasiun cuaca.

Analisis dan Evaluasi Hasil

Prediksi curah hujan musim kemarau dengan menggunakan SVR yang dioptimasi dengan algoritme hybrid GAPSO menghasilkan nilai koefisien korelasi dan nilai galat NRMSE yang bervariasi. Berdasarkan fungsi kernel RBF, stasiun

Gambar 14Grafik perbandingan nilai korelasi hasil prediksi metode optimasi GAPSO, GA, dan PSO

(34)

20

Tugu dan Bulak memiliki nilai korelasi terbesar, sedangkan stasiun Cikedung memiliki niali galat NRMSE terkecil. Nilai koefisien korelasi, galat NRMSE antara hasil prediksi dengan data observasi curah hujan di musim kemarau di Kabupaten Indramayu secara lengkap disajikan pada Gambar 16 dan Gambar 17.

Nilai koefisien korelasi menunjukkan pola hubungan antara observasi dan prediksi.Stasiun Tugu dan Bulak memiliki nilai korelasi sebesar 0.87. Hal ini menunjukkan bahwa 87% diantara keragaman total nilai observasi dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan nilai prediksi.Semua nilai koefisien korelasi fungsi kernel RBF stasiun cuaca bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa observasi dan prediksi memiliki hubungan yang berbanding lurus. Artinya jika nilai observasi tinggi, nilai prediksi akan menjadi tinggi begitu pula sebaliknya.

Model SVR terbaik pada setiap stasiun adalah model dengan posisi pada diagram Taylor yang paling dekat dengan titik observasi, dengan melihat standar deviasi, RMSE dan korelasi. Titik observasi adalah titik standar deviasi data pada suatu lokasi pengamatan (Taylor 2001). Gambar 18 merupakan Diagram Taylor yang menampilkan model yang diperoleh pada penelitian memberikan hasil yang berbeda-beda. Diagram Taylor seleuruh stasun cuaca dapat dilihat pada Lampiran 20. Nilai standar deviasi untuk tiap stasiun disajikan pada Gambar 19.

13,93

Gambar 16Grafik nilai koefisien korelasi masing-masing stasiun cuaca

(35)

21

Hasil prediksi nilai curah hujan musim kemarau di Kabupaten Indramayu menunjukkan variasi nilai keofisien korelasi dan NRMSE setiap stasiun cuaca. Nilai korelasi stasiun Tugu dan Bulak merupakan nilai tertinggi dibandingkan wilayah lain di Kabupaten Indramayu. Kemudian wilayah lainnya yang memiliki korelasi cukup baik diantaranya Kedokan Bunder, Lohbener, Bangkir, Cikedeung, Sumurwatu, Jutinyuat, dan Bondan memiliki nilai korelasi diatas 0.70. Hasil tersebut masih lebih baik bila dibandingkan dengan wilayah lain seperti Cidempet, Losarang, Sukadana, Ujungaris, Sudimampir, dan Krangkeng yang memiliki korelasi dibawah 0.70.

Stasiun Krangkeng memiliki nilai korelasi terendah sebesar 0.13 dengan nilai galat NRMSE sebesar 32.55. Nilai galat dari prediksi tersebut merupakan nilai tertinggi dari semua stasiun hujan di Kabupaten Indramayu. Kemudian wilayah lainnya yang memiliki nilai galat yang cukup tinggi diantaranya Sukadana, Sudimampir, Ujungaris, Jutinyuat, Cidempet, dan Losarang. Nilai galat NRMSE memiliki kecenderungan nilai yang berbanding terbalik dengan dengan nilai korelasinya. Stasiun yang memiliki korelasi yang rendah memiliki nilai MRMSE yang tinggi.

Variasi dari evaluasi hasil prediksi oleh model SVR terhadap 15 stasiun hujan di Kabupaten Indramayu memperlihatkan bahwa lokasi stasiun hujan di wilayah tertentu dapat mempengaruhi dan menentukan ketepatan hasil prediksi

41,60

Gambar 18Diagram Taylor (a) Stasiun Tugu dan (b) Stasiun Cikedung

(36)

22

curah hujan musim kemarau. Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa besarnya tingkat ketepatan model salah satunya bergantung pada lokasi stasiun hujan.

Pada Gambar 8 memperlihatkan lokasi dari stasiun hujan di Kabupaten Indramayu. Lokasi wilayah stasiun hujan dengan hasil penghitungan dan evaluasi nilai estimasi model yang cukup baik, seperti Cikedung, Bondan, Kedokan Bunder, Tugu, Lohbener, Bangkir, Bulak, dan Sumurwatu berada agak jauh dari garis pantai / laut. Sebaliknya stasiun hujan dengan hasil estimasi modelnya tidak terlalu bagus seperti Jatinyuat, Krangkeng, Sudimampir, dan Ujungaris memiliki lokasi yang berdekatan dengan pantai/laut.

Secara keseluruhan nilai korelasi dan NRMSE dari 13 stasiun yang diujikan menggunakan model menunjukkan tingkat ketepatan prediksi yang belum merata untuk setiap stasiun hujan di Kabupaten Indramayu. Ada beberapa wilayah yang dapat dilakukan prediksi curah hujan musim kemarau dengan baik apabila dilihat dari hasil evaluasi model prediksinya. Namun ada beberapa wilayah yang belum menunjukkan hasil prediksi yang memuaskan sehingga sulit untuk melakukan prediksi curah hujan musim kemarau secara tepat dan akurat.

Salah satu penyebab tingkat ketepatan model dalam memprediksi curah hujan yang kurang memuaskan yaitu wilayah Kabupaten Indramayu merupakan wilayah tropis dengan kontur dan topografi wilayah kurang merata, serta interaksi antara laut, darat dan atmosfir yang kompleks menyebabkan adanya kesulitan membuat simulasi untuk prediksi curah hujan.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini telah menghasilkan suatu model Support Vector Regression

(SVR) yang dioptimasi dengan algoritme hybrid GAPSO dalam prediksi curah hujan musim kemarau dengan nilai koefisien korelasi terbesar dan nilai NMRSE terkecil menggunakan data DMI dan ASPL NINO 3.4. Model SVR tersebut diperoleh dengan menggunakan fungsi kernel Radial Basis Function (RBF) dengan 24 populasi, 100 kali iterasi untuk masing-masing GA dan PSO, 10 iterasi GAPSO,rentang nilai C dan γsecara berurutan dari 0.1 hingga 50 dan 0 hingga 10. Stasiun Tugu dan Bulak memiliki nilai koefisien korelasi terbesar, yakni 0.87. Nilai galat NRMSE Tugu sebesar 10.43 dan Bulak sebesar 11.53. Stasiun Cikedung memiliki nilai galat NMRSE terkecil, yakni 9.01 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0.78. Model SVR yang diperoleh sesuai digunakan di wilayah Indramayu khususnya daerah Tugu karena memiliki korelasi terbesar dan nilai galat NRMSE yang terhitung kecil dibanding stasiun lain.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah:

(37)

23 2 Dapat mengatasi kelemahan dalam memprediksi nilai curah hujan yang ekstrim

dengan menambahkan pemodelan yang lain, seperti Statistical Downscaling

3 Untuk mengatasi kesesuaian bentuk data dengan fungsi kernel, maka selain menggunakan kernel RBF sebaiknya menggunakan kernel SVR lain seperti linear, polinomial atau sigmoid rainfall in ECHAM4 simulations and in the reanalyses: The role of ENSO.

Theoretical and Applied Climatology.87: 41

59.doi:10.1007/s00704-006-0218-8.

Ashok K, Guan Z, Yamagata T. A Look at the Relationship between the ENSO and the Indian Ocean Dipole. J Meteorological Society. 2003; 18(1): 41-56. Bermolen P, Rossi D. 2009. Support vector regression for link load prediction.

Computer Network Journal 53:191-201.

[BOM]Bureau of Meteorology. 2010. About the Indian Ocean Dipole [diunduh

2013 Nov 25]. Tersedia pada:

http://www.bom.gov.au/climate/IOD/about_IOD.shtml.

Eberhart RC, Kennedy J. 1995. A new optimizer using particle swarm theory. Di Dalam: The Sixth International Symposium on Micro Machine and Human

Science ; 1995; Nagoya, Japan (JP). hlm 39 43.

Eberhart RC, Shi Y. 2001. Particle swarm optimization: development, applications and resources. Congress on Evolutionary Computation; Seoul, Korea Selatan (KR). Piscataway, NJ:IEEE Service Center. hlm 81-86. Estiningtyas W.Pengembangan Model Asuransi Indeks Iklim untuk Meningkatkan

Ketahanan Petani Padi dalam Menghadapi Perubahan Iklim.Phd Dissertation. Bogor: Postgraduate Bogor Agriculture University. 2012. Gijsberts A. 2007. Evolutionary optimization of kernel [tesis]. Delft (NL): Faculty

of Electrical Engineering Mathematics and Computer Science, Delft University of Technology.

Goldberg DE. 1989. Genetic Algorithms in Search, Optimization & Machine Learning. Boston (US): Addison-Wesley.

[IRI] The International Research Institute for Climate and Society (US). 2007. Monitoring ENSO. [diunduh 2012 Nov 25]. Tersedia pada: http://iri.columbia.edu/climate/ENSO/background/monitoring.html.

(38)

24

Juang CF. 2004. A hybrid of genetic algorithm and particle swarm optimization for recurrent network design. IEEE Trans. Syst., Man. Cybern., B. 34(2):997-1006.

Kao YT, Zahara E. 2008. A hybrid genetic algorithm and particle swarm optimization for multimodal functions.Applied Soft Computing 8 849 857. Ririd ARTH, Arifin AZ, Yuniarti A. 2010. Optimasi metode discriminatively

regularized least square classification dengan algoritma genetika. JITI.

5(3):166-174.

Saji NH, Goswami BN, Vinayachandran PN, Yamagata T. 1999. A dipole mode in the tropical Indian Ocean. Nature 401 360-363.

Septicorini EP. 2009. Identifikasi fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap dinamika waktu tanam padi di daerah Jawa Barat (studi kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Smola AJ, Schölkopf B. 2004. A Tutorial on Support Vector Regression.

Statistics and Computing Kluwer Academic Pub. 14:199-222.

Suciantini, Boer R, Hidayat R. 2006. Evaluasi prakiraan curah hujan BMG: studi kasus Kabupaten Indramayu. J. Agromet. 20(1):34 43.

(39)

25 Lampiran 1Hasil analisis korelasi dengan metode pearson DMI dan data CHMK

MJJA tahun 1979-2008

No Bulan Koefisien korelasi kuadrat

1 September 0.40

2 Oktober 0.50

3 November 0.47

4 Desember 0.25

5 Januari -0.05

6 Februari -0.01

7 Maret -0.11

Lampiran 2Hasil analisis korelasi dengan metode pearson ASPL NINO 3.4 dan data CHMK MJJA tahun 1979-2008

No Bulan Koefisien korelasi kuadrat

1 September 0.20

2 Oktober 0.13

3 November 0.16

4 Desember 0.18

5 Januari 0.20

6 Februari 0.24

7 Maret 0.16

Lampiran 3Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Bangkir

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

1998/1999 276 276 46.63 0.04 1.12x10-15

1999/2000 252 314.00 0.10 10.00 3844.43

2000/2001 347 347 9.13 5.34 1.05x10-15

2001/2002 140 262.44 50.00 0.82 14992.46

2002/2003 222 318.51 0.10 10.00 9313.37

2003/2004 81 243.17 50.00 0.55 26299.18

2004/2005 208 216.45 50.00 0.69 71.33

2005/2006 116 229.19 50.00 0.14 12812.87

2006/2007 229 243.50 0.10 10.00 210.33

2007/2008 105 237.52 49.98 0.01 17562.02

(40)

26

Lampiran 5Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Cidempet

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

Lampiran 6Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Cikedung

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

(41)

27

Lampiran 8Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Sukadana

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

Lampiran 9Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Sumurwatu

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

(42)

28

Lampiran 11Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Ujungaris

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

Lampiran 12Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Lohbener

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

(43)

29

Lampiran 14Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Jutinyuat

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

Lampiran 15Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Kedokan Bunder

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

(44)

30

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

1998/1999 177 247.51 0.10 10.00 4971.31

1999/2000 5 250.00 0.10 0.00 60024.97

2000/2001 258 258.00 24.53 2.54 8.17x10-16

2001/2002 227 227.00 44.90 4.99 2.97x10-13

2002/2003 89 257.92 2.23 0.46 28533.81

2003/2004 229 229.00 34.59 0.88 3.45x10-15

2004/2005 383 256.59 3.31 4.07 15978.69

2005/2006 117 236.43 50.00 0.58 14263.14

2006/2007 192 235.50 0.10 10.00 1892.26

2007/2008 102 224.57 50.00 4.17 15023.77

Lampiran 17Hasil simulasi peramalan stasiun cuaca Bondan

Tahun Observasi(x) Prediksi(y) C Terbaik γTerbaik Galat (x-y)2

1998/1999 171 171.00 36.91 1.69 1.75x10-15

1999/2000 171 171.00 19.15 9.60 1.57x10-12

2000/2001 178 176.00 26.16 0.00 4.00

2001/2002 78 102.50 50.00 1.30 600.28

2002/2003 105 153.00 0.10 10.00 2304.23

2003/2004 134 153.00 0.14 0.00 361.00

2004/2005 268 160.50 0.10 10.00 11556.28

2005/2006 184 166.00 0.10 0.00 324.00

2006/2007 144 152.50 0.10 10.00 72.28

2007/2008 54 126.20 44.32 0.03 5212.45

Lampiran 18Grafik perbandingan seluruh stasiun cuaca di Kabupaten Indramayu (a) Bangkir, (b) Bulak, (c) Cidempet, (d) Cikedung, (e) Losarang, (f) Sukadana, (g) Sumurwatu, (h) Tugu, (i) Ujungaris, (j) Lohbener, (k) Sudimampir, (l) Juntinyuat, (m) Kedokan Bunder, (n)

(45)

31

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

(i)

(j) (k)

(l)

(m) (n) (o)

(46)

32

(m)

l

o

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j) (k) (l)

(n) (o)

(47)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 12 Juni 1992. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bebih Hendiawan (Alm) dan Epi Salmi.

(i)

k)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

(j) (k) (l)

(48)

34

Penulis mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri 150 Jambi (1998-2004). Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP Negeri 1 Jambi (2004-2006). Pada tahun 2009, penulis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1Jambi, Kota Jambi. Penulis berkesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Depertemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis melanjutkan ke jenjang pascsarjana (S2) Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2013 melalui program percepatan studi (fasttrack).

Gambar

Gambar 1Diagram Alir Metodologi Penelitian
Gambar 5Diagram pengklasifikasian metode GA dan PSO
Gambar 8Wilayah NINO (IRI 2007)
Gambar 9Peta wilayah stasiun cuaca Kabupaten Indramayu
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Untuk studi program Magister di luar negeri, skor minimal: TOEFL ITP® 550/TOEFL iBT® 79/ IELTS™.. Butir a) dan b) dikecualikan bagi mereka yang menyelesaikan pendidikan tinggi

Pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi ekstrak daun kelor ( Moringa oleifera ) dengan pupuk walne dalam media kultur terhadap laju pertumbuhan dan kandungan karotenoid

5) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten berasal dari pemberian Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa yang bersifatumum dan khusus

Analisis deskriptif, data yang diolah yaitu data pretest dan posttest murid kelas V yang diterapkan dengan menggunakan media kartu hitung pada pembelajaran matematika

Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan  pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun

Pos Indonesia terhadap kerugian konsumen atas layanan jasa pengiriman barang secara kilat khusus jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan juga bagaimana

BAB IV PENERAPAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DAN PERLINDUNGAN

Paket Pekerjaan : Oversight Service Provider Regional Management Paket 5.. (Central Java &