• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Albumin Serum Sapi dalam Perendaman Hormon Pertumbuhan Rekombinan pada Benih Ikan Gurami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Albumin Serum Sapi dalam Perendaman Hormon Pertumbuhan Rekombinan pada Benih Ikan Gurami"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ALBUMIN SERUM SAPI DALAM

PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN

PADA BENIH IKAN GURAMI

STEVEN MICHAIL SUTIONO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penggunaan Albumin Serum Sapi dalam Perendaman Hormon Pertumbuhan Rekombinan pada Benih Ikan Gurami” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Steven Michail Sutiono

(4)

iv

ABSTRAK

STEVEN MICHAIL SUTIONO. Penggunaan Albumin Serum Sapi dalam Perendaman Hormon Pertumbuhan Rekombinan pada Benih Ikan Gurami. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.

Perendaman hormon pertumbuhan rekombinan dapat memacu pertumbuhan benih ikan gurami. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone, rElGH) dosis 0,12 mg/L air dengan dan tanpa albumin serum sapi (bovine serum albumin, BSA). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan dan perlakuan rElGH 0,12 mg/L dan BSA 100 mg/L (P1) dibandingan dengan rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA (P2) dan kontrol tanpa rElGH dan tanpa BSA (K). Perendaman rElGH dilakukan selama 1 jam kemudian ikan dipelihara hingga berumur 6 minggu dan diberi pakan berupa cacing sutera secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan rElGH tanpa BSA tidak berpengaruh nyata terhadap bobot rerata, biomassa, dan laju pertumbuhan spesifik (P>0,05), sedangkan perlakuan perendaman rElGH menggunakan BSA memiliki biomassa 113,12% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan rElGH dan tanpa BSA. Perendaman hormon pertumbuhan rekombinan tanpa BSA tidak efektif memacu pertumbuhan benih ikan gurami.

Kata kunci: rElGH, hormon pertumbuhan rekombinan, BSA, perendaman, ikan gurami.

ABSTRACT

STEVEN MICHAIL SUTIONO. The Use of Bovine Serum Albumin in Immersion of Recombinant Growth Hormone on Giant Gourami Fry. Supervised by ALIMUDDIN dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.

Immersion of recombinant growth hormone can improve the growth of giant gourami juvenile. This research was conducted to examine the effectiveness of 0,12 mg/L recombinant Ephinepelus lanceolatus growth hormone (rElGH) immersion with and without bovine serum albumin (BSA). This study used a randomized complete design with 3 replicates and the treatment are 0,12 mg/L rElGH and BSA 100 mg/L (P1) compare with 0,12 mg/L rElGH without BSA (P2) and without rElGH without BSA (K) as control. Immersion was done for 1 hour, fish was then reared for 6 weeks and fed with tubifex with ad libitum. The result showed that rElGH treatment without BSA was not significantly affected body weight, biomass, and spesific growth rate (P>0,05) while the immersion of rElGH with BSA could increased 113.12% biomass compared to the rElGH immersion without BSA. Immersion of recombinant growth hormone to improve growth of giant gourami juvenile without BSA is not effective.

(5)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

PENGGUNAAN ALBUMIN SERUM SAPI DALAM

PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN

PADA BENIH IKAN GURAMI

STEVEN MICHAIL SUTIONO

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

vii

Judul Skripsi : Penggunaan Albumin Serum Sapi dalam Perendaman Hormon Pertumbuhan Rekombinan pada Benih Ikan Gurami

Nama : Steven Michail Sutiono NIM : C14100075

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc Pembimbing I

Dr. Dinar Tri Soelistyowati, DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc Ketua Departemen

(8)

viii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah “Penggunaan Albumin Serum Sapi dalam Perendaman Hormon Pertumbuhan Rekombinan pada Benih Ikan Gurami”. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Lt. 2, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, sejak bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.

Berbagai pihak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Michail Sutiono dan Tju Tju yang selalu memberikan semangat dan doa. Serta kakak dan adik tercinta David dan Justine yang selalu memberikan motivasi.

2. Rangga Garnama S.Pi, Jasmadi S.Pi, Darmawan Setia Budi S.Pi, Denny S.Pi, dan Fajar Maulana S.Pi yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.

3. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Kurdianto, Zaky, Raditya, Habib, Imam, Riyan, Maya, dan Linly.

4. Teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP 47 atas semangat, motivasi, kebersamaan, dan kenangan.

5. Sahabat terdekat yang selalu memberikan semangat dan motivasi, Stella, Kharen, Novalia, Josia, Richardson, Laurensius, Dian, Yane, dan Davit. 6. Keluarga besar Departemen Budidaya Perairan, BDP 46, BDP 47, BDP

48, dan BDP 49.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2014

(9)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

BAHAN DAN METODE ... 2

Rancangan Percobaan ... 2

Prosedur Kerja... 2

Produksi rGH ... 2

Perendaman Ikan dalam Larutan rGH... 2

Pemeliharaan Ikan ... 3

Sampling Ikan ... 3

Pengukuran Kualitas Air ... 3

Parameter Penelitian ... 3

Analisis Statistik... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Hasil... 5

Pembahasan ... 7

KESIMPULAN ... 8

(10)

x

DAFTAR TABEL

1. Rancangan percobaan ... 2 2. Laju pertumbuhan spesifik (LPS), pertumbuhan panjang (PP), bobot,

biomassa, dan kelangsungan hidup ikan gurami pada berbagai perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang rElGH pada akhir percobaan. ... 6 3. Suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, dan total amonia

nitrogen (TAN) pada awal dan akhir pemeliharaan benih ikan gurami. ... 7

DAFTAR GAMBAR

1. Pertumbuhan bobot rerata ikan gurami yang dipelihara selama 6 minggu pascaperendaman. K: tanpa rElGH dan tanpa bovine serum albumin (BSA); P1: menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan BSA 100 mg/L; P2: menggunakan menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA ... 5 2. Kelangsungan hidup ikan gurami yang dipelihara selama 6 minggu

pascaperendaman. K: tanpa rElGH dan tanpa bovine serum albumin

(BSA); P1: menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan BSA 0,01 mg/L; P2: menggunakan menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis homogenitas dan normalitas data bobot rerata, biomassa, laju pertumbuhan spesifik, dan kelangsungan hidup benih ikan gurami ... 10 2. Analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap bobot

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Waktu yang diperlukan dalam budidaya ikan gurami Osphronemus goramy dari telur hingga mencapai ukuran konsumsi (500 gram/ekor) relatif lama, yakni kurang lebih 1,5 tahun. Perbaikan laju pertumbuhan dapat menjadi solusi dengan memanfaatkan bioteknologi termasuk seleksi, transgenesis, dan aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan. Metode seleksi telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan untuk beberapa ikan budidaya (Winarlin et al. 2007). Akan tetapi, metode seleksi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh efek yang signifikan. Aplikasi metode seleksi pada ikan nila membutuhkan waktu 10 tahun dalam menghasilkan 12 generasi dengan kecepatan tumbuh 12,4% per generasi (Bolivar et al. 2002). Satu generasi pada ikan gurami adalah sekitar 3 tahun, sehingga untuk mencapai efek seperti pada ikan nila diperlukan waktu sekitar 36 tahun.

Metode transgenesis dapat menghasilkan laju pertumbuhan 30 kali lebih cepat pada ikan mud loach (Nam et al. 2001). Namun demikian, untuk mendapatkan ikan gurami matang gonad pertama kali membutuhkan waktu 3 tahun, sehingga diperlukan lebih dari 6 tahun untuk memperoleh ikan gurami transgenik yang tumbuh cepat. Selain itu, penerapan transgenesis juga memiliki kesulitan karena pemijahan buatan ikan gurami sebagai persyaratan belum dikuasai dengan baik (Alimuddin et al. 2010). Oleh karena itu, alternatif metode yang lebih mudah diaplikasikan dengan cepat untuk memacu pertumbuhan ikan gurami adalah dengan menggunakan hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone/ rGH). Hormon pertumbuhan rekombinan adalah hormon pertumbuhan yang diproduksi menggunakan bioreaktor seperti bakteri

Escherichia coli dan ragi.

Pemberian recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone

(rElGH) melalui perendaman dengan penambahan albumi serum sapi (bovine serum albumin, BSA) pada ikan gurami terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva hingga benih berumur 2 bulan. Perendaman dilakukan pada larva ikan gurami berumur 2 hari setelah kuning telur habis dalam air mengandung rElGH dan BSA dilakukan selama 1 jam, dengan dosis 0,12 mg/L air. Peningkatan biomassa benih pada dosis tersebut sebesar 129,6% dan kelangsungan hidup sekitar 40,9% (Apriadi 2012).

Perendaman rElGH pada ikan air tawar umumnya menggunakan BSA yang berfungsi sebagai bufer rElGH. Berdasarkan penelitian Apriadi (2012), penggunaan BSA tanpa rElGH tidak meningkatkan pertumbuhan ikan. Selain harga BSA yang relatif mahal, segi teknis perendaman BSA akan mengeluarkan busa yang disebabkan oleh aerasi sehingga ikan yang direndam dapat mengalami kematian. Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas pemberian rElGH dengan menggunakan BSA terhadap peningkatan pertumbuhan benih ikan gurami.

Tujuan Penelitian

(12)

2

BAHAN DAN METODE

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 3 perlakuan dengan 3 ulangan (Tabel 1).

Tabel 1. Rancangan percobaan

Perlakuan Perendaman dalam larutan NaCl 3 g/L

K Tanpa rElGH dan tanpa albumin serum sapi (BSA) 100 mg/L

P1 rElGH 0,12 mg/L dan BSA 100 mg/L

P2 rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA

Prosedur Kerja

Produksi rGH

Produksi rGH dilakukan menggunakan bakteri Eschercia coli BL21. Klon bakteri E. coli BL21 yang mengandung konstruksi pCold-I/ElGH (Alimuddin et al. 2010) dikultur dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung antibiotik ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 37 oC selama 18 jam. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil

sebanyak 1 mL dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 100 ml media 2xYT cair baru dan diinkubasi kembali pada suhu 37 oC, kecepatan shaker 200 rpm selama 3 jam. Kemudian bakteri kultur diberi kejutan suhu 15 oC selama 30 menit, ditambahkan IPTG sebanyak 0,8 mL dan diinkubasi menggunakan shaker

pada suhu 15 oC, kecepatan 200 rpm selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dipanen dengan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 3 menit.

Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer tris-EDTA (TE) per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37 ○C selama 20 menit, disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit dan kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri sebanyak 200 mg dalam tabung mikro ditambahkan sebanak 500 µ L larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL bufer TE), diinkubasi pada suhu 37 ○C selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan rGH dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pelet rElGH dicuci dengan

phosphate buffer saline (PBS) sebanyak 2 kali dan disimpan pada suhu -80 ○C hingga akan digunakan.

Perendaman Ikan dalam Larutan rGH

(13)

3 Pemeliharaan Ikan

Ikan dipelihara di dalam akuarium berdimensi 30x20x30 cm3, dengan

volume air 15 L, dan diberi pakan cacing sutera secara ad libitum selama 42 hari pemeliharaan. Pergantian air dilakukan sebanyak 50 % pada pagi hari dan 50 % pada sore hari, dengan suhu air 29-30 oC.

Sampling Ikan

Pengukuran bobot ikan dilakukan satu kali dalam 2 minggu, yaitu pada hari ke-14, 28, dan 42. Biomassa diukur dengan cara menimbang seluruh ikan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Kelangsungan hidup ikan dihitung satu kali dalam 2 minggu. Pengukuran panjang ikan dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm.

Pengukuran Kualitas Air

Suhu air pemeliharaan diukur setiap hari (pagi dan sore), sedangkan parameter lain yang diukur pada awal dan akhir pemeliharaan (sebelum dilakukan pergantian air), yaitu: oksigen terlarut , pH, dan total amoniak. Parameter tersebut diukur di Laboratorium Lingkungan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Parameter Penelitian Laju pertumbuhan spesifik (LPS)

Laju pertumbuhan spesifik adalah laju pertumbuhan harian atau persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya, yang dihitung dengan rumus:

LPS = [√��

��

− �] x 100 % Keterangan :

LPS : Laju pertumbuhan spesifik (%) t : Periode pengamatan (hari)

Wi : Bobot rerata individu ikan waktu ke-i (gram/ekor) Wo : Bobot rerata individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor) Pertumbuhan Panjang (PP)

Pertumbuhan panjang adalah rerata pertumbuhan panjang yang dihitung dengan rumus berikut:

PP = Pt - Po Keterangan :

PP : Pertumbuhan panjang (cm/ekor)

Pt : Panjang rerata individu ikan waktu ke-t (cm/ekor) Po : Panjang rerata individu ikan waktu ke-0 (cm/ekor) Biomassa

(14)

4

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (KH) adalah persentase jumlah ikan yang hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

KH = ��

��x 100 %

Keterangan :

KH : Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan pada waktu t (ekor)

No : Jumlah ikan awal pada saat ditebar (ekor)

Analisis Statistik

(15)

5

Rerata bobot ikan gurami untuk semua perlakuan meningkat hingga akhir pemeliharaan (Gambar 1). Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa perumbuhan pada 4 minggu pertama lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan pada minggu keempat hingga minggu keenam. Selanjutnya, perlakuan P1 menunjukan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada minggu keempat hingga minggu keenam.

Laju pertumbuhan spesifik dan biomassa benih ikan gurami yang diberi perlakuan perendaman rElGH tanpa BSA tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan K (tanpa rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA 100 mg/L), tetapi berbeda nyata (p<0,05) dengan P1 (perendaman rElGH 0,12 mg/L dan BSA 100 mg/L). Perlakuan P1 memiliki nilai laju pertumbuhan spesifik dan biomassa lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 2). Kelangsungan hidup ikan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan, berkisar 54 - 72 % (Tabel 2).

Gambar 1 Bobot rerata ikan gurami yang dipelihara selama 6 minggu pascaperendaman

hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH). K: tanpa

rElGH dan tanpa serum albumin sapi (BSA); P1: menggunakan rElGH 0,12

mg/L dan BSA 100 mg/L; P2: menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan tanpa

(16)
(17)

Tabel 2. Laju pertumbuhan spesifik (LPS), pertumbuhan panjang (PP), bobot, biomassa, dan kelangsungan hidup ikan gurami pada berbagai perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang rElGH pada akhir percobaan.

Perlakuan Bobot awal (gram)

Panjang Awal (cm)

LPS (%)

PP (cm)

Bobot rerata (gram)

Biomassa (gram)

Kelangsungan Hidup (%)

K 0,02 ± 0,01 0,9 ± 0,1 5,10 ± 0,17 b 3,3 ± 0,2 0,65 ± 0,04b 23,00 ± 6,08 b 70 ± 14 a

P1 0,02 ± 0,01 0,9 ± 0,1 7,08 ± 0,25 a 3,8 ± 0,8 1,42 ± 0,14a 43,94 ± 11,11 a 64 ± 22 a

P2 0,02 ± 0,01 0,9 ± 0,1 5,34 ± 0,77 b 3,5 ± 0,2 0,73 ± 0,22b 20,62 ± 8,77 b 54 ± 8 a

Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari 3 ulangan. Ikan gurami awal sebanyak 50 ekor per ulangan dilakukan perendaman

menggunakan larutan NaCl 3 g/L selama 1 jam. K: tanpa rElGH dan tanpa BSA; P1 menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan BSA 100 mg/L; P2:

menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA. Ikan dipelihara selama 6 minggu. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan

perbedaan secara statistik berdasarkan uji lanjut Duncan (p<0,05).

(18)
(19)

7 pascaperendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH). K: tanpa rElGH dan tanpa serum albumin sapi (BSA); P1: menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan BSA 100 mg/L; P2: menggunakan rElGH 0,12 mg/L dan tanpa BSA.

Kualitas Air

Kualitas air pemeliharaan ikan perlakuan dan kontrol relatif sama (Tabel 3). Selanjutnya, kualitas air pemeliharaan tersebut berada pada kisaran yang dapat ditoleransi ikan (SNI 2006).

Tabel 3 Suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, dan total amonia nitrogen (TAN) pada awal dan akhir pemeliharaan benih ikan gurami.

Perlakuan Suhu (

(20)

8

selama 8 minggu pemeliharaan (Apriadi 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laksana (2012) perendaman rElGH dengan penambahan BSA 100 mg/L pada post-larva udang vaname dengan lama waktu 3 jam menghasilkan peningkatan biomassa 66% dan peningkatan panjang 26,05% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada pemeliharaan selama 18 hari. Selanjutnya penelitian yang telah dilakukan oleh Handoyo (2012) menunjukkan bahwa ikan sidat glass eel yang direndam rElGH dengan dosis 12 mg/L dengan penambahan BSA 100 mg/L selama 2 jam memiliki pertumbuhan bobot dan laju pertumbuhan harian masing-masing 37,4% dan 29,2% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol setelah dipelihara selama 60 hari.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Apriadi (2012) menunjukkan bahwa perendaman dengan BSA saja (tanpa rElGH) pada benih ikan gurami yang dipelihara selama 8 minggu tidak mempengaruhi pertumbuhan. Pada perendaman ikan sidat dengan BSA saja selama 60 hari pemeliharaan menunjukan hasil yang serupa, yaitu tidak dapat meningkatkan pertumbuhan (Handoyo 2012).

Perendaman rElGH tanpa BSA tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pertumbuhan benih ikan gurami. Mekanisme penyerapan rElGH ke dalam tubuh ikan belum diketahui secara pasti. Smith (1982) dalam

Moriyama dan Kawauchi (1990) menyatakan bahwa ditemukan radiolabeled -BSA pada insang dan epidermis ikan rainbow trout setelah perendaman dalam larutan dan diduga bahwa jalur masuknya larutan rGH tersebut melalui insang.

Francis (2010) mengatakan bahwa fungsi utama dari albumin (BSA) adalah mengikat dan mentrasportasikan ligan yang penting untuk proses fisiologis termasuk lemak, ion logam, asam amino dan ligan lainnya. Salah satu peran ekstraseluler albumin yaitu sebagai pengikat langsung suatu bahan pada permukaan sel. Interaksi antara albumin dengan sel hubungannya sebagai ko-faktor yang memiliki dampak potensial dalam aktivitas biosintesis dan metabolisme, proliferasi dan ketahanan hidup sel. Selain itu fungsi dasar dari molekul albumin juga digunakan pada interaksi antara albumin dan sel pada jaringan hewan. Dengan demikian, BSA diduga membantu penyerapan rElGH ke dalam jaringan target.

Bobot rerata benih ikan gurami yang diberi perlakuan rElGH dan BSA menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan perlakuan perendaman rElGH tanpa BSA (P2) dan perlakuan perendaman tanpa rElGH dan tanpa BSA (K) pada minggu ke-4 hingga minggu ke-6. Pada awal pemeliharaan hingga minggu ke-4, bobot rerata ikan meningkat kurang dari 0,3 g per minggu, sedangkan pada minggu ke-4 hingga ke-6 meningkat 0,4 – 1 g. Ikan tumbuh secara perlahan pada 4 minggu pertama, kemudian berlangsung cepat setelah minggu ke-4. Penelitian Putra (2011) menunjukkan hasil yang serupa yaitu terjadi pertumbuhan bobot yang meningkat tajam setelah minggu ke-3 pada benih ikan gurami.

KESIMPULAN

(21)

9

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish.

Indonesian Aquaculture Journal. 5: 11-17.

Apriadi Y. 2012. Aplikasi Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang pada Ikan Gurami Melalui Perendaman Dosis Berbeda [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Bolivar RB, Gary F, Newkirk. 2002. Response to within family selection for body weight in Nile tilapia Oreochromis niloticus using a single-trait animal model.

Aquaculture. 204: 371-381.

Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

Francis GL. 2010. Albumin and mammalian cell culture: implications for biotechnology applications. Cytotechnology. 62(1):1-16

Handoyo B. 2012. Respons Benih Ikan Sidat Terhadap Hormon Pertumbuhan Rekombinan Ikan Kerapu Kertang Melalui Perendaman dan Oral [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Laksana DP. 2012. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Post-Larva Udang Vaname Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Moriyama S, Kawauchi H. 1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nippon Suisan Gakkaishi.

56: 31-34.

Nam YK, Noh JK, Cho YS, Cho HJ, Cho KN, Kim CG, Kim DS. 2001. Dramatically accelerate growth and extraordinary gigantism of transgenic mud loach Misgurnus mizolepis. Transgenic Research. 10: 353-362.

Putra HGP. 2011. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame yang Diberi Rekombinan GH Melalui Perendaman dengan Dosis Berbeda [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

SNI 01-7241-2006. Ikan gurami (Osphronemus goramy Lac.). Bagian 5: Produksi kelas pembesaran di kolam.

(22)

10

LAMPIRAN

Lampiran 1 Normalitas dan Homogenitas Data

Data PP (Pertumbuhan Panjang) tidak homogen dan telah dilakukan transformasi namun tidak menunjukan hasil yang berbeda.

Lampiran 2 Tabel Hasil Uji Lanjut Duncan

1: K2 rGH BSA

Parameter Normal Homogen

Bobot rerata Ya Ya

Biomassa Ya Ya

PP Ya Tidak

LPS Ya Ya

(23)

11

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 September 1992. Mengawali pendidikan di SD Pelita Bethel pada tahun 1998 dan SD Dwisakti pada tahun 2002 kemudian menyelesaikannya pada tahun 2004. Melanjutkan pendidikan di SMP Waringin Bandung pada tahun 2004 hingga 2007 kemudian melanjukan di SMAK Trimulia Bandung pada tahun 2007 dan lulus tahun 2010.

Tahun 2010 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI). Selama mengikuti perkuliahan, aktif sebagai pengurus dan anggota dewan komisaris UKM Century IPB 2010-2013 dan Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2011-2013. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Bioteknologi Akuakultur dan koordinator asisten Mata Kuliah Ikan Hias dan Akuaskap.

Penulis aktif di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah melaksanakan praktik lapang akuakultur di Balai Budidaya Air Payau Situbondo dengan judul “Pembenihan Ikan Kerapu Tikus Cromileptes

altivelis di Balai Budidaya Air Payau, Situbondo, Jawa Timur”. Tugas akhir

dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul

Gambar

Gambar 1 Bobot rerata ikan gurami yang dipelihara selama 6 minggu pascaperendaman
Tabel 2. Laju pertumbuhan spesifik (LPS), pertumbuhan panjang (PP), bobot, biomassa, dan kelangsungan hidup ikan gurami pada
Gambar 2  Kelangsungan hidup ikan gurami yang dipelihara selama 6 minggu

Referensi

Dokumen terkait

This research aims to generate 3D visualizations of mangrove to aquaculture conversion and vice versa using Google Earth, ArcScene, Virtual Terrain Project (VTP),

Perubahan tegangan putus kompon karet selama pengusangan dengan penambahan ekstrak kayu secang, pasir kuarsa dan kulit kerang. Berdasarkan Gambar 2, diperoleh

Bila bank sentral menetapkan tujuan jangka panjangnya adalah tingkat inflasi yang rendah, dan bank sentral menggunakan suku bunga sebagai variabel operasionalnya, maka kondisi

model sikap multiciri (multiattrihute attitude model) karena difokuskan pada kepercayaan konsumen tentang multiciri suatu merek atau produk Untuk hal ini, model Martin Fishbein

Menurut Ayuwanti(2016),untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), guru harus memperhatikan hal-hal berikut: (a) guru harus lebih

Kebijakan atau program apakah yang akan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul dalam mempertahankan ketaatan Wajib Pajak yang telah mengikuti program

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa interaksi sosial investor dalam rumah tangga dan tetangganya dapat lebih mempengaruhi keputusan dalam berinvestasi di

[r]