• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN

LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN

REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA

MAYA FITRIANA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda“ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

(4)

ABSTRAK

MAYA FITRIANA. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan HARTON ARFAH. Peningkatan pertumbuhan benih dapat berkontribusi besar dalam peningkatan produksi budidaya. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan lele setelah direndam dalam air mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) selama 2 dan 4 jam. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Sebanyak 100 ekor larva ikan lele umur 5 hari setelah menetas diberi kejut salinitas 35 g/L selama 2 menit, kemudian direndam dalam kantong plastik kemasan berisi larutan garam 9 g/L, rElGH dan serum albumin sapi (bovine serum albumin/BSA) 100 mg/L. Kontrol dibuat untuk tiap perlakuan dan direndam dalam air mengandung BSA. Ikan dipelihara selama 21 hari di dalam akuarium dan diberi pakan cacing sutera secara ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa benih ikan lele yang direndam selama 4 jam lebih tinggi sekitar 25,12% dibandingkan dengan kontrol, dan 12,24% dibandingkan dengan perendaman selama 2 jam. Kelangsungan hidup ikan perlakuan perendaman rElGH selama 4 jam (60,0±8,3%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman 2 jam (56,0±10,7%). Dengan demikian, pertumbuhan benih ikan lele dapat dipacu dengan merendam larva selama 4 jam dalam air mengandung rElGH, dan teknologi ini dapat berguna dalam pengembangan budidaya ikan lele.

Kata kunci: hormon pertumbuhan rekombinan, ikan lele, lama perendaman.

ABSTRACT

MAYA FITRIANA. Growth and Survival of African Catfish Juvenile Administered Recombinant Growth Hormone by Different Immersion Time. Supervised by ALIMUDDIN and HARTON ARFAH.

Enhanced growth can highly contribute to the increased farming production. This research was conducted to compare the growth and survival of African catfish juvenile after immersion in water containing 2 mg/L recombinant giant grouper hormone (rElGH) for 2 and 4 hours. This research consisted of four treatments and three replications. A total of 100 catfish larvae at 5-day-old after hatching were hiperosmotic treated on 35 g/L salt solution for 2 minutes, and then bath immersed in a plastic packing containing 9 g/L salt solution, rElGH, and 100 mg/L bovine serum albumin (BSA). Control was created for each treatments and immersed in water containing 100 mg/L BSA. Fish were further maintained for 21 days in the aquarium, and fed on blood worm, ad libitum. The result showed that fish biomass of 4 hours treatment was approximately 25.12% higher compared to the control and 12.24% compared to 2 hours treatment. Fish survival in 4 hours treatment (60.0±8.3%) was higher than the 2 hours treatment (56.0±10.7%). Thus, the growth of Sangkuriang catfish seed can be improved by immersing in water containing rElGH during 4 hours, and this technology can be useful to improve African catfish farming.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HDUP BENIH IKAN

LELE SANGKURIANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN

REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele

Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda

Nama : Maya Fitriana NIM : C14100024

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr. Alimuddin, SPi, MSc Pembimbing I

Ir. Harton Arfah, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang Diberi Hormon Pertumbuhan Rekombinan dengan Lama Perendaman Berbeda”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.

Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Alimuddin, MSc dan Bapak Ir. Harton Arfah, MSi selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan, semangat dan motivasi.

3. Anna Octavera SPi, MSi; Darmawan Setia Budi, SPi; Jasmadi, SPi; Rangga Garnama, SPi; dan mahasiswa S2, S3 Genetik yang telah memberikan motivasi, informasi, bimbingan serta ilmunya.

4. Teman-teman seperjuangan genetic’s 47: Linly Amelianing, Kurdianto, Riyan Maulana, Raditya Wahyu, Zaky Abdullatif, Imam Rusydi Hsb., Steven Michail S., Habib Fadhlan T.

5. Sunarji Arifin dan Sriatun selaku orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan moril dan materil yang tidak ternilai.

6. Hendra Satwika, SPi yang telah membantu dalam pelaksanaan teknis serta memberi dukungan dalam penelitian ini.

7. Teman-teman terbaikku di BDP 47 (Netty Dwi C., Linly Amelianing M., Aini Nurkartika M., Evy Nurul A.) atas dukungan dan persahabatan selama ini, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTRA GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 9

Latar Belakang ... 9

Tujuan ... 2

BAHAN DAN METODE ... 2

Rancangan Percobaan ... 2

Pengadaan Larva Ikan Lele ... 2

Pengadaan Hormon Pertumbuhan Rekombinan ... 2

Perendaman dan Pemeliharaan Larva ... 3

Parameter Uji dan Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Hasil ... 5

Pembahasan ... 7

KESIMPULAN ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 11

LAMPIRAN ... 13

(10)

DAFTAR TABEL

1. Rancangan perlakuan perendaman larva ikan lele dengan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang ... 2 2. Alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air pada media

pemeliharaan benih ikan lele ... 3 3. Bobot rerata, laju pertumbuhan panjang spesifik (LPS), biomassa, dan

kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele yang diberi rGH dan larva ikan lele kontrol dengan lama perendaman berbeda ... 5 4. Kisaran suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, dan amonia

pada media pemeliharaan benih ikan lele ... 7

DAFTAR GAMBAR

1. Bobot rerata larva ikan lele perlakuan perendaman dan kontrol yang direndam selama 2 jam dan 4 jam dengan masa pemeliharaan 21 hari ... 5 2. Benih ikan lele yang telah diberi perlakuan rGH pada fase larva dan

kontrol yang dipelihara selama 21 hari. rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 4 jam (A), rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 2 jam (B), kontrol: BSA 100 mg/L selama 4 jam (C), dan kontrol: BSA 100 mg/L selama 2 jam (D) ... 5 3. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele perlakuan dan kontrol pada

pangamatan hari ketiga setelah perendaman dilakukan. ... 6 4. Nilai FCR (dalam bobot basah) benih ikan lele yang telah direndam

dengan rElGH dosis 2 mg/L pada larva umur 5 hari pascamenetas dibandingkan dengan kontrol pada lama waktu perendaman yang sama dengan masa pemeliharaan 21 hari ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

1. Proses kultur protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang (rElGH) ... 13 2. Skema penelitian ... 14

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas penting dalam budidaya air tawar di Indonesia. Perbaikan pertumbuhan diduga dapat berkontribusi besar dalam pengembangan budidaya ikan lele. Teknologi yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan pertumbuhan adalah seleksi (Winarlin et al. 2007), hibridisasi (Sunarma 2004), transgenesis (Kobayashi et al. 2007) dan teknologi protein hormon pertumbuhan rekombinan (rGH) (Laksana 2012; Aminah 2012). Teknologi yang dikembangkan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi untuk meningkatkan pertumbuhan adalah silang balik (backcross) dengan mengawinkan induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) (Sunarma 2004). Kualitas genetik kedua tetua perlu ditingkatkan melalui pemuliaan. Teknologi transgenesis dapat menghasilkan ikan dengan tingkat perbaikan kualitas yang tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Kelemahan teknologi ini terkait masalah keamanan pangan karena ikan yang dihasilkan adalah ikan transgenik atau biasa disebut dengan genetically modified organism (Putra 2011). Teknologi yang cukup mudah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas benih ikan lele adalah melalui teknologi hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone, rGH). rGH aman untuk dikonsumsi dan bukan merupakan ikan transgenik karena tidak ditransmisikan kepada keturunan selanjutnya (Acosta et al. 2007).

(12)

2

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lama waktu perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) pada larva ikan lele yang menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi.

BAHAN DAN METODE

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri atas empat perlakuan dengan masing-masing tiga kali ulangan (Tabel 1). Perlakuan yang diberikan berupa dosis hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) 2 mg/L dan serum albumin sapi (bovine serum albumin/BSA) 100 mg/L dengan lama waktu perendaman 2 jam dan 4 jam. Perlakuan kontrol tanpa perendaman (rElGH) dan BSA dengan lama waktu perendaman 2 jam dan 4 jam. Tabel 1 Rancangan perlakuan perendaman larva ikan lele dengan hormon

pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang

Perlakuan Notasi Lama perendaman dan dosis rElGH 1 K1 BSA 100 mg/L + 2 jam perendaman kg/ekor. Perangsangan ovulasi menggunakan ovaprim (LHRH dan antidopamin) dengan dosis 0,2 ml/kg bobot tubuh ikan lele jantan dan 0,3 ml/kg bobot tubuh ikan lele betina. Setelah disuntik, induk jantan dan betina disatukan lalu ditunggu hingga 7-8 jam sampai ikan melakukan pemijahan. Induk diangkat setelah proses pemijahan. Penetasan telur dilakukan dalam bak pemijahan. Telur-telur yang sudah menetas menjadi larva dipelihara dalam wadah akuarium berukuran 100 x 50 x 50 cm3 hingga umur 4-5 hari atau setelah kuning telur habis sebelum dilakukan perlakuan. Larva diberi pakan berupa naupli artemia dengan frekuensi pemberian tiga kali dalam sehari.

Pengadaan Hormon Pertumbuhan Rekombinan

(13)

3

Perendaman dan Pemeliharaan Larva Perendaman larva dalam larutan rGH

Larva ikan lele berumur 5 hari pascamenetas (berukuran 0,6 cm dan bobot 0,00275 gram) dihitung sebanyak 1.200 ekor dan kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium sebanyak 100 ekor/akuarium yang berisi 6 L air. Sebelum perlakuan dimulai ikan lele dipuasakan terlebih dahulu sekitar 12 jam. Ikan yang sudah berada dalam akuarium kemudian diberi perlakuan perendaman rElGH. Larva ikan lele direndam dalam larutan garam 35 g/L (kejut salinitas) selama 2 menit, lalu dimasukkan ke dalam media dengan salinitas 9 g/L yang mengandung rElGH dengan lama waktu perendaman seperti pada Tabel 1. Perendaman dilakukan satu kali, dan dilakukan dalam plastik kemas berukuran 15 cm x 30 cm untuk masing-masing ulangan. Pada setiap perlakuan direndam 100 larva ikan lele dalam 100 ml media dan dibuat 3 ulangan. Perendaman dalam larutan rElGH dilakukan dengan dosis 2 mg/L.

Pemeliharaan Ikan

Ikan dipelihara di dalam akuarium berdimensi 30 x 20 x 20 cm3 dengan volume air sebanyak 6 liter dan dilengkapi sistem aerasi. Padat penebaran ikan lele sebesar 17 ekor/liter. Penempatan akuarium dapat dilihat pada Lampiran 2. Larva ikan lele dipelihara selama 21 hari dan diberi pakan cacing sutera secara ad libitum dengan frekuensi pemberian 4 kali per hari. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 50%. Pergantian air total dilakukan setiap 3 hari sekali. Pembersihan sisa pakan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari.

Sampling Ikan

Pengukuran bobot ikan dan kelangsungan hidup dilakukan pada awal perlakuan, hari ke-14 dan hari ke-21 kegiatan pemeliharaan. Sampling dilakukan untuk mengetahui biomassa dan jumlah ikan. Biomassa dihitung dengan cara menimbang seluruh ikan dalam satu ulangan sekaligus menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Jumlah ikan yang hidup dihitung pada saat kegiatan sampling dilakukan.

Pengukuran Kualitas Air

Suhu air pemeliharaan diukur setiap hari dengan menggunakan termometer yang terpasang dalam akuarium, sedangkan parameter lain yang diukur pada akhir pemeliharaan, yaitu: kadar oksigen terlarut (DO), pH, dan amoniak. Seluruh parameter tersebut diukur dengan pengukuran manual di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Tabel 2 Alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air pada media pemeliharaan benih ikan lele

Parameter Alat Pengukur Satuan Standar

(14)

4

Parameter Uji dan Analisis Data Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik (LPS) atau persentase pertambahan bobot setiap hari. LPS bobot dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

LPS : Laju petumbuhan spesifik (%)

Wt : Bobot rerata individu ikan waktu ke-t (gram/ekor) Wo : Bobot rerata individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor) t : Lama pemeliharaan (hari)

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (KH) adalah presentase jumlah ikan lele yang hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

KH = x 100 % Keterangan :

KH : Tingkat Kelangsungan Hidup (%) Nt : Jumlah ikan pada waktu t (ekor)

No : Jumlah ikan awal pada saat ditebar (ekor)

Biomassa

Biomassa merupakan bobot total ikan yang diperoleh dari penimbangan seluruh jumlah ikan yang hidup dalam satu ulangan.

Bobot rerata

Bobot rerata merupakan bobot rata-rata per ekor ikan yang diperoleh dari hasil penimbangan biomassa dibagi dengan jumlah ikan yang ditimbang.

Bobot rerata = biomassa ÷ jumlah ikan

Feed Convertion Ratio (FCR)

FCR merupakan banyaknya jumlah pakan yang dibutuhkan untuk membentuk satu kilogram ikan. Nilai FCR diperoleh dari jumlah pakan yang diberikan dibagi dengan selisih biomassa awal dan biomassa akhir.

Keterangan :

(15)

5

Analisis Data

Parameter penelitian yang diamati meliputi laju pertumbuhan spesifik (LPS), bobot rata-rata, biomassa, dan tingkat kelangsungan hidup (KH). Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel 2013 kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pertumbuhan Bobot dan Biomassa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan (bobot, panjang dan biomassa) larva yang direndam menggunakan rElGH relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 2). Perendaman rElGH selama 4 jam memiliki nilai biomassa (72,843 g), bobot rerata (1,224 g), laju pertumbuhan spesifik (0,324 %), dan panjang (6,011 cm) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Perendaman rElGH selama 4 jam memiliki nilai biomassa lebih tinggi sekitar 25,12% dibandingkan terhadap kontrol dan 12,24% dibandingkan dengan perendaman rElGH selama 2 jam. Peningkatan pertumbuhan larva ikan lele menunjukkan bahwa rGH ikan kerapu kertang menginduksi pertumbuhan ikan. Peningkatan bobot rerata selama 21 hari pemeliharaan pada perendaman rGH selama 4 jam sebesar 1,22 g/ekor, sedangkan kontrol dengan lama perendaman yang sama memiliki bobot rerata 1,08 g/ekor (Gambar 1). Bobot rerata pada kontrol dengan lama perendaman 2 jam yaitu sebesar 0,89 g/ekor, sedangkan perlakuan dengan lama perendaman yang sama memiliki bobot rerata sebesar 1,16 g/ekor. Perlakuan perendaman menggunakan rGH selama 4 jam mampu meningkatkan bobot rerata mencapai 36,49% dan 13,47% masing-masing lebih tinggi terhadap kontrol-1 (K1) dan kontrol-2 (K2). Tabel 3 Bobot rerata, laju pertumbuhan spesifik (LPS), biomassa, dan

kelangsungan hidup (KH) larva ikan lele yang diberi rGH dan larva ikan lele kontrol dengan lama perendaman berbeda.

Notasi Biomassa K1 61,944±2,521 0,897±0,125 31,691±0,740 4,717±0,213 69,3±3,8

K2 58,217±0,847 1,079±0,060 32,846±0,295 5,129±0,065 63,3±10,7

P1 64,901±3,033 1,158±0,165 33,306±0,730 5,442±0,488 56,0±10,7

(16)

6

Gambar 1 Bobot rerata larva ikan lele perlakuan perendaman dan kontrol yang direndam selama 2 jam dan 4 jam dengan masa pemeliharaan 21 hari. Perlakuan rElGH dengan lama perendaman 4 jam memiliki LPS sebesar 0,325%, sedangkan kontrol memiliki LPS sebesar 0,307%. Hal ini menunjukkan bahwa perendaman rGH selama 4 jam memiliki nilai laju pertumbuhan yang lebih tinggi sebesar 5,89% dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan perendaman rGH dengan lama perendaman 2 jam memiliki LPS sebesar 0,319%, sedangkan kontrol memiliki nilai LPS sebesar 0,32%. Panjang benih ikan lele yang direndam rElGH selama 4 jam mencapai 6,011 cm, nilai ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman rElGH selama 2 jam (5,442 cm), K-2 (5,129 cm), dan K-1 (4,717 cm). Gambar 2 merupakan hasil dokumentasi ikan lele yang direndam dengan perlakuan rGH dan kontrol dengan lama perendaman 2 jam dan 4 jam.

Gambar 2 Benih ikan lele yang telah diberi perlakuan rGH pada fase larva dan kontrol yang dipelihara selama 21 hari. rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 4 jam (A), rElGH 2 mg/L + BSA 100 mg/L selama 2 jam (B), BSA 100 mg/L selama 4 jam (C), dan BSA 100 mg/L selama 2 jam (D).

Kelangsungan Hidup Ikan

(17)

7 hari ke-21 pemeliharaan. Nilai KH pada masing-masing perlakuan memperlihatkan nilai yang relatif sama. Dengan demikian perlakuan perendaman tidak mempengaruhi kelangsungan hidup hingga akhir pemeliharaan.

Gambar 3 Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele perlakuan dan kontrol pada pengamatan hari ketiga setelah perendaman dilakukan.

Feed Convertion Ratio (FCR)

Pakan yang digunakan untuk ikan lele selama pemeliharaan adalah pakan alami berupa cacing sutera. Pakan diberikan secara ad libitum, namun penggunaan pakan per ulangan pada tiap perlakuan juga dihitung setiap hari untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan. Nilai FCR berdasarkan bobot basah pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai FCR (dalam bobot basah) benih ikan lele yang telah direndam dengan rElGH dosis 2 mg/L pada larva umur 5 hari pascamenetas, dibandingkan dengan kontrol pada lama waktu perendaman yang sama dengan masa pemeliharaan 21 hari.

(18)

8

dengan kontrol. Pada lama perendaman 2 jam, perlakuan rGH memiliki nilai FCR sebesar 2,83%, sedangkan nilai FCR kontrol sebesar 3,06%. Begitupun pada perendaman 4 jam, perlakuan rGH memiliki nilai FCR sebesar 2,59%, sedangkan pada kontrol sebesar 2,99%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan rGH mampu menurunkan FCR sebesar 8,13% pada lama perendaman 2 jam dan sebesar 15,83% pada lama perendaman 4 jam. Nilai FCR yang semakin kecil menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pakan di dalam tubuh ikan semakin baik.

Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan kisaran optimum (SNI 2000) untuk ikan lele. Nilai kualitas air masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel 3. Kualitas air media pemeliharaan ikan perlakuan dan kontrol relatif sama dan berada pada kisaran normal pemeliharan ikan lele (Tabel 3). Dengan demikian, perbedaan pertumbuhan bukan disebabkan oleh perbedaan kualitas air pemeliharaan.

Tabel 4 Kisaran suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO), pH, dan amonia pada media pemeliharaan benih ikan lele.

Perlakuan Suhu (◦C) DO (mg/L) pH NH3 (mg/L) menggunakan BSA 100 mg/L selama 4 jam, P1 = perlakuan direndam menggunakan rGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L selama 2 jam, dan P2 = perlakuan direndam menggunakan rGH 2 mg/L dan BSA 100 mg/L selama 4 jam.

Pembahasan

(19)

9 pada hasil penelitian Carpio et al. (2007) yang menggunakan rGH ikan nila dengan dosis 200 μg/L dengan frekuensi pemberian 12 kali mampu meningkatkan bobot tubuh sebesar 64% daripada kontrol. Pada penelitian Moriyama et al. (2004) perendaman benih abalon pada dosis rsGH 30 mg/l dengan frekuensi pemberian rsGH setiap 7 hari sekali dan pemeliharaan 84 hari, dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 1,2 kali dari kontrol. Menurut Acosta et al. (2009) bahwa pemberian tiGH dengan metode perendaman pada larva ikan mas koki dengan frekuensi perendaman sebanyak 3 kali dalam seminggu dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 3,5 kali lipat dari perlakuan kontrol setelah pemeliharaan 15 hari. Pada penelitian ini perlakuan terbaik untuk biomassa dan bobot rerata adalah perlakuan perendaman 4 jam dengan dosis 2 mg/L dan hanya dilakukan 1 kali perendaman dengan peningkatan biomassa sebesar 25,12% dan peningkatan bobot rerata sebesar 13,47% dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan pertumbuhan menunjukkan bahwa rElGH aktif menginduksi pertumbuhan ikan, dapat dilihat pada Gambar 1, ikan lele yang direndam selama 4 jam dengan rGH mempunyai pertumbuhan relatif lebih tinggi dibandingkan pada perendaman 2 jam dan kontrol.

Penggunaan rElGH pada ikan lele dengan dosis 2 mg/L dan menggunakan lama perendaman 2 jam dan 4 jam mengacu pada penelitian Aminah (2012). Hasil perlakuan dengan lama perendaman 4 jam pada penelitian ini terbukti mampu menghasilkan pertumbuhan (biomassa, bobot rerata dan panjang) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol. Terbukti pada perlakuan perendaman 4 jam mampu meningkatkan biomassa dan bobot rerata masing-masing sebesar 12,24% dan 5,69% dibandingkan dengan perlakuan perendaman rGH selama 2 jam. Panjang benih ikan lele yang direndam rElGH selama 4 jam sebesar 10,46% relatif lebih tinggi dibandingkan dengan benih ikan lele yang direndam rElGH selama 2 jam. Perendaman rElGH selama 4 jam mampu meningkatkan panjang sebesar 17,19% dibandingkan K-1 dan 27,43% dibandingkan dengan K-2. Peningkatan biomassa, bobot rerata, dan panjang ini diduga semakin lama perendaman akan menyebabkan penyerapan rGH lebih banyak pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Laksana (2012) bahwa perendaman udang vaname selama 3 jam mampu memberikan pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan perendaman selama 1 jam dan 2 jam. Sonnenschein (2001) menyatakan bahwa waktu perendaman dapat mempengaruhi keefektifan penyerapan hormon pertumbuhan.

(20)

10

Pada penelitian ini pemberian rGH tidak berpengaruh terhadap nilai KH benih ikan lele. KH yang relatif rendah diduga karena sifat kanibalisme. Mukai (2011) menyatakan bahwa pada larva ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) sifat kanibalismenya sudah muncul saat larva berumur 7 hari. Sifat kanibalisme ini yang diduga menyebabkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah. Kanibalisme sangat dipengaruhi oleh kepadatan stok ikan, umur ikan, ukuran dan rasio bobot dari individu predator (Fessehaye et al. 2006). Sifat kanibalisme pada ikan lele dapat dihindari dengan cara grading. Hasil penelitian Mukai (2011) menyebutkan bahwa pemeliharaan benih ikan lele dalam kondisi gelap dapat menurunkan tingkat kanibalisme dan menekan angka mortalitas. Penelitian lebih lanjut dengan metode penggelapan wadah pemeliharaan diduga dapat mempertahankan nilai kelangsungan hidup.

Penelitian ini menggunakan pakan alami berupa cacing sutera sebagai pakan ikan lele. Pakan diberikan secara ad libitum. Jumlah pakan yang diberikan sama pada setiap perlakuan dan dihitung sisa pakan yang ada pada sore hari. Hasil perhitungan pakan menunjukkan bahwa ikan yang diberi rGH memiliki nilai FCR per bobot basah yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol (Gambar 4). Nilai FCR yang semakin kecil menunjukkan bahwa ikan tersebut memiliki efisiensi yang baik untuk mengubah protein pakan ke dalam protein tubuhnya. Protein merupakan sumber energi utama bagi ikan, protein dalam pakan diharapkan dapat digunakan secara optimum untuk pertumbuhan (Haryadi et al. 2005). Ikan yang diberi rElGH memiliki sifat lebih agresif dan nafsu makan yang meningkat. Pemberian rElGH pada ikan dapat meningkatkan nafsu makan yang ditandai oleh waktu yang lebih cepat untuk menghabiskan pakan dalam jumlah yang sama. Peningkatan nafsu makan (apetite) ini dipengaruhi oleh hormon ghrelin yang meningkat akibat stimulasi hormon pertumbuhan (Handoyo et al. 2012). Perbaikan FCR terkait dengan perbaikan metabolisme nutrien. Pemberian GH pada ikan mas koki mampu memperpanjang usus 43% dibandingkan dengan kontrol, meningkatkan tinggi mikrovili, luas area dan kepadatan jaringan, sehingga proses penyerapan makanan lebih optimum (Walker et al. 2004). Handoyo (2012) menyebutkan bahwa ikan yang diberi perlakuan GH dari luar memiliki kemampuan lebih besar untuk mencerna makanan, menyerap nutrisi dan mengkonversi makanan dengan proporsi yang lebih besar untuk membentuk komposisi tubuh ikan, sehingga pemberian GH dapat berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi pemberian pakan.

Produksi ikan lele dipengaruhi oleh kualitas air media hidupnya. Pengukuran kualitas air pada penelitian ini dilakukan pada akhir pemeliharaan. Nilai kualitas air yang terdapat pada media pemeliharaan pada penelitian ini masih termasuk ke dalam rentang kualitas air yang baik dalam pemeliharaan larva ikan lele menurut SNI (2000). Perubahan kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada perlakuan perendaman rElGH pada larva ikan lele diasumsikan tidak dipengaruhi oleh kualitas air media pemeliharaan karena media pemeliharaan sudah sesuai dengan standar pemeliharaan. Perubahan pertumbuhan yang terjadi diduga karena pengaruh pemberian hormon pertumbuhan rekombinan.

(21)

11 ikan rainbow trout setelah perendaman dalam larutan dan diduga bahwa sel insang memungkinkan digunakan sebagai jalur masuk. Pada metode perendaman yang dilakukan, larva ikan diberi perlakuan kejut salinitas selama 2 menit dalam larutan NaCl 35 g/L dan kemudian dipindahkan ke dalam larutan yang berisi rGH (Putra 2010). Metode tersebut mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan. Pemberian kejut salinitas pada ikan berfungsi untuk membuka jalur masuknya rGH melalui lapisan tipis seperti insang dan kulit dengan memanfaatkan mekanisme pertukaran cairan tubuh. Pada kondisi alami, cairan dalam tubuh ikan lele bersifat hipertonik yaitu konsentrasi zat terlarut dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di luar sel sehingga cairan tubuh bergerak keluar. Ketika ikan lele diberi perlakuan perendaman dalam larutan NaCl 35 g/L maka kondisinya menjadi terbalik, sel pada tubuh ikan lele bersifat hipotonik (tekanan osmotik dalam tubuh ikan lebih rendah dibandingkan dengan di luar tubuh). Larva ikan lele kemudian dipindahkan ke dalam larutan rGH bersalinitas 9 g/L. Perubahan kadar salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan akan melakukan penyesuaian dengan melakukan pengaturan kerja osmotik agar proses fisiologis dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Pada kondisi tersebut cairan dari luar tubuh akan masuk ke dalam tubuh ikan, diduga rGH masuk ke dalam tubuh ikan pada proses osmoregulasi tersebut.

Metode perendaman merupakan cara yang mudah dan aplikatif untuk diterapkan pada kegiatan produksi massal. Metode perendaman yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode packing. Metode ini dimaksudkan untuk mempermudah pembudidaya yang akan menggunakan rGH. Pemberian rGH dilakukan pada saat transportasi larva, sehingga larva ikan lele yang siap tebar adalah larva ikan yang telah diberi rGH. Perendaman yang dianjurkan adalah 4 jam, di mana hasil penelitian menunjukkan kelangsungan hidup pada perendaman 4 jam cukup baik dan dapat menghasilkan biomassa yang tinggi. Aplikasi penggunaan rGH pada larva ikan lele diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan lele dengan cara mempercepat produksi benih ikan lele. Kajian lebih lanjut mengenai pemberian rGH diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan yang lebih signifikan dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik seperti padat tebar perendaman atau metode pemberian rGH. Kombinasi metode imersi dan oral terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ikan sidat sebesar 102,9% dibandingkan dengan kontrol (Handoyo 2012).

KESIMPULAN

(22)

12

DAFTAR PUSTAKA

Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett 29 : 1671-1676.

Acosta J, Estrada MP, Carpio Y, Ruiz O, Morales R, Martinez E, Valdes J, Borroto C, Besada V, Sanchez A, Herrera F. 2009. Tilapia somatotropin polypeptides: potent enhancers of fish growth and innate immunity. Biotecnologia Aplicada 26: 267-272.

Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal 5: 11-16

Aminah. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada glass ell dengan dosis perendaman berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Apriadi Y. 2012. Aplikasi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada ikan gurame melalui perendaman dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Carpio Y, Leon K, Acosta J, Morales R, Estrada MP. 2007. Recombinant tilapia neuropeptide Y promotes growth and antioxidant defenses in African catfish (Clarias gariepinus). Aquaculture 272 : 649-655.

Fessehaye Y, Kabir A, Bovenhuis H, Komen H. 2006. Prediction of cannibalism in juvenile Oreochromis niloticus based on predator to prey weight ratio, and effects of age and stocking density. Aquaculture 255: 314-322

Handoyo B. 2012. Respons benih ikan sidat terhadap hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman dan oral [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Handoyo B, Alimuddin, Utomo NBP. 2012. Pertumbuhan, konversi dan retensi pakan, dan proksimat tubuh benih ikan sidat yang diberi hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang melalui perendaman. Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2): 132-140.

Haryadi B, Haryono A, Susilo U. 2005. Evaluasi efisiensi pakan dan efisiensi protein pada ikan karper rumput (Ctenopharyngodon idella Val.) yang diberi pakan dengan kadar karbohidrat dan energi yang berbeda. Ichthyos 4: 87-92.

Kobayashi S, Alimuddin, Morita T, Miwa M, Lu J, Masato E, Takeuchi T. 2007. Transgenic Nile tilapia (Oreochromis niloticus) over-expressing growth hormone show reduced amonia excretion. Aquaculture 270: 427-435 Laksana DP. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup post-larva udang

vaname diberi hormon pertumbuhan rekombinan dengan lama perendaman berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

(23)

13 Budidaya Perairan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.

Moriyama S, Kawauchi H.1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nippon Suisan Gakkaishi 56: 31-34

Moriyama S, Kawauchi H. 2004. Somatic growth acceleration of juvenile abalone Haliotis discus hannai, by immersion in and intramuscular injection of recombinant salmon growth hormone. Aquaculture 229 : 469-478

Mukai Y, Lim LS. 2011. Larval rearing and feeding behavior of African catfish, Clarias gariepinus under dark conditions. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. DOI: 10.3923 : 1-7.

Putra HG. 2011. Pertumbuhan benih ikan gurame yang diberi protein rekombinan rGH melalui perendaman dengan dosis berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

SNI:01-6484.4-2000. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada budidaya intensif. BSN. Jakarta. 12 hal.

Sonnenschein L. 2001. Method of stimulating growth in aquatic animals using growth hormones. United States: United States Patent.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan produktivitas usaha lele sangkuriang (Clarias sp.). [Makalah] Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Walker RL, Buret AG, Jackson CL, Scott KG, Bajwa R, Habibi HR. 2004. Effects of growth hormone on leucine absorption, intestinal morphology, and, ultrastructure of the goldfish intestine. Canadian Journal of Physiology Pharmacology, 82 (11) : 951-959.

(24)

14

LAMPIRAN

(25)

15

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 2 April 1993 dari Ayah Sunarji Arifin dan Ibu Sriatun. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 6 Bogor dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Raiser Ikan Hias Cibinong pada tahun 2012, dengan memilih komoditas ikan Synodontis. Tahun 2013 penulis melakukan praktek lapangan akuakultur di PT Surya Windu Kartika, Banyuwangi, Jawa Timur dengan komoditas udang vaname. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Dasar-Dasar Genetika semester ganjil tahun ajaran 2012/2013, Asisten mata kuliah Bioteknologi Akuakultur semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif dalam organisasi Himakua (Himpunan mahasiswa Akuakultur) sebagai Bendahara PSDM periode 2012-2013. Penulis juga aktif mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI).

Gambar

Gambar 4 Nilai FCR (dalam bobot basah) benih ikan lele yang telah direndam

Referensi

Dokumen terkait

model sikap multiciri (multiattrihute attitude model) karena difokuskan pada kepercayaan konsumen tentang multiciri suatu merek atau produk Untuk hal ini, model Martin Fishbein

Implementasi sistem senayan untuk menggantikan sistem RBTC dan DIGILIB dengan cara migrasi data, migrasi proses bisnis dan penambahan modul dapat dilakukan dengan

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang menyatakan bahwa “Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian Pengguna yang timbul akibat kesalahan dan/atau

Menurut Kertamukti (2015: 71) menyebutkan, penggunaan brand ambassador dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada pesan iklan agar lebih mudah diterima oleh

Taxus sumatrana yang dikenal di dunia internasional dengan nama Sumatran yew (Cemara sumatra) merupakan salah satu jenis pohon berdaun jarum yang tumbuh secara alamiah di

Dalam penelitian ini menjelaskan/ mendeskripsikan Prosedur Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi di PT X Denpasar dengan sumber data dari dokumen PT X yang dimiliki

Saya tidak meminta bantuan teman dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru PAI2. Saya segera mengerjakan tugas yang diberikan oleh

Kebijakan atau program apakah yang akan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul dalam mempertahankan ketaatan Wajib Pajak yang telah mengikuti program