APLIKASI
ICE GEL
PADA KEMASAN KARTON
UNTUK TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN SEMENTARA
JAMUR TIRAM (
Pleurotus ostreatus
)
MILA SITI AMALIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Ice gel pada Kemasan Karton untuk Transportasi dan Penyimpanan Sementara Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
MILA SITI AMALIA. Aplikasi Ice gel pada Kemasan Karton untuk Transportasi dan Penyimpanan Sementara Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus). Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Jamur tiram umumnya didistribusikan ke pasar pada siang hari sekitar pukul 14.00. Suhu lingkungan pada kisaran jam tersebut cukup tinggi dan akan memicu proses metabolisme yang lebih cepat sehingga kualitas jamur tiram akan cepat menurun. Salah satu cara yang dapat mempertahankan mutu jamur adalah perlakuan dingin. Ice gel dapat digunakan sebagai sumber dingin untuk masa transportasi jamur tiram. Tujuan penelitian ini adalah merancang kemasan, menentukan jumlah dan penataan posisi ice gel dalam kemasan karton agar suhu jamur tiram turun hingga 15 oC, mengetahui pengaruh penggunaan plastik PP perforasi dan pemberian ice gel dalam kemasan karton terhadap kualitas jamur tiram.
Kemasan berbahan karton gelombang dirancang sebagai kemasan sekunder untuk wadah kemasan ritel jamur (250 g/pak) sebanyak 12 (3kg) ditambah 4 buah ice gel. Berat ice gel ditentukan berdasarkan panas dinding kemasan, ventilasi kemasan, dan respirasi jamur tiram. Dua perlakuan dalam penelitian ini adalah pemberian ice gel (G) dan perforasi (P) pada kemasan ritel. Pemberian ice gel terdiri dari tiga taraf diantaranya tanpa ice gel (G0), ice gel susunan 1 yaitu ice gel diletakkan secara vertikal antara masing-masing sekat pada kemasan ritel jamur (G1) dan ice gel dengan susunan 2 yaitu 2 buah ice gel diletakkan secara horizontal dibagian atas kemasan dan 1 buah ice gel secara vertikal pada sisi kemasan terpanjang (G2). Plastik PP sebagai kemasan ritel diberi perforasi dengan dua taraf yaitu 0.1% (P1) dan 0.3% (P2) dari luas kemasan. Perubahan kualitas jamur diketahui dengan mengukur susut bobot, warna, kadar air dan kuat tarik. Perubahan suhu dan kualitas jamur diamati setelah 2.5 jam yang merupakan lama waktu transportasi dari kumbung ke pasar, setelah itu disimpan dalam suhu 15 oC
dan diamati setiap harinya. Pengaruh pada masing-masing parameter mutu dapat dilihat dengan analisis statistik menggunakan rancangan acak kelompok dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat beda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan dimensi kemasan karton yang digunakan adalah 50 cm x 40 cm 24 cm. Kebutuhan ice gel untuk menurunkan suhu 3 kg jamur dari 28 oC menjadi 15 oC adalah 2.52 kg, dibuat dalam 4 kemasan repack masing-masing 0.63 kg. Posisi ice gel susunan 2 dapat menurunkan suhu jamur rata-rata lebih rendah dibandingkan posisi susunan 1, sehingga posisi 2 berpotensi dapat mempertahankan mutu jamur lebih baik dibanding susunan 1. Posisi ice gel susunan 2 dengan perforasi plastik 0.3% dan 0.1% dapat menurunkan suhu jamur bagian atas masing-masing hingga 11 oC dan 12.2 oC, sedangkan rata-rata suhu jamur dalam kemasan adalah 16.9 dan 17.1 selama 2.5 jam. Pemberian ice gel bepengaruh terhadap perubahan susut bobot, warna, kadar air dan kuat tarik jamur tiram. Jamur tiram yang diberi ice gel dapat mempertahan mutu jamur lebih baik dibandingkan dengan jamur tanpa ice gel.
SUMMARY
MILA SITI AMALIA. Ice gel Application in Cardboard Packaging for Transportation and Temporary Storage of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus). Supervised by EMMY DARMAWATI dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Oyster mushroom is generally distributed to the market in the day around 2.00 pm. The temperature in this condition is relatively high and leads to faster metabolic processes, which consequently decreasing the quality of oyster mushroom. To maintain the mushroom quality, cold treatment is considerable. The use of ice gel is a promising method to provide cold condition during mushroom transportation. This study was to design packaging, determine the number of ice gel and its position in carton packaging in order to lower mushroom temperature by 15 °C, and evaluate the effects of perforated PP plastic used and ice gel in the cardboard on the quality of the oyster mushroom.
Corrugated cardboard packaging was designed as secondary packaging for retail packaging (250 g / pack) by 12 (3kg), and 4 pieces of ice gel. The weight of ice gel was determined by heat from packaging wall, ventilation and respiration of the mushroom. Two treatments in this research were the ice gel (G) and perforation (P) on the plastic packaging. Research treatment of ice gel consisted of three levels, there are without ice gel (G0), ice gel with position 1 (ice gel is vertically placed between each partition on the retail packaging, G1) and ice gel with position 2 (2 pieces of ice gel are horizontally placed on the top of packaging, and 1 piece of ice gel is vertically placed on the longest side, G2). Plastic PP packaging was perforated with two levels namely, 0.1% (P1) and 0.3% (P2) of the packaging area. Changes in the mushroom quality were observed by measuring the weight loss, color, moisture content and tensile strength. In addition, temperature and mushroom quality were observed after 2.5 h, which represented the transportation time from mushroom house to the market. The samples were then kept at 15 °C for daily observation. Randomized block design was applied to investigate the influence of each parameter, and Duncan test was used to find the mean difference.
The result showed that dimension of cardboard was 50 cm x 40 cm x 24 cm. The ice gel required to decrease the temperature of the mushroom (weight 3 kg) from 28 °C to 15 °C was 2.52 kg, re-packed in 4 packs (0.63 kg of each pack). Ice gel with position 2 could decrease the average mushroom temperature lower than ice gel with position 1, hence ice gel with position 2 has higher potential maintaining the mushroom quality during transport. Ice gel with position 2 using perforated plastic 0.3% and 0.1% could decrease temperature in the top side of the mushroom by 11 °C and 12.2 °C, respectively, meanwhile average temperature of the mushroom in the packaging was 16.9 and 17.1 for 2.5 h. The use of ice gel demonstrated remarkable effects on weight loss, color and moisture content of oyster mushroom. The quality of oyster mushroom treated by ice gel during transportation was better than the mushroom without ice gel treatment.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
APLIKASI
ICE GEL
PADA KEMASAN KARTON
UNTUK TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN SEMENTARA
JAMUR TIRAM (
Pleurotus ostreatus
)
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Aplikasi Ice gel pada Kemasan Karton untuk Transportasi dan Penyimpanan Sementara Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Emmy Darmawati, Msi dan Bapak Dr Leopold O. Nelwan, STP, MSi selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan banyak saran serta dorongan kepada penulis dari mulai penyusunan proposal sampai kepada penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Diyah Wulandani, Msi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan serta saran-saran dalam rangka perbaikan akhir karya ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua PS dan seluruh Dosen Teknologi Pascapanen, Ibu Rusmawati, Bapak Ahmad Mulyatullah, Bapak Sulyaden, dan Baskara dari Lab. TPPHP atas segala dukungan, layanan, dan bantuannya selama pelaksanaan kuliah dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Taufiq Mawardinata, buah hati kami yang selalu menjadi penyemangat Khanza Mazaya Mawardinata, kedua orang tua yang saya hormati dan banggakan Bapak Aap Supriatna dan ibu Kurniasih (terimakasih untuk doa dan pengorbanannya), Aa, Teteh dan seluruh keluarga atas dukungan, semangat, kasih sayang, nasehat dan doa yang terus diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada DIKTI atas beasiswa BPPDN yang diberikan kepada penulis selama studi S2 di IPB serta kepada teman-teman TPP 2013 atas semangat dan jalinan persaudaraan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Jamur Tiram 3
Pengangkutan 4
Ice Gel 5
Kemasan dan Ventilasi 5
3 METODE 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Bahan 8
Alat 8
Prosedur Penelitian 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Perancangan Simulasi Transportasi 19
Perancangan Kemasan 20
Menentukan Kebutuhan Ice Gel 22
Karakteristik Ice Gel 23
Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban 24
Aplikasi Ice Gel untuk Jamur Tiram 26
5 SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35
Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
DAFTAR TABEL
1 Kandungan nutrisi jamur tiram 3
2 Klasifikasi produk hortikultura berdasarkan laju respirasi 4 3 Beberapa ukuran palet menurut Standar ISO untuk sistem bongkar muat 7 4 Ukuran kemasan produk hortikultura menurut Modularization,
Unitization. 7
6 Kombinasi perlakuan Rancangan Acak Kelompok Faktorial 18
7 Hasil perhitungan beban panas 23
8 Perbandingan karateristik ice gel 25
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penentuan karakteristik ice gel 8
2 Pengukuran laju respirasi jamur tiram 9
3 Susunan peletakan ice gel dalam kemasan karton (a) Susunan 1 14 4 Diagram alir pengukuran sebaran suhu dalam kemasan 14
5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan 15
6 Diagram pengukuran sebaran suhu jamur tiram 16
7 Diagram alir pengaplikasian ice gel dalam kemasan karton berventilasi 17 8 Kemasan karton (a) tampak luar (b) tampak dalam dengan lapisan lilin 21
9 Ice gel (a) original (b) hasil repack 23
10 Grafik pengukuran suhu selama perubahan wujud ice gel dari beku 24 11 Pola sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dengan posisi ice gel 26 12 Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban 26 13 Letak plastik jamur tiram dalam kemasan karton 27 14 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada 27 15 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada 28 16 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada 29 17 Grafik rata-rata suhu jamur seluruh perlakuan 30
18 Grafik susut bobot selama 72 jam 31
19 Grafik perubahan mutu warna berdasarkan kecerahannya (*L) 32
20 Grafik persentase perubahan kecerahan jamur 32
21 Grafik perubahan kadar air jamur tiram 33
22 Grafik perubahan mutu kuat tarik jamur tiram 35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan jumlah lubang perforasi plastik PP 41
2 Perhitungan dimensi kemasan karton 42
3 Perhitungan ventilasi kemasan karton 43
4 Gambar desain kemasan karton 44
5 Perhitungan kebutuhan ice gel 45
6 Analisa sidik ragam susut bobot jamur tiram 49
7 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap susut bobot 50
8 Analisa sidik ragam warna jamur tiram 51
9 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap warna 52
10 Analisa sidik ragam kadar air jamur tiram 53
11 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap kadar air 54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jamur tiram merupakan salah satu jamur pangan yang memiliki nutrisi yang cukup tinggi dan telah banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini diimbangi pula dengan semakin banyaknya masyarakat yang berbudidaya jamur tiram. Upaya pemenuhan konsumsi tersebut terkendala dengan sifat jamur tiram yang daya tahan pascapanennya rendah (perishable) atau mudah rusak.
Setelah pemanenan, pengemasan jamur tiram umumnya dilakukan pada siang hari. Jamur yang telah dikemas plastik PP per 5 kg atau per 3 kg akan diambil oleh pengumpul sekitar pukul 13.00 atau 14.00, kemudian didistribusikan ke pasar-pasar tradisional ataupun moderen dengan waktu tempuh sekitar 2 sampai 3 jam.
Suhu lingkungan yang cukup tinggi saat transportasi akan meningkatkan kecepatan respirasi jamur yang ditransportasikan dan laju penurunan mutu jamur akan terjadi. Hal ini menjadi permasalahan saat distribusi jamur tiram dilakukan. Oleh karena itu, suhu yang cukup rendah dibutuhkan untuk mempertahankan suhu selama transportasi. Menurut Camelo (2004), suhu yang biasa digunakan untuk menyimpan sayur dan buah adalah pada kisaran 15 oC.
Proses respirasi yang normal dari suatu produk selalu berkaitan dengan daya simpannya. Laju respirasi yang tinggi akan menyebabkan daya simpan produk menjadi pendek sehingga perlu adanya disain kemasan, penyimpanan, dan sistem distribusi untuk produk-produk yang masih segar dengan memperhatikan aspek respirasinya. Beberapa cara yang disarankan adalah dengan penambahan ventilasi, pendinginan, dan pendinginan awal (Pantastico 1973).
Ice gel adalah bahan media dingin yang potensial untuk dikembangkan pada kemasan transportasi untuk komoditas pertanian. Ice gel bersifat reusable (pakai ulang), sehingga ketika ice gel mencair maka dapat dibekukan kembali dan penggunaannya dapat berulang-ulang.
Penelitian aplikasi ice gel untuk transportasi jamur tiram telah dilakukan oleh Nurkusumaprama (2014), yaitu ice gel sebanyak 3 kg yang diaplikasikan dalam box styrofoam dapat menurunkan suhu jamur hingga 15 oC dan mempertahankannya selama 2 jam, namun penurunan suhu tersebut membutuhkan waktu selama 6 jam. Penggunaan kemasan styrofoam yang kedap menyebabkan uap air dan senyawa volatil yang dihasilkan terperangkap dan diserap kembali oleh jamur. Hal ini berdampak pada kondisi jamur tiram yang semakin basah dan muncul aroma yang tidak dikehendaki.
Fatima (2013) melakukan penelitian pengaplikasian ice gel pada sawi hijau dalam kemasan keranjang plastik dengan dua susunan penempatan ice gel. Susunan ice gel yang lebih dekat posisinya ke sawi dapat mencapai suhu sawi yang lebih rendah dan mempertahankannya dalam waktu yang cukup lama. Namun dengan kemasan ini, ice gel banyak terpengaruh suhu luar sehingga mudah mencair.
2
berventilasi sebagai kemasan sekunder penggati styrofoam dan jamur dikemas dalam bentuk kemasan ritel dalam plastik Polypropilene (PP) per 250 g untuk mengkondisikan produk siap jual sehingga mengurangi kerusakan karena bongkar-muat yang berulang. Pemberian perforasi pada kemasan PP dilakukan untuk mengurangi terbentuknya butiran air di permukaan kemasan yang berpotensi untuk diserap kembali oleh jamur sehingga permukaan jamur basah dan akan menyebabkan kerusakan yang lebih cepat. Selain itu perbaikan dimensi dan posisi ice gel sebagai media pendingin yang diletakkan pada posisi tertentu diharapkan mampu menurunkan suhu selama masa transportasi dan menjaga kualitas jamur tiram.
Perumusan Masalah
Kegiatan pascapanen jamur tiram banyak menyebabkan terjadinya kerusakan, salah satunya adalah saat transportasi pada siang hari dimana jamur didistribusikan ke lokasi penjualan. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan laju respirasi meningkat dan kualitas bahan menurun. Ice gel sebagai media pendingin telah diaplikasikan pada jamur tiram dalam kemasan styrofoam dan dapat menurunkan suhu jamur tiram hingga 15 oC. Namun penurunan suhu tersebut masih memakan waktu cukup lama yaitu 6 jam. Selain itu kemasan styrofoam yang kedap udara menyebabkan terperangkapnya senyawa volatil jamur dan uap air hasil respirasi, sehingga kondisi jamur basah dan aromanya kurang disukai.
Perbaikan kemasan dan modifikasi dimensi ice gel serta posisi peletakkannya dalam kemasan perlu dikaji ulang guna mendapatkan kombinasi kemasan yang sesuai sehingga dapat mempertahankan kualitas jamur tiram.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Merancang kemasan, menentukan jumlah dan penataan posisi ice gel dalam kemasan karton agar suhu jamur tiram turun hingga 15 oC
2. Mengetahui pengaruh penggunaan plastik PP perforasi dan pemberian ice gel dalam kemasan karton terhadap kualitas jamur tiram.
Manfaat Penelitian
3
2
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Tiram
Jamur tiram adalah jamur yang mempunyai morfologi tudung berdiameter 4-15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang berbentuk corong, permukaan licin, agak berminyak ketika lembab tetapi tidak lengket, tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai, bau dan rasa tidak merangsang (Gunawan 2004).
Jamur tiram merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai peranan penting karena memiliki nilai gizi dan banyak dimanfaatkan sebagai obat. Menurut Ashraf (2013), jamur tiram merupakan sumber protein yang baik, vitamin dan mineral dan diketahui memiliki berbagai kegunaan baik sebagai makanan dan obat-obatan.
Jamur tiram memiliki rasa yang lezat dan kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Menurut Kurtzman (2005), jamur tiram dihargai lebih dibandingkan dengan jamur kayu lainnya karena rasanya lezat, tinggi protein, karbohidrat, mineral dan vitamin serta rendah lemak. Adapun kandungan nutrisi jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrisi jamur tiram
Kandungan Satuan Nilai
Serat kasar 5.6 – 8.7a g/100 g Protein 7.8 – 17.72a g/100 g Karbohidrat 57.6 – 81.8a g/100 g Lemak 1 – 2.3a g/100 g
Vitamin B1 0.67b mg/100 g
Vitamin B2 1.17b mg/100 g
Vitamin B3 2.75b mg/100 g
Vitamin B5 6.2b mg/100 g
Vitamin C 3.52b mg/100 g
Vitamin D 4.22b mg/100 g
a Sumber: Widyastuti dan Istini (2004); b Jonathan et al.(2012)
Kecepatan laju respirasi jamur tiram termasuk dalam kelompok sangat-sangat tinggi yaitu lebih dari 60 ml CO2/kg-jam pada suhu 5 oC. Laju respirasi tersebut
4
Tabel 2 Klasifikasi produk hortikultura berdasarkan laju respirasi
Kelas pepaya, nenas, kentang (mature), ubi jalar
Sedang 10 – 20 Apricot, pisang, kubis, wortel, mentimun, selada (haed), mangga, pir, kentang (immature), tomat Tinggi 20 – 40 Alpukat, wortel (dengan daun),
kembang kol, selada (leaf).
Sangat tinggi 40 – 60 Artichoke,brokoli, bunga potong, bawang daun, kale, okra, buncis Sangat-sangat tinggi >60 Asparagus, jamur, bayam, jagung
manis Sumber: Kader (1992)
Pengangkutan
Sebagai salah satu produk hortikultura yang memiliki laju respirasi sangat tinggi, jamur tiram menjadi salah satu produk yang mudah rusak (perishable). Pantastico (1973) mengatakan proses respirasi dari suatu produk selalu berkaitan dengan daya simpannya. Laju respirasi yang tinggi akan menyebabkan daya simpan produk menjadi pendek sehingga perlu disain kemasan, penyimpanan, dan sistem distribusi untuk produk-produk yang masih segar dengan memperhatikan aspek respirasinya. Beberapa cara yang disarankan adalah dengan ventilasi, pendinginan, dan pendinginan awal.
Menurut Dewandari (2007), rantai dingin saat pengangkutan diperlukan untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen. Dan Arifin (2010) menyatakan kombinasi suhu dan perlakuan pengemasan dapat menurunkan aktivitas enzim respirasi dengan enzim-enzim yang lain.
Pengangkutan dan penyimpanan yang dilakukan dengan pendinginan dapat menjaga kesegaran dan mempertahankan mutu sayur pakcoy (Sagas 2015).
5 Ice Gel
Ice gel merupakan gel yang dibekukan dan dapat digunakan untuk proses penyimpanan bahan dalam suhu rendah. Ice gel dapat berfungsi sebagai pengganti es batu ataupun es kering. Kelebihan ice gel bila dibandingkan dengan es batu ataupun es kering adalah ice gel dapat digunakan berulang-ulang berbeda dengan es batu ataupun es kering. Menurut Huda (2013) salah satu bentuk metode pendinginan yang lebih efektif dibandingkan dengan metode yang telah ada adalah metode dengan mempergunakan es basah, es kering serta ditambah dengan ice gel.
Bahan dasar ice gel tidak dapat diketahui secara langsung dari produsennya dikarenakan pihak produsen tidak bersedia memberikan informasi mengenai hal tersebut. Namun berdasarkan beberapa literatur, pembuatan ice gel banyak menggunakan bahan dasar propylene glycol dipadukan dengan bahan lain seperti air dan sodium carboxymethyl cellulose. Menurut Lu et al. (2015), ice gel terbuat dari propylene glycol dan senyawa selulosa.
Penggunaan ice gel tidak bebahaya terhadap produk yang akan didinginkan, namun ice gel tidak dapat dikonsumsi karena bahan pembuatannya memang tidak untuk dikonsumsi. Berdasarkan petunjuk dalam kemasan, ice gel dapat digunakan sebagai sumber dingin dan juga untuk mempertahankan suhu hangat. Ice gel sebagai sumber dingin dapat dimanfaatkan dengan cara membekukan ice gel terlebih dahulu dalam freezer, sama halnya dengan es batu. Setelah beku, ice gel baru dapat digunakan, disimpan pada posisi tertentu untuk mendinginkan produk. Sedangkan untuk mempertahan hangat, ice gel dimasukkan terlebih dahulu ke dalam air panas selama 5 menit, setelah itu ice gel dapat digunakan sebagai penghangat.
Fatima (2013) mengatakan karakteristik ice gel lebih baik dibandingkan es batu. Suhu dalam bentuk beku ice gel relatif lebih rendah dibanding es batu. Hal ini merupakan salah satu keuntungan bila digunakan sebagai media pendingin. Ice gel yang bersifat reusable (pakai ulang) merupakan media dingin potensial untuk dikembangkan pada kemasan transportasi komoditas pertanian segar yang sensitif terhadap suhu tinggi (Nurkusumaprama 2014).
Bentuk ice gel sangat berperan penting dalam pendinginan produk. Ice gel dengan permukaan yang luas dan volume kecil akan mencair lebih cepat tetapi produk akan tetap dingin. Sedangkan ice gel dengan permukaan yang kecil dan volume besar, ice gel bertahan lebih lama, namun produk tidak akan dingin dalam waktu yang lama (Singh et al. 2008)
Kemasan dan Ventilasi
6
1. Kemampuan atau daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam penanganan, pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan atau penumpukan.
2. Kemampuan melindungi isinya dari berbagai risiko dari luar, misalnya perlindungan dari udara panas atau dingin, sinar atau cahaya matahari, bau asing, benturan atau tekanan mekanis, kontaminasi mikroorganisme.
3. Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi, informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan kemasan harus mendapatkan perhatian.
4. Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar, sasaran masyarakat dan tempat tujuan pemesan.
5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.
Berbagai jenis kemasan yang banyak digunakan dalam transportasi adalah plastik film, krat plastik, kotak plastik jenis polystyrene, kayu dan kardus. Pengemasan jamur tiram umumnya dilakukan dengan menggunakan plastik PP (polypropylene) berukuran 40 cm x 60 cm dengan berat 5 kg atu 3 kg per plastik. Bagian bawah plastik biasanya dilapisi dengan koran untuk menyerap uap air yang dihasilkan jamur agar tidak terserap kembali oleh jamur.
Penelitian tentang pengemasan jamur tiram dalam kantung plastik pernah dilakukan Handayani (2008) menunjukkan desain kemasan yang terbaik ada pada jamur yang dikemas menggunakan plastik PP dengan 4 lubang berdiameter 5 mm (perforasi 0.1%) yang disimpan pada suhu 5oC dapat mempertahankan kualitas jamur tiram putih hingga 12 hari.
Polypropylene pada umumnya kurang cocok digunakan sebagai bahan pengemas yang tertutup rapat, terutama apabila digunakan untuk komoditas yang tingkat respirasinya tinggi. Untuk menghindari kemungkinan timbulnya bau dan rasa yang tidak diinginkan, kemasan tersebut harus dilubangi (Hardenburg 1955).
Arianto (2013) menyatakan jamur tiram tanpa kemasan memiliki laju respirasi paling tinggi pada hari ke-2 dan susut bobot paling tinggi pula dibandingkan dengan jamur tiram yang dikemas dengan plastik PP perforasi maupun tanpa perforasi. Sedangkan jamur tiram yang dikemas dengan kemasan PP perforasi lebih rendah laju respirasinya dibandingkan dengan jamur tiram yang dikemas dengan plastik tanpa perforasi.
Kemasan karton bergelombang digunakan sebagai kemasan sekunder untuk mengemas jamur tiram dan ice gel. Kardus jenis ini memiliki sifat bantalan yang baik karena dapat meredam atau menahan daya tekan saat kemasan ditumpuk (Qanytah 2011). Ukuran kemasan harus mempertimbangkan kemudahan dalam transportasi dan bongkar-muat, sehingga harus disesuaikan pula dengan penggunaan palet.
Palet adalah media yang efisien untuk memindahkan barang dalam jumlah besar dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Palet berfungsi memudahkan penyusunan dalam rak di gudang, juga sebagai fasilitas distribusi dan peralatan penanganan produk. Ada enam ukuran palet yang digunakan didunia berdasarkan standar ISO. Ukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
7 1200 mm x 1000 mm. Dengan penggunaan ukuran palet tersebut, USDA merekomendasikan beberapa ukuran kemasan untuk komoditas hortikultura yang merupakan program Modularization, Unitization, and Metrication (MUM). Ukuran kemasan menurut Modularization, Unitization, and Metrication (MUM) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Beberapa ukuran palet menurut Standar ISO untuk sistem bongkat-muat barang dan negara penggunanya
Ukuran palet (mm) Negara pengguna 1200 x 800 Eropa, Singapura, China 1140 x 1140 Beberapa negara Eropa, China
1200 x 1000 Jerman, Belanda, Taiwan, Singapura, Thailand, China, Indonesia
1219 x 1016 Amerika Serikat, China 1067 x 1067 Amerika Serikat, Kanada
1100 x 1100 Jepang, Taiwan, Korea, Singapura, Thailand Sumber: Lee (2005b)
8
Mulai
Penyiapan ice gel berbentuk lempengan
Penimbangan berat ice gel cair
Penyimpanan ice gel cair di freezer hingga membeku
Pengeluaran ice gel beku dari freezer
Penyimpanan ice gel beku pada suhu ruang hingga mencair
Pengukuran suhu ice gel hingga mencair
Berat cair, berat beku, suhu leleh suhu beku, lama pencairan
Selesai
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram yang berasal dari Gadog Bogor, ice gel yang berasal dari CV Kreasi Jaya Bekasi, karton bergelombang sebagai bahan pembuat kemasan dan plastik polypropylene (PP).
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah timbangan digital, Chromameter, lemari pendingin, freezer, hybrid recorder dan termocouple, Cosmotector, oven, dan UTM (Universal Testing Machine).
Prosedur Penelitian
Menentukan Karakteristik Ice Gel
Karakteristik ice gel perlu dilakukan karena ice gel yang dipakai dalam penelitian ini adalah ice gel hasil pengemasan ulang (repack), berbeda dengan ice gel yang dipakai pada penelitian-penelitian sebelumnya. Diagram alir penentuan karakteristik ice gel dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir penentuan karakteristik ice gel
9 hingga mencair. Suhu beku (suhu awal beku ice gel) adalah suhu terendah ice gel pada kondisi beku dan dijadikan suhu awal ice gel saat mulai diaplikasikan pada jamur tiram dalam kemasan karton. Suhu leleh adalah suhu pada saat ice gel mulai mencair hingga mencair secara keseluruhan. Pendugaan penentuan suhu leleh terlihat dari suhu ice gel yang mulai konstan setelah peningkatan suhu dari kondisi beku (tidak terjadi lagi peningkatan suhu).
Mengukur Laju Respirasi Jamur Tiram dalam Suhu Ruang
Pengukuran laju respirasi jamur tiram dilakukan untuk mengetahui nilai dari panas respirasi jamur. Jamur tiram yang akan diukur laju respirasinya dimasukkan ke dalam toples yang tertutup rapat yang disimpan pada suhu ruang. Diagram alir untuk pengukuran laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pengukuran laju respirasi jamur tiram
Pengukuran laju respirasi menggunakan Persamaan 1.
R= W V x dxdt (1)
Dimana:
R : Laju respirasi (ml kg-1 jam-1) V : Volume bebas wadah (ml) W : Berat sampel (kg)
dx/dt : Laju perubahan konsentrasi CO2(% jam-1) Mulai
Penimbangan sampel jamur 250 gram
Pengukuran volume jamur
Pemasukan jamur ke dalam toples
Penutupan dan perapatan toples dengan malam
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengukuran laju gas O2 dan CO2
10
Merancang Kemasan Karton Berventilasi dengan Kombinasi Kantong Plastik Perforasi
Jamur yang diberi perlakuan akan dikemas dalam kemasan plastik perforasi dan dimasukkan ke dalam kemasan karton berventilasi. Untuk mendapat ukuran dimensi kemasan maupun ventilasinya, maka dibutuhkan perancangan kemasan karton berventilasi dan plastik perforasinya.
Plastik Perforasi
Berat jamur tiram dalam satu kemasan karton adalah sebesar 3 kg. Jamur tiram tersebut akan dikemas dengan kemasan kecil (ritel) per 250 g dengan menggunakan plastik PP perforasi. Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemasan terkecil yang biasanya dijual di supermarket. Adapun perforasi yang dipakai adalah sebesar 0.1% dan 0.3%.
Handayani (2008) menyatakan disain kemasan terbaik adalah kemasan menggunakan kantung plastik PP 4 lubang berdiameter 5 mm yang disimpan pada suhu 5 oC dengan koefisien perforasi sebesar 28.065 mm holes m-2 dan persentase perforasi 0.1%. Cara tersebut dapat mempertahankan kualitas jamur tiram putih hinggga 12 hari.
Menentukan Dimensi Kemasan Karton
Kemasan karton gelombang yang digunakan adalah tipe kemasan Regulated Slotted Container (RSC) tipe flute AB dengan tebal outer 0.7 mm. Dimensi kemasan karton dihitung berdasarkan Persamaan 2,3 dan 4.
PK = TPPI + TTIG(1) + TTDO + T (2) Dimana:
PK : Panjang kemasan (cm)
TPPI : Total panjang kemasan plastik yang telah diisi jamur (cm) TTIG(1) : Total tebal lempengan ice gel (cm) susunan 1
TTDO : Total tebal dinding vertikal outer (cm) T : Tekukan (cm)
LK = TLPI + TTIG(2) + TTDO + T (3) Dimana:
LK : Lebar kemasan (cm)
TLPI : Total lebar kemasan plastik yang telah diisi jamur (cm) TTDO : Total tebal dinding vertikal outer (cm)
T : Tekukan (cm)
TTIG(2) : Total tebal lempengan ice gel (susunan 2) (cm)
TK = TTPI+ TTIG (2)+ TTDO + T (4) Dimana:
TK : Tinggi kemasan (cm)
TTPI : Total tinggi kemasan plastik yang telah diisi jamur (cm) TTIG(2) : Total tebal lempengan ice gel (cm) susunan 2
11 T : Tekukan (cm)
Mengitung Ventilasi
Luas ventilasi kemasan adalah 1% dari total luasan dinding vertikal kemasan. Tipe ventilasi yang dipakai adalah tipe oblong (oval). Ventilasi kemasan dihitung berdasarkan Persamaan 5, 6, 7, dan 8.
LA = 2 (p xl) + 2 (p x t) + 2 (l x t) (5) Dimana:
LA : Total luas dinding kemasan karton (cm2) p : Panjang kemasan karton (cm)
l : Lebar kemasan karton (cm) t : Tinggi kemasan karton (cm)
TLV = 1% x LA (6)
Dimana:
TLV : Total luas Ventilasi (cm2)
LV = TLV / 6 (7) Dimana:
LV : Luas tiap lubang ventilasi (cm2)
(Dalam satu kemasan terdapat 6 lubang ventilasi)
LV = Luas Oval = (p’ x l’) + (��2) (8)
Dimana:
p’ : Panjang ventilasi (cm) l’ : Lebar ventilasi (cm) r : Jari-jari ventilasi (cm)
Menentukan Kebutuhan Ice Gel dalam Kemasan
Kebutuhan ice gel didapat dari banyaknya beban panas yang harus dihilangkan dari dinding kemasan, ventilasi kemasan, jamur dan respirasi jamur. Berikut persamaan-persamaan yang digunakan untuk menghitung banyaknya ice gel yang dibutuhkan.
Perhitungan panas pada dinding kemasan dilakukan menggunakan Persamaan 9.
QDinding Kemasan = 1
(hi1+xk+ho1) A (Ta- Tr
)
(9) Dimana :Q : Beban melalui dinding (W)
12
Ta : Suhu lingkungan (oC)
Tr : Suhu jamur yang ingin dicapai (oC)
x : Ketebalan permukaan (m) A : Luas permukaan (m2)
Perhitungan panas jamur dilakukan menggunakan Persamaan 10.
QJamur =
Perhitungan panas respirasi jamur dilakukan menggunakan Persamaan 11.
Qrespirasi = m.r (11)
Dimana:
Q : Beban respirasi (W) m : Masa produk (kg) r : Laju respirasi (W kg-1)
Pendugaan panas akibat respirasi juga dapat menggunakan Persamaan 12.
QRespirasi =
Perhitungan beban panas akibat ventilasi dapat menggunakan Persamaan 13, 14, 15, dan 16 .
q= Cv x A x V (13)
Dimana:
q : Laju aliran udara (m3 detik-1)
Cv : Effectiveness dari bukaan (CV dianggap sama dengan 0.5 ~ 0.6 untuk angin yang tegak lurus)
A : Luas ventilasi ( m2)
13 Qven sensibel=1.10 x q x (To- Ti) (14) Dimana:
Qven sensibel : Beban panas sensibel (Btu hr-1)
1.10 : Faktor kali untuk beban panas sensible q : Laju aliran udara (cfm)
To : Temperatur udara luar (oF)
Ti : Temperatur udara ruangan (oF)
Qven Laten= 4840 x q x (Wo- Wi) (15) Dimana:
Qven Laten : Beban panas laten (Btu hr-1)
4840 : Faktor kali untuk beban panas laten Cfm : Jumlah udara (cfm)
Wo : humidity ratio udara luar (lb lb-1)
Wi : humidity ratio udara ruangan (lb lb-1)
Qventilasi = Qven sensibel + Qven laten (16)
Dengan demikian, beban panas yang harus diserap oleh ice gel adalah berdasarkan Persamaan 17.
QAll = QDinding Kemasan + QJamur + Qrespirasi (17)
Perhitungan kemampuan ice gel dalam menyerap panas dilakukan menggunakan Persamaan 18 dan 19.
QIce gel (sensibel) =
m.Cp (Ta- Tr)
t (18) Dimana:
Q : Beban ice gel (W) m : Masa ice gel (kg)
Cp : Panas spesifik Ice gel (J kg-1oC)
Ta : Suhu awal (oC)
Tr : Suhu yang ingin dicapai (oC)
t : Waktu transportasi (s)
QIce gel (laten) =m.Lt (19)
Dimana:
m : Masa ice gel (kg) L : Kalor Lebur (J/kg) t : Waktu transportasi (s)
Dengan demikian, kemampuan ice gel dalam menyerap panas dihitung berdasarkan Persamaan 20.
14
Dari persamaan-persamaan diatas, maka dapat dihitung kebutuhan ice gel dalam satu kemasan karton berdasarkan Persamaan 21.
Jumlah Kebutuhan Ice gel = QQAll
ice gel (21) Susunan posisi ice gel dalam kemasan karton dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b)
Gambar 3 Susunan peletakan ice gel dalam kemasan karton (a) Susunan 1 (tampak atas) , (b) susunan 2 (tampak atas)
Mengukur Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban
Pengukuran sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dilakukan untuk mengetahui suhu terendah yang dapat dicapai oleh ice gel dalam kemasan tanpa jamur. Diagram alir pengukuran sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir pengukuran sebaran suhu dalam kemasan
Kemasan karton
Penempatan ice gel berdasarkan susunan 1 Penempatan ice gel berdasarkan susunan 2
Penempatan sensor thermocouple pada 8 titik dalam kemasan
Pengukuran sebaran suhu dalam kemasan
Selesai
Jamur dalam plastik PP perforasi Ice gel
15 Pengukuran sebaran suhu dilakukan dengan menempatkan sensor thermocouple pada beberapa titik dalam kemasan dan nilainya ditampilkan dalam display hybrid recorder. Titik-titik penempatan sensor tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 dengan koordinat pada Tabel 5.
Gambar 5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan
Tabel 5 Koordinat titik-titik thermocouple
Titik
Sumbu (cm)
x y z
T1 8.75 33 18
T2 8.75 7 18
T3 41.25 33 18
T4 41.25 7 18
T5 17.5 14 6
T6 17.5 26 6
T7 32.5 26 6
T8 32.5 14 6
Mengukur Sebaran Suhu Jamur dalam Kemasan
Pengukuran sebaran suhu jamur dalam kemasan dilakukan untuk mengetahui perubahan suhu jamur dalam kemasan ketika ice gel diaplikasikan didalamnya. Diagram pengukuran sebaran suhu jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 6.
T6 T7
T5 T8 T1
1
T2 1
T3 1
16
Gambar 6 Diagram pengukuran sebaran suhu jamur tiram
Mengukur Penurunan Mutu Jamur selama Transportasi dan Penyimpanan Sementara
Jamur yang akan dimasukkan ke dalam kemasan karton, terlebih dahulu dibungkus dengan plastik PP perforasi. Suhu jamur tiram dalam kemasan dirancang agar suhu jamur turun hingga 15 oC selama masa transportasi yaitu sekitar 2.5 jam. Setelah 2.5 jam masa transpotasi, jamur tiram disimpan pada suhu 15 oC dalam refrigerator hingga jamur tiram dinyatakan rusak. Pengukuran mutu jamur dilakukan pada 2.5 jam pertama dan setiap hari hingga jamur rusak. Diagram alir pengaplikasian ice gel dalam kemasan karton berventilasi pada jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 7.
Mulai
Pengemasan jamur dalam plastik perforasi dan kemasan karton berventilasi
Peletakan thermocouple pada jamur
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengukuran sebaran suhu pada jamur tiram
17
Gambar 7 Diagram alir pengaplikasian ice gel dalam kemasan karton berventilasi pada jamur tiram
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimantal Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan kelompok berdasarkan waktu ulangan. Kelompok waktu yang dimaksud adalah ulangan dari penelitian ini yang dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga ulangan dalam rancangan percobaan adalah sebanyak satu kali. Rancangan ini dipilih karena alat dan bahan yang akan digunakan terbatas, sehingga ulangan tidak dapat dilakukan sekaligus dalam waktu yang sama.
Rancangan dalam penelitian ini menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor perlakuan tersebut adalah penggunaan plastik PP perforasi (P) dan pemberian ice gel dalam kemasan (G). Masing-masing taraf dari perlakuan tersebut adalah menggunakan plastik PP perforasi 0.1% (P1) dan perforasi 0.3% (P2), posisi ice gel susunan 1 (G1), posisi ice gel susunan 2 (G2), tanpa ice gel (G0). Adapun kombinasi perlakuannya adalah P1G0, P1G1, P1G2, P2G0, P2G1 dan P2G2. Berikut bagan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Mulai
Pengambilan jamur tiram dari petani
Penimbangan jamur tiram per 250 gram
Pengemasan dengan plastik PP
susunan 2 Tanpa ice gel
Posisi ice gel
susunan 2 Tanpa ice gel
Pengamatan perubahan mutu jamur tiram
18
Tabel 6 Kombinasi perlakuan Rancangan Acak Kelompok Faktorial
Kelompok G0 G1 G2
P1 1 P1G0(1) P1G1(1) P1G2(1)
2 P1G0(2) P1G1(2) P1G2(2)
3 P1G0(3) P1G1(3) P1G2(3)
P2 1 P2G0(1) P2G1(1) P2G2(1)
2 P2G0(2) P2G1(2) P2G2(2)
3 P2G0(3) P2G1(3) P2G2(3)
Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah berdasarkan Persamaan 22.
Yijk=µ+αi+βj+(αβ)ij+τk+εijk (22) i = 1,2 ; j = 1,2,3 ; k =1,2,3
Dimana
Yijk : nilai hasil pengamatan pada faktor persentasi perforasi taraf ke-i, faktor posisi ice gel taraf ke-j dan kelompok ke-k
µ : rataan umum
αi : pengaruh faktor persentase perforasi pada taraf ke-i βj : pengaruh faktor pemberian ice gel pada taraf ke-j
(αβ)¬ij : interaksi dari faktor persentase perforasi dan factor pemberian ice gel
τk : pengaruh kelompok ke-k εijk : galat percobaan
Uji statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) sebagai penentu beda taraf nyata 5%.
Pengukuran Penurunan Parameter Mutu
Susut Bobot (AOAC 1990)
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan Mettler PM-4800. Pengukuran terhadap susut bobot ditentukan menggunakan metode gravimetri yaitu berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan, dengan mengunakan Persamaan 22.
Susus Bobot %=w-wwa x 100 % (23) Dimana :
W : Bobot bahan awal penyimpanan (g)
19 Kadar Air (AOAC 2000)
Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven, didinginkan lalu ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang, dalam cawan, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 oC hingga berat konstan, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Kadar air dihitung berdasarkan Persamaan 23
Kadar air (% BB) = A C- B x 100% (24) Dimana:
A : Bobot wadah dan contoh sebelum dikeringkan (g) B : Bobot wadah dan contoh setelah dikeringkan (g) C : Bobot contoh (g)
Warna
Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta tipe CR-400. Chromameter adalah alat pengukur model genggam portable yang didesain untuk mengevaluasi warna suatu objek. Sensor cahaya dari alat tersebut ditempelkan pada tudung jamur kemudian niainya akan terbaca pada layar. Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L*, a* dan b*. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan [L*= 0 (hitam) dan L*=100 (putih)]. Nilai a* terdiri dari +a* yang menunjukkan warna merah dengan nilai 0 hingga 60, sedangkan –a* menunjukkan warna hijau dengan nilai 0 hingga -60. Nilai b* terdiri dari +b* yang menunjukkan warna kuning dengan nilai 0 hingga 60, serta nilai –b* yang menunjukkan warna biru dengan nilai 0 hingga -60 (Yong Wang et al. 2006) .
Kuat Tarik
Pengukuran kuat tarik jamur dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) Load Frames WDW – 20E yang terhubung dengan komputer. Pengukuran ini dilakukan untuk evaluasi karakteristik mekanik dimana alat tersebut akan menarik potongan bagian tudung jamur (± 5 cm x 2 cm) yang searah serat hingga robek. Pengaturan alat tersebut yaitu beban maksimum 0.25 kN dengan kecepatan penarikan 50 mm/menit yang dilakukan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh merupakan besaran gaya dalam satuan N yang menyebabkan tudung jamur robek. Besarnya gaya tersebut akan terbaca secara otomatis dalam komputer.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan Simulasi Transportasi
tempat-20
tempat penjualan berlangsung 1 - 3 jam, meskipun ada beberapa tempat yang lebih jauh sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dari 3 jam. Waktu yang dirancang untuk menjaga suhu tetap rendah selama jamur ditransportasikan adalah 2.5 jam. Rentang waktu tersebut dipilih berdasarkan waktu tempuh yang umumnya dilakukan oleh para pengumpul.
Komoditas pertanian masih mengalami proses metabolisme setelah panen yaitu respirasi dan transpirasi. Rajarathnam (1983) menyatakan jamur tiram setelah dilakukan pemanenan masih melakukan metabolisme yaitu dengan memanfaatkan cadangan makanan yang ada didalamnya. Jamur segar setelah panen memiliki tingkat aktivitas metabolik yang tinggi yang akan mempercepat penurunan kualitas dan menyebabkan kerusakan. Cahya (2014) dari hasil penelitiannya menunjukkan pada 5 jam pertama jamur segar tanpa pengemasan dan perlakuan yang disimpan pada suhu ruang mengalami laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan jamur tiram dengan kemasan PP dan perlakuan suhu rendah. Jamur yang disimpan pada suhu 20 oC mengalami laju transpirasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jamur yang disimpan pada suhu 4 oC dan 12 oC (Rux 2015). Laju respirasi dan transpirasi yang tinggi pada jamur segar setelah pemanenan akan mempercepat penurunan mutu dan terjadinya kerusakan. Oleh karena itu pemberian perlakuan dingin pada awal setelah pemanenan sangat penting dilakukan agar mutu jamur dapat dipertahankan dan kerusakan dapat diperlambat.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses metabolisme yaitu suhu. Penurunan suhu dalam waktu 2.5 jam masa transportasi akan berdampak pada kulitas jamur setelah transportasi maupun saat penyimpanan sementara. Suhu ruang penyimpanan yang lebih rendah dari pada suhu lingkungan dapat memperlambat proses metabolisme. Semakin lambat proses metabolisme, semakin lambat pula penurunan kualitas bahan. Menurut Camelo (2004) suhu yang biasa digunakan untuk menyimpan sayur dan buah adalah 15 oC. Suhu
kemasan jamur tiram dalam penelitian ini diharapkan lebih rendah dibandingkan dengan suhu lingkungan. Kemasan dingin ini dirancang untuk menurunkan suhu jamur tiram hingga kisaran 15 oC. Penurunan suhu jamur tiram hingga 15 oC
didapat dari pengaplikasian ice gel dalam jumlah dan posisi yang telah ditentukan. Jamur tiram yang telah sampai di pasar tradisional maupun moderen akan mengalami masa penyimpanan sementara, yaitu waktu mulai diterimanya jamur tiram oleh penjual hingga berada di tangan konsumen. Penjualan jamur tiram di pasar modern biasanya disimpan pada pendingin terbuka (showcase). Penyimpanan sementara dirancang dengan menyimpan jamur tiram pada refrigerator dengan suhu 15 oC setelah simulasi waktu transportasi dilakukan
hingga jamur tiram rusak.
Perancangan Kemasan
21 bertujuan untuk meloloskan uap air dan menjaga agar tidak terbentuknya bau yang tidak diinginkan. Fandoz (2006) menyatakan penggunaan plastik non-perforasi menyebabkan O2 semakin berkurang hingga dibawah 2% dan menyebabkan jamur
berespirasi secara anaerob. Proses respirasi anaerob menyebabkan terjadinya akumulasi etanol dan acetaldehid dan mengeluarkan bau yang tidak sedap karena adanya patogen anaerob.
Kemasan berbahan karton gelombang dirancang sebagai kemasan sekunder untuk wadah kemasan ritel jamur (250 gram/pak) sebanyak 12 kemasan (3 kg) ditambah 4 buah ice gel. Kemasan karton tersebut dibentuk dengan tipe RSC dengan lapisan lilin dibagian dalam kemasan dan diberi ventilasi berbentuk oblong. Tipe RSC merupakan kemasan distribusi yang paling banyak digunakan karena memiliki bentuk yang sederhana dan ekonomis dalam penggunaan material, bahan yang digunakan minimal tetapi volumenya maksimal (Kusniati 2011). Lapisan lillin berguna untuk menahan daya serap terhadar air sehingga tidak mudah basah. Menurut Rhim (2007), sebuah penghalang uap air atau sifat kedap air dapat diperoleh dengan mengubah wettability dari permukaan kemasan karton dengan menggunakan pelapisan dengan bahan hidrofobik seperti lilin. Hasil perhitungan pada Lampiran 2 didapatkan dimensi karton 47.5 cm x 37.5 cm x 23.7 cm. Dimensi tersebut disesuaikan kembali dengan ukuran kemasan menurut Modularization, Unitization, and Metrication (MUM) sehingga dimensi karton yang dipakai adalah 50 cm x 40 cm x 24 cm dengan efisiensi penggunaan areal palet sebesar 100%.
Ventilasi kemasan karton yang dipilih adalah berbentuk oblong (oval). Jumlah ventilasi oval pada kemasan karton adalah sebanyak 6 lubang dengan masing-masing lubang sebesar 13.87 cm2. Satu lubang berada pada
masing-masing sisi bagian lebar yang berfungsi pula sebagai pegangan saat kemasan diangkat, dan dua lubang berada pada masing-masing sisi bagian panjang kemasan. Perhitungan luas kemasan dapat dilihat pada Lampiran 3. Desain kemasan karton dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar kemasan karton yang telah dibentuk dapat dilihat pada Gambar 8.
(a) (b)
22
Menentukan Kebutuhan Ice Gel
Ice gel dibutuhkan untuk menurunkan suhu jamur tiram hingga 15 oC dalam rentang waktu 2.5 jam. Kemasan karton berlapis lilin dengan dimensi 50 cm x 40 cm x 24 cm telah dirancang untuk mengaplikasikan ice gel pada jamur tiram. Berdasarkan perancangan tersebut, penentuan kebutuhan ice gel dipengaruhi oleh besarnya beban panas dinding kemasan, ventilasi kemasan, jamur tiram dan respirasi jamur tiram.
Beban panas dari kemasan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konduktivitas panas dan dimensi kemasan. Ice gel dapat menurunkan suhu dalam kemasan menjadi lebih rendah dibandingkan suhu lingkungan sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu antara lingkungan dan dalam kemasan. Panas dari suhu lingkungan luar akan menembus dinding kemasan dari bagian luar ke dalam. Besarnya panas yang dapat menembus dinding kemasan dipengaruhi oleh konduktivitas panas kemasan. Konduktifitas panas merupakan suatu nilai konstanta dari suatu bahan yang menunjukkan kemampuan untuk mentransfer kalor dan dapat memberikan keterangan ketahanan panas dari suatu benda (Wibowo 2008). Semakin besar konduktivitas panas kemasan, panas yang menembus dinding kemasan pun semakin besar. Konduktivitas panas kemasan karton adalah 0.078 W m-1oC-1.
Pindah panas yang terjadi dari lingkungan luar ke bagian dalam kemasan adalah pindah panas secara konveksi dan konduksi. Panas dari udara luar mengalir secara konveksi ke permukaan dinding bagian luar. Dari permukaan dinding luar hingga permukaan dinding kemasan bagian dalam panas mengalir secara konduksi, sedangkan dari dinding kemasan bagian dalam panas kembali mengalir secara konveksi hingga ke dalam ruang kemasan. Berdasarkan hasil perhitungan panas kemasan karton adalah sebesar 19.64 W
Kemasan karton diberi ventilasi sebesar 1% dari total luas permukaan kemasan. Ventilasi ini akan mengalirkan panas dari lingkungan ke dalam kemasan karena panas mengalir dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Besarnya panas yang masuk melalui ventilasi ditentukan oleh besarnya kecepatan angin pada inlet dan luas ventilasi. Panas ventilasi adalah sebesar 42.61 W.
Beban panas jamur tiram dipengaruhi oleh besarnya nilai panas spesifik (Cp) dan massa jamur tiram. Dengan panas spesfik sebesar 3400 J kg-1 oC-1 (ASHRAE 1999) maka beban panas jamur tiram yang dihasilkan adalah sebesar 14.1 W.
Jamur tiram masih melangsungkan proses metabolisme setelah panen yaitu respirasi. Laju respirasi jamur tiram berdasarkan hasil pengukuran pada suhu ruang menghasilkan CO2 sebesar 707.315 mg kg-1 jam-1. Beban panas yang
diperoleh dari adanya proses respirasi dalam bahan dipengaruhi oleh besarnya laju respirasi bahan. Laju respirasi jamur tiram termasuk sangat tinggi sehingga beban panas yang dihasilkan dari respirasi jamur tiram pun cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan, beban respirasi jamur tiram adalah sebesar 6.3 W.
23 Ice gel yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu dalam kemasan didapat dari besarnya panas yang dilepaskan dibagi dengan besarnya panas yang dapat diserap oleh ice gel. Hasil yang didapat adalah 2.52 kg ice gel. Untuk membuat lempengan ice gel repack maka total jumlah ice gel dibagi 4 buah lempeng sesuai dengan letak susunan ice gel, sehingga didapat satu kemasan repack adalah sebesar 0.63 kg ice gel. Nilai beban panas dari masing-masing sumber panas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil perhitungan beban panas Sumber panas Nilai beban panas Dinding kemasan karton 19.64 W
Ventilasi kemasan karton 42.61 W
Jamur tiram 14.1 W
Respirasi jamur tiram 6.3 W
Ice gel 32.75 W
Karakteristik Ice Gel
Ice gel yang dijual di pasar umumnya tersedia dalam dimensi 30 cm x 15 cm x 3 cm dengan berat 1 kg per kemasan. Dalam penelitian ini ice gel dikemas ulang menjadi 0.63 kg per kemasan dengan dimensi 24 cm x 20 cm x 1.3 cm. Ice gel original dan hasil repack dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b)
Gambar 9 Ice gel (a) original (b) hasil repack
24
Gambar 10 Grafik pengukuran suhu selama perubahan wujud ice gel dari beku hingga mencair
Gambar 8 memperlihatkan bahwa suhu beku ice gelre-pack adalah -11.3 oC
dan mencair pada suhu leleh -0.2 oC. Suhu awal beku ice gel adalah suhu ice gel pada kondisi beku saat mulai diaplikasikan pada jamur dalam kemasan karton. Sedangkan suhu leleh adalah suhu ice gel pada saat mulai mencair hingga mencair keseluruhan. Suhu dibawah -0.2 oC dapat dipertahankan selama 50 menit, setelah itu ice gel pun mencair dan suhunya kembali meningkat. Peningkatan suhu dari -0.2 oC hingga 15 oC berlangsung selama 5 jam.
Ice gel yang digunakan dalam penelitian Nurkusumaprama (2014) adalah ice gel original (tanpa repack) namun memiliki merek yang sama. Dimensi kemasan ice gel tersebut adalah 30 cm x 15 cm x 3 dengan suhu beku -7 oC dan titik leleh pada suhu 0 oC. Suhu beku ice gel re-pack lebih rendah dibandingkan
ice gel original dengan suhu leleh yang lebih rendah pula sehingga lebih cepat mencair. Hal ini dikarenakan permukaan ice gel repack yang lebih luas dengan volume yang lebih kecil sehingga mudah mencair. Dengan demikian ice gel re-pack memliki potensi untuk menurunkan suhu jamur lebih cepat.
Singh et al. (2008) mengatakan bentuk ice gel sangat berperan penting dalam pendinginan produk. Ice gel dengan permukaan yang luas dan volume kecil akan mencair lebih cepat tetapi produk akan tetap dingin. Sedangkan ice gel dengan permukaan yang kecil dan volume besar, ice gel bertahan lebih lama, namun produk tidak akan dingin dalam waktu yang lama. Perbandingan karakteristik ice gel yang digunakan dalam penelitian Nurkusumaprama (2014) dengan hasil re-pack dapat dilihat pada Tabel 8.
Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban
Makna kemasan tanpa beban adalah kemasan karton tanpa jamur tiram di dalamnya. Ice gel diletakkan sesuai dengan susunan 1 dan susunan 2, kemudian pengukuran suhu ruang kemasan tanpa beban dilakukan dengan menempatkan thermocouple pada beberapa titik dalam ruang kemasan seperti pada Gambar 5. Sebaran suhu dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 11.
25 Tabel 8 Perbandingan karateristik ice gel
No Karakteristik Re-pack Non-re-pack a
1 Berat dalam bentuk padat (gram)
630 1095.5
2 Dimensi 24 cm x 20 cm x 1.3 cm 30 cm x 15 cm x 3 cm
3 Suhu awal beku (oC) -11.3 -7
4 Suhu leleh (oC) -0.2 0
5 Waktu hingga ice mencair keseluruhan (menit)
± 20 ± 360
a Sumber: Nurkusumaprama (2014)
Pola yang sama diperlihatkan oleh susunan 1 dan susunan 2, yaitu pada bagian tepi kemasan (T1, T2, T3, T4) menunjukkan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah kemasan (T5, T6, T7, T8). Suhu bagian tepi kemasan pada susunan 1 menurun hingga 11.3 oC, sedangkan suhu bagian tengah kemasan menurun hingga 8.6 oC. Kemasan dengan susunan 2 dapat menurunkan suhu bagian tepi kemasan hingga 10.9 oC dan tengah kemasan hingga 5.9 oC. Posisi ice gel dengan susunan 2 dalam kemasan tanpa beban dapat menurunkan suhu lebih rendah dibandingkan susunan 1.
Penurunan suhu dalam kemasan terjadi karena adanya pindah panas secara konveksi. Udara panas dengan massa jenis yang lebih rendah akan bergerak kebagian atas dan digantikan oleh udara dingin dari ice gel yang memiliki massa jenis lebih tinggi. Posisi ice gel susunan 2 dengan dua buah ice gel yang diletakkan di bagian atas mempermudah terjadinya pindah panas secara konveksi sehingga suhu kemasan dengan susunan 2 lebih rendah dibanding susunan 1.
Delele et al. (2013) menyatakan bagian yang terdekat dengan ventilasi kemasan lebih mudah terpengaruh dengan suhu lingkungan dibandingkan dengan bagian tengah kemasan. Hal ini pula dikarenakan suhu pada tepi kemasan masih terpengaruh dengan beban panas dari dinding kemasan yang secara tidak langsung dipengaruhi pula oleh suhu lingkungan.
26
(a)
(b)
Gambar 11 Pola sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dengan posisi ice gel (a) susunan 1 (b) susunan 2
Gambar 12 Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban
Aplikasi Ice Gel untuk Jamur Tiram
Ice gel sebanyak 4 buah dengan berat masing-masing 0.63 kg diaplikasikan pada jamur tiram dalam plastik berperforasi dengan masing-masing berat per plastik adalah 0.25 kg sebanyak 12 bungkus (3kg). Pengukuran suhu dilakukan pada bagian batang karena batang adalah bagian yang paling tebal dan diduga akan mengalami penurunan suhu yang lebih lama.
27
Pengukuran suhu jamur dilakukan dengan menggunakan termocouple yang ditempatkan pada beberapa titik yaitu jamur tiram yang berada pada plastik F (atas), J (bawah) dan H (tengah). Posisi peletakkan plastik jamur tiram dalam kemasan karton dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Letak plastik jamur tiram dalam kemasan karton
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 14 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada perlakuan (a) P1G0 selama 72 jam (b) P1G0 selama 2.5 jam
28
Selama 2.5 jam masa transportasi suhu rata-rata jamur P1G0 pada Gambar 14b mengalami peningkatan dari 27.5 oC hingga 29.5 oC. Peningkatan suhu jamur dikarenakan perlakuan P1G0 tidak mendapatkan perlakuan dingin dari ice gel, sehingga laju respirasi jamur semakin meningkat dan panas yang dihasilkan pun meningkat. Perlakuan P2G0 pada Gambar 14d mengalami pola yang sama dengan perlakuan P1G0 karena sama-sama tidak mendapat perlakuan ice gel. Suhu rata-rata jamur pada perlakuan P2G0 meningkat dalam 2.5 jam dari 28.9 oC – 31.7 oC. Perlakuan P1G1 pada Gambar 15b mengalami penurunan suhu dalam 2.5 jam. Pemberian ice gel pada P1G1 mampu menurunkan suhu jamur rata-rata 28.4
oC – 18.8 oC. Bagian suhu jamur paling rendah berada pada plastik J (bawah)
dengan penurunan suhu hingga 16.7 oC. Suhu jamur pada plastik H menurun
hingga 18.3 oC dan suhu jamur pada plastik F menurun hingga 21.6 oC. Pola yang sama terjadi pada perlakuan P2G1 pada Gambar 15d, dimana terjadi penurunan suhu jamur dalam 2.5 jam dan suhu terendah berada pada jamur bagian plastik J yaitu 16.1 oC. Suhu jamur pada plastik H menurun hingga 17.1 oC dan suhu jamur
pada plastik F menurun hingga 20.5 oC.
(a) (b)
(c) (d)
29 permukaan ice gel bersentuhan langsung dengan jamur, maka pindah panas terjadi secara konduksi. Udara yang suhunya mulai menurun memiliki massa jenis yang lebih besar dibandingkan suhu udara yang lebih tinggi, sehingga udara dengan suhu yang lebih rendah akan turun ke bagian bawah dan dapat mendinginkan jamur yang berada dibagian bawah. Jamur yang telah mengalami penurunan suhu akan menyerap panas jamur yang berada dibagian atasnya sehingga terjadi pindah panas secara konduksi. Dengan demikian suhu jamur bagian bawah lebih rendah dibandingkan dengan suhu jamur yang berada diatasnya.
(a) (b)
(b) (d)
Gambar 16 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada perlakuan (a) P1G2 selama 72 jam (b) P1G2 2.5 jam pertama (c) P2G2 selama 72 jam (d) P2G2 selama 2.5 jam pertama
30
Dua kemasan ice gel yang berada di bagian atas jamur bersentuhan langsung dengan jamur tiram. Besarnya luas permukaan ice gel yang bersentuhan dengan jamur mengakibatkan banyaknya jumlah panas dari jamur yang diserap oleh ice gel. Hal ini terlihat dari adanya penurunan suhu jamur hingga dibawah 15 oC pada jamur bagian atas (plastik F). Hal ini serupa dengan hasil pengujian pada kemasan ikan loin filet dengan meletakkan gel pack dibagian atas, dimana suhu paling rendah berada pada ikan bagian atas (Margeirsson et. al 2011). Dua kemasan ice gel lainnya yang berada di bagian terpanjang kemasan akan menyerap panas udara dalam kemasan, sehingga udara dengan suhu yang lebih rendah akan turun ke bawah dan mendinginkan jamur bagian bawah (J). Dengan demikian suhu jamur paling rendah berada pada bagian atas (plastik F), diikuti oleh suhu jamur bagian bawah (plastik J), dan suhu jamur paling tinggi berada di bagian tengah (plastik H).
Laju penurunan suhu jamur pada perlakuan P2G1 lebih cepat dibanding P1G1 dan P2G2 lebih cepat dibanding P1G2. Dalam waktu 15 menit, perlakuan jamur P2G1 pada plastik F dengan suhu awal 28.5 oC menurun hingga 25 oC, sedangkan jamur P1G1 pada plastik F dengan suhu awal 28.6 oC menurun hingga 25.9 oC. Suhu jamur awal P1G2 adalah 28.3 oC dapat menurun hingga 17.9 oC
pada menit ke 30. Sedangkan suhu awal P2G2 yang lebih tinggi dari P1G2 yaitu 29.5 oC dapat menurun ke titik yang lebih rendah yaitu 16.9 oC. Hal ini diduga karena adanya pengaruh perforasi. Perforasi yang lebih besar akan mempermudah proses pindah panas antara ice gel dengan jamur, sehingga suhu jamur lebih cepat menurun. Arianto (2013) menyatakan adanya lubang pada plastik memungkinkan udara untuk masuk dan penurunkan suhu dalam plastik.
Gambar 17 Grafik rata-rata suhu jamur seluruh perlakuan
Hasil rata-rata pengukuran suhu jamur terlihat pada Gambar 17. Pada 2.5 jam pertama, suhu paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan P2G2 pada suhu 16.9 oC. Setelah itu diikuti oleh perlakuan P1G2 pada suhu 17.1 oC, P2G1 pada
suhu 17.9 oC dan P1G1 pada suhu 18.8oC.
Hasil pengukuran suhu pada seluruh perlakuan menunjukkan bahwa suhu jamur tiram tidak tercapai hingga 15 oC dalam waktu 2.5 jam. Suhu dingin masih terakumulasi pada jamur tiram dibagian tertentu saja, seperti suhu dingin pada perlakuan P1G2 dan P2G2 yang masih terakumulasi pada jamur bagian atas (plastik F). Penurunan suhu dalam 2.5 jam menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada kualitas jamur setelah transportasi dan penyimpanan sementara.
31
Salah satu faktor yang mengindikasikan adanya penurunan mutu bahan adalah susut bobot. Grafik perubahahan susut bobot dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan hasil penelitian, persentase susut bobot meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan. Setelah 2.5 jam waktu transportasi, persentase susut bobot pada berbagai perlakuan berkisar antara 0.72% - 1.91%. Persentase susut bobot terus meningkat hingga akhir penyimpanan pada jam ke-72 yaitu berkisar antara 4.54 % - 8.19 %. Persentase susut bobot terendah terjadi pada perlakuan P1G2, sedangkan persentase tertinggi terjadi pada perlakuan P1G0.
Peningkatan susut bobot erat kaitannya dengan kondisi suhu penyimpanan. Perlakuan P1G0 dan P2G0 tidak diberi ice gel sehingga suhu jamur dalam kemasan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu jamur pada ke-empat perlakuan lainnya yang diberi ice gel (P1G1, P1G2, P2G1, P2G2). Persentase susut bobot pada perlakuan yang tidak diberi ice gel lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang diberi ice gel. Dengan demikian pada suhu jamur yang lebih tinggi, persentase susut bobot lebih besar dibandingkan pada jamur tiram pada suhu rendah. Cahya (2014) meyatakan jamur tiram dalam kemasan PP yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang lebih cepat dibandingkan dengan jamur tiram yang disimpan pada suhu rendah.
Hasil sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pemberian ice gel berpengaruh secara nyata terhadap perubahan susut bobot pada 2.5 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Hasil uji lanjut pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa jamur yang diberi ice gel berbeda nyata dengan jamur yang tidak diberi ice gel. Sementara empat perlakuan yang diberi ice gel tidak berbeda nyata.
Kondisi suhu penyimpanan akan berpengaruh pada proses metabolisme yaitu respirasi dan transpirasi. Suhu yang tinggi akan menyebabkan laju respirasi dan transpirasi yang semakin cepat. Substrat dalam jamur tiram akan semakin banyak dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti gas CO2,
uap air, dan energi. Perombakan tersebut berdampak pada penurunan bobot bahan. Sebaliknya, suhu rendah akan memperlambat reaksi metabolisme sehingga susut bobot bahan dapat ditekan.
32
Warna jamur tiram direpresentasikan oleh nilai L yaitu tingkat kecerahan. Nilai L yang semakin rendah menunjukkan warna jamur tiram yang semakin tidak putih (menuju hitam). Pengamatan terhadap warna jamur tiram dianggap sangat penting karena pada saat konsumen akan membeli jamur tiram, hal pertama yang menjadi pertimbangan dalam membeli jamur tiram adalah warna.
Perubahan tingkat kecerahan dan persentasi perubahan kecerahan jamur dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20. Jamur pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kecerahan. Kecerahan jamur tiram pada 2.5 jam berkisar antara 90.0-91.4 dan terrmasuk dalam kategori sangat baik. Namun setelah penyimpanan hingga jam ke-72, kecerahan jamur semakin menurun hingga berkisar antara 79.87 - 84.4.
Menurut Gormley (1975) dalam Rai (2008), nilai kecerahan jamur dapat dibagi ke dalam 6 kelompok yaitu nilai 93-100 merupakan kategori sempurna, nilai 90-93 termasuk kategori sangat baik, nilai 86-89 termasuk kategori baik, nilai 80-85 termasuk kategori masih dapat diterima, dan nilai 69-79 termasuk kategori buruk sementara nilai dibawah 69 termasuk kategori sangat buruk.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecerahan paling rendah diakhir penyimpanan dengan laju penurunan kecerahan paling tinggi berada pada jamur dengan perlakuan P2G0 yaitu dengan nilai kecerahan 91.49 pada jam ke-2.5 dan menurun hingga 79.87 pada jam ke-72. Sedangkan laju penurunan kecerahan yang paling rendah berada pada perlakuan P2G2 dengan nilai kecerahan 90.1 pada jam ke-2.5 dan menurun hingga jam ke-72 dengan nilai 82.89.
Gambar 19 Grafik perubahan mutu warna berdasarkan kecerahannya (*L)