• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Imunogenesitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Imunogenesitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

IMMUNOGENICITY ASSAY OF INACTIVATED VACCINE Aeromonas salmonicida WHOLE CELL IN COMMON CARP

(Cyprinus carpio)

By

ZULFIKAR SAFESKA RONAPATI

Aeromonas salmonicida is bacterial pathogen that caused carp erytrodermatitis in common carp. One preventive action to protect this infection was by vaccination. The aims of this experiment were to determine the immunogenicity of inactivated vaccine A. salmonicida whole cell in common carp and the best administration method of vaccine. Vaccine was produced by inactivated A. salmonicida with 1 % formaldehyde and incubated for 24 hours in room temperature. Vaccine was tested in 10 fish/vaccination method by injection intra peritoneal (107 cell/fish), oral (107 cell/fish), immersion (107 cell/ml for 30 minute) and fish that had not vaccinated as a control. Booster was conducted in 7th days after first vaccination with same both dosage and method. Titer antibody was evaluated in three times i.e. before vaccination, 7th days after first vaccination, and 7th days after booster. Water quality such as dissolved oxygen, pH and water temperature was measured as supported parameters. The results of the experiment showed that average of titer antibody for all method before vaccination was 1/6. However, titer antibody after first vaccination and booster increased to 1/58.67 and 1/85.33 for i.p injection, 1/42.67 and 1/64 for orally, 1/24 and 1/42.67 for immerse, respectively. Beside that, there was no significantly increasing of titer antibody for fish controls that was 1/9.33 and 1/18.67. Vaccination method by i.p injection was the best method that showed the highest immunogenicity of vaccine. Water quality parameters for this experiment still in optimum range for common carp live medium.

(2)

ABSTRAK

UJI IMUNOGENESITAS VAKSIN INAKTIF Whole Cell Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Oleh

ZULFIKAR SAFESKA RONAPATI

Aeromonas salmonicida merupakan bakteri pathogen penyebab penyakit carp erytrodermatitis pada ikan mas. Salah satu solusi dalam pencegahan penyakit ini adalah vaksinasi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat imunogenisitas vaksin inaktif whole cell A. salmonicida pada ikan mas serta mencari metode vaksinasi yang terbaik. Vaksin inaktif dibuat dengan cara diinaktifasi dengan formalin 1% dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu ruang. Vaksinasi diujikan pada 10 ekor ikan/metode vaksinasi yaitu dengan cara suntik melalui intraperitoneal (107 sel/ikan), oral (107 sel/ikan), perendaman (107 sel/ml air, lama perendaman 30 menit) dan ikan tanpa divaksinasi sebagai kontrol. Vaksinasi dilakukan sebanyak 2 kali, booster dilakukan 7 hari setelah vaksinasi I dengan dosis dan metode vaksinasi yang sama. Pengamatan titer antibodi dilakukan tiga kali yaitu, sebelum vaksinasi, 7 hari setelah vaksinasi I, dan 7 hari setelah booster. Parameter kualitas air yang diukur adalah oksigen terlarut, pH dan suhu sebagai parameter pendukung. Hasil penelitian diperoleh rata – rata titer antibodi untuk semua metode sebelum vaksinasi sebesar 1/6, setelah vaksinasi I dan booster terjadi peningkatan menjadi 1/58.67 dan 1/85.33 pada metode suntik, 1/42.67 dan 1/64 untuk metode oral, dan 1/24 dan 1/42.67 pada perendaman. Sedangkan pada ikan kontrol tanpa vaksinasi terjadi peningkatan namun tidak signifikan yaitu 1/9.33 dan 1/18.67. Metode vaksinasi terbaik adalah metode suntik secara i.p yang menunjukkan rata – rata hasil titer antibodi tertinggi. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian masih berada dalam kisaran normal hidup ikan uji.

(3)

UJI IMUNOGENISITAS VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Oleh

ZULFIKAR SAFESKA RONAPATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)

UJI IMUNOGENISITAS VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

( Skripsi )

Oleh

ZULFIKAR SAFESKA RONAPATI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Rata – rata Hasil Titer Antibodi Ikan Mas, Sebelum Vaksinasi,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Perumusan Masalah ... 4

D. Hipotesis ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Mas ... 7

B. A. salmonicida... 9

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan ... 11

D. Vaksin dan Vaksinasi ... 12

(8)

B. Alat dan Bahan ... 15

C. Prosedur Penelitian ... 16

D. Paramater Uji ... 19

E. Analisis Data ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Hasil ... 20

B. Pembahasan ... 22

V. PENUTUP ... 31

A. KESIMPULAN ... 31

B. SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(9)

I. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2011 di Laboratorium Bioteknologi Lt. 3 Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Penelitian Pendahuluan

a. Alat : Akuarium ukuran 60 x 40 x 40 cm3 12 buah (3 perlakuan,1 kontrol masing – masing 3 ulangan), aerator, selang aerasi, batu aerator. b. Bahan : Ikan mas ukuran ± 30 gr (berasal dari petani ikan, Pringsewu,

Lampung), Isolat bakteri A. salmonicida (isolat bakteri koleksi Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Lampung), dan pakan ikan komersil dengan kadar protein 30 – 32%.

2. Pembuatan Vaksin

a. Alat : Petridish (Normax®), tabung reaksi (Iwaki glassTM), jarum ose, spektrofotometer (Genesys-20, Thermospectronic), Erlenmeyer (Pyrex®), heat – stir (Stuart CB162TM), corong, lampu bunsen, sentrifuge(80–2), inkubator, autoclave, sprayer, vortex (V-1 plus BDECO-GermanyTM). b. Bahan : Media TSA (CM0131, OXOIDTM), TSB (CM0129, OXOIDTM),

(10)

3. Uji Vaksinasi

a. Alat : spuit ukuran 1 ml (TerumoTM), botol falcon (IwakiTM), selang aerasi, batu aerasi, aerator, alat penangkap ikan, baskom.

b. Bahan : Ikan mas ukuran ± 30 gr, vaksin inaktif A. salmonicida, minyak cengkeh 0.01 % (Cap House Brand).

4. Titer Antibodi

a. Alat : Spuit 1 ml, refrigator, microdilution plate (REF. 650101, Greiner bio – oneTM ; PS – microplate – 96 well), mikropipet (Nesco®), eppendorf, dan sentrifuge.

b. Bahan : Ikan mas yang akan diambil sampel darahnya per ulangan (oral, suntik, dan rendam, serta kontrol) selama tiga waktu (sebelum vaksin, 7 hari setelah vaksin, dan 7 hari setelah booster), EDTA (LT-BakerTM). 5. Analisis kualitas air

a. Alat : Termometer, pH meter, dan DO meter. b. Bahan : sampel air akuarium pemeliharaan ikan mas.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan a) Persiapan Ikan Uji

a. Ikan uji disiapkan, yaitu ikan mas ukuran ± 30 gr. b. Ikan diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu.

c. Ikan dipelihara dalam akuarium dan diberi aerasi, serta diberi pakan pellet 2

– 3 kali sehari.

(11)

b)Pembuatan Vaksin A. salmonicida

a. Kultur bakteri A. salmonicida di media TSB selama 24 jam. b. Pengkayaan dengan media TSA selama 24 jam.

c. Inaktivasi, penambahan formalin 1% kemudian diinkubasi selama 24 jam. d. Uji viabilitas dalam media GSP/TSA (jika tumbuh, dilakukan inaktifasi

ulang dengan penambahan konsentrasi formalin), jika tidak tumbuh dilanjutkan dengan pemekatan sampel dengan cara disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm, selama 30 menit, pembilasan dengan PBS sebanyak 3 kali.

e. Penghitungan kepadatan vaksin inaktif A. salmonicida dengan

spektrofotometer (λ = 625 nm) mengacu pada standar McFarland.

2. Pelaksanaan Penelitian a) Vaksinasi

Vaksin yang telah dihitung kepadatannya kemudian akan diujikan, dengan metode vaksinasi yang berbeda masing – masing 3 ulangan.

A : Suntik B : Oral C : Rendam

D : Kontrol (tanpa vaksinasi)

Dosis vaksinasi yang digunakan adalah 107 sel/ml per ikan untuk vaksinasi secara suntik dan oral serta 107 sel/ml air untuk perendaman dengan lama perendaman lebih kurang 30 menit.

(12)

Pengamatan titer antibodi diperoleh dari pengamatan reaksi aglutinasi antara serum darah pada ikan mas yang direaksikan dengan vaksin inaktif whole cell A. salmonicida. Berikut prosedur pengamatan titer antibodi yang dilakukan :

a. Pengambilan serum pada darah ikan uji : sebelum divaksin, 7 hari setelah vaksinasi I, dan 7 hari setelah booster.

b. Pengambilan darah dilakukan dengan spuit dari bagian vena caudal.

c. Serum yang diambil, disimpan pada refrigator. Pengujian dengan metode aglutinasi mengacu pada prosedur standar mikroaglutinasi (Roberson, 1990), dengan sedikit perubahan.

Metode mikroaglutinasi secara lengkap dijelaskan sebagai berikut : 1) Serum dimasukkan sebanyak @ 25 µl ke dalam sumuran 1 dan 2.

2) PBS dimasukkan @ 25 µl ke sumuran 2 – 12. (kecuali sumuran ke – 11, sebagai pembatas).

3) Sumuran kemudian direpipeting, dimulai dari sumur 2 dilanjutkan ke sumur ke-3 hingga sumuran ke-10.

4) AgH dimasukkan @ 25 µl pada sumuran 1 – 12.

5) Kemudian microdilution plate digoyang – goyangkan selama ± 3 menit dengan pola membentuk angka 8 atau huruf S.

6) Hasil titer diinkubasi dalam refrigator selama 1 malam.

7) Pengamatan, dilakukan dengan melihat reaksi aglutinasi pada masing – masing sumur yang ditandai dengan adanya kabut wara keruh/putih atau dot yang menyebar ke seluruh sumuran.

(13)

c) Kualitas air

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, pH, dan suhu. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara harian dan berkala atau mingguan. Parameter kualitas air selama penelitian diharapkan terukur dan masih berada dalam kisaran strandar kehidupan ikan uji (ikan mas).

D. Parameter Uji

Parameter utama yang dihitung dalam penelitian ini adalah titer antibodi pada ikan mas dan kualitas air sebagai parameter pendukung.

E. Analisis Data

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai ekonomis tinggi dan jumlah permintaan yang besar terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga dikenal dengan sebutan common carp adalah ikan yang sudah mendunia. Hal ini tentunya menjadikan peluang untuk pengembangan budidaya ikan mas (Suseno, 2000).

(15)

Salah satu penyakit yang berbahaya adalah yang disebabkan infeksi bakteri Aeromonas sp. seperti Aeromonas salmonicida. A. salmonicida

merupakan penyebab penyakit infeksi pada ikan-ikan salmonid yaitu penyakit furunkulosis. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa terdapat juga gejala infeksi bakteri A. salmonicida pada ikan – ikan cyprinid, yaitu penyakit carp erytrodermatitis. Pada penyakit ini ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh seperti dada, perut dan pangkal sirip, serta dapat menular dan dapat menyebabkan kematian pada ikan budidaya (Rocco and Graham, 2001).

Saat ini penggunaan obat – obatan dan bahan kimia mulai dihindari karena menyebabkan dampak negatif, seperti timbulnya resistensi pada bakteri, adanya residu dalam tubuh ikan, menyebabkan pencemaran, bahkan bisa menjadi sebab penolakan ekspor oleh negara lain (Astuti dkk., 2003). Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah pencegahan dan pengobatan yang lebih alami. Langkah pencegahan yang dapat diaplikasikan yaitu penerapan biosecurity secara ketat melalui screening, aging, serta pemberian probiotik dan vaksinasi (Widodo, 2010).

Usaha vaksinasi dalam budidaya ikan telah memberikan hasil yang memuaskan seperti peningkatan survival rate (SR) ikan. Sebagai contoh penggunaan HydroVac®, vaksin inaktif bakteri Aeromonas hydrophila isolat lokal untuk pencegahan penyakit motile aeromonas septisemia (MAS) atau

“penyakit merah” memiliki tingkat keberhasilan SR pada uji tantang (RPS) lebih

(16)

Kriteria vaksin yang baik untuk digunakan adalah memiliki imunogenisitas yang tinggi pada inang. Semakin tinggi tingkat imunogenisitas-nya maka vaksin tersebut semakin baik. Selain itu sistem imun pada ikan sangat penting sebagai tolak ukur pertahanan ikan terhadap semua benda asing termasuk penyakit yang masuk ke dalam tubuh ikan tersebut (Ellis, 1988).

Pada penelitian ini diuji tingkat imunogenisitas vaksin inaktif whole cell A. salmonicida pada ikan mas dengan berbagai metode (suntik, oral, perendaman dan kontrol) sebagai penelitian awal, selain itu juga untuk mengetahui metode vaksinasi terbaik untuk digunakan dalam pencegahan penyakit yang disebabkan oleh A. salmonicida pada ikan mas.

B. Tujuan Penelitian

(17)

C. Perumusan Masalah

Ikan mas merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona. Ikan ini di pasaran memiliki nilai ekonomis tinggi dan disukai masyarakat karena dagingnya yang enak dan gurih (Suseno, 2000). Selain itu ikan mas juga memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, fekunditas dan sintasan yang tinggi, dapat diproduksi secara massal serta memiliki peluang pengembangan skala industri (Cahyono, 2002). Hal – hal tersebut menyebabkan ikan mas mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk dibudidayakan secara luas (Martin, 2008).

Namun saat ini budidaya ikan mas baik dari hulu hingga ke hilir (pembenihan hingga fase budidaya) sering mengalami kegagalan, diantaranya disebabkan oleh penyakit. Penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan non – infeksi. Salah satu penyakit yang berbahaya pada ikan mas adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri A. salmonicida (Irianto, 2006).

Bakteri A. salmonicida adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit

(18)

Namun hal ini ternyata memberikan dampak negatif yang ditimbulkan

seperti resistensi mikroorganisme terhadap bahan kimia dan antibiotik yang

digunakan. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap

lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang

mengkonsumsinya (Sugianti, 2005).

Berdasarkan hal tersebut diperlukan pendekatan pencegahan yang lebih

alami untuk penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri A.

salmonicida, salah satunya adalah dengan penggunaan vaksin. Menurut Zhou et

al., (2002), salah satu metode penanggulangan penyakit yang dinilai aman untuk

manusia adalah dengan vaksinasi dan probiotik. Vaksin adalah adalah satu antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan, ditujukan untuk meningkatkan ketahanan (kekebalan) ikan atau menimbulkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu.

(19)

D. Hipotesis

1. Aplikasi vaksin inaktif whole cell A. salmonicida meningkatkan imunogenisitas ikan mas.

2. Metode aplikasi vaksin (suntik, oral dan rendam) diantaranya ada yang memberikan gambaran terbaik.

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

(20)

Judul Skripsi : Uji Imunogenesitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Nama Mahasiswa : Zulfikar Safeska Ronapati Nomor Pokok Mahasiswa : 0814111066

Jurusan/Program Studi : Budidaya Perairan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Agus Setyawan, S. Pi, M. P Sumino, S. Si

NIP. 198408052009121003 NIP. 197503122005021001

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

(21)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Agus Setyawan, S.Pi., M.P … … … …

Sekretaris : Sumino, S.Si … … … …

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Siti Hudaidah, M.Sc … … … …

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S NIP. 196108261987021001

(22)

Memulai dengan suatu yang sedikit

Memahami hal tersebut dan mulai berpikir

Meraih kesuksesan di Jalan Allah SWT

Kupersembahkan untuk yang tercinta

Dienku (Al Islam)

Ayah dan Ibuku tersayang yang telah memberikan lebih dari semua yang bisa

aku berikan pada mereka

Saudaraku tercinta (Prosbiner Ronapati L & Pebi Romadona R)

Almamaterku

(23)

RIWAYAT HIDUP

Zulfikar Safeska Ronapati lahir di Palembang pada tanggal 22 September 1988. Penulis merupakan anak ke – dua dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan penulis di Kabupaten Muara Enim, tepatnya di SDN 18 Muara Enim, SMPN 1 Muara Enim, dan SMAN 1 Muara Enim. Penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan studi ke Akademi Perikanan Wachyuni Mandira, mengambil jenjang Diploma dengan jurusan budidaya perikanan. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma pada tahun 2009.

Di tahun yang sama penulis memperoleh pengalaman kerja di lingkungan pertambakan, dan Balai Benih Ikan, serta sempat menjadi tenga honorer Penyuluh Perikanan di Dinas Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Muara Enim. Sebelum pada akhirnya penulis melanjutkan studi ke Universitas Lampung. Tepatnya tahun 2010 penulis melanjutkan studi S-1 di Universitas Lampung jurusan Budidaya Perairan. Hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan S-1 di jurusan Budidaya Perairan pada tahun 2012 dengan judul

skripsi ”Uji Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida

(24)

SANWACANA

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Imunogenisitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi

kita Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumil akhir

kelak, amin.

Dalam kesempatan ini mengucakan mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Unila,

2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc selaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan Unila, sekaligus sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan sarannya untuk perbaikan skripsi ini,

3. Bapak Suardi, S.Pi., M.P selaku Kepala Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang Bandar Lampung.

4. Bapak Agus Setyawan, S.Pi., M.P selaku pembimbing utama sekaligus Pembimbing Akademik, yang telah membimbing, memberikan masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

(25)

6. Seluruh dosen dan staf jurusan Budidaya Perairan Unila,

7. Seluruh staf dari Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang Bandar Lampung, 8. Orang tua tercinta, kakak dan adikku serta keluarga yang selalu memberi do’a

dan dukungannya kepada penulis.

9. Teman – teman Jurusan Budidaya Perairan Unila, angkatan 2004 – 2011, khususnya angkatan 2008 dan teman – teman alih program atas kebersamaan, bantuan serta dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program Sarjana di Jurusan Budidaya Perairan UNILA dengan baik.

10. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu terimakasih atas do’a dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak sekali kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan segala kritik serta saran yang sifatnya membangun agar skripsi ini dapat diterima di masyarakat umumnya dan masyarakat akuakultur khususnya serta dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Bandar Lampung, Januari 2012

(26)

32

DAFTAR PUSTAKA

Abul, K. A and Andrew, H. L. 2005. Cellular and Molecular Immunology. Fifthed. Elsevier Saunders. China. P : 535.

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 92 hal.

Almendras, J. M. E. 2001. Immunity and Biological Methods of Diseases Prevention and Control. In Health Management in Aquaculture. Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries Development Center, Iloilo, Philippines. P 111 – 136.

Anonim. 2004. Pedoman Praktikum Penyakit Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

______. 2006. Antibody. Dikutip dari <http://en.wikipedia.org/wiki/Antibody> diakses tanggal 26 Agustus 2006.

Astuti, P., Alam, G., Pratiwi, SUT., Hertiani, T., dan Wahyuono, S. 2003. Skrining senyawa anti infeksi dari spons yang dikoleksi dari Bunaken, Manado. Biota Vol. VIII 127: 47-52.

Atmomarsono, M., Muliani dan M. Imah. 2004. Pengaruh Jenis Vaksin dan Konsentrasi Vitamin C Terhadap Sintasan Pasca Larva Udang Windu Yang Dipapar Dengan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 10: 41 – 46.

Austin, B. and Austin, D. A. 1987. Bacterial Fish Pathogens: Diseases in Farmed and Wild Fish. Ellis Horwood Limited, John Wiley and Sons, Chichester : 263-287.

Boyd, C. F. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Birmingham Publishing Co. Birmingham, Alabama. 482p.

Cahyono, B. 2002. Budidadaya Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta 10-14 hal. Cholik, F. 2005. Akuakultur. Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium

(27)

33

DKP. 2007. Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Ikan. Jakarta. Tidak Untuk dipublikasikan. 62 hal.

DKP. 2010. Target, Indonesia Penghasil Ikan Terbesar di Dunia. <http://www.dkp.go.id/archives/pdf/62/2570/target-indonesia-penghasil-ikan-terbesar-di-dunia> diakses tanggal 10 November 2011.

Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. I57 hal.

Ellis, A. E. 1988. Fish vaccination. Academic Press. San Diego. P : 255.

Ellis, A. E. 1997. Immunization With Bacterial Antigens. Furunculosis.

Developments in Biological Standardization. 90. p107 – 116. Floyd, R. F. 2002. AeromonasInfection. University of Florida. 2 p

Inglis, V., Roberts, R. J and Bromage, N. R. 1993. Bacterial Diseases of Fish. Blackwell Scientific Publications. London. 311 p.

Irianto, A. 2006. Patologi Ikan Teleostei. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 103 hal.

Isnansetyo, A. 1996. Penambahan Vitamin C Pada Pakan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) Untuk Meningkatkan Tanggap Kebal Terhadap Vaksin Aeromonas hydrophila. Jurnal Perikanan UGM (GMU.J.fish.Sci.) I (I) : 35 – 41.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultures in The Tropics. Taylor and Francis Inc. Philadelphia. London. 318 p.

Kamiso, H.N. 1990. Audiovisual Vaksinasi Penyakit Bakterial pada Ikan. PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta.

_______. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri Buku 2. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Kamiso, H.N. dan Triyanto. 1992. Vaksinasi monovalen dan polivalen vaksin untuk mengatasi serangan Aeromonashydrophilla pada ikan lele (Clarias

sp). Jurnal Ilmu Pertanian (Agriculture Science). 4 (8) : 447–464.

Kamiso, H. N., Triyanto dan Sri, H. 1997. Uji Antigenitas dan Efikasi Vaksin Aeromonas hydrophila Pada Lele Dumbo (Clarias garipenus). Jurnal Perikanan UGM (GMU J Fish Sci). I (2) : 9 – 16 ISSN : 0853-6384. Kurniasih. 1999. Deskripsi Hispatologi Dari Beberapa Penyakit Ikan. Pusat

(28)

34

Kurniastuty, T., Tusihadi, dan Hartono, P. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan Kerapu. DKP, Dirjen Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Laut Lampung, Lampung. P 56 – 58.

Mariana, A. L., Purwaningsih, U dan Hadie, W. 2010. Potensi Imunogenik Sel Utuh (Whole Cell) Streptococcus agalactiae yang Diinaktifasi Dengan Formalin Untuk Pencegahan Penyakit Streptococois Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. 891-900.

Mariana, A. L., dan Hadie, W. 2010. Penggunaan Vaksin Aeromonas Hydrophila

: Pengaruhnya Terhadap Sintasan dan Imunitas Larva Ikan Patin

(Pangasionodon hypophthalmus ). Berita Biologi 10 (2), Agustus 2010. 151-158.

Martin. 2008. Budidaya Ikan. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS. Jakarta. 15 hal.

Michael, T. M., John, M. M., and Jack, P. 2003. Biology Of Microorganisms. Pearson Education International. U.S.A. 1019 p.

Mulia, D S. 2003. Penggunaan vaksin debris cell Aeromonas hydrophila Dengan Interval Waktu Booster Berbeda Terhadap Respon Imun Lele Dumbo

(Clarias garipenus Burchell). Sains Akuatik 10 (2) : 86 – 95

Rocco, C.C., and Graham, L. B. 2001. Furunculosis And Other Diseases Caused By Aeromonas salmonicida. U.S. Geological Survey Leetown Science Center National Fish Health Research Laboratory, Virginia. 33 p.

Roki. 2009. Vaksin Aeromonas hydrophila. <http://rooqiulture.blogspot.com> diakses tanggal 6 Agustus 2011.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Binacipta, Bandung. 516 hal.

(29)

35

Sofyan, H. 2009. Sifat Kimia Formaldehida. <http://okupasi.blogspot.com> diakses tanggal 30 Januari 2012.

Sommerset, I., Krossoy, B., Biering, E., and Frost, P. 2005. Vaccine for Fish In Aquaculture. Expert Rev. Vaccines 4 (1), 89 – 101.

Souter, B.W. 1984. Immunization with vaccines. Departemen of Fish and Oceans. Winnipeg, Mannitoba. 111 – 117p.

Stefan, H. E. K., Alan, S., and Rafi, A. 2002. Immunology Of Infectious Disease. ASM Press. Washington DC. P : 495.

Sugianti, B. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Dalam Pengendalian Penyakit Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS-702). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suseno, J. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya. Jakarta. 74 hal.

Taukhid. 2011. Manajemen Kesehatan Ikan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bahan Seminar Surveilance Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang. 108 p.

Tizard, I. R. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. (Terjemahan). Universitas Air Langga. Surabaya. 497 hal.

Widagdo, P. 2009. Vaksin Ikan. <http://puguh90.blogspot.com> diakses tanggal 9 Agustus 2011.

Widodo, A. 2010. Pengendalian KHV Melalui Vaksinasi. Vaksindo. Jakarta. <http://hobiikan.blogspot.com> diakses tanggal 6 Agustus 2011.

(30)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai ekonomis tinggi dan jumlah permintaan yang besar terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga dikenal dengan sebutan common carp adalah ikan yang sudah mendunia. Hal ini tentunya menjadikan peluang untuk pengembangan budidaya ikan mas (Suseno, 2000).

(31)

2

Salah satu penyakit yang berbahaya adalah yang disebabkan infeksi bakteri Aeromonas sp. seperti Aeromonas salmonicida. A. salmonicida

merupakan penyebab penyakit infeksi pada ikan-ikan salmonid yaitu penyakit furunkulosis. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa terdapat juga gejala infeksi bakteri A. salmonicida pada ikan – ikan cyprinid, yaitu penyakit carp erytrodermatitis. Pada penyakit ini ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh seperti dada, perut dan pangkal sirip, serta dapat menular dan dapat menyebabkan kematian pada ikan budidaya (Rocco and Graham, 2001).

Saat ini penggunaan obat – obatan dan bahan kimia mulai dihindari karena menyebabkan dampak negatif, seperti timbulnya resistensi pada bakteri, adanya residu dalam tubuh ikan, menyebabkan pencemaran, bahkan bisa menjadi sebab penolakan ekspor oleh negara lain (Astuti dkk., 2003). Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah pencegahan dan pengobatan yang lebih alami. Langkah pencegahan yang dapat diaplikasikan yaitu penerapan biosecurity secara ketat melalui screening, aging, serta pemberian probiotik dan vaksinasi (Widodo, 2010).

Usaha vaksinasi dalam budidaya ikan telah memberikan hasil yang memuaskan seperti peningkatan survival rate (SR) ikan. Sebagai contoh penggunaan HydroVac®, vaksin inaktif bakteri Aeromonas hydrophila isolat lokal untuk pencegahan penyakit motile aeromonas septisemia (MAS) atau

“penyakit merah” memiliki tingkat keberhasilan SR pada uji tantang (RPS) lebih

(32)

3

Kriteria vaksin yang baik untuk digunakan adalah memiliki imunogenisitas yang tinggi pada inang. Semakin tinggi tingkat imunogenisitas-nya maka vaksin tersebut semakin baik. Selain itu sistem imun pada ikan sangat penting sebagai tolak ukur pertahanan ikan terhadap semua benda asing termasuk penyakit yang masuk ke dalam tubuh ikan tersebut (Ellis, 1988).

Pada penelitian ini diuji tingkat imunogenisitas vaksin inaktif whole cell A. salmonicida pada ikan mas dengan berbagai metode (suntik, oral, perendaman dan kontrol) sebagai penelitian awal, selain itu juga untuk mengetahui metode vaksinasi terbaik untuk digunakan dalam pencegahan penyakit yang disebabkan oleh A. salmonicida pada ikan mas.

B. Tujuan Penelitian

(33)

4

C. Perumusan Masalah

Ikan mas merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona. Ikan ini di pasaran memiliki nilai ekonomis tinggi dan disukai masyarakat karena dagingnya yang enak dan gurih (Suseno, 2000). Selain itu ikan mas juga memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, fekunditas dan sintasan yang tinggi, dapat diproduksi secara massal serta memiliki peluang pengembangan skala industri (Cahyono, 2002). Hal – hal tersebut menyebabkan ikan mas mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk dibudidayakan secara luas (Martin, 2008).

Namun saat ini budidaya ikan mas baik dari hulu hingga ke hilir (pembenihan hingga fase budidaya) sering mengalami kegagalan, diantaranya disebabkan oleh penyakit. Penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan non – infeksi. Salah satu penyakit yang berbahaya pada ikan mas adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri A. salmonicida (Irianto, 2006).

Bakteri A. salmonicida adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit

(34)

5

Namun hal ini ternyata memberikan dampak negatif yang ditimbulkan

seperti resistensi mikroorganisme terhadap bahan kimia dan antibiotik yang

digunakan. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap

lingkungan sekitarnya, ikan yang bersangkutan, dan manusia yang

mengkonsumsinya (Sugianti, 2005).

Berdasarkan hal tersebut diperlukan pendekatan pencegahan yang lebih

alami untuk penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri A.

salmonicida, salah satunya adalah dengan penggunaan vaksin. Menurut Zhou et

al., (2002), salah satu metode penanggulangan penyakit yang dinilai aman untuk

manusia adalah dengan vaksinasi dan probiotik. Vaksin adalah adalah satu antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan, ditujukan untuk meningkatkan ketahanan (kekebalan) ikan atau menimbulkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu.

(35)

6

D. Hipotesis

1. Aplikasi vaksin inaktif whole cell A. salmonicida meningkatkan imunogenisitas ikan mas.

2. Metode aplikasi vaksin (suntik, oral dan rendam) diantaranya ada yang memberikan gambaran terbaik.

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

(36)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Mas

1. Biologi Ikan Mas

Klasifikasi ikan mas menurut Saanin, (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes

Sub Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Ikan mas atau yang juga dikenal dengan nama common carp, secara garis besar memiliki ciri – ciri bentuk tubuh panjang dan pipih (compress) warna tubuh keemasan, dan berbagai warna lainnya, seperti warna putih, kuning, merah, hitam dan corak kombinasi. Mulut ikan mas dapat disembulkan dan terletak di ujung tengah (terminal). Memiliki dua buah sungut atau kumis, dan hampir seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berukuran relatif besar dan digolongkan

(37)

8

2. Penyebaran dan Habitat

Ikan mas berasal dari daratan Asia dan telah lama dibudidayakan sebagai ikan konsumsi oleh bangsa Cina sejak 400 tahun sebelum masehi. Penyebarannya merata di daratan Asia juga Eropa, sebagian Amerika Utara dan Australia. Budidaya ikan mas di Indonesia banyak ditemui di Jawa dan Sumatera dalam bentuk empang, balong maupun keramba apung yang diletakan di danau atau waduk besar. Sedangkan contoh lain adalah budidaya secara modern di Jawa Barat menggunakan sistem kolam air deras untuk mempercepat pertumbuhannnya. Di Indonesia ada beberapa jenis atau ras ikan mas yang dikenal berdasarkan bentuk, warna dan wilayah penyebarannya, diataranya adalah Mas Majalaya, Punten, Nyonya, Kaca, Kancra Domas, Kumpay dan lain sebagainya (Cholik, 2005).

Habitat asli ikan mas di alam adalah sungai berarus tenang sampai sedang dan di danau yang dangkal. Perairan dengan kesuburan yang tinggi dan pakan alami melimpah adalah salah satu habitat yang disukai ikan mas. Ikan mas dapat tumbuh normal, pada lokasi pemeliharaan dengan ketinggian antara 150 – 1000 m di atas permukaan laut, dengan kisaran suhu 250C – 300C, dengan suhu optimum antara 260C – 280C , pH air antara 7 – 8. Ikan mas memerlukan tingkat kadar oksigen yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya yaitu lebih dari 3 ppm,

dengan kisaran optimun antara 4 hingga 5 ppm, namun ikan ini masih dapat hidup

(38)

9

B. Aeromonas salmonicida

Menurut Buchanan dan Gibbsons (1974) dalam Pusat Karantina Ikan (2007), klasifikasi ilmiah bakteri A. salmonicida adalah sebagai berikut :

Super Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria Order : Aeromonadales

Family : Aeromonadaceae Genus : Aeromonas

Species : Aeromonassalmonicida

A. salmonicida merupakan bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. A.

salmonicida berbentuk batang pendek ( 1,3-2,0 x 0,8-1,3 µm ), non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 220 C (Anonim, 2004).

Bakteri A. salmonicida memiliki banyak subspecies yang masing – masing memberikan sifat dan pathogenitas yang berbeda. Secara taksonomi A.

(39)

10

Bakteri A. salmonicida banyak dijumpai di perairan tawar dan laut serta mempunyai kisaran inang yang luas mulai dari ikan-ikan air tawar dan laut. Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama beberapa hari atau beberapa minggu tetapi tidak dapat berbiak, dan bersifat obligat (Kamiso dkk., 1990). A. salmonicida dapat bertahan dalam air pada periode waktu yang lama. Lamanya waktu tergantung pada kandungan mineral, pH dan temperatur air. Dengan meningkatnya suhu, virulensinya juga bertambah tinggi (Inglis et al., 1993). Gejala klinis atau tanda-tanda utama serangan A. salmonicida pada ikan adalah pembentukan ulkus-ulkus yang menyerupai bisul, perdarahan sirip, sirip putus/patah, perdarahan pada insang, lendir berdarah pada rectum, dan pembentukan cairan berdarah. Usus bagian belakang lengket dan bersatu serta pembengkakan limpa, dan nekrosis pada ginjal (Kurniasih, 1999).

(40)

11

Selain itu, penularan ini juga dapat diakibatkan oleh ikan karier, yaitu ikan yang memang sudah membawa patogen. Jika ikan ini bergabung dengan ikan yang sehat, melakukan interaksi, dan bersenggolan, maka kemungkinan besar ikan yang sehat akan terkontaminasi pathogen sehingga akan ikut sakit. Hal ini akan lebih memungkinkan lagi jika ikan mengalami luka pada kulitnya (Kabata, 1985).

Luka pada ikan merupakan sumber terjadinya penularan penyakit, karena ikan yang terluka pasti memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dari ikan sehat sehingga penyakit dapat dengan mudah menyerangnya. Ikan karier juga dapat menularkan penyakit ini melalui kotoran atau fesesnya. Kotoran yang dikeluarkan ikan karier mengandung bakteri pathogen yang akan mencemari air dan akhirnya mengkontaminasi ikan yang sehat (Kamiso, 1993).

Setelah melihat ciri-ciri tersebut, sebaiknya ikan yang memiliki ciri itu segara diangkat dan diberi penanganan atau dimusnahkan. Ini dilakukan agar ikan-ikan yang lain tidak terkontaminasi dan ikut sakit (Floyd, 2002).

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan

(41)

12

Berdasarkan sifat responnya dalam menghadapi agen patogen penyerang,

sistem imun terbagi menjadi sistem pertahanan alamiah (innate immunity) yang

bersifat non spesifik dan pertahanan adaptif (adaptive immunity) yang bersifat

spesifik. Imunitas adaptif atau yang spesifik ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu

imunitas humoral (antibody-mediated) dan imunitas seluler (cell-mediated) (Almendras, 2001).

Pada ikan imunitas seluler bereaksi secara kontak langsung dari sel ke sel untuk mempertahankan tubuh dari serangan patogen yang menyerang sel inang dan sel tumor. Imunitas humoral bereaksi melalui produksi protein atau imunoglobulin atau antibodi yang ikut beredar ke seluruh tubuh bersama cairan darah dan limfa. Antibodi akan bereaksi apabila bertemu dengan antigen, yaitu dengan menetralisirnya (Stefan et al., 2002).

D. Vaksin dan Vaksinasi

(42)

13

Prinsip dasar vaksinasi pada ikan adalah memasukkan antigen yang diperoleh dari patogen yang telah dihilangkan sifat patogenisitasnya, dimatikan atau berupa ekstrak ke dalam tubuh ikan untuk merangsang sel-sel limfosit membentuk antibodi (Souter, 1984). Salah satu tujuan vaksinasi adalah untuk memunculkan pertahanan spesifik terhadap suatu patogen tertentu. Sehingga ketika patogen tersebut menyerang maka tubuh akan merespon untuk mempertahankan diri dari serangan patogen tersebut. Respon pertahanan tubuh terhadap patogen tersebut akan berlangsung cukup lama karena tubuh memiliki memori terhadap patogen tersebut (Tizard, 1988).

1. Jenis-Jenis Vaksin

Secara umum vaksin dibedakan menjadi dua, yaitu vaksin yang dimatikan seperti vaksin inaktif dan ektraknya, serta vaksin hidup yang hanya di ambil bagian penyebab penyakit atau virulennya (Ellis, 1988). Masing-masing vaksin tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan. Saat ini di bidang perikanan telah banyak jenis vaksin yang berkembang, diantaranya adalah vaksin polivalen Vibrio sp. (Setyawan, 2006), vaksin A. hydrophila HydroVac® (Taukhid, 2011), vaksin furunculosis A. salmonicida (Hastings dalam Ellis, 1988). Berdasarkan contoh tersebut umumnya vaksin yang digunakan adalah vaksin yang dimatikan, hal tersebut dikarenakan vaksin inaktif lebih mudah dibuat dan lebih aman untuk diaplikasikan (Ellis, 1988).

Menurut Anonim (2004), ada beberapa jenis antigen atau vaksin yang dapat digunakan untuk vaksinasi diantaranya :

(43)

14

b. Antigen H : bakteri yang inaktifasi dengan formalin sehingga sel mengalami pengkerutan dan kehilangan cairan sel.

c. Supernatan, debris sel, dan lain-lain.

2. Metode Pemberian Vaksin

Cara aplikasi vaksin, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Adapun beberapa metode vaksinasi diantaranya adalah dengan injeksi/suntik pada bagian intraperitoneal dan intramuscular, perendaman dalam larutan atau suspensi vaksin, serta penyemprotan larutan vaksin bertekanan tinggi ke tubuh ikan serta melalui makanan atau oral (Kamiso, 1990).

Pada penelitian ini akan dilakukan vaksinasi dengan tiga cara, yaitu penyuntikan pada ikan dibagian intraperitonial-nya (IP), oral dengan cara memasukkan vaksin dalam mulut ikan, dan perendaman vaksin, yaitu dengan menambahkan vaksin dalam wadah seperti baskom atau ember dengan pemberian aerasi kuat agar vaksin dapat terserap oleh ikan.

3. Uji Titer Antibodi

(44)

15

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2011 di Laboratorium Bioteknologi Lt. 3 Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang Lampung.

B. Alat dan Bahan

1. Penelitian Pendahuluan

a. Alat : Akuarium ukuran 60 x 40 x 40 cm3 12 buah (3 perlakuan,1 kontrol masing – masing 3 ulangan), aerator, selang aerasi, batu aerator. b. Bahan : Ikan mas ukuran ± 30 gr (berasal dari petani ikan, Pringsewu,

Lampung), Isolat bakteri A. salmonicida (isolat bakteri koleksi Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Lampung), dan pakan ikan komersil dengan kadar protein 30 – 32%.

2. Pembuatan Vaksin

(45)

16

b. Bahan : Media TSA (CM0131, OXOIDTM), TSB (CM0129, OXOIDTM), GSP (VM 183430.032, KGaATM), Formalin 1%, alkohol 70%, isolat bakteri A. salmonicida, aquades, PBS (phospat buffer saline).

3. Uji Vaksinasi

a. Alat : spuit ukuran 1 ml (TerumoTM), botol falcon (IwakiTM), selang aerasi, batu aerasi, aerator, alat penangkap ikan, baskom.

b. Bahan : Ikan mas ukuran ± 30 gr, vaksin inaktif A. salmonicida, minyak cengkeh 0.01 % (Cap House Brand).

4. Titer Antibodi

a. Alat : Spuit 1 ml, refrigator, microdilution plate (REF. 650101, Greiner bio – oneTM ; PS – microplate – 96 well), mikropipet (Nesco®), eppendorf, dan sentrifuge.

b. Bahan : Ikan mas yang akan diambil sampel darahnya per ulangan (oral, suntik, dan rendam, serta kontrol) selama tiga waktu (sebelum vaksin, 7 hari setelah vaksin, dan 7 hari setelah booster), EDTA (LT-BakerTM). 5. Analisis kualitas air

a. Alat : Termometer, pH meter, dan DO meter. b. Bahan : sampel air akuarium pemeliharaan ikan mas.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan a) Persiapan Ikan Uji

(46)

17

c. Ikan dipelihara dalam akuarium dan diberi aerasi, serta diberi pakan pellet 2

– 3 kali sehari.

d. Dilakukan manajemen kualitas air dan kesehatan ikan selama pemeliharaan, diantaranya siphon, ganti air dan lain - lain.

b)Pembuatan Vaksin A. salmonicida

a. Kultur bakteri A. salmonicida di media TSB selama 24 jam. b. Pengkayaan dengan media TSA selama 24 jam.

c. Inaktivasi, penambahan formalin 1% kemudian diinkubasi selama 24 jam. d. Uji viabilitas dalam media GSP/TSA (jika tumbuh, dilakukan inaktifasi

ulang dengan penambahan konsentrasi formalin), jika tidak tumbuh dilanjutkan dengan pemekatan sampel dengan cara disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm, selama 30 menit, pembilasan dengan PBS sebanyak 3 kali.

e. Penghitungan kepadatan vaksin inaktif A. salmonicida dengan spektrofotometer (λ = 625 nm) mengacu pada standar McFarland.

2. Pelaksanaan Penelitian a) Vaksinasi

Vaksin yang telah dihitung kepadatannya kemudian akan diujikan, dengan metode vaksinasi yang berbeda masing – masing 3 ulangan.

A : Suntik B : Oral C : Rendam

(47)

18

Dosis vaksinasi yang digunakan adalah 107 sel/ml per ikan untuk vaksinasi secara suntik dan oral serta 107 sel/ml air untuk perendaman dengan lama perendaman lebih kurang 30 menit.

b)Titer Antibodi

Pengamatan titer antibodi diperoleh dari pengamatan reaksi aglutinasi antara serum darah pada ikan mas yang direaksikan dengan vaksin inaktif whole cell A. salmonicida. Berikut prosedur pengamatan titer antibodi yang dilakukan :

a. Pengambilan serum pada darah ikan uji : sebelum divaksin, 7 hari setelah vaksinasi I, dan 7 hari setelah booster.

b. Pengambilan darah dilakukan dengan spuit dari bagian vena caudal.

c. Serum yang diambil, disimpan pada refrigator. Pengujian dengan metode aglutinasi mengacu pada prosedur standar mikroaglutinasi (Roberson, 1990), dengan sedikit perubahan.

Metode mikroaglutinasi secara lengkap dijelaskan sebagai berikut : 1) Serum dimasukkan sebanyak @ 25 µl ke dalam sumuran 1 dan 2.

2) PBS dimasukkan @ 25 µl ke sumuran 2 – 12. (kecuali sumuran ke – 11, sebagai pembatas).

3) Sumuran kemudian direpipeting, dimulai dari sumur 2 dilanjutkan ke sumur ke-3 hingga sumuran ke-10.

4) AgH dimasukkan @ 25 µl pada sumuran 1 – 12.

5) Kemudian microdilution plate digoyang – goyangkan selama ± 3 menit dengan pola membentuk angka 8 atau huruf S.

(48)

19

7) Pengamatan, dilakukan dengan melihat reaksi aglutinasi pada masing – masing sumur yang ditandai dengan adanya kabut wara keruh/putih atau dot yang menyebar ke seluruh sumuran.

8) Hasil pengamatan dicatat berdasarkan reaksi aglutinasi yang terbentuk pada sumuran hingga pengenceran terakhir.

c) Kualitas air

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, pH, dan suhu. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara harian dan berkala atau mingguan. Parameter kualitas air selama penelitian diharapkan terukur dan masih berada dalam kisaran strandar kehidupan ikan uji (ikan mas).

D. Parameter Uji

Parameter utama yang dihitung dalam penelitian ini adalah titer antibodi pada ikan mas dan kualitas air sebagai parameter pendukung.

E. Analisis Data

(49)

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Mas

1. Biologi Ikan Mas

Klasifikasi ikan mas menurut Saanin, (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes

Sub Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Ikan mas atau yang juga dikenal dengan nama common carp, secara garis besar memiliki ciri – ciri bentuk tubuh panjang dan pipih (compress) warna tubuh keemasan, dan berbagai warna lainnya, seperti warna putih, kuning, merah, hitam dan corak kombinasi. Mulut ikan mas dapat disembulkan dan terletak di ujung tengah (terminal). Memiliki dua buah sungut atau kumis, dan hampir seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berukuran relatif besar dan digolongkan

dalam sisik tipe sikloid (Cahyono, 2002).

(50)

Ikan mas berasal dari daratan Asia dan telah lama dibudidayakan sebagai ikan konsumsi oleh bangsa Cina sejak 400 tahun sebelum masehi. Penyebarannya merata di daratan Asia juga Eropa, sebagian Amerika Utara dan Australia. Budidaya ikan mas di Indonesia banyak ditemui di Jawa dan Sumatera dalam bentuk empang, balong maupun keramba apung yang diletakan di danau atau waduk besar. Sedangkan contoh lain adalah budidaya secara modern di Jawa Barat menggunakan sistem kolam air deras untuk mempercepat pertumbuhannnya. Di Indonesia ada beberapa jenis atau ras ikan mas yang dikenal berdasarkan bentuk, warna dan wilayah penyebarannya, diataranya adalah Mas Majalaya, Punten, Nyonya, Kaca, Kancra Domas, Kumpay dan lain sebagainya (Cholik, 2005).

Habitat asli ikan mas di alam adalah sungai berarus tenang sampai sedang dan di danau yang dangkal. Perairan dengan kesuburan yang tinggi dan pakan alami melimpah adalah salah satu habitat yang disukai ikan mas. Ikan mas dapat tumbuh normal, pada lokasi pemeliharaan dengan ketinggian antara 150 – 1000 m di atas permukaan laut, dengan kisaran suhu 250C – 300C, dengan suhu optimum antara 260C – 280C , pH air antara 7 – 8. Ikan mas memerlukan tingkat kadar oksigen yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya yaitu lebih dari 3 ppm,

dengan kisaran optimun antara 4 hingga 5 ppm, namun ikan ini masih dapat hidup

pada kadar oksigen 1 hingga 2 ppm (Cholik, 2005).

(51)

Menurut Buchanan dan Gibbsons (1974) dalam Pusat Karantina Ikan (2007), klasifikasi ilmiah bakteri A. salmonicida adalah sebagai berikut :

Super Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria Order : Aeromonadales

Family : Aeromonadaceae Genus : Aeromonas

Species : Aeromonassalmonicida

A. salmonicida merupakan bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. A.

salmonicida berbentuk batang pendek ( 1,3-2,0 x 0,8-1,3 µm ), non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 220 C (Anonim, 2004).

Bakteri A. salmonicida memiliki banyak subspecies yang masing – masing memberikan sifat dan pathogenitas yang berbeda. Secara taksonomi A.

salmonicida dibagi menjadi 2 jenis yaitu typical dan atypical. Strain typical mempunyai inang dominan ikan-ikan salmonid dan menyebabkan penyakit furunculosis dengan gejala klinis yang khas sedang strain atypical mempunyai karakteristik memiliki banyak variasi dari sifat fisiologi, biokimia dan serelogi serta ketahanan terhadap antibiotik (Kurniasih, 1999).

(52)

Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama beberapa hari atau beberapa minggu tetapi tidak dapat berbiak, dan bersifat obligat (Kamiso dkk., 1990). A. salmonicida dapat bertahan dalam air pada periode waktu yang lama. Lamanya waktu tergantung pada kandungan mineral, pH dan temperatur air. Dengan meningkatnya suhu, virulensinya juga bertambah tinggi (Inglis et al., 1993). Gejala klinis atau tanda-tanda utama serangan A. salmonicida pada ikan adalah pembentukan ulkus-ulkus yang menyerupai bisul, perdarahan sirip, sirip putus/patah, perdarahan pada insang, lendir berdarah pada rectum, dan pembentukan cairan berdarah. Usus bagian belakang lengket dan bersatu serta pembengkakan limpa, dan nekrosis pada ginjal (Kurniasih, 1999).

Penyakit carp erytrodermatitis pada ikan yang disebabkan oleh bakteri A. salmonicida memiliki ciri-ciri luka yang khas yaitu nekrosis pada otot, pembengkakan di bawah kulit, dengan luka terbuka berisi nanah, dan jaringan yang rusak di puncak luka tersebut seperti cekungan (Kamiso, 1993). Penyakit akibat bakteri ini sangat mudah menular pada ikan lain yang berada di sekitar ikan yang terkena penyakit. Penularan penyakit dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu penularan secara vertikal dan horizontal. Penularan vertikal adalah penularan penyakit dari induk ke progeninya, sedang penularan horizontal adalah penularan penyakit ke ikan lain melalui kontak langsung, vektor, peralatan, atau lingkungan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

(53)

kemungkinan besar ikan yang sehat akan terkontaminasi pathogen sehingga akan ikut sakit. Hal ini akan lebih memungkinkan lagi jika ikan mengalami luka pada kulitnya (Kabata, 1985).

Luka pada ikan merupakan sumber terjadinya penularan penyakit, karena ikan yang terluka pasti memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dari ikan sehat sehingga penyakit dapat dengan mudah menyerangnya. Ikan karier juga dapat menularkan penyakit ini melalui kotoran atau fesesnya. Kotoran yang dikeluarkan ikan karier mengandung bakteri pathogen yang akan mencemari air dan akhirnya mengkontaminasi ikan yang sehat (Kamiso, 1993).

Setelah melihat ciri-ciri tersebut, sebaiknya ikan yang memiliki ciri itu segara diangkat dan diberi penanganan atau dimusnahkan. Ini dilakukan agar ikan-ikan yang lain tidak terkontaminasi dan ikut sakit (Floyd, 2002).

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan

Ikan merupakan vertebrata yang paling primitif, namun dapat mengembangkan sisem perlindungan tubuhnya dari pathogen, seperti bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasit (Ellis, 1997). Sistem ini kemudian dikenal dengan istilah imunitas. Imunitas berasal dari kata imun yang artinya kebal atau resisten. Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk melawan semua benda atau organisme asing yang masuk dan merusak ke dalam tubuh.

Berdasarkan sifat responnya dalam menghadapi agen patogen penyerang,

sistem imun terbagi menjadi sistem pertahanan alamiah (innate immunity) yang

bersifat non spesifik dan pertahanan adaptif (adaptive immunity) yang bersifat

(54)

imunitas humoral (antibody-mediated) dan imunitas seluler (cell-mediated) (Almendras, 2001).

Pada ikan imunitas seluler bereaksi secara kontak langsung dari sel ke sel untuk mempertahankan tubuh dari serangan patogen yang menyerang sel inang dan sel tumor. Imunitas humoral bereaksi melalui produksi protein atau imunoglobulin atau antibodi yang ikut beredar ke seluruh tubuh bersama cairan darah dan limfa. Antibodi akan bereaksi apabila bertemu dengan antigen, yaitu dengan menetralisirnya (Stefan et al., 2002).

D. Vaksin dan Vaksinasi

Vaksin adalah satu antigen yang biasanya berasal dari suatu jasad patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan, untuk meningkatkan ketahanan (kekebalan) ikan atau menimbulkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit tertentu. Vaksinasi merupakan salah satu upaya penanggulangan penyakit pada hewan (termasuk ikan) dengan cara pemberian vaksin ke dalam tubuh hewan agar memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit. Salah satu tujuan vaksinasi adalah untuk meningkatkan antibodi spesifik. Meningkatnya antibodi tidak saja akan meningkatkan kemampuan pertahanan humoral tetapi juga pertahanan seluler (cell-mediated immunity) sehingga hasil kerja masing-masing maupun hasil kerja antara pertahanan humoral dan seluler meningkat (Widagdo, 2009).

(55)

memunculkan pertahanan spesifik terhadap suatu patogen tertentu. Sehingga ketika patogen tersebut menyerang maka tubuh akan merespon untuk mempertahankan diri dari serangan patogen tersebut. Respon pertahanan tubuh terhadap patogen tersebut akan berlangsung cukup lama karena tubuh memiliki memori terhadap patogen tersebut (Tizard, 1988).

1. Jenis-Jenis Vaksin

Secara umum vaksin dibedakan menjadi dua, yaitu vaksin yang dimatikan seperti vaksin inaktif dan ektraknya, serta vaksin hidup yang hanya di ambil bagian penyebab penyakit atau virulennya (Ellis, 1988). Masing-masing vaksin tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan. Saat ini di bidang perikanan telah banyak jenis vaksin yang berkembang, diantaranya adalah vaksin polivalen Vibrio sp. (Setyawan, 2006), vaksin A. hydrophila HydroVac® (Taukhid, 2011), vaksin furunculosis A. salmonicida (Hastings dalam Ellis, 1988). Berdasarkan contoh tersebut umumnya vaksin yang digunakan adalah vaksin yang dimatikan, hal tersebut dikarenakan vaksin inaktif lebih mudah dibuat dan lebih aman untuk diaplikasikan (Ellis, 1988).

Menurut Anonim (2004), ada beberapa jenis antigen atau vaksin yang dapat digunakan untuk vaksinasi diantaranya :

a. Antigen O : bakteri yang dilemahkan melalui pemanasan. Membran hanya mengandung polisakarida (karbohidrat) dan bagian lipid hilang saat pemanasan.

b. Antigen H : bakteri yang inaktifasi dengan formalin sehingga sel mengalami pengkerutan dan kehilangan cairan sel.

(56)

2. Metode Pemberian Vaksin

Cara aplikasi vaksin, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Adapun beberapa metode vaksinasi diantaranya adalah dengan injeksi/suntik pada bagian intraperitoneal dan intramuscular, perendaman dalam larutan atau suspensi vaksin, serta penyemprotan larutan vaksin bertekanan tinggi ke tubuh ikan serta melalui makanan atau oral (Kamiso, 1990).

Pada penelitian ini akan dilakukan vaksinasi dengan tiga cara, yaitu penyuntikan pada ikan dibagian intraperitonial-nya (IP), oral dengan cara memasukkan vaksin dalam mulut ikan, dan perendaman vaksin, yaitu dengan menambahkan vaksin dalam wadah seperti baskom atau ember dengan pemberian aerasi kuat agar vaksin dapat terserap oleh ikan.

3. Uji Titer Antibodi

(57)

20

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Vaksin inaktif whole cell A. salmonicida yang diujikan pada ikan mas dengan ukuran ± 30 gr memiliki gambaran imunogenisitas yang tinggi.

2. Metode vaksinasi dengan cara suntik di bagian intraperitoneal ikan adalah metode terbaik yang dapat diaplikasikan dalam pencegahan penyakit yang disebabkan oleh A. salmonicida, yaitu rata – rata hasil titer antibodi pada vaksinasi I dan booster sebesar 1:58.6667 dan 1:85.3333.

B. Saran

Berdasarkan penelitian ini sekiranya ada beberapa saran yang dapat dicermati, yaitu :

1. Perlunya ketelitian dan kondisi yang maksimal (lab dan peralatannya) dalam uji vaksin secara invitro.

2. Perlunya percobaan dengan ukuran ikan yang lebih bervariasi yang mewakili kondisi ikan pada saat pembenihan, pendederan dan budidaya.

(58)

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor keluarga, lingkungan pergaulan dan lingkungan masyarakat sekitar dapat mendorong anak petani desa Mulia

Untuk menganalisis solusi dalam menghadapi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan mahasiswa dari keluarga miskin pasal 74 ayat (1) di Universitas

Jenis- jenis tindak tutur yang ditemukan dalam skripsi tersebut berdasarkan fungsinya adalah tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi.. Tindak

n-heksana dan Vinkristin (kontrol positif) Hasil yang diperoleh seperti yang terlihat pada gambar 5 menunjukkan bahwa pigmen karotenoid Halimeda discoidea tidak bersifat

SMRU: Prepares Stock Split and Right Issue GJTL: Forms Joint Venture.. TINS: Targets Production of 35,500 Million of

Menurut US Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA) tahun 1994, suplemen didefinisikan dengan menggunakan beberapa kriteria; yaitu (a) produk (selain tembakau)