• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi dan identifikasi kapang endofit penghasil antimikroba penghambat pertumbuhan mikroba patogen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi dan identifikasi kapang endofit penghasil antimikroba penghambat pertumbuhan mikroba patogen"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

LENDRA TANTOWI JAUHARI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

LENDRA TANTOWI JAUHARI

105095003133

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Kapang endofit adalah kapang yang hidup dalam jaringan tumbuhan dan tidak membahayakan inangnya. Kapang endofit ini dapat menghasilkan senyawa yang berpotensi sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antimikroba dari kapang endofit tersebut dan mengidentifikasinya. Metode yang digunakan untuk uji antimikroba adalah paper disc diffusion assay dan bioautografi, sedangkan metode yang digunakan untuk identifikasi adalah slide culture. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak butanol dan etil asetat kultur isolat kapang endofit TlU (dari tanaman temu lawak) efektif untuk menghambat mikroba patogen dibanding isolat endofit lainnya. Hasil analisis data dengan menggunakan one way anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antar diameter zona hambat dari ekstrak isolat endofit. Hasil identifikasi morfologi menunjukkan bahwa kapang endofit (TlU) mengarah kepada genus Aspergillus.

(4)

LENDRA TANTOWI JAUHARI. Selection and Mould Identification Endofit Antimicrobial Producer Microbe growth Resistor Pathogen. A thesis. Biology Department Program. Faculty of Science and Technology, Islamic State University Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Mold endophyt is the living one mold in botanical network and non-threatening its host. This endophyt mold can result compound that potentially as antimicrobial. This research intent to test antimicrobial’s potency of that endophyt mold and identification. Method that is utilized for test antimicrobial is paper disc diffusion assay and bioautography. Meanwhile method that is utilized for identification is culture's slide. Result of this research points out that butanol extract and cultures acetic ethyl mould endophyt isolate TlU (temu lawak) effective to constrain pathogen microbe appealed by another isolate endophyt. Analysis’s result data by use of one way anova point out a distinctive one so significant among zone diameter constrains of isolate endophyt's extract. Result showed morphological identification of the endophyte molds (TlU) aims to the genus Aspergillus.

Keyword: antimicrobial activities, bioautography, mold morphology identification, endophyte mold

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2010

(6)

rahmat dan hidayah-Nya yang dianugrahkan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak secara langsung, untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nuki Bambang Nugroho, M.Si, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dorongan bagi penulis.

(7)

6. Semua teknisi laboran yang telah memberikan pengetahuan dan informasi tentang teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis.

7. Para laboran di Laboratorium Mikrobiologi, Kimia Analitik dan laboratorium Recovery yang telah memberikan pengetahuan dan informasi kepada penulis.

8. Untuk Ayahanda Oan Anwar dan Ibunda Neneh Maimunah yang tiada hentinya memberikan bantuan materil dan non materil, atas segala do’a dan keikhlasannya yang tiada terhingga kepada penulis untuk menyelesaikan laporan ini.

9. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan bantuan secara tidak langsung kepada penulis.

10.Teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi (Uswatun Hasanah, Rani Afifah, Yudi Istianto, Sugie Zenpai, Iradati Pratiwi, Ria, Maria, Niken) yang menemani dan mengisi hari-hari waktu penelitian menjadi menyenangkan.

11.Seluruh rekan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2005 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan doa-doanya.

(8)

pula dengan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak pembaca. Semoga dalam penulisan laporan ini dapat memberikan sedikit pengetahuan baru bagi pembaca.

Jakarta, Januari 2010

Lendra Tantowi Jauhari

(9)

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Mikroba Endofit... 6

2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman ... 7

2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba... 8

2.2. Antibiotika ... 9

2.2.1. Kelompok Antibiotika ... 10

2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba... 11

2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik ... 13

2.3. Identifikasi Kapang... 14

2.4. Mikroba Uji... 14

2.4.1. Aspergillus niger... 14

2.4.2. Pseudomonas aeroginosa... 16

2.4.3. Staphylococcus aureus... 17

2.4.3. Escherichia coli... 18

2.4.3. Bacillus subtilis... 20

(10)

2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) ... 24

2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei) ... 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 27

3.2. Alat dan Bahan... 27

3.2.1. Alat... 27

3.2.2. Bahan ... 28

3.3. Cara Kerja ... 29

3.3.1. Pembuatan Media ... 29

3.3.1.1. Pembuatan Media NB ... 29

3.3.1.2. Pembuatan Media PDB ... 29

3.3.1.3. Pembuatan Media PDY ... 29

3.3.1.4. Pembuatan Media NA miring... 30

3.3.1.5. Pembuatan Media PDA miring ... 30

3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Pengujian Antimikroba) .... 31

3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Pengujian Antimikroba) .. 31

3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit ... 31

3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit... 31

3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok ... 31

3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik ... 32

3.3.3.1. Pemisahan Produk ... 32

3.3.3.2. Pemekatan ... 32

3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen... 33

3.3.4.1. Peremajaan Mikroba Patogen... 33

3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen dengan Spektrofotometer ... 33

(11)

3.3.8.1. Pengenceran dan Metode TPC ... 37

3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count... 38

3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture)... 39

3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 40

3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen ... 40

3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen ... 41

3.4.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen ... 42

3.4. Analisis Data... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit... 45

4.2. Ekstraksi Pelarut ... 47

4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen... 49

4.4. Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen... 51

4.5. Uji Aktivitas Kapang Endofit ... 52

4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ... 52

4.5.2. Uji Aktivitas Antikhamir Kapang Endofit... 62

4.5.3. Uji Aktivitas Antifungi Kapang Endofit... 65

4.6. Identifikasi Morfologi... 69

4.7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Bioautografi ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN... 80

(12)

Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya... 28

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok ... 46

Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit... 48

Tabel 4. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis... 72

Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus.. 73

(13)

Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa... 16

Gambar 3. Staphylococcus aureus... 18

Gambar 4. Escherichia coli... 19

Gambar 5. Bacillus subtilis... 20

Gambar 6. Candida albicans... 22

Gambar 7. Bagan Penelitian... 44

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen... 49

Gambar 9. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Bacillus subtilis... 52

Gambar 10. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Bacillus subtilis... 55

Gambar 11. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Staphylococcus aureus... 56

Gambar 12. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus... 59

Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Escherichia coli... 60

Gambar 14. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Candida albicans... 63

(14)

Gambar 17. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU2... 70

Gambar 18. Salah satu hasil KLT Ekstrak Kapang Endofit... 71

Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis... 74

Gambar 20. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap S. aureus... 74

(15)

Lampiran 2. Hasil Pemekatan Kapang Endofit... 80

Lampiran 3. Gambar Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 81

Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Butanol Kapang Endofit .. 81

Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit ... 82

Lampiran 6. Perhitungan Mikroba Patogen Untuk Bioassay dan Bioautografi.. 82

Lampiran 7. Gambar Hasil Uji Bioassay Kapang Endofit... 84

Lampiran 8. Pengamatan Makroskopis TlU1 dan TlU2 ... 84

Lampiran 9. Gambar Hasil Bioautografi Kapang Endofit ... 86

Lampiran 10. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Bacillus subtilis... 86

Lampiran 11. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Staphylococcus aureus... 87

Lampiran 12. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Escherichia coli... 88

Lampiran 13. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Pseudomonas aeruginosa... 89

Lampiran 14. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Candida albicans... 90

Lampiran 15. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Aspergillus niger... 91

Lampiran 16. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis... 92

Lampiran 17. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus... 94

Lampiran 18. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Escherichia coli... 96

(16)
(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi oleh mikroba patogen tersebut dapat menyebabkan kematian, salah satu contohnya adalah penyakit tuberkulosis atau TBC (Tim Mikrobiologi, 2003). Dalam upaya mengobati infeksi tersebut, sejak abad ke-17, telah digunakan berbagai macam bahan kimia, misalnya untuk mengobati penyakit malaria digunakan ekstrak kulit pohon kina yang mengandung kinin. Kemudian pada tahun 1929, Alexander Fleming menemukan penisilin, suatu senyawa antimikroba yang berasal dari kapang Penicillium notatum. Howard Florey dan Ernst Chain berhasil melakukan uji klinik pertama dan memperlihatkan bahwa penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming mempunyai daya pengobatan yang efektif terhadap penyakit infeksi pada tahun 1940. Sejak itu, dimulailah era pengobatan dengan menggunakan antimikroba (Tim Mikrobiologi, 2003).

(18)

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi antimikroba diantaranya adalah tanaman obat. Indonesia memiliki keanekaragaman berbagai macam jenis tanaman obat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Potensi zat antimikroba pada tanaman-tanaman tersebut berasal dari metabolit sekunder tanaman atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman tersebut (Wahyudi, P. 1997).

Untuk mengambil senyawa antimikroba dari metabolit sekunder tanaman obat secara langsung, dibutuhkan sangat biomassa yang sangat banyak atau bagian dari tanaman tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh senyawa antimikroba tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian tanaman tersebut. Selain itu, Nugroho dan Sukmadi (1998) menyatakan bahwa perhatian utama industri farmasi dan pertanian saat ini ialah pencarian mikroba penghasil senyawa antimikroba baru yang aktif farmakologis. Mikroba ini dipilih sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif (antimikroba), karena lebih mudah penanganannya. Salah satu kelompok mikroba yang dapat digunakan sebagai sumber bahan antimikroba adalah mikroba endofit.

(19)

Tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit penghasil antimikroba diantaranya adalah temu lawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi untuk menghambat mikroba pathogen (Jauhari, L.T. 2008). Dengan adanya kenyataan ini, isolat mikroba endofit dari tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antimikroba baru ataupun jenis obat baru yang lain. Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap mikroba (kapang) endofit tersebut masih sedikit, sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut dan dengan penambahan variasi perlakuan terhadap mikroba (kapang) endofit yang ada dalam tanaman tersebut.

1.2.Perumusan Masalah

Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan antimikroba yang bisa menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Antimikroba tersebut salah satunya dapat diperoleh dari metabolit sekunder tanaman obat atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh metabolit sekunder tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian tanaman tersebut.

(20)

inangnya, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji. Kapang tersebut diisolasi, diekstraksi dengan pelarut organik dan diuji aktivitasnya. Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah butanol dan etil asetat. Diharapkan butanol dan etil asetat bisa menarik molekul zat antimikroba dari kapang endofit tersebut. Setelah itu dilakukanlah uji aktivitas antimikroba. Mikroba uji yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger. Mikroba tersebut digunakan karena patogen bagi makhluk hidup terutama manusia.

Berdasarkan permasalahan yang timbul pada latar belakang maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba ?

2. Apakah zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger) ?

3. Apakah hasil identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba dapat diketahui?

1.3. Hipotesis

Beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

(21)

2. Zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger).

3. Hasil Identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba dapat diketahui.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menyeleksi kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek yang mampu menghasilkan zat antimikroba.

2. Menguji potensi antimikroba dari ekstrak kapang endofit terhadap mikroba patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger).

3. Mengidentifikasi secara morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba.

1.5. Manfaat Penelitian

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroba Endofit

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman

pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan

tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat

mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa

biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau

transfer genetik (genetic recombination) dari tanamaninangnya ke dalam mikroba

endofit(Radji, 2005).

Awalnya keberadaan mikroba endofit diduga bersifat netral, maksudnya tidak memberikan pengaruh baik manfaat maupun kerusakan yang ditimbulkan terhadap tanaman. Ternyata setelah para peneliti mulai mempelajari lebih mendalam, ada hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan tanaman inang terutama peranannya yang sangat penting dalam melindungi tanaman inang terhadap predator dan patogen (Prasetyoputri dan Atmosukarto, 2006).

(23)

mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao, 1994; Worang, 2003).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder

sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat

diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang

diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang

tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih

mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Radji, 2005).

2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman

Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya. Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis (Bacon dan Siegel, 1990).

Proses masuknya mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman inang terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung ditandai dengan masuknya endofit ke dalam bagian internal jaringan pembuluh tanaman dan diturunkan melalui biji, sedangkan secara tidak langsung mikroba endofit hanya menginfeksi bagian eksternal yaitu pada bagian pembungaan (Bacon, 1985).

(24)

merupakan adaptasi dari mikroorganisme endofitik terhadap mikroekologi dan kondisi fisiologi yang spesifik dari masing-masing tanaman (Petrini et al,1992).

2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa mikroba endofit yang dapat menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa lebih dari 30 % kapang endofit yang berhasil diisolasinya memiliki aktivitas terhadap bakteri dan jamur patogen. Banyak kelompok fungi (mikroba) endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992).

Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering

ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan

metabolit sekunder ambuic acid yang berhasiat sebagai antifungi. Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton spp. Ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida albicans (Radji, 2005).

Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh

endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang

diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan

Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap

(25)

berspaktrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea

pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas

antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat

sebagai anti malaria (Radji, 2005).

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al. (1986) dalam Widyati Prihatiningtias (2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B, serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procumbens) dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis (Simarmata dkk, 2007).

2.2. Antibiotika

(26)

Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000 antibiotika, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara komersil. Beberapa antibiotika telah dapat diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin. Bahkan ada yang telah dibuat secara kimia penuh misalnya kloramfenikol dan pirolnitrin (Alexander, 1977).

Mikroorganisme penghasil antibiotika meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotika dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% oleh fungi dan 10% oleh bakteri. Sumber mikroorganisme penghasil antibiotika antara lain berasal dari tumbuhan, tanah, air laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan lain-lain (Alexander, 1977).

2.2.1. Kelompok Antibiotika

Menurut Jawet (1998), dilihat dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika berspektrum luas, efektifitas klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan, sebab efektifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi dan bukan dengan antibiotika yang spektrumnya paling luas. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok (berdasarkan mekanisme kerjanya), yaitu :

(27)

b. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk disini adalah penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin.

c. Antibiotika yang merusak keutuhan membran sel mikroba, termasuk disini adalah polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin.

d. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba, termasuk disini adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, spektinomisin.

e. Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba, termasuk disini adalah rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.

2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain mengganggu pembentukan dinding sel, bereaksi dengan membran sel, menginaktivasi enzim dan menginaktivasi fungsi material genetik.

a. Menggangu pembentukan dinding sel

(28)

juga menyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein (Ardiansyah, 2007).

b. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Ardiansyah, 2007).

c. Menginaktivasi enzim

(29)

d. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan (Ardiansyah, 2007).

2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik

Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji aktivitas antibiotik, di antaranya adalah metode difusi agar. Pada metode ini, zat yang akan ditentukan aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji. Metode difusi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salahsatunya adalah dengan cara cakram (disc).

Pelczar dan ECS Chan (1986), menjelaskan tentang metode difusi dengan cara cakram (disc), yakni kertas cakram yang mengandung antimikroba diletakkan diatas permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai. Setelah itu diamati ada atau tidaknya zona hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling cakram.

(30)

2.3. Identifikasi Kapang

Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris (khususnya pada kapang Penicillium), warna balik koloni (reverse color) dan tetes eksudat (exudates drops) (Ilyas, 2007).

Pengamatan secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi hifa, hubungan ketam (clamp connection), bentuk dan ornamentasi spora (vegetative dan generatif) serta bentuk dan ornamentasi tangkai spora (Gandjar et al, 1999 dalam Ilyas, 2006).

2.4. Mikroba Uji

Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis dan Candida albicans. Berikut ini adalah penjelasannya.

2.4.1. Aspergillus niger

(31)

Gambar 1. Aspergillus niger (www.moldbacteria.com, 2010)

Aspergilosis ialah penyakit jamur yang disebabkan oleh berbagai spesies Aspergillus dan dapat mengenai kulit, kuku dan alat dalam terutama paru-paru dan otak (Gandahusada et al, 1998). Aspergilosis jarang sekali mengenai individu yang normal dan sehat. Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang sudah sakit parah dan lama. Aspergilosis ini dapat di obati dengan vorikonazol, obat ini merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P-450–mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam biosintesis ergosterol jamur (Andra, 2007).

(32)

2.4.2. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa termasuk ke dalam kelompok bakteri gram negatif, berbentuk tangkai, berflagel, dapat tumbuh pada suhu antara 35-420C dan merupakan salah satu species dari genus Pseudomonas yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Dinding selnya tersusun dari lipopolisakarida (LPS) yang terdiri atas 2-keto-3-deoksi-asam oktanat (KDO) dan lipid (Tim Mikrobiologi, 2003).

Infeksi oleh bakteri tersebut terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan pada sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu P. aeruginosa disebut patogen oportunistik yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Kelainan klinis yang ditimbulkan antara lain : infeksi pada luka bakar, infeksi saluran kemih, endokarditis, gastroenteritis, pneumonia dan lain-lain (Tim Mikrobiologi, 2003).

(33)

Umumnya, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap bermacam-macam antimikroba, tetapi masih ada beberapa antimikroba yang efektif untuk mengatasi infeksi oleh bakteri tersebut, antara lain : amikasin, sefotaksim, piperasilin dan vaksin heptavalen (Tim Mikrobiologi, 2003).

Klasifikasi P. aeruginosa sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum proteobacteria, class gamma proteobacteria, ordo pseudomonadales, family pseudomonadaceae, genus Pseudomonas, species Pseudomonas aeruginosa.

2.4.3. Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Sebagian besar bakteri S. aureus pada dinding selnya mengandung protein A yang berikatan dengan peptidoglikan secara kovalen dan asam teikoat (Tim Mikrobiologi, 2003).

(34)

Gambar 3. Staphylococcus aureus (Di koleksi dari Bakteriologi Medik, 13 Maret 2010, pk. 10:18)

Klasifikasi S. aureus sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum firmicutes, class bacilli, ordo bacillales, family staphylococcaceae, genus Staphylococcus, species Staphylococcus aureus.

2.4.4. Escherichia coli

(35)

Suatu contoh dari kelainan karena gangguan flora normal saluran pencernaan adalah summer diarrhea. Pada musim panas, anak-anak yang mengalami infeksi saluran nafas ringan akan mengalami penurunan nafsu makan, sehingga pemasukan cairan menurun sedangkan jumlah makanan yang harus dicerna oleh usus halus menjadi lebih besar. Hal itu menyebabkan jumlah E.coli meningkat dan asam organik yang dibentuk oleh metabolisme basil kolon ini mengakibatkan iritasi pada usus dan menimbulkan sindroma yang disebut summer diarrhea (Tim Mikrobiologi, 2003).

Gambar 4. Escherichia coli (www.cellbiology.med.unsw.edu.au, 2010)

(36)

2.4.5. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik gram positif, mempunyai ciri-ciri sel berbentuk batang pendek (rods), sendiri-sendiri, jarang membentuk rantai, motil dengan flagella peritrich, membentuk endospora berukuran 0,8 x 1,5-1,8 µm; permukaan spora terwarnai pucat. Pada spora yang berkecambah, dinding spora pecah secara melintang.

Koloni bakteri pada medium agar berbentuk bundar, tepi tidak teratur, permukaan tidak mengkilap, menjadi tebal dan keruh (opaque); kadang-kadang. mengkerut dan berwarna krem atau kecoklatan. Bentuk koloni agak bervariasi pada media yang berbeda. Koloni meluas pesat pada medium yang berpermukaan lembab.

Gambar 5. Bacillus subtilis (www.microbelibrary.org, 2010)

(37)

kompleks yang mengandung glukose, pertumbuhan dan fermentasi berlangsung lambat atau lemah; tetapi dengan menambahkan O2 tumbuh cepat serta menghasilkan 2,3- butanediol, asetoin, dan CO2. Bakteri ini mendekomposisi pektin dan polisakarida dari jaringan tanaman, dan beberapa strain membusukkan umbi kentang.

Klasifikasi Bacillus subtillis sebagai berikut : kingdom prokaryota, class shizomycetes, order eubecteriales, family bacillaceae, genus bacillus, species Bacillus subtilis.

2.4.6. Candida albicans

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Candida adalah mikroorganisme yang termasuk dalam khamir, sering ditemukan pada manusia dan binatang sebagai saprofit. Bila terdapat faktor predisposisi (keadaan yang menguntungkan pertumbuhan khamir tersebut), maka Candida dapat menimbulkan penyakit primer atau sekunder. Selain itu, Candida juga dapat menimbulkan penyakit yang mendadak atau menahun (Gandahusada et al, 1998).

(38)

infeksi sekunder. Pada wanita, Candida sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama flour albus (keputihan) yang sering disertai rasa gatal. Kandidiasis vagina dapat juga tanpa gatal, tetapi keluhan yang dikemukakan berupa bertambahnya keputihan bila lelah atau sebelum datang haid (Gandahusada et al, 1998).

Gambar 6. Candida albicans (Jauhari, 2009)

Klasifikasi Candida albicans sebagai berikut : kingdom mycetae, divisi amastigomycota, class deuteromycetes, ordo cryptococcales, family cryptococcaceae, genus Candida, species Candida albicans.

2.5. Tanaman Obat (Inang Kapang Endofit)

(39)

Dengan adanya kenyataan ini, isolat fungi endofit dari tanaman obat memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antibiotik baru ataupun jenis obat baru yang lain. Berikut ini adalah beberapa tanaman obat yang menjadi sumber isolat mikroba endofit yang di uji bioaktivitasnya dalam penelitian ini :

2.5.1. Cocor Bebek (Kalanchoe pinata)

Tanaman ini hidup di daerah tropik, tinggi ± 1 m, herba berdaging, pangkalnya agak berkayu dan tegak. Daunnya berbatang basah, tebal, pinggir beringgit, banyak mengandung air, bentuk daunnya lonjong atau bundar panjang, ujung daun tumpul, pangkal membundar, warna hijau sampai hijau keabu-abuan. Batangnya segi empat, lunak, beruas dan berwarna hijau. Kandungan kimia yang ditemukan pada Kalanchoe pinata adalah : arachidic acid, astragalin, behenic acid, beta amyrin, benzenoids, beta-sitosterol, bryophollenone, bryotoxin C, bufadienolides, caffeic acid, campesterol, cardenolides, cinnamic acid, clionasterol, coumaric acid, epigallocatechin, ferulic acid, flavonoids, kaempferol, oxaloacetate dan steroids ( Redaksi agromedia, 2008).

Beberapa penggunaan tradisional menunjukkan bahwa daun Kalanchoe memiliki aktivitas antibakterial, antivirus dan antikapang. Ekstrak daun Kalanchoe mampu mencegah dan mengobati leishmaniasis (penyakit parasit pada negara tropis yang ditransmisikan oleh gigitan lalat) baik pada manusia maupun binatang (Dyphae, 2008).

(40)

2.5.2. Gambir (Uncaria gambir)

Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang merambat dengan panjang 2-10 m, daun muda bagian bawah berbulu, bunga agak besar berbentuk corong. Kandungan kimia terdapat pada daun yang berupa zat pahit dan zat samak. Kandungan kimia tersebut terdiri dari katekin, kuersetin, huoresetin, lender, lemak dan malam (Redaksi agromedia, 2008).

Klasifikasinya sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo gentianales, famili rubiaceae, genus Uncaria, spesies Uncaria gambir (Gembong, 2005).

2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)

Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Selain itu, temu lawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman segar (Dalimartha, 2000).

(41)

bermacam-macam dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil (Dalimartha, 2000).

Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik. Minyak asiri temu lawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada mikroba Staphylococcus sp. dan Salmonella sp (Dalimartha, 2000).

Kandungan kimia temu lawak antara lain kurkumin, zat tepung, glikosida, toluil metal, karbinol, essoil, abu, 1-sikloisopren myrsen, protein, serat dan kalium oksalat. Rimpang juga mengandung beragam minyak asiri seperti fellandren, turnerol, kanfer, borneol, xantorizol dan sineal (Hariana, 2009).Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak. Diantara manfaat dari rimpang ini adalah ekstrak eter temulawak secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan jamur Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol violaceum (Oehadian et al, 1985). Minyak atsiri Curcuma xanthorrhiza juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara kurkuminoid Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya hambat yang lemah (Oei, 1986).

(42)

2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei)

Ashitaba merupakan sejenis tanaman herbal Asia yang mengandung 11 vitamin, 13 mineral, klorofil, enzim, karoten, germanium, saponin, protein, serat, glukosida, kumarin dan flavonoid yang disebut khalkon yang merupakan antioksidan yang sangat potensial. Ashitaba mempunyai kapasitas penyerapan oksigen radikal (ORAC) yang lebih tinggi dari tanaman herbal lainnya termasuk teh hijau. Ashitaba juga mempunyai kapasitas kelarutan antioksidan dalam air yang lebih efektif dari teh hijau. Kandungan berbagai nutrisi dari ashitaba ini menjadikannya layak untuk dijadikan sebagai makanan kesehatan (Pragosho, 2009).

Ashitaba telah ditanam di Indonesia, salah satunya di Pemangkuan Hutan (RPH), Pasuruan, Jawa Timur. Sampai saat ini pemanfaatannya masih belum optimal, karena ashitaba hanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan makanan kesehatan yang makin meningkat dan penggunaanya yang praktis maka perlu dikembangkan produk olahan ashitaba yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan mudah. Salah satu bentuk pemanfaatan ashitaba sebagai makanan kesehatan adalah pengolahan ashitaba dalam bentuk tablet (Pragosho, 2009).

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia analitik dan laboratorium recovery Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT, Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PuspiTek) Gedung 630 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, mulai bulan Februari – Juli 2009.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

(44)

pinset, plat kaca, paper disc (Advantec), alumunium foil, stirrer, kertas label, gunting, pensil, masker, pipet volumetric, cawan petri (bulat) dan spatula.

3.2.2. Bahan

Isolat-isolat kapang endofit (lihat Tabel 1), n - butanol (BuOH) teknis, etil asetat (EtOAc) teknis, metanol (MeOH) teknis, Potato Dextrose Agar / PDA (Nissui), Potato Dextrose Broth / PDB (Pronadisa), Nutrient Agar / NA (Oxoid), Nutrient Broth / NB (Oxoid), Yeast Extract / YE (Oxoid), bakteri Gram positif (Bacillus subtillis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus Bio-MCC 00015), bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas aeruginosa Bio-MCC 00113), kapang (Aspergillus niger Bio-MCC 00115), khamir (Candida albicans Bio-MCC 00122), ampisilin (Oxoid, cakram kertas, 10 µg), penisilin (Oxoid, cakram kertas, 10 unit), streptomisin (Oxoid, cakram kertas, 10 µg), amoksisilin (Oxoid, cakram kertas, 25 µg), tetrasiklin (Oxoid, cakram kertas, 30 µg) dan nystatin (larutan stok 10.000 ppm / 100 mg nystatin (Sigma) dalam 4 ml dimetil formamide (DMF) dan 6 ml air).

Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya No. Kode Isolat

Kapang Endofit Tanaman

Bagian Yang

2. FE00020 Cocor bebek (Kalanchoe pinata) Daun 3. FE00057 Asitaba (Angelica keiskei) Daun

4. FE00060 Gambir (Uncaria gambir) Buah

Keterangan :

(45)

3.3. Cara Kerja 3.3.1. Pembuatan Media

3.3.1.1. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Media NB sebanyak 6,5 gram dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam beaker glass 1000 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer 500 ml masing-masing sebanyak 100 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.2. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth (PDB)

Media PDB sebanyak 0,66 gram dilarutkan dengan 20 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.3. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY)

(46)

10 Erlenmeyer 500 ml masing-masing 100 ml (duplo). Media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.4. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) miring

Media NA sebanyak 2,8 gram dilarutkan dengan 100 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing sebanyak 8 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar miring dalam tabung reaksi.

3.3.1.5. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) miring

(47)

3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Untuk Pengujian Antimikroba)

Media NA sebanyak 1,96 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat. 3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Untuk Pengujian Antimikroba)

Media PDA sebanyak 2,73 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat.

3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit 3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit

Isolat-isolat kapang endofit masing-masing diinokulasi satu ose ke dalam 5 ml media PDY. Media yang berisi isolat-isolat kapang tersebut diinkubasi dalam shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 3 hari.

3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok

(48)

3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik 3.3.3.1. Pemisahan Produk

Kultur-kultur kocok kapang endofit dikocok sampai homogen dengan vortex mixer. Kultur-kultur tesebut masing-masing dibagi ke dalam 2 erlenmeyer 250 ml sebanyak ± 50 ml ke dalam kultur. Setelah itu, pelarut organik (butanol atau etil asetat) masing-masing sebanyak ± 50 ml ditambahkan ke dalam kultur. Kultur yang telah ditambahkan pelarut tersebut, masing-masing dibagi ke dalam tabung centrifuge. Campuran kultur dan pelarut dalam tabung tersebut di kocok dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit), kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang, tabung tersebut disentrifugasi dengan centrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama 15 menit) untuk memisahkan biomassa, fraksi air dan fraksi pelarut.

Fraksi pelarut organik yang terbentuk, diambil menggunakan mikro pipet dan dimasukkan ke dalam tabung kosong. Fraksi air yang terbentuk, masing-masing ditambahkan butanol atau etil asetat sebanyak volume fraksi air tersebut. Fraksi tersebut di kocok dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit), kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang, tabung tersebut disentrifugasi dengan sentrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama 15 menit). Perlakuan pada fraksi air ini diulang sebanyak 3 kali.

3.3.3.2. Pemekatan

(49)

dipindahkan, tabung konsentrator ditimbang berat kosongnya terlebih dahulu. Setelah ditimbang, fraksi pelarut dituang ke tabung konsentrator masing-masing sebanyak 6 ml. Tabung konsentrator yang telah diisi fraksi pelarut organik dipekatkan dengan konsentrator selama ± 24 jam untuk butanol dan ± 2 jam untuk etil asetat pada suhu 450C. Setelah terbentuk ekstrak kering, tabung tersebut ditimbang kembali berat akhirnya untuk mengetahui berat ekstrak.

3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen 3.3.4.1. Peremajaan Bakteri Patogen

Bakteri patogen yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut masing-masing diinokulasikan satu ose ke dalam medium NA miring, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C.

3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen Dengan Spektrofotometer

(50)

panjang gelombang 620 nm. Dari hasil pengukuran tersebut dibuat kurva pertumbuhan bakteri patogen.

3.3.5. Uji Aktivitas (Bioassay) Antibakteri

Bakteri yang digunakan dalam uji bioaktivitas ini adalah Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :

1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji

Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 15 jam untuk Bacillus subtillis, 7 jam untuk Escherichia coli, 9 jam Pseudomonas aeruginosa dan 11 jam untuk Staphylococcus aureus.

2. Pengujian

Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak 100 µl, Pseudomonas aeruginosa sebanyak 150 µl dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 µl) ditambahkan ke dalam media NA steril (suhu 500C), sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

(51)

sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media NA padat berisi bakteri uji. Paper disc kontrol positif (ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksisilin dan tetrasiklin) dan kontrol negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media NA padat berisi bakteri uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.6. Uji Aktivitas (Bioassay) Antikhamir 1. Pembuatan Kultur Candida albicans

Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 3 hari.

2. Pengujian

Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril (500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

(52)

kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media PDA padat berisi khamir uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media PDA padat berisi khamir uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 24-48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.7. Uji Aktivitas (Bioassay) Antifungi

1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger

Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant. Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3 menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.

2. Pengujian

(53)

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media PDA padat berisi fungi uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media PDA padat berisi fungi uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen

3.3.8.1. Pengenceran dan Metode Total Plate Count (TPC)

Kultur bakteri dan khamir uji masing-masing dikocok dengan vortex mixer. Kultur yang telah dikocok tersebut, diambil 1 ml dan dituang ke dalam 9 ml air steril. Kultur diencerken secara berseri dari pengenceran 10-1 sampai pengenceran 10-8. Hasil pengenceran 10-5 sampai 10-8 ditumbuhkan pada media NA plate untuk bakteri dan PDA plate untuk khamir, dan setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Bakteri dan khamir dituang ke dalam media NA dan PDA secara pour plate, setelah itu diinkubasi dalam inkubator (pada suhu 370C selama

(54)

CFU/ml = Jumlah koloni

Volume mikroba yang ditumbuhkan x pengenceran

Setelah diketahui kerapatan koloni dalam 1 ml media, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah mikroba yang akan ditambahkan ke dalam media uji. Rumusnya adalah :

CFU/ml media = jumlah mikroba yang diperoleh × faktor pengenceran volume media

3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count

Jumlah sel Aspergillus niger dihitung dengan metode Direct Cell Number Count menggunakan haemocytometer. Satu tetes spora A. niger diteteskan pada haemocytometer kemudian haemocytometer ditutup dengan cover glass. Haemacytometer tersebut diletakkan di atas mikroskop dan diamati pada perbesaran 200 kali. Jumlah spora A. niger dihitung secara acak hanya pada 10 kotak dari 25 kotak berukuran sedang yang ada dalam hemacytometer. Hasil perhitungan dijumlahkan dan dimasukkan dalam rumus :

Spora/Unit = Jumlah spora x faktor koreksi penggunaan kotak sampel x haemocytometer grid x faktor pengenceran

(55)

Jumlah spora yang dituang ke dalam media uji dihitung menggunakan rumus :

Spora/ml media = jumlah spora/unit x faktor pengenceran Volume media

3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture)

Identifikasi kapang endofit dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dilakukan dengan cara mengamati warna dan bentuk permukaan koloni kapang yang ditumbuhkan dalam media agar. Secara mikroskopis identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Slide Culture ( Atlas et al, 1984).

Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas saring diletakkan pada dasar cawan petri steril kemudian dibasahi dengan aquadest steril. Kaca objek dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut dan cover glass diletakkan disamping kaca objek, setelah itu cawan petri tersebut ditutup.

(56)

Isolat diinkubasi pada suhu 270C selama 48 jam. Hasil inkubasi diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 100 kali, 200 kali dan 400 kali, kemudian difoto.

3.3.10.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat KLT dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 1 cm. Potongan plat diberi tanda (nama kode isolat pada bagian atas dan tanda titik untuk penotolan ekstrak pada bagian bawah). Sampel (ekstrak) dengan konsentrasi 10 µg/µl dan 20 µg/µl ditotolkan menggunakan tip pipet pada plat KLT sebanyak 15 µl (3 x 15 µl). Setelah itu sampel dikromatografi dengan eluen tertentu dalam wadah elusi tertutup.

Eluen yang digunakan adalah etil asetat, metanol dan butanol dengan variasi perbandingan 100:0, 75:25, 50:50, 25:75 dan 0 :100. Setelah dikromatografi, plat dikeringkan dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Bercak yang terbentuk, digambar dengan pensil dan dihitung Rf-nya.

3.3.11.Uji Bioautografi Bakteri Patogen

Bakteri yang digunakan dalam uji bioautografi ini adalah Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :

1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji

(57)

2. Pengujian

Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak 100 µl dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 µl) ditambahkan ke dalam media NA steril (500C), sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media NA yang berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.3.12.Uji Bioautografi Khamir Patogen 1. Pembuatan Kultur Candida albicans

Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 3 hari.

2. Pengujian

(58)

yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.3.13.Uji Bioautografi Fungi Patogen

1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger

Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant. Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3 menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.

2. Pengujian

(59)

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.4. Analisis Data

(60)

3 X 3 X

(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit

Kultur bibit dan kultur kocok merupakan tahap pertama dalam seleksi

kapang endofit penghasil antimikroba. Tujuan kultur bibit dan kultur kocok ini

adalah untuk menumbuhkan isolat-isolat kapang endofit dari kultur stok

(tersimpan dalam media lama) ke dalam media yang baru. Hasil yang didapatkan

dari kultur bibit dan kultur kocok tersebut adalah terbentuknya dua macam bentuk

miselium dan terjadinya perubahan warna medium (tabel 2).

Terbentuknya miselium berwarna putih seperti kapas yang menempel pada

dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang

melayang-layang dalam medium diakibatkan oleh proses pertumbuhan kapang.

Proses pertumbuhan kapang dimulai dari spora atau konidia, spora atau konidia

tersebut tumbuh menjadi miselium-miselium. Karena ditumbuhkan dalam

medium cair yang digoyang, maka miselium-miselium tersebut bersentuhan satu

sama lain sehingga membentuk dua macam miselium (lampiran 2).

Warna media PDB dalam erlenmeyer berubah dari awalnya kuning bening

menjadi kuning kecoklatan, seperti yang terjadi pada kultur kocok FE00057,

FE00020 dan FE00060. Sedangkan pada kultur kocok TlU1 dan TlU2, warna

media PDB berubah menjadi kuning pekat. Terjadi perubahan warna pada media

(62)

dalam medium. Kapang tersebut diduga mengeluarkan metabolit primer dan

metabolit sekunder.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok

No.

Kode

Isolat Gambar Hasil Pengamatan

1. FE00057 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan.

2. TlU1 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning pekat.

3. TlU2 Terbentuk dua macam

(63)

4. FE00020 Terbentuk dua macam miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan.

5. FE00060 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan.

4.2. Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi pelarut adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan

perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Ekstraksi

pelarut ini bertujuan untuk memisahkan antara fraksi air (biomassa dan

supernatant) dan fraksi pelarut organik. Pelarut yang digunakan adalah butanol

dan etil asetat. Butanol merupakan pelarut polar yang diharapkan dapat

mengambil zat aktif dari hasil kultur kocok kapang endofit. Sedangkan etil asetat

merupakan pelarut semi polar yang diharapkan juga dapat mengambil zat aktif

(64)

untuk mengetahui pelarut manakah yang lebih efektif untuk mengikat senyawa

yang ada didalam kultur kapang endofit tersebut.

Setelah butanol dan etil asetat masing-masing ditambahkan ke dalam

kultur endofit dan disentrifugasi, maka hasil yang didapatkan adalah terpisahnya

antara fraksi air (biomassa dan supernatan) dan fraksi pelarut organik.

Terpisahnya antara fraksi air dan fraksi pelarut organik terjadi karena zat aktif dari

kultur-kultur endofit tertarik oleh butanol dan etil asetat.

Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit

No. Kode Isolat Berat Ekstrak Butanol Berat Ekstrak Etil Asetat

1. FE00057 A 0,0393 gram 0,0241 gram

Setelah terpisah antara biomassa dan supernatan, dilakukan pemekatan.

Hasil pemekatan dapat dilihat pada tabel 3. Pemekatan ini dilakukan untuk

mengetahui berat ekstrak dari masing-masing ekstrak kultur endofit. Dari tabel

tersebut diketahui bahwa berat masing-masing ekstrak berbeda. Perbedaan berat

ekstrak ini dikarenakan biomassa masing kapang berbeda. Berat

masing-masing dari ekstrak kultur tersebut nantinya akan ditambahkan sejumlah pelarut

(65)

4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

Bakteri patogen atau bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bakteri gram positif (Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus) dan

bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa). Tujuan

pembuatan kurva pertumbuhan ini adalah untuk mengetahui fase logaritmik dari

masing-masing bakteri uji. Fase logaritmik ini merupakan fase yang cocok untuk

pengujian antimikroba. Suatu zat antimikroba ketika akan diuji aktivitas

antimikrobanya, maka bakteri uji yang digunakan harus dalam keadaan fase aktif

pembelahan sel dengan laju yang konstan. Hasil dari kurva pertumbuhan

bakteri-bakteri patogen tersebut dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa

bakteri Bacillus subtilis mengalami fase logaritmik dan stasioner. Fase logaritmik

(66)

pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka bakteri

Bacillus subtilis tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-15 (fase logaritmik).

Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri

Staphylococcus aureus mengalami fase logaritmik mulai pada jam ke-2 sampai jam ke-11 dan fase stasioner pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas

(bioassay), maka bakteri Staphylococcus aureus tersebut ditumbuhkan sampai jam

ke-11 (fase logaritmik).

Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa

bakteri Escherichia coli mengalami fase logartmik pada jam ke-2 sampai jam ke-7

dan fase kematian pada jam ke-9. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay),

maka bakteri Escherichia coli tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-7 (fase

logaritmik).

Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri

Pseudomonas aeruginosa mengalami fase logaritmik pada jam ke-0 sampai jam ke-9 dan fase kematian dimulai pada jam ke-9. Pseudomonas aeruginosa tidak

mengalami fase adaptasi. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka

bakteri Pseudomonas aeruginosa tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-9 (fase

logaritmik).

B. subtilis ditumbuhkan sampai jam ke-15, S. aureus ditumbuhkan sampai jam ke-11, E. coli ditumbuhkan sampai jam ke-7 dan P. aeruginosa ditumbuhkan

sampai jam ke-9 (fase logaritmik) karena pada jam tersebut, masing-masing

bakteri patogen sedang aktif melakukan pembelahan sel dengan laju yang konstan,

(67)

tersebut merupakan kondisi yang tepat ketika bakteri-bakteri patogen tersebut

akan diuji dengan pengujian antimikroba.

4.4. Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen

Kultur-kultur mikroba uji, sebelum digunakan dalam pengujian, terlebih

dahulu dihitung jumlah koloni mikroba tersebut. Perhitungan mikroba uji ini ada 2

metode, yaitu Total Plate Count dan Direct Cell Number Count. Perhitungan

koloni bakteri dan khamir uji menggunakan metode Total Plate Count (Lampiran

6), sedangkan perhitungan fungi uji menggunakan metode Direct Cell Number

Count (Lampiran 6).

Dari hasil perhitungan bakteri uji, dapat diketahui bahwa dalam 1 ml

suspensi B. subtilis terdapat 8,1 x 107 CFU (Colony Forming Unit)/ml. Untuk

mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dalam 70 ml media NA

dibutuhkan 900 µl suspensi B. subtilis. Suspensi S. aureus mengandung 3,91 x 108

CFU/ml. Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 106 CFU/ml, dibutuhkan

200 µl suspensi S. aureus. Suspensi E. coli mengandung 23,2 x 108 CFU/ml.

Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dibutuhkan 100

µl suspensi E.coli. Suspensi P. aeruginosa mengandung 5,45 x 108 CFU/ml.

Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 106 CFU/ml, dibutuhkan 150 µl

suspensi P. aeruginosa.

Hasil perhitungan khamir uji, diketahui bahwa dalam 1 ml suspensi C.

albicans mengandung 2,69 x 108 CFU/ml. Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dalam 70 ml media PDA dibutuhkan 400 µl suspensi C.

(68)

ditambahkan ke dalam 70 ml media PDA steril, sehingga kerapatan spora dalam

media tersebut sejumlah 1 x 106 CFU/ml.

4.5. Uji Aktivitas Kapang Endofit

Aktivitas antimikroba isolat-isolat kapang endofit dapat diketahui dengan

mengukur diameter zona hambat dari masing-masing ekstrak (butanol dan etil

asetat) yang sudah dilarutkan dengan pelarut organik (metanol dan etil asetat).

Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah Paper disc Agar Diffusion

Assay atau difusi cara cakram.

4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit

a. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis

Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Bacillus subtilis

ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.

(69)

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat

kapang endofit yang diekstraksi dengan pelarut butanol dan etil asetat, terdapat

lima isolat yang memiliki aktivitas antimikroba. Isolat-isolat tersebut adalah

FE00057A, TlU2A, TlU2B, TlU1A dan TlU1B.

Isolat kapang endofit FE00057A (berasal dari tanaman ashitaba) yang

diekstrak dengan butanol dan etil asetat memiliki aktivitas menghambat

pertumbuhan Bacillus subtillis dengan diameter zona hambat sebesar 8,07 mm

dan 7,22 mm. Isolat tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder berupa

antibakteri, walaupun ukuran diameter zona hambatnya tidak besar. Hal ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa dalam tanaman ashitaba terdapat senyawa

chalcone sebagai antibakteri (Inamori et al, 1991). Senyawa chalcone ini diduga

dimiliki juga oleh kapang endofit FE00057A yang bersimbiosis dengan ashitaba.

Dari data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa senyawa antimikroba

yang dihasilkan oleh isolat FE00057A bersifat polar. Hal ini dapat diketahui dari

nilai diameter zona hambat yang dihasilkan, yakni zona hambat yang dihasilkan

oleh ekstrak butanol lebih besar dibandingkan dengan zona hambat yang

dihasilkan oleh ekstrak etil asetat. Sedangkan ekstrak butanol dan etil asetat isolat

FE00057B tidak dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Hal ini

dikarenakan setiap isolat kapang memiliki kondisi pertumbuhan yang berbeda.

Selain itu ada faktor lingkungan yang mempengaruhi kondisi pertumbuhan

kapang tersebut.

Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur isolat TlU (berasal dari umbi

Gambar

Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus.. 73
Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis................ 74
Gambar 2.  Pseudomonas aeruginosa (www. microbiologybytes.com, 2010)
Gambar 3. Staphylococcus aureus (Di koleksi dari Bakteriologi Medik,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan suatu kebanggaan bagi peneliti, karena setelah melalui berbagai tantangan dan ujian serta perjuangan yang besar, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi

Setelah memberikan treatment se- lama 2x pertemuan, maka pada pertemuan ke 3 dosen yang bertindak sebagai peneliti mengadakan tes untuk mengukur pengaruh

Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan standar asuhan kebidanan yang meliputi pengkajian data, perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan, perencanaan,

skor di atas kelompok rata-rata berjumlah sebanyak 17 orang (42,50%) dan yang berada dalam skor kelompok rata-rata tidak ada satu orangpun yang memilikinya.. 35

Unifield Modeling Language (UML) dapat diaplikasikan untuk 1) Merancang perangkat lunak, 2) Komunikasi perangkat lunak dengan proses bisnis, 3) Menjabarkan sistem

Hasil yang di dapatkan dalam penelitian didapatkan bahwa dari tiga dimensi LibQual +TM diketahui bahwa dimensi affect of service indikator yang memiliki hasil mean

Pengertian tentang Taman Bacaan Masyarakat dalam Petunjuk Teknis TBM Ruang Publik (2012) adalah lembaga pembudayaan kegemaran membaca masyarakat yang menyediakan

Dalam penelitian ini dikaji tentang konversi abu layang menjadi MCM-41 dan pengaruh rasio mol Si/Al terhadap karakter struktur MCM-41 hasil sintesis seperti kristalinitas,