• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays) DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays) DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays)

DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)

SKRIPSI

Oleh

Novidha Satya Ningtyas 111710101026

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

ii

KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays)

DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (S1)

dan mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Oleh

Novidha Satya Ningtyas 111710101026

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

iii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah dan nikmat yang luar

biasa kepada saya;

2. Orang tua tercinta M. Anang Yanuar Efendi dan Sati‟atun Terimakasih

telah menjadi orangtua terhebat, terimakasih untuk segala doa, kasih

sayang, dukungan, bimbingan, perhatian dan kesabaran menunggu

kesuksesan saya;

3. Anwar Syarifudiin Fajri yang super menjengkelkan terimakasih semangat,

doa, dan bantuannya;

4. Adek kandung Adhitya Dwi P. yang memberi semangat dan mendoakan;

5. Semua pahlawan tanpa tanda jasa saya. Tarimakasih telah mendidik dan

memberikan ilmu kepada saya.

6. Sahabat-sahabatku selama TK, SD, SMP, SMA dan kuliah dari semester

satu sampai akhir masa atas segala doa, semangat, hiburan dan kasih

sayang;

(4)

iv MOTO

“ Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya

kepada Tuhanmulah engkau berharap” ( QS. Al-Insyirah : 6-8)*)

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi

(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,

sedang kamu tidak mengetahui.

(QS. Al-Baqarah (1): 216)*)

Man Jadda Wa Jadda, Man Shabara Zhafira

(Barang siapa bersungguh-sungguh akan sukses dan barang siapa bersabar akan

beruntung.)***)

*) Departemen Agama Republik Indonesia. 1998. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

(5)
(6)

vi SKRIPSI

KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays)

DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)

Oleh

Novidha Satya Ningtyas 111710101026

Pembimbing:

Dosen Pembimbing Utama : Dr. Ir. Maryanto M.Eng

(7)
(8)

viii RINGKASAN

Karakteristik Cookies Terigu yang Disubstitusi Campuran Tepung Kecambah Jagung (Zea mays) dan Tepung Gembolo (Dioscorea bulbifera L.); Novidha Satya Ningtyas, 111710101026; 2015: 80halaman; Jurusan Teknologi

Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan

lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang

potongannya bertekstur padat. Cookiesdengan kandungan fungsional masih jarang

dikembangkan. Salah satu bahan yang dapat disubstitusikan untuk pembuatan

cookiesyang memiliki kandungan fungsional yaitu tepung kecambah jagung.

Setiap 100 g tepung kecambah jagung memiliki kandungan vitamin C sebesar

15,99 mg, vitamin E sebesar 596,6993 mg, total fenol sebesar 2367,06 ppm.

Selama ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cookiesadalah

tepung gandum (terigu) sehingga mengakibatkan import gandum terus meningkat.

Kandungan gluten tidak berpengaruh pada pembuatan cookiessehingga

memungkinkan penggunaan komoditi lokal. Adanya perbedaan sifat fisikokimia

antara terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh terhadap karakteristik

cookies yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan untuk

memperbaiki teksturnya. Salah satu bahan yang dapat memperbaiki tekstur dari

cookiesadalah gembolo.

Pada gembolo terdapat polisakarida larut air (PLA) yang berfungsi untuk

meningkatkan kekompakan matrik gel dan mengurangi struktur berongga

sehingga akan memperbaiki tekstur dari cookies. Penggunaan tepung gembolo

perlu dibatasi karena pada gembolo terdapat saponin sehingga memberikan rasa

pahit. Tujuan penelitian ini yaitu (1) mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan

organoleptik cookies dari terigu yang disubstitusi campuran tepung kecambah

(9)

ix

cookiesdari terigu yang disubstitusi campuran tepung kecambah jagung dan

tepung gembolo sehingga dihasilkan cookies dengan sifat-sifatbaik dan disukai.

Penelitian ini terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap pertama persiapan

bahan dan penepungan. Tahap kedua adalah formulasi dan pembuatan cookies.

Tahap ketiga analisis sifat fisik, analisis sifat kimia, dan uji

organoleptik.Substitusi tepung kecambah jagung, dan tepung gembolo sebesar 50

% total adonan sehingga didapatkan formulasi A1 (35:15), A2 (38:12), A3 (41:9),

A4 (44:6), A5 (47 : 3) dengan jumlah terigu sebesar 50 % dan bahan pelengkap

yang di tambahkan jumlahnya tetap tiap formula. Selain formula tersebut terdapat

juga formula kontrol dengan 100% terigu. Rancangan percobaan yang digunakan

dalampenelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali

ulangan tiap perlakuan.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

Analisis Sidik Ragam, untuk mengetahui adanya perbedaan maka uji dilanjutkan

menggunakan DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) dengan taraf uji 5%.

Semakin besar substitusi tepung kecambah jagung dan semakin sedikit

substitusi tepung gembolo pada pembuatan cookiescenderung meningkatkan

lightness, chroma, hue, aktivitas antioksidan, dan nilai organoleptik (warna,

aroma, rasa, kerenyahan, dan keseluruhan) sedangkan tekstur, kadar air,dan kadar

protein cenderung mengalami penurunan. Formula merupakan formula terbaik

dengannilai tekstur sebesar 516,90 g/1mm, nilai kecerahan sebesar 76,08, chroma

sebesar 35,15, derajat hue yang dihasilkan 106,16 menunjukkan warna kuning,

kadar air sebesar 2,43%, kadar protein berkisar 7,1%bk, aktivitas antioksidan

sebesar 38,47%, dan tingkat kesukaan warna sebesar 3,76, aroma sebesar 3,56,

(10)

x SUMMARY

Characteristics of Wheat Cookies Subtituted by Mixed of Maize Sprout (Zea

mays) and Gembolo (DioscoreaBulbifera L.) Flour; Novidha Satya Ningtyas, 111710101026; 2015: 80page; Department of Agricultural Product Technology,

Faculty of Agriculture Technology, Jember University.

Cookies is one of kind a biscuit and made of soft dough, it has fatty, it‟s

more crispy if broken and it has solid texture. Cookies with a functional content

still rarely developed. One of the materials that can make substituted for making

of cookies that contain a functional that maize sprout flour. Each 100 g maize

sprout flour contains 15.99 mg of vitamin C, vitamin E 596.6993 mg, total

phenols at 2367.06 ppm.

During this time, the main ingredient is used in the manufacture of cookies

such as wheat flour that can make import wheat immediatly increase. The content

gluten gives no effect on making cookies that allows the use of local

commodities. The discrepancies in physicochemical properties between wheat

maize sprout flour affect the characteristics of the resulting of cookies. So that, it

needs a material to improve the texture. One of the ingredients that able improve

texture of cookies is gembolo.

Gembolo contained water-soluble polysaccharides (PLA), which function

to increase cohesiveness of gel matrix and reduce hollow structure that will repair

texture of cookies. The use gembolo flour should be limited because there is a

saponin in gembolo. So that, it gives a bitter taste. The purpose of this research is

(1) knowing the characteristics of the physical, chemical and organoleptic cookies

of wheat substituted flour mixture sprouts maize and flour gembolo (2) knowing

the best formula of making cookies from wheat substituted mix sprouts maize and

gembolo flour to produce cookies with good qualities and preferred.

This reseach divided into three steps. First step prepare the ingredient and

flouring of maize sprout and flouring of gembolo. Second step has formulation

(11)

xi

organoleptic test. Subtitution maize sprout flour and gembolo flour as 50% dough

that gets formulation A1 (35:15), A2 (38:12), A3 (41:9), A4 (44:6), A5 (47 : 3)

and the total of wheat flour as 50% and complement ingredient that added total

component has each formulation. Beside of formulation, it has control formulation

as 100% of wheat flour. In this reseach uses completely randomized design

(CRD) with three replicates each treatment. The data was analyzed using analysis

ANOVA, to determine the differences in the test continued using DNMRT

(Duncan New Multiple Range Test) with a test level of 5%.

The greater the substitution of flour sprouts maize and the less substitution

of flour gembolo in making cookies to increase the lightness, chroma, hue,

antioxidant activity, and organoleptic value (color, flavour, taste, crispness, and

overall), while the texture, moisture content and protein content

decrease.Formulation A5 is the best formulation with texture value 526,90g/l mm,

lightnes 76,08, chroma 35,15, hue degree is 106,16 shows yellow, value of water

is 2,43%,, value of protein 7,1%bk, antioksidan activty 38,47% and level

organoleptic testing color is 3,76, flavor 3,56, taste 3,52, crispy 3,56, and total of

(12)

xii PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “Karakteristik

Cookies Terigu yang Disubstitusi Campuran Tepung Kecambah Jagung (Zea

mays) dan Tepung Gembolo (Dioscorea bulbifera L.)”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Jember.

Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini diantaranya:

1. Dr. Yuli Witono, S. TP., M.P. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Jember;

2. Ir. Giyarto M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian;

3. Dr. Ir. Maryanto M.Eng selaku dosen pembimbing utama dan Ir. Wiwik Siti

Windrati M.P. selaku dosen pembimbing anggota atas kesabaran, waktu dan

pikiran guna memberikan bimbingan, semangat, nasehat dan pengarahan

demi kemajuan penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini;

4. Ir. Yhulia Praptiningsih S., M.S. dan Miftahul Choiron, S.TP., M.Sc atas

saran dan evaluasi demi perbaikan penulisan skripsi;

5. Kedua orang tuaku, Bapak Anang Yanuar Efendi dan Ibu Sati‟atun atas iringan do‟a tanpa henti, atas nasihat dan petuah, kasih sayang, semangat dan doa restu;

7. Anwar Syarifuddin Fajri dan Adekku Adhitya Dwi P. yang telah memberikan

masukan dan semangat;

8. Teknisi (mbak Wim, mbak Ketut, mbak Sari) dan seluruh teman-teman

seperjuangan di Laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian dan

9. Bapak ibu dosen beserta segenap civitas akademika di lingkungan Fakultas

Teknologi Pertanian, Universitas Jember;

10. Sahabatku Dita, Sekar, Intan, Echy, Alfiah,Diyah, mb Alfiana dan

(13)

xiii

11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moril

maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini terdapat banyak

kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu setiap kritik dan saran yang

berguna bagi penyempurnaan Karya Ilmiah Tertulis ini akan penulis terima

dengan hati yang terbuka dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jember, 03 Nopember 2015

(14)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN PEMBIMBINGAN ... vi

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

RINGKASAN ... viii

SUMMARY ... x

PRAKATA ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Terigu ... 4

2.2 Jagung dan Tepung Kecambah Jagung ... 5

2.3 Gembolo dan Tepung Gembolo ... 8

2.4 Cookies ... 11

2.5 Pangan Fungsional ... 12

2.6 Bahan – Bahan Pembuat Cookies ... 13

2.6.1 Garam ... 13

(15)

xv

2.6.3 Margarin ... 14

2.6.4 Gula ... 15

2.6.5 Susu Skim ... 15

2.6.6 Kuning Telur ... 16

2.6.7 Baking Powder... 16

2.7 Perubahan – Perubahan yang terjadi selama proses pembuatan Cookies ... 16

2.7.1 Gelatinisasi ... 17

2.7.2 Koagulasi Protein ... 17

2.7.3 Penurunan Kadar Air ... 17

2.7.4 Pencoklatan (Browning) ... 18

2.8 Syarat Mutu Cookies ... 19

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 21

3.2.1 Bahan Penelitian ... 21

3.2.2 Alat Penelitian ... 21

3.3 Rancangan Penelitian ... 21

3.3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 21

3.3.2 Pembuatan Tepung Kecambah Jagung ... 22

3.3.3 Pembuatan Tepung Gembolo ... 23

3.3.4 Pembuatan Cookies ... 25

3.4 Rancangan Percobaan ... 27

3.5 Parameter Pengamatan ... 27

3.6 Prosedur Analisis ... 28

3.6.1 Tekstur ... 28

3.6.2 Warna ... 28

3.6.3 Kadar Air ... 29

3.6.4 Kadar Protein Metode Mikro Kjeldal ... 30

3.6.5 Aktivitas Antioksidan ... 30

(16)

xvi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Karakteristik Fisik Cookies ... 32

4.1.1 Tekstur ... 32

4.1.2 Warna ... 33

4.2 Karakteristik Kimia Cookies ... 37

4.2.1 Kadar Air ... 37

4.2.2 Protein ... 38

4.2.3 Aktivitas Antioksidan ... 39

4.3 Nilai Organoleptik Cookies ... 40

4.3.1 Warna ... 41

4.3.2 Aroma ... 42

4.3.3 Rasa ... 44

4.3.4 Kerenyahan ... 45

4.3.5 Keseluruhan ... 46

4.4 Formula Terbaik ... 47

BAB 5. PENUTUP ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Gembolo (Dioscorea bulbifera L.) ... 9

3.1 Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 22

3.2 Diagram alir pembuatan tepung kecambah jagung ... 23

3.3 Diagram alir pembuatan tepung gembolo... 24

3.4 Diagram alir penelitian pembuatan Cookies ... 26

4.1 Tekstur cookies ... 32

4.2 Kenampakan cookies hasil formulasi ... 33

4.3 Kecerahan Cookies ... 34

4.4 Nilai chroma Cookies ... 35

4.5 Nilai Hue Cookies ... 36

4.6 Kadar air Cookies ... 37

4.7 Kadar protein Cookies ... 39

4.8 Aktivitas antioksidan Cookies ... 40

4.9 Nilai kesukaan warna Cookies ... 41

4.10 Nilai kesukaan aroma Cookies... 43

4.11 Nilai kesukaan rasa Cookies ... 44

4.12 Nilai kesukaan kerenyahan Cookies ... 45

4.13 Nilai kesukaan keseluruhan Cookies ... 47

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Komposisi kimia jagung ... 5

2.2 Perbandingan komposisi tepung jagung dan kecambah jagung ... 8

2.3 Kandungan gizi umbi gembolo ... 10

2.4 Karakteristik dan tepung gembolo Blanching ... 11

2.5 Syarat mutu biskuit (SNI 2973:2011) ... 19

3.1 Komposisi bahan dalam per 100 gram tepung ... 25

3.2 Konsentrasi campuran ... 27

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. TEKSTUR ... 55

B. LIGHTNESS ... 57

C. CHROMA ... 59

D. HUE ... 61

E. KADAR AIR ... 63

F. KADAR PROTEIN ... 64

G. KADAR ANTIOKSIDAN... 66

H. UJI ORGANOLEPTIK WARNA ... 68

I. UJI ORGANOLEPTIK AROMA ... 70

J. UJI ORGANOLEPTIK RASA ... 72

K. UJI ORGANOLEPTIK KERENYAHAN ... 74

L. UJI ORGANOLEPTIK KESELURUHAN ... 76

M. KUISIONER UJI ORGANOLEPTIK ... 78

[image:19.595.45.564.174.688.2]
(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan

lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang

potongannya bertekstur padat (BSN, 1992). Cookies termasuk salah satu variasi

pendamping makanan yang dapat dikonsumsi berbagai usia dan banyak disukai

oleh konsumen. Cookies adalah pangan olahan kering sehingga berkarakteristik

lebih tahan lama dibandingkan dengan olahan pangan basah. Cookiesdengan

kandungan komponen fungsional masih jarang dikembangkan. Salah satu bahan

yang dapat disubstitusikan untuk pembuatan cookiesyang memiliki kandungan

komponen fungsional yaitu tepung kecambah jagung.Cookies yang demikian

termasuk pangan fungsional.

Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih

komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi

fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.

Pengelompokkan komponen senyawa dalam makanan fungsional yaitu serat

makanan (dietary fiber), oligosakarida, gula alkohol, asam amino, peptida

dan protein tertentu, glikosida, alcohol, isoprenoid dan vitamin, kolin, mineral,

bakteri asam laktat, asam lemak tidak jenuh, serta fitokimia

dan antioksidan(BPOM, 2005).

Jagung (Zea mays) mempunyai peran strategis perekonomian nasional

karena fungsinya yang multiguna. Pada tahun 2014 produksi jagung secara

nasional sebesar 19,03 juta ton (BPS, 2015). Modifikasi enzimatis diperlukan

untuk meningkatkan karakteristik fisikokimia dan fungsional dari tepung

jagung.Salah satu cara modifikasi yaitu dengan proses perkecambahan.

Keunggulan tepung kecambah jagung diantaranya nilai gizi dan karakteristik

fungsionalnya lebih baik (Aminah dan Hersoelistyorini, 2012) serta tektur tepung

lebih halus (Suarni dkk., 2005). Setiap 100 g tepung kecambah jagung memiliki

kandungan vitamin C sebesar 15,99 mg, vitamin E sebesar 596,6993 mg, total

(21)

Selama ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan

cookiesadalah tepung gandum (terigu) sehingga mengakibatkan import gandum

terus meningkat. Badan Pusat Statistik (2015) melaporkan bahwa jumlah impor

gandum pada tahun 2014 mencapai 7,43 juta ton meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya yaitu 6,43 juta ton. Konsumsi terigu untuk biskuit sebesar 15 % dari

total konsumsi terigu nasional (Aptindo, 2003). Angka impor gandum yang tinggi

akan mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.

Kue kering (cookies) memerlukan terigu dengan kadar protein rendah

sebesar 8%-9,5%. Kandungan gluten tidak berpengaruh pada pembuatan cookies,

cookiestidak memerlukan bahan dasar yang volumenya dapat berkembang besar,

sehingga cookiesdapat dibuat dengan menggunakan tepung yang mengandung

gluten <1% (Rosmisari, 2006). Sehingga memungkinkan penggunaan komoditi

lokal. Tepung kecambah jagung dapat digunakan sebagai penstubtitusi terigu

dalam pembuatan cookies. Adanya perbedaan sifat fisikokimia antara terigu

dengan tepung kecambah jagung berpengaruh terhadap karakteristik cookies yang

dihasilkan terutama tekstur. Semakin besar substitusi tepung kecambah jagung

akan membuat teksturnya menjadi berpasir (sandiness). Oleh karena itu

diperlukan suatu bahan untuk memperbaiki teksturnya. Salah satu bahan yang

dapat memperbaiki tekstur dari cookiesadalah tepung gembolo.

Tepung gembolo memiliki kandungan karbohidrat sebesar 84,01 % bk

termasuk polisakarida larut air (PLA) (Sintyaningrum, 2012). Polisakarida larut

air (PLA) dari kelompok Dioscorea mengandung polisakarida utama glukomanan.

PLA merupakan hidrokoloid. Penambahan hidrokoloid akan meningkatkan

kekompakan matrik gel dan mengurangi struktur berongga sehingga akan

memperbaiki tekstur dari cookies. Penggunaan tepung gembolo perlu

dibatasikarena pada gembolo terdapat diosgenin yang termasuk golongan saponin.

Saponin memiliki sifat pahit (Fellows, 2000).

1.2 Rumusan Masalah

Tepung kecambah jagung dan tepung gembolo mempunyai potensi

(22)

Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah substitusi tepung kecambah

jagung tidak dapat terlalu banyak karena akan mempengaruhi tekstur dari

cookiesselain itu pada tepung gembolo terdapat diosgenin yang akan

mempengaruhi rasa dari cookies.Bagaimana formulasi yang tepat campuran

tepung kecambah jagung dan tepung gembolo untuk substitusi terigu hingga

dihasilkan cookies dengan sifat-sifat baik dan disukai belum diketahui sehingga

perlu diteliti.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik cookies dari

terigu yang disubstitusi campuran tepung kecambah jagung dan tepung

gembolo

2. Mengetahui formula terbaik pembuatan cookiesdari terigu yang

disubstitusi campuran tepung kecambah jagung dan tepung gembolo

sehingga dihasilkan cookies dengan sifat-sifat masih baik dan disukai.

1.4 Manfaat

1. Mengurangi ketergantungan penggunaan terhadap terigu sebagai upaya

diversifikasi pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional

2. Meningkatkan daya guna dan nilai ekonomis jagung dan gembolo

3. Memberikan informasi tentang pembuatan cookiesdari terigu yang

(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terigu

Terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum bagian dalam

(endosperma) tanpa melibatkan bagan lembaga dan dedak (lapisan luar)

(Astawan, 2009). Terigu memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung yang

lain. Terigu terbuat dari biji gandum yang mengandung protein (gluten). Terigu

memiliki kandungan protein unik yang membentuk suatu massa lengket dan

elastis ketika dibasahi air. Komponen terbesar terigu yaitu pati berkisar 70% dan

protein sebesar 13 %. Protein yang terdapat pada terigu terdiri dari 15% non

gluten dan 85% gluten. Protein non-gluten terdiri dari 60% albumin dan 40%

globulin. Sementara protein gluten terdiri dari gliadin dengan berat molekul

rendah dan bersifat polar serta glutein dengan berat molekul tinggi dan bersifat

non polar (Fitrasari, 2009).

Setiap varietas biji gandum memiliki kandungan gluten yang

berbeda-beda, karenanya dipasaran beredar berbagai jenis terigu (Sutomo, 2012). Ada tiga

jenis terigu dipasaran yang digunakan dalam pembuatan kue yaitu:

Menurut Syarbini (2013), Terigu dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan

kandungan protein, yaitu :

a. Terigu dengan kandungan protein tinggi ( Hard Flour ). Tepung ini memiliki

kandungan protein antara 12%-14% yang sangat baik untuk pembuatan aneka

macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena memiliki tingkat elastisitas

dan kekenyalan yang kuat sehingga mie yang dihasilkan tidak mudah putus.

b. Terigu dengan kandungan protein sedang ( Medium Flour ). Tepung ini

biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki kandungan protein

antara 10%-11,5% yang cocok digunakan untuk pembuatan aneka cake, mie

basah, pastry, dan bolu.

c. Terigu dengan kandungan protein rendah ( Soft Flour ). Terigu dengan

kandungan protein 8%-9,5% ini tidak memerlukan tingkat kekenyalan namun

tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan cookies, wafer, dan aneka

(24)

2.2 Jagung dan Tepung Kecambah Jagung

Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji –

bijian dari keluarga rerumputan (graminae) dan tergolong tanaman semusim.

Jagung adalah salah satu bahan pangan sumber energi yang berpotensi sebagai

pengganti nasi, karena nilai kalori jagung setara dengan nilai kalori nasi. Selain

itu, jagung juga memiliki kandungan serat kasar yang dibutuhkan tubuh (dietary

fiber), lemak esensial, zat besi (Fe), dan karoten (pro vitamin A) (Suarni, 2009).

Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji

jagung adalah karbohidrat (72% dari berat) yang sebagian besar berisi pati dan

mayoritas terdapat pada endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86 % pati

dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan yaitu amilosa dan

amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan

amilopektin sekitar 70-75%.

Gula dalam biji jagung terdapat dalam bentuk monosakarida (D-glukosa

dan D-fruktosa), disakarida terbanyak dalam biji jagung (2-3 mg per endosprema).

Sedangkan maltosa, trisakarida, dan oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit.

Adapun phytate (hexaphosphoric ester dari myoinositol) diketahui sebagai

satu-satunya gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate

ditemukan di dalam skutelum dan 10%-nya terdapat di dalam alcuron (Boyer dan

Shannon,2003). Pada jagung terdapat pigmen xantofil yang tergolong senyawa

karotenoid. Menurut Watson dalam Merdiyanti (2008), kandungan pigmen

xantofilpada jagung rata – rata mencapai 23mg/kg. Adanya pigmen xantofil ini

memberikan warna kuning alami pada jagung dan produk olahannya. Komposisi

kimia dari jagung ditunjukkan oleh Tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi kimia jagung

Komposisi

Pati (%) Protein (%)

Lipid (%)

Gula (%)

Abu (%)

Serat (%)

Biji utuh 73,4 9,1 4,4 1,9 1,4 9,5

Endosperma 87,6 8,0 0,8 0,62 0,3 1,5

Lembaga 8,3 18,4 33,2 10,8 10,5 14

Perikrap 7,3 3,7 1,0 0,34 0,8 90,7

Tip Cap 6,3 9,1 3,8 1,6 1,6 95

(25)

Jagung dalam bentuk tepung mempunyai daya guna yang lebih luas.

Tepung jagung digunakan dalam berbagai pengolahan jenis makanan atau sebagai

pensubstitusi terigu pada produk pangan berbahan dasar terigu. Untuk

meningkatkan kualitas tepung jagung, agar dapat digunakan lebih luas diperlukan

modifikasi dengan enzim. Modifikasi enzimatis dapat meningkatkan sifat

fisikokimia dan fungsional dari tepung jagung. Modifikasi enzimatis dapat

dilakukan diantarnya dengan proses pengecambahan.

Menurut Kramer dan Kozlowski (1960). Proses pengecambahan

merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi,

fisiologi, dan biokimia. Pada tanaman, tahapan perkecambahan terdiri dari:

1. Proses penyerapan air (imbibisi)

Perembesan air kedalam benih (imbibisi), merupakan proses penyerapan

air yang berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembangan

embrio dan endosperma. Proses pengecambahan dapat terjadi jika kulit benih

permeabel terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu.

Dalam tahap ini, kadar air benih naik menjadi 25-35%, sehingga kadar air didalam

biji mencapai 50-60% dan hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji.

Selain itu, air memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji. Dinding sel

yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel

diimbibisi oleh air maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Hal tersebut

dikarenakan selain membutuhkan air, biji yang berkecambah memerlukan suhu

sekitar 10-400C dan oksigen. Apabila dinding sel kulit benih dan embrio

menyerap air, maka suplai oksigen meningkat pada sel-sel hidup sehingga

memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Sebaliknya jika CO2 yang dihasilkan

oleh pernafasan tersebut lebih mudah mendifusi keluar.

2. Aktivitas enzim

Aktivitas enzim terjadi setelah biji berimbibisi dengan cukup.

Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses pengecambahan ini adalah Enzim-enzim hidrolitik

seperti α-amilase yang merombah amilase menjadi glukosa, ribonulease yang

(26)

yang merombak senyawa yang mengandung P, lipase yang merombak senyawa

lipid, peptidase yang merombak senyawa protein.

3. Perombakan cadangan makanan

Terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein

menjadi bentuk-bentuk yang terlarut.

4. Translokasi makanan ke titik tumbuh

Setelah penguraian bahan-bahan karbohidrat, protein, lemak menjadi

bentuk-bentuk yang terlarut kemudian di translokasikan ke titik tumbuh.

5. Pembelahan dan Pembesaran sel

Asimilasi dari bahan-bahan menghasilkan energi bagi kegiatan

pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Merupakan tahap terakhir

dalam penggunaan cadangan makanan dan merupakan suatu proses pembangunan

kembali

6. Munculnya radikula dan pertumbuhan kecambah

Pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada

dalam biji.

Kecambah memiliki kandungan vitamin yang lebih banyak dibandingkan

dalam bentuk bijinya. Kadar vitamin B meningkat hingga 2,5-3 kali kandungan

vitamin B pada bijinya. Dalam proses pengecambahan dihasilkan enzim a-amilase

yang dapat menghasilkan perubahan sifat fisikokimia diantaranya daya serap air

(DSA), daya serap minyak (DSM), daya emulsi, dan tekstur tepung yang lebih

halus (Suarni, dkk., 2005).

Adanya proses pengecambahan juga dapat mengubah karakteristik

rasioamilograf pati (Suarni, dkk., 2005). Enzim α-amilase yang dihasilkan

selamapengecambahan dapat memecah pati secara acak dari tengah atau bagian

dalammolekul sehingga menyebabkan pemutusan polimer pati. Karakteristik

rasioamilograf pati menunjukkan perbandingan antara proporsi amilosa (polimer

patiberantai lurus) dengan amilopektin (polimer pati berantai lurus dan

bercabang). Selain itu molekul protein akan dipecah sehingga terbentuk

(27)

Penelitian Kim dalam Marton, dkk, (2010), melaporkan selama proses

pengecambahan terjadi penurunan kadar asam lemak jenuh dan peningkatan kadar

asam lemak tidak jenuh. Dalam proses pengecambahan juga terjadi peningkatan

jumlah vitamin, komponen fitokimia seperti glokosinolates, dan antioksidan alami

serta penurunan senyawa anti gizi seperti tannin dan fitat (Marton, dkk, 2010).

Donangelo dalam Anita (2009) menyebutkan bahwa penurunan jumlah

komponen mineral selama proses pengecambahan mungkin disebabkan oleh

kehilangan mineral larut air saat pencucian dan perendaman sebelum proses

pengecambahan. Winarno dalam Anita (2009) menambahkan bahwa selama

proses pengecambahan beberapa mineral seperti kalsium dan besi yang biasa

terikat dilepaskan sehingga menjadi bentuk yang bebas. Sementara proses

pengecambahan dapat meningkatkan komponen senyawa antioksidan.

Aminah dan Hersoelistyorini (2012) melaporkan pada tepung jagung yang

melalui proses pengecambahan dihasilkan asam askorbat (vitamin C) 15,99 mg;

tokoferol (vitamin E) 596,6993 mg; serat 12,54% dan total fenol 2367,06 ppm per

100 g tepung. Selain itu proses pengecambahan juga mampu meningkatkan

beberapa komponen zat gizi. Perbandingan komposisi tepung jagung dan tepung

[image:27.595.60.557.246.689.2]

kecambah jagung dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel2.2. Perbandingan komposisi tepung jagung dan kecambah jagung Komposisi Tepung Jagung Tepung Kecambah Jagung

Protein 8,08 % 5,995 %

Lemak 3,23 % 3,647 %

Karbohidrat 74,46 % 60,10*

Air 12,93 % 7,45 %

Abu 2, 70 % 19,92*

Serat 2,7 % 12,54%

Vitamin C n/a 15,99 mg/100g

Vitamin E n/a 596,6993 mg/100g

Total Fenol n/a 2367,06 ppm/100g

Sumber: ( Aminah dan Hersoelistyorini, 2012) *(Nauli, dkk., 2014).

2.3 Gembolo dan Tepung Gembolo

Gembolo (Dioscorea bulbifera L) termasuk suku gadung-gadungan atau

(28)

lebih besar. Panjang batang 10 m (berbentuk galah). Umbi agak tersembul ke atas

permukaaan tanah, ukurannya besar dan pada permukaannya ditumbuhi bulu-bulu

kasar. Umbi biasanya berpasangan, 1 berukuran besar dan 1 lagi berukuran kecil,

bentuknya bulat bulat melebar dengan lekukan-lekukan yang dalam pada bagian

ujung menyerupai kipas, kulitnya berwarna coklat kemerahan sedangkan bagian

dagingnya putih, panjang 10-20 cm, lebar 20-30 cm, tebal 2,5-8 cm (Lingga,

1986). Penanaman gembolo masih cukup luas di pedesaan walaupun semakin

terancam kelestariannya. Umbi gembolo biasanya direbus dan memiliki tekstur

kenyal. Gembolo memiliki kandungan diosgenin. Diosgenin adalah golongan

saponin alami yang banyak ditemukan dalam umbi jenis Dioscoreasp. Diosgenin

yang termasuk golongan saponin. Saponin memiliki sifat pahit (Fellows, 2000).

Gembolo (Dioscorea bulbifera L) dapat tumbuh di dataran rendah hingga

ketinggian 700 m dpl dengan minimum suhu 22,70C. Pembentukan umbi

ditentukan oleh kondisi optimum pada kondisi siang hari yang pendek, drainase

tanah dengan pH 5,5-6,5. Pada musim kemarau mengalami istirahat selama 1-6

bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan dipergunakan sebagi

bibit. Umbi gembolo dapat dipanen pada umur 8-9 bulan setelah masa tanam

(Plantus,2008).

Gembolo berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber pangan lokal

karena memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebesar 19,8%,

selain itu juga mengandumg glukomanan yang merupakan polisakarida larut air,

yang juga bermanfaat sebagai prebiotik. Kandungan umbi gembolo dapat dilihat

[image:28.595.63.542.260.736.2]

pada Tabel 2.3 dan foto umbi gembolo dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(29)
[image:29.595.69.552.124.730.2]

Tabel 2.3. Kandungan gizi umbi gembolo

Zat gizi Kandungan per 100 g

Energi 100 Kkal

Protein 2 g

Lemak 0,2 g

Karbohidrat 19,8 g

Kalsium 45 mg

Fosfor 28 mg

Serat 6,2 g

Besi 1,8 mg

Vitamin B1 19,01 mg

Vitamin C 0,1 mg

Air 75 g

Bdd 86 %

Sumber : (Yuniar,2010)

Salah satu bentuk alternatif pengolahan untuk gembolo yaitu mengolahnya

menjadi tepung. Tepung sendiri merupakan hasil olahan yang dibuat dengan cara

pengurangan kandungan air sehingga kadar airnya cukup rendah (sekitar 10%),

dilakukan penghalusan dan dilakukan pengayakan agar seragam (Syarief dan

Irawati, 1998), sehingga dengan diolah menjadi tepung akan membuat gembolo

lebih tahan lama, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi

(difortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang

serba praktis. Proses pembuatan tepung umbi gembolo terdiri dari pengupasan,

pencucian, pengecilan ukuran, pengirisan, pengeringan, dan yang terakhir yaitu

penepungan.

Tepung yang berasal dari umbi-umbian pada umumnya berwarna coklat.

Hal ini disebabkan oleh umbi yang mengalami oksidasi dengan udara sehingga

terbentuk reaksi pencoklatan dan pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan

pangan tersebut (browning enzimatis).

Sintyaningrum (2012) menyatakan bahwa perlakuan pendahuluan

blanshing uap selama 5 menit mencegah terjadinya proses pencoklatan akibat

pengaruh enzim, sehingga tepung yang dihasilkan dari gembolo blanching

memiliki kecerahan lebih tinggi daripada tepung gembolo tanpa blanching.

(30)

blansinglebih rendah disebabkan oleh enzim polifenol oksidase kontak langsung

dengan udara luar yang memiliki unsur oksigen sehingga terjadi browning

enzimatis. Karakteristik tepung gembolo alami dan blanching dapat dilihat pada

[image:30.595.64.561.228.672.2]

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Karakteristik tepung gembolo blanching

Karakteristik Tepung gembolo blanshing

Kadar Air (%bk) 3,96±0,03

Kadar Abu (%bk) 4,02±0,01

Kadar Protein (%bk) 7,87±0,05

Kadar Lemak (%bk) 0,14±0,01

Karbohidrat (%bk) 84,01±0,04

Pati (%bk) 26,82±1,34

Amilosa (%bk) 23,53±0,13

Amilopektin (%bk) 3,29±1,36

Serat Pangan Larut (%bk) 16,39±0,08

Serat Pangan tidak Larut (%bk) 10,51±0,49

Ekstrak Kasar Glukomanan (%bk) 55,22±1,67

WHC (air/gram tepung) 299,76±12,30

Viskositas (mp) 1,95±0,12

Derajat Putih (%) 47,43±0,40

Sumber : Sintyaningrum (2012)

2.4 Cookies

Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,

renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat (Manley,

2000). Cookies dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke

dalam golongan short dough.Cookiesyang dihasilkan harus memenuhi syarat

mutu yang tetap agar aman di konsumsi. Secara umum bahan –bahan yang

digunakan dalam pembuatan cookies dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan

pengikat dan bahan pelembut. Bahan – bahan yang berfungsi sebagai bahan

pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan – bahan yang

berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leaving agent (baking powder),

(31)

Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi 3 tahap yaitu

pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan. Pembentukkan kerangka

cookies diawali sejak pembuatan adonan. Cookiesyang dicetak, paling baik

menggunakan cara creaming method. Metode ini baik untuk cookies, karena

menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang

berlebihan, karena pembuatan cookies tidak memerlukan pengembangan yang

berlebihan seperti pada pembuatan roti.Selama pencampuran terjadi penyerapan

air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk cookies

dan mengalami pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses pengadukan

menyebabkan shortening menjadi lunak karena adanya panas selama proses

pengadukan. Shortening dan kuning telur dalam adonan juga dapat menurunkan

terbentuknya gluten karena lemak menyelubungi tepung sehingga menghambat

kontak antara protein terigu dengan air. Adanya gula juga dapat mengurangi

terbentuknya gluten dengan adanya persaingan dengan protein dalam memperoleh

air (Indiyah, 1992).

Menurut (Matz, 1992) pemanggangan dilakukan dengan oven. Suhu dan

waktu pemanggangan berlangsung antara 2,5-30 menit tergantung suhu, jenis

oven dan jenis kue. Matz dan Matz, 1978 menyatakan makin sedikit kandungan

gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi (177-204oC). Suhu dan

lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies. Oven sebaiknya

tidak terlalu panas ketika cookies dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat

matang. Hal ini dapat membuat permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak – retak. Cookiesyang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan cookies akibat memadatnya gula dan lemak.

2.5 Pangan Fungsional

Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih

komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi

fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi

kesehatan(BPOM, 2005). Fungsi bahan pangan tidak lagi dua tetapi menjadi tiga,

(32)

pangan fungsional lain adalah produk yang diperkaya dengan

komponen-komponen fitokimiawi dan gizi, komponen-komponen aktif yang dapat bersifat antioksidan

terkait pada kemampuannya sebagai antikanker, antipenuaan dan sebagainya,

anti-hiperlipidemia, antithrombotik, antivirus, antiangiogenic terkait pada penyakit

jantung koroner, stroke (Apriadji, 2002)

Suatu produk dikatakan pangan fungsional apabila memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. harus berupa produk pangan, bukan kapsul, tablet atau bubuk dan berasal dari

bahan yang terdapat secara alami.

2. dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, dan

3. Pangan fungsional harus mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna,

memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat

mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh

untuk memulihkan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, menjaga

kondisi fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan (Goldberg, 1999).

BPOM (2005)mengelompokkan komponen senyawa dalam makanan

fungsional yaitu serat makanan (dietary fiber), oligosakarida, gula alkohol, asam

amino, peptida dan protein tertentu, glikosida, alcohol, isoprenoid dan vitamin,

kolin, mineral, bakteri asam laktat, asam lemak tidak jenuh, serta fitokimia

dan antioksidan.

Komponen tersebut memberikan fungsi fisiologis bagi tubuh sehingga

berpengaruh positif terhadap kesehatan. Fungsi fisiologis yang dimaksud antara

lain mengantisipasi timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi

kondisi ritme fisik tubuh, mengantisipasi proses penuaan, dan menyehatkan

kembali (Sloan, 2002).

2.6 Bahan-Bahan Pembuat Cookies

2.6.1 Garam

Garam digunakan untuk mengurangi rasa manis yang ada pada gula.

(33)

garam harus ada ukuranya, memberi sumbangan juga dalam pembentukan warna

kerak (Fatmawati, 2012).

2.6.2 Shortening

Mentega putih (shortening/compound fat) adalah lemak padat yang

mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih

(Winarno, 2004). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari

minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang

tanah dan lain-lain (Winarno, 2004). Mentega putih mengandung 80% lemak dan

17% air (Wahyuni dan Made, 1998). Mentega putih banyak digunakan dalam

bahan pangan. Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap

produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan

pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit.

2.6.3 Margarin

Margarin disebut juga oleomargarine, butter, dan lardine. Margarin dibuat

dari minyak tumbuh-tumbuhan dengan cream dari susu yang dijernihkan

kemudian diaduk, di beri bahan perasa dan warna. Campuran ini kemudian

dipisahkan, didinginkan dan dibungkus atau dikalengkan. Minyak

tumbuh-tumbuhan yang dipakai antara laian minyak kelapa, minyak biji matahari, biji

kapas atau dari kedelai. Pada waktu proses pembuatan margarin ada beberapa

penambahan vitamin yaitu vitamin A dan vitamin D. Lemak tidak dapat larut ke

dalam bahan cair adonan. Untuk itu, agar lemak dapat stabil ke dalam adonan

maka kremkan lemak dan gula secara bersama-sama. Lemak berfungsi untuk

menghalangi pembentukan gluten. (Fatmawati, 2012).Fungsi margarine untuk

memperpanjang daya simpan, memperkeras tekstur agar tidak meleleh pada suhu

kamar dan mempertinggi titik didih untukmemenuhi tujuan pengovenan. Ciri-ciri

margarine yang menonjol adalah agakkeras pada suhu rendah, teksturnya mudah

(34)

2.6.4 Gula

Hampir 25 % komponen bahan dasar cookiesadalah pemanis, sehingga

pemilihan sweetening menjadi sangat penting (Utami, 1992). Gula digunakan

terutama untuk memberi efek rasa manis. Dalam pembuatan cookies, gula tidak

hanya befungsi sebagai pemanis, tetapi juga membentuk tekstur, pemberi warna

(coklat tua) dan sebagai kontrol penyebaran karena selama pemanggangan, gula

yang tidak larut menjadi larut dan menyebabkan penyebaran bentuk cookies(Matz,

1992). Gula yang baik untuk pembuatan cookiesadalah gula halus, karena tidak

menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar.

Gula berfungsi sebagai bahan pengempuk pada produk-produk seperti

cake, cookiesdan quick bread. Peranan sukrosa dalam pembuatan cookiesyaitu

memberi kontribusi pembentukan flavour dan rasa manis serta pembentukan

warna pada permukaan cookiesmelalui reaksi karamelisasi (Manley, 2000).

Jumlah gula yang ditambahkan harus tepat. Menurut Matz (1992), bila

terlalu banyak gula adonan menjadi lengket dan menempel pada cetakan, biskuit

menjadi keras dan akan terlalu manis. Penambahan gula yang terlalu banyak

mengakibatkan biskuit kurang lezat karena penyebaran gluten tepung.

Parameter lain yang dipengaruhi oleh formula gula yaitu kekerasan

cookies, kerenyahan, warna dan volume Gula pun dapat memperpanjang umur

simpan cookies, karena gula mempunyai sifat higroskopis (menahan air) (Pareyt,

2009).

2.6.5 Susu Skim

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil

sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu

kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu dapat memiliki

fungsi untuk menambah gizi, membangkitkan rasa, aroma dan mampu menjaga

cairan dan membantu mengontrol kerak. Gula susu akan terkaramelisasi pada

suhu rendah dan memberikan warna kerak yang diinginkan. Dan efek pengikat

yang ada pada protein tepung bersama-sama bahan padatan susu akan membentuk

(35)

2.6.6 Kuning Telur

Kuning telur adalah bagian yang lebih padat dan terkandung di dalamnya

hampir semua fat dari telur itu. Kuning telur mengandung lechitin, ini berfungsi

sebagai emulsifier (Hamidah, 1996)

2.6.7 Baking Powder

Baking powder berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan kue kering,

selain itu baking powder juga berfungsi untuk membentuk volume, mengatur

aroma dan rasa, mengendalikan penyebaran dan pengembangan kue, dan juga

menjadikan kue kering lebih ringan. Penggunaan baking powder dalam jumlah

yang berlebihan akan menyebabkan kue menjadi terlalu mengembang dan

menghasilkan rasa yang pahit.Baking powder biasanya bereaksi pada saat

pengocokkan dan akan bereaksi cepat apabila dipanaskan hingga 40-500C.

Komposisi baking powder yaitu natrium bikarbonat (NaHCO3), asam atau

garam-garam asam, bahan pengisi (filler)(Faridah, 2008).

Jenis-jenis baking powder :1).fast acting,bereaksi saat proses pegocokkan;

2) slow acting, bereaksi saat pemanggangan; 3) double acting,bereaksi saat

pengocokkan dan pemanggangan (Faridah, 2008).

2.7 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Selama Proses Pembuatan Cookies

Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan

melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan adonan cookies

mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan diameter dan ketebalan

cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan telur

terkoagulasi dan diikuti gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang

rendah. Pada saat suhu didih air tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti

kenaikan volume cookies. Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan

gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air (Indiyah, 1992).

(36)

2.7.1 Gelatinisasi

Gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula

pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 2004).

Pengembangan granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika

pemanasan mencapai suhu tertentu, pengembangan granula pati menjadi bersifat

tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula. Suhu pada saat

granula pati membengkak dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat

tidak dapat balik disebut suhu gelatinisasi pati.

Menurut Matz (1984) gelatinisasi suhu berkisar antara 58,8°C-70ºC. Pati

kandungan amilopektinnya tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku,

sedangkan pati yang kandungan amilopektinnya rendah akan membentuk gel yang

kaku. Proses gelatinisasi terjadi karena kerusakan ikatan hidrogen yang berfungsi

untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas

pati menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah

dan masuk ke dalam medium (Greenwood, 1979) pati merupakan homopolimer

glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Setiap pati tidak sama sifatnya tergantung

dari rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya.

2.7.2 Koagulasi Protein

Koagulasi merupakan peristiwa yang terjadi karena denaturasi protein

yang menyebabkan pengembangan molekul protein membuka gugus reaktif yang

ada pada rantai polipeptida, selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada

gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan dimana bila ikatan yang terbentuk

cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid. Apabila

ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan,

akan terbentuk gel, namun bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi

tersebut, protein akan mangendap (Winarno, 2004).

2.7.3 Penurunan Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan

(37)

dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap

100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan

kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa

waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan).

Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan

pangan. Bila kita berbicara tentang proses pengeringan dan pengemasan bahan

maka akan sangat erat hubungannya dengan kadar air bahan.

Menurut Winarno,dkk (1988), kadar air pada bahan berkisar 3-7% akan

mencapai kestabilan yang optimum dan pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi

kimia yang merusak bahan seperti browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak dapat

dikurangi, kecuali pada produk-produk yang memiliki kandungan asam lemak tak

jenuh. Kadar air pada produk cookiesmerupakan karakteristik kritis yang akan

mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap cookieskarena kadar air

mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap.

2.7.4 Pencoklatan (Browning)

Pengaruh Timbulnya warna coklat pada produk biskuit disebabkan oleh

reaksi pencoklatan (reaksi maillard) karena adanya protein dan gula dalam bahan

dasar biskuit. Menurut winarno (2004) pada keadaan panas, gula dan asam amino

dari protein bereaksi dengan gugus aldehida atau keton dari gula pereduksi dan

menghasilkan warna coklat.

Reaksi maillard merupakan suatu reaksi kimia pencoklatan non-enzimatik

antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Tergantung pada jenis

bahan dan jalannya reaksi, perubahan warna yang terjadi bisa dari kuning lemah

sampai coklat gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard, seperti

temperatur, aktivitas air, pH, kadar uap air dan komposisi kimia suatu bahan

(38)

2.8Syarat Mutu Cookies

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) „Mutu dan Cara Uji Biskuit‟ (SNI 01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari terigu

dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan

pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer.

Syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu

biskuit yang berlaku saat ini adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI

[image:38.595.48.557.199.678.2]

01-2973-2011), seperti tercantum dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Syarat Mutu Biskuit (SNI 2973 : 2011)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2 1.3 Keadaan Bau Rasa Warna - - - Normal Normal Normal

2 Kadar air (b/b) % Maksimal 5

3 Protein (N x 6,25) (b/b) %

Minimum 5 Minimum 4,5 *)

Minimum 3 **)

4

Asam lemak bebas (sebagai asam oelat) (b/b)

% Maksimum 1,0

5 5.1 5.2 5.3 5.4 Cemaran logam Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Timah (Sn) Merkuri (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimum 0,5 Maksimum 0,2 Maksimum 40 Maksimum 0,05

6 Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,05

7 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 Cemaran Mikroba Angka lempeng total Coliform

Eschericia Coli Salmonella sp.

Staphylococcus aureus Bacillus careus

Kapang dan khamir

Koloni/g APM/g APM/g - Koloni/g Koloni/g Koloni/g

Maksimum 1 x 102 20

<3 Negatif/25g Maksimum 1 x 102 Maksimum 1 x 102 Maksimum 2 x 102 Keterangan :

*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan

**) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi (coating/filling) dan pai.

(39)

Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi

serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah; apabila

dikemas akan terlindung dari kelembaban dan memiliki umur simpan yang lama

(40)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian,

laboratorium Biokimia Pangan, dan laboratorium Analisa Terpadu jurusan

Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember pada

bulan April 2015 – Juni 2015.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan baku pembuatan cookies adalah terigu, jagung, gembolo, garam,

shortening, margarin, gula, susu skim, kuning telur dan baking powder. Bahan

kimia yang di perlukan H2SO4 pekat, akuades, selenium, asam borat 3%, metil

biru, metil merah, HCl 0,02 N, etanol PA, 1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl (DPPH)

3.2.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi cabinet oven, alumunium foil, blender,

disc mill, mixer, cetakan kue, loyang, pisau, baskom, ayakan Tyler 80 mesh,

eksikator, timbangan, mortal, oven, labu kjehldahl, spektrofotometer, vortex,

kuvet, botol semprot, pipet, botol timbang, colour reader,rheotex alat-alat gelas,

dan alat bantu lainnya.

3.3 Rancangan Penelitian 3.3.1 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pertama persiapan

bahan, pembuatan tepung kecambah jagung, dan pembuatan tepung gembolo.

Tahap kedua adalah formulasi dan pembuatan cookies. Tahap ketiga analisis sifat

fisik, analisis sifat kimia, dan uji organoleptik dari masing-masing formulasi.

(41)
[image:41.595.53.554.90.772.2]

Gambar 3.1. Diagram alir pelaksanaan penelitian

3.3.2 Pembuatan Tepung Kecambah Jagung

Pembuatan tepung kecambah jagung dalam penelitian ini mengacu pada

penepungan yang dilakukan Jannah (2014). Tahapan pembuatan tepung kecambah

jagung diawali dengan sortasi biji jagung sortasi bertujuan untuk memisahkan biji

rusak dengan biji jagung yang dapat dikecambahkan selain itu untuk

menghilangkan kotoran. Tahap selanjutnya perendaman dalam air selama 8 jam

fungsi perendaman untuk imbibisi air ke dalam jagung sehingga mengaktifkan

enzim-enzim. Pencucian bertujuan agar biji terbebas dari patogen yang

menghambat perkecambahan, kemudian dilakukan penirisan yang bertujuan agar

tidak terlalu banyak air pada proses pengecambahan. Pengecambahan dilakukan

selama 36 jam pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat,

lemak, dan protein. Tahap selanjutnya yaitu pemanenan, pemanenan dilakukan

umur kecambah 36 jam lalu dilakukan blanching yang berfungsi untuk inaktivasi

enzim yang aktif pada proses pengecambahan. Proses blanching dilakukan selama

5 menit.Tahap selanjutnya pengeringan selama 20 jam pada suhu 500C berfungsi

untuk mengurangi kadar air dari kecambah jagung. Tahap selanjutnya

penggilingan menggunakan disk mill. Tujuanpenggilingan memperkecil ukuran

bahan sehingga mempermudah dalam pengolahan lebih lanjut. Tahap

terkahiryaitu pengayakan yang berfungsi memisahkan ukuran partikel tepung, Tahap I : Tahap persiapan bahan,

pembuatan tepung kecambah jagung,

dan pembuatan tepung gembolo

Tahap II : Formulasi dan pembuatan cookies

(42)

penggunaan ayakan 80 mesh berfungsi untuk membuat tepung kecambah jagung

memiliki ukuran partikel sama dengan terigu. Pembuatan skema tepung kecambah

[image:42.595.55.561.164.674.2]

jagung dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diagram alir pembuatan tepung kecambah jagung

3.3.3 Pembuatan Tepung Gembolo

Pembuatan tepung gembolo mengacu pada penelitian Nurlaili (2013).

Dengan beberapa modifikasi. Gembolo dikupas kemudian dicuci dengan air. Lalu

dilakukan blanching selama 5 menit proses ini berfungsi untuk inaktivasi enzim

polifenol oksidase yang ada pada gembolo, adanya tahap blanching membuat Pengayakan 80 mesh

Air Pencucian Air

Blanching selama 5 menit

Pengeringan suhu 500C, 20 jam

Penggilingan

Tepung kecambah jagung Pengecambahan 36 jam

Pemanenan Jagung

Jagung tidak lolos sortasi, kotoran Sortasi

Air Pencucian dan Penirisan Air

Air Perendaman 8 jam

(43)

tepung yang dihasilkan memiliki warna lebih cerah dibanding tepung tanpa

blanching. Selanjutnya dilakukan pengirisaan dengan ketebalan ±2mm fungsi dari

pengirisan yaitu memperbesar luas permukaan bahan sehingga lebih cepat dalam

proses pengeringan. Gembolo yang telah diiris selanjutnya dikeringkan dengan

sinar matahari selama 3 hari, tahap ini berfungsi untuk mengurangi kadar air dari

gembolo. Setelah pengeringan dilakukan penggilingan. Tujuanpenggilingan

memperkecil ukuran bahan sehingga mempermudah dalam pengolahan lebih

lanjut. Tahap terakhir yaitu pengayakan yang berfungsi memisahkan ukuran

partikel tepung menggunakan ayakan Taylor 80 mesh, penggunaan ayakan 80

mesh berfungsi untuk membuat gembolo memiliki ukuran partikel sama dengan

[image:43.595.46.561.287.719.2]

terigu. Diagram alir pembutan tepung gembolo ditunjukkan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan tepung gembolo Gembolo

Kulit gembolo Pengupasan

Air

Air Pencucian

Pengecilan ukuran

Blansing selama 5menit

Pengirisan ± 2 mm

Pengeringan menggunakan sinar matahari selama 3 hari

Penggilingan

Pengayakan 80 mesh

(44)

3.3.4 Pembuatancookies

a. Formulasicookies

Formulasi cookiesdilakukan terhadap bahan baku utama produk, yaitu

terigu, tepung kecambah jagung, dan tepung gembolo. Formulasi ini didasarkan

pada perbandingan jumlah tepung kecambah jagung, dan tepung gembolo dengan

jumlah total kedua bahan tersebut 50 % total adonan dengan jumlah terigu sebesar

50 % dan ditambah bahan pelengkap lain yaitu garam, shortening, margarin, gula,

susu skim, kuning telur dan baking powder. Bahan pelengkap yang di tambahkan

jumlahnya tetap tiap formula.

b. Pembuatan

Pembuatan dilakukan dengan mengkombinasikan terigu, tepung kecambah

jagung dang tepung gembolo sebagai bahan dasar. Komposisi bahan adonan dapat

[image:44.595.48.559.192.646.2]

dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Komposisi bahan per 100 g tepung

Bahan Jumlah tiap formula

Kontrol A1 A2 A3 A4 A5

Terigu 100 ,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 Tepung kecambah

jagung 0 35 38 41 44 47

Tepung gembolo 0 15 12 9 6 3

Shortening 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 Margarin 40,00 40,00 40,00 40,00 40,00 40,00

Gula 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00

Garam 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30

baking powder 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Susu skim 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 Kuning telur 15,00 15,00 15,00 15,00 15,00 15,00

c. Proses pembuatan

Pembuatan dilakukan dengan cara mencapur gula, shortening, dan

margarin dan susu skim lalu dilakukan pengocokan dengan mixer sampai

berbentuk krim. Pembuatan krim terlebih dahulu menghasilkan adonan yang

bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan, karena pembuatan

cookies tidak memerlukan pengembangan yang berlebihan seperti pada

(45)

emulsifier, garam berfungsi membangkitkan rasa dan aroma, dan baking

powderberfungsi meningkatkan kerenyahandan dilakukan pengocokan kembali

sampai bercampur. Setelah itu, ditambahkan terigu, tepung kecambah jagung dan

tepung gembolo sampai terbentuk adonan. Kemudian diaduk pengadukan, pada

tahap pengadukan terjadi penyerapan protein air oleh protein terigu sehingga

terbentuk gluten yang akan membentuk cookies dan mengalami pemantapan

selama pemanggangan. Tahap berikutnya yaitu pencetakan dengan menggunakan

cetakan kue. Adonan yang telah dicetak tersebut dipanggang dalam oven dengan

suhu 1400C selama 15 menit. Tahap terakhir yaitu pendinginan selama 10 menit

yang berfungsi mengeraskan cookies karena pada saat pemanggangan lemak

[image:45.595.48.557.300.700.2]

menjadi meleleh akibat adanya pemanasan. Proses pembuatan disajikan pada

Gambar 3.4

Gambar 3.4. Diagram alir penelitian pembuatan cookies (Therik, 2000) Pengadukan

Gula, Shortening,

Margarin

Pencetakan

Pendinginan, 10 menit

Pemanggangan suhu 1400C, 15 menit

Cookies Kuning Telur,

Garam, Baking

Powder

Pengocokan hingga mengembang, 10 Menit

Terigu, Tepung Kecambah Jagung, Tepung Gembolo, susu

skim

(46)

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah RAL

(Rancangan Acak Lengkap) dengan tiga kali ulangan dari formula tingkat

konsentrasi campuran tepung kecambah jagung dan tepung gembolo. Konsentrasi

[image:46.595.42.568.154.744.2]

campuran dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Konsentrasi campuran

Formula Terigu

(%)

Tepung kecambah jagung

(%)

Tepung gembolo (%)

Kontrol 100 0 0

A1 50 35 15

A2 50 38 12

A3 50 41 9

A4 50 44 6

A5 50 47 3

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik

Ragam, untuk mengetahui adanya perbedaan maka uji dilanjutkan menggunakan

DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) dengan taraf uji 5% dan dilanjutkan

dengan uji efektivitas (De Garmo dkk, 1984).

3.5 Parameter Pengamatan 1. Sifat Fisik

a. Tekstur menggunakan rheotex

b. Warna menggunakancolorreader

2. Sifat kimia

a. Kadar air metode thermogravimetri (AOAC, 2005)

b. Kadar protein metode mikro kjeldhal (Sudarmadji dkk, 1997)

c. Aktivitas antioksidan (Subagio dan Morita, 2001)

3. Sifat organoleptik menggunakan Uji Hedonik (Soekarto, 1981)

Meliputi:

a. Warna

(47)

c. Rasa

d. kerenyahan

e. Keseluruhan

3.6 Prosedur Analisis

3.6.1 Tekstur menggunakan Rheotex

Pengukuran tekstur pada cookiesmenggunakan rheotex. Power dinyalakan

dan penekan diletakkan tepat di atas bahan. Kemudian tombol distance ditekan

dengan kedalaman 1 mm. Selanjutnya cookiesdiletakkan tepat di bawah jarum,

kemudian menekan tombol start. Pembacaan dilakukan sesuai angka yang tertera

pada display dengan satuan tekanan pengukuran tekstur cookiesdalam gram

force/1mm.

3.6.2 Warna menggunakanColor Reader

Penggunaan color reader adalah dengan menyentuhkan monitor color

reader sedekat mungkin pada permukaan bahan kemudian alat dihidupkan.

Intensitas warna sampel ditunjukkan oleh angka yang terbaca color reader.

Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan tiap sampel. Kemudian

dilakukan penghitungan rata-rata dari data yang diperoleh. Pastikan dahulu cahaya

sudah terang. Produk diukur dan diketahui nilai L, a, dan b, kemudian dihitung

intensitas warna dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rumus:

Nilai standar : a= -5,75, b= 6,51

a*= standar a+da

b*= standar b+db

c*= ∗2+ ∗2

L*= Standar L Kramik Standar L ∗L

dimana:

a : nilai berkisar antara -80 samapai 100 yang menunjukkan warna hijau

(48)

b : nilai berkisar antara -80 sampai 70 yang menunjukkan warna biru hingga

kuning.

c : chroma, intensitas warna, c*=0, tidak berwarna, semakin c* berarti

intensitas warna semakin besar

H : Hue, sudut warna (00 : warna netral, 900 : kuning, 1800 : hijau, 2700 : biru),

dengan ketentuan perhitungan:

a+b+ =180-tan-1 ∗

a-b+ =180-tan-1 ∗

[image:48.595.47.561.98.728.2]

a-b- =180 + tan-1 ∗

Tabel 3.3 Deskripsi warna Hue

Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna

18 54 Red (R)

54 90 Yellow Red(YR)

90 126 Yellow (Y)

126 1

Gambar

TABEL UJI EFEKTIFITAS ................................................................
Tabel2.2. Perbandingan komposisi tepung jagung dan kecambah jagung
Gambar 2.1 Gembolo (Dioscorea bulbifera L.)
Tabel 2.3. Kandungan gizi umbi gembolo
+7

Referensi

Dokumen terkait

TINGKAT KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BISKUIT DARI CAMPURAN TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TERIGU DENGAN VOLUME AIR YANG PROPORSIONAL.. Penggunaan tepung jagung sebagai bahan

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “ Formulasi Tepung Komposit dari Terigu, Kecambah Jagung, Dan Rumput Laut Pada Pembuatan Mi Kering ”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan daya terima bubuk instan campuran tepung kecambah jagung, tepung tempe, dan tepung wortel sebagai

Kandungan protein dan lemak tepung kecambah jagung cukup besar namun untuk memenuhi syarat mutu makanan pendamping ASI instan, tepung kecambah jagung sebagai

Kecambah jagung akan dikeringkan diatas loyang, setelah dikeringkan,. dan tepung

Dengan adanya modifikasi bahan baku pembuatan cookies menggunakan tepung jagung yang kaya antioksidan dan tepung kacang hijau yang tinggi protein dapat meningkatkan kandungan

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan cookies dan donat terigu yang disubstitusi parsial dengan tepung bekatul yang memiliki mutu gizi dan organoleptik yang baik,

1 0.052 Hasil uji lanjut Duncan DMRT terhadap aromacookies Tabel 3 memperlihatkan bahwa semua cookies yang diberi perlakuan konsentrasi tepung jagung memiliki aroma yang lebih disukai