KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays)
DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)
SKRIPSI
Oleh
Novidha Satya Ningtyas 111710101026
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ii
KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays)
DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Oleh
Novidha Satya Ningtyas 111710101026
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah dan nikmat yang luar
biasa kepada saya;
2. Orang tua tercinta M. Anang Yanuar Efendi dan Sati‟atun Terimakasih
telah menjadi orangtua terhebat, terimakasih untuk segala doa, kasih
sayang, dukungan, bimbingan, perhatian dan kesabaran menunggu
kesuksesan saya;
3. Anwar Syarifudiin Fajri yang super menjengkelkan terimakasih semangat,
doa, dan bantuannya;
4. Adek kandung Adhitya Dwi P. yang memberi semangat dan mendoakan;
5. Semua pahlawan tanpa tanda jasa saya. Tarimakasih telah mendidik dan
memberikan ilmu kepada saya.
6. Sahabat-sahabatku selama TK, SD, SMP, SMA dan kuliah dari semester
satu sampai akhir masa atas segala doa, semangat, hiburan dan kasih
sayang;
iv MOTO
“ Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya
kepada Tuhanmulah engkau berharap” ( QS. Al-Insyirah : 6-8)*)
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.
(QS. Al-Baqarah (1): 216)*)
Man Jadda Wa Jadda, Man Shabara Zhafira
(Barang siapa bersungguh-sungguh akan sukses dan barang siapa bersabar akan
beruntung.)***)
*) Departemen Agama Republik Indonesia. 1998. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
vi SKRIPSI
KARAKTERISTIK COOKIES TERIGU YANG DISUBSTITUSI CAMPURAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays)
DAN TEPUNG GEMBOLO (Dioscorea bulbifera L.)
Oleh
Novidha Satya Ningtyas 111710101026
Pembimbing:
Dosen Pembimbing Utama : Dr. Ir. Maryanto M.Eng
viii RINGKASAN
Karakteristik Cookies Terigu yang Disubstitusi Campuran Tepung Kecambah Jagung (Zea mays) dan Tepung Gembolo (Dioscorea bulbifera L.); Novidha Satya Ningtyas, 111710101026; 2015: 80halaman; Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang
potongannya bertekstur padat. Cookiesdengan kandungan fungsional masih jarang
dikembangkan. Salah satu bahan yang dapat disubstitusikan untuk pembuatan
cookiesyang memiliki kandungan fungsional yaitu tepung kecambah jagung.
Setiap 100 g tepung kecambah jagung memiliki kandungan vitamin C sebesar
15,99 mg, vitamin E sebesar 596,6993 mg, total fenol sebesar 2367,06 ppm.
Selama ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cookiesadalah
tepung gandum (terigu) sehingga mengakibatkan import gandum terus meningkat.
Kandungan gluten tidak berpengaruh pada pembuatan cookiessehingga
memungkinkan penggunaan komoditi lokal. Adanya perbedaan sifat fisikokimia
antara terigu dengan tepung kecambah jagung berpengaruh terhadap karakteristik
cookies yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan untuk
memperbaiki teksturnya. Salah satu bahan yang dapat memperbaiki tekstur dari
cookiesadalah gembolo.
Pada gembolo terdapat polisakarida larut air (PLA) yang berfungsi untuk
meningkatkan kekompakan matrik gel dan mengurangi struktur berongga
sehingga akan memperbaiki tekstur dari cookies. Penggunaan tepung gembolo
perlu dibatasi karena pada gembolo terdapat saponin sehingga memberikan rasa
pahit. Tujuan penelitian ini yaitu (1) mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan
organoleptik cookies dari terigu yang disubstitusi campuran tepung kecambah
ix
cookiesdari terigu yang disubstitusi campuran tepung kecambah jagung dan
tepung gembolo sehingga dihasilkan cookies dengan sifat-sifatbaik dan disukai.
Penelitian ini terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap pertama persiapan
bahan dan penepungan. Tahap kedua adalah formulasi dan pembuatan cookies.
Tahap ketiga analisis sifat fisik, analisis sifat kimia, dan uji
organoleptik.Substitusi tepung kecambah jagung, dan tepung gembolo sebesar 50
% total adonan sehingga didapatkan formulasi A1 (35:15), A2 (38:12), A3 (41:9),
A4 (44:6), A5 (47 : 3) dengan jumlah terigu sebesar 50 % dan bahan pelengkap
yang di tambahkan jumlahnya tetap tiap formula. Selain formula tersebut terdapat
juga formula kontrol dengan 100% terigu. Rancangan percobaan yang digunakan
dalampenelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali
ulangan tiap perlakuan.Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
Analisis Sidik Ragam, untuk mengetahui adanya perbedaan maka uji dilanjutkan
menggunakan DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) dengan taraf uji 5%.
Semakin besar substitusi tepung kecambah jagung dan semakin sedikit
substitusi tepung gembolo pada pembuatan cookiescenderung meningkatkan
lightness, chroma, hue, aktivitas antioksidan, dan nilai organoleptik (warna,
aroma, rasa, kerenyahan, dan keseluruhan) sedangkan tekstur, kadar air,dan kadar
protein cenderung mengalami penurunan. Formula merupakan formula terbaik
dengannilai tekstur sebesar 516,90 g/1mm, nilai kecerahan sebesar 76,08, chroma
sebesar 35,15, derajat hue yang dihasilkan 106,16 menunjukkan warna kuning,
kadar air sebesar 2,43%, kadar protein berkisar 7,1%bk, aktivitas antioksidan
sebesar 38,47%, dan tingkat kesukaan warna sebesar 3,76, aroma sebesar 3,56,
x SUMMARY
Characteristics of Wheat Cookies Subtituted by Mixed of Maize Sprout (Zea
mays) and Gembolo (DioscoreaBulbifera L.) Flour; Novidha Satya Ningtyas, 111710101026; 2015: 80page; Department of Agricultural Product Technology,
Faculty of Agriculture Technology, Jember University.
Cookies is one of kind a biscuit and made of soft dough, it has fatty, it‟s
more crispy if broken and it has solid texture. Cookies with a functional content
still rarely developed. One of the materials that can make substituted for making
of cookies that contain a functional that maize sprout flour. Each 100 g maize
sprout flour contains 15.99 mg of vitamin C, vitamin E 596.6993 mg, total
phenols at 2367.06 ppm.
During this time, the main ingredient is used in the manufacture of cookies
such as wheat flour that can make import wheat immediatly increase. The content
gluten gives no effect on making cookies that allows the use of local
commodities. The discrepancies in physicochemical properties between wheat
maize sprout flour affect the characteristics of the resulting of cookies. So that, it
needs a material to improve the texture. One of the ingredients that able improve
texture of cookies is gembolo.
Gembolo contained water-soluble polysaccharides (PLA), which function
to increase cohesiveness of gel matrix and reduce hollow structure that will repair
texture of cookies. The use gembolo flour should be limited because there is a
saponin in gembolo. So that, it gives a bitter taste. The purpose of this research is
(1) knowing the characteristics of the physical, chemical and organoleptic cookies
of wheat substituted flour mixture sprouts maize and flour gembolo (2) knowing
the best formula of making cookies from wheat substituted mix sprouts maize and
gembolo flour to produce cookies with good qualities and preferred.
This reseach divided into three steps. First step prepare the ingredient and
flouring of maize sprout and flouring of gembolo. Second step has formulation
xi
organoleptic test. Subtitution maize sprout flour and gembolo flour as 50% dough
that gets formulation A1 (35:15), A2 (38:12), A3 (41:9), A4 (44:6), A5 (47 : 3)
and the total of wheat flour as 50% and complement ingredient that added total
component has each formulation. Beside of formulation, it has control formulation
as 100% of wheat flour. In this reseach uses completely randomized design
(CRD) with three replicates each treatment. The data was analyzed using analysis
ANOVA, to determine the differences in the test continued using DNMRT
(Duncan New Multiple Range Test) with a test level of 5%.
The greater the substitution of flour sprouts maize and the less substitution
of flour gembolo in making cookies to increase the lightness, chroma, hue,
antioxidant activity, and organoleptic value (color, flavour, taste, crispness, and
overall), while the texture, moisture content and protein content
decrease.Formulation A5 is the best formulation with texture value 526,90g/l mm,
lightnes 76,08, chroma 35,15, hue degree is 106,16 shows yellow, value of water
is 2,43%,, value of protein 7,1%bk, antioksidan activty 38,47% and level
organoleptic testing color is 3,76, flavor 3,56, taste 3,52, crispy 3,56, and total of
xii PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “Karakteristik
Cookies Terigu yang Disubstitusi Campuran Tepung Kecambah Jagung (Zea
mays) dan Tepung Gembolo (Dioscorea bulbifera L.)”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini diantaranya:
1. Dr. Yuli Witono, S. TP., M.P. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember;
2. Ir. Giyarto M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian;
3. Dr. Ir. Maryanto M.Eng selaku dosen pembimbing utama dan Ir. Wiwik Siti
Windrati M.P. selaku dosen pembimbing anggota atas kesabaran, waktu dan
pikiran guna memberikan bimbingan, semangat, nasehat dan pengarahan
demi kemajuan penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini;
4. Ir. Yhulia Praptiningsih S., M.S. dan Miftahul Choiron, S.TP., M.Sc atas
saran dan evaluasi demi perbaikan penulisan skripsi;
5. Kedua orang tuaku, Bapak Anang Yanuar Efendi dan Ibu Sati‟atun atas iringan do‟a tanpa henti, atas nasihat dan petuah, kasih sayang, semangat dan doa restu;
7. Anwar Syarifuddin Fajri dan Adekku Adhitya Dwi P. yang telah memberikan
masukan dan semangat;
8. Teknisi (mbak Wim, mbak Ketut, mbak Sari) dan seluruh teman-teman
seperjuangan di Laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian dan
9. Bapak ibu dosen beserta segenap civitas akademika di lingkungan Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Jember;
10. Sahabatku Dita, Sekar, Intan, Echy, Alfiah,Diyah, mb Alfiana dan
xiii
11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moril
maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini terdapat banyak
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu setiap kritik dan saran yang
berguna bagi penyempurnaan Karya Ilmiah Tertulis ini akan penulis terima
dengan hati yang terbuka dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jember, 03 Nopember 2015
xiv DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii
HALAMAN MOTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
HALAMAN PEMBIMBINGAN ... vi
HALAMAN PENGESAHAN ... vii
RINGKASAN ... viii
SUMMARY ... x
PRAKATA ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Manfaat ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Terigu ... 4
2.2 Jagung dan Tepung Kecambah Jagung ... 5
2.3 Gembolo dan Tepung Gembolo ... 8
2.4 Cookies ... 11
2.5 Pangan Fungsional ... 12
2.6 Bahan – Bahan Pembuat Cookies ... 13
2.6.1 Garam ... 13
xv
2.6.3 Margarin ... 14
2.6.4 Gula ... 15
2.6.5 Susu Skim ... 15
2.6.6 Kuning Telur ... 16
2.6.7 Baking Powder... 16
2.7 Perubahan – Perubahan yang terjadi selama proses pembuatan Cookies ... 16
2.7.1 Gelatinisasi ... 17
2.7.2 Koagulasi Protein ... 17
2.7.3 Penurunan Kadar Air ... 17
2.7.4 Pencoklatan (Browning) ... 18
2.8 Syarat Mutu Cookies ... 19
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 21
3.2.1 Bahan Penelitian ... 21
3.2.2 Alat Penelitian ... 21
3.3 Rancangan Penelitian ... 21
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 21
3.3.2 Pembuatan Tepung Kecambah Jagung ... 22
3.3.3 Pembuatan Tepung Gembolo ... 23
3.3.4 Pembuatan Cookies ... 25
3.4 Rancangan Percobaan ... 27
3.5 Parameter Pengamatan ... 27
3.6 Prosedur Analisis ... 28
3.6.1 Tekstur ... 28
3.6.2 Warna ... 28
3.6.3 Kadar Air ... 29
3.6.4 Kadar Protein Metode Mikro Kjeldal ... 30
3.6.5 Aktivitas Antioksidan ... 30
xvi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Karakteristik Fisik Cookies ... 32
4.1.1 Tekstur ... 32
4.1.2 Warna ... 33
4.2 Karakteristik Kimia Cookies ... 37
4.2.1 Kadar Air ... 37
4.2.2 Protein ... 38
4.2.3 Aktivitas Antioksidan ... 39
4.3 Nilai Organoleptik Cookies ... 40
4.3.1 Warna ... 41
4.3.2 Aroma ... 42
4.3.3 Rasa ... 44
4.3.4 Kerenyahan ... 45
4.3.5 Keseluruhan ... 46
4.4 Formula Terbaik ... 47
BAB 5. PENUTUP ... 49
5.1 Kesimpulan ... 49
5.2 Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Gembolo (Dioscorea bulbifera L.) ... 9
3.1 Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 22
3.2 Diagram alir pembuatan tepung kecambah jagung ... 23
3.3 Diagram alir pembuatan tepung gembolo... 24
3.4 Diagram alir penelitian pembuatan Cookies ... 26
4.1 Tekstur cookies ... 32
4.2 Kenampakan cookies hasil formulasi ... 33
4.3 Kecerahan Cookies ... 34
4.4 Nilai chroma Cookies ... 35
4.5 Nilai Hue Cookies ... 36
4.6 Kadar air Cookies ... 37
4.7 Kadar protein Cookies ... 39
4.8 Aktivitas antioksidan Cookies ... 40
4.9 Nilai kesukaan warna Cookies ... 41
4.10 Nilai kesukaan aroma Cookies... 43
4.11 Nilai kesukaan rasa Cookies ... 44
4.12 Nilai kesukaan kerenyahan Cookies ... 45
4.13 Nilai kesukaan keseluruhan Cookies ... 47
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Komposisi kimia jagung ... 5
2.2 Perbandingan komposisi tepung jagung dan kecambah jagung ... 8
2.3 Kandungan gizi umbi gembolo ... 10
2.4 Karakteristik dan tepung gembolo Blanching ... 11
2.5 Syarat mutu biskuit (SNI 2973:2011) ... 19
3.1 Komposisi bahan dalam per 100 gram tepung ... 25
3.2 Konsentrasi campuran ... 27
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. TEKSTUR ... 55
B. LIGHTNESS ... 57
C. CHROMA ... 59
D. HUE ... 61
E. KADAR AIR ... 63
F. KADAR PROTEIN ... 64
G. KADAR ANTIOKSIDAN... 66
H. UJI ORGANOLEPTIK WARNA ... 68
I. UJI ORGANOLEPTIK AROMA ... 70
J. UJI ORGANOLEPTIK RASA ... 72
K. UJI ORGANOLEPTIK KERENYAHAN ... 74
L. UJI ORGANOLEPTIK KESELURUHAN ... 76
M. KUISIONER UJI ORGANOLEPTIK ... 78
[image:19.595.45.564.174.688.2]BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang
potongannya bertekstur padat (BSN, 1992). Cookies termasuk salah satu variasi
pendamping makanan yang dapat dikonsumsi berbagai usia dan banyak disukai
oleh konsumen. Cookies adalah pangan olahan kering sehingga berkarakteristik
lebih tahan lama dibandingkan dengan olahan pangan basah. Cookiesdengan
kandungan komponen fungsional masih jarang dikembangkan. Salah satu bahan
yang dapat disubstitusikan untuk pembuatan cookiesyang memiliki kandungan
komponen fungsional yaitu tepung kecambah jagung.Cookies yang demikian
termasuk pangan fungsional.
Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih
komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi
fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.
Pengelompokkan komponen senyawa dalam makanan fungsional yaitu serat
makanan (dietary fiber), oligosakarida, gula alkohol, asam amino, peptida
dan protein tertentu, glikosida, alcohol, isoprenoid dan vitamin, kolin, mineral,
bakteri asam laktat, asam lemak tidak jenuh, serta fitokimia
dan antioksidan(BPOM, 2005).
Jagung (Zea mays) mempunyai peran strategis perekonomian nasional
karena fungsinya yang multiguna. Pada tahun 2014 produksi jagung secara
nasional sebesar 19,03 juta ton (BPS, 2015). Modifikasi enzimatis diperlukan
untuk meningkatkan karakteristik fisikokimia dan fungsional dari tepung
jagung.Salah satu cara modifikasi yaitu dengan proses perkecambahan.
Keunggulan tepung kecambah jagung diantaranya nilai gizi dan karakteristik
fungsionalnya lebih baik (Aminah dan Hersoelistyorini, 2012) serta tektur tepung
lebih halus (Suarni dkk., 2005). Setiap 100 g tepung kecambah jagung memiliki
kandungan vitamin C sebesar 15,99 mg, vitamin E sebesar 596,6993 mg, total
Selama ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan
cookiesadalah tepung gandum (terigu) sehingga mengakibatkan import gandum
terus meningkat. Badan Pusat Statistik (2015) melaporkan bahwa jumlah impor
gandum pada tahun 2014 mencapai 7,43 juta ton meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu 6,43 juta ton. Konsumsi terigu untuk biskuit sebesar 15 % dari
total konsumsi terigu nasional (Aptindo, 2003). Angka impor gandum yang tinggi
akan mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.
Kue kering (cookies) memerlukan terigu dengan kadar protein rendah
sebesar 8%-9,5%. Kandungan gluten tidak berpengaruh pada pembuatan cookies,
cookiestidak memerlukan bahan dasar yang volumenya dapat berkembang besar,
sehingga cookiesdapat dibuat dengan menggunakan tepung yang mengandung
gluten <1% (Rosmisari, 2006). Sehingga memungkinkan penggunaan komoditi
lokal. Tepung kecambah jagung dapat digunakan sebagai penstubtitusi terigu
dalam pembuatan cookies. Adanya perbedaan sifat fisikokimia antara terigu
dengan tepung kecambah jagung berpengaruh terhadap karakteristik cookies yang
dihasilkan terutama tekstur. Semakin besar substitusi tepung kecambah jagung
akan membuat teksturnya menjadi berpasir (sandiness). Oleh karena itu
diperlukan suatu bahan untuk memperbaiki teksturnya. Salah satu bahan yang
dapat memperbaiki tekstur dari cookiesadalah tepung gembolo.
Tepung gembolo memiliki kandungan karbohidrat sebesar 84,01 % bk
termasuk polisakarida larut air (PLA) (Sintyaningrum, 2012). Polisakarida larut
air (PLA) dari kelompok Dioscorea mengandung polisakarida utama glukomanan.
PLA merupakan hidrokoloid. Penambahan hidrokoloid akan meningkatkan
kekompakan matrik gel dan mengurangi struktur berongga sehingga akan
memperbaiki tekstur dari cookies. Penggunaan tepung gembolo perlu
dibatasikarena pada gembolo terdapat diosgenin yang termasuk golongan saponin.
Saponin memiliki sifat pahit (Fellows, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Tepung kecambah jagung dan tepung gembolo mempunyai potensi
Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah substitusi tepung kecambah
jagung tidak dapat terlalu banyak karena akan mempengaruhi tekstur dari
cookiesselain itu pada tepung gembolo terdapat diosgenin yang akan
mempengaruhi rasa dari cookies.Bagaimana formulasi yang tepat campuran
tepung kecambah jagung dan tepung gembolo untuk substitusi terigu hingga
dihasilkan cookies dengan sifat-sifat baik dan disukai belum diketahui sehingga
perlu diteliti.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik cookies dari
terigu yang disubstitusi campuran tepung kecambah jagung dan tepung
gembolo
2. Mengetahui formula terbaik pembuatan cookiesdari terigu yang
disubstitusi campuran tepung kecambah jagung dan tepung gembolo
sehingga dihasilkan cookies dengan sifat-sifat masih baik dan disukai.
1.4 Manfaat
1. Mengurangi ketergantungan penggunaan terhadap terigu sebagai upaya
diversifikasi pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional
2. Meningkatkan daya guna dan nilai ekonomis jagung dan gembolo
3. Memberikan informasi tentang pembuatan cookiesdari terigu yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terigu
Terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum bagian dalam
(endosperma) tanpa melibatkan bagan lembaga dan dedak (lapisan luar)
(Astawan, 2009). Terigu memiliki karakteristik yang berbeda dengan tepung yang
lain. Terigu terbuat dari biji gandum yang mengandung protein (gluten). Terigu
memiliki kandungan protein unik yang membentuk suatu massa lengket dan
elastis ketika dibasahi air. Komponen terbesar terigu yaitu pati berkisar 70% dan
protein sebesar 13 %. Protein yang terdapat pada terigu terdiri dari 15% non
gluten dan 85% gluten. Protein non-gluten terdiri dari 60% albumin dan 40%
globulin. Sementara protein gluten terdiri dari gliadin dengan berat molekul
rendah dan bersifat polar serta glutein dengan berat molekul tinggi dan bersifat
non polar (Fitrasari, 2009).
Setiap varietas biji gandum memiliki kandungan gluten yang
berbeda-beda, karenanya dipasaran beredar berbagai jenis terigu (Sutomo, 2012). Ada tiga
jenis terigu dipasaran yang digunakan dalam pembuatan kue yaitu:
Menurut Syarbini (2013), Terigu dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
kandungan protein, yaitu :
a. Terigu dengan kandungan protein tinggi ( Hard Flour ). Tepung ini memiliki
kandungan protein antara 12%-14% yang sangat baik untuk pembuatan aneka
macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena memiliki tingkat elastisitas
dan kekenyalan yang kuat sehingga mie yang dihasilkan tidak mudah putus.
b. Terigu dengan kandungan protein sedang ( Medium Flour ). Tepung ini
biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki kandungan protein
antara 10%-11,5% yang cocok digunakan untuk pembuatan aneka cake, mie
basah, pastry, dan bolu.
c. Terigu dengan kandungan protein rendah ( Soft Flour ). Terigu dengan
kandungan protein 8%-9,5% ini tidak memerlukan tingkat kekenyalan namun
tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan cookies, wafer, dan aneka
2.2 Jagung dan Tepung Kecambah Jagung
Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji –
bijian dari keluarga rerumputan (graminae) dan tergolong tanaman semusim.
Jagung adalah salah satu bahan pangan sumber energi yang berpotensi sebagai
pengganti nasi, karena nilai kalori jagung setara dengan nilai kalori nasi. Selain
itu, jagung juga memiliki kandungan serat kasar yang dibutuhkan tubuh (dietary
fiber), lemak esensial, zat besi (Fe), dan karoten (pro vitamin A) (Suarni, 2009).
Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji
jagung adalah karbohidrat (72% dari berat) yang sebagian besar berisi pati dan
mayoritas terdapat pada endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86 % pati
dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan yaitu amilosa dan
amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan
amilopektin sekitar 70-75%.
Gula dalam biji jagung terdapat dalam bentuk monosakarida (D-glukosa
dan D-fruktosa), disakarida terbanyak dalam biji jagung (2-3 mg per endosprema).
Sedangkan maltosa, trisakarida, dan oligosakarida terdapat dalam jumlah sedikit.
Adapun phytate (hexaphosphoric ester dari myoinositol) diketahui sebagai
satu-satunya gula alkohol yang terdapat dalam biji jagung. Sekitar 90% phytate
ditemukan di dalam skutelum dan 10%-nya terdapat di dalam alcuron (Boyer dan
Shannon,2003). Pada jagung terdapat pigmen xantofil yang tergolong senyawa
karotenoid. Menurut Watson dalam Merdiyanti (2008), kandungan pigmen
xantofilpada jagung rata – rata mencapai 23mg/kg. Adanya pigmen xantofil ini
memberikan warna kuning alami pada jagung dan produk olahannya. Komposisi
kimia dari jagung ditunjukkan oleh Tabel 2.1
Tabel 2.1. Komposisi kimia jagung
Komposisi
Pati (%) Protein (%)
Lipid (%)
Gula (%)
Abu (%)
Serat (%)
Biji utuh 73,4 9,1 4,4 1,9 1,4 9,5
Endosperma 87,6 8,0 0,8 0,62 0,3 1,5
Lembaga 8,3 18,4 33,2 10,8 10,5 14
Perikrap 7,3 3,7 1,0 0,34 0,8 90,7
Tip Cap 6,3 9,1 3,8 1,6 1,6 95
Jagung dalam bentuk tepung mempunyai daya guna yang lebih luas.
Tepung jagung digunakan dalam berbagai pengolahan jenis makanan atau sebagai
pensubstitusi terigu pada produk pangan berbahan dasar terigu. Untuk
meningkatkan kualitas tepung jagung, agar dapat digunakan lebih luas diperlukan
modifikasi dengan enzim. Modifikasi enzimatis dapat meningkatkan sifat
fisikokimia dan fungsional dari tepung jagung. Modifikasi enzimatis dapat
dilakukan diantarnya dengan proses pengecambahan.
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960). Proses pengecambahan
merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi,
fisiologi, dan biokimia. Pada tanaman, tahapan perkecambahan terdiri dari:
1. Proses penyerapan air (imbibisi)
Perembesan air kedalam benih (imbibisi), merupakan proses penyerapan
air yang berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembangan
embrio dan endosperma. Proses pengecambahan dapat terjadi jika kulit benih
permeabel terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu.
Dalam tahap ini, kadar air benih naik menjadi 25-35%, sehingga kadar air didalam
biji mencapai 50-60% dan hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji.
Selain itu, air memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji. Dinding sel
yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel
diimbibisi oleh air maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Hal tersebut
dikarenakan selain membutuhkan air, biji yang berkecambah memerlukan suhu
sekitar 10-400C dan oksigen. Apabila dinding sel kulit benih dan embrio
menyerap air, maka suplai oksigen meningkat pada sel-sel hidup sehingga
memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Sebaliknya jika CO2 yang dihasilkan
oleh pernafasan tersebut lebih mudah mendifusi keluar.
2. Aktivitas enzim
Aktivitas enzim terjadi setelah biji berimbibisi dengan cukup.
Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses pengecambahan ini adalah Enzim-enzim hidrolitik
seperti α-amilase yang merombah amilase menjadi glukosa, ribonulease yang
yang merombak senyawa yang mengandung P, lipase yang merombak senyawa
lipid, peptidase yang merombak senyawa protein.
3. Perombakan cadangan makanan
Terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi bentuk-bentuk yang terlarut.
4. Translokasi makanan ke titik tumbuh
Setelah penguraian bahan-bahan karbohidrat, protein, lemak menjadi
bentuk-bentuk yang terlarut kemudian di translokasikan ke titik tumbuh.
5. Pembelahan dan Pembesaran sel
Asimilasi dari bahan-bahan menghasilkan energi bagi kegiatan
pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Merupakan tahap terakhir
dalam penggunaan cadangan makanan dan merupakan suatu proses pembangunan
kembali
6. Munculnya radikula dan pertumbuhan kecambah
Pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada
dalam biji.
Kecambah memiliki kandungan vitamin yang lebih banyak dibandingkan
dalam bentuk bijinya. Kadar vitamin B meningkat hingga 2,5-3 kali kandungan
vitamin B pada bijinya. Dalam proses pengecambahan dihasilkan enzim a-amilase
yang dapat menghasilkan perubahan sifat fisikokimia diantaranya daya serap air
(DSA), daya serap minyak (DSM), daya emulsi, dan tekstur tepung yang lebih
halus (Suarni, dkk., 2005).
Adanya proses pengecambahan juga dapat mengubah karakteristik
rasioamilograf pati (Suarni, dkk., 2005). Enzim α-amilase yang dihasilkan
selamapengecambahan dapat memecah pati secara acak dari tengah atau bagian
dalammolekul sehingga menyebabkan pemutusan polimer pati. Karakteristik
rasioamilograf pati menunjukkan perbandingan antara proporsi amilosa (polimer
patiberantai lurus) dengan amilopektin (polimer pati berantai lurus dan
bercabang). Selain itu molekul protein akan dipecah sehingga terbentuk
Penelitian Kim dalam Marton, dkk, (2010), melaporkan selama proses
pengecambahan terjadi penurunan kadar asam lemak jenuh dan peningkatan kadar
asam lemak tidak jenuh. Dalam proses pengecambahan juga terjadi peningkatan
jumlah vitamin, komponen fitokimia seperti glokosinolates, dan antioksidan alami
serta penurunan senyawa anti gizi seperti tannin dan fitat (Marton, dkk, 2010).
Donangelo dalam Anita (2009) menyebutkan bahwa penurunan jumlah
komponen mineral selama proses pengecambahan mungkin disebabkan oleh
kehilangan mineral larut air saat pencucian dan perendaman sebelum proses
pengecambahan. Winarno dalam Anita (2009) menambahkan bahwa selama
proses pengecambahan beberapa mineral seperti kalsium dan besi yang biasa
terikat dilepaskan sehingga menjadi bentuk yang bebas. Sementara proses
pengecambahan dapat meningkatkan komponen senyawa antioksidan.
Aminah dan Hersoelistyorini (2012) melaporkan pada tepung jagung yang
melalui proses pengecambahan dihasilkan asam askorbat (vitamin C) 15,99 mg;
tokoferol (vitamin E) 596,6993 mg; serat 12,54% dan total fenol 2367,06 ppm per
100 g tepung. Selain itu proses pengecambahan juga mampu meningkatkan
beberapa komponen zat gizi. Perbandingan komposisi tepung jagung dan tepung
[image:27.595.60.557.246.689.2]kecambah jagung dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel2.2. Perbandingan komposisi tepung jagung dan kecambah jagung Komposisi Tepung Jagung Tepung Kecambah Jagung
Protein 8,08 % 5,995 %
Lemak 3,23 % 3,647 %
Karbohidrat 74,46 % 60,10*
Air 12,93 % 7,45 %
Abu 2, 70 % 19,92*
Serat 2,7 % 12,54%
Vitamin C n/a 15,99 mg/100g
Vitamin E n/a 596,6993 mg/100g
Total Fenol n/a 2367,06 ppm/100g
Sumber: ( Aminah dan Hersoelistyorini, 2012) *(Nauli, dkk., 2014).
2.3 Gembolo dan Tepung Gembolo
Gembolo (Dioscorea bulbifera L) termasuk suku gadung-gadungan atau
lebih besar. Panjang batang 10 m (berbentuk galah). Umbi agak tersembul ke atas
permukaaan tanah, ukurannya besar dan pada permukaannya ditumbuhi bulu-bulu
kasar. Umbi biasanya berpasangan, 1 berukuran besar dan 1 lagi berukuran kecil,
bentuknya bulat bulat melebar dengan lekukan-lekukan yang dalam pada bagian
ujung menyerupai kipas, kulitnya berwarna coklat kemerahan sedangkan bagian
dagingnya putih, panjang 10-20 cm, lebar 20-30 cm, tebal 2,5-8 cm (Lingga,
1986). Penanaman gembolo masih cukup luas di pedesaan walaupun semakin
terancam kelestariannya. Umbi gembolo biasanya direbus dan memiliki tekstur
kenyal. Gembolo memiliki kandungan diosgenin. Diosgenin adalah golongan
saponin alami yang banyak ditemukan dalam umbi jenis Dioscoreasp. Diosgenin
yang termasuk golongan saponin. Saponin memiliki sifat pahit (Fellows, 2000).
Gembolo (Dioscorea bulbifera L) dapat tumbuh di dataran rendah hingga
ketinggian 700 m dpl dengan minimum suhu 22,70C. Pembentukan umbi
ditentukan oleh kondisi optimum pada kondisi siang hari yang pendek, drainase
tanah dengan pH 5,5-6,5. Pada musim kemarau mengalami istirahat selama 1-6
bulan. Menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas dan dipergunakan sebagi
bibit. Umbi gembolo dapat dipanen pada umur 8-9 bulan setelah masa tanam
(Plantus,2008).
Gembolo berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber pangan lokal
karena memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebesar 19,8%,
selain itu juga mengandumg glukomanan yang merupakan polisakarida larut air,
yang juga bermanfaat sebagai prebiotik. Kandungan umbi gembolo dapat dilihat
[image:28.595.63.542.260.736.2]pada Tabel 2.3 dan foto umbi gembolo dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tabel 2.3. Kandungan gizi umbi gembolo
Zat gizi Kandungan per 100 g
Energi 100 Kkal
Protein 2 g
Lemak 0,2 g
Karbohidrat 19,8 g
Kalsium 45 mg
Fosfor 28 mg
Serat 6,2 g
Besi 1,8 mg
Vitamin B1 19,01 mg
Vitamin C 0,1 mg
Air 75 g
Bdd 86 %
Sumber : (Yuniar,2010)
Salah satu bentuk alternatif pengolahan untuk gembolo yaitu mengolahnya
menjadi tepung. Tepung sendiri merupakan hasil olahan yang dibuat dengan cara
pengurangan kandungan air sehingga kadar airnya cukup rendah (sekitar 10%),
dilakukan penghalusan dan dilakukan pengayakan agar seragam (Syarief dan
Irawati, 1998), sehingga dengan diolah menjadi tepung akan membuat gembolo
lebih tahan lama, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi
(difortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis. Proses pembuatan tepung umbi gembolo terdiri dari pengupasan,
pencucian, pengecilan ukuran, pengirisan, pengeringan, dan yang terakhir yaitu
penepungan.
Tepung yang berasal dari umbi-umbian pada umumnya berwarna coklat.
Hal ini disebabkan oleh umbi yang mengalami oksidasi dengan udara sehingga
terbentuk reaksi pencoklatan dan pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan
pangan tersebut (browning enzimatis).
Sintyaningrum (2012) menyatakan bahwa perlakuan pendahuluan
blanshing uap selama 5 menit mencegah terjadinya proses pencoklatan akibat
pengaruh enzim, sehingga tepung yang dihasilkan dari gembolo blanching
memiliki kecerahan lebih tinggi daripada tepung gembolo tanpa blanching.
blansinglebih rendah disebabkan oleh enzim polifenol oksidase kontak langsung
dengan udara luar yang memiliki unsur oksigen sehingga terjadi browning
enzimatis. Karakteristik tepung gembolo alami dan blanching dapat dilihat pada
[image:30.595.64.561.228.672.2]Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Karakteristik tepung gembolo blanching
Karakteristik Tepung gembolo blanshing
Kadar Air (%bk) 3,96±0,03
Kadar Abu (%bk) 4,02±0,01
Kadar Protein (%bk) 7,87±0,05
Kadar Lemak (%bk) 0,14±0,01
Karbohidrat (%bk) 84,01±0,04
Pati (%bk) 26,82±1,34
Amilosa (%bk) 23,53±0,13
Amilopektin (%bk) 3,29±1,36
Serat Pangan Larut (%bk) 16,39±0,08
Serat Pangan tidak Larut (%bk) 10,51±0,49
Ekstrak Kasar Glukomanan (%bk) 55,22±1,67
WHC (air/gram tepung) 299,76±12,30
Viskositas (mp) 1,95±0,12
Derajat Putih (%) 47,43±0,40
Sumber : Sintyaningrum (2012)
2.4 Cookies
Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat (Manley,
2000). Cookies dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke
dalam golongan short dough.Cookiesyang dihasilkan harus memenuhi syarat
mutu yang tetap agar aman di konsumsi. Secara umum bahan –bahan yang
digunakan dalam pembuatan cookies dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan
pengikat dan bahan pelembut. Bahan – bahan yang berfungsi sebagai bahan
pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan – bahan yang
berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leaving agent (baking powder),
Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi 3 tahap yaitu
pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan. Pembentukkan kerangka
cookies diawali sejak pembuatan adonan. Cookiesyang dicetak, paling baik
menggunakan cara creaming method. Metode ini baik untuk cookies, karena
menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang
berlebihan, karena pembuatan cookies tidak memerlukan pengembangan yang
berlebihan seperti pada pembuatan roti.Selama pencampuran terjadi penyerapan
air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk cookies
dan mengalami pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses pengadukan
menyebabkan shortening menjadi lunak karena adanya panas selama proses
pengadukan. Shortening dan kuning telur dalam adonan juga dapat menurunkan
terbentuknya gluten karena lemak menyelubungi tepung sehingga menghambat
kontak antara protein terigu dengan air. Adanya gula juga dapat mengurangi
terbentuknya gluten dengan adanya persaingan dengan protein dalam memperoleh
air (Indiyah, 1992).
Menurut (Matz, 1992) pemanggangan dilakukan dengan oven. Suhu dan
waktu pemanggangan berlangsung antara 2,5-30 menit tergantung suhu, jenis
oven dan jenis kue. Matz dan Matz, 1978 menyatakan makin sedikit kandungan
gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi (177-204oC). Suhu dan
lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies. Oven sebaiknya
tidak terlalu panas ketika cookies dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat
matang. Hal ini dapat membuat permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak – retak. Cookiesyang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan cookies akibat memadatnya gula dan lemak.
2.5 Pangan Fungsional
Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih
komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi
fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi
kesehatan(BPOM, 2005). Fungsi bahan pangan tidak lagi dua tetapi menjadi tiga,
pangan fungsional lain adalah produk yang diperkaya dengan
komponen-komponen fitokimiawi dan gizi, komponen-komponen aktif yang dapat bersifat antioksidan
terkait pada kemampuannya sebagai antikanker, antipenuaan dan sebagainya,
anti-hiperlipidemia, antithrombotik, antivirus, antiangiogenic terkait pada penyakit
jantung koroner, stroke (Apriadji, 2002)
Suatu produk dikatakan pangan fungsional apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. harus berupa produk pangan, bukan kapsul, tablet atau bubuk dan berasal dari
bahan yang terdapat secara alami.
2. dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, dan
3. Pangan fungsional harus mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna,
memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat
mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh
untuk memulihkan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, menjaga
kondisi fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan (Goldberg, 1999).
BPOM (2005)mengelompokkan komponen senyawa dalam makanan
fungsional yaitu serat makanan (dietary fiber), oligosakarida, gula alkohol, asam
amino, peptida dan protein tertentu, glikosida, alcohol, isoprenoid dan vitamin,
kolin, mineral, bakteri asam laktat, asam lemak tidak jenuh, serta fitokimia
dan antioksidan.
Komponen tersebut memberikan fungsi fisiologis bagi tubuh sehingga
berpengaruh positif terhadap kesehatan. Fungsi fisiologis yang dimaksud antara
lain mengantisipasi timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi
kondisi ritme fisik tubuh, mengantisipasi proses penuaan, dan menyehatkan
kembali (Sloan, 2002).
2.6 Bahan-Bahan Pembuat Cookies
2.6.1 Garam
Garam digunakan untuk mengurangi rasa manis yang ada pada gula.
garam harus ada ukuranya, memberi sumbangan juga dalam pembentukan warna
kerak (Fatmawati, 2012).
2.6.2 Shortening
Mentega putih (shortening/compound fat) adalah lemak padat yang
mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan umumnya berwarna putih
(Winarno, 2004). Pada umumnya sebagian besar mentega putih dibuat dari
minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang
tanah dan lain-lain (Winarno, 2004). Mentega putih mengandung 80% lemak dan
17% air (Wahyuni dan Made, 1998). Mentega putih banyak digunakan dalam
bahan pangan. Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap
produk yang dipanggang, dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan
pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan biskuit.
2.6.3 Margarin
Margarin disebut juga oleomargarine, butter, dan lardine. Margarin dibuat
dari minyak tumbuh-tumbuhan dengan cream dari susu yang dijernihkan
kemudian diaduk, di beri bahan perasa dan warna. Campuran ini kemudian
dipisahkan, didinginkan dan dibungkus atau dikalengkan. Minyak
tumbuh-tumbuhan yang dipakai antara laian minyak kelapa, minyak biji matahari, biji
kapas atau dari kedelai. Pada waktu proses pembuatan margarin ada beberapa
penambahan vitamin yaitu vitamin A dan vitamin D. Lemak tidak dapat larut ke
dalam bahan cair adonan. Untuk itu, agar lemak dapat stabil ke dalam adonan
maka kremkan lemak dan gula secara bersama-sama. Lemak berfungsi untuk
menghalangi pembentukan gluten. (Fatmawati, 2012).Fungsi margarine untuk
memperpanjang daya simpan, memperkeras tekstur agar tidak meleleh pada suhu
kamar dan mempertinggi titik didih untukmemenuhi tujuan pengovenan. Ciri-ciri
margarine yang menonjol adalah agakkeras pada suhu rendah, teksturnya mudah
2.6.4 Gula
Hampir 25 % komponen bahan dasar cookiesadalah pemanis, sehingga
pemilihan sweetening menjadi sangat penting (Utami, 1992). Gula digunakan
terutama untuk memberi efek rasa manis. Dalam pembuatan cookies, gula tidak
hanya befungsi sebagai pemanis, tetapi juga membentuk tekstur, pemberi warna
(coklat tua) dan sebagai kontrol penyebaran karena selama pemanggangan, gula
yang tidak larut menjadi larut dan menyebabkan penyebaran bentuk cookies(Matz,
1992). Gula yang baik untuk pembuatan cookiesadalah gula halus, karena tidak
menyebabkan pelebaran kue yang terlalu besar.
Gula berfungsi sebagai bahan pengempuk pada produk-produk seperti
cake, cookiesdan quick bread. Peranan sukrosa dalam pembuatan cookiesyaitu
memberi kontribusi pembentukan flavour dan rasa manis serta pembentukan
warna pada permukaan cookiesmelalui reaksi karamelisasi (Manley, 2000).
Jumlah gula yang ditambahkan harus tepat. Menurut Matz (1992), bila
terlalu banyak gula adonan menjadi lengket dan menempel pada cetakan, biskuit
menjadi keras dan akan terlalu manis. Penambahan gula yang terlalu banyak
mengakibatkan biskuit kurang lezat karena penyebaran gluten tepung.
Parameter lain yang dipengaruhi oleh formula gula yaitu kekerasan
cookies, kerenyahan, warna dan volume Gula pun dapat memperpanjang umur
simpan cookies, karena gula mempunyai sifat higroskopis (menahan air) (Pareyt,
2009).
2.6.5 Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu
kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu dapat memiliki
fungsi untuk menambah gizi, membangkitkan rasa, aroma dan mampu menjaga
cairan dan membantu mengontrol kerak. Gula susu akan terkaramelisasi pada
suhu rendah dan memberikan warna kerak yang diinginkan. Dan efek pengikat
yang ada pada protein tepung bersama-sama bahan padatan susu akan membentuk
2.6.6 Kuning Telur
Kuning telur adalah bagian yang lebih padat dan terkandung di dalamnya
hampir semua fat dari telur itu. Kuning telur mengandung lechitin, ini berfungsi
sebagai emulsifier (Hamidah, 1996)
2.6.7 Baking Powder
Baking powder berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan kue kering,
selain itu baking powder juga berfungsi untuk membentuk volume, mengatur
aroma dan rasa, mengendalikan penyebaran dan pengembangan kue, dan juga
menjadikan kue kering lebih ringan. Penggunaan baking powder dalam jumlah
yang berlebihan akan menyebabkan kue menjadi terlalu mengembang dan
menghasilkan rasa yang pahit.Baking powder biasanya bereaksi pada saat
pengocokkan dan akan bereaksi cepat apabila dipanaskan hingga 40-500C.
Komposisi baking powder yaitu natrium bikarbonat (NaHCO3), asam atau
garam-garam asam, bahan pengisi (filler)(Faridah, 2008).
Jenis-jenis baking powder :1).fast acting,bereaksi saat proses pegocokkan;
2) slow acting, bereaksi saat pemanggangan; 3) double acting,bereaksi saat
pengocokkan dan pemanggangan (Faridah, 2008).
2.7 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Selama Proses Pembuatan Cookies
Pada tahap awal pemanggangan terjadi kenaikan suhu yang menyebabkan
melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan adonan cookies
mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan diameter dan ketebalan
cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu dan telur
terkoagulasi dan diikuti gelatinisasi pati sebagian karena kandungan airnya yang
rendah. Pada saat suhu didih air tercapai pembentukkan uap air meningkat diikuti
kenaikan volume cookies. Pemantapan struktur cookies diakhiri dengan
gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air (Indiyah, 1992).
2.7.1 Gelatinisasi
Gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula
pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 2004).
Pengembangan granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika
pemanasan mencapai suhu tertentu, pengembangan granula pati menjadi bersifat
tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula. Suhu pada saat
granula pati membengkak dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat
tidak dapat balik disebut suhu gelatinisasi pati.
Menurut Matz (1984) gelatinisasi suhu berkisar antara 58,8°C-70ºC. Pati
kandungan amilopektinnya tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku,
sedangkan pati yang kandungan amilopektinnya rendah akan membentuk gel yang
kaku. Proses gelatinisasi terjadi karena kerusakan ikatan hidrogen yang berfungsi
untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas
pati menyebabkan granula pati menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah
dan masuk ke dalam medium (Greenwood, 1979) pati merupakan homopolimer
glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Setiap pati tidak sama sifatnya tergantung
dari rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya.
2.7.2 Koagulasi Protein
Koagulasi merupakan peristiwa yang terjadi karena denaturasi protein
yang menyebabkan pengembangan molekul protein membuka gugus reaktif yang
ada pada rantai polipeptida, selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada
gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan dimana bila ikatan yang terbentuk
cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid. Apabila
ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan,
akan terbentuk gel, namun bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi
tersebut, protein akan mangendap (Winarno, 2004).
2.7.3 Penurunan Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan).
Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan
pangan. Bila kita berbicara tentang proses pengeringan dan pengemasan bahan
maka akan sangat erat hubungannya dengan kadar air bahan.
Menurut Winarno,dkk (1988), kadar air pada bahan berkisar 3-7% akan
mencapai kestabilan yang optimum dan pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi
kimia yang merusak bahan seperti browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak dapat
dikurangi, kecuali pada produk-produk yang memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh. Kadar air pada produk cookiesmerupakan karakteristik kritis yang akan
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap cookieskarena kadar air
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap.
2.7.4 Pencoklatan (Browning)
Pengaruh Timbulnya warna coklat pada produk biskuit disebabkan oleh
reaksi pencoklatan (reaksi maillard) karena adanya protein dan gula dalam bahan
dasar biskuit. Menurut winarno (2004) pada keadaan panas, gula dan asam amino
dari protein bereaksi dengan gugus aldehida atau keton dari gula pereduksi dan
menghasilkan warna coklat.
Reaksi maillard merupakan suatu reaksi kimia pencoklatan non-enzimatik
antara gula pereduksi dengan protein atau asam amino. Tergantung pada jenis
bahan dan jalannya reaksi, perubahan warna yang terjadi bisa dari kuning lemah
sampai coklat gelap. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard, seperti
temperatur, aktivitas air, pH, kadar uap air dan komposisi kimia suatu bahan
2.8Syarat Mutu Cookies
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) „Mutu dan Cara Uji Biskuit‟ (SNI 01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari terigu
dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan
pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer.
Syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu
biskuit yang berlaku saat ini adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI
[image:38.595.48.557.199.678.2]01-2973-2011), seperti tercantum dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Syarat Mutu Biskuit (SNI 2973 : 2011)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 1.1 1.2 1.3 Keadaan Bau Rasa Warna - - - Normal Normal Normal
2 Kadar air (b/b) % Maksimal 5
3 Protein (N x 6,25) (b/b) %
Minimum 5 Minimum 4,5 *)
Minimum 3 **)
4
Asam lemak bebas (sebagai asam oelat) (b/b)
% Maksimum 1,0
5 5.1 5.2 5.3 5.4 Cemaran logam Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Timah (Sn) Merkuri (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimum 0,5 Maksimum 0,2 Maksimum 40 Maksimum 0,05
6 Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,05
7 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 7.6 7.7 Cemaran Mikroba Angka lempeng total Coliform
Eschericia Coli Salmonella sp.
Staphylococcus aureus Bacillus careus
Kapang dan khamir
Koloni/g APM/g APM/g - Koloni/g Koloni/g Koloni/g
Maksimum 1 x 102 20
<3 Negatif/25g Maksimum 1 x 102 Maksimum 1 x 102 Maksimum 2 x 102 Keterangan :
*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan
**) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi (coating/filling) dan pai.
Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi
serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah; apabila
dikemas akan terlindung dari kelembaban dan memiliki umur simpan yang lama
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian,
laboratorium Biokimia Pangan, dan laboratorium Analisa Terpadu jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember pada
bulan April 2015 – Juni 2015.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan baku pembuatan cookies adalah terigu, jagung, gembolo, garam,
shortening, margarin, gula, susu skim, kuning telur dan baking powder. Bahan
kimia yang di perlukan H2SO4 pekat, akuades, selenium, asam borat 3%, metil
biru, metil merah, HCl 0,02 N, etanol PA, 1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl (DPPH)
3.2.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan meliputi cabinet oven, alumunium foil, blender,
disc mill, mixer, cetakan kue, loyang, pisau, baskom, ayakan Tyler 80 mesh,
eksikator, timbangan, mortal, oven, labu kjehldahl, spektrofotometer, vortex,
kuvet, botol semprot, pipet, botol timbang, colour reader,rheotex alat-alat gelas,
dan alat bantu lainnya.
3.3 Rancangan Penelitian 3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pertama persiapan
bahan, pembuatan tepung kecambah jagung, dan pembuatan tepung gembolo.
Tahap kedua adalah formulasi dan pembuatan cookies. Tahap ketiga analisis sifat
fisik, analisis sifat kimia, dan uji organoleptik dari masing-masing formulasi.
Gambar 3.1. Diagram alir pelaksanaan penelitian
3.3.2 Pembuatan Tepung Kecambah Jagung
Pembuatan tepung kecambah jagung dalam penelitian ini mengacu pada
penepungan yang dilakukan Jannah (2014). Tahapan pembuatan tepung kecambah
jagung diawali dengan sortasi biji jagung sortasi bertujuan untuk memisahkan biji
rusak dengan biji jagung yang dapat dikecambahkan selain itu untuk
menghilangkan kotoran. Tahap selanjutnya perendaman dalam air selama 8 jam
fungsi perendaman untuk imbibisi air ke dalam jagung sehingga mengaktifkan
enzim-enzim. Pencucian bertujuan agar biji terbebas dari patogen yang
menghambat perkecambahan, kemudian dilakukan penirisan yang bertujuan agar
tidak terlalu banyak air pada proses pengecambahan. Pengecambahan dilakukan
selama 36 jam pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat,
lemak, dan protein. Tahap selanjutnya yaitu pemanenan, pemanenan dilakukan
umur kecambah 36 jam lalu dilakukan blanching yang berfungsi untuk inaktivasi
enzim yang aktif pada proses pengecambahan. Proses blanching dilakukan selama
5 menit.Tahap selanjutnya pengeringan selama 20 jam pada suhu 500C berfungsi
untuk mengurangi kadar air dari kecambah jagung. Tahap selanjutnya
penggilingan menggunakan disk mill. Tujuanpenggilingan memperkecil ukuran
bahan sehingga mempermudah dalam pengolahan lebih lanjut. Tahap
terkahiryaitu pengayakan yang berfungsi memisahkan ukuran partikel tepung, Tahap I : Tahap persiapan bahan,
pembuatan tepung kecambah jagung,
dan pembuatan tepung gembolo
Tahap II : Formulasi dan pembuatan cookies
penggunaan ayakan 80 mesh berfungsi untuk membuat tepung kecambah jagung
memiliki ukuran partikel sama dengan terigu. Pembuatan skema tepung kecambah
[image:42.595.55.561.164.674.2]jagung dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Diagram alir pembuatan tepung kecambah jagung
3.3.3 Pembuatan Tepung Gembolo
Pembuatan tepung gembolo mengacu pada penelitian Nurlaili (2013).
Dengan beberapa modifikasi. Gembolo dikupas kemudian dicuci dengan air. Lalu
dilakukan blanching selama 5 menit proses ini berfungsi untuk inaktivasi enzim
polifenol oksidase yang ada pada gembolo, adanya tahap blanching membuat Pengayakan 80 mesh
Air Pencucian Air
Blanching selama 5 menit
Pengeringan suhu 500C, 20 jam
Penggilingan
Tepung kecambah jagung Pengecambahan 36 jam
Pemanenan Jagung
Jagung tidak lolos sortasi, kotoran Sortasi
Air Pencucian dan Penirisan Air
Air Perendaman 8 jam
tepung yang dihasilkan memiliki warna lebih cerah dibanding tepung tanpa
blanching. Selanjutnya dilakukan pengirisaan dengan ketebalan ±2mm fungsi dari
pengirisan yaitu memperbesar luas permukaan bahan sehingga lebih cepat dalam
proses pengeringan. Gembolo yang telah diiris selanjutnya dikeringkan dengan
sinar matahari selama 3 hari, tahap ini berfungsi untuk mengurangi kadar air dari
gembolo. Setelah pengeringan dilakukan penggilingan. Tujuanpenggilingan
memperkecil ukuran bahan sehingga mempermudah dalam pengolahan lebih
lanjut. Tahap terakhir yaitu pengayakan yang berfungsi memisahkan ukuran
partikel tepung menggunakan ayakan Taylor 80 mesh, penggunaan ayakan 80
mesh berfungsi untuk membuat gembolo memiliki ukuran partikel sama dengan
[image:43.595.46.561.287.719.2]terigu. Diagram alir pembutan tepung gembolo ditunjukkan pada Gambar 3.3
Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan tepung gembolo Gembolo
Kulit gembolo Pengupasan
Air
Air Pencucian
Pengecilan ukuran
Blansing selama 5menit
Pengirisan ± 2 mm
Pengeringan menggunakan sinar matahari selama 3 hari
Penggilingan
Pengayakan 80 mesh
3.3.4 Pembuatancookies
a. Formulasicookies
Formulasi cookiesdilakukan terhadap bahan baku utama produk, yaitu
terigu, tepung kecambah jagung, dan tepung gembolo. Formulasi ini didasarkan
pada perbandingan jumlah tepung kecambah jagung, dan tepung gembolo dengan
jumlah total kedua bahan tersebut 50 % total adonan dengan jumlah terigu sebesar
50 % dan ditambah bahan pelengkap lain yaitu garam, shortening, margarin, gula,
susu skim, kuning telur dan baking powder. Bahan pelengkap yang di tambahkan
jumlahnya tetap tiap formula.
b. Pembuatan
Pembuatan dilakukan dengan mengkombinasikan terigu, tepung kecambah
jagung dang tepung gembolo sebagai bahan dasar. Komposisi bahan adonan dapat
[image:44.595.48.559.192.646.2]dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Komposisi bahan per 100 g tepung
Bahan Jumlah tiap formula
Kontrol A1 A2 A3 A4 A5
Terigu 100 ,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 Tepung kecambah
jagung 0 35 38 41 44 47
Tepung gembolo 0 15 12 9 6 3
Shortening 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 Margarin 40,00 40,00 40,00 40,00 40,00 40,00
Gula 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00 64,00
Garam 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30
baking powder 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Susu skim 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 Kuning telur 15,00 15,00 15,00 15,00 15,00 15,00
c. Proses pembuatan
Pembuatan dilakukan dengan cara mencapur gula, shortening, dan
margarin dan susu skim lalu dilakukan pengocokan dengan mixer sampai
berbentuk krim. Pembuatan krim terlebih dahulu menghasilkan adonan yang
bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan, karena pembuatan
cookies tidak memerlukan pengembangan yang berlebihan seperti pada
emulsifier, garam berfungsi membangkitkan rasa dan aroma, dan baking
powderberfungsi meningkatkan kerenyahandan dilakukan pengocokan kembali
sampai bercampur. Setelah itu, ditambahkan terigu, tepung kecambah jagung dan
tepung gembolo sampai terbentuk adonan. Kemudian diaduk pengadukan, pada
tahap pengadukan terjadi penyerapan protein air oleh protein terigu sehingga
terbentuk gluten yang akan membentuk cookies dan mengalami pemantapan
selama pemanggangan. Tahap berikutnya yaitu pencetakan dengan menggunakan
cetakan kue. Adonan yang telah dicetak tersebut dipanggang dalam oven dengan
suhu 1400C selama 15 menit. Tahap terakhir yaitu pendinginan selama 10 menit
yang berfungsi mengeraskan cookies karena pada saat pemanggangan lemak
[image:45.595.48.557.300.700.2]menjadi meleleh akibat adanya pemanasan. Proses pembuatan disajikan pada
Gambar 3.4
Gambar 3.4. Diagram alir penelitian pembuatan cookies (Therik, 2000) Pengadukan
Gula, Shortening,
Margarin
Pencetakan
Pendinginan, 10 menit
Pemanggangan suhu 1400C, 15 menit
Cookies Kuning Telur,
Garam, Baking
Powder
Pengocokan hingga mengembang, 10 Menit
Terigu, Tepung Kecambah Jagung, Tepung Gembolo, susu
skim
3.4 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah RAL
(Rancangan Acak Lengkap) dengan tiga kali ulangan dari formula tingkat
konsentrasi campuran tepung kecambah jagung dan tepung gembolo. Konsentrasi
[image:46.595.42.568.154.744.2]campuran dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Konsentrasi campuran
Formula Terigu
(%)
Tepung kecambah jagung
(%)
Tepung gembolo (%)
Kontrol 100 0 0
A1 50 35 15
A2 50 38 12
A3 50 41 9
A4 50 44 6
A5 50 47 3
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik
Ragam, untuk mengetahui adanya perbedaan maka uji dilanjutkan menggunakan
DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) dengan taraf uji 5% dan dilanjutkan
dengan uji efektivitas (De Garmo dkk, 1984).
3.5 Parameter Pengamatan 1. Sifat Fisik
a. Tekstur menggunakan rheotex
b. Warna menggunakancolorreader
2. Sifat kimia
a. Kadar air metode thermogravimetri (AOAC, 2005)
b. Kadar protein metode mikro kjeldhal (Sudarmadji dkk, 1997)
c. Aktivitas antioksidan (Subagio dan Morita, 2001)
3. Sifat organoleptik menggunakan Uji Hedonik (Soekarto, 1981)
Meliputi:
a. Warna
c. Rasa
d. kerenyahan
e. Keseluruhan
3.6 Prosedur Analisis
3.6.1 Tekstur menggunakan Rheotex
Pengukuran tekstur pada cookiesmenggunakan rheotex. Power dinyalakan
dan penekan diletakkan tepat di atas bahan. Kemudian tombol distance ditekan
dengan kedalaman 1 mm. Selanjutnya cookiesdiletakkan tepat di bawah jarum,
kemudian menekan tombol start. Pembacaan dilakukan sesuai angka yang tertera
pada display dengan satuan tekanan pengukuran tekstur cookiesdalam gram
force/1mm.
3.6.2 Warna menggunakanColor Reader
Penggunaan color reader adalah dengan menyentuhkan monitor color
reader sedekat mungkin pada permukaan bahan kemudian alat dihidupkan.
Intensitas warna sampel ditunjukkan oleh angka yang terbaca color reader.
Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan tiap sampel. Kemudian
dilakukan penghitungan rata-rata dari data yang diperoleh. Pastikan dahulu cahaya
sudah terang. Produk diukur dan diketahui nilai L, a, dan b, kemudian dihitung
intensitas warna dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Rumus:
Nilai standar : a= -5,75, b= 6,51
a*= standar a+da
b*= standar b+db
c*= ∗2+ ∗2
L*= Standar L Kramik Standar L ∗L
dimana:
a : nilai berkisar antara -80 samapai 100 yang menunjukkan warna hijau
b : nilai berkisar antara -80 sampai 70 yang menunjukkan warna biru hingga
kuning.
c : chroma, intensitas warna, c*=0, tidak berwarna, semakin c* berarti
intensitas warna semakin besar
H : Hue, sudut warna (00 : warna netral, 900 : kuning, 1800 : hijau, 2700 : biru),
dengan ketentuan perhitungan:
a+b+ =180-tan-1 ∗∗
a-b+ =180-tan-1 ∗∗
[image:48.595.47.561.98.728.2]a-b- =180 + tan-1 ∗∗
Tabel 3.3 Deskripsi warna Hue
Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna
18 54 Red (R)
54 90 Yellow Red(YR)
90 126 Yellow (Y)
126 1