• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra Jakarta"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP.)

Oleh :

Afifatul Humairo NIM: 1110025000008

PRODI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra

Penelitian ini bermula atas ketertarikan peneliti mengenai pemanfaatan koleksi digital talking book di perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan koleksi digital talking book serta bagaimana upaya pustakawan agar koleksi digital talking book dimanfaatkan. Penelitian ini pada rumusan masalah pertama menggunakan metode penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, dan rumusan masalah yang kedua menggunakan pendekatan kualitatif. Populasi penelitian adalah anggota perpustakaan Yayasan Mitra Netra yang berjumlah 827 orang, jadi sampel diambil dari 10% jumlah anggota perpustakaan yaitu sebanyak 83 responden. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah pustakawan di perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden (74,7%) memanfaatkan koleksi digital talking book dengan baik, dan upaya pustakawan agar koleksi digital talking book dimanfaatkan oleh pemustaka yaitu mempromosikan koleksi digital talking book terbaru dengan kontak langsung kepada pemustaka, dan juga memberikan bimbingan pemakai terhadap pemustaka baru. Walaupun promosi yang dilakukan belum maksimal.

(6)

v

Alhamdulillairabbil’aalamin, penulis menyampaikan segala puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Tak lupa penulis menghaturkan solawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi dan Rosul kita Muhammad SAW, dan juga kepada segenap keluarganya, sahabatnya, serta umatnya sepanjang zaman, yang insya Allah kita ada didalamnya.

Dengan limpahan kasih sayang-Nya penulis bersyukur mampu menyelesaikan tugas akhir kuliah (skripsi) yang berjudul “Pemanfaatan Koleksi

Digital Talking Book di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra” dapat terselesaikan dengan baik.

Proses perjalanan untuk menyelesaikan proposal skripsi ini tidaklah mudah. Banyak hambatan dan rintangan yang penulis temui dan alami. Berkat ridho-Nya, doa, kesungguhan hati dan kerja keras, akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari betapa sederhananya karya tulis ini dan jauh dari kesempurnaan. Namun penulis juga tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan kata terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Kepada Bapak Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah.

2. Bapak Drs Pungki Purnomo, MLIS dan bapak Mukmin Suprayogi, M.Si selaku Ketua dan Sekertaris jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah.

3. Bu Fadhilatul Hamdani, M.Hum selaku pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk membantu penulis.

(7)

vi

dengan moril maupun materiil serta tak henti mendoakan penulis. Dan yang terluar biasa, keluarga yang banyak menjadi inspirasi dalam kehidupan penulis. Yaitu ade adeku bahrul, anah, udoh, oca, uwais, juga budeh nur, pakde siran, budeh khol, ncang ebin, semua keluarga besar yang tida bisa disebutkan satu persatu.

6. Mba Endah selaku pengelola perpustakaan Yayasan Mitra Netra yang telah memabantu penulis dalam mendapatkan informasi yang penulis butuhkan selama penelitian berlangsung, dan juga kepada seluruh tunanetra yang telah memberikan kesempatan untuk penulis teliti.

7. Seluruh teman teman JIP UIN terutama angkatan 2010 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya, yang telah banyak membantu memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai di waktu yang tepat. Takdir telah mempertemukan kita di jurusan ini.

8. Untuk sahabat sahabatku: tri mulyono, elvi, aditya, uland, balkis, ami, empe, kamil, fidy, rani terima kasih telah memberi warna lain di kehidupanku, thanks to be my friend. You know what? You’re make live is never flat. Dan untuk semua teman temanku yang tak bisa ku sebut satu pesatu.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin. Demikian ucapan terima kasih penulis haturkan

kepada seluruh pihak, semoga kebaikan dan bantuan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat ridha dari Allah SWT.

Penelitian ini bukanlah sebuah karya tanpa cela. Banyak pelajaran yang masih dibutuhkan penulis dan ditelaah kembali. Namun setetes pengetahuan yang terdapat di lembaran kertas berjilid ini, mudah mudahan sedikit banyak dapat memberikan pengetahuan dan dijadikan referensi dalam pengembangan selanjutnya.

Jakarta, 12 Agustus 2014 Penulis

(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Berpikir ... 6

F. Metode Penelitian ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 12

H. Penelitian Relevan ... 13

BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Definisi Perpustakaan Tunanetra ... 15

B. Peran, Tugas, dan Fungsi Perpustakaan ... 19

C. Jenis-Jenis Koleksi ... 21

D. Koleksi Digital Talking Book ... 22

(9)

viii

Mitra Netra ... 32

C. Struktur Organisasi ... 35

D. Fasilitas Layanan ... 36

E. Sistem, Jam, dan Jenis Layanan ... 36

F. Produk-Produk Yayasan Mitra Netra ... 38

G. Sejarah Program Digital Talking Book ... 40

H. Pedoman Rekaman Membaca Digital Talking Book ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pengumpulan Data ... 52

B. Gambaran Umum Responden ... 52

C. Teknik Pengolahan Data ... 53

D. Pembahasan Hasil Kuesioner ... 55

1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55

2. Karakteristik dan Data Responden ... 57

3. Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book ... 60

4. Rekapitulasi Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book 69 5. Hasil Pertanyaan Terbuka kepada Responden ... 72

6. Upaya Pustakawan Agar Koleksi Digital Talking Book Dimanfaatkan ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN

(10)

ix

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas ... 54

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 55

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan keanggotaan ... 57

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 58

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan pekerjaan ... 58

Tabel 4.7 Jenis Koleksi Yang Sering Digunakan ... 59

Tabel 4.8 Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book ... 60

Tabel 4.9 Manfaat Menggunakan Digital Talking Book ... 60

Tabel 4.10 Frekuensi Pemakaian Digital Talking Book ... 61

Tabel 4.11 Pemenuhan Kebutuhan Informasi ... 61

Tabel 4.12 Alasan Tidak Menggunakan Digital Talking Book ... 62

Tabel 4.13 Kepraktisan Menggunakan Digital Talking Book ... 62

Tabel 4.14 Sistem Pencarian Koleksi Digital Talking Book ... 63

Tabel 4.15 Penggunaan Jasa Pustakawan ... 63

Tabel 4.16 Frekuensi Peminjaman Koleksi Digital Talking Book ... 64

Tabel 4.17 Penilaian Layanan Peminjaman ... 64

Tabel 4.18 Jumlah Waktu Untuk Membaca Digital Talking Book ... 65

Tabel 4.19 Alat Yang Sering Digunakan Untuk Membaca... 66

Tabel 4.20 Kejelasan Narator Dalam Membacakan Digital Talking Book ... 66

Tabel 4.21 Alasan Menggunakan Digital Talking Book ... 67

Tabel 4.22 Jenis Koleksi Yang Sering Digunakan ... 67

Tabel 4.23 Kepuasan Terhadap Ketersediaan Koleksi ... 68

Tabel 4.24 Ketersediaan Subjek ... 68

(11)

x 2. Surat Tugas Menjadi Pembimbing 3. Surat Izin Penelitian

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perpustakaan merupakan instansi yang tak asing lagi bagi masyarakat luas, terutama bagi mereka yang mengenyam pendidikan formal, karena perpustakaan merupakan salah satu sarana pembelajaran. Perpustakaan juga sebuah lembaga untuk mencerdaskan bangsa sebagai jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan, sekaligus menjadi tempat penelusuran informasi yang menyenangkan dan menghibur.

Perpustakaan sudah ada sejak tahun 323 SM yang didirikan oleh Ptolemi I sang penerus Alexander (Iskandariah). Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan terbesar di dunia. Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabad abad dan memiliki koleksi 700.000 gulungan papyrus.1

Seiring dengan perkembangan zaman semakin berkembang juga informasi. Masyarakat pun mulai memilah informasi sesuai dengan kebutuhannya. Oleh sebab itu, perpustakaan mulai terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dll.2

Sebagai penyedia informasi, perpustakaan harus dapat memberikan layanan yang dapat memudahkan pemustaka untuk mengakses informasi

1

Oky Rahmawati, “Sejarah Perpustakaan Dunia”, (Jakarta: Jurnal Pustakawan Indonesia vol 6 no 1), hal 59sa

2

(13)

dengan cepat, tepat, dan akurat. Tidak hanya bagi pemustaka normal, melainkan juga untuk pemustaka berkebutuhan khusus, salah satunya tunanetra.

Saat ini perpustakaan yang diperuntukan bagi penyandang tunanetra masih terbatas. Pemanfaatan koleksi oleh penyandang tunanetra, juga terbatas. Penyandang tunanetra adalah individu yang memiliki keterbatasan visual dalam hidupnya. Keterbatasan visual yang dimilikinya mengakibatkan kemampuan mengkonsepsi dunia sekitar mengalami ketergangguan.

Pada kenyataannya, menurut data Yayasan Mitra Netra Jakarta, dari sekitar 10.000 judul buku yang ditebitkan setiap tahunnya di negeri ini, hanya lebih dari 2% saja yang dialihkan ke dalam bentuk yang aksesibel bagi tunanetra. Bentuk lain ini, yaitu bentuk braille ataupun buku audio digital dalam bentuk CD (buku bicara).3 Buku ini hanya terbatas pada buku-buku dengan kategori tertentu seperti buku pelajaran sekolah. Semestinya tunanetra pun berhak mengakses buku-buku sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

Padahal Pemerintah sudah menetapkan Undang Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 5 ayat 3 yang menyatakan “masyarakat yang memiliki cacat dan atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing masing”.

Tunanetra yang mendapat kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan regular sangat memerlukan bantuan untuk menunjang kegiatan

3

(14)

belajar mereka. Apalagi jika di sekolah tempat mereka belajar tidak menyediakan pelayanan khusus. Meski pemerintah membuat peraturan melalui program pendidikan inklusif, namun keterbatasan fasilitas itu masih harus dihadapi.

Perpustakaan yang menyediakan koleksi khusus untuk tunanetra belum banyak berdiri di Indonesia. Hal ini menyebabkan tunanetra sulit mengakses informasi yang mereka butuhkan, apalagi ingin mengakses informasi yang mereka minati.4

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra merupakan salah satu perpustakaan penyedia koleksi yang dapat diakses bagi masyarakat berkebutuhan khusus/ tunanetra. Koleksi tersebut diantaranya koleksi braille dan koleksi digital talking book (buku bicara). Digital talking book saat ini sudah banyak digunakan oleh para tunanetra, terlebih tunanetra yang menempuh pendidikan tinggi.

Dengan program Yayasan Mitra Netra, tunanetra dapat mengakses buku-buku pelajaran sekolah untuk dibaca dan dipelajari layaknya pelajar biasa. Namun, Perpustakaan Yayasan Mitra Netra belum menyajikan data mengenai pemanfaatan koleksinya. Sajian data tersebut kita gunakan untuk mengetahui seberapa besar animo pemanfaatan digital talking book dan jenis informasi apa yang paling dibutuhkan oleh pemustaka tunanetra.

Bertumpu pada pola fikir di atas, maka penulis merasa tertarik mencoba menggali lebih dalam mengenai aspek aspek pemanfaatan koleksi.

4 Yayasan Mitra Netra, “Perpustakaan Yayasan Mitra Netra,” a

(15)

Khususnya koleksi digital talking book (buku bicara) bagi para tunanetra. Atas dasar diatas, peneliti bermaksud meneliti hal tersebut dengan judul

“Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book di Perpustakaan Yayasan

Mitra Netra jakarta”

B. Batasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah dan tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan koleksi digital talking book.

2. Cara pustakawan agar koleksi digital talking book dimanfaatkan

C. Rumusan Masalah

Setelah objek penelitian dibatasi hanya pada Perpustakaan Yayasan Mitra Netra Jakarta saja, dan agar penelitian lebih jelas dan terorganisir dengan baik maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemanfaatan koleksi digital talking book?

2. Bagaimana upaya pustakawan agar koleksi digital talking book dimanfaatkan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan ketersediaan koleksi digital taling book di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

(16)

c. Mengetahui bagaimana cara memanfaatkan koleksi digital talking book oleh pemustaka Tunanetra di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

d. Mengetahui upaya pustakawan agar koleksi digital talking book dimanfaatkan.

e. Memberikan rekomendasi kepada pihak perpustakaan mengenai jenis koleksi apa yang paling banyak/ sering dibutuhkan oleh pemustaka. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu: Manfaat akademis

a. Melatih kepekaan peneliti terhadap permasalahan yang ada di perpustakaan.

b. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama menempuh

pendidikan di Jurusan Ilmu Perpustakaan.

c. Menambah pengetahuan dan wawasan baru baik bagi penulis maupun

pembaca. Manfaat praktis

a. Memberikan rekomendasi kepada instansi untuk penyediaan koleksi. b. Mengevaluasi jenis koleksi yang terdapat di Perpustakaan Yayasan

Mitra Netra.

c. Memberikan saran agar mensosialisasikan koleksi digital talking book lebih aktif lagi.

(17)

yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

E. Kerangka Berpikir

Hal ini digunakan untuk memperjelas pola penelitian yang dilakukan, agar mempermudah peneliti untuk tetap fokus pada topik dan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

F. Metode Penelitian

Perpustakaan Tunanetra

Koleksi Digital Talking Book (DTB)

mengetahui pemanfaatan koleksi

DTB.

mengetahui upaya pustakawan agar DTB dimanfaatkan.

Koleksi Brille

Memberikan rekomendasi dalam penyediaan & promosi

(18)

Agar penelitian ini berjalan lancar, maka diperlukan suatu pedoman yang digunakan ketika penelitian dilaksanakan

1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sedang berlangsung)5 dengan tujuan agar objek yang dikaji dapat dibahas secara mendalam. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif pada rumusan masalah yang pertama dan pendekatan kualitatif pada rumusan masalah yang kedua. Penelitian kuantitatif tujuannya yaitu menjelaskan fakta, sedangkan penelitian kualitatif adalah untuk memahami makna yang berada di balik fakta tersebut.

2. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pemanfaatan koleksi digital talking book di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Sedangkan indikator dari penelitian ini antara lain; kepuasan pemustaka dalam menggunakan digital talking book, frekuensi pemustaka dalam memanfaatkan digital talking book, dan alasan pemustaka dalam menggunakan digital talking book. 3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan penulis, mulai dari pengambilan literatur, observasi, pengumpulan data, hingga pengolahan data adalah dari

5

(19)

bulan Maret sampai Juni 2014. Penelitian dilakukan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra Jl Gunung Balong No 21, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber data primer

Yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber asli yang memiliki informasi tersebut yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada pemustaka dan wawancara dengan staf perpustakaan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

b. Sumber data sekunder

Adalah data yang diperoleh dari sumber kedua yang memiliki informasi tersebut6. Dalam hal ini literatur literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dan juga modul dari Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

5. Populasi dan Sampel a. Populasi

Adalah keseluruhan satuan yang ingin diteliti7. Populasi dalam penelitian ini adalah pemustaka di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra yang berjumlah 827 orang.

b. Sampel

Yaitu sebagian dari populasi. Menurut pendapat Suharsimi Arikunto

6

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 86. 7

(20)

yang menyatakan “jika populasi melebihi 100 orang maka sampel

yang dapat di ambil 10-15% atau sesuai dengan kemampuan peneliti” Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil sampel 10% dari jumlah populasinya 827 x 10% = 82,7 dibulatkan menjadi 83 orang. Sampel ditetapkan secara aksidental atau accidental sampling, yaitu metode pemilihan sampel tanpa memperhitungkan ciri-ciri populasi. Siapa yang datang dan terjangkau oleh peneliti maka dapat diambil sebagai sampel.

Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah Pemustaka yang sedang berkunjung ke Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dan bersedia mengisi daftar kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti.

6. Informan

Yaitu orang yang menjadi sumber data dalam penelitian. Teknik pemilihan informan menggunakan purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel dengan pertimbangan tertentu. Informan dalam penelitian ini yaitu mba Endah, pustakawan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Alasan memilih mba Endah karena dia adalah satu-satunya pustakawan yang menjalankan kegiatan operasional perpustakaan.

7. Teknik Pengumpulan Data a. Studi pustaka

(21)

disahkan, buku-buku ilmiah, karangan ilmiah, dan sumber sumber tertulis baik cetak maupun elektronik.

b. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Metode observasi ini bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam pengambilan data data responden yang akan diteliti.

c. Kuesioner

Yaitu dengan cara pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.8

d. Wawancara

Observasi saja tidak cukup dalam melakukan penelitian, mengamati kegiatan dan kelakuan orang saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati dan dirasakan orang lain. Itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Dengan melakukan wawancara kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden, karena wawancara adalah tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.

8. Teknik Analisa Data

Analisis data merupakan proses lanjutan dari pengolahan hasil penelitian untuk melihat interpretasi data. Analisis ini dilakukan setelah

8

(22)

mendapatkan hasil penelitian serta pengolahan data. Hasil penelitian yang diterima melalui kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan alat bantu program Statistical Package for the Social Sciences (SPPS). Selanjutnya penyusunan data sehingga lebih mudah untuk dianalisis dalam rangka menjawab tujuan penelitian ini.

a. Uji Validitas

Uji vadilitas digunakan untuk mengukur tingkat validitas kuesioner. Dinyatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan hal yang akan diukur oleh kuesioner tersebut9. Alat bantu yang digunakan dalam pengujian korelasi ini adalah program SPSS. Apabila Pearson Correlation menunjukkan nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat diartikan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel10. Suatu kuesiner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpa (X). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpa lebih dari 0,60.

c. Pengukuran Variabel Penelitian

Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing masing

9

Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate denga Program SPSS, (Semarang: Universitas Diponogoro, 2011), h. 44.

10

(23)

variabel dalam penelitan ini diukur menggunakan skor, yaitu: a. Bermanfaat : 4 (empat)

b. Kurang Bermanfaat : 3 (tiga) c. Tidak Bermanfaat : 2 (dua) d. Netral : 1 (satu)

Adapun parameter untuk penafsiran nilai persentase adalah sebagai berikut: a. 0 % : Tidak satupun

b. 1%- 25% : Sebagian kecil c. 26%-49% : Hampir setengahnya d. 50% : Setengahnya

e. 51%-75% : Sebagian besar f. 76%-99% : Hampir seluruhnya g. 100% : Seluruhnya

Skala penafsiran hasil persentase yaitu sebagai berikut: a. 0%-25% : tidak baik

b. 26%-50% : kurang baik c. 51%-75% : baik

d. 76%-100% : sangat baik

G. Sistematika Penulisan

(24)

yang berupa simpulan dan saran. Sebagaimana yang terlampir di bawah ini yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan gambaran umum yang berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN LITERATUR

Pada bab ini berisi tentang perpustakaan Tunanetra (definisi, peran, tugas dan fungsi), sekilas tentang koleksi digital talking book, pemanfaatan koleksi digital talking book di perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

BAB III TINJAUAN UMUM

Berisi sejarah singkat perpustakaan Yayasan Mitra Netra, tugas dan fungsi, visi dan misi, dan fasilitas layanan di perpustakaan.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini peneliti memberikan gambaran dari hasil penelitian yang djelaskan dengan apa adanya, berisi tentang pemanfaatan koleksi digital talking book, dan kebutuhan informasi apa yang dibutuhkan oleh Pemustaka serta bagaimana cara memanfaatkan koleksi digital talking book.

BAB V PENUTUP

(25)
[image:25.595.114.541.175.748.2]

H. Penelitian Relevan Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Judul penelitian Persepsi pemustaka terhadap koleksi digital talking book

di perpustakaan PERTUNI DPD Jawa Tengah Evaluasi pelaksanaan program buku bicara (talking book) di yayasan mitra netra Lebak

Bulus

Persepsi Pengguna mengenai Software JAWS

SCREEN READER: Studi Kasus di Yayasan Mitra

Netra

Peneliti Putri Azizah Ismul Azham RuthNovitaPrameswari Penerbit Universitas

Diponogoro UIN Syarif Hidayatullah Universitas Indonesia Tahun Terbit

2012 2011 2012

Metode penelitian

Kualitatif Kualitatif Kualitatif

Hasil penelitian

Persepsi pemustaka terhadap koleksi digital talking book

di Perpustakaan Digital Pertuni cenderung negatif, yang mempengaruhi kemaksimalan penggunaan digital Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hasil dari proses pelaksanaan

program Buku Bicara ini adalah sangat positif dan membantu klien dalam kebutuhan

Persepsi pengguna terhadap Software

JAWS SCREEN

(26)
(27)
(28)

15 A. Definisi Perpustakaan Tunanetra

Di era modern saat ini keterbukaan informasi adalah salah satu hal yang menjadi faktor munculnya berbagai macam perpustakaan. Saat ini tidak hanya ada 5 jenis perpustakaan seperti yang ditulis oleh Prof Sulistyo Basuki, dalam bukunya Pengantar Ilmu Perpustakaan. Semakin berkembangnya informasi serta adanya kebutuhan informasi yang berbeda-beda, menyebabkan berkembangnya jenis perpustakaan. Diantaranya pepustakaan lembaga keagamaan, perpustakaan pribadi, perpustakaan digital, dan juga perpustakaan tunanetra.

Banyak perdebatan mengenai jenis perpustakaan tunanetra. Kebanyakan orang mengkategorikan perpustakaan tunanetra ini sebagai perpustakaan khusus, karena dilihat dari segi pemustakanya yang berkebutuhan khusus. Sedangkan kalau dilihat dari segi jenis koleksinya yang bersifat umum dan tidak hanya mencakup satu subjek tertentu saja, perpustkaan ini dikategorikan sebagai perpustakaan umum. Untuk itu kita perlu menelisik lebih jauh jenis kategori apa perpustakaan tunanetra ini.

Untuk membedakan jenis jenis perpustakaan dilihat dari beberapa aspek, diantaranya yaitu;

1. Jenis koleksi pustakanya

(29)

terbatas pada subjek tertentu saja, atau kadang diperluas dengan subjek yang berkaitan. Ruang lingkup subjek ditentukan oleh ruang lingkup kegiatan badan induknya. Sedangkan perpustakaan umum memiliki semua subjek.10

2. Pemustaka.

Adanya kebutuhan informasi yang berbeda beda juga mempengaruhi jenis jenis perpustakaan, sebab di perpustakaan umum tidak dibatasi usia, jenis kelamin ataupun status sosial pemustakannya. Beda halnya dengan perpustakaan khusus yang pemustakanya juga khusus, terbatas pada anggota/ karyawan lembaga induk tempat perpustakaan itu bernaung. 3. Layanan perpustakaan.

Pada perpustakaan umum jasa yang diberikan terbuka untuk semua golongan masyarakat dan diberikan secara cuma-cuma tanpa membedakan jenis kalamin, usia, ras, maupun agama. Sedangkan layanan yang diberikan oleh perpustakaan khusus diberikan untuk menunjang lembaga induknya.

Tidak hanya mempertimbangkan aspek aspek di atas. Dilihat dari definisinya pun kedua perpustakaan ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok.

Menurut Mulyadi Achmad Nurhadi dalam buku Manajemen Perpustakaan Khusus karya Karmidi Martoatmodjo, perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga, tujuan

10

(30)

penyelenggaraannya bukanlah diarahkan untuk konsumsi umum, tetapi hanya diperuntukan bagi para karyawan lembaga yang bersangkutan dalam rangka menunjang penyelesaian program lembaga yang bersangkutan.

Perpustakaan khusus dapat merupakan perpustakaan sebuah departemen, lembaga penelitian, organisasi massa, militer, industri, perpustakaan swasta, BUMN, pusat informasi, bahkan perpustakaan pribadi.11

Sedangkan menurut Luwarsih Pringgoadisurjo dalam bukunya perpustakaan khusus, ialah perpustakaan yang menekankan koleksi dan pelayanannya pada satu bidang khusus atau bidang bidang yang bertalian satu sama lain. Dilihat dari kedudukannya, perpustakaan khusus merupakan bagian dari suatu badan pemerintah, lembaga penelitian, industri perusahaan, atau suatu himpunan khusus.12

Sulistyo Basuki menjelaskan, bahwa istilah perpustakaan khusus berasal dariawal abad 20 tatkala muncul perpustakaan yang tidak berciri umum, sekolah, dan perguruan tinggi.13

Perpustakaan khusus di dalam Directory of Spesial Libraries and Information Sources in Indonesian 1985 yang diterbitkan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) meliputi berbagai jenis perpustakaan yang memiliki koleksi khusus maupun yang dikelola oleh lembaga khusus dengan pembaca yang khusus pula.14

11

Karmidi Martoatmodjo, Manajemen Perpustakaan Khusus (Jakarta : Universitas Terbuka, 1999), h. 1.3.

12

Luwarsih Pringgoadisurjo, Perpustakaan Khusus (Jakarta : Pusat Reproduksi PDIN, 1971), h.1.

13

Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud 1993), h. 157.

14

(31)

Sedangkan menurut Undang-Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 26 dinyatakan bahwa perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.15

Bertumpu dari penjelasan diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang berada di suatu lembaga atau instansi yang memiliki koleksi khusus dan terbatas pada satu atau beberapa subjek tertentu untuk memenuhi kebutuhan informasi lembaga yang menaunginya.

Membandingkan dengan definisi perpustakaan khusus diatas, definisi perpustakaan umum menurut Sulistyo Basuki yaitu harus memenuhi 4 unsur yaitu; pertama, koleksi perpustakaan umum harus terbuka bagi semua warga untuk keperluan rujukan maupun pinjaman. Kedua, sebagian besar anggaran perpustakaan umum diperoleh dari dana umum, baik dari tingkat lokal maupun nasional yang berarti diperoleh dari pajak. Ketiga jasa yang diberikan bagi semua warga adalah cuma cuma. Dan yang terakhir, koleksinya mencakup semua jenis bahan perpustakaan bagi semua warga dalam semua subjek.16

Dan menurut Sutarno NS, perpustakaan umum merupakan lembaga pendidikan yang sangat demokratis karena menyediakan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan melayaninya tanpa membedakan suku bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, latar belakang dan tingkat sosial,

15

Undang Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 26 16

(32)

umur, dan pendidikan serta perbedaan lainnya17

Dari hal tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa perpustakaan umum adalah perpustakaan yang sumber dananya dari umum untuk melayani masyarakat umum tanpa membedakan status sosial, jenis kelamin, agama, ras, atau perbedaan lainnya dan terdiri dari bahan pustaka yang memuat informasi dengan keanekaragaman subjek.

Setelah membandingkan dari beberapa aspek di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa Perpustakaan Yayasan Mitra Netra termasuk kategori perpustakaan umum. Karena dilihat dari jenis koleksi yang mencakup beragam subjek, tidak seperti perpustakaan instansi tertentu yang hanya mencakup satu subjek saja atau sedikit diperluas dengan subjek yang berkaitan. Dan pelayanannya untuk masyarakat umum yang berkebutuhan khusus walaupun perpustakaan ini bernaung di suatu lembaga. Selain itu dalam batasan pemustakanya pun tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, status sosial tertentu, hanya saja koleksinya digunakan oleh tunanetra.

B. Peranan, Tugas, dan Fungsi Perpustakaan 1. Peran Perpustakaan

Peranan perpustakaan merupakan bagian dari tugas pokok yang harus dilakukan oleh perpustakaan, karena mempengaruhi tercapainya misi dan tujuan sebuah perpustakaan sebuah perpustakaan bermakna apabila dapat menjalankan perannya dengan sebaik baiknya. Peranan

17

(33)

tersebut berhubungan dengan keberadaan, tugas, dan fungsi perpustakaan. Peranan perpustakaan antara lain adalah:

a. Perpustakaan merupakan media yang menghubungkan antara sumber informasi dengan pemustaka.

b. Perpustakaan berperan sebagai lembaga pendidikan nonformal bagi masyarakat untuk mengembangkan minat baca dan mengembangkan/ memanfaatkan ilmu pengetahuan.

c. Perpustakaan berperan dalam menghimpun dan melestarikan kebudayaan umat manusia.

2. Tugas Perpustakaan

Tugas adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau sesuatu yang ditentukan untuk dikerjakan. Jadi tugas perpustakaan adalah kewajiban yang telah ditentukan untuk dilakukan di dalam perpustakaan.Dalam hal ini tugas tugas yang terdapat pada perpustakaan secara garis besar diantaranya:

a. Pengadaan dan pengumpulan koleksi. Tentunya pengadaan koleksi harus sesuai dengan kebutuhan pemustaka perpustakaan tersebut. b. Pengelolaan koleksi. Dalam hal ini merupakan bagian penting,

karena dalam rangkaian kerjanya bertujuan agar koleksi dapat ditemukan kembali dengan cepat dan tepat.

(34)

perpustakaan tersebut.18 3. Fungsi Perpustakaan

Fungsi perpustakaan adalah tugas yang harus dilakukan di dalam perpustakaan tersebut. Secara garis besar fungsi perpustakaan adalah: a. Penyimpanan. Perpustakaan bertugas menyimpan bahan pustaka yang

diterimanya.

b. Pendidikan. Perpustakaan merupakan tempat belajar seumur hidup, terlebih bagi yang sudah meninggalkan bangku sekolah.

c. Penelitian. Perpustakaan bertugas menyediakan bahan pustaka untuk keperluan penelitian yang dilakukan pemustaka.

d. Informasi. Perpustakaan bertugas menjawab pertanyaan atau menyediakan informasi yang dibutuhkan pemustakanya.

e. Kultural. Perpustakaan bertugas menyimpan khasanah budaya bangsa dan menjaganya serta melestarikannya.

f. Fungsi Rekreasi. Pemustaka dapat mencari informasi yang populer dan menghibur. Dengan adanya fungsi ini diharapkan para pemustaka akan tertarik sehingga sesering mungkin datang ke perpustakaan.19

C. Jenis Jenis Koleksi

Sebuah perpustakaan terdiri dari empat unsur, yaitu; bahan pustaka/ koleksi, pemustaka, pustakawan dan juga sarana. Koleksi dengan pemustaka memiliki hubungan yang sangat erat, pemustaka datang ke perpustakaan

18

Kosasih Prawira Sumantri, Organisasi dan Administrasi Perpustakaan Kumpulan Hasil Seminar Penataran Tenaga Teknis Perpustakaan Khusus ( Jakarta: PDII LIPI, 1980) h.4.

19

(35)

dengan harapan dapat menemukan informasi yang mereka butuhkan. Maka perpustakaan seharusnya menyediakan koleksi/ bahan pustaka yang dibutuhkan oleh pemustakanya. Berikut beberapa jenis koleksi perpustakaan: 1. Karya tercetak, yaitu hasil pemikiran manusia yang dituangkan dalam

bentuk tercetak. Seperti buku dan terbitan berseri.

[image:35.595.114.514.202.559.2]

2. Karya non cetak, sering diartikan sebagai bahan non buku atau bahan pandang dengar. Diantaranya rekaman suara, rekaman vidio, bahan grafika, dll.

3. Bentuk mikro, adalah koleksi perpustakaan yang dialih mediakan dari

buku ke bentuk mikro. Dan hanya dapat di baca dengan alat bantu mikro reader.

4. Koleksi elektronik. Karya dalam bentuk elektronik ini biasanya disebut

dengan bahan pandang dengar (audio visual), contohnya kaset, vidio, VCD, CD ROM, piringan hitam, dll.

5. Koleksi Digital.

D. Koleksi Digital Talking Book

Menurut Lenny Fanggidaesij talking book adalah sebuah buku yang dibaca dengan suara keras pada audio- tape untuk digunakan oleh orang orang buta20.

Sedangkan dalam modul milik Yayasan Mitra Netra yang berjudul

“Apa dan Siapa Yayasan Mitra Netra”, buku bicara (talking book) adalah bentuk dalam bentuk kaset ( disebut analog talking book) atau dalam bentuk

20

(36)

compact disc/CD (disebut dengan istilah digital talking book).

Dari definisi diatas bisa diambil kesimpulan bahwa definisi digital talking book adalah buku yang dibacakan oleh pembaca naskah dan direkam ke dalam compact disc yang digunakan untuk para tunanetra.

Digital talking book merupakan bentuk digitalisasi materi cetak perpustakaan baik fiksi maupun nonfiksi yang dibuat dengan tujuan agar para tunanetra dapat menikmati isi bacaan yang mereka inginkan.

Pada awalnya, sudah ada materi perpustakaan untuk tunanetra berbentuk buku braille, namun karena pembuatan buku braille sangat memakan biaya dan butuh ketrampilan serta kehati-hatian dalam pembuatannya maka dipilihlah digital talking book sebagai alternatif koleksi yang dapat dikonsumsi oleh tunanetra. Kelebihan digital talking book yang lain adalah pemustaka dapat menggunakannya dimanapun dan kapanpun selama mereka mempunyai media player/ laptop.

Namun bukan berarti penggunan digital talking book tidak memiliki kekurangan. Dalam sebuah artikel di website Mitra Netra dikemukakan kelemahan– kelemahan penggunaan digital talking book, antara lain:

1. Tidak ada fasilitas pencarian yang memadai sehingga menyulitkan pemustaka ketika akan mencari koleksi digital talking book yang mereka inginkan.Tidak tersedianya fasilitas pencarian menyebabkan pemustaka harus bergantung kepada pustakawan ketika mencari buku yang diinginkan.

(37)

ikut menyulitkan pemustaka dalam mencari bagian- bagian buku karena tidak mengetahui letak buku yang diinginkan ada pada bagian sisi A atau B.

3. Kelemahan yang ada pada talking book bentuk konvensional ini (sistem analog), sekarang dapat teratasi dengan munculnya teknologi baru melalui sebuah konsorsium bernama "DAISY Consorsium". Dalam Digital Talking Book, Informasi audio (fileaudio digital) disusun sedemikian rupa secara bertingkat sesuai dengan levelnya menurut format/standard Daisy, berdasarkan struktur buku aslinya. file Digital talking book direkam dengan menggunakan software recorder khusus yang diinstal kedalam personal computer. File ini disimpan dalam hardisk dan dapat ditransfer ke dalam CD untuk didistribusikan kepada pemustaka.

Walaupun ada berbagai kelemahan dibalik kelebihan-kelebihannya, pada dasarnya digital talking book sangat membantu ketika pemustaka membutuhkan sumber informasi yang mudah dan murah untuk diakses serta memiliki knowledge value yang memenuhi kebutuhan mereka.

Pembuatan digital talking book memerlukan beberapa orang suka relawan untuk membacakan materi cetak dari halaman awal sampai terakhir dengan suara dan intonasi yang jelas agar pemustaka dapat memahami dengan baik isi buku tersebut. Untuk pembuatan digital talking book sendiri diperlukan beberapa perangkat keras maupun perangkat lunak, antaralain: 1. Perangkat lunak: yaitu software yang dipakai untuk merekam/membuat file

(38)

2. Perangkat keras yang meliputi: seperangkat komputer

3. Compact Disk (CD): yaitu tempat untuk menyimpan file digital book sebagai ganti kaset dalam sistem analog.

4. CD Writter: yaitu alat untuk menggandakan digital talking book ke CD lain.

5. Media Player/ victor reader: yaitu alat untuk menjalankan CD digital talking book sebagai ganti tape recorder dalam sistem analog.

E. Pemanfaatan Koleksi Digital Talking Book

1. Definisi dan Jenis Koleksi Perpustakaan

Koleksi perpustakaan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kriteria dan jenis sebuah perpustakaan. Artinya bahwa koleksi sebuah perpustakaan selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai misi dan mewujudkan visi yang bersangkutan.21 Seperti perpustakaan khusus yang jenis koleksinya bersifat khusus hanya terbatas pada satu atau beberapa disiplin ilmu saja.

Indikator keberhasilan sebuah perpustakaan bisa diukur dari koleksi yang tersedia di dalamnya. Namun tidak hanya dilihat dari jumlah eksemplarnya saja, tetapi lebih kepada kualitas isi, banyaknya judul dan kemutakhirannya.

Di dalam buku perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia, koleksi perpustakaan dapat terdiri dari bahan bacaan dalam bentuk karya cetak dan karya rekam.

21

(39)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, koleksi adalah kumpulan (gambar, benda bersejarah, lukisan, dsb) yang berhubungan dengan studi penelitian. Koleksi bisa juga dikatakan sebagai bahan pustaka.

Pada umumnya jenis koleksi perpustakaan dikelompokan dalam berbagai jenis yaitu:22

a. Koleksi Umum, yaitu koleksi perpustakaan yang diperuntukan bagi pemustaka yang dapat dpinjam untuk dibawa pulang.

b. Koleksi Referensi, adalah koleksi perpustakaan yang mencakup ensiklopedi, kamus, literatur kelabu yang dengan berbagai pertimbangan dalam hal kelangkaan atau cakupan yang sangat spesifik dilayankan dalam bentuk akses tertutup.

c. Koleksi Inti, yaitu koleksi utama perpustakaan yang digunakan untuk

mendukung misi organisasi induk perpustakaan. Misalnya koleksi terbitan pemerintah.

d. Koleksi Terbitan Berkala, adalah terbitan berseri, baik bersifat ilmiah atau populer yang diterbitkan oleh organisasi profesi maupun badan swasta atau pemerintah baik dalam maupun luar negeri. Seperti jurnal ilmiah, majalah, tabloid, dan lain lain.

2. Pemanfaatan Koleksi

Agar dapat mengetahui pemanfaatan koleksi perpustakaan, harus terlebih dahulu mengerti definisi dari pemanfaatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemanfaatan berasal dari kata manfaat yang artinya

22

(40)

guna atau faedah. Pemanfaatan merupakan proses, cara atau perbuatan memanfaatkan.

(41)

28

PERPUSTAKAAN YAYASAN MITRA NETRA

A. Sejarah Perpustakaan Yayasan Mitra Netra

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra (YMN) yang bergerak dibidang pendidikan dan pengembangan tunanetra didirikan pada tanggal 14 Maret 1991. Pendiriannya dilandasi oleh keyakinan bahwa:

1. Tunanetra hanya menjalani kehidupan yang mandiri, cerdas, bermakna

dan bahagia serta berfungsi di masyarakat apabila disediakan: a. Rehabilitasi yang dapat mengurangi dampak kecacatannya. b. Pendidikan dan latihan yang mengembangkan potensinya. c. Peluang kerja yang seluas-luasnya.

d. Sarana dan atau layanan khusus

2. Tidak semua tunanetra dan keluarganya mampu menyediakan dan membiayai kebutuhan di atas oleh karenanya perlu lebaga pendamping.

3. Keterlibatan tunanetra dalam pengambilan keputusan, proses pelaksanaan dan evaluasi program menyangkut kepentingan tunanetra lebih menjamin program tersebut sesuai dengan aspirasi tunanetra, karena meraka mengetahui kebutuhannya sendiri.

(42)

membangun sinergi, sehingga dapat meringankan tantangan yang dihadapi.

5. Pendekatan secara inklusif dapat mengurangi atau mencegah perlakuan diskriminatif.

Pada awal berdirinya Perpustakaan Yayasan Mitra Netra ini hanya memiliki koleksi buku bicara yang berupa kepingan kaset. Penyelenggaraannya dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yaitu:

1. Minimnya bahan bacaannya yang tersedia bagi tunanetra khususnya siswa dan mahasiswa yang menempuh pendidikan terpadu. Hal ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar mereka.

2. Mahalnya biaya serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan buku buku braille.

Fungsi dari buku bicara ini adalah sebagai bahan pustaka dalam bentuk audio dimana para tunanetra belajar dengan cara mendengarkan buku bicara (kaset) dari hasil transfer buku awas yang sudah direkam oleh reader (pembaca) ke dalam bentuk audio di dalam studio. Buku-buku yang direkam khususnya buku teks saja mulai dari buku pelajaran tingkat SD, SLTP, SLTA, PT dan buku-buku umum.

Kemudian pada tahun 1995, dengan sarana yang dimiliki, Perpustakaan Yayasan Mitra Nitra mulai memiliki koleksi buku braille. Adapun alasan yang melatar belakanginya adalah:

(43)

2. Untuk beberapa bidang tertentu yaitu matematika, fisika, kimia, dan bahasa asing dirasakan lebih sulit jika menggunakan buku bicara. Fungsi dari buku braille ini sama halnya dengan fungsi buku bicara yakni sebagai sarana belajar untuk tunanetra, khususnya untuk buku buku yang bersifat eksakta. Namun tidak menutup kemungkinan untuk buku buku teks lain juga bisa ditransfer ke dalam bentuk braille.

Salah satu kegiatan yang dijalankan oleh Yayasan Mitra Netra adalah layanan perpustakaan yang menyediakan buku-buku braille dan buku-buku bicara secara gratis kepada anggotanya di Jabotabek yang saat ini berjumlah 723 orang. Di samping itu juga dilakukan pengiriman buku bicara (CD) secara rutin setiap bulan ke 33 perpustakaan SLB-A/lembaga ketunanetraan di Indonesia. Untuk distribusi buku Braille, Yayasan Mitra Netra menggagas dan memfasilitasi kerjasama antar-produsen buku Braille di Indonesia melalui perpustakaan Braille online KEBI (Komunitas Elektronik Braille Indonesia).

Perpustakaan ini dimulai hanya dengan koleksi sebanyak 10 judul buku bicara. Namun, saat ini koleksinya telah berkembang menjadi 1.627 judul digital talking book (CD). Pada tahun 1995 Perpustakaan Yayasan Mitra Netra memulai unit produksi buku braille, dan saat ini telah memiliki koleksi sebanyak 1.305 judul.

Berikut jenis buku yang di produksi perpustakaan Yayasan Mitra Netra:

1. Produksi Buku Braille

(44)

dalam format 150 judul buku braille. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 68.000 halaman master braille, yang kemudian dicetak rata-rata ke dalam empat copy menjadi sekitar 250.000 halaman braille, yang kemudian dijilid menjadi sekitar 3.400 volume buku braille.

Di samping itu juga terdapat 710 orang relawan yang tergabung dalam gerakan Seribu Buku untuk Tunanetra (www.mitranetra.or.id/ebook) yang membantu Perpustakaan dengan mengetikkan buku-buku cetak ke dalam dokumen Microsoft Word untuk selanjutnya diproses oleh braille transcriber. Hasil ketikan relawan juga diolah menjadi e-book yang dapat diakses dengan mudah oleh tunanetra. Gerakan ini diluncurkan oleh Yayasan Mitra Netra sejak awal tahun 2006 guna mengatasi minimnya ketersediaan buku-buku umum/populer dalam format braille. Hingga kini gerakan tersebut telah menerima file ketikan buku dari para relawan sebanyak 1.284 judul.

2. Produksi Buku Bicara (digital talkig book)

Produksi buku bicara dilakukan dengan cara merekamkan pembacaan buku-buku cetak ke dalam bentuk audio oleh seorang narator (pembaca). Dengan tiga buah studio mini yang sangat sederhana dan lima orang pembaca reguler setiap tahunnya diproduksi kurang lebih 300 judul buku bicara yang terdiri dari sekitar 2.280 jam baca.

(45)

produksi buku bicara analog (kaset) ke buku bicara digital (CD). Hal ini dilakukan mengingat banyaknya keunggulan buku bicara digital dibandingkan dengan buku bicara analog; antara lain kapasitasnya yang besar di mana satu CD dapat menampung sampai 50 jam baca sehingga lebih praktis penanganannya dan lebih murah biaya produksinya. Di samping itu, dengan format buku bicara digital ini pengguna akan dapat dengan mudah dan cepat menuju bagian-bagian buku yang diinginkan, seperti halaman, bab, dan sebagainya.

B. Visi, Misi, dan Tujuan Didirikan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra Visi dan misi perpustakaan Yayasan Mitra Netra ini sama halnya dengan visi dan misi lembaga yang menaunginya, yaitu:

1. Visi

Sebagai bagian dari komponen bangsa, Yayasan Mitra Netra mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang inklusif, masyarakat yang dapat mengakomodasikan berbagai perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan atas hak. Dalam masyarakat semacam ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri, cerdas bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat.

(46)

inklusif”

2. Misi

Mitra netra adalah lembaga yang terus tumbuh, dan dalam perannya sebagai organisasi lokomotif yang mendorong kemajuan bagi tunanetra di Indonesia, yayasan ini juga melakukan upaya upaya untuk meningkatkan kapasitas lembaga lain, sehingga lembaga lembaga tersebut makin meningkat kemampuannya dalam melayani dan memberdayakan tunanetra.

Dan dalam perannya sebagai sebuah pusat layanan dan pelatihan bagi tunanetra dan organisasi lain, yayasan ini hadir di tengah tengah masyarakat dengan misi untuk:

a. Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitas.

b. Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan.

c. Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversifikasi dan penempatan kerja.

d. Mengembangkan keahlian dan sarana khusus yang dibutuhkan

melalui penelitian.

e. Meningkatkan kapasitas lembaga penyedia layanan bagi tunanetra

yang lain dengan menyebarluaskan keahlian serta mendistribusikan produk yng dihasilkan.

(47)

3. Tujuan Didirikan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra ini didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan buku buku guna mengembangkan wawasan tunanetra tentang ilmu pengetahuan dan informasi yang terus berkembang dengan pesat sehingga nantinya diharapkan akan terbentuk masyarakat tunanetra Indonesia yang gemar membaca dan belajar.

Dan sebagai lembaga yang berupaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra dibidang pendidikan dan ketenagakerjaan, adanya layanan perpustakaan merupakan salah satu pilar utama layanan mitra netra.

Tujuan layanan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra adalah:

a. Menyediakan layanan peminjaman buku yang dapat dibaca secara

mandiri oleh tunanetra, baik dalam bentuk buku braille, maupun digital talking book.

b. Menjadi pusat layanan informasi bagi tunanetra.

c. Menjadi pusat belajar bersama (mini learning center) bagi tunanetra.

d. Membangun masyarakat tunanetra yang gemar membaca dan belajar

(48)

C. Struktur Organisasi Yayasan Mitra Netra PEMBINA

Ketua : Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M.

Anggota : Hj. Imas Fatimah, S.H.

Penasehat : Marzuki Usman

Pengawas : Drs. Wisnu Sambhoro, M.Si.

PENGURUS

Ketua : H.M.E. Kurnadi

Sekretaris : H. Subarmat

Bendahara : M. Nurizal, S.E., M.Si.

EKSEKUTIF

Direktur : Drs. Bambang Basuki

Wakil Direktur : Drs. Irwan Dwi Kustanto

KEPALA BAGIAN

Kabag. Personalia & Umum : Drs. Irwan Dwi Kustanto

Kabag. Keuangan : Abdul Wahid, S.E.I.

Kabag. Humas : Aria Indrawati, S.H.

(49)

D. Fasilitas Layanan

Untuk menunjang kegiatan layanan perpustakaan Yayasan Mitra Netra, maka disediakan berbagai fasilitas penunjang sebagai berikut:

1. Ruang perpustakaan.

2. Alat untuk membaca (mendengarkan) buku bicara digital (victor reder) berjumlah 2 buah.

3. Tempat/ gazebo untuk membaca/ mendengarkan buku serta untuk belajar bersama.

4. Dua komputer desktop yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layar. 5. 1.305 buku braille keleksi perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

6. 1.627 judul digital talking book koleksi Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

E. Sistem, Jam dan Jenis Layanan 1. Sistem Layanan

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra Jakarta menerapkan sistem layanan tertutup (close access), di mana setiap pemustaka tidak dapat mengakses secara langsung koleksi yang ada di perpustakaan.

2. Jam Layanan Perpustakaan

(50)

melakukan kegiatan administrasi. 3. Jenis Layanan

Seperti perpustakaan pada umumnya, perpustakaan Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan berbagai jenis layanan. Di antaranya yaitu:

a. Peminjaman dan pengembalian buku braille maupun buku bicara digital kepada anggota perpustakaan untuk dibaca di tempat atau dibawa pulang.

b. Mendistribusikan buku bicara digital kepada perpustakaan untuk tunanetra lain yang telah berafiliasi dengan Mitra Netra. Saat ini sebanyak 43 perpustakaan untuk tunanetra di seluruh Indonesia yang menerima distribusi digital talking book dari Perpustakaaan Yayasan Mitra Netra.

c. Memberikan informasi yang dibutuhkan tunanetra.

d. Layanan pemesanan buku, baik pembuatan buku braille maupun buku

bicara digital.

e. Menyelanggarakan kegiatan belajar bersama dengan nama Mini Learning Center (MLC) meliputi; english lesson, english conversation club, menulis kreatif, dan diskusi mengenai tema tema menarik.

Durasi Layanan

a. Layanan peminjaman buku;

1) Buku pelajaran/referensi kuliah dapat dipinjam selama satu semester buku tersebut diperlukan untuk belajar.

(51)

3) Jika buku diperlukan melebihi jangka waktu yang ditetapkan tersebut, peminjam dapat mengajukan perpanjangan.

b. Layanan pemesanan buku;

Proses pemesanan/ pembuatan buku braille atau buku bicara digital dapat berlangsung antara satu hingga tiga bulan, sesuai ketebalan buku.

c. Layanan Mini Learning Center;

1) English class, 2 kali seminggu masing masing 2 jam. 2) English conversation, seminggu sekali durasi 2 jam. 3) Diskusi, 2 kali sebulan durasi minimal 2 jam. 4) Menulis kreatif, sekali seminggu durasi 2 jam. Syarat dan ketentuan layanan

1. Layanan peminjaman dan pemesanan buku;

Mendaftar menjadi anggota perpustakaan, dengan mengisi formulir dan membayar iuran sekali setahun sebesar Rp 10.000, serta menaati peraturan peminjaman buku.

2. Layanan Mini Learning Center (MLC);

Mendaftarkan diri untuk mengikuti MLC yang diinginkan dan mengikuti sesuai ketentuan yang ditetapkan.

F. Produk Produk Yayasan Mitra Netra

(52)

karya karya inovatif Mitra Netra

1. Mitra Netra Braille Converter (MBC)

MBC adalah perangkat lunak yang digunakan untuk memproduksi buku Braille, perangkat lunak ini memiliki kemampuan untuk:

a. Mengubah dokumen teks dalam huruf latin menjadi file dalam huruf braille secara otomatis (forward translation). conversi ini dapat dilakukan dalam dua bentuk. Conversi grade 1, untuk tulisan penuh (full writing), dan conversi grade 2 untuk tulisan singkat (tusing) atau yang juga disebut contraction.

b. Mengubah kembali file berformat huruf braille menjadi dokumen teks dalam huruf latin (backward translation).

c. Mengetik simbol braille secara langsung dengan menggunakan fasilitas

enam tombol tengah pada keyboard komputer yaitu tombol A S D F J

K; fasilitas ini disebut “six key mode”, dan biasa digunakan untuk mengetik simbol matimatika, kimia, fisika, notasi braille, serta arab braille.

d. Mencetak baik single copy maupun multi copy.

Manfaatnya

a. Pembuatan buku braille dapat dilakukan lebih cepat.

(53)

c. Distribusi buku braille dapat dilakukan dalam bentuk file secara online, sehingga memangkas biaya pengiriman yang begitu besar. Untuk diketahui, bentuk buku braille pada umumnya besar dan tebal, karena membutuhkan kertas lebih tebal ( minimal 120 gr) dan membutuhkan space lebih banyak, karena ukuran huruf braille yang lebih besar dan harus standar (tidak dapat diubah-ubah).

d. Tidak lagi mengimpor software serupa, sehingga dapat mengehamat anggaran negara.

2. Mitra Netra Electronic Dictionary (Meldict)

Meldict adalah kamus elektronik inggris-indonesia dan indonesia-inggris yang khusus dibuat untuk tunanetra. Meldict dikemas dalam CD, dan untuk memanfaatkannya, tunanetra harus menggunakan komputer bicara, yaitu komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak pembaca layar/ screen reader.

Koleksi digital talking book dikelompokan menjadi dua yaitu koleksi buku pelajaran dan koleksi buku umum. Buku pelajaran dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan dan juga mata pelajaran. Sedangkan buku umum dikelompokan berdasarkan abjad pada judul koleksi digital talking book. koleksi buku umum terdiri dari beberapa subjek diantaranya subjek psikologi, agama, politik, dll.

G. Sejarah Program Buku Bicara (Digital Talking Book)

(54)

sederhana, akan tetapi dua layanan itu mempunyai fungsi strategis dan terbukti telah membantu para tunanetra belajar lebih mandiri baik di sekolah umum dan perguruan tinggi.

1. Produksi buku bicara (Digital Talking Book)

Buku adalah salah satu pilar penting penyangga pendidikan dan bagi tunanetra sesuatu yang sangat “mewah”, atau bahkan “ barang langka”. Semuanya dilakukan dengan cara yang sederhana. Para pengurus menghimpun kaset kaset yang berisi rekaman buku yang dibacakan milik para tunanetra yang tidak lagi digunakan. Proses rekamannya pun hanya menggunakan tape recorder biasa, bahkan terkadang hanya tape recorder kecil saja. Misalnya Mimi Mariani yang pernah belajar di IKIP Sanatadharma, dan memiliki kaset-kaset yang berisi rekaman buku-buku referensi yang pernah dipakainya dulu saat kuliah, kemudian disumbangkan ke Mitra Netra, dengan pemikiran mungkin ada tunanetra yang membutuhkannya. Jika ada tunanetra yang membutuhkan buku dan belum tersedia dikumpulan kaset-kaset tersebut para pengurus mengumpulkan kaset-kaset bekas dari siapapun, lalu membacakan buku yang diperlukan tersebut merekamnya dengan menggunakan tape recorder biasa karena belum ada studio rekaman apalagi alat perekam yang canggih.

(55)

Mitra Netra melahirkan beberapa sarjana tunanetra.

2. Produksi Analog Talking Book (kaset) dan Digital Talking Book (CD) di Yayasan Mitra Netra

Analog Talking Book adalah sebuah gambaran dalam bentuk analog dari sebuah buku.

a. Produksi Analog Talking Book (kaset)

Tujuan penyelenggaraan produksi buku bicara pada awalnya adalah untuk menyediakaan buku yang dapat dijangkau bagi tunanetra di Jakarta yang menempuh jalur pendidikan terpadu. Produksi buku bicara analog ini diawali dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana, yakni home used tape recorder dan kaset bekas. Komitmen dan dedikasi yang tinggi yang ditunjukan Mitra Netra dalam penyelenggaraan program ini menarik perhatian lebaga pemberi dana untuk memberikan dukungan finansial, sehingga Yayasan Mitra Netra dapat memiliki studio rekaman dengan peralatan yang lebih modern.

Adapun tahapan tahapan pembuatan buku bicara analog yaitu sebagai berikut:

Tahap pertama, buku buku yang dibacakan pada saat yang bersamaan di rekam ke dalam kaset master, pada tahap ini selain melibatkan staf Yayasan Mitra Netra sebagai pembaca, juga melibatkan relawan pembaca dari kalangan masyarakat luas.

(56)

pemberian sampul kaset, selanjutnya siap untuk digunakan. Adapun kelemahan mendasar pada buku icara analog ini, yaitu;

1. Dari sisi penyimpanan kurang praktis. Semakin tebal halaman buku, akan semakin banyak kaset yang dibutuhkan. Sehingga membutuhkan tempat penyimpanan yang luas. Karena 1 buah kaset hanya dapat merekam 30 halaman dalam waktu 60 menit, itupun tergantung pada jenis huruf dan besar huruf yang terdapat pada buku biasa.

2. Dari sisi penggunaan, tidak mudah bagi pengguna untuk mencari halaman atau bagian tertentu dari buku, karena ia harus menelusuri halaman atau bagian buku tersebut, misalnya berada pada kaset ke berapa dan di sisi apa, A atau B.

3. Dari sisi perawatan, pita kaset sangat mudah rusak karena terkena debu

atau mudah sobek.

b. Produksi Digital Talking Book (DTB)

Karena keterbatasan keterbatasan pada analog talking book, maka pada tahun 2002 Yayasan Mitra Netra memprogramkan pembuatan buku bicara dengan menggunakan teknologi digital yang disebut dengan digital talking book. Pada tahap awal, produksi digital talking book ini diprioritaskan untuk buku tebal seperti buku referensi yang digunakan oleh mahasiswa. Proses pembuatan digital talking book lebih rumit dibandingkan analog talking book, karena proses pengolahannya berdasarkan standar DAISY konsorsium.

(57)

standar internasional Yayasan Mitra Netra menjadi anggota dari DAISY konsorsium. Digital Audio Information System (DAISY) adalah sebuah konsorsium dunia yang membuat standar mutu dan kualitas isi sebuah digital talking book.

Bila dibandingkan dengan kaset (analog talking book) kelebihan digital talking book adalah

1. Dari sisi penyimpanannya sangat praktis karena berbentuk CD,

dan satu CD memiliki kapasitas antara 30 sampai 50 jam. Buku berbentuk CD ini sangat cocok untuk buku buku referensi yang sangat tebal.

2. Dari sisi penggunaannya lebih mudah, karena memberikan fasilitas kepada pengguna untuk mencari perhalaman atau perbab, dengan demikian pengguna dapat langsung membaca halaman atau bab yang dibutuhkan.

3. Dari sisi harga lebih murah, karena buku setebal kurang lebih 500 halaman cukup dikemas dalam satu CD.

Tahap tahap pembuatan digital talking book, adalah sebagai berikut;

(58)

Sehingga kita dapat “meloncat” ke halaman yang kita inginkan dan

menandai keberadaan bab, sub bab, dll dengan teknologi komputer. Tahap selanjutnya adalah proses perekaman suara yang dilakukan seperti merekam untuk kaset. Setelah proses perekaman selesai maka hasilnya di kompresor yaitu memperkecil hasil suara sehingga filenya dapat sesuai dengan satuan kapasitas pada CD.

Menurut DAISY konsorsium ada 6 jenis digital talking book: 1. Digital talking book yang terdiri secara keseluruhan hanya berisi

suara saja dengan unsur judul sejajar. Ini adalah digital talking book yang pembuatannya tidak mempergunakan struktur navigasi. 2. Digital talking book yang terdiri dari suara dan mempergunakan pusat navigasi saja. Tipe ini adalah digital talking book yang mempergunakan struktur buku yang terdiri dari dua dimensi, yaitu navigasi secara hirarki dan navigasi secara urutan halaman buku. 3. Digital talking book yang terdiri dari audio dengan menggunakan

pusat navigasi dan sebagian berisi teks. Ini adalah digital talking book dengan struktur buku dan teks tambahan. Teks tambahan berisi kata kata yan menunjukan teks yang mungkin akan bermanfaat, misalnya indeks, daftar istilah, dll. Suara dan teks saling menyamakan.

(59)

5. Digital talking book yang terdiri dari audio dan beberapa suara. Ini adalah digital talking book dngan struktur teks yang lengkap, dan suara yang terbatas. Digital talking book jenis ini biasa digunakan untk kamus yang hanya berisi pelafalan suara.

6. Digital talking book yang berisi teks dan tanpa suara. Ini adalah digital talking book yang memiliki pusat navigasi dan struktur teks saja, tanpa ada suara.

H. Pedoman Rekaman Memabaca Digital Talking Book di Yayasan Mitra Netra

Dalam membacakan isi dari buku asli/ sumber ada peraturan/ pedoman rekaman membaca buku yang dibuat Yayasan Mitra Netra yaitu sebagai berikut:

1. Bagian awal kaset sisi A

a. Dibacakan data bibliografis buku sebagaimana tercantum pada judul buku, seperti; judul, pengerang, penerbit, tahun terbit, jiid, dll.

b. Setelah dibacakan data bibliografis, disebutkan siapa pembaca naskah

buku, tanggal, bulan, dan tahun produksi. Disediakan tempat untuk menyebutkan jumlah kaset yang dihasilkan dari perekaman dalam satu judul yang berbunyi “rekaman ini terdiri dari.... kaset” (titik tersebut diisi sesuai jumlah kaset yang digunakan dalam satu judul setelah buku selesai dibacakan).

(60)

urutannya tidak seperti ketentuan ini).

Hal hal yang perlu diperhatikan dalam membaca daftar isi adalah pembacaan bab, sub bab, dan seterusnya. Misalnya bab I harus dibaca:

“bab satu romawi”, berbeda dengan bab1 (angka) dibaca “bab satu”.

Begitu juga pembaca harus membedakan pembacaan A (huruf A besar) dengan a (huruf a kecil).

d. Setelah daftar isi, dibacakan isi teks. Untuk menunjukan bahwa bacaan

teks akan segera dimulai. Ini ditandai atau ditunjukan dengan latar belakang musik yang lebih pendek dibanding dengan musik sebelumnya.

2. Bagian Awal Setiap Sisi Kaset Kecuali Kaset Pertama Sisi A

Pada awal bagian setiap sisi kaset, baik sisi A atau sisi B kecuali kaset pertama sisi A, disebutkan “ kaset ke ...,sisi..., lanjutan buku (judul), jilid

(jika ada), pengarang..., bab..., halaman...”.

3. Bagian Akhir Setiap Sisi Kaset a. Sisi A

Pada setiap akhir sisi A disebutkan “dilanjutkan ke sisi B, halaman.... b. Sisi B

Pada setiap akhir sisi B disebutkan “dilanjutkan pada kaset ke..., sisi

A, bab..., halaman...”

4. Bagian Bagian Buku yang Dibaca

(61)

“lampiran” juga dapat dipertimbangkan untuk tidak dibacakan jika terdapat

kesulitan atau terlalu banyak untuk direkam. Untuk itu perlu dikonsultasikan dengan penata baca dan atau pengguna.

5. Nomor Halaman

Setiap pergantian halaman baru disebutkan nomor halamannya jika pada pergantian tersebut ada kalimat yang terputus sebelum titik, maka harus diselesaikan dulu sampai titik, baru menyebutkan “halaman 1/2/3.. dst”. 6. Alinea Baru

Pada setiap alenia baru atau dengan tanda lain yaitu berupa bunyi tertentu. Untuk buku buku yang alineanya terlalu banyak atau tidak proporsional, maka dapat dipertimbangkan untuk tidak disebutkan ungkapan “alenia

baru”.

7. Tanda Baca

a. Untuk tanda baca hanya tanda kurung, tanda kutip/petik dan garis miring

yang dibaca. Tetapi jika buku tersebut membahas serta memberikan contoh tentang penggunaan tanda baca, maka tanda baca tersebut mutlak harus dibacakan.

b. Cara menyebutkan tanda kurung, tanda kutip/petik adalah sebagai berikut: jika kata yang berad adalam tanda kurung atau kutip tersebut hanya satu kata, maka disebutkan: “tanda kutip...” atau “dalam kurung..”. jika lebih dari satu kata, maka disebutkan: “ kutip buka... kutip tutup” atau

kurung buka..kurung tutup”

(62)

a. Apabila di dalam kalimat terdapat kata yang dicetak miring/ cetak tebal atau digaris bawahi maka setelah kalimat tersebut selesai dibacakan, kata tersebut dibacakan kembali dan ikuti ungkapan : “digaris

bawahi/dicetak tebal/dicetak miring”.

b. Apabila sebuah kalimat digaris bawahi/ dicetak tebal atau dicetak miring, maka kalimat tersebut dibacakan kalimat dan diikuti ungkapan

“digarisbawahi/dicetak tebal/dicetak miring”.

c. Apabila sebuah paragraf digaris bawahi/ dicetak tebal atau dicetak miring, maka sebelum dibacakan paragaf tersebut disebutkan: “paragraf berikut

ini digaris bawahi/ dicetak tebal atau dicetak miring”

9. Kata Kata/ Nama Nama Asing dan Kata Kata Sukar/ Baru

Untuk kata kata atau nama nama asing yang diperkirakan belum dikenal pembaca, di eja setelah kalimat yang mengandung kata kata tersebut dibacakan.

10. Gambar/ Tabel/ Diagram/ Peta, Dan Lain Lain

Jika terdapat gambar, tael, diagram, peta dan sejenisnya sedapat mungkin untuk dibacakan, diterjemahkan atau diterangkan secara singkat dan jelas maksud dan maknanya. Tapi bila sulit dijelaskan dapat dilewatkan (tidak dibacakan) dengan menyebutkan “gambar/tabel/ diagram/peta, nomor... (bila ada nomor), pada halaman... tidak dibacaka”.

11. Penunjukan (Acuan, see Reference)

Jika terdapat penunjukan kata kata “lihat halaman....” atau “baca

(63)

tersebut dengan kata “lihat halaman... pada kaset... sisi...”. 12. Footnote (cacatan kaki)

a. Footnote yang pendek

Dibacakan langsung setelah kalimat/kata yang diberi tanda footnote selesai dibacakan dengan menyebutkan footnote pada

kata/kalimat...” kemudian disebutkan “ lanjutkan teks” kemudian

menerusk

Gambar

Tabel 1.1
grafika, dll.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjung Priok dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi dan kepuasan kerja yang dimoderasi gaya kepemimpinan terhadap

[r]

The objectives of this project is to obtain information about the building cooling system, lighting system, plug loads and finally to find no cost and low cost measures that can

dengan paparan sebagai berikut:.. Penelitian menunjuk pada kegiatan mencermati suatu objek, dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh

Telekomunikasi Indonesia Tbk Bandung, Jawa Barat. 3) Untuk menganalisis Pengaruh Komunikasi Interpersonal karyawan. terhadap Budaya Perusahaan di kantor pusat PT

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol dan fraksi daun mangkokan ( Polyscias scutellaria (Burn.f.)Fosberg)

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa school well-being pada siswa SMP Hang Tuah 1 Jakarta berada pada ketgori tinggi, yaitu sebesar 60% (90 siswa) sehingga

Dalam proses pembelajaran selalu melibatkan interaksi antara guru dan siswa, guru dituntut untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan