i
PENGARUH PERAN KOMITE AUDIT DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE UNTUK MENINGKATKAN KINERJA BANK SYARIAH (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah di Jakarta)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Dewi Megasari NIM: 207082000556
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Amilin SE, Ak, M.Si Yusro Rahma SE, M.Si NIP. 197306152005011009 NIP. 198005062008012016
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Hari ini Rabu Tanggal 2 Juni Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian
Komprehensif atas nama Dewi Megasari NIM: 207082000556 dengan judul
Skripsi
“PENGARUH PERAN KOMITE AUDIT DAN DEWAN
PENGAWAS SYARIAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE UNTUK MENINGKATKAN KINERJA BANK SYARIAH (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah di Jakarta)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudahdapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Juni 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Reskino, SE, Ak Rahmawati, SE, MM
Penguji II Penguji III
Dr. Yahya Hamja, MM
iii
Hari ini Kamis Tanggal 17 Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Dewi Megasari NIM 207082000556 dengan
judul skripsi: “Pengaruh Peran Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam Mewujudkan Good Corporate Governance untuk Meningkatkan Kinerja Bank Syariah” (Studi Empiris pada Perbankan Syariah di Jakarta).
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Jakarta, 17 September 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Amilin, SE, Ak, M.Si Yusro Rahma, SE, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Reskino, SE, Ak, M.Si
iv
Daftar Riwayat Hidup
I. INDETITAS PRIBADI
1. Nama : Dewi Megasari 2. Tempat & Tgl. Lahir : Lampung, 5 Februari 1985 3. Agama : Islam
4. Alamat : Komp.Ciputat Baru Jl.Mercury E/A 72 5. Telepon : 085714073792 / 021-44677416
6. Email : an_dewi08@yahoo.com
II. PENDIDIKAN
1. SD : (1991–1997) Cacaban 2 Magelang 2. SMP : (1997–2000) SLTP N 6 Magelang
3. SMA : (2000–2003) SMU Muhammadiyah 4 Jogja 4. D3 : (2003–2006) AA YKPN Jogjakarta
5. S1 : (2007-2010) UIN Syarif Hidayatullah
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Masrum
2. Tempat & Tgl. Lahir : Lampung, 13 Mei 1960
3. Alamat : Komp. Ciputat Baru Jl.Mercury E/A 72 Ciputat
4. Ibu : Indah Nuryati 5. Tempat & Tgl. Lahir : 24 Mei 1962
6. Alamat : Komp. Ciputat Baru Jl.Mercury E/A 72 Ciputat
v
Influence the Role of Audit Committees and Boards of Supervisors of Sharia in Achieving Good Corporate Governance to Enhance the Performance of Islamic Bank
By:
Dewi Megasari
ABSTRACT
The purposes of this study are to determine the role of audit committees and Sharia Supervisory Board in achieving good corporate governance in Islamic Banking. In this study, primary data in the form of dissemination of the questionnaire conducted in Jakarta with the respondent's office employees who worked at the Islamic bank. Determination of the samples was done using convenience sampling method. Questionnaire distributed numbered eighty-but again only sixty-three and sixty can be processed. Analyzing the data for hypothesis testing conducted by path analysis.
Results showed that the variables of the audit committee and board of trustees Islamic influence on good corporate governance and audit committee variables and good corporate governance influence performance of Islamic bank, while the sharia supervisory board did not influence the performance of Islamic bank.
vi
Pengaruh Peran Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam Mewujudkan Good Corporate Governance untuk Meningkatkan Kinerja Bank Syariah
Oleh:
Dewi Megasari
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan komite audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan good corporate governance di Perbankan Syariah. Pada penelitian ini digunakan data primer dalam bentuk penyebaran kuesioner yang dilakukan di Jakarta dengan responden karyawan yang bekerja pada kantor bank syariah. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling. Kuesioner yang disebarkan berjumlah delapan puluh tetapi kembali hanya enam puluh tiga dan yang bisa diolah enam puluh. Penganalisisan data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis jalur (Path Analysis).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel komite audit dan dewan pengawas syariah berpengaruh terhadap good corporate governance, dan variabel komite audit dan good corporate governance berpengaruh terhadap kinerja bank syariah, sedangkan dewan pengawas syariah tidak berpengaruh terhadap kinerja bank syariah.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ’Alamin, segala puji dan syukur hanya milik Allah
SWT. Teriring shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya. Dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Peran Komite Audit dan Dewan
Pengawas Syariah dalam Mewujudkan Good Corporate Governance untuk
Meningkatkan Kinerja Bank Syariah”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga tidak luput dari berbagai
masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah
semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat bantuan, dorongan,
bimbingan dan pengarahan yang tidak ternilai harganya dari pihak lain, yakni
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Yang tersayang kedua orang tua, ayah dan ibu, mbah putri dan mbah
kakung yang memberikan masukan, motivasi, sandaran dari setiap
permasalahan yang timbul, doa, ridhonya serta kasih sayangnya sehingga
penulis mendapatkan semangat lebih untuk menyelesaikan skripsi ini,
terima kasih atas segala bimbingan, asuhan, kasih sayangnya serta
pengorbanannya dalam hidup penulis selama ini, semoga ilmu yang
didapat penulis selama ini dapat memberikan kontribusi yang besar
nantinya untuk menjaga, membanggakan, mencukupi dan membuat
bangga bapak dan ibu kelak, amin.
2. Terima kasih kepada Keluarga besar Bp. Drs. Hendrisman Rahim, MA,
FSAI atas semua dorongan yang bersifat materil dan spiritual sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Maafkan atas segala
kekhilafan penulis selama ini banyak merepotkan semoga kebaikannya
selama ini diberikan balasan yang berlipat, semoga keluarganya diberikan
viii
3. Terima kasih kepada Keluarga besar Bp. Ir. Mustofa Dwi P. atas segala
bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
4. Bapak Dr. Amilin., SE., Ak., M.Si sebagai dosen pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya ditengah kesibukannya untuk
membimbing, memberikan banyak masukan mengenai pengembangan
judul skripsi ini serta memberikan arahan dalam penggunaan metode yang
tepat terhadap penelitianyang dilakukan dan memotivasi penulis, semoga
bapak sekeluarga diberikan kesehatan, kasih sayang serta perlindungan
dari Allah SWT, amin. Terima kasih banyak pak.
5. Terima kasih kepada Ibu Yusro Rahma, SE, M.Si sebagai Pembimbing II,
yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dari setiap
permasalahan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan
skripsi, semoga allah SWT membalas segala kebaikan.
6. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si dan Ibu Yessy Fitri, SE., Ak., M.Si
sebagai Ketua dan Wakil Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
8. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid dan Ibu Reskino, SE, Ak sebagai dosen
penguji ahli I dan dosen penguji ahli II.
9. Terima kasih kepada seluruh dosen dan karyawan akademik yang telah
memberikan ilmu, bantuan, perhatian dan pelayanan yang telah diberikan.
10.Terima kasih kepada adikku Rita atas segala doa dan bantuannya selama
penulis menyelesaikan skripsi ini.
11.Terima kasih kepada Andi Sutarno yang mencintaiku dan selalu
memberikan semangat yang tak henti-henti, yang setia menemani dari
kebon jeruk-menteng-parung. Terima kasih atas semua pengorbanannya.
12.Terima ksih kepada Wahyu Nugroho W.,SE atas bimbingannya dalam
menentukan judul yang tepat, dan bantuannya dalam menyelesaikan
ix
13.Terima Kasih kepada Kakak Momon, SE atas segala bantuan yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
14.Teman –teman seperjuangan Tomi, Ami, Vera, Mute, Feris, Ifa, semua
teman – teman jurusan akuntansi non reguler yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semua pihak atas bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai. Lebih dari ucapan terima
kasih kepada Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah SWT, semoga
senantiasa mamberikan sinar terang kepada seluruh hamba-Nya dan semoga
aktivitas penulis selalu diberkahi serta penulis selalu diberikan hidayah-Nya.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukan.
Jakarta, September 2010
Penulis
x
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar isi ... x
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur ... 9
1. Auditing ... 9
2. Komite Audit ... 12
3. Dewan Pengawas Syariah ... 19
4. Good Corporate Governance ... 23
5. Kinerja Perbankan Syariah ... 28
B. Keterkaitan Antar Variabel ... 32
1. Peran komite audit dan dewan pengawas syariah berkontribusi secara parsial maupun simultan terhadap Good Corporate Governance ... 32
xi
C. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 34
D. Model Penelitian ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 37
B. Metode Penentuan Sampel... 37
C. Metode Pengumpulam Data... 38
D. Metode Analisis ... 38
E. Operasional Variabel ... 47
1. Variabel Eksogen ... 47
2. Variabel Endogen ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 54
2. Karateristik Responden ……… 55
B. Hasil Uji Penelitian 1. Hasil Uji Validitas ……… 56
2. Hasil Uji Rliabilitas ……….. 59
3. Hasil Uji Hipotesis ……….. 60
BAB V Kesimpulan dan Implikasi A. Kesimpulan ……… 86
B. Saran ………... 88
DAFTAR PUSTAKA ………... 89
LAMPIRAN ……….. 92
xii
No. Tabel Keterangan Hal
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 35
3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 51
4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 54
4.2 Data Sampel Penelitian ... 55
4.3 Deskriptif Responden ... 55
4.4 Hasil Uji Validitas Komite Audit ... 56
4.5 Hasil Uji Validitas Dewan Pengawas Syariah ... 57
4.6 Hasil Uji Validitas Good Corporate Governance ... 58
4.7 Hasil Uji Validitas Kinerja Perbankan Syariah ... 58
4.8 Hasil Uji Reliabilitas ... 59
4.9 Coefficients – Sub Struktur 1 ... 60
4.10 Correlations – Sub Struktur 1 ... 62
4.11 Anova – Sub Struktur 1 ... 64
4.12 Summary – Sub Struktur 1 ... 65
4.13 Koefisien Jalur, Kontribusi Langsung, Tidak Langsung, Kontribusi Total, Kontribusi Komite Audit (X1), dan Internal Audit (X2) Secara Simultan dan Signifikan Terhadap Good Corporate Governance (Y) ... 68
xiii
4.15 Correlations – Sub Struktur 2 ...72
4.16 Anova – Sub Struktur 2 ... 76
4.17 Summary – Sub Struktur 2 ... 77
4.18 Koefisien Jalur, Kontribusi Langsung, Tidak Langsung,
Kontribusi Total, Kontribusi Komite Audit (X1),
Internal Audit (X2), dan Good Corporate Governance (Y),
Secara Simultan dan Signifikan Terhadap
Kinerja Perbankan Syariah (Z) ... 80
xiv
No. Gambar Keterangan Hal
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 36
3.1 Hubungan Struktur I Variabel X1 dan X2 terhadap Y ... 42
3.2 Hubungan Struktur II Variabel X1, X2, dan Y terhadap Z ... 43
4.1 Hubungan Kausal Empiris Sub Struktur 1
Variabel X1, X2, terhadap Y ... 67
4.2 Hubungan Kausal Empiris Sub Struktur 2
PENGARUH PERAN KOMITE AUDIT DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE UNTUK
MENINGKATKAN KINERJA BANK SYARIAH (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah di Jakarta)
Oleh: Dewi Megasari
207082000556
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian.
Sisi ekonomi adalah sisi yang tidak terpisahkan dari dimensi kehidupan umat manusia. Sistem yang berkembang di dunia adalah sistem kapitalisme dan sosialisme yang tampaknya untuk pemerataan dapat diterima oleh dunia Islam, karena pada lahirnya tidak berbenturan dengan agama. Tetapi pada kenyataanya kedua sistem di atas tadi mengacu pada sekularisme murni. Sementara keinginan Islam, disamping mencapai tujuan-tujuan material harus juga dipertimbangkan faktor nilai, karakter luhur manusia, keutuhan sosial dan pembalasan Allah di akhirat nanti. Singkatnya kegiatan-kegiatan ekonomi tidak saja semata-mata untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan material, tapi terlebih-lebih kegiatan tersebut haruslah bernilai ibadah di mata Allah SWT.
Sejarah perbankan syariah di Indonesia pada awalnya adalah dengan munculnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang pertama kali berlatar belakang syariah di Indonesia. Melihat monopoli yang dilakukan BMI sejak tahun 1991-1999, menyebabkan BMI kesulitan untuk mendorong atau memajukan kinerja banknya. Baru pada pertengahan tahun 1999 muncullah pesaing usaha di bidang perbankan syariah dari bank lain seperti Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Mega Syariah (BMS). Dengan adanya pesaing-pesaing tersebut, masyarakat atau nasabah dapat lebih
leluasa memilih bank yang sesuai dengan kinerja bank yang bagus. Mengingat pangsa bank syariah semakin meningkat dari tahun ke tahun dan umumnya masyarakat Indonesia mayoritas beragama islam. Hal ini membuktikan bahwa perbankan syariah mempunyai prospek dan potensi yang sangat besar untuk mengembangkan perbankan syariah.
Kenyataan bahwa perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Secara Institusional perjalanan bank syariah pada tahun 2005 dari 3 Bank Umum Syariah (BUS) dan 19 Unit Usaha Syariah (UUS) sekarang menjadi 6 Bank Umum Syariah (BUS) dan 25 UUS Unit Usaha Syariah (UUS) pada januari 2010. Dari segi jaringan kantor, pada tahun 2005 terdapat 550 kantor dan sekarang menjadi 1346 kantor pada akhir tahun 2005. Hal ini menyebabkan dalam waktu yang relatif singkat, kinerja bank syariah dapat meningkat dengan cepat dan baik (Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia Januari 2010).
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun 2006 menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang
mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai (Wibowo,2009:1).
Dari perkembangan itu maka pihak perbankan syariah harus ada yang mengawasi dan memperhatikan semua unit usaha perbankan syariah. Oleh karena itu disetiap bank syariah mempunyai komite audit dan dewan pengawas syariah untuk menilai kepatuhan karyawan bank syariah terhadap kebijaksanaan, prosedur, dan peraturan-peraturan yang dibuat bank syariah tersebut. Dengan adanya komite audit dan dewan pengawas syariah di tiap-tiap bank syariah maka proses atau kegiatan perbankan yang mereka lakukan akan terawasi dan terkontrol dengan baik sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ada.
Menurut Marini (2001:207), walaupun di Indonesia komite audit belum lama diperkenalkan, sebenarnya komite ini sudah sejak lama dibentuk di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. Hal ini terlihat misalnya pada tahun 1967 American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) menerbitkan sebuah pernyatan yang merekomendasikan agar setiap perusahaan yang Go Public membentuk suatu komite yang terdiri dari orang-orang yang bukan merupakan pejabat perusahaan, yang diberi kewenangan menunjuk auditor independen dan mengikuti secara terus menerus pelaksanaan kegiatan dari auditor tersebut. Selanjutnya pada tahun 1973, pasar modal Amerika Serikat tepatnya di
New York Stock Exchange. Per 30 juni 1978, setiap perusahaan domestik
yang tercatat di bursa New York Stock Exchange disyaratkan untuk memiliki komite audit.
Salah satu yang paling menarik adalah kenyataan bahwa hampir semua perusahaan di Amerika Serikat kini telah mempunyai komite audit, padahal tidak terdapat satu pun hukum yang mengikat bahwa keberadaan komite audit tersebut adalah suatu keharusan. Oleh karena itu, pengakuan perlunya komite audit dapat dipandang sabagai persyaratan pasar (required by the market), bukan karena adanya kewajiban secara hukum (required by law).
Fungsi utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah mengawasi jalannya operasional bank syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan petunjuk dan ketentuan-ketentuan syari’at Islam. Hal ini, karena akad/transaksi yang berlaku di dalam sistem perbankan syariah sangat berbeda dengan akad/transaksi yang berlaku di dalam perbankan konvensional. Dalam kaitan ini, dalam sistem perbankan syariah diperlukan garis-garis panduan (guidelines) yang berbeda pula dengan sistem perbankan konvensional. Garis panduan ini disusun dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Selain itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya setiap tahun) bahwa bank syariah yang diawasi telah berjalan sesuai atau tidak sesuai dengan
syari’at Islam. Pernyataan DPS ini disampaikan dalam buku laporan tahunan (annual raport) bank yang bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah meneliti dan membuat rekomendasi atas
produk baru bank syariah yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama atas produk yang telah diteliti dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (Antonio,2001:25).
Perubahan yang terjadi pada lingkungan bisnis dan era globalisasi menuntut dikembangkannya suatu sitem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis dan industri. Good Corporate Governance (GCG) atau yang lebih umum dikenal dengan tata kelola perusahaan yang baik muncul sebagai satu pilihan yang bukan saja menjadi formalitas, namun suatu sistem nilai dan best practices yang sangat fundamental bagi peningkatan nilai perusahaan.
Menurut Wibowo (2009:7) sebagaimana yang terjadi pada bisnis-bisnis pada lembaga keuangan lainnya, semakin besar volume transaksi bisnis maka akan semakin besar pula kemungkinan penyalahgunaan kepercayaan terutama dari sisi penanggung. Oleh karena itu, Perbankan Syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang berdasar syari'at Islam menjadi uswah hasanah dalam penerapan Good Corporate Governance
(GCG). Bank-bank syariah harus berada di garda terdepan dalam implementasi GCG tersebut. Penerapan Good Corporate Govarnance di bank syariah, tidak saja meningkatkan kepercayaan publik kepada bank syariah, tetapi juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wiyono (2010). Adapun yang membedakannya adalah variabel penelitian yang digunakan yaitu: peran komite audit dan dewan pengawas syariah di dalam bank syariah, sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak adanya peran dewan pengawas syariah dalam mengukur kinerja bank syariah. Dengan meneliti dari peranan komite audit dan dewan pengawas syariah dapat terlihat perkembangan bank syariah dengan melihat sejauh mana pengawasan dan kedisiplinan komite audit dan dewan pengawas syariah dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kinerja bank syariah tersebut.
Atas dasar tersebut, peneliti membuat judul yaitu “Pengaruh Peran Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam Mewujudkan
Good Corporate Governance untuk Meningkatkan Kinerja Bank Syariah (Studi Empiris pada Perbankan Syariah di Jakarta) ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, permasalahan yang terjadi adalah: 1. Apakah peran komite audit dan dewan pengawas syariah berpengaruh
secara parsial maupun simultan terhadap Good Corporate Governance? 2. Apakah peran komite audit, dewan pengawas syariah dan Good Corporate
Governance berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap kinerja perbankan syariah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis peran komite audit dan dewan pengawas syariah berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap Good Corporate Governance.
2. Untuk menganalisis peran komite audit, dewan pengawas dan Good Corporate Governance berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap kinerja perbankan syariah.
D. Manfaat Penulisan
Terdapat beberapa manfaat yang dapat digunakan melalui penelitian ini, yaitu:
1. Bagi Komite Audit
Penelitian ini dapat dijadikan masukan agar dalam melakukan pengawasan dan penilaian dapat memberikan masukan yang sangat baik guna menerapkan Good Corporate Governance.
2. Bagi Dewan Pengawas Syariah
Memberikan masukan dalam melakukan pengawasan terhadap perbankan syariah di Indonesia menuju Good Corporate Governance.
3. Bagi Perbankan Syariah
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan kinerja bank syariah untuk mencapai Good Corporate Governance.
4. Bagi Peneliti
Untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan yang sangat berarti tentang peranan komite audit dan dewan pengawas syariah pada bank syariah yang merupakan salah satu instrumen good corporate governance
pada bank syariah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Pengertian Audit
Akuntansi dan audit memegang peranan penting dalam memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya. Elder, Beasly, Arens dan Yusuf (2009;11) mendefinisikan audit sebagai berikut:
Auditing is the accummulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria.
Auditing should be done by a competent and independent person
Agoes (2004;3), menyatakan sebagai berikut:
“ Suatu proses pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematik oleh pihak-pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pernyataan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut “.
Hall dan Singleton (2007;3) mendefinisikan Audit sebagai berikut: “Audit adalah proses sistematis mengenai mendapatkan dan mengevaluasi secara objektif bukti yang berkaitan dengan penilaian mengenai berbagai kegiatan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara penilaian-penilaian tersebut dan membentuk criteria serta menyampaikan hasilnya ke para pengguna yang berkepentingan”.
Dari definisi tersebut bahwa auditing sangat diperlukan bagi perusahaan dan dalam auditing sendiri sangat diperlukan orang-orang
yang berkompenten dan independen dalam hal auditing. Disamping itu, auditing harus dilakukan dengan kritis dan sistematis. Karena semua itu akan dapat menghasilkan informasi yang sangat berguna bagi semua perusahaan yang memerlukannya.
Untuk melakukan auditing diperlukan standar yang dapat menjadi acuan dalam audit. Standar tersebut sangat berguna bagi auditor dalam melakukan audit dan standar merupakan pedoman dalam menjalankan tanggung jawabnya. Standar tersebut meliputi keahlian dan independensi seorang auditor. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI.2001:150.1) menyebutkan bahwa standar auditing terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: standar umun, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Dijelaskan standar auditing sebagai berikut:
a. Standar Umum
1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. c. Standar Pelaporan
1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip tersebut dalam periode sebelumnya.
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Dari standar-standar yang telah disebutkan merupakan acuan bagi auditor untuk mengaudit dan menetapkan apakah laporan manajemen tersebut telah sesuai dengan standar yang ada. Oleh karena itu, auditor sangat memegang teguh standar tersebut.
2. Komite Audit
Berikut ini disajikan definisi mengenai komite audit dari beberapa sumber refrensi. Menurut Rittenberg dan Scwieger (2001:378) menyebutkan bahwa pengertian komite audit adalah:
“An audit committee is a subcommittee of the board of directors that is composed of independent, outside directors. The audit committee has oversight responsibility (on behalf of the full board of directors and its stakeholders) for the outside reporting of the company including annual financial statements; risk monitoring and control processes; and both internal and external audit functions.”
Sedangkan menurut Widjaja (2003:4), komite audit adalah suatu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris, yang harus bebas dari pengaruh manajemen perusahaan dan bersifat independen serta bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam meningkatkan pengawasan dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan.
Jadi komite audit haruslah terbebas dari segala pengaruh manajemen perusahaan. Komite audit dengan bekerja secara independen akan
menghasilkan kualitas pengawasan yang baik dan akan meningkatkan kinerja perusahaan dalam menghadapi persaingan usaha.
Komite audit harus bebas dari pengaruh manajemen sehingga dapat mewujudkan tanggung jawabnya untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian manajemen dan peran auditor eksternal termasuk auditor internal perusahaan. Selain itu, komite audit juga dapat membantu dewan komisaris secara keseluruhan dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan laporan keuangan dan kontrol atas operasi keuangan. Mereka juga dapat memperkuat posisi manajemen dengan memberikan keyakinan bahwa seluruh langkah-langkah yang mungkin dilakukan telah diambil untuk memberikan penelaahan independen atas kebijakan-kebijakan keuangan dan operasi manajemen.
Di dalam komposisi komite audit, seorang komite audit haruslah merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit. Anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen sekurang-kurangnya satu diantaranya mempunyai kemampuan di bidang akuntansi atau keuangan.
Dengan adanya komite audit, hasil dari laporan internal auditor diolah dan dilaporkan oleh komite audit kepada Komisaris Bank atau Dewan Pengawas di perbankan. Di dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nomor: PER-05/MBU/2006 tentang komite audit bagi Badan Usaha Milik Negara yang disebutkan dalam pasal 3 menyebutkan tugas komite audit adalah sebagai berikut:
a. Membantu komisaris/dewan pengawas untuk memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas eksternal auditor dan internal auditor.
b. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilaksanakan oleh satuan pengawas intern maupun auditor eksternal.
c. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen serta pelaksanaannya.
d. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan BUMN.
e. Melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris/dewan pengawasan serta tugas-tugas komisaris/dewan pengawasan lainnya.
Surat Keputusan Ketua Bappepam Nomor: KEP-41/PM/2003 tanggal 2 Desember 2003 (lampiran), pedoman pembentukan komite audit dan persyaratan keanggotaan komite audit sebagai berikut:
Pedoman Pembentukan Komite Audit
a. Struktur komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris dan dilaporkan kepada rapat umum pemegang saham.
b. Anggota komite audit yang merupakan komisaris indepanden bertindak sebagai ketua komite audit. Dalam hal komisaris independen yang menjadi anggota komite audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai komite audit.
Persyaratan keanggotaan Komite Audit:
a. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan.
c. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan.
d. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di bidang pasar modal dan peratuaran perundang-undangan yang terkait dengannya.
e. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik yang memberikan jasa audit dan atau non audit pada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagai mana dimaksud dalam peraturan Nomor VIII.A.2 tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal.
f. Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau publik yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat komisaris. g. Tidak mempunyai saham, baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka
waktu enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
h. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.
i. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan saham emiten atau perusahaan publik.
j. Tidak merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan publik lain pada periode yang sama.
Dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI) seri tata kelola perusahaan jilid II (2001:12-13) mengenai peranan dewan komisaris dan komite audit dalam corporate governance, pada umumnya komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu: laporan keuangan, tata kelola perusahaan, pengawasan perusahaan. Penjelasan dari ketiga bidang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Laporan Keuangan (financial report)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:
1) Kondisi keuangan. 2) Hasil usaha.
3) Rencana dan komitmen jangka panjang.
Ruang lingkup pelaksanaan ini adalah: 1) Merekomendasikan auditor eksternal;
2) Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu; (a) Surat penunjukan auditor.
(b) Perkiraan biaya audit. (c) Jadwal kunjungan auditor. (d) Koordinasi dengan internal audit. (e) Pengawasan terhadap hasil audit. (f) Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.
3) Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;
4) Meneliti laporan keuangan (financial statement), yang meliputi: (a) Laporan tengah tahunan (interim financial statement). (b) Laporan tahunan (annual financial statement).
(c) Opini auditor dan (management letters).
Khusus tentang penilaian kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akantansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi.
b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governace)
Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan atau corporate governance adalah untuk memastikan bahwa
perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
1) Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.
2) Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi maupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah tata kelola perusahaan dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya.
3) Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan.
4) Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan tata kelola perusahaan dan temuan-temuan lainnya.
c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Tanggung jawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan sistem pengandalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengawasan intern.
Jadi, peranan komite audit di dalam bank maupun perusahaan dapat mengatur dan mengawasi kebijakan komisaris bank atupun perusahaan agar dapat berjalan sesuai dengan aturan dan keputusan-keputusan dari komisaris atau dewan pengawas.
3. Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk menyebut institusi pengawasan internal syariah di bank syariah. Beberapa negara menyebut DPS sebagai shari'a supersory board (SSB), atau shari'a committee, atau shari'a council. Menurut Arifin (2005:106) pengertian DPS adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berada pada suatu bank syariah.
Pengertian DPS menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dalam Governance Standard for Islamic Financial Institutions (GSIFI) nomor 1 paragraf 2 dinyatakan bahwa:
“A shari’a supervisory board is an independent body of specialised jurists in fiqih mua’amalat (Islamic commercial jurisprudence). However, the Shari’a supervisory board may include a member other than those specialised in fiqih mua’amalat, but who should be an expert in the field of Islamic Financial institutions and with knowledge of fiqih mua’amalat…”.
Pada tahun 2000, DSN menerbitkan surat keputusan Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia nomor: 03 tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syari'ah. DPS sebagai lembaga independen yang
berfungsi melakukan pengawasan syariah terhadap keberadaan lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank.
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syari'ah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari'ah yang telah difatwakan oleh DSN. Adapun fungsi utama DPS adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari'ah dan pimpinan kantor cabang syari'ah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syari'ah.
Sebagai pengawas syariah, fungsi DPS sesungguhnya sangat strategis dan mulia, karena menyangkut kepentingan seluruh umat Islam pengguna lembaga tersebut. Secara emosional umat Islam akan selalu berpedoman pada keberadaan pengawas syariah karena dari sinilah kepercayaan pada bank syariah tersebut ditumbuhkan. Dengan kata lain lembaga inilah yang paling bertanggung jawab atas kebenaran praktik bank syari’ah dengan prinsip-prinsip syariah (Usamah,2009).
Sebagaimana diatur dalam PBI No. 6/24/PBI/2004 dalam Abuzaky (2008), mekanisme kerja DPS dijelaskan sebagai berikut:
1.Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
2.Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan kepada Dewan Syariah Nasional.
3.Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
4.Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional.
Sedangkan Mengenai tugas dan fungsi DPS diatur dalam Pedoman Rumah Tangga DSN sebagai berikut:
1. DPS pada setiap lembaga keuangan mempunyai tugas pokok:
a) memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah.
b) melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan pengarahan/ pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syariah.
c) sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
3.DPS berfungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga keuangan syariah wajib:
a) mengikuti fatwa DSN.
b) merumuskan permaslahan yang memerlukan pengesahan DSN.
c) melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
Menurut Karim, R.A.A dalam Usamah (2009), ada tiga alternatif model pengorganisasian DPS yaitu :
1. Model pertama, adalah model penasehat yaitu menjadikan pakar-pakar syariah sebagai penesehat semata dan kedudukannya dalam organisasi sebagai tenaga part time yang datang ke kantor jika diperlukan. Pada model ini, DPS cenderung bersifat pasif.
2. Model kedua adalah model pengawasan yaitu adanya pengawasan syari’ah yang dilakukan oleh beberapa pakar syari’ah terhadap bank syariah yang secara rutin mendisdkusikan masalah-masalah syari’ah dengan para pengambil keputusan operasional maupun finansial organisasi. Model organisasi DPS yang kedua ini memiliki kewenangan aktif untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga tempat ia bertugas.
3. Model ketiga, yaitu model departemen syariah, yaitu model pengawasan syariah yang dilakukan oleh sebuah departemen syari’ah. Dengan model ini ahli syariah bertugas full time, didukung oleh staf teknis yang membantu tugas-tugas pengawasan syariah yang telah digariskan oleh ahli syariah departemen tersebut.
Fungsi dan peran DPS pada bank syariah, selain melakukan pengawasan secara rutin atas perencanaan dan operasional lembaga
keuangan syariah, juga berfungsi sebagai: Pemberi nasihat dan saran kepada manajemen mengenai hal-hal yang terkait dengan syariah; Mediator hubungan antara bank syari’ah dengan DSN terutama dalam setiap upaya pengembangan produk dan jasa yang perlu mendapatkan fatwa dari DSN.
4. Good Corporate Governance
Berikut ini beberapa definisi mengenai Good Corporate Governance
dari berbagai refrensi. Menurut Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) (2001:1) dalam publikasi yang pertamanya
mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Corporate Governance merupakan proses yang diterapkan dalam menjalankan suatu perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Jadi yang dimaksud dengan stakeholder
lainnya adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, yaitu
bagian internal dan eksternal perusahaan seperti kreditor, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
Menurut Daniri (2005:4), GCG didefinisikan sebagai sistem yang mengatur pengelolaan dan pengawasan bisnis korporasi, mengatur hak dan kewajiban pihak terkait (Board of Commissioners, Board of Directors, shareholders, dan stakeholders lainnya), memuat aturan main dan prosedur yang harus ditempuh dalam membuat keputusan yang terkait dengan keputusan korporasi, merumuskan mekanisme untuk penetapan yang objektif dan cara-cara yang ditempuh untuk mencapai objektif serta pemantauan kerja. Jadi, GCG adalah sebuah tatanan yang mengatur hubungan antara semua pihak dalam struktur perusahaan yang menentukan arah dan performance suatu perusahaan itu sendiri.
Sedangkan menurut Wardani dalam Febrian (2009:14) prinsip-prinsip dasar dari Good Corporate Governance yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Penerapan Good Corporate Governance pada bank syariah mengacu pada Islamic Financial Services Board (IFSB), IFSB mengeluarkan Shari’ah Governance System untuk mengatur penerapan tata kelola institusi syariah terutama bank syariah.
Tabel 2.1
Penggabungan Fungsi GCG Konvensional dengan Syariah
Fungsi Lembaga
Governance Dewan komisaris Dewan Pengawas
Syariah Pengendalian Internal auditor
Eksternal auditor
Pengawas syariah internal
Pengawas syariah eksternal
Kepatuhan Pejabat tingkat unit atau depertemen
Unit kepatuhan syariah
Sumber: IFSB Shari’ah Governance, 2009.
Di dalam pelaksanaan GCG pada bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang memiliki fungsi sebagai berikut (Bank Syariah Mandiri,2008):
a. Mengawasi dan memantau kegiatan operasional bank untuk menjamin kepatuhannya terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI). b. Menilai dan memberi persetujuan mengenai aspek-aspek syariah
pada setiap pedoman produk dan operasional perusahaan.
c. Memberikan pendapat mengenai kepatuhan syariah atas kegiatan operasional perusahaan dalam laporan publikasi.
d. Meninjau produk dan layanan baru, yang belum diatur oleh fatwa yang dikeluarkan oleh DSN – MUI.
e. Menyerahkan laporan pengawasan syariah setiap 6 (enam) bulan kepada Dewan Komisaris, Direksi, DSN – MUI dan Bank Indonesia.
Diuraikan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), ada empat unsur penting dalam Corporate Covernance, yaitu: fairness (keadilan), transparency (transparansi), accountability
(akuntabilitas), responsibility (pertanggungjawaban). Dari empat unsur itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fairness (Keadilan)
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
2. Transparancy (Transparansi)
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
3. Accountability (Akuntabilitas)
Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai social (OECD Business Sector Advisory Group on Corporate Governance, 1998).
Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD yang dijelaskan dalam FCGI (2001:2) menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Hak-hak para pemegang saham;
2. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;
3. Peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam
Corporate Governance; 4. Transparansi dan Penjelasan; 5. Peranan Dewan Komisaris.
Penerapan GCG secara benar sesuai dengan aturan atau best practice dimana aspek keadilan, akuntabilitas, tanggungjawab dan transparansi menjadi prioritas, akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan karena lebih banyaknya dukungan dari unsur didalam dan diluar perusahaan sehingga mendorong peningkatan keuntungan serta nilai (value) perusahaan. Prinsip prinsip Good Corporate Governance tersebut juga sangat sesuai dengan Islam. Penerapan Good Corporate Govarnance di bank syariah, tidak saja meningkatkan kepercayaan publik kepada bank syariah, tetapi juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional (Wibowo,2009:2).
Jadi dengan GCG baik komite audit dan dewan pengawas syariah harus memerhatikan faktor-faktor seperti keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban dalam melaksanakan GCG baik di dunia perbankan maupun perusahaan. Dengan memerhatikan faktor-faktor tersebut maka hasil GCG di dalam perusahaan maupun perbankan dapat
berjalan dengan baik dan lancar dan dapat dengan mudah berkoordinasi dengan dewan direksi.
5. Kinerja Perbankan Syariah
Bank syariah merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat islam. Bank Syariah menurut Arifin (2006:60), adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.
Sedangkan menurut Muhammad (2004:2), bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayarannya serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat islam.
Menurut Metwally (1995:13), prinsip utama yang digunakan dalam kegiatan perbankan syariah adalah:
1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
2. Melakukan kegiatan usaha perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah.
3. Memberikan zakat.
Oleh karena itu, dalam operasinya perbankan syariah tidak menerapkan sistem bunga, seperti bank konvensional tetapi menerapkan sistem bagi hasil untuk para nasabah. Dengan itulah yang membedakan hal
mendasar dari bank konvensional yang keuntungan nasabahnya diperoleh dengan bunga.
Pelaksanaan fungsi perbankan sebenarnya telah ada dan menjadi tradisi sejak zaman Rosulullah seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, dan bahkan melaksanakan fungsi pengiriman uang. Namun, pada saat itu tentu saja fungsi-fungsi perbankan tersebut dilakukan dengan secara sederhana dan perorangan sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga belum terlembagakan secara sistematis.
Sebenarnya Islam juga telah memiliki aturan yang cukup komprehensif mengenai hukum-hukum dalam suatu perekonomian, hal itu bisa digali lebih lanjut dalam Al-Quran, Hadits, maupun buku-buku karya para ulama. Bahkan, beberapa istilah perbankan modern ada yang berakar kata dari ilmu fiqh. Misalnya, istilah kredit (Inggris: credit berarti kepercayaan; Romawi: credo yang berarti kepercayaan, dan Arab: qard
berarti meminjamkan uang berdasarkan kepercayaan). Selain itu, istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque, Arab: saq/suquq yang berarti pasar) istilah cek terkenal sebagai alat pembayaran yang bisa digunakan di pasar-pasar.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia tetap mengalami kendala karena bank syariah hadir di tengah-tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang dihadapi oleh perbankan
(lembaga keuangan) syariah tidak terlepas dari belum tersedianya sumber daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan.
Meskipun, telah banyak kajian yang mencoba untuk mempermudah penjelasan tentang pelaksanaan operasional perbankan syariah. Hal ini mengingat bahwa di masing-masing negara, terutama yang masyarakatnya mayoritas muslim, tidak mempunyai infrastruktur pendukung dalam operasional perbankan syariah secara merata. Konsekuensi perkembangan di masing-masing negara tersebut tentunya akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan perbankan syariah di dunia. Apalagi pada saat ini produk-produk keuangan semakin cepat perkembangannya.
Jadi, bank syariah dalam penerapan oprasionalnya menggunakan cara-cara berdagang dan berjualan cara Rosullulah. Dengan menggunakan prinsip dan hadist dalam melaksanakan operasional maka para nasabah dapat terjamin terhindar dari riba.
Kinerja bank syariah saat ini sudah sangat baik. Dulu tahun 1999 hanya ada satu bank yaitu Bank Syariah Muamalat Indonesia, kini telah menjadi enam bank yang berbasis syariah yaitu, Bank Syariah Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank syariah BRI, Bank Syariah Bukopin, dan Bank Panin Syariah (Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia januari,2010).
Semua itu berkembang karena perbankan syariah semakin diminati oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam. Sekarang juga
pembiayaan perbankan syariah di Indonesia semangkin meningkat. Tetapi dengan menggunakan syaria-syariat islam seperti Wadiah, Mudharabah, Musyarakah, Salam, Istishna’, Ijarah, dan Qardh.
Jika dibanding dengan para bankir konvensional, maka bankir syariah seharusnya lebih unggul dan terdepan dalam implementasi GCG di lembaga perbankan, mengingat lembaga perbankan syariah membawa nama agama ke dalam lembaga bisnis. Tegasnya, bankir syariah harus memainkan perannya sebagai pionir penegakan GCG di lembaga perbankan. Jika para bankir syariah melakukan penyimpangan dan moral hazard, hal itu tidak saja berimplikasi kepada lembaga tersebut tetapi juga kepada citra syariah. Meskipun masyarakat mengetahui bahwa hal itu kesalahan oknum tertentu.
Tetapi orang akan dengan cepat menilai bahwa lembaga syariah melakukan moral hazard, apalagi lembaga konvensional. Keharusan tampilnya bankir syariah sebagai pionir penegakan GCG dibanding konvensional, karena permasalahan governance dalam perbankan syariah ternyata sangat berbeda dengan bank konvensional. Pertama, bank syariah memiliki kewajiban untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah (shariah compliance) dalam menjalankan bisnisnya. Karenanya, Dewan Pengawas Syariah (DPS) memainkan peran yang penting dalam
governance structure perbankan syariah. Kedua, karena potensi terjadinya informasi asymmetry sangat tinggi bagi perbankan syariah maka permasalahan agency theory menjadi sangat relevan. Hal ini terkait dengan
permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah dan pemegang saham. Karenanya, permasalahan keterwakilan
investment account holders dalam mekanisme good corporate governance
menjadi masalah strategis yang harus pula mendapat perhatian bank syariah. Ketiga, dari perspektif budaya korporasi, perbankan syariah semestinya melakukan transformasi budaya di mana nilai-nilai etika bisnis Islami menjadi karakter yang inheren dalam praktik bisnis perbankan syariah (Rifka,2009).
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Peran Komite Audit berkontribusi secara parsial dan simultan
terhadap Good Corporate Governance.
Menurut Sanjaya (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh komite audit dalam Good Corporate Governance komite audit harus memberikan laporan yang tepat terhadap dewan komisaris dan minimal memberikan laporan setahun sekali kepada dewan komisaris. Selain itu anjuran dari Bapepam kepada perusahaan yang telah go publik agar memiliki komite audit. Mengingat pentingnya keberadaan Komite Audit dalam meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian, maka Komite Audit perlu mendapatkan perhatian dari manajemen dan Dewan Komisaris. Bank Indonesia (BI) sudah menyatakan bahwa bank syariah juga diwajibkan menyampaikan laporan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) kepada BI mulai
tahun 2008 sebagaimana bank konvensional. Oleh karena itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Perbankan Syariah diharapkan tidak hanya ahli dalam bidang Fiqh, tapi perlu memperluas lagi pemahaman dan pengetahuannya mengenai aspek operasional Perbankan Syariah (Wibowo,2009:7).
Berdasarkan hal tersebut bahwa peran komite audit dan dewan pengawas syariah sangat penting dalam mewujudkan dan mempertahankan Good Corporate Governance. Berdasarkan tersebut bahwa komite audit dan dewan pengawas syariah dapat berkontribusi dalam penerapan Good Corporate Governance. Oleh karena itu, hipotesis penelitian pertama (Ha1) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ha1: Peran komite audit dan dewan pengawas syariah berkontribusi
secara parsial maupun simultan terhadap Good Corporate Governance.
2. Peran Komite audit, Dewan Pengawas Syariah dan Good Corporate Governance berkontribusi secara parsial dan simultan terhadap kinerja perbankan syariah.
Menurut Wibowo (2009) perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang berdasar syari'at Islam menjadi uswah hasanah dalam penerapan GCG (Good Corporate Governance). Penerapan Good Corporate Govarnance di bank syariah, tidak saja meningkatkan kepercayaan publik kepada bank syariah, tetapi juga merupakan bagian
dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional
Menurut Wiyono (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa menyatakan audit internal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perbankan syariah,tetapi dewan pengawas syariah (DPS). Berdasarkan uraian tersebut bahwa peran komite audit, dewan pengawas syariah dan Good Corporate Governance sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja perbankan syariah. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis kedua (Ha2) sebagai berikut:
Ha2: Peran komite audit, dewan pengawas syariah dan Good Corporate
Governance berkontribusi secara parsial dan simultan terhadap kinerja perbankan syariah.
C. Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai peran komite audit dan dewan pengawas syariah serta Good Corporate Governance dan kinerja perbankan syariah telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan dalam meningkatkan kinerja bank syariah. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai peran komite audit dan dewan pengawas syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance untuk meningkatkan kinerja perbankan syariah.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Sebelumnya
Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil
D. Model Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang peranan komite audit dan dewan pengawas syariah dalam mewujudkan good corporate governance untuk meningkatkan kinerja perbankan syariah yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
ε1
Komite Audit (X1)
Dewan Pengawas Syariah (X2)
Kinerja Bank Syariah
(Z)
Good Corporate Governance
(Y)
ε2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Populasi penelitian ini adalah Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah yang ada di Jakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini akan menjelaskan peranan komite audit dan dewan pengawas syariah dalam mewujudkan Good Corporate Governance di perbankan syariah yang ada di Jakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Pemilihan bank syariah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling, yaitu: istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Convenience Sampling berarti unit sampling yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif (Hamid, 2007:30). Metode convenience sampling digunakan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel dengan cepat dari elemen populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan bank syariah di Jakarta yang berhubungan dengan penelitian ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer. Menurut Husain (2009:42), data primer adalah yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner berupa pertanyaan yang menjadi instrumen variabel yang akan dikirimkan pada bank syariah yang menjadi objek penelitian. Apabila diperlukan, pengumpulan data juga dilakukan dengan bertemu langsung dengan responden.
D. Metode Analisis
Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, dan uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif.
Memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2005:19).
2. Uji Kualitas Data
Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji reliabilitas dan validitas.
a. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban responden. Suatu kuesioner dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Repeated Measure atau pengukuran ulang.
2) One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengukuran reliabilitas yang dilakukan dengan One Shot. Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistic Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan realibel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60. Sedangkan, jika sebaliknya data tersebut dikatakan tidak realibel (Imam Ghozali, 2005:41-42).
b. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada keusioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation
yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Imam Ghozali,2005:45).
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model analisis jalur (path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda, atau analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksirkan hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori (Imam Ghozali.2005:160). Model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung seperangkat variabel bebas (independen) terhadap variabel terkait (dependen) (Riduwan dan Engkos,2007:2).
Teknik analisa jalur ini akan digunakan dalam menguji besarnya kontribusi yang ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antara variabel X1 dan X2 terhadap Y serta
berdampak kepada Z pada diagram jalur digunakan dua macam anak panah, yaitu (Riduwan dan Engkos,2007:15-18)
a. Anak panah satu arah yang menyatakan pengaruh langsung dari sebuah variabel eksogen [variabel penyebab (X)] terhadap sebuah variabel endogen [varibel akibat (Y)], misalnya X1 Y dan
b. Anak panah dua arah yang menyatakan hubungan korelasional antara variabel eksogen, misalnya X1 X2.
Langkah-langkah menguji path anlysis adalah sebagai berikut: a. Merumuskan hipotesis dan persamaan struktural
b. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi. 1) Gambarkan diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya
dan rumuskan persamaan strukturalnya yang sesuai hipotesis yang diajukan.
2) Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan.
c. Menghitung koefisien jalur secara simultan (keseluruhan).
Uji secara keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut: Ha: ρyx1 = ρyx2 = ... = ρyxk≠ 0
Ho: ρyx1 = ρyx2 = ... = ρyxk = 0
1) Kaidah pengujian signifikansi secara manual menggunakan tabel F dengan taraf signifikan (α) = 0,05
2) Kaidah pengujian signifikansi dengan program SPSS
(a) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan
(b) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
d. Menghitung koefisien jalur secara individu
Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statistik sebagai berikut:
Ha: ρyx1≠ 0
Ho: ρyx1 = 0
Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t.
Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi analisis jalur bandingkan antara nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
2) Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
Model persamaan untuk menguji hipotesis dengan analisis jalur dapat dibuat melalui persamaan struktur sebagai berikut:
Gambar 3.1
Hubungan Struktur I Variabel X1 dan X2 terhadap Y
\
Komite Audit (X1)
Dewan Pengawas Syariah (X2)
Good Corporate Governance
(Y)
ρyε1
ρyx
Г12
ρyx
Pengujian hipotesis dengan analisis jalur, dapat dilakukan melalui: a. Pengujian secara simultan (Uji Statistik F)
Pengujian secara simultan (Uji statistik F) menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diujipada tingkat signifikan 0,05 (Imam Ghozali,2005:84). Menurut Riduwan dan Engkos (2007:132) untuk mengetahui signitifikasi analisis Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan
b. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
Hipotesis Struktur I adalah sebagai berikut:
Ha : ρyx1 , ρyx2≠ 0
Ho : ρyx1 , ρyx2 = 0
Ha1 = Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah berkontribusi
secara simultan dan signifikan terhadap Good Corporate Governance
Ho1 = Komite Audit dan Dewan Pengawas syariah tidak berkontribusi
secara simultan dan signifikan terhadap Good Corporate Governance
Hipotesis Struktur II adalah sebagai berikut:
Ha : ρzy , ρzx2 , ρzx1≠ 0
Ho : ρzy , ρzx2 , ρzx1 = 0
Ha2 = Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah dan Good Corporate
Governance berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap Kinerja Bank Syariah.
Ho2 = Komite Audit, Dewan Pengawas Syariah dan Good Corporate
Governance tidak berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap Kinerja Bank Syariah.
b. Pengujian secara individual (Uji t)
Pengujian secara individual (Uji t) digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikasi 0,05 (Imam Ghozali,2005:84). Menurut Riduwan dan Engkos (2007:132) untuk mengetahui signitifikasi analisis Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan