SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Andi Awaluddin NIM: 106013000289
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
Metafora Pada Tiga Puisi Pilihan Goenawan Mohamad (Sebuah Kajian
Stilistika) Skripsi, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011. Latar belakang penelitian skripsi tersebut adalah metafora pada karya sastra
puisi, dimana puisi yang diteliti adalah puisi karya Goenawan Mohamad
Citra, metafora, simbol, dan mitos merupakan unsur utama pembentuk puisi.
Metafora pada karya sastra terlebih pada puisi menempati posisi penting. Setiap
pesan yang ingin disampaikan penyair banyak diwakili oleh metafora-metafora
yang ditampilkan pada setiap karya puisi.
Pada puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad yang kaya akan
metafora, peneliti kemudian mengambil tiga puisi untuk dijadikan sampel
penelitian. Puisi-puisi tersebut adalah Di Nara, Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi, dan Expatriate. Ketiga puisi ini kemudian diteliti dengan cara mencari metafora, serta menemukan fungsi metafora yang kemudian mengungkap
makna ketiga puisi tersebut.
Metafora ketiga puisi tersebut memiliki fungsi yang beragam di antaranya
mempertegas makna, mengaburkan makna, serta menjelaskan makna yang tersirat
pada puisi. Lewat metafora pembaca bisa mengungkap makna pada ketiga puisi
tersebut. Hal ini dapat pula diterapkan untuk puisi-puisi karya penyair Indonesia
yang lain.
Alhamdulillahi rabbilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT, atas segala taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah berikan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya, dan para pengikutnya
sampai akhir zaman.
Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana
pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam menyelesaikan skripsi ini,
penulis banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukkan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak, khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu mengarahkan dan pemberi
semangat.
3. Ibu Rosida Erowati, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang dengan
sabar telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan ilmunya
kepada penulis.
4. Bapak Drs. E. Kusnadi sebagai penasehat akademik yang telah memberikan
motivasi dan dukungan.
5. Bapak Aria, M.Pd., Bapak Dr. Alek Abdullah, M.Pd., Bapak Makyun
Subuki, M.Hum., Ibu Elvi Susanti, M.Pd., dan Ibu Dra. Hindun, M.Pd.,
sebagai dosen yang telah memberikan ilmunya selama mengajar dan nasehat
kepada penulis.
6. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya
dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan.
7. Pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Teristimewa untuk Ibunda Andi Wati dan Alm. Ayahandaku Andi Anda,
yang selalu menyanyangi aku sedari kecil, yang tak pernah lelah
mengajariku banyak hal, yang tak berhenti berdoa untukku, ketulusan
mereka dalam membimbing tak terbalaskan, hanya Allah SWT yang dapat
membalasnya, semoga aku bisa memberikan yang terbaik untuk orangtuaku
tercinta.
9. Untuk adik-adikku Jamal, Ida, dan Erna, terima kasih atas bantuan moril
dan materil serta saran-saran dan motivasinya.
10. Teman-teman seperjuanganku, Mu’min Soleh, Syariful Lazi, Jefri, Sri
Sumiati, Pisol, Prima, Irvan (ipang), Firman (P_Men), terima kasih atas
saran dan informasi yang telah diberikan, serta terima kasih telah menjadi
teman ketika suka dan duka selama proses penyelesaian skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku angkatan 2005, terima kasih telah menjadi teman terbaik
di kampus UIN ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaannya.
Hanya kepada Allah jualah penulis berserah diri, semoga yang penulis amalkan
mendapat ridho-Nya. Amin ya robbal alamin.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat menyumbangkan
sesuatu yang bermanfaat bagi para pembaca, semua pihak yang memerlukan, dan
khususnya kepada penulis sebagai calon guru. Hasil skripsi ini yang merupakan
skripsi analisis deskripsi, diharapkan dapat digunakan sebagai tindak lanjut untuk
membantu perkembangan sastra di Indonesia.
Jakarta, Juni 2011
Penulis,
Andi Awaluddin
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORETIS A. Pengertian dan Ruang Lingkup Metafora ... 6
1. Pengertian Metafor ... 6
2. Ruang Lingkup Metafor ... 8
B. Hakikat Stilistika ... 9
1. Pengertian Stilistika ... 9
2. Ruang Lingkup Stilistika ... 10
C. Pengertian Puisi ... 12
D. Jenis-Jenis Puisi ... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 15
1. Metode Penelitian ... 15
2. Teknik Penelitian ... 16
3. Sumber Data ... 16
4. Prosedur Penelitian ... 17
5. Instrumen Penelitian ... 17
B. Tinjauan Pustaka ... 17
C. Sistematika Penulisan ... 18
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Biografi Penyair ... 19
B. Temuan Penelitian ... 20
C. Analisis Data ... 26
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
1. Tabel I ... 21
2. Tabel II ... 22
3. Tabel III ... 23
4. Tabel IV ... 23
5. Tabel V ... 25
6. Tabel VI ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
1. Puisi Di Nara
2. Puisi Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi 3. Puisi Expatriate
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Puisi merupakan salah satu bentuk kesusastraan. Dia berdiri berdampingan
dengan bentuk-bentuk kesusastraan yang lain di antaranya cerpen, novel, dan
drama. Puisi diciptakan penyair melalui proses imajinasi. Tanpa imajinasi puisi
tidak akan pernah ada. Menurut Octavio Paz, puisi merupakan suara asli
kemanusiaan.1 Artinya proses imajinasi tersebut mewakili suara asli penyair
dalam menyampaikan pesan kepada pembaca.
Perkembangan perpuisian di Indonesia memang tidak lepas dari peran
penyair sebagai pencipta sebuah karya sastra. Namun ada beberapa unsur yang
tidak boleh dilewatkan. Salah satunya adalah kritikus dan peneliti di bidang sastra.
Mereka tidak hanya sekedar menikmati karya sastra layaknya penikmat sastra
yang lain, akan tetapi memberikan warna dan apresiasi pada setiap karya sastra
yang lahir. Pada hakikatnya peneliti dan kritikus sastra turut berperan dalam
perkembangan perpuisian di Indonesia.
Sebagai bagian dari bentuk kesusastraan, puisi dapat dikaji melalui beragam
aspek serta metodologi. Berdasarkan aspeknya, puisi dapat dikaji berdasarkan
struktur dan unsur-unsurnya. Di Indonesia, analisis jenis ini banyak digunakan
oleh Rahmat Djoko Pradopo dalam mengkaji puisi-puisi modern karya penyair
Indonesia (Pradopo, hlm 118). Puisi dapat pula dikaji berdasarkan jenisnya.
Secara umum di Indonesia dikenal dua jenis puisi, yaitu puisi lama dan puisi
bebas (modern). Puisi lama disebut juga karangan terikat karena strukturnya
terikat oleh aturan baris, bait, jumlah kata, serta pola sajak.2 Di Indonesia,
jenis-jenis puisi lama yang kita kenal di antaranya pantun, soneta, gurindam, syair. Selain aspek kajian puisi yang telah disebutkan di atas, ada lagi aspek kajian puisi
yang tidak kalah menarik untuk dikaji, yaitu aspek sejarah sastra yang di
Indonesia dikenal dengan istilah angkatan. Pendekatan sejarah sastra akan
1
Octavio Paz, The Other Of Voice, (Depok: Komodo Books) Cet. I, hlm. 4. 2
Rahmat Djoko Pradopo, Pengkajian Puisi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009), Cet. XIX, hlm. 306.
2
membantu peneliti menentukan rangkaian dari periode-periode sastra. Periode
tersebut memunculkan ciri, konvensi, serta norma-norma yang berbeda. Selain
aspek, puisi dapat pula dikaji dengan metode atau pendekatan. Ada beberapa
model kajian yang umum digunakan di antaranya analisis struktural, analisis
semiotik, pendekatan intertekstual, metode hermeneutik, metode formal dan
sebagainya.
Meskipun perjalanan perpuisian Indonesia modern terbilang singkat (sejak
Pujangga Baru hingga saat ini) namun karya yang telah dihasilkan tidaklah
sedikit. Karya-karya tersebut dinikmati oleh masyarakat pembaca dan penikmat
sastra. Setiap karya kemudian mendapat apresiasi dari masyarakat. Apresiasi yang
diberikan beragam di antaranya kritik dalam bentuk esei sastra, puisi yang
dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan yang kemudian dipelajari oleh siswa
di sekolah, serta penghargaan terhadap penyair yang melahirkan karya-karya yang
berkualitas.
Robert C. Pooley dalam Tarigan, mengatakan bahwa orang yang menutup
telinga terhadap puisi akan terpencil dari suatu wilayah yang penuh dengan harta
kekayaan berupa pengertian manusia, pandangan perorangan, serta sensitivitas
yang menonjol.3 Suatu kerugian jika masyarakat tidak menikmati serta mengambil
nilai dan makna yang terdapat dalam puisi. Memang dibutuhkan usaha untuk
menangkap makna dan pesan yang disampaikan oleh penyair, namun ada
berbagai cara yang bisa dilakukan, salah satunya lewat analisis dan kajian yang
mendalam terhadap karya tersebut.
Salah satu tokoh perpuisian Indonesia yang cukup dikenal adalah Goenawan
Mohamad (GM). Jika dirunut berdasarkan periode, GM mulai berkarya pada
periode 1960-an. Kemunculannya ditandai lewat polemik sastra yang terjadi pada
masa Orde Lama yang kemudian melahirkan Manifes Kebudayaan. GM
merupakan salah seorang penyair yang sangat produktif dan masih menghasilkan
karya hingga saat ini. Banyak puisi yang lahir lewat tangan GM. Sajak-sajaknya
dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001 (2001), serta
3
Kumpulan Puisi Pilihan (2004). Selain menciptakan puisi, Goenawan juga banyak menulis esei tentang sastra dan kebudayaan yang dibukukan diantaranya Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, Kita (1980), Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001), Kata, Waktu (2001), Eksotopi (2002), Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai (2007), serta Catatan Pinggir (jilid 1-6). Posisi GM dalam dunia kesusatraan Indonesia cukup penting. Dia merupakan penyair sekaligus kritikus dan wartawan
yang produktif. Di Indonesia sangat jarang kita menemukan penulis puisi
sekaligus kritikus yang sama produktifnya. Inilah yang membedakan GM dengan
sastrawan pada umumnya. Kredibilitasnya tidak diragukan lagi sehingga
dipercaya memimpin Tempo sejak 1971 hingga pensiun pada 1998.
Ciri khas puisi-puisi GM secara umum adalah puisi imaji yang bersifat
filosofis. Hal ini ditandai dengan kecenderungan menciptakan puisi dengan
renungan-renungan kehidupan yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai kebudayaan.
Ada beberapa karya GM yang diangkat dari mitos dan legenda lokal misalnya
Asmaradana, Dongeng Sebelum Tidur, Persetubuhan Kunthi, dan Oedipus. Sebagian Karya-karyanya juga berbentuk refresentasional dengan menampilkan
latar yang menampilkan suasana dan ide yang dibangun sendiri misalnya Tigris, Cambridge, Sydney, Zagreb, Misalkan Kita di Sarajevo, dan Cikini. Pandangan GM tentang puisi dituangkan dalam beberapa esei, diantaranya Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Malin Kundang, Seks, Sastra, Kita, dan Kesusastraan dan Kekuasaan.
Puisi memiliki ciri khas tersendiri dalam hal penggunaan bahasa. Secara
umum bahasa yang digunakan dalam karya sastra berbeda dengan bahasa yang
kita gunakan sehari-hari. Bahasa yang digunakan sehari-hari untuk berkomunikasi
mengikuti konvensi bahasa yang telah disepakati bersama. Berbeda dengan
bahasa pada karya sastra yang didominasi oleh fungsi ekspresif serta tidak terikat
pada aturan konvensi. Dalam sastra, bahasa terbagi lagi antara bahasa prosa
dengan bahasa puisi. Perbedaan itu ditandai dari aspek kepadatan. Cerpen, novel,
dan drama menggunakan bahasa yang berbentuk prosa yang memiliki sifat
4
Namun perbedaan tersebut tidak bersifat mutlak. Kita sering menemukan karya
sastra prosa yang puitis, sebaliknya tidak jarang pula ditemukan puisi yang
prosais.
Dalam mengkaji sebuah puisi, unsur bahasa yang bertindak sebagai medium
harus menjadi perhatian utama. Hal ini karena puisi merupakan peristiwa bahasa.
Benar bahwa puisi lahir melalui imajinasi penyair, akan tetapi imajinasi tersebut
ditampilkan lewat bahasa. Penempatan kata demi kata merupakan wujud dari
proses kelahiran sebuah puisi. Bahasa merupakan bahan mentah yang diolah oleh
seorang penyair menjadi sebuah karya sastra. Mengesampingkan aspek bahasa
sama saja dengan mengesampingkan karya sastra itu sendiri. Aspek-aspek bahasa
yang terdapat pada puisi diantaranya pemadatan bahasa, pemilihan kata khas, kata
kongkret, pengimajian dan irama.
Fokus pada penelitian ini adalah penggunaan metafora dalam puisi. Seperti
yang sudah dipahami secara umum bahwa salah satu syarat puisi yang baik adalah
penekanan pada setiap kata-kata. Penekanan ini diwujudkan melalui penggunaan
metafora. Bahkan aliran neo klasik beranggapan bahwa penggunaan metafora dalam puisi merupakan teknik yang sangat diperhitungkan. Metafora-metafora
tersebut dipelajari sebagai bagian dari pendidikan keahlian penyair.4 Meskipun
unsur metafora dalam ungkapan-ungkapan tidak sepenuhnya disadari oleh penulis,
penggunaan metafora termasuk wilayah keahlian penyair dan merupakan fungsi
ritual bahasa sebuah puisi.
Dalam mengkaji sebuah karya sastra, seorang peneliti dihadapkan pada
cara-cara yang beragam. Cara tersebut dapat berupa teori, pendekatan dan metodologi
yang telah ada sebelumnya. Ada yang hanya menggunakan salah satu dari
ketiganya, ada juga yang mengkombinasikan ketiga unsur tersebut. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan kajian stilistika untuk menemukan metafora
pada puisi yang menjadi objek penelitian. Melalui kajian stilistika, bahasa puisi
dapat dianalisis dengan cara yang lebih ilmiah dan objektif.
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di
atas, masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Metafora apa sajakah yang terdapat dalam tiga puisi pilihan Goenawan
Mohamad?
2. Apakah fungsi metafora pada tiga puisi pilihan Goenawan Mohamad?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengatahui jenis-jenis metafora pada tiga puisi pilihan Goenawan
Mohamad
2. Mengetahui fungsi metafora dalam tiga puisi-puisi pilihan Goenawan
Mohamad
3. Mengetahui makna metafora dalam tiga puisi pilihan Goenawan
Mohamad
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoretis
maupun praktis. Secara teoretis penelitian ini memberikan manfaat diantaranya;
1. Memberikan pengetahuan dasar tentang metafor dan kajian stilistika
dalam karya sastra (puisi)
2. Digunakan sebagai basis perkembangan dan perbandingan dalam
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
Selain manfaat teoretis, penelitian ini juga memiliki manfaat praktis
diantaranya:
1. Menjembatani penelitian lain tentang kajian stilistika bagi mahasiswa
jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
2. Menjadi sarana untuk berlatih, belajar, serta menambah wawasan
khususnya pada bidang ilmu sastra.
3. Mengembangkan pemahaman teoritik tentang metafora dalam
pembelajaran kajian puisi
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Metafora
1. Pengertian Metafora
Secara umum metafora dikenal sebagai makna kias. Dalam ilmu
kebahasaan, metafora dikategorikan ke dalam majas perbandingan. Ada banyak
pengertian yang ditawarkan oleh beberapa pakar di bidang bahasa dan sastra.
Secara etimologi, metafora berasal dari kata meta yang berarti melebihi, dan kata pherein yang berarti membawa. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles.1 Ada dua pendapat yang dikemukakan oleh Aristoteles mengenai
metafora. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa metafora merupakan alat
penalaran untuk mengungkapkan konsep abstrak. Sedangkan pendapat yang
kedua menyatakan bahwa metafora merupakan alat untuk berkomunikasi yang
lebih prosais dan literal. Pendapat yang pertama mengemukakan bahwa
sebenarnya penggunaan metafora dilakukan manusia setiap saat pada saat
berkomunikasi baik secara sadar maupun tak sadar. Ketika manusia menerangkan
sebuah konsep yang abstrak, di situlah secara langsung manusia menggunakan
metafora. Sedangkan pendapat yang kedua mengacu pada penggunaan metafora
yang hanya diperuntukkan pada literatur tertentu bahkan metafora dinyatakan
sebagai bagian yang otonom.
Pendapat berikutnya datang dari Monroe yang menyatakan bahwa metafora
merupakan puisi dalam miniatur. Metafora merupakan penghubung antara makna
harfiah dengan makna figuratif dalam karya sastra.2 Makna harfiah dikenal
sebagai makna eksplisit yang berarti makna yang melekat langsung pada kata-kata
(makna sebenarnya). Sedangkan makna figuratif dikenal sebagai makna implisit
yang berarti makna kias (tersirat). Dalam karya sastra kedua makna tersebut
sangat berpengaruh pada pembentukan kualitas estetik. Kolaborasi antara makna
tersebut ditandai dengan penempatan kata-kata yang bermakna harfiah yang
1
Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 167. 2
M. Ikhwan Rosyidi, Analisis Teks Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 155.
dipadukan dengan kata-kata yang bermakna figuratif. Kualitas estetis akan
tercapai manakala penyair secara tepat menempatkan kedua makna tersebut dalam
karyanya. Perlu diketahui bahwa karya sastra (puisi) tidak sepenuhnya bergantung
pada kata-kata bermakna figuratif.
Dalam Pengkajian Puisi, Rahmat Joko Pradopo menawarkan definisi bahwa metafora merupakan bahasa kiasan yang merupakan bagian dari majas
perbandingan yang tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti, bagai,
laksana dan sebagainya.3 Pendapat ini memperkuat dua pendapat yang ditawarkan
oleh Becker dan Altenbernd. Menurut Becker, metafora melihat sesuatu dengan
perantaraan benda yang lain. Senada dengan Becker, Altenbernd berpendapat
bahwa metafora menyatakan sesuatu yang sama yang sesungguhnya tidak sama.
Pendapat ini menguatkan posisi metafora sebagai bagian dari majas perbandingan.
Pengertian dan pembahasan tentang metafora memang cukup luas. Selain
pendapat di atas masih banyak definisi tentang metafora yang ditawarkan oleh
ahli bahasa dan sastra. Definisi berikutnya datang dari Waluyo dalam bukunya
Teori dan Apresiasi Puisi yang menyatakan bahwa metafora merupakan kiasan langsung. Artinya benda yang dikiaskan tidak disebutkan, melainkan melekat
langsung pada benda yang menjadi pembanding. Selanjutnya pendapat lain datang
dari Aminudin yang mendefinisikan metafora sebagai bentuk pengungkapan yang
di dalamnya terdapat hubungan makna secara tersirat. Mengungkapkan acuan
makna yang lain selain makna yang sebenarnya.4 Jadi ada semacam pergeseran
makna dari yang verbal ke makna yang figuratif.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian metafora di atas ada beberapa hal
yang bisa kita simpulkan. Secara umum metafora dibahas pada dua disiplin ilmu,
yaitu linguistik dan sastra. Pada ilmu linguistik, metafora dikenal sebagai salah
satu bagian dari majas perbandingan yang sifatnya lebih konvensional. Sedangkan
dalam ilmu kesusastraan metafora merupakan proses penyampaian pesan melalui
pemilihan kata-kata yang melahirkan makna baru dan original.
3
Rahmat Djoko Pradopo, Op. Cit., hlm. 66.
4http://akipeffendy.blogspot.com/2009/07/metafora-dalam-puisi.html
. Diakses tanggal 19
2. Ruang Lingkup Metafora
Telah dijelaskan secara singkat pada pembahasan sebelumnya mengenai
definisi-definisi metafora yang ditawarkan oleh beberapa ahli. Dalam sebuah
kalimat yang memakai metafora, banyak dijumpai penggunaan metafora secara
lengkap. Hal ini ditandai dengan penempatan tenor dan vehicle secara bersamaan. Term pokok disebut dengan tenor, sedangkan term kedua disebut dengan vehicle.5 Tenor berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang dibandingkan, sedangkan vechile berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang digunakan sebagai pembanding. Namun terkadang penulis hanya menempatkan salah satu di antara
keduannya.
Secara umum dikenal dua istilah metafora, yaitu metafora mati (death metaphor) dan metafora hidup. Metafora mati dikenal sebagai kata-kata klise yang sudah lazim digunakan dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Sedangkan
metafora hidup adalah metafora yang masih baru dan original yang diciptakan
oleh pengarang melalui proses kreatif. Metafora mati banyak dijumpai pada
tataran linguistik dan bersifat konvensional, sedangkan metafora original banyak
dijumpai pada karya sastra (khususnya puisi). Hal ini disebabkan pengarang selalu
berusaha menghindari pemakaian metafora mati dan cenderung menciptakan
metafora baru. Selanjutnya metafora mati akan masuk dalam tataran sintaksis dan
menempati fungsi-fungsi sebagai kata kerja, kata benda, dan kata sifat.
Secara garis besar metafora meliputi dua hal. Metafora dipandang dari sudut
yang sempit dan metafora dipandang dari sudut yang luas.6 Pendapat yang
pertama memandang metafora sebagai bagian dari majas perbandingan sejajar
dengan metonimia, sinekdoke, hiperbola dan lain-lain. Sedangkan pendapat yang
kedua memandang metafora sebagai fenomena kiasan dengan penggunaan bahasa
yang menyimpang. Dari sini kita bisa membedakan antara metafora yang masuk
ranah linguistik dan metafora yang masuk ranah sastra. Cara membedakannya
5
Rahmat Djoko Pradopo, Op. Cit., hlm. 66. 6
Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 181.
tidak sulit, yaitu metafora linguistik bersifat konvensional sedangkan metafora
sastra bersifat arbitrer dan original.
Konsekuensi yang harus diterima oleh para ahli pada kedua bidang tersebut
tentu tidak sedikit. Tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi perdebatan sengit
antara ahli linguistik dengan ahli sastra. Banyak hal yang diperdebatkan dan salah
satunya adalah masalah metafora. Hal tersebut menimbulkan bentuk polarisasi
bahasa dan sastra. Ahli sastra berpendapat bahwa kajian para linguis terhadap
karya sastra dianggap tidak cukup karena bahasa sastra adalah bahasa yang khas
sehingga memerlukan analisis yang khusus. Hellen Vendler dalam jurnal Essays In Criticism berpendapat bahwa walaupun linguistik mempunyai potensi besar, saat ini para linguis hanya orang-orang yang kurang berpendidikan dalam
membaca puisi.7 Pendapat ini kemudian disanggah oleh Fowler dengan
mengatakan bahwa kritik linguistik merupakan deskripsi objektif dari teks-teks,
sedangkan kritik konvensional hanya menggunakan jargon deskriptif acak dan
hanya berupa komentar amatir yang sekedar menggunakan istilah-istilah tata
bahasa semu.8
B. Hakikat Stilistika
1. Pengertian Stilistika
Secara etimologis, stilistika berhubungan dengan kata style yang berarti gaya. Stilistika sendiri diartikan sebagai ilmu tentang gaya atau ilmu pemanfaatan
bahasa dalam karya sastra.9 Menurut Shipley, stilistika adalah ilmu tentang gaya
(style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus yang memiliki arti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis
lilin.10 Dalam bidang bahasa dan sastra, stilistika dipandang sebagai cara-cara
penggunaan bahasa khas untuk menimbulkan efek tertentu.
7
Peter Barry, Beginning Theory, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 238.
8ibid.,
hlm. 239. 9
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: CAPS, 2011), hlm. 71. 10
Definisi selanjutnya datang dari Kridalaksana yang menyebutkan bahwa
stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya
sastra (ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan). Pendapat tersebut
dipertegas oleh Wellek & Warren yang menyatakan bahwa stilistika adalah studi
linguistik yang diterapkan dalam studi sastra yang bertujuan meneliti efek estetis
bahasa bahasa pada karya sastra.11 Stilistika memang selalu dikaitkan dengan
studi linguistik. Hal ini disebabkan oleh fokus stilistika adalah penggunaan bahasa
dalam karya sastra.
Dalam Beginning Theory, Peter Barry menjelaskan bahwa stilistika merupakan pendekatan kritis yang menggunakan metode dan temuan linguistik
dalam analisis teks sastra.12 Kita ketahui bahwa bahasa sastra merupakan bahasa
yang banyak mengandung unsur-unsur estetik. Unsur estetik tersebut merupakan
akumulasi dari manipulasi bahasa yang memanfaatkan secara maksimal semua
fitur-fitur bahasa. Fitur-fitur bahasa yang dimanfaatkan dalam karya sastra,
khususnya puisi yang paling menonjol adalah pemadatan bahasa, pemilihan kata
khas, penggunaan kata kongkret, imajinasi, dan irama. Keseluruhan fitur tersebut
menghasilkan makna dalam puisi. Makna tersebut kemudian berusaha untuk
ditafsirkan baik oleh pembaca sastra maupun kritikus dan peneliti sastra. Kajian
stilistika meskipun masih baru dalam bidang sastra, dipandang sebagai kajian
yang lebih objektif dan ilmiah dibandingkan dengan kajian konvensional yang
selama ini kita kenal.
2. Ruang Lingkup Stilistika
Dalam Pengkajian Puisi, Pradopo13 mengurai ruang lingkup stilistika, yaitu aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam stilistika, meliputi intonasi, bunyi, kata,
dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya
kalimat. Dalam Bunga Rampai Stilistika, Sudjiman14 menguraikan pusat perhatian
11
Wellek & Warren. Op. Cit., hlm. 221. 12
Peter Barry, Op.Cit., hlm. 235. 13
Nyoman Kutha Ratna, Op Cit., hlm. 40. 14
ibid., hlm. 42.
stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana style yang dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa mencakup diksi atau
pilihan kata, struktur kalimat, majas, citra, pola rima, serta makna yang digunakan
seorang sastrawan yang terdapat dalam sebuah karya sastra yang dihasilkan.
Tujuan utama kajian stilistika adalah mengungkap aspek estetik yang membentuk
kepuitisan karya sastra (puisi).
Sesungguhnya gaya bahasa terdapat di dalam semua ragam bahasa, baik
ragam lisan dan ragam tulisan, ragam sastra dan ragam nonsastra. Gaya bahasa
adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk
maksud tertentu. Akan tetapi secara tradisional gaya bahasa selalu dikaitkan
dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis.
Misalnya, kita dapat menduga siapa pengarang sebuah karya sastra karena
kita menemukan ciri-ciri penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk
secara konsisten menggunakan struktur tertentu, gaya bahasa pribadi seseorang.
Misalnya, Idrus dikenal dengan gaya bahasanya yang khas sederhana. Setelah
membaca sebuah karya sastra, kita dapat juga menentukan ragamnya (genre) berdasarkan gaya bahasa teks karena kekhasan penggunaan bahasa, termasuk
tipografinya. Gaya bahasa sebuah karya juga dapat mengungkapkan periode,
angkatan, atau aliran sastranya. Misalnya kita dapat mengenal gaya sebuah karya
sebagai gaya egaliter (gaya ragam); kita mengenal gaya realisme dalam karya
yang lain (gaya aliran). Sebuah karya kita perkirakan terbit pada zaman Balai
Pustaka dengan memperhatikan gaya bahasa (gaya angkatan).
Natawidjaja dalam purba,15 menguraikan bahwa objek stilistika atau ruang
lingkup stilistika adalah tiada lain usaha memahami, menghayati, mengaplikasi
dan mengambil tepat guna dalam mencapai retorika agar melahirkan efek artistik
dalam karya sastra. Berdasarkan ekspresi individual, kita menganal istilah
pribahasa, ungkapan, aspek kalimat, gaya bahasa, plastik bahasa, dan kalimat
asosiatif. Keenam obyek itu dibahas satu persatu secara singkat dengan
15
Antilan Purba, Stilistika Sastra Indonesia Kaji Bahasa Karya Sastra, (Medan: USU
sistematika bahasan, cara, dan daftar contoh. Berdasarkan ruang lingkup stilistika
di atas dan sebelumnya jelas terlihat persamaan, walaupun dengan redaksi yang
berbeda.
C. Pengertian Puisi
Banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sastra tentang
pengertian puisi. Menurut Herman J Waluyo, puisi adalah karya sastra dengan
bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu
dan pemilihan kata-kata imajinatif.16 Altenbernd dalam Pradopo memberikan
definisi tentang puisi yaitu pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran
dalam bahasa berirama.17 Sementara Slamet Muljana mengutip definisi puisi dari
A.W. de Groot dalam bukunya yang berjudul Algemene Versieer yang menyatakan bahwa perbedaan pokok antara prosa dan puisi adalah sebagai
berikut:
1. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok adalah kesatuan
sintaksis; kesatuan korespondensi puisi adalah kesatuan akustis
2. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang tediri dari
kesatuan-kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir.
kesatuan ini disebut baris sajak.
3. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.18
Pendapat yang beragam dari para ahli menandakan bahwa sejak dulu hingga
sekarang tidak ada definisi yang disepakati secara konvensional.
Dari beberapa pendapat di atas, kita melihat perbedaan-perbedaan setiap
definisi puisi. Akan tetapi, sebenarnya terdapat beberapa kesamaan yang bisa
dijadikan rujukan mengenai pengertian puisi yang bisa diterima secara umum.
Pertama bahwa puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang berdiri sejajar
dengan karya sastra yang lain seperti cerpen, novel, dan drama. Kedua bahwa
puisi memliki ciri khas tersendiri baik dari segi bentuk maupun isi. Ketiga bahwa
16
Herman J Waluyo, apresiasi puisi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 1. 17
Rahmat Djoko Pradopo, Op. Cit., hlm. 5-6. 18
ibid., hlm. 7.
bahasa yang digunakan dalam karya sastra puisi merupakan bahasa yang padat,
singkat, namun memiliki alur layaknya karya sastra yang lainnya.
D. Jenis-Jenis Puisi
Secara umum, dikenal dua jenis puisi antara lain
1. puisi lama (klasik)
puisi lama adalah jenis puisi yang susunan bahasanya sangat terikat oleh
irama, matra, rima. Adapun penyusunannya terikat pada larik dan bait.
Contoh puisi lama (klasik) adalah pantun, syair, gurindam, soneta.
2. puisi baru (modern)
puisi baru adalah puisi yang penulisannya tidak lagi sepenuhnya patuh pada
aturan baris, bait, irama dan rima. Puisi tersebut ditulis dengan corak yang
lebih bebas. Penulisannya tampak seolah-oleh sebagai prosa, yaitu dengan
menyusunnya sebagaimana paragraf prosa disusun. Adapula yang disusun
tanpa kata dan ditulis hanya berlandaskan pada unsur bunyi belaka.
Jenis-jenis puisi moderen indonesia terbagi atas:
a. puisi berpola adalah puisi yang susunan liriknya berupa bentuk geometris
seperti belah ketupat, jajar genjang atau bulat telur.
b. puisi konkret adalah jenis puisi yang sangat membatasi penggunaan bahasa
sajak dengan pola yang menarik perhatian pembaca dan menyarankan suatu
keutuhan visual.
c. puisi dramatik adalah jenis puisi yang memenuhi persyaratan dramatik.
Kualitas dramatik diperoleh dengan menggunakan dialog, monolog, diksi
yang kuat, sajak awa rima, ataupun dengan menekankan tikaian emosional
atau situasi yang tegang.
d. puisi gelap adalah jenis puisi yang penulisannya sulit untuk dapat dipahami.
Isi sajak tersebut tampak seperti tidak ada hubungan sama sekali antar satu
kata dengan kata yang lain, antara satu baris dengan baris yang lain. Kesulitan
memahami sajak yang ditulis dengan cara demikian menyebabkannya disebut
e. puisi kanak-kanak terdiri dari sejumlah larik yang dibacakan atau dinyanyikan
(untuk anak-anak), dan isinya mencakup soal berhitung,permainan, teka-teki,
pendidikan dan sebagainya.
f. puisi mbeling adalah puisi yang memiliki ciri kelakar karena penyairnya ingin
mengajak pembaca untuk berkelakar, tanpa maksud lain yang tersembunyi.
Untuk mencapai maksud kelakar tersebut penulis menggunakan permainan
kata, memanfaatkan berbagai hal yang berkaitan dengan arti, bunyi, dan
tipografi. Prinsip penulisan puisi ini apapun dapat dijadikan bahan penulisan
puisi dengan bahasa yang bagaimanapun.
BAB III
Metodologi Penelitian
A. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini berjudul Penggunaan Metafor Pada Tiga Puisi Pilihan Goenawan Mohamad (Sebuah Kajian Stilistika). Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang populer digunakan untuk ilmu-ilmu sosial
(humaniora). Menurut Strauss & Corbin, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
bentuk hitungan lainnya.1 Penelitian ini mengolah jenis data lunak dan fleksibel.
Hal ini memungkinkan adanya perubahan struktur data di tengah berlangsungnya
proses penelitian.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku
persepsi, motifasi, yindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.2 Dalam penelitian kualitatif,
instrumen utama penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sendiri yang terjun
ke lapangan dan berusaha sendiri mengumpulkan informasi. Peneliti
mengumpulkan data yang kemudian disebut sebagai data kualitatif. Data kualitatif
merupakan data yang berupa informasi kenyataan yang terjadi di lapangan. Data
tersebut kemudian diolah peneliti untuk memperoleh jawaban atas masalah yang
diangkat oleh peneliti. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan. Sedangkan data tambahan jika diperlukan berupa data tertulis
dan foto.
1
Syamsuddin AR, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2006), Cet. I, hlm. 73. 2
Moleong, J Lexy, metodolagi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosda Karya,
2009), Cet. 29, hlm. 6.
2. Teknik Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian berbasis content analysis. Artinya dokumen merupakan objek penelitian dalam penelitian ini. Dokumen yang diteliti
berupa puisi-puisi pilihan Goenawan Mohamad. Data primer dari penelitian ini
adalah tiga puisi dari puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad yaitu Di nara, Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi, dan Expatriate. Data tersebut diperoleh langsung dari buku teks yang berjudul Goenawan Mohamad Selected Poems yang ditulis oleh Laksmi Pamunjak.
Pada penelitian ini, penjelasan secara deskriptif dipilih oleh peneliti pada
saat pengolahan data. Penjelasan secara dekskriptif merupakan ciri khas pada
penelitian berbasis data kualitatif. Setiap data yang diperoleh dideskripsikan
dalam bentuk bahasa dan kata-kata. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahap yang
dilalui pada saat menganalisis data, di antaranya:
a. Mengumpulkan data primer berupa puisi-puisi pilihan karya Goenawan
Mohamad dari tahun 1961-2004. Data tersebut kemudian dijadikan
sebagai populasi dalam penelitian ini;
b. Memilih tiga puisi dari populasi tersebut untuk dijadikan sampel
penelitian;
c. Melakukan pembacaan secara intensif terhadap puisi-puisi yang menjadi
sampel penelitian;
d. Mengumpulkan data-data tambahan sebagai pendukung data primer dalam
penelitian. Data-data pendukung diperoleh dari buku-buku, dokumen,
jurnal, data online, dan sebagainya;
e. Menganalisis secara cermat data-data yang dijadikan sampel dengan
menggunakan kajian stilistika;
f. Menentukan kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan.
3. Sumber Data
Pada penelitian ini, sumber data utama diperoleh dari buku yang berjudul
Goenawan Mohamad Selected Poems yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Laksmi Pamunjak. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber berupa buku, jurnal, esei serta data
online yang berkaitan dengan penelitian.
4. Prosedur Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
a. Memilih dan menentukan sampel berupa puisi pilihan Goenawan
Mohamad
b. Melakukan pembacaan intensif terhadap sampel penelitian
c. Menemukan metafora yang terdapat pada sampel penelitian
d. Mencari fungsi dari metafora yang terdapat pada sampel penelitian
e. Memberikan kesimpulan tentang penggunaan metafor pada lima puisi
pilihan Goenawan Mohamad.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data pada suatu penelitian. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah
kartu pengumpul data. Tiap-tiap kartu diberikan kode sesuai dengan kebutuhan
data. Kartu data berbentuk tabel digunakan untuk mempermudah mengumpulkan
data.
Contoh
Nomor data Data Penjelasan
B. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti
Puryanti mahasiswi Universitas Sebalas Maret yang berjudul Puisi Afterword Karya Goenawan Mohamad: Sebuah Pendekatan Stilistik. Pada penelitiannya, Siti Puryanti menerapkan seluruh komponen yang lazim digunakan dalam pendekatan
penelitian bermuara pada tema, amanat dan nilai estetik pada puisi yang diteliti.
Sedangkan pada penelitian ini menitikberatkan pada metafora, fungsi metafora,
serta makna yang muncul dari penggunaan metafora pada puisi.
Perbedaan berikutnya adalah dari segi jumlah puisi yang dikaji. Pada
penelitian yang dilakukan oleh saudari Siti Puryanti puisi yang dikaji berjumlah
satu sedangkan pada penelitian ini jumlah puisi yang dikaji sebanyak tiga puisi.
C. Sistematika Penulisan
Sebagai panduan dalam penulisan skripsi ini, maka sistem penulisan perlu
digunakan untuk memudahkan dalam proses penulisan. Penulisan skripsi ini
terdiri dari 5 bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan yang terbagi atas latar belakang, perumusan masalah
pembatasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,
serta sistematikan penulisan.
Bab II Kajian teoretis yang terdiri dari pengertian metafora, ruang lingkup
metafora, pengertian stilistika, ruang lingkup stilistika, serta pengertian puisi.
Bab III Biografi Penyair.
Bab IV Analisis data serta pembahasan penggunaan metafora pada
puisi-puisi pilihan karya Goenawan Mohamad.
Bab V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Biografi Penyair
Goenwan Mohamad merupakan penyair, budayawan, penulis esei, dan
aktivis jurnalistik. Ia lahir di Batang, Jawa Tengah tanggal 29 Juli 1941.
Mengikuti pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1960-1964),
kemudian memperdalam pengetahuan di College d’Europe, Brugge, Belgia (1965
-1966), Universitas Oslo, Norwegia (1996), dan Universitas Harvard (1989-1990).
Pernah menjadi wartawan Harian Kami (1966-1970), anggota Dewan
Kesenian Jakarta (1968-1971), pemimpin redaksi majalah Exspress (1970-1971), anggota Badan Sensor Film (1969-1970), redaktur Horison (1967-1972; 1972-1992), pemimpin redaksi majalah Tempo (1971-1994), dan pemimpin redaksi
majalah Zaman (1979-1985).
Ada beberapa penghargaan yang pernah diperoleh Goenawan Mohamad, di
antaranya esai ”Alam Dalam Tangkapan Pertama Puisi” dan ”Agama Dalam
Penciptaan Seni”, mendapat hadiah pertama majalah Sastra tahun 1962. Esainya
”Revolusi sebagai Kesusastraan dan Kesusastraan sebagai Revolusi” dan
”Seribu Slogan dan Sebuah Puisi” mendapat hadiah pertama majalah Sastra
tahun 1963. eseinya Sex Sastra dan Kita mendapat penghargaan majalah Horison tahun 1969. Karyanya yang lain Manifetasi (kumpulan esai bersama Taufiq Ismail, M Saribi Afn, dan lain-lain, 1963), Parikesit (kumpulan esai, 1971), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai si Malin Kundang (kumpulan esai, 1972), Catatan Pinggir (kumpulan esai, 1982), Catatan Pinggir 2 (kumpulan esai, 1989), Asmaradana (kumpulan sajak, 1992), Misalkan Kita Di Sarajevo (kumpulan sajak, 1998 terjemahannya bersama Taufiq Ismail dan Ali Audah), Penilaian Kembali Pemikiran Agama Dalam Islam (karya M. Iqbal, 1996).
Pada tahun tahun 2001, karya-karya puisi Goenawan Mohamad dibukukan
dengan judul Sajak-Sajak Lengkap1961-2001. Buku ini memperoleh penghargaan KLA 2001. Penanda tangan Manifestasi Kebudayaan ini pernah menerima
anugerah seni dari Pemerintah RI. Tahun 1991 menerima Hadiah Sastra Asean,
dan tahun 1992 menerima hadiah A. Teeuw. Goenawan Mohamad juga
memperoleh penghargaan Ahmad Bakrie Award 2004 karena dianggap telah
melakukan pengabdian panjang dalam bidang kesusastraan. Ia menjadikan bahasa
Indonesia setara dengan bahasa yang telah tua dan mapan di dunia.
B. Temuan Penelitian
Pada penelitian ini, data primer yang telah ditemukan adalah sebagai
berikut:
ND: 1
Di Nara
Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit. Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu yang tak perlu Terjanngkau, juga oleh aku dan engkau.
Barangkali rahasia
Akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita.
Kata akan aman di hutan ini.
Kijang-kijang akan lewat dalam kabut, di jalan yang tak transparan
oleh pagi, selalu pagi, dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.
Aku ingat seseorang pernah berbisik: jangan meminta bulan
menyulap gelombang dari busut menjadi pantai dan lapang jadi laut. Keajaiban hanya terjadi ketika kita tak berharap,
Ketika kita tak di sini lagi.
1. Kata Konkret dan Kata Abstrak
Pada penelitian ini, analisis yang pertama kali dilakukan adalah menemukan
kata konkret dan kata abstrak pada tiap-tiap objek penelitian. Langkah pertama
adalah memisahkan kata konkret dan abstrak yang terdapat pada sampel.
Kata-kata konkret adalah Kata-kata yang merujuk pada objek yang ditangkap secara
langsung oleh panca indra seperti mobil, motor, batu dan sebagainya. Sedangkan
kata abstrak adalah kata yang merujuk kepada sifat, konsep, maupun gagasan.
[image:33.595.109.554.112.700.2]Kata konkret dan abstrak dari data 1 ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel I
NO Kata Konkrit Arti
1 Biku Biksu
2 Pasir Butiran batu yang halus
3 Bukit Tumpukan tanah yang lebih tinggi dari pada tempat di sekitarnya, lebih rendah dari pada gunung.
4 Lumut Tumbuhan hijau atau kuning kecil-kecil yang banyak tumbuh membentuk bantalan pada batu, kayu, tanah, atau tembok.
5 Kuil Bangunan tempat memuja (menyembah) dewa 6 Hutan Tanah luas yang ditumbuhi banyak pohon liar. 7 Kijang Binatang menyusui sebangsa rusa kecil
8 Kabut Awan lembab yang melayang di permukaan tanah 9 Jalan Tempat untuk lalu lintas orang dan kendaraan 10 Gelombang Ombak besar yang bergulung-gulung di laut 11 Busut Gundukan tanah kecil berupa sarang anai-anai 12 Lapang Lebar, luas dan lega
13 Nara Nama tempat berdirinya 7 kuil yang terdapat di Jepang bagian selatan
Tabel II
NO Kata Abstrak Arti
1 Sesuatu Satu, hanya satu 2 Terjangkau Tercapai
3 Memperpanjang Menjadikan lebih panjang
4 Menghubungkan Menjadikan berhubungan, menyambungkan 5 Meminta Berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu 6 Menyulap Mengubah rupa barang dengan cara yang ajaib 7 Berharap Berkeinginan supaya terjadi
8 Terjadi Sudah dijadikan
9 Membungkam Membuat terdiam dengan menutup mulut 10 Lewat Melalui, menempuh
11 Berbisik Berkata dengan suara perlahan-lahan 12 Seseorang Seorang yang tidak dikenal
Pada tabel di atas, ditemukan 13 kata konkret dan 12 kata abstrak.
Masing-masing kata tersebar pada struktur puisi yang berjudul Di Nara.
ND 2
Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi
Di beranda ini angin tak kedengaran lagi. Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari. Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba. Kudengar angin mendesak ke arah kita.
Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat. Di luar detik dan kereta telah berangkat Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata. Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba.
Akupun tahu: sepi kita semula
Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata. Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela Mengekalkan yang esok mungkin tak ada.
1966
1. Kata Konkret dan Kata Abstrak
[image:35.595.108.540.43.762.2]Pada data 2, kata abstrak dan kata konkret terdapat pada tabel dibawah ini
Tabel III
No Kata konkret Makna
1 Beranda Ruang beratap yang terbuka (tidak berdinding); teras 2 Langit Ruang luas yang terbentang di atas bumi
3 Piano Alat musik berdawai baja
4 Jendela Lubang yang dapat diberi tutup dan berfungsi sebagai tempat keluar masuk udara.
5 Rubayyat Puisi Melayu lama berasal dari Arab-Parsi, terdiri atas tujuh atau delapan baris dalam satu bait, bersajak dua-dua
(aa/bb/cc/dd)
6 Kereta Kendaraan yang beroda dua atau empat (biasanya ditarik oleh kuda); kereta api; sepeda motor
7 Pohon-pohon Tumbuhan yang berbatang keras dan besar
8 Angin Gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah
9 Malam hari Waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit
Tabel IV
No Kata Abstrak Makna
1 Kedengaran Dapat didengar; terdengar 2 Terlepas sudah lepas; sudah dilepaskan
4 Bersiap Bersedia-sedia dan berjaga-jaga (menghadapi sesuatu); mengatur segala sesuatu (untuk)
5 Bersedih Bersusah hati; berdukacita; merasa pilu (belas kasihan) 6 Berbagi Membagi sesuatu bersama; membagi diri; bercabang
7 Kecewa Kecil hati; tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya)
8 Dingin Bersuhu rendah apabila dibandingkan dengan suhu tubuh manusia; tidak panas; sejuk
9 Mengekalkan Memelihara (mengusahakan supaya kekal atau tetap selama-lamanya)
Pada data 2 ditemukan masing-masing 9 kata konkret dan 9 kata abstrak
yang tersebar pada struktur fisik puisi yang berjudul Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi.
ND3
Expatriate
Akulah adam dengan mulut yang sepi Putra surgawi
yang damai, terlalu damai ketika bumi padaku melambai
Detik-detik bening memutih tengah malam ketika lembar-lembar asing terlepas dari buku harian
Dan esoknya terbukalah gapura: pagi tumbuh dalam kabut yang itu juga dan aku pergi
dengan senyum usia yang sunyi
Langkah akan bergegas antara pohonan lengang bersama baying-bayang unggas, bersama awan Sementara arus hari
menyusup-nyusup indra ini
(Adakah yang lebih tak pasti selain tanah-kelahiran yang ditinggalkan pergi anak tersayang)
1962
1. Kata Konkret dan Kata Abstrak
[image:37.595.107.524.84.754.2]Pada data 4 kata konkret dan kata abstrak terdapat pada tabel berikut ini
Tabel V
No Kata Konkret Arti
1 Adam Nama manusia laki-laki pertama yang dijadikan oleh Tuhan
2 Mulut Rongga di muka, tempat gigi dan lidah, untuk memasukkan makanan (pada manusia atau binatang)
3 Bumi Planet tempat manusia hidup; dunia; jagat
4 Buku harian Catatan kegiatan yang harus dilakukan (buku harian identik dengan tulisan, peraturan)
5 Gapura Pintu besar untuk masuk pekarangan rumah (taman, dsb); pintu gerbang
7 Kabut Kelam; suram; tidak nyata; awan lembap yang melayang di dekat permukaan tanah
Tabel VI
No Kata Abstrak Arti
1 Sepi Sunyi; lengang; tidak ada orang
2 Damai Tidak ada perang; tidak ada musuh; tentram; tenang 3 Melambai Mengayun-ayun turun naik (seperti daun-daunan tertiup
angin; menggerak-gerakkan tangan turun naik (untuk
memanggil)
4 Detik-detik Waktu yang singkat; saat
5 Bening Bersih, putih, dan tidak bercampur tanah; jernih; berkilau 6 Memutih Tampak putih-putih; menjadi putih
7 Tumbuh Timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna; sedang berkembang; timbul; terbit
8 Senyum Gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka
9 Sunyi Tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap 10 Bergegas Bercepat-cepat; cepat-cepat; tergesa-gesa
11 Lengang Sunyi sepi; tidak ramai; tidak banyak orang
12 Bayang-bayang Ruang yang tidak kena sinar karena terlindungi benda
Pada data 4 ditemukan masing-masing 8 kata konkret dan 12 kata abstrak
yang tersebar pada struktur fisik puisi yang berjudul Expatriate.
B. Analisis Data
1. Metafora
Metafora merupakan perbandingan langsung yang menghubungkan makna
harfiah dan makna figuratif dalam karya sastra. Kemunculan metafora ditandai
dengan hadirnya vehicle sebagai pembanding dan tenor sebagai yang dibandingkan. Kedua unsur tersebut dihubungkan oleh perangkai atau motif.
Berdasarkan bentukannya, ada dua jenis metafora yaitu metafora eksplisit dan
metafora implisit. Metafora eksplisit merupakan metafora yang unsur-unsur
pembentuknya (tenor, vehicle, perangkai atau motif) ditampilkan langusng di
dalam kalimat. Sedangkan metafora implisit adalah metafora yang sebagian unsur
pembentuknya terdapat di dalam teks kalimat, adapun sebagian yang lain terdapat
di luar kalimat.
Ada beberapa langkah analisis yang dilakukan untuk menemukan metafora
baik yang eksplisit maupun yang implisit serta mengidentifikasi fungsi-fungsi
metafora tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah analisis sintaksis, parafrase,
dan analisis semantik
ND: 1
Di Nara
Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit. Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu yang tak perlu Terjanngkau, juga oleh aku dan engkau.
Barangkali rahasia
Akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita.
Kata akan aman di hutan ini.
Kijang-kijang akan lewat dalam kabut, di jalan yang tak transparan
oleh pagi, selalu pagi, dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.
Aku ingat seseorang pernah berbisik: jangan meminta bulan
menyulap gelombang dari busut menjadi pantai dan lapang jadi laut. Keajaiban hanya terjadi ketika kita tak berharap,
Ketika kita tak di sini lagi.
a. Analisis Sintaksis
Analisis sintaksis digunakan untuk menemukan kohesi pada tataran frasa,
kalimat dan wacana puisi secara keseluruhan . Analisis ini nantinya akan
digunakan untuk mengidentifikasi metafora jenis eksplisit.
Para biku telah membungkam pasir dan lumut di sebuah bukit (tempat berdirinya sebuah kuil). Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir. Ada sesuatu (sebuah rahsia) yang tidak perlu (bisa) terjangkau oleh aku dan engkau (kita).
Barangkali (Mungkin sebuah) rahasia (itu) akan memperpanjang tanda (jarak) yang menghubungkan kita.
Kata (rahasia itu) akan aman di hutan (tempat) ini. Kijang-kijang akan lewat (ke) dalam kabut, pada (melalui sebuah) jalan yang tak (tidak) transparan oleh pagi, selalu pagi dan sebab itu tak akan kita kisahkan lagi.
Aku ingat seseorang pernah berbisik (kepadaku) (bahwa) jangan meminta bulan (untuk) menyulap gelombang dari (sebuah) busut dan lapang (tanah datar) menjadi laut. Keajaiban (itu) hanya (akan) terjadi ketika kita tak berharap (dan tidak) di sini lagi.
Setelah melakukan pembacaan heuristik dengan melakukan parafrase,
maka metafora dapat diidentifikasi. Metafora pertama yang teridentifikasi adalah
metafora eksplisit yang terdapat pada kalimat berikut ini.
Metafora eksplisit
(1) Para biku telah membungkam pasir dan lumut
Biku (tenor) telah membungkam (motif) pasir dan lumut (vehicle) di sebuah bukit.
(2) Setelah itu, kuil hanya sebuah tafsir
Kuil (tenor) sebuah (perangkai) tafsir (vehicle)
(3) Barangkali rahasia akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita Rahasia (vehicle) memperpanjang (motif) tanda (tenor)
(4) Jangan meminta bulan menyulap gelombang dari busut dan lapang jadi laut Menyulap (motif) gelombang (vehicle) busut (tenor)
lapang (tenor) jadi (perangkai) laut (vehicle)
Dari analisis sintaksis di atas, metafora diidentifikasi pada kalimat pertama,
kedua, keempat, ketujuh, dan kedelapan. Metafora yang diidentifikasi adalah
metafora jenis eksplisit karena unsur-unsur pembentukannya ditampilkan pada
struktur teks atau kalimat.
Metafora Implisit
Metafora implisit adalah jenis metafora yang salah satu unsur
pembentukannya berada di luar teks. Untuk memverifikasi unsur metafora yang
ada di luar teks maka digunakan kohesi. Pada puisi di atas, metafora implisit yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1. Biku atau biksu secara harfiah berarti pemuka agama budha. Pemuka agama identik dengan kesucian, kemuliaan, serta otoritas dari kebaikan.
Biku (tenor) kesucian, kemuliaan, otoritas dari sebuah kebaikan (vehicle). Terlihat beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata
biku, maka validasi pilihan vehicle terdapat pada kohesi dalam kaitannya dengan
pilihan kata lain di dalam puisi ND1. Kata membungkam, rahasia, aman terkait dengan otoritas untuk menjaga, memelihara yang identik dengan peran biksu
dalam masyarakat yaitu menjaga harmoni antara manusia, alam, dan tuhannya.
Jadi pilihan vehicle yang tepat dari kata Biku adalah otoritas dari sebuah kebaikan. 2. Pasir secara harfiah berarti butir-butir batu yang halus. Pasir atau kersik-kersik halus yang mudah diterbangkan kemana-mana identik dengan sikap yang
mudah terpengaruh, tidak punya pendirian, tidak memiliki jati diri.
Pasir (tenor) mudah terpengaruh, tidak punya pendirian, tidak memiliki jati diri (vehicle).
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata pasir.
Maka validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat
atau perangai buruk manusia. Maka pilihan vehicle yang tepat dari kata pasir adalah keburukan.
3. Lumut secara harfiah memiliki arti tumbuhan yang tumbuh berkelompok membentuk bantalan pada batu, kayu, dan tumbuhan lain. Oleh karena itu, lumut
identik dengan bebal, suka membebani orang lain, merugikan lingkungan
disekitarnya.
Lumut (tenor) membebani orang lain, merugikan lingkungan sekitarnya, bebal (vehicle).
Ada beberapa pilihan yang bisa menjadi pembanding dari kata lumut. Validasi pilihanvehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data
ND1. Kata kabut, jalan yang tak transparan, identik dengan membebani orang lain, merugikan lingkungan serta perangai yang buruk dari manusia. Jadi pilihan
vehicle yang tepat bagi kata lumut adalah keburukan.
4. Kuil secara harfiah memiliki makna bangunan tempat memuja/menyembah dewa. Kuil identik dengan agama, ibadah, ritual, sejarah,
biksu.
Kuil (tenor) agama, ritual, sejarah, ibadah, biksu (vehicle).
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata kuil. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data
ND1. Kata tafsir, sesuatu yang tak terjangkau, rahasia, tanda, jarak, Nara identik dengan sejarah. Jadi pilihan vehicle yang tepat bagi kata kuil adalah sejarah.
5. Tafsir secara harfiah berarti keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an atau kitab suci yang lain. Tafsir identik dengan rahasia, penjelasan,
pemikiran, agama.
Tafsir (tenor) penjelasan, pemikiran, pendapat, rahasia, agama (vehicle) Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata tafsir.
Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data
ND1. Kata tanda, hutan, kabut identik dengan rahasia. Jadi vehicle yang tepat bagi kata tafsir adalah rahasia.
6. Rahasia secara harfiah berarti sesuatu yang sengaja disembunyikan agar tidak diketahui orang lain. Rahasia identik dengan tersembunyi, gelap, tersimpan,
misteri.
Rahasia (tenor) tersembunyi, gelap, tersimpan, misteri (vehicle).
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata
rahasia. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat
pada data ND1. Kata tanda, sesuatu yang tak terjangkau identik dengan misteri. Jadi vehicle bagi kata rahasia adalah misteri.
7. Tanda secara harfiah berarti yang menjadi alamat atau yang mengatakan sesuatu. Tanda identik dengan petunjuk, pengenal, ciri-ciri.
Tanda (tenor) petunjuk, pengenal, ciri-ciri (vehicle)
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding dari kata tanda. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data
ND1. kata rahasia, tafsir, kuil, hutan identik dengan petunjuk. Jadi vehicle bagi kata tanda adalah petunjuk.
8. Aman secara harfiah berarti bebas dari bahaya. Aman identik dengan tenang, terjamin, tentram, sentosa, damai, tersembunyi, terjaga.
Aman (tenor) terjamin, tenang, tentram, sentosa, tersimpan, terjaga (vehicle)
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding bagi kata aman.
Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data
ND1. kata hutan, biku, rahasia identik dengan terjaga. Jadi vehicle bagi kata aman adalah terjaga.
9. Hutan secara harfiah memiliki arti tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon yang tumbuh secara liar. Hutan identik dengan tempat berlindung, tempat
bersembunyi.
Hutan (tenor) tempat berlindung, tempat bersembunyi, tampat menyimpan sesuatu (vehicle).
Teridentifikasi beberapa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding bagi
kata hutan. Validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang
tafsir identik dengan tempat menyimpan sesuatu. Jadi vehicle kata hutan adalah tempat menyimpan sesuatu.
10. Kata secara harfiah berarti unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran. Kata identik dengan
ucapan, kalimat, pembicaraan, kejadian
Kata (tenor) ucapan, kalimat, pembicaraan, peristiwa (vehicle)
Teridentifikasi beberaa kemungkinan yang bisa menjadi pembanding bagi
kata kata. validasi pilihan vehicle adalah kohesi pada kata-kata lain yang terdapat pada data ND1. Kata rahasia, aman, tafsir, kabut identik dengan peristiwa. Jadi vehicle kata kata adalah peristiwa.
11. Nara secara harfiah memiliki dua arti. Arti pertama adalah orang sedangkan yang kedua adalah suatu tempat yang terdapat di jepang bagian selatan
yang merupakan tempat berdirinya 7 buah kuil bersejarah. Arti kata yang
digunakan penyair adalah arti kata yang kedua. Sebagai validasi pilihan arti kata
kedua maka digunakan kohesi kata-kata lain pada data ND1. kata kuil, biku, tafsir, bukit identik dengan tempat ibadah.
Nara (tenor) adalah sebuah (perangkai) sejarah (vehicle)
Dari analisis di atas, terdapat 11 metafora implisit. Metafora diidentifikasi
pada kalimat pertama, kedua, keempat, kelima, serta judul puisi. Jumlah
keseluruhan metafora pada data ND1 adalah 15 metafora yang terdiri dari 4
metafora eksplisit dan 11 metafora implisit.
b. Analisis Semantik
Analisis semantik bertujuan untuk mengetahui fungsi dari sebuah metafora.
Untuk mengetahui fungsi metafora, maka yang diidentifikasi terlebih dahulu
adalah suasana sebuah puisi. Suasana sebuah puisi merupakan implikasi dari sikap
penyair terhadap pembaca. Dari sikap tersebut, maka terciptalah suasana.
Pada puisi di atas, sikap yang ditunjukkan penyair adalah menggurui.
Kalimat biku (kesucian) membungkam Pasir dan lumut (keburukan) merupakan
selalu menang ketika berhadapan dengan keburukan apapun bentuknya. Pasir dan
lumut merupakan bentuk-bentuk keburukan manusia. Pada metafora pertama
secara tersirat penyair menyampikan pesannya melalui kata Biku, Pasir, dan Lumut. Meskipun pesan yang disampaiakan tersirat, terjadi penegasan makna yang ditunjukkan lewat kata membungkam.
Suasana yang timbul sebagai akibat dari sikap penyair adalah suasana serius.
Implikasi dari sikap menggurui dari penyair adalah timbulnya suasana serius pada
puisi. Fungsi majas yang pertama adalah mengaburkan makna dimana penyair
memilih kata-kata benda untuk mewakili maksud yang sesungguhnya. Kebaikan
secara tersirat ditampilkan melalui melalui kata biku, keburukan secara tersirat ditampilkan melalui kata pasir dan lumut.
Pada kalimat kedua setelah itu kuil hanya sebuah tafsir, kata kuil dan tafsir membentuk sebuah metafora. Kuil adalah sejarah di mana konstruksi judul Nara
menggambarkan tempat terjadinya sejarah tersebut. Kuil di Nara merupakan
tempat dimana kebaikan (para biku) membungkam keburukan (pasir dan lumut).
Hal tersebut berlangsung terus-menerus. Kejahatan tidak pernah berhenti muncul
dan pada akhirnya kabaikan akan selalu keluar sebagai pemenang. Yang terjadi
terus menerus hanyalah pertarungan antara keburukan dan kebaikan. Pada
akhirnya tempat terjadinya pertemuan baik dan buruk hanya menjadi sejarah.
Sejarah yang menyimpan rahasia dan tak selalu terjangkau oleh setiap orang.
Pada kalimat kedua bait pertama, fungsi metafora kuil dan tafsir adalah menjelaskan makna yang tersirat pada kalimat pertama. Di Nara kejahatan selalu
muncul dan pada saat yang sama kebaikan juga muncul. Peristiwa tersebut hanya
sebuah sejarah.
Bait kedua barangkali rahasia akan memperpanjang tanda yang menghubungkan kita. Sejarah selalu menyimpan pertanyaan dan dugaan-dugaan. Kata barangkali memiliki makna dugaan yang ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya misterius (sejarah). Pada dasarnya, rahasia (misteri) selalu menyimpan
tanda (petunjuk) bagi orang-orang disekitarnya. Tanda-tanda tersebut menjadi
Semakin kompleks (banyak) tanda tersebut, maka semakin jauh (panjang) jarak
menghubungkan keduanya.
Kata rahasia dan tanda masing-masing membentuk sebuah metafora implisit. Metafora tersebut berfungsi mengaburkan makna pada bait kedua.
Penyair menyampaikan pesan bahwa sejarah selalu menyimpan misteri melalui
metafora tersebut. Akibat penggunaan metafora maka pesan yang disampaikan
menjadi tersirat.
Pada bait ketiga kata akan aman di hutan ini merupakan pernyataan penyair bahwa peristiwa akan tersimpan secara aman di tempatnya.