• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Peternakan Sapi Potong Yang Diintegrasikan Dengan Perkebunan Kelapa Di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Peternakan Sapi Potong Yang Diintegrasikan Dengan Perkebunan Kelapa Di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SARIFFUDIN FATMONA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG

YANG DIINTERGRASIKAN DENGAN PERKEBUNAN KELAPA

DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Potong yang Diintegrasikan dengan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Halmahera Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

(3)

RINGKASAN

SARIFFUDIN FATMONA. Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Potong yang Diintegrasikan dengan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh ASNATH M. FUAH dan H.R. EDDIE GURNADI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan merumuskan strategi pengembangan peternakan sapi potong yang terintegrasi dengan perkebunan kelapa di kabupaten Halmahera Barat. Kegiatan penelitian dilaksanakan di kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, dari bulan Februari 2007 sampai dengan Juli 2007. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan jumlah ternak sapi potong kategori terbanyak, terkecil serta sedang. Estimasi terhadap produksi hijauan makanan ternak pada areal perkebunan kelapa didasarkan pada daya dukung pakan dan kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong.

Pelaksanaan kegiatan dibagi dalam empat tahapan meliputi (1) Analisis populasi sapi potong berdasarkan standar satuan ternak (ST); (2) Pengukuran produksi segar hijauan makanan ternak lokasi penelitian; (3) Evaluasi pemanfaatan hijauan makanan ternak di bawah perkebunan kelapa sebagai pakan ternak sapi potong; 4) Perumusan strategi pengembangan ternak sapi potong berdasarkan analisis SWOT dan proses hirarki analitik (AHP).

Total produksi hijauan makanan ternak pada lokasi penelitian berdasarkan bahan kering (BK) 6.696,35 ton dengan daya dukung sebagai sumber pakan berdasarkan bahan kering 1.071.416 ST, dan dapat dilakukan penambahan populasi ternak sapi potong sebesar 1.069.090 ST. Berdasarkan kapasitas peningkatan sapi potong, daya dukung hijauan makanan ternak pada areal perkebunan kelapa, beberapa kecamatan yang menunjukkan daya dukung yang tinggi adalah kecamatan Ibu (27,17%), kecamatan Sahu Timur, (19,66%) kecamatan Ibu Selatan (15,15%), kecamatan Loloda (14,23%) dan Jailolo Selatan (13,10%)

Kepemilikan ternak masih rendah 3,77 ekor per peternak. Sebagian kecil peternak (17%) mengetahui tentang teknologi pakan seperti amoniasi, hay dan silase. Strategi mengoptimalkan daya dukung lahan pada areal perkebunan kelapa merupakan prioritas pertama dan paling menarik di antara alternatif strategi yang lain dengan nilai total daya tarik 1,40. Proritas kedua adalah menjalin kerjasama antar instansi terkait untuk mengelola sumberdaya lahan dengan total daya tarik 1,35.

(4)

ABSTRACT

SARIFFUDIN FATMONA. Expansion Prospect of Beef Cattle that Integrated with Coconut Plantation in West Halmahera Regency Province of North Maluku. Under the direction of ASNATH M. FUAH, and H. R. EDDIE GURNADI.

This research was aimld to analyze the potency and formulate the strategy of beef cattle and coconut plantation integration in West Halmahera regency carried out from Februari 2007 up to July 2007. 1) Characterization of beg cattle population is based on age percentage and livestock set standard; 2) Measurement of produce of livestock food forage fresh under coconut plantation at each research locations. Determination of research location is based beef catlle in the location, smallest and medium. The method used was survey and observation was mode in order to measure forage under the coconut plantation area.

Estimation to produce of livestock food forage was based on carrying capacity and improvement capacity of beef cattle population; 3). Evaluation of livestock forage under coconut plantation asbeeg catlle fodder, executed by doing survey and interview to respondent breeder. Data obtained is analyzed to apply statistic deskriptif; 4) Formulation of expansion strategy of beef cattle is integrated with coconut plantation in West Halmahera regency which is done based on SWOT analysis and analytic hierarchy process.

Totalitas of produce of forages eats livestock based on drought material 6,696.35 tons with carrying capacity 1,071,416 AU, 2,389,661 AU, based On Cappacity progress Productivity livestock for droug material is 1,068,090 AU. Exploiting of forage at coconut plantation area beef cattle fodder level of breeder has not optimal, that seen with number of averages ownership (3.77 tails). Average of breeder knows about feed technology is only (17%), like ammonias, hay, other silage and fermentation technology.

Optimal strategy of farm carrying capacity at coconut plantation area gets first preference or strategy that is very draws among alternative of other strategy firstly or strategy that is very draws among alternative of other strategy with total attractiveness score of 1.40, follow by the second priority, build cooperation with between related institution in managing land resource, with total attractiveness score of 1.35.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(6)

SARIFFUDIN FATMONA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

PROSPEK PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG

YANG DIINTERGRASIKAN DENGAN PERKEBUNAN KELAPA

(7)

Judul Penelitian : Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Potong yang Diintegrasikan dengan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara

Nama : Sariffudin Fatmona NIM : D051050031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Asnath M. Fuah, M.S. Prof. Emeritus. H. R. Eddie Gurnadi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ternak

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Pencipta Alam Semesta, atas segala berkah dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul : “Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Potong yang diintegrasi dengan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara” Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S-2 di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Kabupaten Halmahera Barat merupakan salah satu kabupaten pada provinsi Maluku Utara yang memiliki peluang untuk pengembangan peternakan terutama ternak sapi potong. Areal perkebunan kelapa yang luas dapat dimanfaatkan untuk budidaya hijauan makanan ternak dan sebagai tempat pemeliharaan sapi potong, letak wilayah yang strategis, mudah diaskses serta berdekatan dengan wilayah-wilayah pemasaran seperti kotamadya Ternate, Sulawesi Utara dan Ambon. Dari aspek tenaga kerja, sebagian besar penduduk mempunyai pekerjaan di bidang pertanian, pemerintah mendukung usaha pengembangan peternakan dengan menentukan sentra-sentara produksi peternakan, yang merupakan faktor pendukung usaha pengembangan peternakan di wilayah ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT Tuhan Pencipta Alam Semesta, demikian halnya dengan tulisan ini, yang masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan ke arah penyempurnaannya. Semoga tulisan ini dapat berguna sebagai bahan informasi pembanding ilmiah bagi yang memerlukan, demi pengembangan peternakan di kabuapten Halmahera Barat khususnya dan provinsi Maluku Utara dan Indonesia umumnya.

Bogor, Desember 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kelurahan Silale kotamadya Ambon (Maluku) tanggal 26 Maret 1974, anak ke tiga dari empat bersaudara dari Ayahanda H. Nurdin Fatmona dan Ibunda Chamzin Saifuddin. Menikah dengan Noviyanti Roswiyana R. Fatmona pada tanggal 5 Mei 2002 dan telah dikaruniai dua orang anak yaitu Shafira Sri Handayani Fatmona dan Achmad Rizky Chairunsjah Fatmona. Pada Tahun 1993 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ternate, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon melalui Jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), selama kuliah aktif dan menjabat diberbagai organisasai kemahasiswaan diantaranya adalah, wakil ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Fakultas Pertanian Universitas PattimuraI Ambon, Anggota Lembaga Dakwah Kampus (LDK), ketua umum Himpunan Mahasiswa Maluku Utara Komisariat Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon, pada tahun 1998 terjadi konflik horisontal di Ambon, tahun 1999 pindah ke Universitas Sam Ratulangi Manado, Sarjana Peternakan (SPt) diraih pada tanggal 24 juli 2001.

Awal tahun 2002 dengan Proyek Usaha Tani Ternak Kawasan Timur Indonesia (PUTKATI) penulis diangkat sebagai pelaksana tugas pimpinan dinas peternakan di kecamatan Jaililo sekarang kabupaten Halmahera Barat, pada bulan Desember 2002 penulis diangkat sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan Universitas Khairun Ternate melalui test CPNS di Lingkup Universitas tersebut, menjabat sebagai ketua Program Studi Peternakan melalui Surat Keputusan Rektor tanggal 1 Desember 2004. Pada tanggal 4-16 Agustus 2003 penulis mengikuti kegiatan kursus singkat bidang ”Metode Penelitian Bidang Ilmu Peternakan” kerjasama Proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (PKSDM) Ditjen Dikti Depdiknas dengan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, pada tanggal 12-22 Mei 2004 di kota dan tempat yang sama penulis mengikuti kursus singkat Bidang ”Pengembangan Wirausaha Peternakan Sapi Potong Melalui Pendekatan Agribisnis”, dan pada tanggal 9-22 Agustus 2004 penulis mengikuti pelatihan dosen perguruan tinggi se-Indonesia Timur dalam bidang ”Pemodelan dan Simulasi Pertanian” di Cisarua Bogor Proyek Kerjasama Ditjen Pendidikan tinggi, Depdiknas dengan Institut Pertanian Bogor.

Riset yang pernah diusulkan adalah Riset Pengembangan Kapasitas (RPK IV) Tahun 2005 dengan judul ” Teknologi Tepung Daun Untuk Industri Pakan Berbasis Sumber Daya Tanaman Lokal Maluku Utara”. Pada tahun 2004 dipublikasikan di Cannarium (Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Khairun) dengan judul ”Prospek Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Kepulaun Sula Propinsi Maluku Utara”.

(11)

Ucapan Terimakasih

Pertama-tama Puji Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahamat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Potong yang Diintegrasikan dengan Perkebunan Kelapa di Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara” kepada Dr. Asnath M. Fuah, M.S. dan Prof. Emr. Dr. H. R. Eddie Gurnadi, M.Sc. sebagai komisi pembimbing, penulis menyampaikan terima kasih atas segala waktu, bimbingan, arahan serta nasehat, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Kepada Dr. Ir. Katiarso, MSc sebagai penguji luar komisi, terimakasih atas kritik dan sarannaya yang sangat berarti bagi penulis.

Kepada Dekan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Peternakan, Ketua Program Studi Ilmu Ternak beserta seluruh staf dosen, penulis menyampaikan terima kasih atas Ilmu pengetahuan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan juga diberikan kepada Pemerintah provinsi Maluku Utara, kabupaten Halmahera Barat, kotamadya Ternate, dan Rektor Universitas Khairun atas sumbangan materil, dan non materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S-2 pada program studi peternakan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Rekan-rekan di Program Studi peternakan IPB, khususnya serta rekan-rekan di IPB umumnya yang telah memberikan kontribusi selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Jasmal Ahmari Samsu, MSi. Ir. Aris Winaya, MSi. Ir. Abdurrahman Hoda, MSi. M. Rusdin, SPt, MSi.Yajis Paggasa, SPt. Sri Purwanti, SPt. Ir. Rahmi Dianita, MSc. drH. Leli, MSi. drH. Sukron. Intan SPt, MSi. Diah Anggraeni, SPt, MSi. Agus, SPt, MSi. Yusmadi, SPt, MSi. Rahim, SP. Usman, SP, MSi dan yang tak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih atas dorongan semangat, kerjasama serta kebersamaan yang diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan semua tugas yang diembankan selama ini.

Saudara-saudaraku seperjuangan dari daerah Maluku Utara, Halikuddin Umasangadji SPi, MSi. Muhammad Banapon, SPi. Rizal Ismail, SP, MSi. M. Idris Abdurahman, SP. Rinto Thaib, S.Sos. Rahmatia Garwan, SPi. Nursyafani, SPt, MSi. Sahlan, SPi. Irham, SPi, MSi. Fahmi Djafar, SP., serta rekan-rekan yang lain yang tidak dapat disebutkan, terimakasih atas kontribusinya selama ini, “perjuangan tak pernah berakhir dan menuntut ilmu tidak mengenal usia”.

Ayahanda H. Nurdin Fatmona dan Ibunda Chamzin Saifuddin serta kakak Zainudin, Fauziah dan Adik: dan Sitti Hajar, terimakasih atas dukungannya selama ini.

Istri dan anak-anak tercinta: Noviyanti Roswiyana R. Fatmona (Mama), Shafira Sri Handayani Fatmona (Pia), Achmad Rizky Chairunsjah Fatmona (Izki), yang sering terlupakan, terimakasih atas kesabaran, doa serta semangat yang diberikan selama ini.

Akhirul Qalam, semoga apa yang diberikan oleh semua pihak kepada penulis dapat terhitung sebagai amalannya kelak, Amin.

Bogor, Desember 2007

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA... 5

Keadaan Umum Peternakan di Indonesia... 5

Manajemen Peternakan Sapi Potong ... 6

Karakteistik Produksi dan Reproduksi Sapi Potong ... 7

Integrasi Tanaman Makanan Ternak dengan Tanaman Kelapa.... 9

Strategi Pengembangan Sapi Potong ... 11

Proses Hirarki Analitik ... 15

METODOLOGI ... 17

Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Metode Pengambilan Data dan Responden ... 17

Sumber Data ... 18

Tahapan dan Prosedur Penelitian ... 18

Tahapan Penelitian ... 18

Prosedur Penelitian . ... 19

Analisis Kuantitas Produksi Hijauan Makanan Ternak ... 19

Analisis Kualitas Produksi Hijauan Makanan Ternak ... 19

1. Kadar Air ... 20

(13)

3. Kadar Protein Kasar ... 21

4. Kadar Lemak Kasar ... 22

5. Kadar Serat Kasar ... 22

6. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) ... 23

Analisis Data ... 24

1. Populasi Ternak ... 24

2. Kadar Total Digestible Nutrient (TDN) ... 24

3. Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak ... 25

4. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi Potong ... 26

5. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong ... 26

6. Analisis PHA (Analytical Hirarchy Process) ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Gambaran Umum Kabupaten Halmahera Barat ... 30

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 30

Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan ... 31

Karakteristik SDM dan Mata Pencaharian ... 33

Potensi Pertanian ... 35

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 36

Karakteristik Umum Lokasi Penelitian ... 38

Karakteristik Peternak Kecamatan Jailolo ... 39

Karakteristik Peternak Kecamatan Sahu Timur ... 41

Karakteristik Peternak Kecamatan Loloda ... 42

Populasi Ternak Ruminansia ... ... 44

Produksi Segar Hijauan Makanan Ternak ... 45

Produksi Hijauan Makanan Ternak Berdasarkan Luas Areal- Perkebunan Kelapa ... 47

Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak- Berdasarkan Bahan Kering ... 48

(14)

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi Potong -

Berdasarkan BK, PK dan TDN ... 50

Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong ... 51 Proses Hirarki Analisis ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN... 61 DAFTAR PUSTAKA ... 62

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Populasi ternak sapi potong dan petani ternak di Halmahera Barat ... 17

2. Populasi ternak berdasarkan umur dan satuan ternak ... 24

3. Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analisis intensitas .. 28

4. Jumlah desa dan luas wilayah setiap kecamatan di Halmahera Barat ... 31

5. Luas dan jenis penggunaan lahan di Halmahera Barat ... 32

6. Luas areal perkebunan berdasarkan jenis di Halmahera Barat ... 33

7. Jumlah dan kepadatan penduduk di Halmahera Barat ... 34

8. Klasifikasi penduduk usia di atas 10 tahun berdasarkan- jenis pekerjaan ... 35

9. PRDB Halmahera Barat atas dasar harga berlaku menurut- sektor pertanian ... 37

10. Kondisi umum kecamatan Jailolo, Sahu Timur dan Loloda ... 38

11. Karakteristik peternak sapi potong kecamatan Jailolo ... 40

12. Karakteristik peternak sapi potong kecamatan Sahu Timur ... 42

13. Karakteristik peternak sapi potong kecamatan Loloda ... 43

14. Populasi ternak ruminansia di Halmahera Barat ... 44

15. Data berat segar HMT per Cluster per kecamatan sampel ... 45

16. Komposisi zat HMT di lokasi penelitian Barat ... 46

17. Total produksi HMT (ton/ha) berdasarkan luas areal perkebunan kelapa- berdasarkan produksi segar, produksi kering, BK, PK, TDN ... 47

18. Daya tampung sapi potong (ST) berdasarkan daya dukung HMT - berdasarkan BK ... 48

19. Kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong kabupaten- Halmahera Barat berdasarkan asumsi 1 ha untuk 1 ST ... 59

20. Kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong berdasarkan- BK, PK, TDN Halmahera Barat ... 50

21. Matriks evaluasi faktor iInternal pengembangan ternak sapi potong- kabupaten Halmahera Barat ... 53

(16)

kabupaten Halmahera Barat ... 54 23. Matriks SWOT analisis strategi pengembangan ternak sapi potong-

di kabupaten Halmahera Barat ... 55 24. Prioritas alternatif strategi pengembangan peternakan sapi potong-

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Formula matriks pendapat individu ... 28 2. Persentase PRDB kabupaten Halmahera Barat atas dasar-

harga berlaku menurut lapangan usaha, tahun 2005 ... 36 3. PRDB berdasarkan harga berlaku menurut lapangan usaha-

bidang pertanian Halmahera Barat tahun 2003-2005 ... 37 4. Berat segar hijauan makanan ternak (kg) pada lokasi penelitian ... 45 5. Total Digestible Nutrient (TDN) pada lokasi penelitian ... 47 6. Skala prioritas faktor internal (kekuatan) untuk-

pengembangan sapi potong Halmahera Barat ... 59 7. Skala prioritas faktor internal (kelemahan) untuk-

pengembangan sapi potong Halmahera Barat ... 59 8. Skala prioritas faktor eksternal (peluang) untuk-

pengembangan sapi potong Halmahera Barat ... 60 9. Skala prioritas faktor eksternal (ancaman) untuk-

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta provinsi Maluku Utara menurut kabupaten ... 66

2. Peta kabupaten Halmahera Barat ... 67

3. Teknik pengubinan (cluster) HMT ... 68

4. Kuisioner survei evaluasi pemanfaatan HMT ... 68

5. Perkembaangan pemotongan ternak kabupaten Halmahera Barat 2002-2006 ... 70

6. Angka tetap populasi ternak kabupaten Halmahera Barat 2006 ... 70

7. Hasil analisis produksi makanan ternak berdasarkan TDN di Halmahera Barat ... 71

8. Hasil analisis kualitas HMT berdasarkan produksi segar, produksi kering, BK, PK, TDN pada luasan areal perkebunan kelapa ... 72

9. Kuisioner identifikasi faktor eksternal dan internal ... 73

10. Kuisioner penentuan bobot dan peringkat faktor-faktor eksternal dan internal ... 74

11. Kuisioner penentuan nilai daya tarik alternatif strategi ... 77

12. Populasi ternak ruminansia di Halmahera Barat 2006 ... 79

13. Analisis statistik deskriptif HMT berdasarkan produksi segar (2 m2),- produksi segar (ton/ha), produksi kering (ton/ha), produksi BK (ton/ha) ... 79

14. Analisis statistik deskriptif kualitas HMT berdasarkan- BK, PK, LK, BETN, TDN ... 79

15. Daya tampung ternak sapi potong berdasarkan asumsi 1 ha 1 ST ... 80

16. Total daya dukung HMT berdasarkan produksi segar ... 80

17. Daya dukung HMT berdasrkan BK ... 81

18. Daya dukung HMT berdasarkan PK ... 81

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu upaya pembangunan pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani adalah sistem pertanian terpadu (Integrated Farming System) yang menerapkan prinsip LEISA (Low External Input Sustainable Agricuture) dan berwawasan agribisnis, yang berdampak pada peningkatan produktivitas usaha tani dan pada gilirannya pendapatan petani meningkat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi usahatani adalah dengan mengintegrasikan ternak dengan tanaman perkebunan, terbukti memberi keuntungan antara lain meningkatkan pendapatan melalui diversifikasi pendapatan, pemanfaatan sumber daya lahan lebih baik, stabilitas tanah terjaga, produktivitas tanaman perkebunan meningkat melalui pengendalian gulma yang lebih baik dan pengembalian hara melalui urine dan kotoran ternak.

Sistem integrasi tanaman perkebunan kelapa dan peternakan sapi potong, merupakan salah satu upaya terpadu lintas subsektor yang sangat strategis dan bernilai saling menguntungkan (simbiosis mutualisma) karena akan mendorong terwujudnya pengembangan agribisnis peternakan sekaligus agribisnis perkebunan yang berdaya saing. Pemanfaatan potensi hijauan makanan ternak di bawah areal perkebunan kelapa untuk pengembangan peternakan sapi potong dapat berupa : (a) pemanfaatan lahan diantara perkebunan kelapa untuk penanaman tanaman sumber pakan hijauan ternak (b) pemanfaatan limbah tanaman pokok maupun tanaman sela sebagai sumber pakan ternak sapi potong. Jumlah penduduk tahun 2005 mencapai sekitar 220 juta jiwa, total kebutuhan daging domestik berarti mencapai 384,81 ribu ton. Sementara itu total produksi daging sapi dalam negeri baru mencapai 271,84 ribu ton, sehingga masih ada kekurangan 112,97 ribu ton atau 29,36 persen dari total kebutuhan dalam negeri. (BPPP DEPTAN 2005).

(20)

untuk pemeliharaan hijauan makanan ternak. Apabila 1ha perkebunan kelapa dapat menampung 1ekor ternak sapi potong/tahun maka untuk pengembangan peternakan sapi potong, kabupaten Halmahera Barat dapat menampung 12.875 ST, dengan rata-rata berat hidup 1 ST sekitar 300 kg. Dengan demikian, daging sapi potong yang dapat disediakan oleh kabupaten Halmahera Barat adalah 3.862.500 kg pertahun, untuk jumlah penduduk tahun 2006 sebesar 111.309 jiwa. Dibandingkan dengan target konsumsi daging nasional 10 kg perkapita pertahun, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Halmahera Barat setiap tahun diperlukan 1.130.440 kg atau sekitar 3.768 ST, Sementara ketersediaan daging asal ternak sapi potong setiap tahun sebesar 2.732.060 kg atau sekitar 9.106 ST, dengan demikian masih terjadi surplus produksi daging asal ternak.

Kekurangan produksi daging sapi di Indonesia terus meningkat dari 44.9 ribu ton pada tahun 1995, menjadi 196.8 ribu ton pada tahun 1999 dari total permintaan daging sebesar 578.7 ribu ton, artinya masih terdapat kesenjangan antara produksi dan konsumsi. Produksi yang ada hanya mampu memenuhi sebesar 381,9 ribu ton. Konsumsi pangan protein hewani ternak besar (sapi dan kerbau) masyarakat perkapita pertahun pada tahun 1999 baru mencapai 1,95 kg/kapita/tahun jauh lebih rendah, diibandingkan dengan Argentina sebesar 69,5 kg/kapita/tahun, Australia 36,3 kg, Korea selatan 84 kg, Israel 16,3 kg (Dirjennak 2000).

Pemerintah daerah provinsi Maluku Utara telah menentukan sentra-sentra produksi peternakan (perwilayahan pengembangan peternakan) yang cocok dengan kondisi masing-masing wilayah dalam rangka pengembangan peternakan. Jenis-jenis peternakan yang dapat dikembangkan di provinsi Maluku Utara adalah Sapi, Kambing, Kuda, Babi dan unggas (Ayam Buras, Ayam Ras Petelur dan ayam ras Pedaging).

(21)

Jumlah penduduk sesuai dengan data statistik tahun 2005 yaitu 92.906 jiwa dengan kepadatan rata-rata 7 jiwa per km2. Data tersebut menggambarkan bahwa jumlah penduduk yang menempati wilayah kabupaten Halmahera Barat baru mencapai 21,44% dari luas daratan sehingga masih tersedia lahan yang cukup luas untuk menentukan sentra-sentra produksi, termasuk sentra peternakan untuk pengembangan peternakan sapi potong. Komposisi penduduk menurut lapangan pekerjaan didominasi oleh bidang pertanian sebesar yaitu 60.064 jiwa (83,31%) yang merupakan potensi sumber daya manusia yang tersedia untuk berkontribusi dalam pengembangan peternakan sapi potong.

Kawasan kabupaten Halmahera Barat dengan sentra produksi berada di Jailolo, ternak yang cocok dikembangkan adalah ternak sapi, kambing, babi dan ayam ras. Daerah Halmahera Barat memiliki lahan perkebunan kelapa yang cukup luas 19.526 ha (Bappeda Halmahera Barat 2006) serta pendapatan daerah terbesar di bidang perkebunan sadalah sebesar 47.706, 67 (Bappeda Maluku Utara 2005). Jarak tanam antara pohon kelapa rata-rata yaitu 8-10 meter sehingga ketersediaan hijauan makanan ternak di bawah pohon kelapa dapat dimanfaatkan oleh ternak. Di samping itu, kotoran sapi yang dihasilkan dapat menyuburkan tanah, membantu meningkatkan produksi pertanian, sementara ternak sapi dapat dimanfaatkan sebagai pengangkut hasil perkebunan.

Geografis kabupaten Halmahera Barat berada pada 10 sampai 30 lintang utara dan 1250, sampai 1280, bujur timur. Berbatasan wilayah dengan sebelah utara adalah Samudera Pasifik dan kabupaten Halmahera Utara, sebelah Selatan, kota Tidore Kepulauan, Sebelah Timur dengan Halmahera Utara dan sebelah Barat adalah dengan Laut Maluku (Bappeda Halmahera Barat 2006). Kondisi geografis tersebut memberikan kemudahan untuk transportasi antar kota dan akses yang lancar untuk pemasaran produksi ternak dan hasil ternak.

(22)

berpengaruh terhadap tatalaksana pemeliharaan dan produksi peternakan. Usaha optimalisasi pemanfaatan lahan dan peningkatan produktivitas ternak sapi melalui integrasi usaha dengan diversifikasi usahatani sangat diperlukan, terutama dalam rangka pemanfaatan hijauan makanan ternak yang tersedia secara melimpah di bawah areal perkebunan kelapa.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Menganalisis potensi dan merumuskan strategi pengembangan peternakan sapi potong terintegrasi dengan perkebunan kelapa di kabupaten Halmahera Barat.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber informasi tentang pola integrasi peternakan sapi potong dengan perkebunan kelapa di kabupaten Halmahera Barat.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Peternakan di Indonesia

Sub sektor Peternakan mengalami pertumbuhan negatif selama krisis moneter, disebabkan ketergantungan impor cukup tinggi terhadap input produksi seperti pengadaan bibit unggas, pengadaan sapi bakalan dan pengadaan bahan baku untuk pakan ternak. Kegiatan usaha peternakan yang mampu bertahan dan berkembang selama krisis adalah usaha yang menggunakan sumberdaya lokal seperti pengadaan sapi bakalan dan pakan ternak yang dilakukan pengusaha kecil atau peternakan rakyat. Komoditas ternak lokal adalah sapi potong, kerbau, kambing, domba, ayam buras dan itik, yang merupakan ternak asli Indonesia (lokal) yang merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat pedesaan. Bukti empiris membuktikan bahwa jenis ternak tersebut menjadi penyelamat selama krisis moneter berlangsung. Dalam perencanaan pembangunan peternakan berbasis sumberdaya lokal, pemerintah daerah bersama masyarakat mengidentifikasi potensi dan peluang pengembangan peternakan, menganalisis alternatif dan menentukan peran masing-masing dengan kriteria yang disepakati bersama, sehingga mengakomodasikan aspirasi lokal secara transpran dan tetap memperhitungkan keunggulan sumberdaya lokal dan memperhitungkan ekonomi yang rasional (Saragih 2001).

(24)

Konsumsi daging sapi dan kerbau pada tahun yang sama berjumlah 419.000 ton, sehingga terdapat kekurangan produksi sebesar 30.000 ton (Dirjen Peternakan 2000).

Populasi ternak sapi potong di provinsi Maluku Utara adalah 33.781 ekor. Pada umumnya ternak dipelihara secara tradisional, dengan jumlah kepemilikan berkisar 3-5 ekor per keluarga, menggunakan tenaga kerja keluarga, sebagai usaha sambilan dan pemberian pakan seadanya. Konsekwensi dari sistem pemeliharaan yang bersifat tradisional tersebut adalah rendahnya produktivitas ternak dan perkembangan peternakan sapi potong menjadi terhambat, sehingga diperlukan upaya yang dapat meningkatkan sumberdaya ternak, peternak dan lahan populasi ternak, pemotongan ternak, produksi daging serta konsumsi hasil ternak pada kabupaten Halmahera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai 2005, yaitu: sapi potong (16,661%), kambing (9,16%), babi (9,11%) dan (ayam buras (9,11%) (Bappeda Provinsi Maluku Utara 2005).

Konsumsi hasil ternak berupa daging, telur dan susu di kabupaten Halmahera Barat tahun 2004 adalah 5,28 kg perkapita pertahun, sementara target produksi daging nasional yang mengacu pada kesepakatan widya karya pangan dan gizi per orang adalah 10 kg per kapita per tahun. Hal ini menunjukan bahwa kebutuhan gizi asal hewani masyarakat kabupaten Halmahera Barat belum terpenuhi, sehingga perlu adanya upaya untuk mencukupi kebutuhan tersebut melalui ketersediaan protein yang berasal dari ternak sapi potong (Bappeda Halmahera Barat 2006).

Manajemen Peternakan Sapi Potong

(25)

bernilai (daging/kerja), 3) membantu kebutuhan protein hewani keluarga, 4) memanfaatkan ternak sebagai tenaga kerja, dan 5) meningkatkan serta memperbaiki kesuburan tanah.

Tujuan usaha pemeliharaan ternak sapi antara lain, menambah pendapatan bagi petani penerimaan usaha tani keseluruhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha tani ternak yaitu: 1) skala kepemilikan ternak, 2) kombinasi cabang usaha, 3) umur dan pengetahuan petani, dan 4) efisiensi usaha (Wiyatna 2002). Pengertian efisiensi yaitu kemampuan seseorang/individu untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu tanpa pemborosan waktu, tenaga, biaya dan sebagainya (Arifin 1986).

Karakteristik Produksi dan Reproduksi Sapi Potong

Produktivitas ternak diartikan sebagai perkembangan populasi ternak dalam periode waktu tertentu (umumnya satu tahun) dan sering dinyatakan dalam persen (%), apabila dibandingkan dengan populasi ternak secara keseluruhan (Basuki 1998). Produktivitas ternak sapi dapat dinilai melalui dua indikator, pertama performan produksi diantaranya penampilan bobot hidup dan pertambahan bobot badan; kedua performan reproduksi diantaranya produksi anak (calf crop) dalam satu tahun. Calf crop adalah angka yang menggambarkan jumlah anak lepas sapih yang diproduksi dalam satu tahun terhadap jumlah induk dalam persen. Calf crop dipengaruhi oleh jumlah anak sekelahiran, persentase induk yang melahirkan dalam total populasi induk, persentase kematian (mortalitas) pada saat anak belum disapih, dan jarak beranak (Arrington & Kelley 1976). Jarak kelahiran dipengaruhi oleh lama kebuntingan dan jarak antara melahirkan dan perkawinan berikutnya (Service period) Service period dipengaruhi oleh ketrampilan peternak dalam mengawinkan ternak yang ditunjukan oleh besarnya angka service per conception dan waktu menyusui (Fraser 1979).

(26)

organ-organ internal lainnya. Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh bangsa ternak, jenis kelamin, jumlah dan kualitas pakan serta fisiologi lingkungan ternak (Soeparno 1998). Bangsa ternak yang besar bobot lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan bobot tumbuh lebih berat saat mencapai kedewasaan dari pada bangsa ternak yang kecil (Tulloh 1978).

Kemampuan reproduksi seekor ternak akan berpengaruh terhadap penampilan produksi dari ternak tersebut, terutama mengenai jumlah anak yang dilahirkan. Terdapat empat hal yang menjadi kendala reproduksi ternak sapi potong, yaitu : 1) lama bunting yang panjang, 2) panjangnya interval dari melahirkan sampai estrus pertama, 3) tingkat konsepsi yang rendah dan 4) kematian anak sampai umur sapih yang tinggi. Aktivitas reproduksi dan jarak beranak, 95% dipengaruhi oleh faktor non genetik dan lingkungan, mencakup tatalaksana pakan dan kesehatan. Adanya perbedaan penampilan reproduksi bangsa ternak di suatu wilayah di pengaruhi oleh keragaman lingkungan yang meliputi keragaman genetik, ketersediaan nutrisi, dan tatalaksana reproduksi (Toelihere 1983).

(27)

Menurut Atmadilaga (1975) hambatan-hambatan dalam usaha meningkatkan produksi ternak pada umumnya disebabkan oleh masalah yang kompleks dan bersifat biologis, ekologis serta sosioekonomis. Hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas secara kuantitatif terutama usaha peternakan yang bersifat trdisional. Dalam pembangunan peternakan nasional, peternakan rakyat ternyata masih memegang peranan sebagai aset terbesar, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) yang di batasi oleh skala usaha kecil, teknologi sederhana dan produk berkualitas rendah (Soehaji 1995).

Integrasi Tanaman Makanan Ternak dengan Tanaman Kelapa

Hijauan Makanan Ternak pada areal perkebunan kelapa di Halmahera Barat berdasarkan komposisi botani terdiri dari jenis rumput dan leguminosa. Jenis rumput meliputi rumput Teki (Kylinga monocephala), rumput Jaragua (Hyparrhenia rufa), rumput Kolonjono (Pannicum muticum), rumput Alang-alang (Imperata cylindrica), rumput Benggala (Pannicum maximum) dan jenis leguminosa meliputi: putri malu (Mimosa pudica) Calopo (Colopogonium mucunoides), Centro (Centrosema pubescens). Disamping rumput dan leguminosa ada beberapa jenis hijauan lain dan limbah tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (Hoda 2001)

Evaluasi terhadap spesies rumput dan 35 spesies leguminosa yang ditanam pada perkebunan kelapa di Bali, dilakukan oleh Rika et al. (1991). Spesies hijauan yang menunjukan pertumbuhan kembali dan daya tahan yang baik, walaupun total produksi lebih rendah daripada spesies yang kurang tahan adalah Arachis sp. CPI 29986, Arachis sp. CPI 12121, Paspalum notatum CPI11864, P. notatum cv. competidor dan A. compressus (spesies lokal).

(28)

terhadap naungan. Spesies yang cocok untuk tahan naungan sedang adalah Brachiaria decumbens, P. maximum, C. pubescens, Desamodium intortum, Cv. greenleaf, Leucaena leucocephala, Colopogonium caeruleum, Pueraria phaseoloides dan D. ovalifolium. Pada naungan rapat (intensitas cahaya sinar 30%) spesies yang cocok adalah A. compressus, B. miliiformis, P. conjugatum dan Stenotaphrum secundatum, walaupun kemampuan produksinya rendah, namun adaptasinya terbaik karena mempunyai daya tahan yang tinggi.

Kaligis dan Sumolang (1991) melaporkan bahwa spesies yang memiliki pertumbuhan kembali dan daya dukung lahan yang baik, tetapi produksi total selama 10 panen sedikit lebih rendah pada perkebunan kelapa adalah A. pintoi, A. repens, Arachis s. CPI 29986, D. ovalifolium, D. heterophyllum, P. notatum cv. competidor, P. notatum CPI 11864, P. wettsteinni, A. compressus (lokal) dan Digitaria milanjiana CPI 59721.

Produksi dan komposisi botani pastura pada perkebunan pohon kelapa dipengaruhi oleh tekanan penggembalaan (stocking rate = SR) dan intensitas sinar. Peningkatan SR dari 2,7 sampai 6,3 ekor/ ha menyebabkan komposisi botani rumput dan leguminosa yang diintroduksi menurun secara nyata pada pastura yang telah diperbaiki di bawah pohon kelapa. Setelah 3,5 tahun pada SR 2,7 dan 3,6 ekor/ha dan 2,5 tahun pada 4,8 dan 6,3 ekor/ ha, komposisi botani menurun secara serius pada pastura yang telah diperbaiki bersamaan dengan menurunnya produksi hijauan (Rika et al. 1981).

(29)

digembalai ternak dengan SR 1,5 ; 2,5 dan 3,5 ekor/ha selama tiga tahun, diperoleh hasil, semua rumput lenyap (berubah dari 28 sampai 0%) sementara Centrosema menurun dari 14 sampi 8% dan Pueraria dari 20 sampai 16% (Watson & Whiteman 1981).

Pertambahan bobot badan ternak sapi yang digembalakan pada perkebunan kelapa adalah bervariasi dari yang terendah 45 kg/ha (Manidool 1983) sampai yang tertinggi 505 kg/ha (Rika at al. 1981). Variasi ini berhubungan dengan manajemen dengan perbedaan lingkungan walaupun pengaruhnya sulit diukur. Terdapat variasi pada intensitas sinar, spesies pastura yang ditanam, tipe tanah, pemupukan dan tekanan penggembalaan. Produksi ternak sapi potong yang dipelihara di bawah naungan pohon kelapa lebih potensial dibandingkan dengan pemeliharaan di bawah tanaman perkebunan lain. Namun beberapa penelitian menunjukan spesies rumput yang ditanam tidak tahan atau komposisi botaninya menurun dalam pastura (Shelton 1991). Rumput yang ditanam cenderung diganti/didesak oleh rumput yang tahan terhadap penggembalaan seperti Cynodon dactylon di Bali (Rika et al. 1981). Beberapa leguminosa yang ditanam mulanya lebih tahan daripada rumput (misalnya C. pubescens) tetapi menurun daya tahan dalam waktu bersamaan dengan meningkatnya leguminosa alam seperti mimosa pudica (Watson & Whiteman 1981). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa diperlukan rumput yang tahan untuk menjamin sistem produksi hijauan yang dapat menopang produksi ternak ruminansia (Shelton 1991).

Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong

(30)

terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti 2002).

Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga mampu mencapai tujuan obyektifnya. Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Perumusan strategi adalah mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategi dengan mengubah strategi yang telah dirumuskan menjadi suatu tindakan. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dari manajemen strategi dengan melakukan tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, mengukur prestasi dan mengambil tindakan korektif (David 2001).

Menurut Wahyudi (1996) tahap perumusan atau pembuatan strategi merupakan tahap yang paling menantang dan menarik dalam proses manajemen strategi. Inti pokok dari tahapan ini adalah menghubungkan suatu organisasi dengan lingkungannya dan menciptakan strategi-strategi yang cocok untuk dilaksanakan. Proses pembuatan strategi terdiri dari empat elemen sebagai berikut :

1. Identifikasi masalah-masalah strategik yang dihadapi meliputi lingkungan eksternal dan internal.

2. Pengembangan alternatif-alternatif strategi yang ada dengan mempertimbangkan strategi yang lain.

3. Evaluasi tiap alternatif strategi.

4. Penentuan atau pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.

(31)

didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax & Majluf 1991). Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki adanya suatu survei internal tentang strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta survei eksternal atas opportunities (peluang/kesempatan) dan threats (ancaman) (Subroto 2003).

Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal, serta kesempatan/peluang dan ancaman lingkungan eksternal. SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johnson et al. 1989). Dilain pihak, Marimin (2004) menyatakan bahwa analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan suatu strategi yang didasarkan pada logika.

Sejak dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 1992 tentang tata ruang, semua kegiatan pembangunan yang menggunakan, memanfaatkan, dan mengelola sumberdaya alam yang berada di darat, laut dan udara harus disesuaikan dengan rencana penataan ruang sebagai suatu strategi nasional dalam memanfaatkan, menggunakan kekayaan sumberdaya alam, mendorong pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat secara nasional dan berkelanjutan (DitjenNak 2000).

(32)

ditentukan oleh tersedianya tanah pertanian, kesuburan tanah, iklim, topografi, ketersediaan air, dan pola pertanian yang ada.

Gurnadi (1998) menyatakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan pengembangan ternak tersebut dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu (1) pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, (2) pendekatan terpadu yang menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang mencakup dalam “Sapta Usaha Peternakan”, serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi-instansi terkait, (3) pendekatan agribisnis dengan tujuan : mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek yaitu input produksi (lahan, pakan, plasma nutfah, dan sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran.

Menurut Preston dan Leng (1987) tujuan dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan sapi potong dengan sistem usaha tani lain adalah untuk: 1. Mengoptimalkan produktivitas pertanian dan peternakan dengan

menggunakan input yang tersedia.

2. Memadukan antara beberapa jenis tanaman, ternak, limbah peternakan dan pertanian sehingga semua bagian saling memanfatkan.

Menurut Sabrani et al. (1981) problem yang dihadapi dalam pengembangan ternak sistem tradisional adalah ketepatan pengalokasian sumberdaya. Selanjutnya dijelaskan bahwa bila usaha ternak skala kecil yang berorientasi pada usaha keluarga maka program pengembangan ternak tersebut didasarkan pada sistem pertanian secara terpadu.

(33)

serta mampu dalam menata aliran input-output sedemikian hingga kombinasi input-output yang dihasilkan adalah kombinasi optimum yang menghasilkan manfaat yang besar bagi petani (Rusono 1999).

Menurut Suharto (1999) Tanaman pangan atau holtikultura tidak hanya menghasilkan pangan sebagai produk utama, tetapi menghasilkan produk sampingan atau limbah ikutan misalnya jerami padi, ampas tahu, limbah tanaman kacang tanah dan sebagainya. Dengan cara sederhana limbah tersebut dapat diubah menjadi pangan yang bermutu (daging) melalui sapi potong. Disamping menghasilkan produk utama berupa daging, sapi potong menghasilkan kotoran (feces) yang diolah dengan cara sederhana dapat menjadi komoditas ekonomis atau digunakan sebagai pupuk sehingga dapat menopang kegiatan produksi tanaman pangan dan secara langsung mengurangi biaya pengadaan pupuk, dan pada akhirnya keterpaduan tersebut dapat meningkatkan tambahan pendapatan petani peternak. Beberapa manfaat integrasi ternak pada usaha pertanian yaitu:

1. Meningkatkan pemberdayaan sumberdaya lokal (domestic based resources) 2. Optimalisasi hasil usaha

3. Penciptaan produk-produk baru hasil diversifikasi usaha

4. Penciptaan kemandirian petani sehingga tidak tergantung pinjaman luar 5. Meningkatkan pendapatan petani peternak

(34)

Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process)

Problem sistem tidak semuanya dapat dipecahkan hanya melalui komponen komponen yang terukur. Komponen yang tidak terukur sering mempunyai peranan yang cukup besar. Mengevaluasi nilai-nilai sosial yang kompleks dalam masyarakat, diperlukan suatu metode yang cocok yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan adanya interaksi antara judgment dengan fenomena sosial itu. Proses hirarki analitik (PHA) dapat digunakan untuk memecahkan problema-problema yang terukur maupun yang memerlukan suatu judgement (Saaty 1993).

Prinsip kerja PHA adalah membuat bagian-bagian yang sederhana dalam suatu hirarki persoalan yang tidak terstruktur, strategis dan dinamik. PHA merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam penentuan atau perencanaan suatu strategi. Alat ini memasukkan pertimbangan-pertimbangan logis dari faktor-faktor yang berpengaruh, berikut faktor dan tujuan masing-masing dari suatu permasalahan yang kompleks yang dipetakan secara sederhana menjadi suatu hirarki. Tingkat konsistensi adalah salah satu penentu utama yang merupakan pertimbangan pokok keputusan strategis yang diambil. PHA merupakan model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan dengan melibatkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah dan pada logika, intuisi dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan (Marimin 2004).

(35)

teknik komparasi berpasangan terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan

Penyelesaian persoalan dengan menggunakan PHA dilakukan dengan beberapa prinsip dasar yaitu dekomposisi, menentukan prioritas dan konsistensi logis, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Dekomposisi adalah pemecahan persoalan yang menjadi unsur-unsurnya setelah persoalan tersebut dirumuskan secara baik. Unsur-unsur persoalan yang telah terpecahkan dapat dipecah lagi menjadi unsur yang lebih kecil, sehingga diperoleh beberapa tingkatan persoalan yang akan ditelaah.

2. Penilaian perbandingan adalah kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari PHA karena akan berpengaruh terhadap penentuan prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparison.

3. Menentukan prioritas adalah penentuan eigen vektor dari matriks untuk menentukan prioritas lokal dari setiap pairwise comparison. Oleh karena pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengaturan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis disebut sebagai priority setting.

(36)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Halmahera Barat provinsi Maluku Utara dengan, selama lima bulan yaitu dari tanggal 28 Februari 2007 sampai 28 Juli 2007.

Metoda Pengambilan Data dan Responden

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dan pengamatan langsung pada kecamatan Jailolo, kecamatan Sahu Timur dan kecamatan Loloda yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), yakni kecamatan yang memiliki jumlah ternak sapi tertinggi, terendah dan sedang. Kecamatan yang memiliki jumlah ternak tertinggi adalah kecamatan Jailolo (1491 ST), jumlah sedang adalah kecamatan Sahu Timur (348 ST) dan jumlah ternak terendah adalah kecamatan Loloda (31 ST). Setiap kecamatan dipilih responden sejumlah 15% dari petani yang memiliki ternak dan lahan perkebunan secara acak (Random Sampling). Obyek yang diobservasi dan diamati adalah sapi potong dan jumlah hijauan yang tumbuh pada areal perkebunan kelapa yang dimiliki responden. Populasi ternak sapi potong. Tabel 1.

Tabel 1 Populasi ternak sapi potong dan petani ternak di kabupaten Halmahera Barat

Kecamatan Sapi Potong (ekor) Sapi Potong (ST) Petani Ternak (Orang)

Jailolo 1.947 1.491 120

Jailolo Selatan 361 276 35

Jailolo Timur 30 23 27

Sahu 828 574 85

Sahu Timur 455 348 67

Ibu Utara 784 600 89

Ibu 659 505 80

Ibu selatan 259 198 46

Loloda 41 31 40

(37)

Sumber Data

Data yang dikumpulkan meliputi : a). data primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengukuran langsung kapasitas hijauan makanan ternak pada areal perkebunan kelapa, dari responden melalui teknik wawancara dan observasi langsung di lapangan, menggunakan daftar pertanyaan (Quisioner) dan. b). data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan data pendukung lainnya berupa laporan studi atau kajian dari berbagai sumber pustaka lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Variabel yang diamati dalam proses pengumpulan data adalah populasi ternak berdasarkan Satuan Ternak (ST), Daya dukung hijauan makanan ternak berdasarkan kuantitas dan berdasarkan kualitas serta kapasitas peningkatan produksi ternak sapi potong.

Tahapan dan Prosedur Penelitian Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Penelitian awal dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber dan instansi terkait, untuk mengetahui jumlah dan jenis ternak ruminansia, terutama ternak sapi potong, produksi ternak sapi potong dan data penduduk yang diperlukan.

2. Mengadakan observasi langsung ke lokasi penelitian, menyebarkan kuisioner ke responden dan wawancara dengan petani ternak terpilih.

3. Pengamatan terhadap berbagai jenis hijauan makanan.

4. Data yang dikumpulkan dianalisis Proximat (proximate analytical) hijauan makanan ternak, populasi ternak berdasarkan satuan ternak, kadar TDN, daya dukung berdasarkan BK, TDN dan PK, daya dukung berdasarkan asumsi 1 ha untuk 1 satuan ternak, kapasitas peningkatan, dan strategi pengembangan.

(38)

Prosedur Penelitian

Prosedur yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan berbagai jenis analisis dan metode masing-masing sebagai berikut:

Analisis Kuantitas Produksi Hijauan Makanan Ternak

Cara mengukur produksi segar hijauan makanan berdasarkan kuantitas di bawah areal perkebunan kelapa mengikuti pedoman Soedomo (1985) yakni: 1. Cuplikan ubinan dipilih dengan cara pengacakan, stratifikasi dan sistematik. 2. Cuplikan pertama ditentukan secara acak, ubinan seluas 2 M2 sedangkan

cuplikan kedua, ketiga, keempat dan kelima dipilih dengan cara stratifikasi, diambil sepuluh langka ke Utara, ke Selatan, ke Barat dan ke Timur. Cluster selanjutnya diambil sejauh lima meter dari pengukuran cluster sebelumnya. Pengukuran ini dilakukan yang sama pada ketiga daerah sampel.

3. Semua hijauan yang ada dalam ubinan dipotong sesuai dengan daya renggut ternak, pepohonan di atas ubinan yang dapat dikonsumsi ternak diambil sampai pada ketinggian 1,5 m.

4. Hasil ubinan ditimbang berat segar/berat keringnya.

Dari catatan berat segar/bahan kering dapat diketahui produksi hijauan makanan ternak pada areal perkebunan kelapa di kabupaten Halmahera Barat yang dihitung berdasarkan luas areal. Selanjutnya diambil sampel dalam keadaan segar dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600C, lalu ditimbang untuk mengetahui bobot kering. Perbedaan antara bobot kering dan bobot segar sampel merupakan persentase bobot air. Sampel kering udara digiling untuk analisa kimia untuk mengetahui kualitas hijauan makanan ternak.

Analisis Kualitas Hijauan Makanan Ternak

(39)

ekstrak tanpa nitrogen dan abu. Analisis kimia dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Prosedur analisis dilakukan berdasarkan (AOAC 1990), berikut ini:

1. Kadar Air

Menentukan kadar air, terlebih dahulu botol timbang dikeringkan selama kira-kira satu jam dalam oven pada suhu 1050C, didinginkan dalam eksikator/desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang (berat = x). Sebanyak kurang lebih 5 gram sampel (y) ditimbang, dimasukkan dalam botol timbang, selanjutnya dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C selama 4-6 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang (hasil = z).

Penentuan kadar air dihitung dengan menggunakan rumus : ( x + y – z )

Kadar air (%) = x 100%. Bahan kering (%) = 100% - kadar air.

y

2. Kadar Abu

(40)

sampel ditimbang kembali (z). Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus :

( z – x )

Kadar abu (%) = x 100%. Bahan organik (%) = (bahan kering – abu) Y

3. Protein Kasar

Prosedur penentuan kadar protein kasar dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama, ”destruksi”; kira-kira 0,2 gram sampel (x) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi atau labu Kjeldahl dan ditambahkan katalis (3 sendok teh campuran selen) dan 20 ml H2SO4 pekat teknis. Kemudian dicampur dengan cara menggoyang-goyangkan labu tersebut. Campuran tersebut dipanaskan di atas nyala api pembakar bunsen mulai dengan api kecil di dalam kamar asam (ruang asam) sampai tidak berbuih dan nyala api bunsen dibesarkan. Sampel terus dipanaskan (destruksi) hingga larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuning-kuningan dan kemudian didinginkan. Tahap kedua, ”destilasi”; setelah labu destruksi didinginkan, larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling/destilasi yang telah diisi dengan batu didih dan diencerkan dengan aquades sebanyak 300 ml. Setelah dipasangkan pada rak destilasi ditambahkan ± 90 ml NaOH 33%, lalu labu dihubungkan dengan pipa destilasi.

(41)

tanpa sampel (y) ml. Penentuan kadar protein kasar dihitung dengan menggunakan rumus :

( y–z ) x titar NaOH x 0,014 x 6,25

Kadar protein kasar (%) = x 100 % x

Keterangan :

y = ml NaOH untuk penitar blanko. z = ml NaOH untuk titar sampel. titar NaOH = konsentrasi. NaOH = normalitas NaOH. x = bobot sampel (gr)

4. Kadar Lemak Kasar

Labu penyari yang diisi beberapa butir batu didih dikeringkan dalam alat pengering/oven pada suhu 100-1050C selama 1 jam. Didinginkan dalam eksikator selama kurang lebih satu jam dan ditimbang (a gram). Sampel dengan berat antara 1-2 gram (x gram) ditimbang dan dimasukkan dalam selongsong penyari yang terbuat dari kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak. Selongsong penyari dimasukkan ke dalam alat soxlet dan diekstraksi dengan 50 ml petrolium benzen di atas penangas air pada water bath selama 24-48 jam sampai larutan petrolium benzen di dalam soklet menjadi jernih. Selanjutnya labu penyari disuling atau dikeringkan dan dibuka serta ditiup kompresor, Dimasukkan dalam alat pengering oven dengan suhu 1050C selama satu jam, lalu dikeringkan dalam eksikator selama satu jam dan ditimbang (b gram). Penentuan kadar lemak kasar dihitung dengan menggunakan rumus :

( b – a )

Kadar lemak kasar (%) = x 100% x

5. Kadar Serat Kasar

(42)

dalam alat pengering pada suhu 105-1100C selama satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam corong Buchner. Penyaringan dilakukan dalam labu penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum. Selama penyaringan endapan dicuci berturut-turut dengan aquades panas secukupnya, 50 ml H2SO4 0,3 N, aquades panas secukupnya dan terakhir dengan 25 ml acetone. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan selama satu jam dalam oven pada suhu 1050C, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (b gram). Selanjutnya cawan porselen serta isinya dibakar atau diabukan dalam tanur listrik pada suhu 400-600 0C sampai abu menjadi putih seluruhnya, kemudian diangkat dan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (c gram). Penentuan kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus : ( b – c - a )

Kadar serat kasar (%) = x 100% x

Keterangan : x = bobot contoh a = bobot kertas saring

b = bobot kertas saring + sampel setelah dioven c = bobot kertas saring + sampel setelah ditanur

6. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

Penentuan kadar BETN dilakukan dengan cara pengurangan angka 100% dengan persen abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar. BETN (%) = 100% - (abu + protein kasar + lemak kasar + serat kasar).

Data hasil pengukuran hijauan makanan ternak dan analisis kualitas hijauan makanan ternak dianalisis secara statistik deskriptif (Mattjik dan Sumertajaya 2000) dengan tabulasi data, konversi data, rataan data diolah dengan menggunakan bantuan Minitab versi 14.

(43)

Analisis Data

Data yang diperoleh dan dianalisis menggunakan beberapa metode analisis yang sesuai sebagai berikut:

1. Populasi Ternak

Perhitungan populasi ternak ruminansia berdasarkan umur ternak digunakan standar nilai konversi (persentase) dari ternak anak, muda dan dewasa terhadap populasi masing-masing ternak ruminansia yaitu ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba. Nilai persentase digunakan untuk menghitung jumlah satuan ternak (ST) ruminansia dari populasi ternak yang ada didasarkan pada struktur ternak dikalikan dengan nilai standar satuan ternak. Tabel 2.

Tabel 2 Populasi ternak berdasarkan umur dan satuan ternak

Populasi Ternak (%)

Persentase Populasi Ternak (ST)

Jenis Ternak

Anak Muda Dewasa Anak Muda Dewasa

Sapi 16,99 26,68 56,33 0,25 0,60 1,00

Sapi Perah 14,12 26,92 58,96 0,25 0,60 1,00

Kerbau 11,14 25,15 63,71 0,29 0,69 1,15

Kambing 10,92 14,23 74,85 0,04 0,08 0,16

Domba 3,19 14,28 82,53 0,04 0,07 0,14

Sumber: Dinas Peternakan Sulawesi Selatan 2004

2. Kadar Total Digestible Nutrient (TDN)

TDN dihitung menggunakan formula Harris et al. (1972) sebagai berikut: %TDN =

92,464-3,338(SK)-6,945(LK)-0,726(BETN)+1,115(PK)+0,031(SK)2-

0,133(LK)2+0,036(SK)(BETN)+0,207(LK)(BETN)+0,100(LK )(PK)+0,022(LK)2 (PK)

(44)

SK (Serat Kasar) ; LK (Lemak Kasar); BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) ; PK (Protein Kasar)

Berdasarkan data luas areal perkebunan kelapa (ha) di Kabupaten Halmahera Barat, perhitungan produksi masing-masing hijauan makanan ternak sebagai berikut:

Total produksi segar = produksi segar (ton/ha) x luas areal panen (ha) Total produksi kering = produksi kering (ton/ha) x luas areal panen (ha) Total produksi BK = produksi bahan kering (ton/ha) x luas areal panen(ha) Total produksi PK = total produksi BK x kandungan PK (%)

Total produksi TDN = total produksi BK x kandungan TDN (%)

3. Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak

Daya dukung hijauan makanan ternak dihitung, berdasarkan bahan kering (BK), Protein kasar (PK) dan Total Digestible Nutrient (TDN). Dalam perhitungan digunakan asumsi bahwa satu satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia membutuhkan rata-rata bahan kering (BK) sebesar 6,25 kg/hari (NRC 1984), protein kasar sebesar 0,66 kg/hari dan Total Digestible Nutrient (TDN) sebesar 4,3 kg/hari (Ditjen Peternakan dan Fapet UGM 1982). Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) dihitung menggunakan formula sebagai berikut:

1. Analisis Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) Berdasarkan Bahan Kering (BK)

Produksi BK (ton/tahun) DDHMT berdasar BK =

Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun)

2. Analisis Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) Berdasarkan Protein Kasar (PK)

Produksi PK (ton/tahun) DDHMT berdasar PK =

(45)

3. Analisis Daya Dukung Hijauan Makanan Ternak (DDHMT) Berdasarkan Total Digestible Nutrien (TDN)

Produksi TDN (ton/tahun) DDHMT berdasar TDN =

Kebutuhan TDN 1 ST (ton/tahun)

4. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sapi Potong

Analisis Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong, didasarkan pada metode Samsu (2006) dihitung sebagai selisih antara daya dukung hijauan makanan ternak dengan jumlah ternak sapi potong saat ini dalam satuan ternak (ST). Dalam studi ini, nilai tersebut dinyatakan dalam persen (%).

Kapasitas peningkatan di setiap kecamatan

Kapasitas Peningkatan = x 100 Kapasitas peningkatan total di kabupaten

5. Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong

Data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dianalisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan sapi potong di kabupaten Halmahera Barat, berdasarkan Rangkuti (1997) adalah sebagai berikut:

1. Matrik Faktor Strategi Internal

Setelah faktor-faktor strategis internal suatu usaha diidentifikasi menggunakan tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary), kemudian disusun untuk merumukan strategis internal tersebut dalam kerangka Strength dan Weaknesses suatu usaha. Tahapannya adalah:

a. Penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahan dalam kolom 1.

(46)

strategis suatu usaha. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00)

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi suatu usaha yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai + 1 sampai dengan + 4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Variabel yang bersifat negatif, kebalikan. Contoh jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilai adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata nilai adalah 4.

2. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, ditentukan terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS) sebagai berikut:

a. Penyusunan dalam kolom 1 ( 5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman)

b. Pemberiaan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor-faktor strategis.

a. Perhitungan rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi suatu usaha. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating + 4, tetapi peluangnya kecil, diberi rating + 1). Pemberian nilai rating ancaman kebalikkanya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.

c. Pengalian bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (Outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

(47)

e. Jumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi usaha yang dilakukan. Nilai total ini menunjukan bagaimana usaha yang ada bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor, ini dapat digunakan untuk membandingkan usaha ternak ini dengan usaha lainnnya dalam kelompok yang sama.

6. PHA (Proses Hirarki Analisis /Analytical Hierarchy Process)

Prinsip dasar PHA dalam penyusunan matriks pendapat meliputi analisis persoalan, penyusunan hirarki, komparasi berpasangan, sintesa prioritas dan pemeriksaan konsistensi.

1. Penetapan berpasangan, dilakukan dengan cara mengisi kuisioner. Jika responden bukan seorang ahli, harus dipilih orang yang mengenal dengan baik permasalahan. Kuantifikasi data yang bersifat kualitatif menggunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. Tabel 3.

2. Tabel 3 Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analitik intensitas

Intensitas Pentinganya

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat 3 Elemen yang satu lebih penting dari

elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

5 Elemen yang satu esensial atau sangat poenting ketimbang elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elelmen atas elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting dari

elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominanya telah terlihat dalam praktek

9

Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan yang tinggi yang mungkin menguatkan

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

3. Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila di bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty (1993)

(48)

C1 C2 • • Cn

C1 1 a12 • • a1n

C2 1/a12 1 • • •

• • • • • • • • • • • •

Cn 1/a1n • • • 1

Gambar 1. Formulasi matriks pendapat individu (Saaty 1993)

1. Matriks gabungan dengan simbol Gij, merupakan matriks pendapat gabungan dan merupakan matriks baru yang elemen-elemen matriksnya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu dengan rasio inkonsistensi memenuhi syarat yaitu lebih kecil atau sama dengan 10%. Formulasi rata-rata geometrik adalah :

G=ij m m π (aij)k

Dimana :

Gij = variabel matriks pendapat gabungan baris ke-i dan kolom ke-j (aij)k = variabel baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-i k = indeks matriks pendapat individu ke-k yang memenuhi syarat m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi syarat

3. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot-bobot kriteria, dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, dan seterusnya.

(49)
(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Halmahera Barat Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Halmahera Barat berada pada 10 sampai 30 lintang utara dan 1250, sampai 1280, bujur timur, dengan batasan-batasan wilayahnya sebagai berikut :

9 Sebelah Utara dengan Samudera Pasifik dan kabupaten Halmahera

Utara

9 Sebelah Selatan dengan kota Tidore Kepulauan

9 Sebelah Timur dengan kabupaten Halmahera Utara dan

9 Sebelah Barat dengan laut Maluku (Bappeda Halmahera Barat 2006)

Kondisi ini merupakan aspek strategis untuk pengembangan usaha pertanian termasuk komoditas ternak sapi potong, karena letak yang dapat diakses secara mudah, sangat berdekatan dengan kotamadya Ternate dan Sulawesi Utara sehingga mempermudah akses transportasi dan pemasaran produksi hasil ternak.

Kabupaten Halmahera Barat merupakan salah satu kabupaten pemekaran pada provinsi Maluku Utara yang letaknya sebelah barat pulau Halmahera. Luas wilayah kabupaten Halmahera Barat adalah 3.042.863 ha, terdiri dari 9 kecamatan dan memiliki 146 desa. Dari sembilan kecamatan tersebut, kecamatan yang memiliki luasan wilayah paling besar sampai kecil secara berturut-turut adalah Ibu Utara 197,621.50 ha (45%), Sahu Timur sebesar 101.200,00 ha (24%), Loloda sebesar 55.760,50 ha (23%). Kecamatan yang memiliki luas wilayah yang paling kecil adalah kecamatan Jailolo Timur dengan luas wilayah hanya 345,51 ha (1%) dari luas wilayah kabupaten Halmahera Barat.

(51)

ternak, oleh pengambil kebijakan untuk pengembangan ternak sapi dan kerbau, ternak ruminansia kecil dan monogastrik misalnya kambing, domba, babi dan unggas yang dapat disesuaikan dengan keadaan lingkungan, dan keadan sosial budaya masyarakat pada kecamatan atau daerah tersebut. Jumlah desa dan luas wilayah pada kabuapten Halmahera Barat. Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah desa dan luas wilayah setiap kecamatan di kabupaten Halmahera Barat

No Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (ha)

Persentase (%)

1 Jailolo 29 25.127 0,88

2 Jailolo Selatan 18 33.372,3 1,18

3 Jailolo Timur 6 345,51 0,01

4 Sahu 16 6.694 0,23

5 Sahu Timur 16 101.200 3,58

6 Ibu Utara 13 197.621,5 6,99

7 Ibu 13 5.348 0,18

8 Ibu Selatan 13 2.400.000 84,91

9 Loloda 22 56.760,5 2,09

Total 146 2.826.468,81 100

Sumber: Bappeda Halmahera Barat 2006

Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan

Kesuburan tanah bervariasi dari sedang sampai subur, jenis tanah pada kecamatan Jailolo jenis tanah latosol 10.783,61 ha dan regosol 14.343,97 ha, Jailolo selatan latosol 33.170,51 ha dan podsolik (merah kuning) 201.78 ha, Sahu tanah andosol 2.498 ha, latosol 2.238 ha dan regosol 1.958 ha, Sahu Timur jenis andosol 40.000 ha, latosol 30.000 ha dan podsolik (merah kuning) 31.200 ha, kecamatan Ibu Utara andosol 6.000 ha, latosol 4.000 ha, podsolik 2000 ha dan regosol 3.500 ha, kecamatan Ibu podsolik 500 ha, regosol 2.399.500 ha. kecamatan Loloda memiliki andosol 146.52 ha, latosol 4.479.19 ha. podsolik 19.770.46 ha serta regosol 31.365,3 ha.

Gambar

Tabel 1   Populasi ternak sapi potong dan petani ternak di kabupaten Halmahera   Barat
Tabel  4   Jumlah desa dan luas wilayah setiap kecamatan di kabupaten Halmahera Barat
Tabel 5 Luas dan jenis penggunaan lahan di kabupaten Halmahera Barat
Tabel 6   Luas areal perkebunan berdasarkan jenis tanaman di kabupaten  Halmahera Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jatibarang, menyewakan speedboat, membuka rumah makan, berdagang souvenir dan yang lainya. Lokasi wisata tersebut juga membuat nilai ekonomis lahan pertanahan

Pada penelitian ini, akan digunakan metode ultrasonik- milling dalam proses pembuatan nanopartikel silika.. Menurut Sidqi (2011),

“Hukum materiil sipil dan untuk sementara waktupun hukum materiil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah Swapraja dan orang-orang yang dahulu

Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Kemampuan interkoneksi multiple

Teknik total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2004) Pada penelitian ini sampelnya adalah seluruh

Sesuai dengan jadwal pelelangan umum Pembangunan Kantor Camat Bolo Tahun Anggaran 2014 pada Satuan Kerja Bagian Administrasi Pemerintahan Sekertariat Daerah Kabupaten

Penguasaan terhadap pengetahuan tersebut akan mempermudah seorang pemain drum dalam menginterpretasikan komposisi musik untuk drum sesuai dengan apa yang

Strategi Perancangan Mutu Ripe Banana Chip (RBC) Berbasis Harapan Konsumen ; Diana Iftitah Susilowati ; 101710101075; 2015; 63 halaman; Jurusan Teknologi Hasil