• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran pertahanan hidup (survival) janda pasca Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran pertahanan hidup (survival) janda pasca Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

JANDAPASCA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

- --

II

0.1

,. セLセNG

"H'i . - - - - .._- ..セセ

.

.

GセBgBGGGGGiUtGGGGGGGYz^G

...-セセセGャョイャゥャォ

;

ZッNNャuゥセZ_iセaセZセZ

klasifikasj ;...

NURULISYANA SOUHAH

203070029013

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Psikologi ( S. Psi)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

JANDA PASCA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( KDRT )

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi

syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

NURUL ISYANA SOLIHAH

N⦅MMMセ

NIM.203070029013

r

PERPUSTAKAAN UTAMA

\ UIN SYAHID JAKARTA

Di bawah Bimbingan

Pembimbing II,

セM

Yufi Adriani, M. Psi, Psi

NIP.

19820918200901 2006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H

12009

M

(3)

padi a£an cI1temu£an £emuaali'an aari

ᆪ・セオャゥエ。ョ

itu.

」ャ・セオ。エオ

yancJ fuar

ャゥゥ。セ。

aafam cI1rimu tiaa£

a£an muaali'untu£me1'tcJli'ampirimu tanpa

aaanya £eda aan

オセ。ャゥG。N

jS・イオセ。ャャ。ヲ。ャゥG

セ・ュ。ᆪセュ。ヲ

muncJk1n, yakini

ォゥエ。ー。セエゥ

iゥゥセ。N

$

ancJanpikir£an a;payancJ cI1£ata£an orancJ

aan

Qゥセᆪオョ」j。ョ

エ・ョエ。セ

cI1rimu, teta;pi lillatfali'

kedafam dirimu

セ・ョ、ゥイゥN

demukan a;payancJ

ー。ャゥセ

anaa i1'tcJin£an aan £eJarfallitu.

(4)

Kupersembahkan kepada yang selalu ku cinta :

Aim. Ayah,

Ibuku tersayang,

Arief dan Auliya adik-adikku,

Seluruh saudara-saudaraku,

Renaldo beserta keluarga,

Sahabatku Dewi,

Bapak/ibu anggota Balitbang Dephan

Serta Teman-temanku.

Atas limpahan inspirasi, motivasi,

cinta dan kasih sayang.

Terima kasih banyak

(5)

(A) Fakultas Psikologi (8) Oktober 2009

(G)

Nurul

fsyana Solihah

(D) Gambaran Pertahanan Hidup (Survival) Janda pasca Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

(E) 128 halaman ... iv lampiran

(F) Didalam sebuah rumah tangga, ketegangan maupun konflik merupakan hal yang biasa. Namun, apabila ketegangan itu berbuah kekerasan baik fisik maupun psikis maka diperlukan penyelesaian lebih lanjut. KDRT adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau

beberapa orang terhadap orang lain, mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis termasuk pula ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan seseorang secara sewenang-wenang atau adanya penekanan secara ekonomis, yang terjadi dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga atau dalam istilah lainnya kekerasan domestik adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga dimana biasanya yang berjenis kelamin laki-Iaki (suami) menganiaya secara fisik maupun psikis pada jenis kelamin perempuan (isteri).

Fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan adat

ketimurannya, dimana masyarakatnya lebih suka menyembunyikan dan bungkam terhadap masalah KDRT. Hal ini disebabkan karena masih kuatnya kultur yang menomor satukan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Bagi isteri yang mengalami KDRT sudah seharusnya tidak harus berdiam diri saja, tidak seharusnya mereka menderita seorang diri, tanpa diketahui orang lain yang mungkin dapat menolongnya. Meninggalkan hubungan kekerasan memang merupakan keputusan yang berat bagi seorang isteri karena banyak sekali faktor-faktor yang perlu untuk dipertimbangkan dan banyak pula yang tetap bertahan, tetapi terkadang KDRT dapat memberikan dampak yang negatif bagi korbannya, misalnya timbulnya penyakit mental. Sehingga perlu bagi para korban untuk memikirkan kelangsungan hidup mereka kedepannya agar dampak negatif yang mereka rasakan tidak berkelanjutan.

Pertahanan hidup (survival) adalah suatu proses aktif untuk mengubah

pengaruh penganiayaan setelah hUbungan semacam itu berakhir. Pertahanan hidup juga dapat diartikan penggunaan kebebasan yang sifatnya aktif untuk meminimalkan, mengubah atau membalikkan pengalaman negatif, dalam hal ini pengalaman kehilangan kekuasaan menjadi keterampilan untuk memberdayakan diri.

(6)

mengoptimalkan diri serta menemukan kemungkinan baru yang dapat dimanfaatkan setelah mengalami KDRT.

Pertahanan hidup (survival) dapat diidentifikasi dari dimensi pertahanan hidup,

yaitu janda dapat menempatkan, mengeksplorasi dan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, janda mulai mengaitkan kebutuhannya sendiri dalam

hubungannya dengan orang lain. janda mulai mengefektifkan perubahan pada dirinya untuk mengadakan perubahan sosial dalam masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pertahanan hidup (survival)

Janda pasca Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode yang digunakan yaitu studi kasus dengan desain multi kasus. Subjek dalam penelitian ini yaitu seorang Janda yang mampu mempertahankan hidup tanpa suami disisinya. Subjek yang diambil sebanyak tiga orang.

Subjek dipilih dengan menggunkan teknik purposive sampling. Dalam

pengumpulan data teknik yang digunakan yaitu wawancara serta observasi sebagai pendukung. Ketika wawancara dilaksanakan. instrumen yang digunakan yaitu pedoman wawancara, lembar observasi dan alat perekam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertahanan hidup (survival) cukup mampu

dijalani oleh Janda pasca KDRT oleh suami. walaupun begitu, tidak dapat

dipungkiri peran Iingkungan sangat membantu mereka untuk survive.

Lingkungan yang dimaksud adalah peran dari keluarga. kerabat. teman maupun sahabat. Saran yang diajukan dalam penelitian ini yaitu dilakukannya penelitian

lanjutan. pada kajian pustaka mengenai pertahanan hidup (survival) sebaiknya

menggunakan lebih banyak lagi Iiteratur bahan teorlnya agar lebih mudc.h lagi

untuk mengetahui gambaran pertahanan hidup (survival) pada fakta lapangan.

Bagi setiap responden yang belum memahami arti serta fungsi LBH tetapi mengalami KDRT, sebaiknya diberi tahu arti dan fungsi dari LBH serta

disarankan pula untuk datang kesana agar permasalahan yang dialami oleh para isteri yang mengalami KDRT bisa lebih ringan dan mampu untuk mengambil keputusan yang positif untuk hidup mereka kedepannya.

(7)

Alhamdulillah wasyukurillah, dengan segala kerendahan hati terucap puji

serta syukur kepada penguasa langit dan bumi Allah SWT,atas segala

limpahan karunia-Nya yang begitu luarbiasa sehingga karya tulis ini

dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta

keluarga, sahabat dan juga para pengikutnya yang Insya Allah selalu

istiqomah mengikuti ajarannya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Program Pendidikan Strata 1 Fakultas Psikologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Jahja Umar, Ph.D, Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Ora. Fadhilah Suralaga, M. Si Pembantu Oekan Bidang Akademik,

Bambang Suryadi, Ph.D Penasehat Akademik dan Pembantu

Oekan Bidang Administasi Umum. Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si dan

seluruh dosen-dosen yang sabar mendidik penulis sehingga saya

mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

(8)

M. Si., Oosen Pembimbing I dan sebagai Oosen Penguji II, serta Ibu Yufi

Adriani, M. Psi. Psi, dosen Pembimbing II, yang telah begitu sabar

membimbing Penulis dengan segala keikhlasan serta pengertian, perhatian

dan motivasi yang luar biasa kepada penulis.

4. Kedua orangtuaku. Ayahanda Aim. H. Abdul Madjid atas dukungan moriil dan

materiil yang sudah diberikan walaupun sekarang ini beliau tidak bisa

menikmati lagi secara langsung serta Ibundaku tersayang Owi Yatmi Kurniati

atas segala Iimpahan doa yang tak pernah putus untukku sehingga pada

akhirnya penulis dapat memberikan kebahagiaan dan kebanggaan pada

keduaorangtuaku. Untuk Aim. Ayah semoga Allah SWT menempatkannya

ditempat yang paling terindah di sisi-Nya dan untuk ibuku tercinta semoga

Allah SWT selalu menyayangi, melindungi dan kebahagiaan di dunia dan di

akhirat pada beliau. Amin. Kepada adik-adikku, terima kasih untuk

supportnya yang begitu berharga pad a penulis. Untuk Renaldo beserta

keluarga, terima kasih untuk semua dukungan dan support yang luar biasa

pada penulis sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikannya.

5. Seluruh dosen, karyawan/stafakademik Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan i1mu pengetahuan, pengalaman,

motivasi serta dukungan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan

(9)

Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Gandaria, Perpustakaan Pemda OKI

Jakarta untuk segala kemudahan dalam mencari data-data.

7. Seluruh karyawan Balitbang Oephan (tempat dimana penulis bertugas),

khususnya Kabagum Set Balitbang Oephan (Kolonel Ojarwoto), Kasubbag

Rumga (Mayor Muzirman) dan stat, Kasubbagmin (Yuwono, S. Sos) dan stat

serta Kasubbagpeg (Ora. Aries S, M.Si) beserta stat-statnya atas segala

support moriil dan materiil, motivasi yang sangat berharga dan begitu luar

biasa sehingga penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikan skripsi.

Juga kepada mba Rini perawat di Balitbang Oephan, terima kasih untuk

motivasi dan juga atas komputernya. Ibu Kulsum dan Ibu Sukarsih yang

berkenan membantu penulis untuk sementara menjadi spri Kabagum saat

saya izin untuk menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2003 Reguler, khususnya Raudatul

Farida, Qurratu Aini, Ikhca Maulidya, Rini Haryani terima kasih untuk

semangat dan motivasinya selalu. Evi Nurfaryanti, Ersyali, Nurhidayati, Siti

Aisyah, Fakhrunnisa, Zahrotul Humairoh, Ade Susanti, serta teman-teman

kelas A yang tidak tertulis satu persatu. Tetapi tidak mengurangi rasa kasih

sayang dan kerinduan untuk kebersamaan yang begitu indah. Semoga

(10)

Dewi Novitasari (untuk dukungan moriil, motivasi, inspirasi yang terus

menerus dan sangat luar biasa), Ratih Chyntia Dewi&AIi (untuk supportnya).

Semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. Aryn, Puput, Qq, Omi,

Devi, Fitri, Nina, Risi, Mala, Zahra, Nur, Putri dan teman-teman angkatan

2004 dan seluruh teman Psikologi Non Reguler yang tidak tertulis satu

persatu, terima kasih untuk doa dan dukungannya.

10. Terima kasih penulis haturkan juga kepada ketiga responden yang bersedia

mencurahkan segala perasaan dan pengalaman hidupnya kepada penulis.

Mudah-mudahan Allah SWT selalu melindungi dan memberikan kebahagiaan

kepada para responden. Amin.

Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini berguna dan

memberikan inspirasi kepada para pembaca. Amin.

Jakarta,

vii

2009

(11)

HALAMAN JUDUL. •..•••...••...•...

i

HALAMAN PER5ETUJUAN ...••...•...•...

.ii

HALAMAN PENGE5AHAN

iii

MOTTO

.iv

PER5EMBAHAN

v

AB5TRAK

vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR 151..

viii

DAFTAR LAMPIRAN

xi

BAB

1

PENDAHULUAN

1-17

1.1

Latar Belakang Masalah

1

1.2

Identifikasi Masalah

13

1.3

Pembatasan dan Rumusan Masalah

13

1.3.1 Pembatasan Masalah

13

1.3.2 Perumusan Masalah

14

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian

15

1.4.1 Tujuan Penelitian

15

1.4.2 Manfaat Penelitian

15

1.5

Sistematikan Penulisan

16

BAB 2 KAJIAN PU5TAKA

18-46

2.1

Pertahanan hidup

(survivaf) 20

2.1.1

Pengertian Pertahanan Hidup

(Survivaf) 20

2.1.2 Dimensi Pertahanan Hidup

(Survivaf) 22

2.1.3 Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat

Pertahanan Hidup

(Survivaf)

Janda Pasca KDRT..

27

(12)

2.2.2 Gejala-gejala Kekerasan Terhadap Isteri.

35

2.2.3 Bentuk-Bentuk KDRT terhadap Isteri.

36

2.2.4 Penyebab KDRT terhadap Isteri..

.40

2.2.5 Dampak Kekerasan Terhadap Isteri.

.41

2.3

Gambaran Pertahanan Hidup

(Survival)

Janda Pasca

KDRT

.43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

47-57

3.1

Jenis Penelitian

.47

3.1.1 Pendekatan Penelitian

47

3.1.2 Metode Penelitian

..47

3.2

Subjek Penelitian

.48

3.2.1

Karakteristik Subjek

.48

3.2.2 Jumlah Subjek

.49

3.2.3 Teknik Pemilihan Subjek

50

3.3

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

50

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

50

a.

Wawancara

52

b.

Observasi..

52

3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data

52

a.

Pedoman Wawancara

52

b.

Lembar Observasi dan Catatan Subjek

53

c.

Alat Bantu Pengumpulan Subjek

53

3.4

Analisa Data

53

3.5

Prosedur Penelitian

54

3.5.1 Tahap Persiapan

54

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

55

[image:12.525.31.418.61.685.2]
(13)

4.1

Gambaran Umum Subjek Penelitian '"

58

4.2

Gambaran dan Analisa Kasus

59-118

4.2.1 Kasus S

60

4.2.2 Kasus M

,

83

4.2.3 Kasus F

102

4.3

Analisis Antar Kasus

119

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 122-142

5.1

Kesimpulan

,

122

5.2

Diskusi.

125

[image:13.528.29.430.73.520.2]
(14)

PENDAHUlUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang sempurna yang memberi kedudukan dan

penghormatan tinggi kepada isteri, baik itu ditingkat hukum ataupun

masyarakat. Beberapa bukti yang menguatkan dalil bahwa ajaran Islam

memberikan kedudukan linggi kepada isteri, dapat dilihat pada ayat Alquran

yang berkenaan dengan isteri. Bahkan untuk menunjukkan betapa

pentingnya kedudukan isteri, dalam Alquran terdapat surah bernama An-Nisa,

artinya isteri (Arif Hamzah, 2002).

Sejarah dunia mencatat betapa perempuan seringkali diperlakukan secara

nista. Pada banyak peradaban besar, perempuan dianggap sebagai the

second class, makhluk pelengkap, separuh harga laki-Iaki, dan banyak lagi

predikat lain yang mendudukkan isteri pada sudut-sudut sosial. Rasulullah

Saw. telah menetapkan tanggung jawab terhadap laki-Iaki (suami) dan

perempuan (isteri) dalam kapasitas sebagai pemimpin yang berbeda di dalam

sebuah keluarga. Suami sebagai pemimpin bertugas mengendalikan arah

rumah tangga serta penjamin kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan,

minuman dan pakaian serta bertanggung jawab penuh atas berjalannya

seluruh fungsi-fungsi keluarga. Adapun isteri berperan sebagai pelaksana

(15)

atas terselenggaranya segala sesuatu yang memungkinkan fungsi-fungsi

keluarga tersebut dapat dicapai (Arif Hamzah, 2002).

Baik isteri maupun suami harus memahami hak dan kewajiban mereka

masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar baik suami maupun isteri dapat

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan

porsinya. Menurut La Jamaa dan Hadidjah (2008) kewajiban suami terhadap

isteri adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban yang bersifat material (Iahiriah), yaitu :

a. Membayar mahar

Kewajiban suami terhadap isterinya setelah dilangsungkan akad

pernikahan ialah memberikan mahar, sesuai firman Allah SWT

dalam

as.

An-Nisa (4) ayat 4, yang artinya : "Berikanlah

maskawin (mahar) kepada isteri (yang kamu nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan

senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."

Mahar bukanlah untuk menghargai atau menilai isteri (isteri)

secara materi, tetapi pemberian mahar merupakan lambang

(tanda) kecintaan suami terhadap isterinya. Karena mahar

adalah lambang kesiapan dan kesediaan suami untuk memberi

(16)

b. Memberi nafkah

Kewajiban suami memberi nafkah kepada isteri ditegaskan oleh

Allah 8WT dalam Q8. AI-Baqarah (2) : 233, yang artinya :

".... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada

para ibu dengan eara yang ma'rut. 8eseorang tidak dibebani

melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang

ibu menderita kesengsaraan karena anaknya..."

Pemberian makanan kepada isteri oleh suami bukan saja

bermantaat bagi isleri sendiri letapi juga bagi anak, terulama

saal isteri hamil dan menyusui. 8elain ilu, suami juga

berkewajiban menyediakan lempat linggal unluk isterinya,

sesuai dengan firman Allah 8WT dalam Q8. AI-Thalaq (65) : 6,

yang artinya : "Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu

bertempal tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

menyusahkan mereka unluk menyempilkan (hali) mereka..."

Tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan primer suami

isteri disamping makanan dan pakaian. Karena didalam rumah

itulah mereka dapat membina dan memadu einta kasih sebagai

lempat suami isteri melekalkan akalan balin, menyimpan

(17)

2. Kewajiban suami yang bersifat non material

a. Menggauli isterinya dengan baik dan tidak menyakitinya.

Suami berkewajiban untuk menggauli isterinya dengan cara

yang baik, tidak menyalahgunakan hak-hak dan kekuasaannya

untuk menyakiti isterinya, sesuai penegasan Allah Swt dalam

QS. An-Nisa (4): 19 yang artinya : " ...dan bergaullah dengan

mereka secara patut. Kemudian bila kamu lidak menyukai

mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak

menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya

kebaikan yang banyak."

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kebaikan pergaulan

dengan isteri bukan sekedar tidak menyakiti perasaannya tetapi

juga menahan diri dari semua sikap isteri yang tidak disenangi

suami.

Didalam buku nikah suami, hak suami adalah kepala Rumah Tangga

dan harta bawaan yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan adalah

dibawah penguasaannya sepanjang tidak ditentukan lain oleh suami

isteri (Buku nikah 1 Juni 1998/6 Rabiul Awal1419 H. Ciputat, Banten:

Depag RI).

Selain itu, dalam buku nikah baik buku nikah suami atau isteri dije

laskan mengenai hak dan kewajiban suami dan isteri. Adapun salah

(18)

melindungi isteri dan anak-anak. Dalam hal KDRT, seharusnya para

suami yang melakukan KDRT pada isterinya bisa berpikir jernih dan

dewasa untuk menyadari bahwa seharusnya janji yang suami lakukan

akan dipertanggung jawabkan, karena suami bukan hanya janji pada

saksi-saksi tetapi juga berjanji pada Allah

swr

(Buku nikah 1 Juni

1998/6 Rabiul Awal1419 H. Ciputat, Banten: Depag RI).

Sedan gkan kewajiban isteri menurut La Jamaa dan Hadidjah (2008)

yaitu:

1. Kepatuhan kepada suami

Kewajiban utama seorang isteri adalah menjadi pasangan suami

dalam pernikahan serta ikut membantu tercapainya

kebahagiaan rumah tangga semaksimal mungkin. M. Quraish

Shihab dalam La jamaa dan Hadidjah, 2008 mengungkapkan

bahwa perempuan yang saleh adalah yang taat pada Allah dan

juga kepada suaminya, setelah mereka bermusyawarah

bersama dan atau bila perintahnya tidak bertentangan dengan

perintah Allah serta tidak mencabut hak-hak pribadi isterinya.

Disamping itu, isteri juga memelihara diri, hak-hak suami dan

rumah tangga saat suaminya tidak ditempat, karena Allah

memelihara mereka. Pemeliharaan Allah ketika suami tidak

ditempat, cinta yang lahir dari kepercayaan suami terhadap

(19)

Adapun hak-hak isteri yang tercantum didalam buku nikah isteri yaitu :

a. Isteri adalah ibu rumah tangga.

b. Memperoleh keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

kemampuan suami.

c. Memperoleh perlindungan dan perlakuan yang baik dari suami.

d. Memperoleh kebebasan berpikir dan bertindak sesuai dengan

batas-batas yang ditentukan dalam ajaran agama dan norma

sosial.

e. Harta, bawaan yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan

adalah dibawah penguasaannya, sepanjang tidak ditentukan

lain oleh suami isteri (Buku nikah 1 Juni 1998/6 Rabiul Awal

1419 H. Ciputat, Banten: Depag RI).

Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal1 tentang perkawinan

dan sekaligus memberikan suatu definisi perkawinan yaitu : " Perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang perempuan

sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga )

yang bahagia dan kekal,berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa:

Untuk itu, baik suami atau isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar

masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan

mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. Jadi, pernikahan bukanlah

sekedar sarana untuk menyalurkan kebutuhan biologis semata, akan tetapi

pernikahan merupakan sarana untuk mewujudkan kebahagiaan hidup

(20)

Pasal29 ayat 1 UU Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang perjanjian

perkawinan, yaitu : "Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan,

kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis

yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, yang mana isinya berlaku

juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

Begitupun pada Pasal 33 ditentukan tentang hak dan kewajiban suami isteri,

yaitu "Suami isteri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain" (UU RI tentang

Perkawinan, 2008).

Dari beberapa pasal diatas dan sedikit ulasan tentang hak dan kewajiban

suami isteri, dapat dilihat bahwa kekerasan oleh suami terhadap isteri tidak

diperkekankan, hal ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tujuan

perkawinan dan hak serta kewajiban suami isterLTerlebih lagi menurut

pandangan bangsa Indonesia bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga

yang sakral. Namun, banyak sekali kenyataan yang membuktian bahwa telah

エ・セ。、ゥ kekerasan baik fisik maupun psikis, ekonomi ataupun seksual.

Didalam sebuah rumah tangga, ketegangan maupun konflik merupakan hal

yang biasa. Namun, apabila ketegangan itu berbuah kekerasan baik fisik

maupun psikis maka dipenukan penyelesaian lebih lanjut . Tindak kekerasan

di dalam sebuah rumah tangga, merupakan jenis kejahatan yang kurang

(21)

Kekerasan terhadap isteri dalam keluarga tidak terjadi secara berdiri sendiri,

pola hubungan kekuasaan suami terhadap isteri juga mempengaruhi tndakan

kekerasan. Kekuasaan yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk

mempengaruhi orang lain agar sesuai dengan tindakan yang dikehendakinya.

Pada posisi inilah seorang isteri akan menjadi sasaran kekerasan suami,

terutama apabila tidak terjadi keseimbangan baru yang disepakati oleh semua

pihak yang terlibat, maka terjadilah perubahan sistem kekuasaan (Soerjono,

Soekanto, 2002).

KDRT dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, isteri, anak,

atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih

dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap isteri. Hal ini

dapat dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah isteri. SUdah pasti

pe;akunya adalah suami "tercinta". Rumah tangga bukan tempat (ajang)

melampiaskan emosional suami terhadap isteri. Tetapi, rumah adalah tempat

yang aman. Tempat dimana kehangatan selalu bersemi. Didalamnya terdapat

pasangan suami isteri yang saling mencintai (Diah Widya Ningrum, 2007).

Tindakan kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya, melibatkan

pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga.

Sedangkan bentuk tindakan kekerasan bisa berupa kekerasan fisik,

kekerasan psikis/psikologis, kekerasan ekonomi, maupun kekerasan seksual.

Pelaku dan para korban tindakan kekerasan di dalam rumah tangga dapat

menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat

(22)

tangga merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat

tanggapan dari masyarakat dan para penegak hukum karena beberapa

alasan, pertama: ketiadaan statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak

kekerasan pada isteri dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup sangat

pribadi dan terjagaprivacynya berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan

rumah tangga (sanctitive ofthe home), ketiga: tindak kekerasan pada isteri

dianggap wajar karena hak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga,

keempat: tindak kekerasan pada isteri dalam rumah tangga terjadi dalam

lembaga legal yaitu perkawinan (Hasbianto dalam Keumalahayati, 2003).

Definisi kekerasan secara terminologi sangatlah beragam. Suatu tindakan

baru dapat dikategorikan sebagai kekerasan, jika tindakan itu membahayakan

orang lain (korban) dan dilakukan secara sengaja untuk mencelakakan

korbannya. Secara yuridis, melakukan kekerasan adalah membuat orang

menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Melakukan kekerasan itu

sendiri diartikan sebagai mempergunakan tenaga atas kekuatan jasmani

secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan senjata,

menendang, dan sebagainya (Pudji Susilowati, 2008).

Menurut PSW lAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mc Gill Project (2000)

KDRT adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang

terhadap orang lain, mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, psikologis termasuk pula ancaman perbuatan tertentu,

pemaksaan atau perampasan kemerdekaan seseorang secara

(23)

langga. Kekerasan dalam rumah langga atau dalam istilah lainnya kekerasan

domestik adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga dimana

biasanya yang berjenis kelamin laki-Iaki (suami) menganiaya secara fisik

maupun psikis pada jenis kelamin perempuan (isteri) (PSW lAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Mc Gill Project, 2000).

Tidak dapat disangkal bahwa kekerasan apapun bentuknya adalah sebuah

teror yang sengaja diciplakan oleh pelaku kekerasan untuk menimbulkan rasa

takut, was-was, serta situasi tertekan. Dibalik rasa takut dan tertekan terdapat

upaya-upaya korban untuk bertahan dari seluruh situasi teror tersebut,

bahkan terkadang upaya bertahan tersebut dapat meningkat menjadi bentuk

perlawanan.

Kepada para suami yang telah melakukan tindakan tercela, merasa puas atas

perbuatannya, sampai akhirnya karena perilaku kasar terhadap isteri yang

dilakukan terus-menerus sehingga mengakibatkan kejenuhan pada suami

dan mengatasnamakan ketidakcocokan sehingga tanpa berpikir jernih para

suami rneninggalkan begitu saja isteri dan anaknya. Hal yang seperti itulah

dapat dikalakan sebagai seorang pemimpin yang tidak bertanggung jawab

dalam rumah tangga. Jadi alangkah ironis baik isleri maupun suami yang

telah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dan paham resikonya

jika melanggar, justru malah dilakukan. Isteri diam saja ketika dianiaya fisik,

psikis, ekonomi maupun seksual. Sedangkan suami terlalu angkuh dan

semena-mena memperlakukan isteri dengan seenaknya. Hal-hal tersebut

(24)

pelaku akan sernakin lerus bertambah dari lahun ke lahun dan terkesan

bahwa seperli tidak ada fungsinya Undang-undang RI Perkawinan yang

dibual oleh pemerintah, padahal didalamnya menampung prinsip-prinsip dan

memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan

yang telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita.

Sepanjang 2008, LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan)

menerima 254 laporan kasus KORT yang terjadi di wi/ayah OKI Jakarta dan

sekitarnya. Jumlah tersebut meningkat darilaporan pada tahun 2007 yaitu 216

kasus (Ita Lismawati F.M dan Shinta Eka P, 2008).

Oi Indonesia, pada tahun 2006 ada sebanyak 22.512 kasus kekerasan

terhadap perempuan yang terlaporkan dan ditangani beberapa institusi Mitra

Komnas Perempuan di beberapa daerah di Indonesia. Kasus terbanyak

adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 16.709

kasus (74%). Oari kasus-kasus KDRT ini, 82% yang menjadi korban adalah

isleri atau perempuan, 36% kekerasan yang menimpa pada anak, dan 0,4%

kepada pembantu rumah tangga, sisanya sulit dipilah menurut jenis korban

karena menurul data yang ada kurang mendukung untuk pemilahan yang lain

(Pudji Susilowati, 2008).

Survivaladalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan

hidup. Survivalmerupakan kehidupan dengan waklu mendesak untuk

(25)

pengetahuan dalam usaha mengatur diri saat dalam keadaan darurat adalah

kunci dari survival.

Pengaturan disini adalah memelihara keterampilan dan kemampuan untuk

mengontrol sumber daya didalam diri dan kemampuan memecahkan

persoalan. Karena jika dalam pengaturannya keliru, maka bukan hanya

badan yang terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap

kemampuan untuk tetap hidup. Memahami jenis kebutuhan hidup yang

menjadi suatu prioritas akan sangat menguntungkan didalam situasisurvival.

Bagi isteri yang mengalami penganiayaan sudah seharusnya mereka tidak

harus berdiam diri saja, terpuruk dan terkekang oleh tindakan suaminya.

Tidak seharusnya mereka menderita seorang diri, tanpa diketahui orang lain

yang mungkin dapat menolongnya. Sebagaimana menurut Kirkwood dalam

Henny E Wirawan, 1999 bahwasanya isteri yang mengalami penganiayaan

harus bangkit dari keterpurukannya untuk melakukan perubahan sosial pada

dirinya dan merupakan proses aktif untuk mengubah pengaruh penganiayaan

berupa tindakan yang sifatnya aktif untuk meminimalkan, mengubah atau

membalikkan pengalaman negatif dalam hal ini pengalaman kehilangan

kekuasaan untuk memberdayakan diri. Kebebasan dari penganiayaan untuk

mengeksplorasi diri serta menemukan kemungkinan baru yang dapat

dimanfaatkan serta kemampuan untuk memahami dan menggali kebutuhan

(26)

1.2

Identifikasi masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah diatas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi sUbjek setelah berpisah dari suami?

2. Bagaimana subjek menempatkan, mengeksplorasi dan memenuhi

kebutuhannya sendiri pasca KDRT?

3. 8agaimana subjek mengaitkan kebutuhan diri dalam hubungannya

dengan orang lain pasca KDRT?

4. 8agaimana subjek mengefektifkan perubahan pada diri untuk

mengadakan perubahan sosial pasca kDRT

5. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat proses

pertahanan hidup (survival) subjek untuk keluar dari hubungan KDRT

terse but?

6. Seberapa besar peran keluarga dan lingkungan dalam membantu

subjek untuk bertahan hidup tanpa suami?

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas, lebih terarah dan untuk menghindari salah

penafsiran, maka pada penelitian ini penulis berfokus pada :

1. Pertahanan hidupsurvivalyang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kebebasan untuk keluar dari KDRT, mengoptimalkan diri untuk bisa

memahami diri, menggali kebutuhan diri dan menemukan

kemungkinan baru yang dapat dimanfaatkan setelah mengalami

(27)

2. Janda yang dimaksud adalah seorang perempuan yang sudah mampu

bertahan hidup tanpa sua mi.

1.4 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi 2(dua), yaitu:

1.4.1. Perumusan masalah secara umum, yaitu bagaimana gambaran

pertahanan hidup Hウオイカゥカ。セ janda pasca KDRT?

1.4.2. Perumusan masalah secara spesifik, yaitu :

1. Bagaimana kondisi subjek setelah berpisah dari suami?

2. Bagaimana sUbjek menempatkan, mengeksplorasi dan

memenuhi kebutuhannya sendiri pasca KDRT?

3. Bagaimana subjek mengaitkan kebutuhan diri dalam

hubungannya dengan orang lain pasca KDRT?

4. Bagaimana subjek mengefektifkan perubahan pada diri untuk

mengadakan perubahan sosial pasca KDRT?

5. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat

pertahanan hidup (survival) subjek untuk keluar dari hubungan

(28)

4.1 Tujuan dan Manfaat Penelitian

4.1.1 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

pertahanan hidup (surviva0 Janda pasca Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT).

4.1.2 Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

Dapat menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk menambah

khasanah pemikiran seorang janda dalam menjalani kehidupan pasca

kekerasan dalam Rumah Tangga pada khususnya dan pencegahan

kekerasan pad a perempuan pada umumnya. Serta dapat memberikan

manfaat sebagai pengembangan i1mu pengetahuan dalam bidang

Psikologi, khususnya Psikologi Sosial karena didalam penelitian ini

terangkum informasi-informasi positif tentang bagaimana gambaran

pertahanan hidup(surviva0 janda pasca KDRT.

b. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi kepada setiap calon suami isteri

khususnya sebagai calon isteri dalam memaknai arti sebuah

pernikahan agar kekerasan dalam Rumah Tangga tidak terjadi.

Dimana arti sebuah pernikahan dalam UU RI Perkawinan (2008)

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

(29)

yang kekal dan merupakan perjanjian yang sakral atas nama

Tuhan.

2. Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaal bagi isteri yang

mengalami KDRT dan bagi isleri yang sudah bercarai dapal

mempertahankan hidup lanpa suami dan juga dapal dijadikan

motivator unluk mengembangkan dan mengkaji lebih dalam lagi

pada penelilian selanjulnya sehingga melahirkan sebuah

pemikiran baru dalam merespon kegalauan kekerasan dalam

Rumah Tangga.

1.5 Sistematika Penulisan

Kaidah penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini, berpedoman

pada buku panduan skripsi Fakullas Psikologi UIN Syarif Hidayalullah Jakarta

(2004), dengan sislemalika sebagai berikul :

Bab I : Pendahuluan, yang lediri dari lalar belakang masalah,

idenlifikasi masalah, balasan dan rumusan masalah, lujuan

dan manfaat penelilian serta sislematika penulisan.

Bab II : Kajian puslaka, yang lerdiri dari: pertahanan diri (survival),

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), gambaran

(30)

Bab III

BablV

: Metodologi penelitian, meliputi : jenis peneltian, subjek

penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik

ana lisa data, prosedur penelitian.

Presentasi dan analisa data, yang terdiri dari : gambaran

umum subjek penelitian, analisis kasus, analisis Iintas atau

antar kasus.

Bab V : Kesimpulan yang terdiri dari diskusi dan saran.

(31)

KAJIAN PUSTAKA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan masalah sosial serius yang

kurang mendapat tanggapan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan,pertama,

KDRT memiliki ruang Iingkup yang tertutup dan terjaga ketatprivacynya

karena persoalannya terjadi dalam area intern keluarga. Kedua, KDRT

seringkali dianggap wajar karena diyakini bahwa memperlakukan isteri

sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala

rumah tangga. Ketiga, KDRT terjadi dalam lembaga yang legal yaitu

perkawinan. Kenyataan inilah yang menyebabkan minimnya respon

masyarakat terhadap keluh kesah para isteri yang mengalami persoalan

KDRT dalam perkawinannya. Akibatnya, mereka (lsteri) memendam

persoalan itu sendiri, tidak tahu bagaimana menyelesaikannya dan semakin

yakin pada anggapan yang keliru, yaitu bahwa suami memang berhak

mengontrol isterinya (Farha Ciciek, 1999).

Fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dengan adat

ketimurannya, dimana masyarakatnya lebih suka menyembunyikan dan

bungkam terhadap masalah KDRT. Hal ini disebabkan selain karena ketiga

faktor yang disebutkan diatas, juga disebabkan karena masih kuatnya kultur

yang menomor satukan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Sudah

seharusnya Isteri yang mengalami penganiayaan tidak harus berdiam diri

(32)

lain yang mungkin dapat menolongnya. Ada beberapa cara yang dapat

dilakukan terhadap para isteri yang teraniaya, diantaranya yaitu: menjalani

terapi, meneari tempat perlindungan bagi perempuan teraniaya atau

mengambil keputusan untuk meninggalkan hubungan dengan

konsekuensinya masing-masing (Farha Cieiek, 1999).

Perlindungan bagi perempuan yang teraniaya memang memberikan rasa

aman, dukungan, konseling, serta layanan langsung, tetapi mungkin tindakan

tersebut tidak dapat berlangsung lama jika hanya dilakukan sekali saja.

Bahkan di Indonesia pun perlindungan tersebut tidak dapat「・セ。ャ。ョ secara

optimal. Hal ini disebabkan karena mengingat keterbatasan sumber daya

yang handal di bidangnya serta sumber dana yang memadai. Sedangkan

keputusan untuk meninggalkan hubungan penganiayaan memang merupakan

keputusan yang pelik, karena terdapat beragam faktor yang harus

dipertimbangkan oleh isteri yang bersangkutan. Meskipun demikian,

penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang meninggalkan hubungan

penganiayaan ternyata dapat mengembangkan hubungan yang lebih positif

(33)

2.1

Pertahanan Hidup

(Survival)

2.1.1

Pengertian Pertahanan Hidup

(Survival)

SulVivalberasal dari kata survive yang berarti mampu mempertahankan diri

dari keadaan tertentu. Dalam hal ini mampu mempertahankan diri dari

keadaan yang buruk dan kritis. Sedangkan survivor adalah orang yang

sedang mempertahankan diri dari keadaan yang buruk (Arif Hamzah, 2002).

Dalam konteks kekerasan terhadap perempuan Kelly (dalam Anik, 2003)

menyebutkan bahwasUNivaladalah suatu kemampuan untuk mengatasi

suatu situasi meskipun suatu kejadian mengancam kehidupan akibat

kekerasan.

SulVival is therefore, continuing to exist after the life threatening experience that is

a

part of manginstance of sexual violence. Itis positive outcome of cop-ing and/or resistance. I use it to refer to physical sUNival, in that the women is nit killed by the man, and women's physical and emotional sUNival after the assalts. In this letter sense too, not every women sUNives some take their own live as

a

direct result of being victimized; many more experience pro-foundly negative impact on their lives, such as"mental illness". Emotional sur-vival therefore, refers to the extent to wich women arable to recons tmct their livesothat the experience of sexual violence does not have anoverwhelming and continuing negative impact on their life.

SulVivalmerupakan kelanjutan dari kehidupan setelah suatu kejadian yang

mengancam kehidupan tersebut. Biasanya banyak terjadi pada kekerasan

sesudah ini yang merupakan hasil penanggulangan positif dan atau hasil

re-sistensi. SulVivalberkaitan dengan 2 (dua) hal yakni bila perempuan yang

mengalami tindakan kekerasan tersebut dapat bertahan secara fisik atau

ti-dak, dibunuh oleh pelaku dan kebertahanan atau kelangsungan hidup

(34)

se-mua perempuan dapat bertahan, terkadang malah menjadi korban karena

ke-kerasan telah berdampak negatif bagi mereka seperti timbulnya penyakit

mental. Kelangsungan hidup emosional dengan demikian mengacu pada

ke-mampuan perempuan untuk memulihkan atau merekonstruksi berbagai

kehi-dupan sehingga pengalaman, kejadian atau kekerasan tidak memiliki dampak

negatif yang meluap dan berkelanjutan.

Dari kutipan teori survivaldi atas, maka pengertian survivaldalam kondisi

survivaltantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau psikologis

untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan

gaga-san-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan

yang pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas

menantang terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih

baik dan melakukan adaptasi efektif.

Dalam keadaansurvivaldiperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan

kebu-tuhan tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau

dampak akibat pengaruh lingkungan (Arif Hamzah, 2002).

Pertahanan hidup (survival) adalah suatu proses. Barry, Hoff, dan Stankop

mendefisinikansurvivalsebagai

"....refers to action taken first to minimize the frequency of accurance and degree of abuse." Survivaljuga bermakna, "To reverse or transform its ef-fect". "Transform the impact of abuse after the relationship have ended"

(35)

Secara umumpertahanan hidup (survival) adalah suatu proses aktif untuk

mengubah pengaruh penganiayaan setelah hubungan semacam itu berakhir.

Pertahanan hidup juga dapat diartikan penggunaan kebebasan yang sifatnya

aktif untuk meminimalkan, mengubah atau membalikkan pengalaman negatif,

dalam hal ini pengalaman kehilangan kekuasaan menjadi keterampilan untuk

memberdayakan diri. Memberdayakan diri yang dimaksud adalah kebebasan

untuk keluar dari KDRT, mengoptimalkan isteri untuk bisa memahami,

meng-gali kebutuhan diri dan mengoptimalkan diri serta menemukan kemungkinan

baru yang dapat dimanfaatkan setelah mengalami KDRT (HennyE. Wirawan, 1999).

2.1.2

DIMENSIPERTAHANAN HIDUP

Menurut Kirkwood dalam Henny E Wirawan (1999), terdapat 3 dimensi

perta-hanan hidup yang dilalui isteri untuk bertahan hidup setelah terjadi Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT), 3 dimensi yang dimaksud adalah sebagai

be-rikut:

a. Isteri dapat menempatkan, mengeksplorasi dan memenuhi kebutuhan

dirinya sendiri.

Jika dalam masa penganiayaan seorang isteri terfokus pada kebutuhan dan

harapan suami, ia harus mulai menyadari kebutuhannya. Pusat dan proses ini

adalah mengetahui bahwa isteri telah meningkatkan kontrol terhadap ruang

dan waktunya sendiri. Dengan demikian kebebasannya untuk mengeksplorasi

(36)

DaJam dimensi ini terjadi sebuah perubahan tingkah laku, dimana jika dalam

kekerasan seorang isteri hanya terfokus pada kebutuhan dan harapan suami,

maka setelah ia meninggalkan suami, ia mulai menyadari

kebutuhan-kebutuhannya. Pada dimensi ini, isteri menghadapi tantangan besar untuk

menemukan keinginan-keinginan dan harapan-harapan dalam hidupnya serta

berusaha mengeksplorasi bagaimana mereka memenuhi harapan dan

keinginan tersebut yang selama ini mereka abaikan. Pada dimensi ini isteri

akan meneoba eara hidup baru dan meneari bantuan dari orang-orang yang

mendukungnya . Perempuan akan melakukan kegiatan-kegiatan yang mereka

inginkan yang dulu tidak bisa mereka lakukan, seperti bekerja atau berlibur

dan menikmati waktu luang dengan hobi-hobi tertentu. Mereka juga

malakukan perubahan yang radikal dalam berpakaian atau model rambut

untuk mengekspresikan kreatifitas dan individualitas yang selama ini tidak

mampu diaktualisasikan.

Dengan melakukan hal-hal yang mereka inginkan, identitas diri dan rasa

pereaya diri akan perlahan-Iahan muneul pada diri mereka. Perempuan akan

merasa diri mereka kompeten ketika mereka berhasil meneiptakan sesuatu

yang diinginkan. Pusat dari proses ini adalah mengetahui bahwa isteri telah

meningkatkan kontrol terhadap ruang dan waktunya sendiri. Dengan memiliki

ruang dan waktu sendiri sehingga mereka dapat terfokus pada keinginan diri

sendiri. Ini merupakan proses untuk membangun kembali respon terhadap

keinginan mereka sendiri yang merupakan pusat atau hal utama untuk

(37)

b. lsteri mulai mengaitkan kebutuhannya sendiri dalam hubungannya

dengan orang lain.

Pada saat isteri mengetahui dan bertindak untuk memenuhi harapan tentang

bagaimana ia meningkatkan kehidupannya dimasa depan. iapun akan

dihadapkan pada bagaimana perubahan ini mempengaruhi hubungannya

dengan orang lain.

Pada dimensi ini. perempuan menegaskan pentingnya keinginan mereka

dalam satu hubungan. karena dalam hubungan terdahulu mereka telah

mengingkari pentingnya kebutuhan-kebutuhan mereka. Perempuan menjadi

lebih asertif (waspada) dalam berbagai hubungan. seperti dengan lawan

jenis. ia kan terlihat lebih aktif untuk mencegah keterlibatannya dengan

penganiaya baru. Jika pasangan barunya bertindak agresif atau melakukan

kekerasan. maka ia kan menegaskan bahwa ia tidak menerima tindakan

seperti itu. Interaksinya dengan orang lain merefleksikan pertumbuhan harga

diri dan pengetahuan tentang harapan-harapan yang dimilikinya.

Sedangkan didalam hubungannya dengan keluarga. isteri mulai membentuk

ulang hubungannya untuk mengakomodasikan penghargaan yang lebih

mendalam tentang harapan dan keinginannya. Misalnya jika ibunya berusaha

membantunya dengan cara yang terlalu banyak campur tangan (misalnya

menanyakan bagaimana ia mampu membesarkan anaknya, menyarankan

agar ia jangan tinggal sendiri). maka ia kan mengemukakan

keinginan-keinginannya secara jelas pada ibunya bahwa ia ingin membesarkan

(38)

Sementara, dalam hubunganya dengan teman, ia kan lebih aktif dan terbuka

dalam menetapkan tipe tingkah laku apa yang ingin atau tidak ingin

diterimanya. Dalam hubungannya dengan anak, isteri akan dihadapkan pada

2 (dua) kebutuhan, yaitu antara waktu untuk diri sendiri dan kewajiban untuk

memberikan perhatian pada anak. Isteri akan berusaha menyeimbangkan

kedua kebutuhan tersebut dengan tetap memenuhi keinginan-keinginan

sendiri tanpa melupakan perhatian pada anak. Terkadang jika isteri

mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, maka akan

diambil tindakan yang ekstrim, yaitu melibatkan ayah si anak atau

membiarkan anak untuk memutuskan apakah ia kan tinggal dengan ibunya

atau ayahnya.

c. Isteri mulai mengefektifkan perubahan pada dirinya untuk mengadakan

perubahan sosial dalam masyarakat.

Dewasa ini masalah isteri yang dianiaya sudah menjadi masalah sosial, jadi

tidak sekedar merupakan masalah individual. Beberapa tindakan yang dapat

dilakukan untuk mengadakan perubahan sosial, yaitu bekerja pada organisasi

yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan dan menawarkan

bantuan pada teman yang teraniaya atau menyumbangkan pengetahuan

pada masyarakat tentang penganiayaan dengan bertindak sebagai model

peran bagi orang lain sekaligus menyuarakan pengalaman pribadinya

Dengan cara ini, perempuan mencoba terlibat secara aktif menyuarakan pada

masyarakat banwa kekerasa terhadap perempuan itu adalah masalah yang

perlu penanganan serius. Selain itu juga, ia dapat menentang stereotip yang

(39)

tentang pengalaman pribadinya dan pengalaman meninggalkan pasangan

penganiaya. la pun juga dapat bertindak sebagai model peran bagi isteri lain

yang sedang berjuang melawan penganiayaan.

Dengan cara-cara tersebut diatas ia memang akan berulang kali merasakan

sakitnya pengalaman, karena upayanya untuk terlibat secara efektif dengan

memberikan dukungan sepenuhnya pada isteri yang mengalami situasi dan

kondisi yang hampir sama atau sewaktu mencaritakan pengalaman pribadi

pada mereka. Namun, dengan bekerja pada organisasi yang menangani

masalah kekerasan terhadap perempuan atau memberikan bantuan kepada

perempuan yang mengalami kekerasan, hal ini memampukan mereka untuk

berjuang bertahan hidup dan melanjutkan proses survivaltersebut.

Selain itu, juga memberikan kesempatan untuk mengubah pengalaman

kekarasan menjadi keterampilan dan kebijaksanaan karena mereka telah dan

sedang melalu proses untuk meninggalkan hubungan tersebut. Mereka juga

mengetahui bagaimana rasanya pada awal meninggalkan hubungan

kekerasan itu, sehingga mereka dapat memberikan informasi, empati,

dukungan dan nasehat dari pengalama pribadi mereka. Karena isteri lain

yang mengalami krisis identitas diri dan rasa percaya diri yang rendah.

Menghadapi pengalaman perempuan lain, membawa mereka selalu pada

pengalam pribadi tetapi dengan menggunakanpersonal insightdari

mendengar pengalaman-pengalaman itu dapat meningkatkan efektifitas dari

partisipasi mereka pada organisasi yang menangani kekerasan pada

perempuan. Tetapi untuk tumbuh dan berubah dukungan dan kesempatan

(40)

2.1.3

Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pertahanan Hidup (Survival) isteri pasca KDRT

Menurut Kirkwood, Sejumlah faktor yang menjadi pendukung maupun

penghambat proses pertahanan hidup isteri yang mengalami penganiayaan.

Media, reaksi ternan dan keluarga merupakan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi usahanya untuk bertahan hidup setelah melewati periode

kekerasan dari suami (Henny, 1999).

Media (dalam hal ini film, talk show, di televisi, komedi situasi atau iklan,

artikel surat kabar, tabloid dan majalah, merupakan salah satu faktor kuat

yang menyuarakan kesan masyarakat pada umumnya tentang kekerasan

terhadap perempuan (isteri). Isteri yang telah mengakhiri hubungan yang

penuh dengan kekerasan, umumnya ingin memperoleh perspektif mengenai

pengalamannya. Tetapi adakalanya mereka disudutkan oleh artikel atau

program yang membahas isu kekerasan isteri atau hubungan kekerasan.

Banyak sekali kabar dari media masa maupun elektronik yang

mengungkapkan kekerasan terhadap isteri, kasus Manohara dan kasus Cici

Paramida contohnya. Selama ini pemberitaaan media masa cenderung

membuat para isteri korban kekerasan menjadi korban kembali (reviktimisasi)

melalui perspektif pemberitaan yang mengupas habis segala sesuatu tantang

korban.

Reaksi ternan dan keluarga yang dapat menerima alasan mengapa isteri yang

(41)

tersebut untuk membangun ulang harga diri dan identitas dirinya dalam

rangka melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Menurut Matlin, pada

prinsipnya para isteri yang mengalami kekerasan tersebut, membutuhkan

orang-orang untuk menggali dan memahami pengalaman yang baru saja

dialami. Namun, umumnya, ternan dan keluarga lebih menerima citra media

mengenai nilai-nilai umum pemikahan dan hubungan heteroseksual (Henny,

1999).

r

perpustZセM

UTAMA

1

UIN SYAHID JAKARTA

Kebanyakan orang cenderung menyangsikan keterangan dari isteri yang

mengalami penganiayaan, karena bukti yang tidak tertihat secara nyata.

Justru masih ada orang yang menekan isteri yang teraniaya untuk

mengadopsi nilai yang bertolak belakang dengan pengalamannya. Selain itu,

kekerasan terhadap isteri akan menimbulkan aib bagi keluarga sehingga

harus ditutupi. Akibatnya masalah yang ada semakin diperparah, tidak hanya

penolakan orang lain saja, tetapi juga emosi yang ditampilkannya tidak tepa!.

Tidak mengherankan jika banyak para isteri yang mengalami kekerasan

sering merasa bahwa orang lain tidak memahaminya sehingga mereka akan

cenderung tertutup dan tidak bersedia menemui orang lain.

2.2

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT )

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagai tingkah laku sosial menyimpang

yang terjadi dalam Jingkungan yang lebih sempit (rumah) dalam kenyataannya

susah untuk dipantau, apalagi untuk diselesaikan. Korbannya dan pelakunya

selalu jelas. Isteri atau anak-anak, korban kekerasan suami atau ayah. Tidak

(42)

tidak memilih korban dan pelaku. Kaum inteJektuaJ atau terpeJajar, maupun

orang berpendidikan rendah. Kepastian yang dapat dicatat bahwa korban

terbanyak adalah di pihak isteri dan anak-anak dan selalu mengalami

pengulangan dan tanpa penyelesaian yang pasti (Keumalahayati, 2003).

Kekerasan secara sederhana dapat diartikan sebagai ketidaknyamanan yang

dialami seseorang. Kekerasan yang menimpa perempuan umumnya karena

perbedaan gender. Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual,

dan kekerasan yang berdimensi ekonomi yang dalam UU PKDRT disebut

sebagai penelantaran. Kekerasan fisik menunjuk pada serangan terhadap

kondisi fisik seseorang. Misalnya pemukulan, penganiayaan, pembunuhan.

Kekerasan psikis merujuk pada serangan terhadap kondisi mental seseorang.

Misalnya merendahkan, menghina, memojokkan, menciptakan

ketergantungan, pembatasan aktivitas, ancaman. Kekerasan seksual

mengarah pada serangan atas alat-alat kelamin, seksual atau reproduksi.

Misalnya pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual tertentu,

perkosaan, perbudakan seksual (Pudji Susilowati, 2008).

Di Indonesia, pada tahun 2006 ada sebanyak 22.512 kasus kekerasan

terhadap perempuan yang terlaporkan dan ditangani beberapa institusi Mitra

Komnas Perempuan di beberapa daerah di Indonesia. Kasus terbanyak

adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 16.709

kasus (74%). Dari kasus-kasus KDRT ini, 82% yang menjadi korban adalah

isteri atau perempuan, 3,6% kekerasan yang menimpa pada anak, dan 0,4%

(43)

karena menurut data yang ada kurang mendukung untuk pemilahan yang lain

(Pudji Susilowati, 2008).

Definisi kekerasan secara terminologi sangallah beragam. Suatu tindakan

baru dapat dikategorikan sebagai kekerasan, jika tindakan itu membahayakan

orang lain (korban) dan dilakukan secara sengaja untuk mencelakakan

korbannya. Secara yuridis, melakukan kekerasan adalah membuat orang

menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Melakukan kekerasan itu

sendiri diartikan sebagai mempergunakan tenaga atas kekuatan jasmani

secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan senjata,

menendang, dan sebagainya (Pudji Susilowati, 2008).

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagaimana yang tercantum dalam UU

Penghapusan KDRT No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam Iingkup rumah

tangga. Maraknya kekerasan erat kaitannya dengan sifat agresif makhluk

hidup, termasuk manusia untuk mempertahankan diri agar bisa survive.

Disamping itu, エ・セ。、ゥョケ。 kekerasan mempunyai akar yang kuat pada pola

pikir materialisme dan sikap egois, sehingga kekerasan telah terjadi

dimana-mana, baik dalam masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan.

Kekerasan terhadap sesama manusia seakan tidak mengenal batas ruang

(44)

terjadi dalam ruang domestik (rumah tangga). Pelaku kekerasan dalam rumah

tangga didominasi oleh laki-Iaki, baik suami terhadap isteri maupun ayah

terhadap anak-anaknya (La Jamaa dan Hadidjah, 2008).

Kekerasan menurut John Galtung dalam Windu Warsan (1992) adalah suatu

perlakuan yang menyebabkan realitas aktual seseorang ada di bawah realitas

potensial. Artinya ada sebuah situasi yang menyebabkan segi kemampuan

atau potensi individu menjadi tidak muncul. Ketika mengacu kepada konsep

kekerasan paling tidak ada empat hal yang menjadi ukuran dasar kekerasan,

yaitu : ada pihak yang dirugikan, ada unsur kesengajaan, pelaku kekerasan

merasa superior, adanya kerusakan.

Semua bentuk kekerasan, baik verbal maupun non verbal dapat dilakukan

oleh seseorang atau sekelompok terhadap seseorang atau sekelompok orang

lain, sehingga dapat menyebabkan efek negatif secara fisik emosional dan

psikologis terhadap orang lain yang menjadi tUjuannya atau sasarannya.

Perilaku kekerasan dapat terjadi di mana saja, di tempat umum, di sekolah, di

kantor, dan di rumah bahkan di tempat yang seolah-olah tidak mungkin terjadi

kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga tentu berbeda dengan kekerasan

di tempat-tempat lain, baik itu pelaku, faktor-faktor penyebab, proses

pembentukan kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan maupun intensitasnya

(Windu Warsan, 1992).

Tindakan kekerasan pada isteri dalam rumah tangga merupakan masalah

(45)

dan para penegak hukum karena beberapa alasan, pertama: ketiadaan

statistik kriminal yang akurat, kedua: tindak kekerasan pada isteri dalam

rumah tangga memiliki ruang Iingkup sangat pribadi dan terjagaprivacynya

berkaitan dengan kesucian dan keharmonisan rumah tangga(sanctitive of the

home), ketiga: tindak kekerasan pada isteri dianggap wajar karena hak suami

sebagai pemimpin dan kepala keluarga, keempat: tindak kekerasan pada

isteri dalam rumah tangga terjadi dalam lembaga legal yaitu perkawinan

(Hasbianto, 1996).

Kekerasan terhadap isteri dalam keluarga tidak terjadi secara berdiri sendiri,

pola hUbungan kekuasaan suami terhadap isten juga mempengaruhi tindakan

kekerasan. Kekuasaan yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk

mempengaruhi orang lain agar sesuai dengan tindakan yang dikehendakinya.

Pada posisi inilah seorang isten akan menjadi sasaran kekerasan suami,

terutama apabila tidakエ・セ。、ゥ keseimba09an baru yang disepakati oleh semua

pihak yang terlibat, maka terjadilah perubahan sistem kekuasaan (Soerjono

Soekanto, 2002).

Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan

bersifat otonom, sehi09ga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari

jangkauan kekuasaan publik. Campur tangan terhadap kepentingan

masing-masing rumah ta09ga merupakan perbuatan yang tidak pantas, sehi09ga

timbul sikap pembiaran (permissiveness) berlangsungnya kekerasan di dalam

(46)

Sebenarnya kekerasan dalam rumah tangga dapat menimpa siapa saja, ibu,

bapak, anak, bahkan pembantu rumah tangga. Man tetapi, kebanyakan

korban kekerasan dalam rumah tangga adalah isteri. Biasanya hal ini terjadi

jika hubungan antara korban dan pelaku tidak setara, lazimnya si pelaku

kekerasan mempunyai status dan kekuasaan yang lebih besar, baik dari segi

ekonomi, kekuasaan fisik maupun status sosial dalam keluarga. Karena posisi

khusus yang dimilikinya tersebut, maka pelaku kerapkali memaksakan

kehendaknya untuk diikuti oleh orang lain. Dan demi mencapai keinginannya

tersebut, pelaku kekerasan akan menggunakan segala cara bahkan tidak

segan-segan untuk melukai korban (Farha Ciciek, 1999).

Menurut Soerjono Soekanto (2002) dikatakan secara psikologi tindak

kekerasan pada isteri dalam rumah tangga menyebabkan gangguan emosi,

kecemasan dan depresi. Kekerasan terhadap isteri dalam keluarga tidak

terjadi secara berdiri sendiri, pola hubungan kekuasaan suami terhadap isteri

juga mempengaruhi tindakan kekerasan. Kekuasaan yang dimaksud adalah

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar sesuai dengan

tindakan yang dikehendakinya. Pada posisi inilah seorang isteri akan menjadi

sasaran kekerasan suami, terutama apabila tidak terjadi keseimbangan baru

yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat, maka terjadilah perubahan

sistem kekuasaan.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah

tangga di mana biasanya yang berjenis kelamin laki-Iaki menganiaya secara

(47)

termasuk dalam lingkup rumah tangga antara lain, suami, isteri, orang tua dan

anak-anak, orang-orang yang mempunyai hubungan darah, orang-orang yang

bekerja membantu kehidupan rumah dan orang yang hidup bersama dengan

korban atau mereka yang pernah atau masih tinggal bersama (PSW lAIN

Syarif Hidayatullah dan Mc Gill Project, 2000).

Dari beberapa definisi mengenai KDRT, dapat disimpulkan bahwa pengertian

KDRT adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami

terhadap isteri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan

ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam

rumah tangga atau keluarga

2.2.1 GEJALA-GEJALA KEKERASAN TERHADAP ISTERI

Adapun gejala-gejala kekerasan terhadap isteri yaitu gejala-gejala isteri yang

mengalami kekerasan menurut Pudji Susilowati, (2008) yaitu :

1. Merasa rendah diri,

2. Cemas,

3. Penuh rasa takut,

4. Sedih,

5. Putus asa,

6. Terlihat lebih tua dari usianya,

7. Sering merasa sakit kepala,

8. Mengalami kesulitan tidur,

9. Mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya,

(48)

11. Nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas.

Jika para isteri mengalami gejala-gejala yang telah disebutkan di atas, maka

harus disadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak

kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat

dipastikan ( Pudji Susiiowati, 2008 ).

2.2.2

SENTUK-SENTUK KDRT TERHADAP ISTERI

Kekerasan bukan hanya kekerasan fisik saja seperti pemukulan atau

tendangan, akan tetapi dapat berbentuk sangat halus dan tidak dapat dilihat

dengan kasat mata seperti kecaman, kata-kata yang meremehkan dan

sebagainya. Bahkan bahasa tubuh yang mempunyai makna

mendiskriminasikan, menghina, menyepelekan atau makna lain yangberarti

kebencian adalah termasuk kekerasan. Paling tidak terdapat lima kategori

bentuk kekerasan dalam rumahtanggayaitu : fisik, emosionallpsikologis,

seksual, ekonomi dan sosial (Pudji Susiiowati, 2008).

Kekerasan fisik biasanya dapat berakibat langsung dan dapat di lihat dengan

kasat mata, seperti adanya memar di tubuh atau goresan luka. Sedangkan

kekerasan emosional atau psikologis tidak dapat menimbulkan akibat

langsung, namun dampaknya bisa membuat si korban merasa trauma dan

putus asa apabiia kejadian tersebut berlangsung secara berulang kali.

Kekerasan emosionalyang dimaksud seperti penggunaan kata-kata kasar

(49)

membanding-bandingkan isteri dengan orang lain dan mengatakan bahwa isteri tidak becus

dalam menjalankan tugasnya dan sebagainya (Diah Widya Ningrum, 2007).

Dari pemetaan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan dapat diketahui

bahwa pengalaman kekerasan perempuan Indonesia sangat pasif

penyebarannya dan mengambil bentuk yang beragam. Kekerasan tersebut

terjadi baik didalam keluarga, ditengah masyarakat. Koman kekeran terhadap

perempuan tidak hanya mengalami penderitaan fisik, psikologis atau seksual

tetapi juga terampas kemerdekaan dan teraniaya kemanusiaannya. Sentuk

kekerasan tersebut dapat diidentifikasi bukan hanya kekerasan fisik, tetapi

bisa berbentuk sangat halus dan tidak kasat mata, seperti kecaman, kata-kata

yang meremehkan, dan sebagainya (La Jamaa dan Hadidjah, 2008).

Adapun tindak kekerasan terhadap isteri dalam rumah tangga Menurut La

Jamaa dan Hadidjah (2008) dibedakan ke dalam 4 (empat) macam,

diantaranya yaitu :

1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh

sakit atau luka berat bahkan menyebabkan kematian (UU RI tentang

Perkawinan, 2008).

Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan fisik diantaranya yaitu :

1.1 Kekerasan fisik berat, berupapenganiayaan berat seperti

menendang, memukul, menyundut rokok, melakukan percobaan

pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lainyang

(50)

tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban atau

luka yang sulit disembuhkan atau bahaya lainnya yang

menimbulkan bahaya kematian.

1.2 Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menjambak,

mendorong, dan perbuatan lainnyayang mengakibatkan cedera

ringan, yakni rasa sakit dan luka fisikyang tidak masuk dalam

kategori berat.

1.3 Melakukan repitisi (pengulangan) kekerasan fisik ringan dapat

dimasukkan kedalam jenis kekerasan berat.

2. Kekerasan psikologisIemosional

Kekerasan psikologis yaitu perbuatanyang mengakibatkan ketakutan,

hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,

rasa tidak berdaya, danlatau penderitaan psikis berat pada seseorang

(UU RI Perkawinan, 2008).

Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional

adalah penghinaan, komentar-komentaryang menyakitkan atau

merendahkan harga diri, mengisolir isteri dari dunia luar, mengancam

atau,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan

isteri s€!makin tergantung pada suami meskipun suaminya telah

membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat

(51)

Bentuk-bentuk KDRT psikologis 1 emosional terhadap isteri dalam

La Jamaa dan Hadidjah (2008), adalah sebagai berikut :

1. Kekerasan Psikis berat, berupa tindakan pengendalian,

manipulasi eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan

penghinaan, dalam bentuk pelanggaran, pemaksaan, dan isolasi

sosial (tindakan atau ucapan yang merendahkan atau

menghina, kekerasan atau ancaman kekerasan fisik, seksual,

ekonomis, psikologis yang masing-masingnya bisa

mengakibatkan penderitaan psikis berat, yaitu gangguan tidur,

gangguan makan atau ketergantungan obat, gangguan stress

pasca trauma, gangguan fungsi berat (seperti tiba-tiba lumpuh

atau buta tanpa indikasi medis), depresi berat, dan bunuh diri.

2. Kekerasan Psikis ringan, berupa tindakan pengendalian,

manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan

penghinaan, dalam bentuk pelanggaran, pemaksaan, dan isolasi

sosial (tindakan atau ucapan yang merendahkan atau

menghina, kekerasan atau ancaman kekerasan fisik, seksual,

ekonomis, psikologis yang masing-masingnya mengakibatkan

penderitaan psikis ringan, yaitu ketakutan dan perasaan terteror,

rasa tidak berdaya, hilangnya ras percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur, gangguan makan,

gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya sakit kepala, gangguan

(52)

3. Kekerasan seksual

Kekersan seksual sebagaimana yang disebutkan dalam UU RI tentang

Perkawinan, pasal 8 UU RI Nomor 23 tahun 2004 yaitu pemaksaan

hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang menetap dalam

Iingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan seksual

terhadap salah seorang dalam Iingkup rumah tangganya dengan oang

lain untuk tujuan komersial danlatau tujuan tertentu. Kekerasan

seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa

isten untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak

wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual isteri.

4. Kekerasan ekonomi

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahaI menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan

atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dan kekerasan jenis

ini adalah tidak memberi nafkah isteri, bahkan menghabiskan uang

isteri

2.2.3

PENYEBAB KDRT TERHADAP ISTERI

Kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) pada isteri tidak akan terjadi jika

tidak ada penyebabnya. Di negara kita, Indonesia, kekerasan pada

perempuan merupakan salah satu bUdaya negatif yang tanpa disadari

(53)

Menurut Suryadi dan Handayani dalam La Jamaa dan Hadidjah (2008)

beberapa faktor pencetusエ・セ。、ゥョケ。 kekerasan diantaranya yaitu :

a. Faktor masyarakat, diantaranya kemiskinan; urbanisasi yang terjadi

disertai kesenjangan pendapatan diantara penduduk kota; masyarakat

keluarga ketergantuan obat; Iingkungan dengan frekuensi kekerasan

dan kriminalitas tinggi.

b. Faktor keluarga, diantaranya adanya keluarga sakit yang

membutuhkan bantuan terus menerus seperti anak yang kelainan

mental; kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencinta dan

menghargai, serta tidak menghargai peran isteri; kurang ada

keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga; sifat

kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.

c. Faktor individu, diantaranya isteri single, sudah bercerai, ingin bercerai;

isteri yang berumur 17"28 tahun; ketergantungan obat atau alkohol

atau riwayat ketergantungan kedua zat tersebut; isteri yang sedang

hamil; mempunyai partner yang memiliki cemburu berlebihan.

2.2.4

DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ISTERI

Menurut La Jamaa dan Hadidjah, 2008, setiap korban kekerasan akan

mengalami suasana teror yang membekaskan akibat traumatik bagi

korbannya yang akan dialami baik pada saat kekerasan terjadi maupun

sesudahnya. Sehingga kalaupun korban berhasil keluar dari cengkeraman

kekerasan itu namun trumanya masih membekas. Menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa biaya pengobatan terhadap

(54)

(isteri) yang mengalami kekerasan akan kehilangan 50% produktivitasnya.

Begitu pula dampaknya pada generasi mendatang, anak-anak yang tumbuh

dilingk

Gambar

Gambaran Pertahanan Hidup (Survival) Janda Pasca
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Gambaran Umum Subjek
Gambaran Kasus

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah deskripsi HOTS peserta didik setalah diterapkannya model PBL yaitu: (1) HOTS peserta didik berada di bawah rata-rata tingkat standar

Probex merupakan model pembelajaran dimana guru berperan menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu

Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian ini adalah 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% dimana pada konsentrasi tersebut hasil zona hambat ekstrak aur bunga dan daun kecombrang

One approach that has seen a steady rise in popularity in recent years is the introduction of service virtualization as a means for development teams to regain control over

Gejala-gejala tersebut telah dipelajari sebelumnya oleh Newton sehingga menghasilkan Hukum II Newton, yang menyatakan bahwa jika resultan gaya yang bekerja pada suatu benda

3 Februari,dengan berlakunya peraturan baru bahwa Fakultas Hukum tidak lagi mengenal jurusan, tetapi lebih pada program kekhususan, maka dengan Surat Keputusan

Ini disebabkan membudidayakan ikan hias dapat memberikan nilai ekonomis walaupun hanya dilakukan dilahan sempit dengan jumlah air terbatas (Lesmana dan Damawan,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “ Meningkatkan Kemampuan naturalis anak melalui pemanfaatan lingkungan alam sekitar “. B.