commit to user
TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO
DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG
DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun oleh
CORRY AGUSTIN. AM
C0206013
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO
DALAM NASKAH LAKON “
KELUARGA YANG
DIKUBURKAN
” KARYA AFRIZAL MALNA
Disusun oleh
CORRY AGUSTIN. AM
C0206013
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Drs. Hanindawan
NIP 195912041991031002
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag.
commit to user
iii
TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO
DALAM NASKAH LAKON “
KELUARGA YANG
DIKUBURKAN
” KARYA AFRIZAL MALNA
Disusun oleh
CORRY AGUSTIN. AM
C0206013
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada tanggal………..
Jabatan Nama Tanda Tangan
1. Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag NIP 196206101989031001
2. Sekretaris Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum NIP 196412311994032005
3. Penguji I Drs. Hanindawan
NIP 195912041991031002
4. Penguji II Dra. Murtini, M. S.
NIP 195707141983032001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Corry Agustin. AM
NIM : C0206013
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan
commit to user
v
MOTTO
· Hidup bukan untuk mengeluh dan mengaduh (W.S Rendra)
· Keberhasilan adalah kemampuan untuk tegak berdiri setelah
terjatuh.
· Kata “berhasil” yang muncul sebelum kata “kerja keras” hanya ada
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini, penulis persembahkan untuk:
Bapak dan Ibu (Almh.) yang telah memberikan kehidupan bagiku.
Adikku, Asnia tempatku berbagi.
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan kemudahan bagi hamba-Nya sehingga skripsi
berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “Keluarga
yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna bisa diselesaikan meskipun ada
halangan dan rintangan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan
mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka
dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
3. Drs. Hanindawan selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang
dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi
ini dapat selesai.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan ilmu kepada
commit to user
viii
5. Segenap staf perpustakaan dan tata usaha yang telah membantu penulis dalam
melengkapi syarat-syarat ujian skripsi untuk menjadi sarjana sastra.
6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
7. Budi “Bodot” Riyanto, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah “Keluarga
yang Dikuburkan”
8. Keluarga di rumah, bapak, ibu (Almh.), dan adik “gendut” Asnia atas doa dan
dorongannya.
9. Lelakiku, yang menemani setiap hari dan dengan sabar menghadapi
perempuan manja (Elang Firdaus Rahayu Kurniawan, akan tiba saatnya nanti
ada).
10.Teman-teman Sasindo 2006, teman-teman seperjuangan yang telah
memberikan sesuatu untuk dikenang, Rike, Toto, Lia, Brigita, Dimmy, Apin,
Dian, Yuyun, Hafidz, Ina, Nurul, Tiara, Ririn, Rohmah, Mila, Wendi “Babe”,
Farida, Taqwa, Yan-yan, Adit, Aji, Amel, Ayum, Toni, Widya, dan
teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan semangat dan dorongan agar diselesaikannya skripsi ini.
11.Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak kenangan. Ayot,
Mama, Gondes, Mas Uli, Mas Andri, Jambrong, Adis, Bre, Fina “Kencit’,
Suryo, Pakdhe, Dewinta, Desi, Kiki, Mbak Atha, terimakasih atas celoteh
kalian setiap hari. Tak lupa para sesepuh Tesa Mas Ma, Pak Bas, Kung Tabah,
Lek Bodot, Mas Janta, Mbak Frides, Mbak Amee, Mbak Wiwin, Mas Pele,
commit to user
ix
dan mendampingi perjalanan hidup Tesa, serta semua keluarga besar Teater
Tesa yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
12.Keluarga besar Mbah Abu, Bulik Ut, Budhe Sri, Pakde Mukhsin, Mas Nur,
Mas Iqbal, Mbak Norma dan Raihan kecil, terimakasih untuk terus
mengingatkan menyelesaikan skripsi ini dan pesan-pesan untuk hari esok.
13.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan
kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya.
Surakarta, Agustus 2010
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR GAMBAR... xiii
ABSTRAK... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A Latar Belakang Masalah ... 1
B Pembatasan Masalah ... 6
C Rumusan Masalah... 6
D Tujuan Penelitian... 7
E Manfaat Penelitian... 7
F Sistematika Penulisan... 7
commit to user
xi
A Penelitian Terdahulu…..…... 10
B Kajian Pustaka…..……… 12
C Kerangka Pikir... 23
BAB III METODE PENELITIAN... 25
A. Metode Penelitian... 25
B. Objek Penelitian ... 25
C. Sumber Data dan Data …………... 26
D. Teknik Pengumpulan Data... 26
E. Teknik Analisis Data... 27
BAB IV ANALISIS... 29
Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto... 29
a. Menentukan Nada Dasar………... 34
b. Menentukan Casting/Pemeranan………... 39
c. Latihan………..………... 43
d. Tata dan Teknik Pentas………... 77
e. Menguatkan atau Melemahkan Scene………. 106
f. Menciptakan Aspek Laku………..…. 122
g. Mempengaruhi Jiwa Pemain……… 124
h. Koordinasi……… 127
BAB V PENUTUP... 129
A. Simpulan... 129
B. Saran... 130
commit to user
xii
LAMPIRAN...
A. Wawancara………... 134
B. Pamflet Pertunjukan……….. 137
C. Biografi Sutradara... 138
D. Artikel Pendukung... 140
E. Biografi Teater Tesa………..……... 141
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar blocking 1……….. 55
Gambar blocking 2……… 56
Gambar blocking 3……… 57
Gambar blocking 4……… 58
Gambar blocking 5……… 59
Gambar blocking 6……… 60
Gambar blocking 7……… 61
Gambar blocking 9………. 63
Gambar blocking 10……….. 64
Gambar blocking 11……… 65
Gambar blocking 12……… 66
Gambar blocking 13……….. 67
Gambar blocking 14……… 68
Gambar blocking 15………. 69
commit to user
xiv
Gambar blocking 17………... 71
Gambar tata panggung ……… 79
Gambar tata ruang……… 81
Gambar set lampu……… 83
Gambar set lampu spesial Basuki……… 84
Gambar set lampu jalan raya……… 86
Gambar set lampu surat wasiat……… 87
Gambar tata rias Basuki……….. 91
Gambar tata rias Budi ………. 93
Gambar tata rias Iwan ……… 94
Gambar tata busana Basuki………... 96
Gambar tata busana Krima 1………. 97
Gambar tata busana Krima 2………. 98
Gambar tata busana Budi 1.……… 99
Gambar tata busana Budi 2………... 99
Gambar tata busana Budi 3……… 100
Gambar tata busana Doni 1.……… 101
commit to user
xv
Gambar tata busana Iwan………. 103
Gambar tata busana Sekar 1……… 104
Gambar tata busana Sekar 2……….. 104
Gambar adegan Doni mencukur rambut Basuki……… 110
Gambar adegan Doni dan Budi………. 112
Gambar adegan monolog Budi……… 114
Gambar adegan Budi dan Sekar………….………. 116
Gambar adegan Doni, Budi dan Sekar……… 117
Gambar adegan monolog Iwan……… 118
Gambar adegan jalan raya………….……….. 119
Gambar adegan Iwan dan Basuki……… 121
commit to user
xvi
ABSTRAK
Corry Agustin AM. C0206013. 2010. Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penelitian ini membahas bagaimana teknik penyutradaran Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna?
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan teknik-teknik penyutradaraan Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah proses penyutradaraan dari awal hingga pertunjukan naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” karya Sam Shepard. Adapun data untuk penelitian ini adalah teknik-teknik yang dilakukan oleh Budi Riyanto dari bulan Desember 2006 sampai November 2007 berkenaan dengan tugasnya sebagai seorang sutradara yang menyutradarai naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan bentuk visualisasi pertunjukannya. Didukung data yang berupa artikel-artikel yang berhubungan dengan teater secara umum, ataupun artikel yang memuat pementasan tersebut, juga data-data lain berupa wawancara, buku-buku, majalah, dan artikel-artikel cyber dari internet. Teknik yang digunakan adalah (1) teknik pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam penelitian. (2) teknik observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan. Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam penelitian.
Berdasarkan analisis yang telah di sampaikan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi.
commit to user
xvii
menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah interpretasi penonton.
Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. aktor yang ikut dalam proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses bersama Teater Tesa maupun baru (mahasiswa baru). Setiap aktor memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Penyutradaraan merupakan hal yang berhubungan dengan proses yang
dilakukan dari awal hingga tampilnya sebuah pementasan diatas panggung.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyutradaraan adalah proses, cara,
perbuatan menyutradarai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan seni peran.
(http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=penyutradaraan). Orang yang
menyutradarai suatu seni peran adalah orang yang sudah cukup berpengalaman
dibidangnya. Sebuah penyutradaraan dilakukan oleh orang yang disebut sebagai
sutradara.
Sutradara adalah orang yang membawa sebuah naskah drama ke atas
panggung dengan menafsirkan naskah tersebut dan memvisualisasikan ke dalam
seni garap teater secara utuh. Seorang sutradara merupakan sosok yang sangat
penting dalam sebuah proses penggarapan drama.
Dalam sebuah proses penggarapan, seorang sutradara bertugas untuk
mengatur dan mengarahkan segala sesuatu yang kemudian akan diwujudkan
secara visual diatas panggung. Menurut Nano Riantiarno dalam sebuah esainya
“Sutradara adalah suatu jabatan yang banyak mengandung resiko dan harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sutradara wajib memberikan
instruksi-instruksi. Semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah
sebuah instruksi yang penuh dengan pertimbangan dan perhitungan” (Tommy. F
commit to user
haruslah memiliki sebuah pemahaman yang matang pada sebuah naskah drama
yang digarapnya, hal ini karena semua instruksi yang keluar dari seorang
sutradara adalah pemahaman yang ditangkap oleh sutradara dari teks suatu naskah
yang dibacanya.
Hasanudin W.S berpendapat bahwa “Sutradara adalah seseorang yang
mengkoordinir dan mengarahkan segala unsur pementasan drama (pemain dan
property), memberikan penafsiran pokok atas naskah, dan hal-hal lainnya, dengan
kecakapannya sehingga mencapai suatu pementasan seni pertunjukan drama”
(Hasanudin W.S, 2009: 198).
Seorang sutradara adalah seorang seniman atau pekerja seni yang bertugas
untuk mengkoordinasi suatu proses penggarapan dari naskah lakon yang
dipilihnya. Sutradara juga bertanggung jawab penuh atas sebuah pertunjukan dari
awal proses hingga naskah tersebut ditampilkan di atas panggung.
Dalam perannya sebagai seorang sutradara, ia dianggap mampu untuk
menciptakan sebuah peristiwa teater. Teater merupakan pertunjukan dari
serangkaian peristiwa. Dengan pemeran sebagai materi baku utama dalam upaya
mengungkapkan pengalaman. Kata-kata yang diungkapkan diatas pentas
mengandung suatu kompleksitas tersendiri, karena merupakan kata untuk:
1. dilakukan 2. didengar
3. dilihat (Ags. Arya Dipayana: 75).
Seni pertunjukan teater yang dipertontonkan kepada para penikmat seni
merupakan sebuah proses seni yang melibatkan berbagai unsur. Unsur-unsur itu
meliputi proses kemunculan ide, proses keutuhan penggarapan dan apresiasi
commit to user
yang bertangggung jawab dan mampu mengolah pertunjukan menjadi suatu
tontonan yang apik dan mempunyai keutuhan yang estetik.
Estetika yang ditampilkan pertunjukan teater sangat dipengaruhi oleh
imajinasi seorang sutradara dalam meramu naskah tersebut. Pemahaman sutradara
terhadap suatu naskah juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh
sutradara.
Budi Riyanto adalah seorang pekerja seni yang memiliki imajinasi dan
pemahaman yang mendalam dalam setiap naskah yang digarapnya. Budi Riyanto
memulai perjalanan teaternya ketika memasuki masa perkuliahan. Budi Riyanto
bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 1996, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Sekarang
selain bergabung dengan kelompok teater LUNGID dan menjadi pelatih di teater
DEPAN (Politeknik Pratama Mulia) Budi Riyanto masih setia menemani setiap
proses perjalanan TESA. Selama bergabung dengan Teater Tesa, Budi Riyanto
banyak mengikuti proses penggarapan. Budi Riyanto pernah bermain dalam
beberapa pertunjukan, antara lain :
a). Revolusi Burung-Burung, Naskah Anonim
b). Dalam Bayangan Tuhan, Naskah Arifin C. Noer
c). Soliloqui Pelayaran Hitam, Naskah Meong Purwanto
d). Destrarasta, Naskah St. Wiyono
e). Pedati Kita Dikubangan, Naskah Hanindawan
f). Sula, Naskah Ambhita Dian Ningrum
g). Topeng-Topeng, Naskah Rahman Sabur
commit to user
i). Pakaian dan Kepalsuan, Naskah Averchencho
j). Syeh Siti Jenar, Naskah Ferdi Kastamarta
k). TUK, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)
l). Visa, Naskah Goenawan Muhammad
m). ROL, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)
Berdasarkan pengalamannya bermain dalam beberapa naskah tersebut,
Budi Riyanto memulai untuk mencoba masuk dalam tahapan yang lebih tinggi di
dalam jagad seni teater, yaitu menjadi seorang sutradara. beberapa naskah lakon
yang telah disutradarai adalah sebagai berikut:
a). Destrarasta, Naskah St. Wiyono
b).Topeng – topeng, Naskah Rahman Sabur
c). Keluarga Yang DikuburkanNaskah Afrizal Malna
d). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan
e). Ozone, Naskah Arifin C. Noer
f). Petang di Taman,Naskah Iwan Simatupang
g). Hanya Satu Kali, Naskah Galswoorty dan K. Modelwene
h). Paragraf Dalam Hujan, Naskah Meong Purwanto
Selain sebagai seorang pelakon seni dan sutradara muda di kota Solo, Budi
Riyanto yang telah lama bergelut dalam dunia seni peran ini adalah seorang
mahasiswa alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Budi Riyanto mencoba untuk
menerapkan ilmu yang didapatnya semasa kuliah untuk membawa sebuah naskah
lakon keatas panggung.
Teater Tesa sendiri merupakan salah satu komunitas teater kampus di
commit to user
komunitas teater kampus merupakan komunitas yang paling banyak ada di
Indonesia. Dari komunitas teater kampus inilah yang kemudian menjadi cikal
bakal adanya teater-teater independent.
Dari pengalaman beberapa kali yang penulis alami sebagai pemain yang
berproses dengan Budi Riyanto, penulis beranggapan bahwa Budi Riyanto adalah
sosok sutradara dan seniman yang matang dan gaya penyutradaraannya siap untuk
diteliti dan dikaji.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam
orang aktor. Semua aktor yang bermain dalam naskah lakon ini merupakan
gabungan dari anggota TESA, baik anggota baru maupun anggota yang sudah
lama berproses bersama TESA. Karena adanya keberagaman dalam setiap pemain
inilah yang kemudian membuat Budi Riyanto menerapkan gaya penyutradaraan
yang berbeda antara aktor yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan gaya
yang diterapkan pada setiap pemain ini dilihat dari “jam terbang” masing-masing
aktor. ”Jam terbang” masing-masing aktor disini dilihat dari berapa lamanya
aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering sang aktor ikut dalam
berbagai proses pementasan Teater Tesa. Aktor yang belum mempunyai “jam
terbang” yang tinggi tentu saja harus bisa mengimbangi aktor yang telah
mempunyai “jam terbang” yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya, aktor yang
mempunyai “jam terbang” lebih tinggi juga di tuntut untuk dapat mengimbangi
aktor yang lain. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan permainan yang seimbang
antara aktor yang satu dengan aktor yang lain di atas panggung.
Dalam rangka penelitian teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam
commit to user
adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam
Shepard, penulis berupaya mengungkapkan teknik Budi Riyanto ketika
menyutradarai naskah lakon tersebut.
Adapun proses penyutradaraan yang akan diteliti adalah proses
penyutradaraan yang dilakukan oleh sutradara Budi Riyanto terhadap naskah
lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang dilakukan dari
bulan Desember 2006 sampai November 2007 dan dipentaskan oleh kelompok
kerja Teater Tesa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Teknik
penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon Keluarga yang Dikuburkan
Karya Afrizal Malna”
B.
Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas sebenarnya masih terdapat banyak
masalah yang harus di bahas baik masalah teks, keaktoran, dan lain sebagainya.
Namun, agar penelitian lebih fokus, pembatasan masalah pada penelitian ini
hanya penulis batasi pada teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan
permasalahan penelitian, yaitu bagaimana teknik penyutradaran sutradara Budi
Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang
commit to user
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan teknik-teknik
penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan dan
penggunaan teori sastra, khususnya teori pementasan drama dalam
memvisualisasikan suatu naskah lakon di atas panggung.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan atau dipergunakan
oleh seorang sutradara atau calon sutradara sebagai bentuk
penyutradaraan apabila ingin mementaskan suatu naskah lakon.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah cara penyajian suatu urutan penulisan yang
dibuat secara sistematis. Sistematika sangatlah penting artinya sebagai pedoman
penelitian yang akan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah penelitian
sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga
memudahkan pemahaman yang menyeluruh dari penelitian tersebut.
Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing
commit to user
lainnya mempunyai keterikatan yang erat dan mempunyai kesinambungan,
sehingga terbentuk satu kesatuan yang utuh. Uraian secara garis besar tentang
kelima bab tersebut adalah sebagai berikut.
Bab pertama berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan latar
belakang masalah yang berhubungan dengan objek penelitian. Pembatasan
masalah berisi tentang pembatasan masalah yang diteliti agar tidak melenceng
dari pokok penelitian. Pokok permasalahan yang akan diteliti dipaparkan dalam
perumusan masalah; tujuan penelitian menjelaskan untuk apa penelitian ini
dilakukan; manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat praktis dan teoritis
dari penelitian; dan sistematika penulisan yan akan memberikan keterangan
mengenai alur penulisan dalam penelitian ini.
Bab kedua berisi penelitian terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka
berpikir. Kajian pustaka membahas mengenai teori teknik penyutradaraan
sutradara.
Bab ketiga menjelaskan metode penelitian, yaitu mengenai data apa saja
yang akan dijadikan sumber data, bagaimana teknik atau cara dalam pemerolehan
data, dan bagaimana teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian
ini.
Bab keempat merupakan pembahasan yang menyajikan mengenai analisis
data, yaitu uraian mengenai teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto
terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang
merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh
commit to user
Bab kelima berupa penutup yang memuat simpulan yang berisi pernyataan
singkat dari hasil penelitian dan pembahasan, selain itu juga akan disertakan
commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A.
Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar
Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh beberapa penulisan
skripsi dengan menggunakan teknik penyutradaraan seperti di bawah ini:
1. Anton Tri Cahyono. C0296012. Konsep Penyutradaraan Ista Bagus Putranto
dalam Lakon ”Wabah” Karya Hanindawan. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah aspek-aspek formal yang
membangun naskah lakon Wabah karya Hanindawan sebagai objek awal
untuk menangkap makna, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji aspek
interpretasi sebagai bekal menyusun konsep penyutradaraan lakon tersebut
sebagai bentuk dari proses penyutradaraan Ista Bagus Putranto.
Penelitian ini merupakan hasil dari proses penyutradaraan sutradara Ista
Bagus Putranto dengan Teater Kedok Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2001 di Aula
Fakultas Kedokteran.
Secara keseluruhan, unsur-unsur naskah lakon Wabah mempunyai
keterjalinan yang erat antara penokohan, alur, latar, tikaian, tema dan amanat,
serta cakapan. Interpretasi sutradara Ista Bagus Putranto yang kreatif dan
penggarapan tata panggung, tata lampu, tata rias dan busana, serta tata musik
commit to user
konsep penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto yang menggunakan
metode campuran antara teori Laissez Faire dan Gordon Craig.
2. Janta Setiana. C0200032. Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam
Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan tugas
sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah
lakon Aum karya Putu Wijaya.
Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan dan
tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum
karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan.
Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh
Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.
Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar,
meliputi: menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon
gembira menjadi suatu banyolan, mengurangi bobot tragedi yang berlebihan,
memberikan prinsip dasar pada lakon, 2) memilih pemain atau pengkastingan,
meliputi: casting to type, casting by ability, dan antitype casting, 3) latihan,
meliputi olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata
teknik dan pentas, meliputi: tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan
tata busana, 5) menguatkan dan melemahkan scene, meliputi adegan yang
dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki dari adegan I sampai XI, 6)
menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan ketat dan fleksibel, 7)
commit to user
koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat, baik para pemain,
crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi untuk tumbuh
bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya ke dalam
pertunjukan drama.
Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah
lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan
Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan
dengan memberikan kesempatan bagi para pemain untuk lebih
mengembangkan dirinya, gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang
memiliki “jam terbang” tinggi dalam pengalaman bermainnya, sedangkan
Gordon Craig yaitu gaya penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini
digunakan bagi pemain-pemain yang pemula.
Dari penelusuran penulis, teori tentang teknik penyutradaraan hanya
digunakan oleh dua orang penulis, yaitu Anton Tri Cahyono dan Janta
Setiana, sehingga Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon
”Keluarga yang Dikuburkan” benar-benar belum diteliti oleh penulis lain.
B.
Kajian Pustaka
Teknik penyutradaraan adalah suatu cara seorang sutradara dalam
melakonkan perannya untuk mengangkat sebuah naskah lakon ke dalam bentuk
pementasan.
Ajib Hamzah berpendapat bahwa “Sutradara ketika berkehendak
menyutradarai suatu naskah lakon, keberangkatan naskah lakon itu didukung oleh
commit to user
Sementara Suyatna Anirun berpendapat bahwa setiap pagelaran drama selalu
bertolak dari pencetusnya ide-ide. Ide-ide yang telah melembaga menjadi suatu
gagasan-gagasan itu mengembang menjadi bahasa teater” (1978: 19).
Sutradara adalah orang yang dapat mengaktualisasikan naskah lakon ke
dalam panggung pementasan. Sutradara tidak dapat bekerja sendiri. Dalam setiap
proses pementasan, sutradara akan berhadapan dengan naskah, aktor, kru
panggung, serta penonton. Harymawan menjelaskan bahwa kedudukan seorang
sutradara berada di tengah-tengah segitiga, ia bertindak sebagai pusat kekuatan,
berikut adalah bagan yang menjelaskan posisi sutradara dalam proses pementasan:
pengarang/ naskah
sutradara
aktor penonton
(Harymawan, 1993: 64).
Menurut Suyatna Anirun, ada empat unsur yang mengusung terciptanya
sebuah teater yaitu, naskah, pemain, tempat pertunjukan, dan penonton. Semua
merupakan satu kesatuan yang meruang, hanya dari sana kita akan mendapat
kemungkinan terciptanya atmosfer teateral. Atmosfer tersebut hanya tercita
apabila naskah sedang dimainkan, dipertunjukkan dengan tingkat permainan yang
optimal, bertenaga dan berpengaruh, diusung oleh kondisi ruangan dan teknik
akustik yang memadai sehingga secara visual memungkinkan terjadinya
komunikasi estetis maupun emosional dengan penonton (Suyatna Anirun, 2002:
commit to user
Seorang sutradara adalah seorang seniman, ia menyiapkan dan
merencanakan kerja dan usaha-usaha kreatif untuk dapat menyuguhkan
pementasan yang baik, namun sutradara juga menyadari bahwa seni bukan suatu
dogma, apa yang diharapkan objektif selalu menjadi subjektif. Hal ini berkaitan
dengan citra seseorang terhadap keindahan masing-masing ditentukan oleh sikap
dan penalaran yang berbeda-beda.
Teknik penyutradaraan yang digunakan sutradara dalam memunculkan
naskah lakon ke atas pangung meliputi beberapa cara, menurut Japi Tambayong,
teknik yang digunakan oleh sutradara meliputi “memilih naskah, menentukan
pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staff, melatih pemain, dan
mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam
bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan teknik dalam proses penyutradaraan
adalah menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun miss
and scene, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku,
dan mempengaruhi jiwa pemain. Adapun penjelasan dari tugas dalam proses
sutradara adalah sebagai berikut :
a.Menentukan Nada Dasar
Menentukan nada dasar adalah mencari motif yang memasuki
karya lakon dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu
perwujudan naskah lakon dasar dapat bersifat sebagaimana berikut:
1). Menentukan dan memberikan suasana khusus.
2). Membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan.
3). Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan.
commit to user 5). Ringan
b. Menentukan Casting
Yang dimaksud casting ialah proses penuangan untuk
menentukan pemeran berdasarkan analisis naskah untuk diwujudkan
dalam pentas. Beberapa macam casting yang digunakan sutradara,
adalah sebagai berikut:
1). Casting by ability : casting berdasarkan kecakapan yang
terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta
menjadikan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan
sukar.
2). Casting to type : casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik
dengan peran tokoh. Sutradara akan memilih pemainnya
yang sesuai dalam memerankan tokoh dengan melihat
kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang akan
dilakoninya.
3). Antitype casting : casting yang agak bertentangan dengan
keadaan watak maupun sifat pemeran dalam memerankan
tokoh yang akan dimainkannya. Proses pengcastingan
dengan model ini akan membuat pemain lebih mengeksplor
dirinya.
4). Casting to emotional temperament: casting berdasarkan pada
hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian
dengan peran yang dimainkan dalam hal emosi dan
commit to user
temperament, sutradara akan lebih mudah menggarap para
pemainnya karena pemain memiliki kemiripan kondisi
keseharian dengan tokoh yang dilakoninya.
5). Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk
seorang pelaku yang bertentangan sekali watak aslinya
dengan maksud menyembuhkan atau terapi mengurangi
ketakseimbangan jiwanya. Pada tipe penyutradaraan gaya
therapeutic casting, sutradara sudah mencapai tahapan suhu
di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan
berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para
pemainnya.
Dalam melakukan casting, sutradara harus memilih pemain atau
orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian
itu berdasar pada fisik, karakter, warna suara, temperamen
kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau ““jam terbang””
yang dimilikinya dalam dunia panggung atau seni peran.
c. Tata dan Teknik Pentas
Tata dan teknis pentas adalah segala yang menyangkut soal tata
setting, tata rias dan busana, tata cahaya dan tata musik, kesemuanya
disesuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas,
seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah
lakon yang akan disutradarainya, yang memberikan gambaran
mengenai tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata
commit to user
Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung,
seperti penata setting, perias dan penata kostum, penata lampu dan
penata musik. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut,
sutradara hanya memberikan konsep tata pentas secara garis besarnya
saja, dan pekerja panggung mengerjakan menurut konsep tata pentas
sutradara.
d. Menyusun Miss en Scene
Menyusun miss en scene adalah menyusun segala perubahan
yang terjadi dan terdapat pada daerah pemain akibat adanya
perpindahan pemeran atas perlengkapan panggung, pemberian bentuk
bisa dicapai dengan hal-hal berikut :
1). Sikap pemain
2). Pengelompokan
3). Pembagian Tempat Kedudukan Para Pelaku
4). Variasi Saat Keluar dan Masuk
5). Variasi Posisi dari Dua Pemain yang Berhadap-hadapan
6). Komposisi dengan Menggunakan Garis dalam Penempatan
Pelaku
7). Ekspresi Kontras dalam Pakaian Pemeran
8). Efek yang Ditimbulkan oleh Tata Sinar Lampu
9). Memperhatikan Latar Belakang Pentas
10). Keseimbangan dalam Komposisi Pentas
commit to user
Dalam menyusun miss en scene, sutradara akan menjumpai
permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa
panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur
meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi
aksi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung;
baik dalam bentuk gesture (gerak isyarat), business (kesibukan), dan
movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking meliputi
pengelompokkan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi
saat keluar dan masuk panggung, keseimbangan dalam komposisi
dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku. Mood
merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap
babak atau adegan.
e. Menguatkan atau Melunakkan Scene
Teknik ini adalah cara penggarapan suatu lakon yang dituangkan
pada bagian-bagian adegan lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan
pada bagian-bagian lakon menurut pandangannya sendiri tanpa
mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene bisa
didukung dengan efek cahaya dan musikalitas.
f. Menciptakan Aspek-aspek Laku
Sutradara memberikan saran-saran pada para aktor agar mereka
menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu
cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah,
tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton
commit to user g. Mempengaruhi Jiwa Pemain
Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita
lakon:
1). Ciri Sutradara Teknikus
Dia akan menciptakan suatu pagelaran pentas yang
menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor
yang luar biasa, tata sinar yang mewujudkan kostum yang
menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi
penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur
keaktorannya yang notabene sebagai media penyampai suatu
maksud dari teks drama.
2). Ciri Sutradara Psikolog
Gaya sutradara psikologi memang kurang memperhatikan
aspek selain keaktoran karena dalam penggambaran watak dia
akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada
cara acting yang murni ketika prestasi permainan pribadi
ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi aspek di luar wilayah
keaktoran agak dikesampingkan.
h.Koordinasi
Sutradara memerlukan koordinasi dengan semua pihak yang
berhubungan dengan proses pementasan.
Dalam sebuah proses penggarapan suatu naskah lakon, seorang sutradara
harus mampu memilih jalur yang akan dipilihnya untuk menjalankan
commit to user
kepemimpinannya dan menentukan tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah
proses tersebut. Japi Tambayong membagi kepemimpinan seorang sutradara,
antara lain sebagai berikut :
a. Sutradara Konseptor: sutradara, tak pelak, adalah dengan sendirinya konseptor. Tetapi, seorang sutradara konseptor, berdiri sebagai pemegang konsep penafsiran yang ketat. Ia menyerahkan konsep penafsirannya pada para pemain, dan dibiarkannya pemain-pemain itu mengembangankan konsep itu secara kreatif, tetapi juga terikat.
b. Sutradara Koordinator: jika sebuah pertunjukan bersifat komersial, tentu aktor-aktor yang dipilih bermain adalah aktor-aktor ternama, atau paling tidak aktor-aktor yang sudah jadi. Mereka dipakai dan dibayar. Tugas sutradara disini, kuran lebih adalah pengarah. Ia tinggal mengkoordinasi pemain-pemain itu dengan konsep penafsirannya. c. Sutradara Diktator, sutradara di sini tidak percaya pada
pemain-pemainnya. Ia menjadi guru yang mengharapkan pemainnya dicetak persis seperti dirinya. Baginya tidak berlaku konsep penafsiran dua arah seperti sutradara konseptor. Ia mendambakan seni sebagai dirinya, “seni adalah aku”. Pemain-pemainnya tetap buta tuli, mereka hanya dibuat robot.
d. Sutradara Suhu: untuk Indonesia, barangkali pedoman sutradara sebagai suhu, amat diperlukan bagi pembangunan jangka panjang. Sutradara adalah seorang suhu, yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teaternya dibuat seperti sebuah padepokan. Ada masanya belajar bersama-sama, ada masanya membangkang dan menyanggah guru, lalu ada masanya berdiri sendiri. Para aktor diberi keyakinan, bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang kelak harus hadir dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada pemimpinnya. Jantan di sini berarti, ilmunya telah benar-benar mustaid. (Japi Tambayong, 1981: 73-74).
Menurut Nano Riantiarno, dalam dunia penyutradaraan, tercatat ada empat
jenis “gaya” sutradara. Semua berkaitan erat dengan perilaku atau perangainya
sebagai seorang manusia. “gaya” dari sutradara tersebut yaitu sebagai berikut :
a) Sutradara Pemarah
Dalam dunia penggarapan, banyak sutradara yang mengikuti
“gaya” ini. Hal ini disebabkan karena adanya suatu pengertian bahwa
commit to user
Sutradara pemarah sulit sekali untuk menjalin komunikasi yang
baik dengan para pekerja panggung dan pemain-pemainnya. Padahal kerja
panggung dalam suatu proses merupkan suatu kerja bersama. Dunia
kesenian bagi sutradara pemarah makin lama akan makin sempit. Dia akan
kehilangan banyak momen berharga.
b) Sutradara Pendiam
Gaya jenis ini juga memiliki banyak pengikut. Sutradara jenis ini
biasanya lebih suka bekerja sendirian. Dia kurang gemar memerintah atau
berpetuah, tapi lebih suka langsung memberi contoh. Harapannya, semoga
yang lain tak enak hati dan mau bekerja lebih optimal pada masing-masing
bidangnya. Sutradara jenis ini dapat menjadi bumerang bagi proses
pementasan tersebut. Hal ini akan membuat orang yang ikut dalam proses
pementasannya akan bertindak seenaknya.
c) Sutradara Cerewet
Biasanya seorang sutradara yang cerewet menyimpan niat untuk
membuat hasil kerjanya jadi sesempurna mungkin. Dia suka menganggap
para pekerjanya adalah orang-orang yang bodoh yang harus selalu digiring
dan wajib diberitahu hingga hal-hal paling detil. Perkembangan pekerjaan
harus berasal dari dirinya saja. Pertimbangan orang lain kurang dihargai,
dan semua keputusan harus atas ijinnya.
Sutradara jenis ini mengatur sampai pada hal sekecil apapun. Ia
ingin semua berjalan seperti keinginannya.
commit to user
Sutradara jenis ini entah mengapa selalu ingin memacari para
pemainnya. Ia ingin merasa lebih dekat dengan pemainnya. Sutradara ini
merasa bahwa kedekatan antara dirinya dengan aktor akan mempermudah
dalam memberikan petunjuk maupun instruksi-instruksi meskipun hal
tersebut tentunya mempunyai benberapa kendala seperti
mengesampingkan profesionalismenya sebagai seorang sutradara.
Hal yang berbeda dikemukakan oleh Harymawan dalam bukunya,
dramaturgi. Menurut Harymawan, terdapat dua gaya sutradara, yaitu gaya Gordon
Craig dan Gaya Laisez Faire. Gordon Craig menyatakan bahwa ide dan gagasan
seorang sutradara harus dilaksanakan oleh para aktor. para aktor harus
mendedikasikan dirinya pada ide-ide sutradara. Gaya Gordon Craig ini
menciptakan sesuatu yang sesuai dengan harapan sutradara, sempurna, dan teliti,
namun gaya ini akan menjadikan seorang sutradara terkesan diktator. Gaya Laisez
Faire merupakan kebalikan dari Gordon Craig. Sutradara memberikan kesempatan
bagi para aktornya untuk lebih leluasa berekspresi. Sutradara bertindak sebagai
pendamping, namun hal ini akan menimbulkan adanya kekacauan dan kurang
teratur karena tiap-tiap aktor dibiarkan berkembang menurut kemampuannya,
sehingga hanya aktor-aktor yang berpengalaman saja yang dapat menghadirkan
pementasan yang baik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyutradaraan
sebuah naskah lakon berangkat dari suatu konsep penyutradaraan yang didapat
oleh seorang sutradara untuk memvisualisasikan suatu naskah lakon ke atas
panggung, dalam hal ini seorang sutradara harus mempunyai pedoman dalam
commit to user
Teknik penyutradaraan merupakan cara yang digunakan oleh sutradara
dalam mengangkat naskah lakon yang ia pilih menjadi sebuah pementasan. Gaya
yang digunakan oleh seorang sutradara akan dapat mempengaruhi bagaimana
bentuk pementasan yang akan ditampilkan di atas panggung.
Beberapa teori tersebut di atas akan dipakai sebagai dasar atau landasan
dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.
C.
Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas akan mempermudah
mengungkap permasalahan yaitu tentang teknik penyutradaraan sutradara Budi Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto
Menentukan nada dasar
Menentukan casting/pemeranan
Latihan
Tata dan Teknik Pentas
Menguatkan atau Melemahkan
Scene
Menciptakan Aspek-aspek
Laku
Mempengaruhi Jiwa Pemain
Koordinasi
commit to user
Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal
Malna.
Teknik penyutradaraan yang diterapkan oleh Budi Riyanto meliputi
delapan langkah, yaitu: menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan,
latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan
teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik),
menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku,
mempengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi.
Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon
Craig. Teori Gordon Craig menyatakan bahwa ide gagasan dari sutradara harus
dipatuhi dengan mutlak, para pemain harus mendedikasikan dirinya terhadap ide
sutradara. Gaya penyutradaraan ini biasanya digunakan Budi Riyanto untuk
berproses dengan pemain-pemain pemula/ baru. Pemain pemula/ baru disini
dilihat dari lamanya ia bergabung dengan teater TESA (mahasiswa baru).
Sedangkan teori Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan
commit to user
25
BAB III
METODE PENELTIAN
A.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif
digunakan untuk mengungkap, memahami sesuatu dibalik fenomena dan
mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui, bahkan belum
diketahui, serta dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan (Strauus dan Corbin, 2003). Dalam penelitian kualitatif, data yang
diteliti berupa kata dan bukan yang berupa angka dikumpulkan dari studi kepustakaan
(Mulyadi, 2005: 9).
Metode kualitatif dapat digolongkan ke dalam metode deskriptif yang
penerapannya bersifat menuturkan, memaparkan, memberikan analisis, dan
menafsirkan (Soediro Satoto, 1995:15). Dengan demikian ini tidak terbatas hanya
sampai pada penyusunan dan pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisis
interpretasi data yang ada.
B.
Objek Penelitian
Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan yang
dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya
Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child”
commit to user
C.
Sumber Data dan Data
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah lakon “Keluarga
yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna, dokumentasi pementasan Teater Tesa
dan sutradara Budi Riyanto.
2. Data
Adapun data untuk penelitian ini adalah gerakan-gerakan dan
visualisasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam pementasan “Keluarga
yang Dikuburkan” oleh Teater Tesa di Teater Arena Taman Budaya Surakarta
tanggal 21 November 2007, serta kata, kalimat yang terdapat dalam naskah
lakon “Keluarga yang Dikuburkan”.
D.
Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan
mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat
menunjang penulis dalam penelitian.
2. Teknik Observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis
adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan.
Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan
kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang
commit to user
E.
Teknik Analisis
1. “Pembacaan: pembacaan untuk kepentingan analisis, pembaca harus bisa
menjaga jarak dengan tokoh-tokoh drama dan permasalahan yang
dihadapi tokoh drama tersebut agar tidak melihat permasalahan tersebut
dengan emosional tetapi rasional
2. Penginventarisasian: merupakan langkah pencatatan tentang
konsep-konsep ataupun teknik-teknik penyutradaraan sebuah naskah lakon.
Pencatatan harus secermat mungkin sampai data-data sekecil apapun,
dengan prinsip bahwa semua data yang terdapat dalam konsep atau teknik
penyutradaraan ada fungsi dan maksudnya.
3. Pengidentifikasian: suatu usaha mengelompokkan data yang telah selesai
diinventaris.
4. Penginterpretasian: merupakan tahap pemberian makna dari data yang
telah ada. Tahap ini merupakan usaha peneliti mengembalikan data
imajinatif dalam proses penciptaan ke data objektif dengan menjelaskan
commit to user
5. Pembuktian: merupakan pencarian bukti, contoh, menalar hubungan hasil
interpretasi dengan bukti dan penelitian, yakni dengan tidak mengabaikan
bukti dan contoh yang menurut peneliti tidak relevan.
6. Pengumpulan serta pelaporan: yaitu menyusun kesimpulan-kesimpulan
permasalahn-permasalahan kecil yang kemudian disusun menjadi laporan”
commit to user
29
BAB IV
ANALISIS
Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto
Teknik penyutradaraan yang digunakan oleh Budi Riyanto merupakan suatu
cara atau teknik seorang sutradara saat melakonkan perannya sebagai orang yang
menyutradarai suatu naskah lakon. Teknik yang digunakan oleh seorang sutradara
yang berbeda satu sama lain dapat mempengaruhi bentuk suatu pementasan.
Seorang sutradara secara umum akan memperhatikan beberapa hal sebelum
menyutradarai sebuah naskah. Beberapa hal yang diperhatikan Budi Riyanto
merupakan hal-hal yang nantinya akan mempengaruhi teknik yang digunakannya.
Hal yang sangat diperhatikan oleh Budi Riyanto di antaranya adalah penyikapan
terhadap teks naskah lakon yang hendak dibawakan, pengalaman para aktor yang
dipilihnya serta nama almamater yang dibawanya.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” merupakan sebuah naskah dari
Amerika karya Sam Shepard yang diadaptasi oleh Afrizal Malna. Dalam
menyikapi naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, yang dipertimbangkan
oleh Budi Riyanto adalah masalah-masalah yang terdapat dalam naskah tersebut
dan bentuk kemungkinan pementasannya. Hal ini disebabkan dalam setiap
penyutradaraan akan berakhir pada sebuah pementasan di atas panggung.
Penyutradaraan naskah lakon yang dilakukan oleh Budi Riyanto menggunakan
konsep realis, tetapi dalam beberapa adegan maupun dialog ditemui
bentuk-bentuk simbolis. Yang dimaksud dengan konsep realis di sini adalah suatu bentuk-bentuk
commit to user
Meskipun unsur keindahan masih mendapat perhatian, tetapi dicoba untuk meniru
kehidupan nyata. Ciri realis menurut Herman J Waluyo adalah (1) aktingnya yang
bersifat wajar seperti dalam kehidupan sehari-hari, (2) aspek visual dalam
pertunjukan tidak berlebihan dan disesuaikan dengan realitas kehidupan
sehari-hari (Herman. J Waluyo, 2006: 59), sedangkan yang dimaksud dengan simbolis
adalah pemakaian untuk mengekspresikan ide-ide (Suyatna Anirun, 2002: 169).
Penggunaan konsep realis dan beberapa bentuk simbolis dalam pementasan
tidak lepas dari keinginan Budi Riyanto agar mempermudah interpretasi
penonton dan agar pementasan terkesan luwes dan tidak monoton. Dalam
permainan dialog, banyak pendialogan antartokoh yang disampaikan dengan cara-
cara simbolik. Hal ini juga ditemui dalam properti-properti tokoh. Nampak adanya
properti buah-buahan seperti jagung yang memang dapat dikaitkan sebagai
properti yang menyimbolkan masyarakat desa yang bercocok tanam. Ini berarti
naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” menjadi bentuk lakon yang realis
simbolis.
Teater Tesa merupakan sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berada di
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Teater Tesa merupakan salah satu teater
kampus yang lahir pada 14 Oktober 1987. Dalam kesehariannya, para anggota
Teater Tesa selalu dilatih untuk dapat mencari dan mengamati makna dari
kehidupan yang dijalaninya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mendalami
karakter dan watak dari peran yang nantinya akan dimainkannya dalam suatu
pementasan. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada beberapa orang dari
anggota Teater Tesa tidak dapat melakukannya dengan baik. Inilah yang nantinya
commit to user
pementasan. Aktor yang tidak dapat membawakan karakter peran yang
dimainkannya dengan baik tentu akan terlihat sangat kaku dan akan nampak juga
perannya yang dibuat-buat.
Pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” ini merupakan penggabungan
antara aktor yang sudah mempunyai “jam terbang” yang tinggi dan aktor yang
baru dalam dunia pementasan. Aktor yang sudah memiliki “jam terbang” tinggi di
sini ditentukan dari lamanya sang aktor bergabung dengan Teater Tesa dan
seberapa sering bermain dalam berbagai pementasan, sedangkan aktor yang belum
memiliki “jam terbang” tinggi dalam hal ini adalah anggota yang baru bergabung
dengan keanggotaan Teater Tesa (mahasiswa baru). Aktor yang belum memiliki
cukup pengalaman akan terasa sulit mengimbangi permainan dari aktor yang
sudah lebih berpengalaman.
Berbagai kesulitan akan ditemui oleh aktor baru dalam usahanya
mengimbangi permainan aktor yang lebih berpengalaman, misalnya dalam
bentuk-bentuk gerak dan penghayatan terhadap naskah lakon yang dimainkan.
Sutradara yang memiliki kepekaan yang tinggi tentu akan melihat hal ini sebagai
sebuah tantangan. Ia harus berusaha untuk membuat permainan para aktornya
terlihat seimbang.
Sebuah pementasan tidak hanya bertumpu pada para aktor, Budi Riyanto
juga memperhatikan elemen-elemen pendukung seperti musik, lighting, setting,
make up dan costum. Elemen-elemen pementasan ini dapat mendukung dan
mempercantik tampilan sebuah pementasan. Dalam sebuah pementasan terdapat
commit to user
tersebut kehadapan penonton. Kru panggung dan pendukung pementasan lainnya
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kru musik
2. Kru setting
3. Kru lighting
4. Make up dan costum
Sama seperti aktor yang bermain di atas panggung, keberadaan kru dan
pendukung pementasan lainnya sangat diperlukan untuk melengkapi keutuhan
sebuah pementasan. Antara satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena
akan menghasilkan suatu pementasan yang tidak utuh dan kurang maksimal.
Beberapa hal tersebut yang coba di atasi oleh Budi Riyanto dengan menggunakan
gabungan dari gaya penyutradaraan Laissez Faire dan gaya penyutradaraan
Gordon Craig.
Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto sadar bahwa tugas yang
dilakoninya tidak mudah. Ia harus dapat membuat pementasan di atas panggung
terlihat menarik. Dalam sebuah proses pementasan, ia selalu melihat latar
belakang para aktornya. Hal ini merupakan suatu bentuk strategi untuk dapat
menentukan teknik dan gaya penyutradaraan yang akan ia terapkan pada
masing-masing aktor.
Adanya keberagaman kemampuan para aktor membuat Budi Riyanto
menggunakan gaya penyutradaraan yang berbeda pada setiap aktor. Keberagaman
para aktor sebenarnya tidak hanya dilihat dari “jam terbang” yang dimilikinya
namun juga bakat yang dimiliki oleh setiap individu. Budi Riyanto menggunakan
commit to user
gaya Laissez Faire digunakan oleh Budi Riyanto kepada para aktor yang memang
sudah memiliki bakat dan “jam terbang” yang tinggi, sedangkan untuk aktor
pemula Budi Riyanto menggunakan gaya Gordon Craig, namun hal ini bukan
merupakan suatu keharusan. Budi Riyanto sangat kondisional dalam menerapkan
gaya penyutradaraan kepada para aktornya. Ada saatnya ia meminta para aktornya
untuk mencari sendiri hal-hal yang berkaitan dengan peran yang dimainkan
namun ada juga saatnya ia memberikan contoh baik dalam pendialogan, blocking,
maupun suasana yang terjadi pada suatu adegan.
Sama seperti penerapan gaya penyutradaraan terhadap aktor, Budi Riyanto
juga menerapkan hal yang sama terhadap kru pendukung pementasan. Setiap kru
pendukung pementasan hanya diberikan beberapa pengarahan tentang apa yang
harus dilakukan para kru untuk dapat memberikan sebuah tontonan yang apik.
Misal kru musik, Budi Riyanto memberikan arahan suasana pada setiap adegan
dan timing kapan musik harus masuk dan kapan harus berhenti. Budi Riyanto
memberikan kebebasan kepada kru musik untuk meramu musik yang akan
muncul dalam pementasan. Setelah kru musik menemukan beberapa alternatif
musik yang akan ditampilkan, kru musik mempresentasikan kepada Budi Riyanto,
selanjutnya diadakan diskusi untuk menentukan musik mana yang akan dipakai.
Ini tidak hanya terjadi pada kru musik tetapi juga pada kru pendukung
pementasan yang lain. Meskipun memberikan kebebasan kepada setiap krunya
untuk menyuguhkan elemen-elemen pendukung pementasan, Budi Riyanto tidak
serta merta melepas semuanya kepada kru. Pada awalnya, Budi Riyanto
commit to user
mempresentasikan dan mendiskusikan kepada Budi Riyanto dari diskusi tersebut
akan ditentukan mana yang akan digunakan sebagai pendukung pementasan.
Budi Riyanto menggunakan teknik penyutradaraan yang meliputi:
1. menentukan nada dasar
2. menentukan casting/ pemeranan
3. latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking)
4. tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan
tata musik)
5. menguatkan atau melemahkan scene
6. menciptakan aspek-aspek laku
7. mempengaruhi jiwa pemain
8. koordinasi.
Berikut adalah teknik yang digunakan oleh Budi Riyanto dalam proses
membuat sebuah pertunjukan:
1. Menentukan Nada Dasar
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” tergolong naskah realis,
naskah lakon yang cenderung lebih mengarah kepada realita kehidupan
sehari-hari pada suatu masyarakat tertentu atau lebih mengerucut pada sebuah
keluarga.
Tugas pertama sutradara ialah mencari motif yang termasuk karya
lakon yang memberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam penyutradaraan.
Tugas sutradara untuk memberi ciri kejiwaan tersebut disebut menentukan
nada dasar. Nada dasar tersebut dapat bersifat menentukan dan memberikan
commit to user
mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan, memberikan prinsip dasar
pada lakon, ringan (Harymawan, 1993: 66).
Dari sifat nada dasar tersebut, Budi Riyanto menggunakan:
a. Menentukan dan memberikan suasana khusus
Menurut jenisnya, naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”
termasuk dalam jenis tragedi. Drama tragedi sendiri memiliki unsur duka,
sehingga penonton dibawa dalam suasana mengharu biru yang
menyedihkan.
Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” memiliki ciri-ciri
seperti yang disebut di atas. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”
berkisah tentang konflik dalam sebuah keluarga yang di dalamnya
menggambarkan suasana duka dan tetap berakhir dengan sebuah suasana
duka dengan peristiwa yang mengharu biru. Peristiwa itu dapat dilihat dari
beberapa dialog dari para tokoh-tokohnya. Salah satu persoalan yang
menimbulkan ketragisan tampak pada dialog Basuki.
Basuki: Aku adalah sebuah bangunan yang telah berantakan. Tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi, karena orang sudah tidak dapat mengenali dimana letak pintu masuk dari bangunan itu. Tetapi aku masih merasakan bahwa masih ada halaman belakang dari bangunan yang runtuh itu, yang ditumbuhi jagung yang telah kau petik itu (Afrizal Malna: 14).
Tampak kondisi suasana Basuki yang mempunyai masalah dengan
psikologisnya. Ia seperti menanggung beban yang berat. Basuki merasakan
bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi bagaikan sebuah bangunan yang
telah berantakan. Kondisi psikologis Basuki yang berantakan itu muncul
commit to user
Suasana kesedihan yang mendalam juga tampak dalam dialog
Krima.
Krima: ...Aku pandangi ketika ia berangkat meninggalkan kita. Aku melihat matanya membuang kebencian yang terakhir padaku. Kebencian dan cinta, waktu itu beterbangan seperti kata-kata yang kehilangan makna. Aku seperti tidak lagi berpijak di atas lantai. Aku tidak lagi merasakan dunia. Waktu itu, “keluarga” hanyalah kata-kata yang berserakan dalam kalimat-kalimat yang kacau…. (Afrizal Malna: 08).
Kondisi suasana yang muncul pada dialog tersebut
menggambarkan suasana kesedihan yang mendalam yang dialami Krima.
Kesedihan itu terjadi ketika Krima teringat pada masa lalunya yang
menyedihkan.
Menurut Budi Riyanto, bentuk tragedi dalam naskah lakon ini ada
pada komunikasi yang kacau yang terjadi dalam keluarga Basuki.
Komunikasi kacau tersebut disimbolkan dengan dimunculkannya televisi
ditengah-tengah kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa
dialog di bawah ini:
commit to user
Dimunculkannya televisi yang sangat menghipnotis Basuki hingga
kehidupan sehari-hari Basuki tidak dapat dipisahkan dari Basuki. Ketika
Basuki muncul televisi juga muncul. Dengan cara itulah Budi Riyanto
memberikan sentuhan suasana yang khusus.
b. Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan
Dalam memberikan tekanan nada tragedi, hal yang paling dasar
yang dibutuhkan adalah kemampuan para pemeran dalam penghayatan dan
peleburan dalam suasana duka. Hal lain yang dapat dimunculkan adalah
masuknya musik yang mampu melebur dan menciptakan suasana dengan
suasana kedukaan tersebut, teknik lampu juga harus dapat mendukung dan
menciptakan suasana duka tersebut. Dengan demikian nada tragedi akan
diperoleh jika aktor dapat menguasai dan mempergunakan dengan tepat
kapan dibutuhkannya suasana duka dan kapan suasana duka tersebut tidak
diperlukan.
c. Memberikan prinsip dasar pada lakon
Memberikan prinsip dasar pada lakon diperlukan untuk mendasari
pemeranan yang akan dimainkan oleh aktor. Beberapa interpretasi tentang
nada dasar tokoh-tokoh dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”
adalah sebagai berikut:
1) Basuki
Basuki adalah seorang lelaki tua yang mempunyai masalah
keluarga. Ia menguburkan anak hasil perselingkuhan istrinya di
commit to user
selalu menolak untuk minum obat, ia lebih suka minum-minuman
keras. Basuki takut kepada Doni yang selalu mencukur rambutnya.
2) Krima
Krima adalah seorang perempuan tua yang tergolong cantik
untuk usianya yang sudah berkepala 5. Meskipun sudah bersuami,
Krima menjalin hubungan terlarang dengan seorang lelaki lain. Ia
adalah wanita yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang
muncu