• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO

DALAM NASKAH LAKON “KELUARGA YANG

DIKUBURKAN” KARYA AFRIZAL MALNA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun oleh

CORRY AGUSTIN. AM

C0206013

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO

DALAM NASKAH LAKON “

KELUARGA YANG

DIKUBURKAN

” KARYA AFRIZAL MALNA

Disusun oleh

CORRY AGUSTIN. AM

C0206013

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Hanindawan

NIP 195912041991031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag.

(3)

commit to user

iii

TEKNIK PENYUTRADARAAN BUDI RIYANTO

DALAM NASKAH LAKON “

KELUARGA YANG

DIKUBURKAN

” KARYA AFRIZAL MALNA

Disusun oleh

CORRY AGUSTIN. AM

C0206013

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada tanggal………..

Jabatan Nama Tanda Tangan

1. Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag NIP 196206101989031001

2. Sekretaris Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum NIP 196412311994032005

3. Penguji I Drs. Hanindawan

NIP 195912041991031002

4. Penguji II Dra. Murtini, M. S.

NIP 195707141983032001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Corry Agustin. AM

NIM : C0206013

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

· Hidup bukan untuk mengeluh dan mengaduh (W.S Rendra)

· Keberhasilan adalah kemampuan untuk tegak berdiri setelah

terjatuh.

· Kata “berhasil” yang muncul sebelum kata “kerja keras” hanya ada

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini, penulis persembahkan untuk:

Bapak dan Ibu (Almh.) yang telah memberikan kehidupan bagiku.

Adikku, Asnia tempatku berbagi.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan kemudahan bagi hamba-Nya sehingga skripsi

berjudul Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon “Keluarga

yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna bisa diselesaikan meskipun ada

halangan dan rintangan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan

mencapai gelar Sarjana Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa

bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka

dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kesempatan kepada penulis

untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag selaku ketua jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Hanindawan selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini, yang

dengan sabar dan bijak memberi bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi

ini dapat selesai.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta pada umumnya yang telah memberikan ilmu kepada

(8)

commit to user

viii

5. Segenap staf perpustakaan dan tata usaha yang telah membantu penulis dalam

melengkapi syarat-syarat ujian skripsi untuk menjadi sarjana sastra.

6. Segenap staf perpustakaan pusat Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

7. Budi “Bodot” Riyanto, terimakasih atas kesediannya memberikan beberapa

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan naskah “Keluarga

yang Dikuburkan”

8. Keluarga di rumah, bapak, ibu (Almh.), dan adik “gendut” Asnia atas doa dan

dorongannya.

9. Lelakiku, yang menemani setiap hari dan dengan sabar menghadapi

perempuan manja (Elang Firdaus Rahayu Kurniawan, akan tiba saatnya nanti

ada).

10.Teman-teman Sasindo 2006, teman-teman seperjuangan yang telah

memberikan sesuatu untuk dikenang, Rike, Toto, Lia, Brigita, Dimmy, Apin,

Dian, Yuyun, Hafidz, Ina, Nurul, Tiara, Ririn, Rohmah, Mila, Wendi “Babe”,

Farida, Taqwa, Yan-yan, Adit, Aji, Amel, Ayum, Toni, Widya, dan

teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan semangat dan dorongan agar diselesaikannya skripsi ini.

11.Teater Tesa, rumah kedua yang telah membuat banyak kenangan. Ayot,

Mama, Gondes, Mas Uli, Mas Andri, Jambrong, Adis, Bre, Fina “Kencit’,

Suryo, Pakdhe, Dewinta, Desi, Kiki, Mbak Atha, terimakasih atas celoteh

kalian setiap hari. Tak lupa para sesepuh Tesa Mas Ma, Pak Bas, Kung Tabah,

Lek Bodot, Mas Janta, Mbak Frides, Mbak Amee, Mbak Wiwin, Mas Pele,

(9)

commit to user

ix

dan mendampingi perjalanan hidup Tesa, serta semua keluarga besar Teater

Tesa yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

12.Keluarga besar Mbah Abu, Bulik Ut, Budhe Sri, Pakde Mukhsin, Mas Nur,

Mas Iqbal, Mbak Norma dan Raihan kecil, terimakasih untuk terus

mengingatkan menyelesaikan skripsi ini dan pesan-pesan untuk hari esok.

13.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan kelemahan dan

kekurangan serta masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima

segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

pada umumnya dan bagi mahasiswa sastra pada khususnya.

Surakarta, Agustus 2010

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

ABSTRAK... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah ... 1

B Pembatasan Masalah ... 6

C Rumusan Masalah... 6

D Tujuan Penelitian... 7

E Manfaat Penelitian... 7

F Sistematika Penulisan... 7

(11)

commit to user

xi

A Penelitian Terdahulu…..…... 10

B Kajian Pustaka…..……… 12

C Kerangka Pikir... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Metode Penelitian... 25

B. Objek Penelitian ... 25

C. Sumber Data dan Data …………... 26

D. Teknik Pengumpulan Data... 26

E. Teknik Analisis Data... 27

BAB IV ANALISIS... 29

Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto... 29

a. Menentukan Nada Dasar………... 34

b. Menentukan Casting/Pemeranan………... 39

c. Latihan………..………... 43

d. Tata dan Teknik Pentas………... 77

e. Menguatkan atau Melemahkan Scene………. 106

f. Menciptakan Aspek Laku………..…. 122

g. Mempengaruhi Jiwa Pemain……… 124

h. Koordinasi……… 127

BAB V PENUTUP... 129

A. Simpulan... 129

B. Saran... 130

(12)

commit to user

xii

LAMPIRAN...

A. Wawancara………... 134

B. Pamflet Pertunjukan……….. 137

C. Biografi Sutradara... 138

D. Artikel Pendukung... 140

E. Biografi Teater Tesa………..……... 141

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar blocking 1……….. 55

Gambar blocking 2……… 56

Gambar blocking 3……… 57

Gambar blocking 4……… 58

Gambar blocking 5……… 59

Gambar blocking 6……… 60

Gambar blocking 7……… 61

Gambar blocking 9………. 63

Gambar blocking 10……….. 64

Gambar blocking 11……… 65

Gambar blocking 12……… 66

Gambar blocking 13……….. 67

Gambar blocking 14……… 68

Gambar blocking 15………. 69

(14)

commit to user

xiv

Gambar blocking 17………... 71

Gambar tata panggung ……… 79

Gambar tata ruang……… 81

Gambar set lampu……… 83

Gambar set lampu spesial Basuki……… 84

Gambar set lampu jalan raya……… 86

Gambar set lampu surat wasiat……… 87

Gambar tata rias Basuki……….. 91

Gambar tata rias Budi ………. 93

Gambar tata rias Iwan ……… 94

Gambar tata busana Basuki………... 96

Gambar tata busana Krima 1………. 97

Gambar tata busana Krima 2………. 98

Gambar tata busana Budi 1.……… 99

Gambar tata busana Budi 2………... 99

Gambar tata busana Budi 3……… 100

Gambar tata busana Doni 1.……… 101

(15)

commit to user

xv

Gambar tata busana Iwan………. 103

Gambar tata busana Sekar 1……… 104

Gambar tata busana Sekar 2……….. 104

Gambar adegan Doni mencukur rambut Basuki……… 110

Gambar adegan Doni dan Budi………. 112

Gambar adegan monolog Budi……… 114

Gambar adegan Budi dan Sekar………….………. 116

Gambar adegan Doni, Budi dan Sekar……… 117

Gambar adegan monolog Iwan……… 118

Gambar adegan jalan raya………….……….. 119

Gambar adegan Iwan dan Basuki……… 121

(16)

commit to user

xvi

ABSTRAK

Corry Agustin AM. C0206013. 2010. Teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” Karya Afrizal Malna. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penelitian ini membahas bagaimana teknik penyutradaran Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna?

Tujuan penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan teknik-teknik penyutradaraan Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal Malna.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah proses penyutradaraan dari awal hingga pertunjukan naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” karya Sam Shepard. Adapun data untuk penelitian ini adalah teknik-teknik yang dilakukan oleh Budi Riyanto dari bulan Desember 2006 sampai November 2007 berkenaan dengan tugasnya sebagai seorang sutradara yang menyutradarai naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” dan bentuk visualisasi pertunjukannya. Didukung data yang berupa artikel-artikel yang berhubungan dengan teater secara umum, ataupun artikel yang memuat pementasan tersebut, juga data-data lain berupa wawancara, buku-buku, majalah, dan artikel-artikel cyber dari internet. Teknik yang digunakan adalah (1) teknik pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat menunjang penulis dalam penelitian. (2) teknik observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan. Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang diolah dalam penelitian.

Berdasarkan analisis yang telah di sampaikan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Teknik penyutradaraan yang digunakan Budi Riyanto dalam mengangkat naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, meliputi menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan, latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik), menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, mempengaruhi jiwa pemain, koordinasi.

(17)

commit to user

xvii

menggabungkan konsep realis dan bentuk-bentuk simbolis dengan tujuan mempermudah interpretasi penonton.

Pementasan ini diperankan oleh enam orang aktor. aktor yang ikut dalam proses pementasan ini gabungan dari aktor yang sudah lama ikut berproses bersama Teater Tesa maupun baru (mahasiswa baru). Setiap aktor memiliki latar belakang yang berbeda dan kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap maksud dari naskah lakon tersebut. Untuk menghindari adanya ketidakseimbangan permainan, Budi Riyanto menggabungkan gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisses Faire.

(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Penyutradaraan merupakan hal yang berhubungan dengan proses yang

dilakukan dari awal hingga tampilnya sebuah pementasan diatas panggung.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyutradaraan adalah proses, cara,

perbuatan menyutradarai. Hal ini tentu saja berkaitan dengan seni peran.

(http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=penyutradaraan). Orang yang

menyutradarai suatu seni peran adalah orang yang sudah cukup berpengalaman

dibidangnya. Sebuah penyutradaraan dilakukan oleh orang yang disebut sebagai

sutradara.

Sutradara adalah orang yang membawa sebuah naskah drama ke atas

panggung dengan menafsirkan naskah tersebut dan memvisualisasikan ke dalam

seni garap teater secara utuh. Seorang sutradara merupakan sosok yang sangat

penting dalam sebuah proses penggarapan drama.

Dalam sebuah proses penggarapan, seorang sutradara bertugas untuk

mengatur dan mengarahkan segala sesuatu yang kemudian akan diwujudkan

secara visual diatas panggung. Menurut Nano Riantiarno dalam sebuah esainya

“Sutradara adalah suatu jabatan yang banyak mengandung resiko dan harus

dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sutradara wajib memberikan

instruksi-instruksi. Semua instruksi yang keluar dari seorang sutradara adalah

sebuah instruksi yang penuh dengan pertimbangan dan perhitungan” (Tommy. F

(19)

commit to user

haruslah memiliki sebuah pemahaman yang matang pada sebuah naskah drama

yang digarapnya, hal ini karena semua instruksi yang keluar dari seorang

sutradara adalah pemahaman yang ditangkap oleh sutradara dari teks suatu naskah

yang dibacanya.

Hasanudin W.S berpendapat bahwa “Sutradara adalah seseorang yang

mengkoordinir dan mengarahkan segala unsur pementasan drama (pemain dan

property), memberikan penafsiran pokok atas naskah, dan hal-hal lainnya, dengan

kecakapannya sehingga mencapai suatu pementasan seni pertunjukan drama”

(Hasanudin W.S, 2009: 198).

Seorang sutradara adalah seorang seniman atau pekerja seni yang bertugas

untuk mengkoordinasi suatu proses penggarapan dari naskah lakon yang

dipilihnya. Sutradara juga bertanggung jawab penuh atas sebuah pertunjukan dari

awal proses hingga naskah tersebut ditampilkan di atas panggung.

Dalam perannya sebagai seorang sutradara, ia dianggap mampu untuk

menciptakan sebuah peristiwa teater. Teater merupakan pertunjukan dari

serangkaian peristiwa. Dengan pemeran sebagai materi baku utama dalam upaya

mengungkapkan pengalaman. Kata-kata yang diungkapkan diatas pentas

mengandung suatu kompleksitas tersendiri, karena merupakan kata untuk:

1. dilakukan 2. didengar

3. dilihat (Ags. Arya Dipayana: 75).

Seni pertunjukan teater yang dipertontonkan kepada para penikmat seni

merupakan sebuah proses seni yang melibatkan berbagai unsur. Unsur-unsur itu

meliputi proses kemunculan ide, proses keutuhan penggarapan dan apresiasi

(20)

commit to user

yang bertangggung jawab dan mampu mengolah pertunjukan menjadi suatu

tontonan yang apik dan mempunyai keutuhan yang estetik.

Estetika yang ditampilkan pertunjukan teater sangat dipengaruhi oleh

imajinasi seorang sutradara dalam meramu naskah tersebut. Pemahaman sutradara

terhadap suatu naskah juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh

sutradara.

Budi Riyanto adalah seorang pekerja seni yang memiliki imajinasi dan

pemahaman yang mendalam dalam setiap naskah yang digarapnya. Budi Riyanto

memulai perjalanan teaternya ketika memasuki masa perkuliahan. Budi Riyanto

bergabung dengan Teater Tesa pada tahun 1996, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM) di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Sekarang

selain bergabung dengan kelompok teater LUNGID dan menjadi pelatih di teater

DEPAN (Politeknik Pratama Mulia) Budi Riyanto masih setia menemani setiap

proses perjalanan TESA. Selama bergabung dengan Teater Tesa, Budi Riyanto

banyak mengikuti proses penggarapan. Budi Riyanto pernah bermain dalam

beberapa pertunjukan, antara lain :

a). Revolusi Burung-Burung, Naskah Anonim

b). Dalam Bayangan Tuhan, Naskah Arifin C. Noer

c). Soliloqui Pelayaran Hitam, Naskah Meong Purwanto

d). Destrarasta, Naskah St. Wiyono

e). Pedati Kita Dikubangan, Naskah Hanindawan

f). Sula, Naskah Ambhita Dian Ningrum

g). Topeng-Topeng, Naskah Rahman Sabur

(21)

commit to user

i). Pakaian dan Kepalsuan, Naskah Averchencho

j). Syeh Siti Jenar, Naskah Ferdi Kastamarta

k). TUK, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)

l). Visa, Naskah Goenawan Muhammad

m). ROL, Naskah Bambang Widoyo, SP (Kentoet)

Berdasarkan pengalamannya bermain dalam beberapa naskah tersebut,

Budi Riyanto memulai untuk mencoba masuk dalam tahapan yang lebih tinggi di

dalam jagad seni teater, yaitu menjadi seorang sutradara. beberapa naskah lakon

yang telah disutradarai adalah sebagai berikut:

a). Destrarasta, Naskah St. Wiyono

b).Topengtopeng, Naskah Rahman Sabur

c). Keluarga Yang DikuburkanNaskah Afrizal Malna

d). Paing Si Bedinde, Naskah Hanindawan

e). Ozone, Naskah Arifin C. Noer

f). Petang di Taman,Naskah Iwan Simatupang

g). Hanya Satu Kali, Naskah Galswoorty dan K. Modelwene

h). Paragraf Dalam Hujan, Naskah Meong Purwanto

Selain sebagai seorang pelakon seni dan sutradara muda di kota Solo, Budi

Riyanto yang telah lama bergelut dalam dunia seni peran ini adalah seorang

mahasiswa alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Budi Riyanto mencoba untuk

menerapkan ilmu yang didapatnya semasa kuliah untuk membawa sebuah naskah

lakon keatas panggung.

Teater Tesa sendiri merupakan salah satu komunitas teater kampus di

(22)

commit to user

komunitas teater kampus merupakan komunitas yang paling banyak ada di

Indonesia. Dari komunitas teater kampus inilah yang kemudian menjadi cikal

bakal adanya teater-teater independent.

Dari pengalaman beberapa kali yang penulis alami sebagai pemain yang

berproses dengan Budi Riyanto, penulis beranggapan bahwa Budi Riyanto adalah

sosok sutradara dan seniman yang matang dan gaya penyutradaraannya siap untuk

diteliti dan dikaji.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” ini dimainkan oleh enam

orang aktor. Semua aktor yang bermain dalam naskah lakon ini merupakan

gabungan dari anggota TESA, baik anggota baru maupun anggota yang sudah

lama berproses bersama TESA. Karena adanya keberagaman dalam setiap pemain

inilah yang kemudian membuat Budi Riyanto menerapkan gaya penyutradaraan

yang berbeda antara aktor yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan gaya

yang diterapkan pada setiap pemain ini dilihat dari “jam terbang” masing-masing

aktor. ”Jam terbang” masing-masing aktor disini dilihat dari berapa lamanya

aktor bergabung dengan Teater Tesa dan seberapa sering sang aktor ikut dalam

berbagai proses pementasan Teater Tesa. Aktor yang belum mempunyai “jam

terbang” yang tinggi tentu saja harus bisa mengimbangi aktor yang telah

mempunyai “jam terbang” yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya, aktor yang

mempunyai “jam terbang” lebih tinggi juga di tuntut untuk dapat mengimbangi

aktor yang lain. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan permainan yang seimbang

antara aktor yang satu dengan aktor yang lain di atas panggung.

Dalam rangka penelitian teknik penyutradaraan Budi Riyanto dalam

(23)

commit to user

adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh Sam

Shepard, penulis berupaya mengungkapkan teknik Budi Riyanto ketika

menyutradarai naskah lakon tersebut.

Adapun proses penyutradaraan yang akan diteliti adalah proses

penyutradaraan yang dilakukan oleh sutradara Budi Riyanto terhadap naskah

lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang dilakukan dari

bulan Desember 2006 sampai November 2007 dan dipentaskan oleh kelompok

kerja Teater Tesa Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Teknik

penyutradaraan Budi Riyanto dalam naskah lakon Keluarga yang Dikuburkan

Karya Afrizal Malna”

B.

Pembatasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas sebenarnya masih terdapat banyak

masalah yang harus di bahas baik masalah teks, keaktoran, dan lain sebagainya.

Namun, agar penelitian lebih fokus, pembatasan masalah pada penelitian ini

hanya penulis batasi pada teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto terhadap

naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.

C.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan

permasalahan penelitian, yaitu bagaimana teknik penyutradaran sutradara Budi

Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon “Keluarga yang

(24)

commit to user

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan teknik-teknik

penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap

naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna.

E.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan dan

penggunaan teori sastra, khususnya teori pementasan drama dalam

memvisualisasikan suatu naskah lakon di atas panggung.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan atau dipergunakan

oleh seorang sutradara atau calon sutradara sebagai bentuk

penyutradaraan apabila ingin mementaskan suatu naskah lakon.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah cara penyajian suatu urutan penulisan yang

dibuat secara sistematis. Sistematika sangatlah penting artinya sebagai pedoman

penelitian yang akan memberikan gambaran mengenai langkah-langkah penelitian

sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga

memudahkan pemahaman yang menyeluruh dari penelitian tersebut.

Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing

(25)

commit to user

lainnya mempunyai keterikatan yang erat dan mempunyai kesinambungan,

sehingga terbentuk satu kesatuan yang utuh. Uraian secara garis besar tentang

kelima bab tersebut adalah sebagai berikut.

Bab pertama berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan latar

belakang masalah yang berhubungan dengan objek penelitian. Pembatasan

masalah berisi tentang pembatasan masalah yang diteliti agar tidak melenceng

dari pokok penelitian. Pokok permasalahan yang akan diteliti dipaparkan dalam

perumusan masalah; tujuan penelitian menjelaskan untuk apa penelitian ini

dilakukan; manfaat penelitian menjelaskan tentang manfaat praktis dan teoritis

dari penelitian; dan sistematika penulisan yan akan memberikan keterangan

mengenai alur penulisan dalam penelitian ini.

Bab kedua berisi penelitian terdahulu, kajian pustaka, dan kerangka

berpikir. Kajian pustaka membahas mengenai teori teknik penyutradaraan

sutradara.

Bab ketiga menjelaskan metode penelitian, yaitu mengenai data apa saja

yang akan dijadikan sumber data, bagaimana teknik atau cara dalam pemerolehan

data, dan bagaimana teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian

ini.

Bab keempat merupakan pembahasan yang menyajikan mengenai analisis

data, yaitu uraian mengenai teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto

terhadap naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna yang

merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child” yang ditulis oleh

(26)

commit to user

Bab kelima berupa penutup yang memuat simpulan yang berisi pernyataan

singkat dari hasil penelitian dan pembahasan, selain itu juga akan disertakan

(27)

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di universitas sekitar

Solo (UMS, UNS, UNIVET, UNISRI, UGM), diperoleh beberapa penulisan

skripsi dengan menggunakan teknik penyutradaraan seperti di bawah ini:

1. Anton Tri Cahyono. C0296012. Konsep Penyutradaraan Ista Bagus Putranto

dalam Lakon ”Wabah” Karya Hanindawan. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah aspek-aspek formal yang

membangun naskah lakon Wabah karya Hanindawan sebagai objek awal

untuk menangkap makna, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji aspek

interpretasi sebagai bekal menyusun konsep penyutradaraan lakon tersebut

sebagai bentuk dari proses penyutradaraan Ista Bagus Putranto.

Penelitian ini merupakan hasil dari proses penyutradaraan sutradara Ista

Bagus Putranto dengan Teater Kedok Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2001 di Aula

Fakultas Kedokteran.

Secara keseluruhan, unsur-unsur naskah lakon Wabah mempunyai

keterjalinan yang erat antara penokohan, alur, latar, tikaian, tema dan amanat,

serta cakapan. Interpretasi sutradara Ista Bagus Putranto yang kreatif dan

penggarapan tata panggung, tata lampu, tata rias dan busana, serta tata musik

(28)

commit to user

konsep penyutradaraan sutradara Ista Bagus Putranto yang menggunakan

metode campuran antara teori Laissez Faire dan Gordon Craig.

2. Janta Setiana. C0200032. Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam

Naskah Lakon ”Aum” Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini menjawab masalah bagaimana teknik penyutradaraan dan tugas

sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraaan terhadap naskah

lakon Aum karya Putu Wijaya.

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan teknik penyutradaraan dan

tugas sutradara dari Rohmat Basuki selama menyutradarai naskah lakon Aum

karya Putu Wijaya sebagai kebutuhan pementasan.

Simpulan dari penelitian ini yaitu teknik penyutradaraan yang dilakukan oleh

Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah lakon Aum karya Putu Wijaya.

Kedelapan teknik Rohmat Basuki itu, antara lain: 1) menentukan nada dasar,

meliputi: menentukan dan memberikan suasana khusus, membuat lakon

gembira menjadi suatu banyolan, mengurangi bobot tragedi yang berlebihan,

memberikan prinsip dasar pada lakon, 2) memilih pemain atau pengkastingan,

meliputi: casting to type, casting by ability, dan antitype casting, 3) latihan,

meliputi olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, dan blocking, 4) tata

teknik dan pentas, meliputi: tata ruang, tata lampu, tata musik, tata rias, dan

tata busana, 5) menguatkan dan melemahkan scene, meliputi adegan yang

dibuat oleh sutradara Rohmat Basuki dari adegan I sampai XI, 6)

menciptakan aspek-aspek laku, dengan pendekatan ketat dan fleksibel, 7)

(29)

commit to user

koordinasi, meliputi: mengumpulkan semua yang terlibat, baik para pemain,

crew setting, crew ligthing, makeuper, pemusik, dan produksi untuk tumbuh

bersama dalam menyukseskan pertunjukan Aum karya Putu Wijaya ke dalam

pertunjukan drama.

Pendekatan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki dalam menyutradarai naskah

lakon Aum karya Putu Wijaya adalah menggunakan gaya penyutradaraan

Laisez Faire dan Gordon Craig. Laisez Faire adalah gaya penyutradraan

dengan memberikan kesempatan bagi para pemain untuk lebih

mengembangkan dirinya, gaya Laisez faire dilakukan pada para pemain yang

memiliki “jam terbang” tinggi dalam pengalaman bermainnya, sedangkan

Gordon Craig yaitu gaya penyutradaraan dengan cara-cara ketat, gaya ini

digunakan bagi pemain-pemain yang pemula.

Dari penelusuran penulis, teori tentang teknik penyutradaraan hanya

digunakan oleh dua orang penulis, yaitu Anton Tri Cahyono dan Janta

Setiana, sehingga Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam Naskah Lakon

”Keluarga yang Dikuburkan” benar-benar belum diteliti oleh penulis lain.

B.

Kajian Pustaka

Teknik penyutradaraan adalah suatu cara seorang sutradara dalam

melakonkan perannya untuk mengangkat sebuah naskah lakon ke dalam bentuk

pementasan.

Ajib Hamzah berpendapat bahwa “Sutradara ketika berkehendak

menyutradarai suatu naskah lakon, keberangkatan naskah lakon itu didukung oleh

(30)

commit to user

Sementara Suyatna Anirun berpendapat bahwa setiap pagelaran drama selalu

bertolak dari pencetusnya ide-ide. Ide-ide yang telah melembaga menjadi suatu

gagasan-gagasan itu mengembang menjadi bahasa teater” (1978: 19).

Sutradara adalah orang yang dapat mengaktualisasikan naskah lakon ke

dalam panggung pementasan. Sutradara tidak dapat bekerja sendiri. Dalam setiap

proses pementasan, sutradara akan berhadapan dengan naskah, aktor, kru

panggung, serta penonton. Harymawan menjelaskan bahwa kedudukan seorang

sutradara berada di tengah-tengah segitiga, ia bertindak sebagai pusat kekuatan,

berikut adalah bagan yang menjelaskan posisi sutradara dalam proses pementasan:

pengarang/ naskah

sutradara

aktor penonton

(Harymawan, 1993: 64).

Menurut Suyatna Anirun, ada empat unsur yang mengusung terciptanya

sebuah teater yaitu, naskah, pemain, tempat pertunjukan, dan penonton. Semua

merupakan satu kesatuan yang meruang, hanya dari sana kita akan mendapat

kemungkinan terciptanya atmosfer teateral. Atmosfer tersebut hanya tercita

apabila naskah sedang dimainkan, dipertunjukkan dengan tingkat permainan yang

optimal, bertenaga dan berpengaruh, diusung oleh kondisi ruangan dan teknik

akustik yang memadai sehingga secara visual memungkinkan terjadinya

komunikasi estetis maupun emosional dengan penonton (Suyatna Anirun, 2002:

(31)

commit to user

Seorang sutradara adalah seorang seniman, ia menyiapkan dan

merencanakan kerja dan usaha-usaha kreatif untuk dapat menyuguhkan

pementasan yang baik, namun sutradara juga menyadari bahwa seni bukan suatu

dogma, apa yang diharapkan objektif selalu menjadi subjektif. Hal ini berkaitan

dengan citra seseorang terhadap keindahan masing-masing ditentukan oleh sikap

dan penalaran yang berbeda-beda.

Teknik penyutradaraan yang digunakan sutradara dalam memunculkan

naskah lakon ke atas pangung meliputi beberapa cara, menurut Japi Tambayong,

teknik yang digunakan oleh sutradara meliputi “memilih naskah, menentukan

pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staff, melatih pemain, dan

mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam

bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan teknik dalam proses penyutradaraan

adalah menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun miss

and scene, menguatkan dan melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku,

dan mempengaruhi jiwa pemain. Adapun penjelasan dari tugas dalam proses

sutradara adalah sebagai berikut :

a.Menentukan Nada Dasar

Menentukan nada dasar adalah mencari motif yang memasuki

karya lakon dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu

perwujudan naskah lakon dasar dapat bersifat sebagaimana berikut:

1). Menentukan dan memberikan suasana khusus.

2). Membuat lakon gembira menjadi suatu banyolan.

3). Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan.

(32)

commit to user 5). Ringan

b. Menentukan Casting

Yang dimaksud casting ialah proses penuangan untuk

menentukan pemeran berdasarkan analisis naskah untuk diwujudkan

dalam pentas. Beberapa macam casting yang digunakan sutradara,

adalah sebagai berikut:

1). Casting by ability : casting berdasarkan kecakapan yang

terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta

menjadikan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan

sukar.

2). Casting to type : casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik

dengan peran tokoh. Sutradara akan memilih pemainnya

yang sesuai dalam memerankan tokoh dengan melihat

kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang akan

dilakoninya.

3). Antitype casting : casting yang agak bertentangan dengan

keadaan watak maupun sifat pemeran dalam memerankan

tokoh yang akan dimainkannya. Proses pengcastingan

dengan model ini akan membuat pemain lebih mengeksplor

dirinya.

4). Casting to emotional temperament: casting berdasarkan pada

hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian

dengan peran yang dimainkan dalam hal emosi dan

(33)

commit to user

temperament, sutradara akan lebih mudah menggarap para

pemainnya karena pemain memiliki kemiripan kondisi

keseharian dengan tokoh yang dilakoninya.

5). Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk

seorang pelaku yang bertentangan sekali watak aslinya

dengan maksud menyembuhkan atau terapi mengurangi

ketakseimbangan jiwanya. Pada tipe penyutradaraan gaya

therapeutic casting, sutradara sudah mencapai tahapan suhu

di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan

berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para

pemainnya.

Dalam melakukan casting, sutradara harus memilih pemain atau

orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian

itu berdasar pada fisik, karakter, warna suara, temperamen

kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau ““jam terbang”

yang dimilikinya dalam dunia panggung atau seni peran.

c. Tata dan Teknik Pentas

Tata dan teknis pentas adalah segala yang menyangkut soal tata

setting, tata rias dan busana, tata cahaya dan tata musik, kesemuanya

disesuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas,

seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah

lakon yang akan disutradarainya, yang memberikan gambaran

mengenai tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata

(34)

commit to user

Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung,

seperti penata setting, perias dan penata kostum, penata lampu dan

penata musik. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut,

sutradara hanya memberikan konsep tata pentas secara garis besarnya

saja, dan pekerja panggung mengerjakan menurut konsep tata pentas

sutradara.

d. Menyusun Miss en Scene

Menyusun miss en scene adalah menyusun segala perubahan

yang terjadi dan terdapat pada daerah pemain akibat adanya

perpindahan pemeran atas perlengkapan panggung, pemberian bentuk

bisa dicapai dengan hal-hal berikut :

1). Sikap pemain

2). Pengelompokan

3). Pembagian Tempat Kedudukan Para Pelaku

4). Variasi Saat Keluar dan Masuk

5). Variasi Posisi dari Dua Pemain yang Berhadap-hadapan

6). Komposisi dengan Menggunakan Garis dalam Penempatan

Pelaku

7). Ekspresi Kontras dalam Pakaian Pemeran

8). Efek yang Ditimbulkan oleh Tata Sinar Lampu

9). Memperhatikan Latar Belakang Pentas

10). Keseimbangan dalam Komposisi Pentas

(35)

commit to user

Dalam menyusun miss en scene, sutradara akan menjumpai

permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa

panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur

meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi

aksi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung;

baik dalam bentuk gesture (gerak isyarat), business (kesibukan), dan

movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking meliputi

pengelompokkan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi

saat keluar dan masuk panggung, keseimbangan dalam komposisi

dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku. Mood

merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap

babak atau adegan.

e. Menguatkan atau Melunakkan Scene

Teknik ini adalah cara penggarapan suatu lakon yang dituangkan

pada bagian-bagian adegan lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan

pada bagian-bagian lakon menurut pandangannya sendiri tanpa

mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene bisa

didukung dengan efek cahaya dan musikalitas.

f. Menciptakan Aspek-aspek Laku

Sutradara memberikan saran-saran pada para aktor agar mereka

menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu

cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah,

tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton

(36)

commit to user g. Mempengaruhi Jiwa Pemain

Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita

lakon:

1). Ciri Sutradara Teknikus

Dia akan menciptakan suatu pagelaran pentas yang

menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor

yang luar biasa, tata sinar yang mewujudkan kostum yang

menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi

penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur

keaktorannya yang notabene sebagai media penyampai suatu

maksud dari teks drama.

2). Ciri Sutradara Psikolog

Gaya sutradara psikologi memang kurang memperhatikan

aspek selain keaktoran karena dalam penggambaran watak dia

akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada

cara acting yang murni ketika prestasi permainan pribadi

ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi aspek di luar wilayah

keaktoran agak dikesampingkan.

h.Koordinasi

Sutradara memerlukan koordinasi dengan semua pihak yang

berhubungan dengan proses pementasan.

Dalam sebuah proses penggarapan suatu naskah lakon, seorang sutradara

harus mampu memilih jalur yang akan dipilihnya untuk menjalankan

(37)

commit to user

kepemimpinannya dan menentukan tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah

proses tersebut. Japi Tambayong membagi kepemimpinan seorang sutradara,

antara lain sebagai berikut :

a. Sutradara Konseptor: sutradara, tak pelak, adalah dengan sendirinya konseptor. Tetapi, seorang sutradara konseptor, berdiri sebagai pemegang konsep penafsiran yang ketat. Ia menyerahkan konsep penafsirannya pada para pemain, dan dibiarkannya pemain-pemain itu mengembangankan konsep itu secara kreatif, tetapi juga terikat.

b. Sutradara Koordinator: jika sebuah pertunjukan bersifat komersial, tentu aktor-aktor yang dipilih bermain adalah aktor-aktor ternama, atau paling tidak aktor-aktor yang sudah jadi. Mereka dipakai dan dibayar. Tugas sutradara disini, kuran lebih adalah pengarah. Ia tinggal mengkoordinasi pemain-pemain itu dengan konsep penafsirannya. c. Sutradara Diktator, sutradara di sini tidak percaya pada

pemain-pemainnya. Ia menjadi guru yang mengharapkan pemainnya dicetak persis seperti dirinya. Baginya tidak berlaku konsep penafsiran dua arah seperti sutradara konseptor. Ia mendambakan seni sebagai dirinya, “seni adalah aku”. Pemain-pemainnya tetap buta tuli, mereka hanya dibuat robot.

d. Sutradara Suhu: untuk Indonesia, barangkali pedoman sutradara sebagai suhu, amat diperlukan bagi pembangunan jangka panjang. Sutradara adalah seorang suhu, yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teaternya dibuat seperti sebuah padepokan. Ada masanya belajar bersama-sama, ada masanya membangkang dan menyanggah guru, lalu ada masanya berdiri sendiri. Para aktor diberi keyakinan, bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang kelak harus hadir dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada pemimpinnya. Jantan di sini berarti, ilmunya telah benar-benar mustaid. (Japi Tambayong, 1981: 73-74).

Menurut Nano Riantiarno, dalam dunia penyutradaraan, tercatat ada empat

jenis “gaya” sutradara. Semua berkaitan erat dengan perilaku atau perangainya

sebagai seorang manusia. “gaya” dari sutradara tersebut yaitu sebagai berikut :

a) Sutradara Pemarah

Dalam dunia penggarapan, banyak sutradara yang mengikuti

“gaya” ini. Hal ini disebabkan karena adanya suatu pengertian bahwa

(38)

commit to user

Sutradara pemarah sulit sekali untuk menjalin komunikasi yang

baik dengan para pekerja panggung dan pemain-pemainnya. Padahal kerja

panggung dalam suatu proses merupkan suatu kerja bersama. Dunia

kesenian bagi sutradara pemarah makin lama akan makin sempit. Dia akan

kehilangan banyak momen berharga.

b) Sutradara Pendiam

Gaya jenis ini juga memiliki banyak pengikut. Sutradara jenis ini

biasanya lebih suka bekerja sendirian. Dia kurang gemar memerintah atau

berpetuah, tapi lebih suka langsung memberi contoh. Harapannya, semoga

yang lain tak enak hati dan mau bekerja lebih optimal pada masing-masing

bidangnya. Sutradara jenis ini dapat menjadi bumerang bagi proses

pementasan tersebut. Hal ini akan membuat orang yang ikut dalam proses

pementasannya akan bertindak seenaknya.

c) Sutradara Cerewet

Biasanya seorang sutradara yang cerewet menyimpan niat untuk

membuat hasil kerjanya jadi sesempurna mungkin. Dia suka menganggap

para pekerjanya adalah orang-orang yang bodoh yang harus selalu digiring

dan wajib diberitahu hingga hal-hal paling detil. Perkembangan pekerjaan

harus berasal dari dirinya saja. Pertimbangan orang lain kurang dihargai,

dan semua keputusan harus atas ijinnya.

Sutradara jenis ini mengatur sampai pada hal sekecil apapun. Ia

ingin semua berjalan seperti keinginannya.

(39)

commit to user

Sutradara jenis ini entah mengapa selalu ingin memacari para

pemainnya. Ia ingin merasa lebih dekat dengan pemainnya. Sutradara ini

merasa bahwa kedekatan antara dirinya dengan aktor akan mempermudah

dalam memberikan petunjuk maupun instruksi-instruksi meskipun hal

tersebut tentunya mempunyai benberapa kendala seperti

mengesampingkan profesionalismenya sebagai seorang sutradara.

Hal yang berbeda dikemukakan oleh Harymawan dalam bukunya,

dramaturgi. Menurut Harymawan, terdapat dua gaya sutradara, yaitu gaya Gordon

Craig dan Gaya Laisez Faire. Gordon Craig menyatakan bahwa ide dan gagasan

seorang sutradara harus dilaksanakan oleh para aktor. para aktor harus

mendedikasikan dirinya pada ide-ide sutradara. Gaya Gordon Craig ini

menciptakan sesuatu yang sesuai dengan harapan sutradara, sempurna, dan teliti,

namun gaya ini akan menjadikan seorang sutradara terkesan diktator. Gaya Laisez

Faire merupakan kebalikan dari Gordon Craig. Sutradara memberikan kesempatan

bagi para aktornya untuk lebih leluasa berekspresi. Sutradara bertindak sebagai

pendamping, namun hal ini akan menimbulkan adanya kekacauan dan kurang

teratur karena tiap-tiap aktor dibiarkan berkembang menurut kemampuannya,

sehingga hanya aktor-aktor yang berpengalaman saja yang dapat menghadirkan

pementasan yang baik.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyutradaraan

sebuah naskah lakon berangkat dari suatu konsep penyutradaraan yang didapat

oleh seorang sutradara untuk memvisualisasikan suatu naskah lakon ke atas

panggung, dalam hal ini seorang sutradara harus mempunyai pedoman dalam

(40)

commit to user

Teknik penyutradaraan merupakan cara yang digunakan oleh sutradara

dalam mengangkat naskah lakon yang ia pilih menjadi sebuah pementasan. Gaya

yang digunakan oleh seorang sutradara akan dapat mempengaruhi bagaimana

bentuk pementasan yang akan ditampilkan di atas panggung.

Beberapa teori tersebut di atas akan dipakai sebagai dasar atau landasan

dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

C.

Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas akan mempermudah

mengungkap permasalahan yaitu tentang teknik penyutradaraan sutradara Budi Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto

Menentukan nada dasar

Menentukan casting/pemeranan

Latihan

Tata dan Teknik Pentas

Menguatkan atau Melemahkan

Scene

Menciptakan Aspek-aspek

Laku

Mempengaruhi Jiwa Pemain

Koordinasi

(41)

commit to user

Riyanto terhadap naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya Afrizal

Malna.

Teknik penyutradaraan yang diterapkan oleh Budi Riyanto meliputi

delapan langkah, yaitu: menentukan nada dasar, menentukan casting/ pemeranan,

latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking), tata dan

teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan tata musik),

menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku,

mempengaruhi jiwa pemain, dan koordinasi.

Budi Riyanto menggunakan gaya penyutradaraan Laisez Faire dan Gordon

Craig. Teori Gordon Craig menyatakan bahwa ide gagasan dari sutradara harus

dipatuhi dengan mutlak, para pemain harus mendedikasikan dirinya terhadap ide

sutradara. Gaya penyutradaraan ini biasanya digunakan Budi Riyanto untuk

berproses dengan pemain-pemain pemula/ baru. Pemain pemula/ baru disini

dilihat dari lamanya ia bergabung dengan teater TESA (mahasiswa baru).

Sedangkan teori Laisez Faire adalah suatu gaya penyutradaraan yang memberikan

(42)

commit to user

25

BAB III

METODE PENELTIAN

A.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif

digunakan untuk mengungkap, memahami sesuatu dibalik fenomena dan

mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui, bahkan belum

diketahui, serta dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit

diungkapkan (Strauus dan Corbin, 2003). Dalam penelitian kualitatif, data yang

diteliti berupa kata dan bukan yang berupa angka dikumpulkan dari studi kepustakaan

(Mulyadi, 2005: 9).

Metode kualitatif dapat digolongkan ke dalam metode deskriptif yang

penerapannya bersifat menuturkan, memaparkan, memberikan analisis, dan

menafsirkan (Soediro Satoto, 1995:15). Dengan demikian ini tidak terbatas hanya

sampai pada penyusunan dan pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisis

interpretasi data yang ada.

B.

Objek Penelitian

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan yang

dilakukan oleh Budi Riyanto dalam naskah lakon “Keluarga yang dikuburkan” karya

Afrizal Malna yang merupakan adaptasi bebas dari naskah lakon “The Buried Child”

(43)

commit to user

C.

Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah lakon “Keluarga

yang Dikuburkan” karya Afrizal Malna, dokumentasi pementasan Teater Tesa

dan sutradara Budi Riyanto.

2. Data

Adapun data untuk penelitian ini adalah gerakan-gerakan dan

visualisasi yang dilakukan oleh Budi Riyanto dalam pementasan “Keluarga

yang Dikuburkan” oleh Teater Tesa di Teater Arena Taman Budaya Surakarta

tanggal 21 November 2007, serta kata, kalimat yang terdapat dalam naskah

lakon “Keluarga yang Dikuburkan”.

D.

Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan membaca dan

mempelajari buku yang mempunyai hubungan atau buku-buku yang dapat

menunjang penulis dalam penelitian.

2. Teknik Observasi dan wawancara, teknik observasi yang dilakukan penulis

adalah pengamatan lapangan, yaitu ketika proses latihan dan pementasan.

Setelah teknik observasi, penulis melakukan teknik wawancara dan

kemudian mencatat yang selanjutnya diinventarisasikan sebagai data yang

(44)

commit to user

E.

Teknik Analisis

1. “Pembacaan: pembacaan untuk kepentingan analisis, pembaca harus bisa

menjaga jarak dengan tokoh-tokoh drama dan permasalahan yang

dihadapi tokoh drama tersebut agar tidak melihat permasalahan tersebut

dengan emosional tetapi rasional

2. Penginventarisasian: merupakan langkah pencatatan tentang

konsep-konsep ataupun teknik-teknik penyutradaraan sebuah naskah lakon.

Pencatatan harus secermat mungkin sampai data-data sekecil apapun,

dengan prinsip bahwa semua data yang terdapat dalam konsep atau teknik

penyutradaraan ada fungsi dan maksudnya.

3. Pengidentifikasian: suatu usaha mengelompokkan data yang telah selesai

diinventaris.

4. Penginterpretasian: merupakan tahap pemberian makna dari data yang

telah ada. Tahap ini merupakan usaha peneliti mengembalikan data

imajinatif dalam proses penciptaan ke data objektif dengan menjelaskan

(45)

commit to user

5. Pembuktian: merupakan pencarian bukti, contoh, menalar hubungan hasil

interpretasi dengan bukti dan penelitian, yakni dengan tidak mengabaikan

bukti dan contoh yang menurut peneliti tidak relevan.

6. Pengumpulan serta pelaporan: yaitu menyusun kesimpulan-kesimpulan

permasalahn-permasalahan kecil yang kemudian disusun menjadi laporan”

(46)

commit to user

29

BAB IV

ANALISIS

Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto

Teknik penyutradaraan yang digunakan oleh Budi Riyanto merupakan suatu

cara atau teknik seorang sutradara saat melakonkan perannya sebagai orang yang

menyutradarai suatu naskah lakon. Teknik yang digunakan oleh seorang sutradara

yang berbeda satu sama lain dapat mempengaruhi bentuk suatu pementasan.

Seorang sutradara secara umum akan memperhatikan beberapa hal sebelum

menyutradarai sebuah naskah. Beberapa hal yang diperhatikan Budi Riyanto

merupakan hal-hal yang nantinya akan mempengaruhi teknik yang digunakannya.

Hal yang sangat diperhatikan oleh Budi Riyanto di antaranya adalah penyikapan

terhadap teks naskah lakon yang hendak dibawakan, pengalaman para aktor yang

dipilihnya serta nama almamater yang dibawanya.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” merupakan sebuah naskah dari

Amerika karya Sam Shepard yang diadaptasi oleh Afrizal Malna. Dalam

menyikapi naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”, yang dipertimbangkan

oleh Budi Riyanto adalah masalah-masalah yang terdapat dalam naskah tersebut

dan bentuk kemungkinan pementasannya. Hal ini disebabkan dalam setiap

penyutradaraan akan berakhir pada sebuah pementasan di atas panggung.

Penyutradaraan naskah lakon yang dilakukan oleh Budi Riyanto menggunakan

konsep realis, tetapi dalam beberapa adegan maupun dialog ditemui

bentuk-bentuk simbolis. Yang dimaksud dengan konsep realis di sini adalah suatu bentuk-bentuk

(47)

commit to user

Meskipun unsur keindahan masih mendapat perhatian, tetapi dicoba untuk meniru

kehidupan nyata. Ciri realis menurut Herman J Waluyo adalah (1) aktingnya yang

bersifat wajar seperti dalam kehidupan sehari-hari, (2) aspek visual dalam

pertunjukan tidak berlebihan dan disesuaikan dengan realitas kehidupan

sehari-hari (Herman. J Waluyo, 2006: 59), sedangkan yang dimaksud dengan simbolis

adalah pemakaian untuk mengekspresikan ide-ide (Suyatna Anirun, 2002: 169).

Penggunaan konsep realis dan beberapa bentuk simbolis dalam pementasan

tidak lepas dari keinginan Budi Riyanto agar mempermudah interpretasi

penonton dan agar pementasan terkesan luwes dan tidak monoton. Dalam

permainan dialog, banyak pendialogan antartokoh yang disampaikan dengan cara-

cara simbolik. Hal ini juga ditemui dalam properti-properti tokoh. Nampak adanya

properti buah-buahan seperti jagung yang memang dapat dikaitkan sebagai

properti yang menyimbolkan masyarakat desa yang bercocok tanam. Ini berarti

naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” menjadi bentuk lakon yang realis

simbolis.

Teater Tesa merupakan sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berada di

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Teater Tesa merupakan salah satu teater

kampus yang lahir pada 14 Oktober 1987. Dalam kesehariannya, para anggota

Teater Tesa selalu dilatih untuk dapat mencari dan mengamati makna dari

kehidupan yang dijalaninya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mendalami

karakter dan watak dari peran yang nantinya akan dimainkannya dalam suatu

pementasan. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa ada beberapa orang dari

anggota Teater Tesa tidak dapat melakukannya dengan baik. Inilah yang nantinya

(48)

commit to user

pementasan. Aktor yang tidak dapat membawakan karakter peran yang

dimainkannya dengan baik tentu akan terlihat sangat kaku dan akan nampak juga

perannya yang dibuat-buat.

Pementasan “Keluarga yang Dikuburkan” ini merupakan penggabungan

antara aktor yang sudah mempunyai “jam terbang” yang tinggi dan aktor yang

baru dalam dunia pementasan. Aktor yang sudah memiliki “jam terbang” tinggi di

sini ditentukan dari lamanya sang aktor bergabung dengan Teater Tesa dan

seberapa sering bermain dalam berbagai pementasan, sedangkan aktor yang belum

memiliki “jam terbang” tinggi dalam hal ini adalah anggota yang baru bergabung

dengan keanggotaan Teater Tesa (mahasiswa baru). Aktor yang belum memiliki

cukup pengalaman akan terasa sulit mengimbangi permainan dari aktor yang

sudah lebih berpengalaman.

Berbagai kesulitan akan ditemui oleh aktor baru dalam usahanya

mengimbangi permainan aktor yang lebih berpengalaman, misalnya dalam

bentuk-bentuk gerak dan penghayatan terhadap naskah lakon yang dimainkan.

Sutradara yang memiliki kepekaan yang tinggi tentu akan melihat hal ini sebagai

sebuah tantangan. Ia harus berusaha untuk membuat permainan para aktornya

terlihat seimbang.

Sebuah pementasan tidak hanya bertumpu pada para aktor, Budi Riyanto

juga memperhatikan elemen-elemen pendukung seperti musik, lighting, setting,

make up dan costum. Elemen-elemen pementasan ini dapat mendukung dan

mempercantik tampilan sebuah pementasan. Dalam sebuah pementasan terdapat

(49)

commit to user

tersebut kehadapan penonton. Kru panggung dan pendukung pementasan lainnya

antara lain adalah sebagai berikut :

1. Kru musik

2. Kru setting

3. Kru lighting

4. Make up dan costum

Sama seperti aktor yang bermain di atas panggung, keberadaan kru dan

pendukung pementasan lainnya sangat diperlukan untuk melengkapi keutuhan

sebuah pementasan. Antara satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena

akan menghasilkan suatu pementasan yang tidak utuh dan kurang maksimal.

Beberapa hal tersebut yang coba di atasi oleh Budi Riyanto dengan menggunakan

gabungan dari gaya penyutradaraan Laissez Faire dan gaya penyutradaraan

Gordon Craig.

Sebagai seorang sutradara, Budi Riyanto sadar bahwa tugas yang

dilakoninya tidak mudah. Ia harus dapat membuat pementasan di atas panggung

terlihat menarik. Dalam sebuah proses pementasan, ia selalu melihat latar

belakang para aktornya. Hal ini merupakan suatu bentuk strategi untuk dapat

menentukan teknik dan gaya penyutradaraan yang akan ia terapkan pada

masing-masing aktor.

Adanya keberagaman kemampuan para aktor membuat Budi Riyanto

menggunakan gaya penyutradaraan yang berbeda pada setiap aktor. Keberagaman

para aktor sebenarnya tidak hanya dilihat dari “jam terbang” yang dimilikinya

namun juga bakat yang dimiliki oleh setiap individu. Budi Riyanto menggunakan

(50)

commit to user

gaya Laissez Faire digunakan oleh Budi Riyanto kepada para aktor yang memang

sudah memiliki bakat dan “jam terbang” yang tinggi, sedangkan untuk aktor

pemula Budi Riyanto menggunakan gaya Gordon Craig, namun hal ini bukan

merupakan suatu keharusan. Budi Riyanto sangat kondisional dalam menerapkan

gaya penyutradaraan kepada para aktornya. Ada saatnya ia meminta para aktornya

untuk mencari sendiri hal-hal yang berkaitan dengan peran yang dimainkan

namun ada juga saatnya ia memberikan contoh baik dalam pendialogan, blocking,

maupun suasana yang terjadi pada suatu adegan.

Sama seperti penerapan gaya penyutradaraan terhadap aktor, Budi Riyanto

juga menerapkan hal yang sama terhadap kru pendukung pementasan. Setiap kru

pendukung pementasan hanya diberikan beberapa pengarahan tentang apa yang

harus dilakukan para kru untuk dapat memberikan sebuah tontonan yang apik.

Misal kru musik, Budi Riyanto memberikan arahan suasana pada setiap adegan

dan timing kapan musik harus masuk dan kapan harus berhenti. Budi Riyanto

memberikan kebebasan kepada kru musik untuk meramu musik yang akan

muncul dalam pementasan. Setelah kru musik menemukan beberapa alternatif

musik yang akan ditampilkan, kru musik mempresentasikan kepada Budi Riyanto,

selanjutnya diadakan diskusi untuk menentukan musik mana yang akan dipakai.

Ini tidak hanya terjadi pada kru musik tetapi juga pada kru pendukung

pementasan yang lain. Meskipun memberikan kebebasan kepada setiap krunya

untuk menyuguhkan elemen-elemen pendukung pementasan, Budi Riyanto tidak

serta merta melepas semuanya kepada kru. Pada awalnya, Budi Riyanto

(51)

commit to user

mempresentasikan dan mendiskusikan kepada Budi Riyanto dari diskusi tersebut

akan ditentukan mana yang akan digunakan sebagai pendukung pementasan.

Budi Riyanto menggunakan teknik penyutradaraan yang meliputi:

1. menentukan nada dasar

2. menentukan casting/ pemeranan

3. latihan (terdiri dari olah vokal, olah tubuh, olah rasa, reading, blocking)

4. tata dan teknik pentas (tata setting/ruang, tata lampu, tata rias dan busana, dan

tata musik)

5. menguatkan atau melemahkan scene

6. menciptakan aspek-aspek laku

7. mempengaruhi jiwa pemain

8. koordinasi.

Berikut adalah teknik yang digunakan oleh Budi Riyanto dalam proses

membuat sebuah pertunjukan:

1. Menentukan Nada Dasar

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” tergolong naskah realis,

naskah lakon yang cenderung lebih mengarah kepada realita kehidupan

sehari-hari pada suatu masyarakat tertentu atau lebih mengerucut pada sebuah

keluarga.

Tugas pertama sutradara ialah mencari motif yang termasuk karya

lakon yang memberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam penyutradaraan.

Tugas sutradara untuk memberi ciri kejiwaan tersebut disebut menentukan

nada dasar. Nada dasar tersebut dapat bersifat menentukan dan memberikan

(52)

commit to user

mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan, memberikan prinsip dasar

pada lakon, ringan (Harymawan, 1993: 66).

Dari sifat nada dasar tersebut, Budi Riyanto menggunakan:

a. Menentukan dan memberikan suasana khusus

Menurut jenisnya, naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”

termasuk dalam jenis tragedi. Drama tragedi sendiri memiliki unsur duka,

sehingga penonton dibawa dalam suasana mengharu biru yang

menyedihkan.

Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan” memiliki ciri-ciri

seperti yang disebut di atas. Naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”

berkisah tentang konflik dalam sebuah keluarga yang di dalamnya

menggambarkan suasana duka dan tetap berakhir dengan sebuah suasana

duka dengan peristiwa yang mengharu biru. Peristiwa itu dapat dilihat dari

beberapa dialog dari para tokoh-tokohnya. Salah satu persoalan yang

menimbulkan ketragisan tampak pada dialog Basuki.

Basuki: Aku adalah sebuah bangunan yang telah berantakan. Tidak ada seorang pun yang bisa memasukinya lagi, karena orang sudah tidak dapat mengenali dimana letak pintu masuk dari bangunan itu. Tetapi aku masih merasakan bahwa masih ada halaman belakang dari bangunan yang runtuh itu, yang ditumbuhi jagung yang telah kau petik itu (Afrizal Malna: 14).

Tampak kondisi suasana Basuki yang mempunyai masalah dengan

psikologisnya. Ia seperti menanggung beban yang berat. Basuki merasakan

bahwa hidupnya sudah tidak berarti lagi bagaikan sebuah bangunan yang

telah berantakan. Kondisi psikologis Basuki yang berantakan itu muncul

(53)

commit to user

Suasana kesedihan yang mendalam juga tampak dalam dialog

Krima.

Krima: ...Aku pandangi ketika ia berangkat meninggalkan kita. Aku melihat matanya membuang kebencian yang terakhir padaku. Kebencian dan cinta, waktu itu beterbangan seperti kata-kata yang kehilangan makna. Aku seperti tidak lagi berpijak di atas lantai. Aku tidak lagi merasakan dunia. Waktu itu, “keluarga” hanyalah kata-kata yang berserakan dalam kalimat-kalimat yang kacau…. (Afrizal Malna: 08).

Kondisi suasana yang muncul pada dialog tersebut

menggambarkan suasana kesedihan yang mendalam yang dialami Krima.

Kesedihan itu terjadi ketika Krima teringat pada masa lalunya yang

menyedihkan.

Menurut Budi Riyanto, bentuk tragedi dalam naskah lakon ini ada

pada komunikasi yang kacau yang terjadi dalam keluarga Basuki.

Komunikasi kacau tersebut disimbolkan dengan dimunculkannya televisi

ditengah-tengah kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa

dialog di bawah ini:

(54)

commit to user

Dimunculkannya televisi yang sangat menghipnotis Basuki hingga

kehidupan sehari-hari Basuki tidak dapat dipisahkan dari Basuki. Ketika

Basuki muncul televisi juga muncul. Dengan cara itulah Budi Riyanto

memberikan sentuhan suasana yang khusus.

b. Mengurangi bobot tragedi yang terlalu berlebihan

Dalam memberikan tekanan nada tragedi, hal yang paling dasar

yang dibutuhkan adalah kemampuan para pemeran dalam penghayatan dan

peleburan dalam suasana duka. Hal lain yang dapat dimunculkan adalah

masuknya musik yang mampu melebur dan menciptakan suasana dengan

suasana kedukaan tersebut, teknik lampu juga harus dapat mendukung dan

menciptakan suasana duka tersebut. Dengan demikian nada tragedi akan

diperoleh jika aktor dapat menguasai dan mempergunakan dengan tepat

kapan dibutuhkannya suasana duka dan kapan suasana duka tersebut tidak

diperlukan.

c. Memberikan prinsip dasar pada lakon

Memberikan prinsip dasar pada lakon diperlukan untuk mendasari

pemeranan yang akan dimainkan oleh aktor. Beberapa interpretasi tentang

nada dasar tokoh-tokoh dalam naskah lakon “Keluarga yang Dikuburkan”

adalah sebagai berikut:

1) Basuki

Basuki adalah seorang lelaki tua yang mempunyai masalah

keluarga. Ia menguburkan anak hasil perselingkuhan istrinya di

(55)

commit to user

selalu menolak untuk minum obat, ia lebih suka minum-minuman

keras. Basuki takut kepada Doni yang selalu mencukur rambutnya.

2) Krima

Krima adalah seorang perempuan tua yang tergolong cantik

untuk usianya yang sudah berkepala 5. Meskipun sudah bersuami,

Krima menjalin hubungan terlarang dengan seorang lelaki lain. Ia

adalah wanita yang tegar dalam menghadapi konflik-konflik yang

muncu

Gambar

  Gambar 2
  Gambar 3
  Gambar 4
  Gambar 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini telah membangun sebuah sistem yang dapat mengklasifikasi sinyal EEG terhadap tiga kondisi pikiran yaitu menghitung, menulis dan tidak memikirkan sesuatu

Tes hasil belajar di SMPN 2 Sooko dengan secara keseluruhan diperoleh hasil presentase sebesar 87% dari 31 siswa kelas VIII mencapai KKM, maka berdasarkan kriteria yang

Penjelasan dari gambar diatas yaitu setiap modul-modul komponen terhubung secara keseluruhan, diantara nya modul lcd, modul sensor tgs 2600, modul tgs 2602 dan

Untuk struktur yang menggunakan isolasi seismik dan untuk struktur dengan sistem redaman pada situs dengan S 1 lebih besar dari atau sama dengan 0,6, maka analisis bahaya (hazard)

LAHAN YANG MEMILIKI HORIZON SULFIDIK ATAU SULFURIK PADA KEDALAMAN 120CM DARI PERMUKAAN TANAH MINERAL. PADA UMUMNYA LAHAN

Bahwa dalam rangka melakukan konsolidasi, kaderisasi dan revitalisasi organisasi Partai Amanat Nasional di Kabupaten Ketapang, maka DPD PAN Kabupaien Ketapang telah

Sebuah berkas sinar datang dari kaca de- ngan indeks bias bias 3/2 masuk ke air yang index biasnya 4/3, jika sudut datang nya 30 o maka :. a.Hitunglah sudut sinar biasnya.

Pengalaman kami dalam menyediakan jasa pembangunan Data Center secara professional dapat dimanfaatkan oleh klien untuk memiliki Data Center yang mengacu kepada standar