• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal serta aplikasinya pada pembuatan makanan pendamping ASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal serta aplikasinya pada pembuatan makanan pendamping ASI"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FUNGSIONAL DAN REOLOGI TEPUNG JAGUNG

NIKSTAMAL SERTA CONTOH APLIKASINYA PADA

PEMBUATAN MAKANAN PENDAMPING ASI

HERLINA MARTA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sifat Fungsional dan Reologi Tepung Jagung Nikstamal serta Contoh Aplikasinya pada Pembuatan Makanan Pendamping ASI adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011

(3)

ABSTRACT

HERLINA MARTA. Functional and Rheological Properties of Nixtamalized Corn Flour and Its Application on Supplementary Infant Food Production. Supervised by SUGIYONO and BAMBANG HARYANTO

This study was carried out to evaluate changes in functional and rheological properties of corn flour treated by nixtamalization and to apply the nixtamalized corn flour for supplementary infant food production. The corn was nixtamalized using lime at different concentrations (0%, 0,25% and 0,5%) and cooking times (0, 5, 10, 15, and 20 min). The lime concentration and cooking time significantly (p ≤ 0,05) affected functional and rheological properties of corn flour. Swelling volume, solubility, water absorption capacity and gel strength decreased with increasing lime concentration. Gel strength increased with cooking time up to 10 minutes and decreased with prolonged cooking time. Pasting studies showed that the peak viscosity, breakdown and setback of corn flour decreased with increasing lime concentration. Functional and rheological properties of nixtamalized corn flour were affected by Ca-starch interactions. The increasing of water absorption capacity increased swelling volume, solubility, gel strength and peak viscosity and conversely decreased wettability of corn flour. The gel strength had a positive correlation with setback. The nixtamalized supplementary infant food had macro nutritions complied with the standard. It had lower water absorption capacity and higher bulk density than non-nixtamalized supplementary infant food. The nixtamalized supplementary infant food had protein digestibility of 87,36% (db) and starch digestibility of 81,07% (db). Sensory acceptabilities of the nixtamalized supplementary infant food were not significantly different (p ≤ 0,05) from commercial supplementary infant food except smoothness, color and aroma.

(4)

RINGKASAN

HERLINA MARTA. Sifat Fungsional dan Reologi Tepung Jagung Nikstamal serta Contoh Aplikasinya pada Pembuatan Makanan Pendamping ASI. Dibimbing oleh: SUGIYONO dan BAMBANG HARYANTO.

Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan gizinya, jagung mempunyai prospek sebagai bahan pangan dan bahan baku industri. Jagung dapat diolah menjadi produk setengah jadi yaitu tepung jagung. Terdapat berbagai metode pembuatan tepung jagung salah satunya adalah metode nikstamalisasi yaitu pemasakan biji jagung dalam larutan kapur (umumnya Ca(OH)2) sebelum biji jagung tersebut digiling dan dikeringkan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan sifat fungsional dan reologi tepung jagung yang disebabkan oleh proses nikstamalisasi. Tujuan khusus penelitian ini adalah mengetahui pengaruh berbagai kondisi proses nikstamalisasi terhadap sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal yang dihasilkan serta mengetahui karakteristik kimia, fisik, biologis dan organoleptik bubur instan MP-ASI yang dibuat dari bahan baku tepung jagung nikstamal. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu: (1) pembuatan tepung jagung instan dengan metode nikstamalisasi dengan berbagai kombinasi konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan yang digunakan dalam proses nikstamalisasi dan (2) aplikasi penggunaan tepung jagung nikstamal dalam pembuatan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk bubur instan. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi Ca(OH)2 (0%, 0,25% dan 0,5%) dan lama pemasakan (0, 5, 10, 15 dan 20 menit). Tepung jagung nikstamal yang diaplikasikan dalam pembuatan bubur instan MP-ASI adalah tepung yang memiliki sifat fungsional dan reologi yang sesuai untuk pembuatan bubur instan MP-ASI, misalnya memiliki sifat kekambaan minimum, kekentalan rendah, kapasitas penyerapan air yang baik,

wettability cepat, kelarutan tinggi, kekuatan gel lemah, dan setback rendah.

(5)

reologi tepung jagung saling berhubungan satu sama lain. Semakin meningkat kapasitas penyerapan air maka semakin meningkat pula swelling volume, kelarutan dan kekuatan gel tepung jagung dan sebaliknya semakin menurun

wettability dan densitas kamba tepung jagung. Viskositas puncak semakin meningkat dengan semakin meningkatnya swelling volume, kelarutan dan kapasitas penyerapan air dan semakin menurunnya nilai pH. Setback berkorelasi positif dengan kekuatan gel. Perbedaan sifat fungsional dan reologi tepung jagung terutama disebabkan oleh interaksi antara molekul pati dengan ion Ca2+ yang menyebabkan terjadinya ikatan silang antar molekul pati melalui pembentukan jembatan kalsium.

Tepung jagung yang digunakan dalam pembuatan bubur instan MP-ASI adalah tepung jagung nikstamal dengan perlakuan Ca(OH)2 0,25% dan lama pemasakan 15 menit dan tepung jagung non-nikstamal dengan tanpa perlakuan Ca(OH)2 dan lama pemasakan 15 menit. Bubur berbahan baku tepung jagung nikstamal memiliki densitas kamba yang lebih besar, kapasitas penyerapan air dan kekentalan yang lebih rendah dibandingkan bubur berbahan baku tepung jagung non-nikstamal. Kandungan zat gizi makro bubur jagung instan MP-ASI yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan SNI 01-7111.1-2005. Kandungan gizi bubur jagung instan MP-ASI berbahan baku tepung jagung nikstamal antara lain: energi 420,74 kkal, kadar protein 16,19% bk, kadar lemak 6,70% bk, kadar karbohidrat 73,92% bk, kadar abu 3,18% bk, serat kasar 0,93% bk dan kadar kalsium 0,59% bk. Bubur jagung instan berbahan baku tepung nikstamal memiliki nilai biologis yang cukup baik yaitu daya cerna protein 87,36% dan daya cerna pati 81,07%. Hasil uji organoleptik menunjukkan nilai rata-rata kesukaan terhadap produk bubur jagung instan MP-ASI tidak berbeda secara signifikan dengan nilai rata-rata kesukaan terhadap bubur MP-ASI komersial, kecuali untuk kriteria warna, aroma dan kehalusan di dalam mulut.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

SIFAT FUNGSIONAL DAN REOLOGI TEPUNG JAGUNG

NIKSTAMAL SERTA CONTOH APLIKASINYA PADA

PEMBUATAN MAKANAN PENDAMPING ASI

HERLINA MARTA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Sifat Fungsional dan Reologi Tepung Jagung Nikstamal serta Contoh Aplikasinya pada Pembuatan Makanan Pendamping ASI Nama : Herlina Marta

NRP : F251080021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih pada penelitian ini adalah Sifat Fungsional dan Reologi Tepung Jagung Nikstamal serta Contoh Aplikasinya pada Pembuatan Makanan Pendamping ASI. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M. App.Sc. dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada BPPS Ditjen Dikti dan BPPT atas bantuan dana penelitian.

Kepada ayahanda, ibunda, suami dan anak tercinta, penulis mengucapkan terima kasih atas do’a, dukungan, pengertian, pengorbanan dan kasih sayang yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Kepada kerabat yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis juga mengucapkan terima kasih.

Kepada semua teknisi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik. Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Pangan angkatan 2008, penulis mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan yang terjalin selama ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasaman, Sumatera Barat pada tanggal 27 Maret 1982 dari ayah Herman dan ibu Syamriati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswi di Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran melalui jalur UMPTN. Penulis menyelesaikan kuliah strata 1 pada tahun 2004 dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Pada tahun 2008, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 dengan bantuan beasiswa BPPS Ditjen Dikti, Depdiknas.

Sejak tahun 2006 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.

(12)

Halaman

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Biji Jagung ... 5

Tepung Jagung ... 7

Pati Jagung ... 9

Proses Nikstamalisasi ... 11

Sifat Fungsional ... 13

Sifat Reologi ... 16

Makanan Pendamping ASI ... 17

Pengering Silinder (Drum Dryer) ... 21

METODOLOGI ... 23

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Bahan dan Alat Penelitian ... 23

Metode Penelitian ... 23

Penelitian Tahap I Pembuatan Tepung Jagung Nikstamal ... 23

Penelitian Tahap II Pembuatan Bubur Jagung Instan MP-ASI ... 26

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 27

Prosedur Analisis ... 29

Swelling Volume dan Kelarutan ... 29

Kapasitas Penyerapan Air ... 29

Kapasitas Penyerapan Minyak... 30

pH ... 30

Kekuatan Gel ... 30

Densitas Kamba ... 31

Wettability ... 31

Sifat Reologi Adonan ... 31

Kadar Kalsium ... 32

Kadar Air ... 33

Kadar Abu... 33

Kadar Protein ... 34

Kadar Lemak ... 34

Kadar Karbohidrat ... 35

(13)

Uji Seduh ... 36

Waktu Rehidrasi ... 36

Daya Cerna Protein in Vitro ... 36

Daya Cerna Pati in Vitro ... 37

Uji Organoleptik ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

Sifat Fungsional Tepung Jagung ... 40

Swelling Volume ... 40

Kelarutan ... 45

Kapasitas Penyerapan Air ... 47

Kapasitas Penyerapan Minyak... 50

pH ... 52

Kekuatan Gel ... 54

Densitas Kamba ... 57

Wettability ... 59

Sifat Reologi Tepung Jagung ... 62

Viskositas Puncak (Peak Viscosity) ... 62

Viskositas Pasta Panas (Trough Viscosity) dan Breakdown ... 67

Viskositas Pasta Dingin (Final Viscosity) dan Setback ... 70

Karakteristik Bubur Jagung Instan MP-ASI ... 73

Penentuan Formulasi ... 73

Kandungan Gizi ... 76

Sifat Fisik ... 78

Daya Cerna Protein ... 82

Daya Cerna Pati ... 84

Sifat Organoleptik... 86

SIMPULAN DAN SARAN ... 90

Simpulan ... 90

Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 92

LAMPIRAN ... 102

(14)

Halaman

1 Syarat mutu tepung jagung berdasarkan standar nasional Indonesia ... 9

2 Beberapa sifat amilosa dan amilopektin pada pati normal jagung ... 10

3 Formulasi bubur jagung instan MP-ASI ... 26

4 Faktor pengali untuk tiap spindel dan rpm yang digunakan ... 35

5 Swelling volume dan kelarutan tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 41

6 Kadar kalsium tepung jagung pada perlakuan lama pemasakan 20 menit dengan berbagai perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 ... 41

7 Kadar kalsium tepung jagung pada perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 0,5% dan berbagai lama pemasakan ... 43

8 Kelarutan tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 45

9 Kapasitas penyerapan air tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 48

10 Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 51

11 Nilai pH tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 53

12 Kekuatan gel tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 54

13 Densitas kamba tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 58

14 Wettability tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 60

15 Viskositas puncak tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 63

16 Sifat reologi tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 67

17 Viskositas pasta dingin dan setback tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 71

18 Komposisi kimia bubur jagung instan MP-ASI dengan dua formulasi yang berbeda ... 75

19 Kandungan gizi bubur jagung instan MP-ASI ... 76

20 Sifat fisik bubur jagung instan MP-ASI ... 78

21 Daya cerna protein dan daya cerna pati sampel bubur jagung instan MP-ASI... 83

(15)

23 Nilai rata-rata hasil uji hedonik MP-ASI bubur jagung instan dan bubur MP-ASI komersial ... 89

DAFTAR GAMBAR

(16)

1 Biji jagung dan bagian-bagiannya ... 5 2 Proses pembuatan tepung jagung nikstamal ... 25 3 Proses pembuatan bubur jagung instan MP-ASI ... 27 4 Hubungan antara swelling volume dengan kapasitas penyerapan air

tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 42 5 Hubungan antara swelling volume dengan kelarutan tepung jagung

pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 47 6 Hubungan antara kapasitas penyerapan air dengan kelarutan tepung

jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 50 7 Hubungan antara pH dengan kekuatan gel tepung jagung pada

kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 56 8 Hubungan antara kapasitas penyerapan air dengan kekuatan gel tepung

jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama

pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 65 12 Hubungan antara kapasitas penyerapan air dengan viskositas puncak

tepung jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 66 13 Hubungan antara nilai pH dengan viskositas puncak tepung jagung

pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 66 14 Hubungan antara pH dengan breakdown tepung jagung pada

kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 69 15 Hubungan antara kapasitas penyerapan air dengan breakdown tepung

jagung pada kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 70 16 Hubungan antara setback dengan kekuatan gel tepung jagung pada

kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 72 17 Hubungan antara setback dengan pH tepung jagung pada kombinasi

perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan ... 73 18 Tepung jagung dengan perlakuan lama pemasakan 15 menit:

(17)

19 Bubur instan MP-ASI berbahan baku: (a) tepung jagung non-nikstamal dan (b) tepung jagung nikstamal ... 87

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

1 Berbagai macam peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 102 2 Format uji organoleptik MP-ASI bubur jagung instan ... 103 3 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap swelling volume tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 104 4 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap kelarutan tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 105 5 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap kapasitas penyerapan air tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 106 6 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 107 7 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap nilai pH tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 108 8 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap kekuatan gel tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 109 9 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap densitas kamba tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 110 10 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap wettability tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 111 11 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap viskositas puncak tepung jagung dengan metode GLM pada

program SAS ... 112 12 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap viskositas pasta panas tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 113 13 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap breakdown tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 114 14 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

terhadap viskositas pasta dingin tepung jagung dengan metode GLM pada program SAS ... 116 15 Hasil analisis data pengaruh konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

(19)

16 Hasil analisis data terhadap hasil uji skoring MP-ASI bubur jagung instan dengan menggunakan nonparametric tests dan uji lanjut LSD pada program SPSS ... 118 17 Hasil analisis data terhadap hasil uji hedonik MP-ASI bubur jagung

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan zat gizinya, jagung mempunyai prospek sebagai bahan pangan dan bahan baku industri.

Kebutuhan jagung terus meningkat seiring dengan meningkatnya bahan baku untuk pangan maupun pakan. Di Indonesia, produksi jagung sebagai bahan pangan pokok berada di urutan ketiga setelah padi dan ubi kayu. Produksi jagung nasional selama lima tahun terakhir cenderung meningkat yaitu sebesar 12.523.894 ton pada tahun 2005 hingga 17.041.251 ton pada tahun 2009 dengan rata-rata kenaikan 7,21 persen per tahun (BPS 2010). Alternatif produk yang dapat dikembangkan dari jagung mencakup produk olahan segar, produk primer (beras jagung, tepung, dan pati), produk siap santap (marning, emping), dan produk instan (beras jagung instan, pati jagung untuk gula, sirup glukosa, sirup fruktosa, maltosa, sorbitol, bioetanol), sedangkan limbah jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak (Richana dan Suarni 2007).

(21)

difortifikasi atau disuplementasi jika dalam bentuk tepung; dan (iv) lebih mudah bercampur dengan bahan lain (komposit).

Salah satu metode pembuatan tepung jagung adalah melalui proses nikstamalisasi yaitu proses pemasakan biji jagung dalam larutan kapur biasanya Ca(OH)2, kemudian dilakukan perendaman dalam larutan yang sama selama beberapa jam, dilanjutkan dengan pengeringan, pengecilan ukuran dan pengayakan. Proses ini memiliki beberapa keuntungan antara lain memudahkan proses pelepasan perikarp dan lembaga, memberikan flavor dan tekstur khas yang diinginkan (Rooney & Serna-Saldivar 2003; Johnson 2000), meningkatkan aroma produk olahan, memudahkan proses penggilingan, meningkatkan nilai zat gizi, dan mengurangi kandungan mikotoksin (Wikipedia 2010).

Informasi mengenai sifat fungsional dan reologi tepung sangat bermanfaat dalam aplikasi untuk mendisain beberapa produk pangan yang cocok dibuat berdasarkan sifat-sifat tersebut. Beberapa penelitian mengenai sifat fungsional dan reologi berbagai jenis tepung sudah banyak dilakukan di antaranya sifat fungsional tepung beras (Kadan et al. 2003), sifat fungsional tepung gandum (Graybosch et al. 2003), sifat reologi tepung gandum (Hallén et al. 2004), sifat reologi tepung ubi jalar (Chun & Yoo 2006), sifat fungsional tepung sorgum (Elkhalifa et al. 2005). Begitu juga dengan penelitian mengenai pengaruh nikstamalisasi terhadap biji, pati maupun tepung jagung juga sudah banyak dilakukan di antaranya pengaruh nikstamalisasi terhadap sifat termal dan fisikokimia tepung jagung (Ruiz-Gutiérrez et al. 2010), struktur kristalin pati jagung (Mondragón et al. 2004), difusi kalsium ke dalam biji jagung (Fernández-Muñoz et al. 2006), kandungan aflatoksin pada biji jagung (Mendéz-Albores et al. 2004). Namun, informasi mengenai sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal yang mengalami proses pragelatinisasi menggunakan drum dryer masih terbatas.

(22)

diantaranya pada tahap preparasi berbagai produk instan seperti saus, flake,

powder food, crackers, snack dan sebagainya. Sifat fungsional yang harus dimiliki oleh tepung pragelatinisasi adalah kelarutan yang tinggi, sifat dispersi yang baik dan kemudahan untuk dicerna.

Dalam penelitian ini, tepung jagung nikstamal pragelatinisasi digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dalam bentuk bubur instan. Aplikasi tepung pragelatinisasi sebagai bahan dasar pembuatan bubur instan MP-ASI bertujuan untuk memudahkan proses preparasi bubur tersebut dan kemudahan untuk dicerna oleh bayi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Mendéz-Montealvo et al. (2008), tepung jagung yang dibuat melalui proses nikstamalisasi memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan tepung jagung tanpa proses nikstamalisasi serta menghasilkan gel yang lebih lunak. Sifat tepung jagung nikstamal ini cocok digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bubur instan MP-ASI, dimana pada makanan bayi tidak diinginkan viskositas yang terlalu tinggi agar makanan bayi yang dihasilkan bebas gumpalan, mudah disuapkan dengan sendok dan mudah ditelan oleh bayi.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan sifat fungsional dan reologi tepung jagung yang disebabkan oleh proses nikstamalisasi. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh berbagai kondisi proses nikstamalisasi terhadap sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal yang dihasilkan.

(23)

Manfaat Penelitian

(24)
(25)

aleuron sekitar 3% dari keseluruhan biji. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Subekti et al. 2007).

Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar 85% yang hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara (White 2001). Namun pada beberapa jenis jagung terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan amilopektin. Sel endosperma memiliki lapisan alueron yang merupakan pembatas antara endosperma dan bagian kulit.

Terdapat 6 tipe utama biji jagung antara lain dent corn, flint corn, flour corn, sweet corn, pop corn dan pod corn. Perbedaan utama dari masing-masing jenis ini berdasarkan kualitas, kuantitas dan susunan komposisi endospermnya. Masing-masing tipe bervariasi dalam hal warna perikarpnya, yang paling umum adalah kuning dan yang lainnya warna putih, merah atau biru. Warna biji jagung tertentu dapat menghasilkan produk-produk khas tertentu seperti blue corn flour

atau blue tortillachip atau red tortilla chip (Johnson 2000).

Menurut Suprapto dan Marzuki (2005) diacu dalam Hatorangan (2007), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan semi mutiara (semiflint), seperti jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (semi mutiara), Pioner-2 (semi-mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara) dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan semi mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn) dan jagung manis (sweet corn).

(26)

Beberapa cara pemanfaatan biji jagung untuk meningkatkan nilai gunanya antara lain melalui: (i) proses fraksinasi, yaitu pemisahan jagung menjadi komponen-komponen fraksinya yang digunakan sebagai ingredien dalam pembuatan produk pangan dengan cara penggilingan kering maupun penggilingan basah; (ii) proses konversi, yaitu mengolah lebih lanjut komponen fraksi menjadi ingredien yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi atau produk olahan industri, seperti konversi pati secara enzimatis menjadi gula atau fermentasi gula menjadi etanol, dan (iii) proses refabrikasi, yaitu mengkombinasikan produk-produk jagung dengan ingredien lain untuk menghasilkan “engineered food” atau

“refabricated food” atau produk olahan industri (Johnson 2000).

Kent dan Evers (1994) menjelaskan bahwa biji jagung dapat digunakan untuk penghasil pati, sirup dan gula, industri minuman keras dan whisky. Produk hasil penggilingan biji jagung termasuk grits, meal dan tepung (dan produk turunannya), protein, dan corn steep liquor. Makanan siap santap seperti corn flakes juga dapat dibuat dari grits jagung.

Tepung Jagung

Jagung dapat diproses lebih lanjut menjadi produk pangan diantaranya tepung jagung, minyak dan pati jagung. Secara umum terdapat dua metode pembuatan tepung jagung yaitu metode basah dan metode kering. Pada metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan dan diproses menjadi tepung menggunakan mesin penepung, sedangkan pada metode kering biji jagung yang telah disosoh langsung ditepungkan artinya tanpa perendaman (Suarni 2009). Berdasarkan hasil penelitian Suarni et al.

(2001), penepungan dengan metode basah (perendaman) menghasilkan rendemen tepung yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode kering (tanpa perendaman), namun kandungan nutrisi pada penepungan dengan metode kering lebih tinggi.

(27)

pemisahan lembaga akan menyebabkan tepung mudah tengik. Tip cap atau bagian pangkal juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Pada pembuatan tepung, endosperm merupakan bagian yang digiling menjadi tepung.

Kandungan zat gizi tepung jagung cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian Suarni (2009), kadar protein tiga varietas jagung (Anoman-1, Srikandi Putih-1, dan lokal) berkisar 7,54-7,89% pada metode kering dan 6,70-7,24% pada metode basah. Kadar lemak tepung 2,05-2,38% pada metode kering lebih tinggi dibandingkan metode basah yang hanya 1,86-2,08%. Kadar lemak yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama. Kadar serat kasar tepung hasil pengolahan kering (1,29-1,89%) lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah (1,05-1,06%). Kadar serat mengalami penurunan dari biji jagung menjadi tepung. Tepung jagung juga mengandung serat makanan yang dibutuhkan tubuh, bahkan jagung kuning mengandung beta karoten (provitamin A) dan jagung merah mengandung unsur Fe.

Mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan pada Tabel 1. Kriteria fisik mutu tepung (bau, rasa, warna) harus normal, yaitu bau spesifik jagung, rasa khas jagung, warna sesuai dengan varietas jagung (putih, kuning), dan secara umum sesuai spesifik bahan aslinya.

(28)

Tabel 1 Syarat mutu tepung jagung berdasarkan standar nasional Indonesia (SNI)

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Bau Rasa Warna Benda asing Serangga

Pati lain selain jagung Kehalusan Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1993)

Pati Jagung

Pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang kandungan bahan kimianya masih lengkap. Perbedaan yang signifikan terutama pada kandungan protein, lemak, dan kadar abu. Pada tepung jagung komposisinya masih lengkap sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan serta sebagian hilang pada proses pencucian.

(29)

Pati merupakan komponen utama biji jagung yaitu sekitar 72-73% dari berat biji. Karbohidrat lain berada sebagai gula sederhana seperti glukosa, sukrosa dan fruktosa dengan jumlah yang bervariasi antara 1-3% dari berat biji. Pati jagung terdiri atas dua polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Rasio amilosa dan amilopektin ini memengaruhi karakteristik pati jagung. Jumlah amilosa dan amilopektin bervariasi berdasarkan jenis jagungnya (Shandu et al. 2004).

Terdapat 3 jenis pati jagung alami antara lain: (i) normal starch, (ii) waxy starch, dan (iii) high amylose starch. Pati normal jagung tipe dent mengandung amilosa 26-28% dan amilopektin 72-74%; tipe waxy mengandung amilopektin 99% dan amilosa 1%; dan tipe amylomaize mengandung amilopektin 20-50% dan amilosa 50-80%. Jagung jenis waxy dan amylomaize diproduksi untuk menghasilkan pati dengan sifat tertentu. Pati normal dan pati termodifikasi dari jagung jenis waxy diproduksi secara luas karena memiliki viskositas pasta, stabilitas termal dan stabilitas pH yang tinggi serta sifat-sifat lainnya (Johnson 2000).

Gabungan polimer amilosa dan amilopektin pada suhu rendah akan menurunkan ikatan air dan secepatnya membentuk gel. Kandungan amilosa yang tinggi akan membentuk gel yang kokoh (firm) dan gelap (opaque) sebaliknya jika kandungan amilopektinnya yang tinggi akan menghasilkan gel yang lembut dan pasta pati yang transparan (Mauro et al. 2003). Beberapa sifat amilosa dan amilopektin dari pati alami jagung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Beberapa sifat amilosa dan amilopektin pada pati normal jagung

Sifat Amilosa Amilopektin

Berat molekul (Dalton) 1-2 x 105 >2 x 107 Tingkat polimerisasi (DPN-jumlah

residu glukosa)

990 7200 Ikatan glikosida Umumnya α-D-(1,4) α-D-(1,4), α-D-(1,6)

Bentuk molekul Linier Bercabang

Kecenderungan untuk teretrogradasi Tinggi Rendah

Lambda max of iodine complex 644 nm 554 nm

Afinitas iodin 20,1 g/100 g 1,1 g/100 g

Sumber: White (2001)

(30)

polihedral dengan diameter 6-30 µm. Granula pati yang berukuran kecil mempunyai ketahanan yang lebih rendah terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar (Singh et al. 2005). Pati jagung memperlihatkan sifat birefrinjen jika diamati di bawah mikroskop polarisasi. Granula pati mengandung daerah kristalin dan amorphous (Johnson, 2000).

Proses Nikstamalisasi

Nikstamalisasi merupakan proses tradisional Meksiko yang dikembangkan oleh peradaban Mesoamerika dan masih digunakan dalam produksi tortila dan produk-produk pangan lain yang menggunakan jagung sebagai bahan bakunya (Rooney & Serna-Saldivar 2003). Menurut Wikipedia (2010), nikstamalisasi merupakan proses penyiapan jagung atau biji-bijian lain, dimana biji direndam dan dimasak dalam larutan alkali, biasanya larutan kapur dan dilakukan pelepasan kulit. Lebih jelasnya nikstamalisasi menurut Johnson (2000) adalah metode pengolahan jagung secara tradisional dengan cara memasak biji jagung dalam larutan kapur 1% dengan suhu 90-110 0C selama 10-15 menit, kemudian biji jagung tersebut direndam dalam larutan yang sama selama semalam. Rooney dan Serna-Saldivar (2003) menjelaskan biji jagung yang telah mengalami proses nikstamalisasi kemudian dicuci untuk menghilangkan sisa larutan kapur dan jaringan perikarp kemudian digiling menggunakan stone grinder untuk menghasilkan adonan yang disebut “masa”. Masa merupakan bahan baku dalam pembuatan produk tradisional Meksiko seperti tamales, pozole, atoles, tortillas, corn chips, tortilla chips dan lain-lain.

(31)

Proses nikstamalisasi ini memberikan beberapa keuntungan antara lain: memudahkan proses pelepasan perikarp dan lembaga, meningkatkan gelatinisasi granula pati, memberikan flavor dan tekstur khas yang diinginkan (Rooney & Serna-Saldivar 2003; Johnson 2000), meningkatkan aroma, memudahkan proses penggilingan, meningkatkan nilai zat gizi, dan mengurangi kandungan mikotoksin (Wikipedia 2010). Dengan adanya beberapa keuntungan dari proses nikstamalisasi menyebabkan proses ini menjadi tahap pendahuluan yang sangat penting bagi jagung yang akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut menjadi produk pangan. Proses nikstamalisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode tradisional ataupun metode industri dalam produksi tortilla, tamales, corn chips, hominy dan lain-lain.

Perlakuan alkali-panas yang digunakan dalam proses nikstamalisasi dapat memengaruhi komponen dinding sel yaitu merubah hemiselulosa menjadi gums yang larut. Perlakuan ini memiliki beberapa fungsi seperti untuk menggelatinisasi pati, saponifikasi bagian lipid, dan juga untuk melarutkan beberapa protein yang terdapat di sekitar granula pati. Nikstamalisasi secara khas memengaruhi sifat reologi dan tekstur produk (Rooney & Serna-Saldivar 2003).

Pemasakan adalah tahapan yang kritis pada proses nikstamalisasi. Banyak variasi bahan dan proses yang menentukan tingkat pemasakan jagung termasuk kualitas karakteristik dari jagung, interaksi antara suhu pemasakan, lama pemasakan, lama perendaman, dan konsentrasi larutan kapur. Selama pemasakan, ion Ca2+ dibawa oleh air melalui tip cap, lembaga, perikarp, dan sebagian besar kalsium disimpan/tertahan dalam lembaga (Carillo et al. 2004). Indikator yang baik untuk pemasakan ini meliputi penyerapan air oleh biji, kemudahan melepas kulit ari, dan keempukan biji. Brioness-Caballero et al. (2000), melaporkan bahwa penggunaan Ca(OH)2 dalam proses nikstamalisasi jagung dapat merubah komposisi kimia dan memperbaiki sifat-sifat fisik serta struktur kristal dari jagung nikstamal. Penelitian lain melaporkan bahwa keberadaan ion Ca2+ akan berikatan dengan rantai polimer sehingga akan memberikan kontribusi terhadap daya hantar panas yang lebih baik (Fernández-Muñoz et al. 2001).

(32)

dan pati), diantaranya degradasi perikarp, kehilangan protein yang larut (terutama albumin dan globulin dengan berat molekul rendah yang terdapat pada lembaga), gelatinisasi parsial pati (Reguera et al. 2000 diacu dalam Mendéz-Moñtealvo et al. 2008). Selama penggilingan, terjadi lagi gelatinisasi pati dan transformasi lain pada komponen biji karena masa merupakan campuran yang terdiri dari polimer pati (amilosa dan amilopektin) bercampur dengan pati yang mengalami gelatinisasi parsial dan granula utuh, bagian endosperm dan lipid. Semua komponen ini membentuk matrik yang heterogen dan kompleks di dalam fase kontinyu (Gomez et al. 1987 diacu dalam Mendéz-Moñtealvo et al. 2008).

Pengaruh penggunaan larutan alkali telah diteliti oleh Bryant & Hamaker (1997) pada pati dan tepung jagung. Dilaporkan bahwa pada pH larutan yang tinggi, Ca(OH)2 akan terionisasi menjadi Ca2+ dan OH-, kemudian membentuk ikatan silang dengan pati. Interaksi Ca2+ dengan pati akan menstabilkan dinding granula pati sehingga granula pati akan lebih kuat dan keras. Rodriguez et al.

(1996) menjelaskan lebih lanjut dengan adanya Ca2+ dalam pati akan merusak ikatan antara pati dengan molekul air dan membentuk ikatan silang dengan molekul amilosa dan amilopektin yang ada dalam pati yang juga dinamakan jembatan kalsium. Fernández-Muñoz et al. (2001) menambahkan bahwa terbentuknya ikatan silang pada rantai polimer pati ini memberi kontribusi pada konduktivitas panas yang lebih baik, sifat-sifat fisik, struktur, reologi serta aroma yang lebih baik.

Sifat Fungsional

Karakterisasi sifat fungsional tepung diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut Sira (2000) karakterisasi sifat fungsional yang penting dapat dilihat melalui profil gelatinisasinya. Menurut White (2001), sifat fungsional yang umum dari pati jagung meliputi gelatinisasi, pasting, dan retrogradasi.

(33)

granula dapat menyerap air sekitar 30% dari beratnya melalui ikatan hidrogen, prosesnya bersifat dapat balik (reversible). Perubahan yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) yang utama pada sifat fisik pati tidak terjadi sampai pati dicampur air dan dipanaskan, proses ini dikenal dengan gelatinisasi. Panas menghasilkan energi kinetik di dalam granula pati, memutuskan ikatan hidrogen dan menyebabkan penetrasi air ke dalam granula. Amilosa cenderung lepas dari granula dan bergabung dengan amilopektin membentuk hidrat, sehingga menghasilkan pasta yang kental dan jernih. Dari penjelasan di atas gelatinisasi dapat diartikan sebagai perubahan struktur molekul di dalam granula pati menyebabkan perubahan yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) seperti

granular swelling, native crystalline melting, kehilangan birefrinjen, dan kelarutan pati.

Menurut Sira (2000), profil gelatinisasi didefinisikan dengan fenomena sebagai berikut:

1. Gelatinisasi berarti pemecahan ikatan intermolekuler dengan meningkatnya suhu, dan sisi yang mengikat H menyerap air lebih banyak sehingga meningkatkan kekacauan struktur, menurunkan daerah kristalisasi dan kehilangan birefrinjen. Pati dengan kadar amilosa tinggi sulit tergelatinisasi pada suhu di atas 100 0C dan dapat membentuk film dan serat pangan dengan kelarutan lebih tinggi serta mengalami pengembangan pada kondisi alkali. Struktur yang heliks dapat memerangkap asam lemak dan menghambat pengembangan granula.

2. Pembentukan adonan merupakan fenomena yang mengikuti proses gelatinisasi pada pati yang dilarutkan. Hal ini termasuk pengembangan granula, keluarnya komponen molekuler dari granula dan pada akhirnya kekacauan total pada granula.

3. Ikatan H antara gugus OH pada amilosa dalam pati tergelatinisasi selama pendinginan menghasilkan retrogradasi. Air keluar dari stuktur gel dan pati menjadi tidak larut. Pati dengan amilopektin tinggi tidak akan teretrogradasi saat dibekukan.

(34)

diikuti oleh granula yang berukuran lebih kecil. Suhu gelatinisasi untuk pati jagung sekitar 61-72 0C. Karakteristik gelatinisasi pati sangat penting diketahui dalam pemanfaatan pati. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi gelatinisasi pati antara lain keberadaan gula, lipid, garam, pH dan protein di dalam sistem (White 2001).

Istilah pasting seringkali disamakan dengan gelatinisasi. Akan tetapi dua istilah ini sebenarnya mempunyai arti yang sedikit berbeda. Pasting merupakan proses dimana pasta pati terbentuk atau fenomena yang terjadi setelah gelatinisasi. Hal ini melibatkan pembengkakan granula, pelepasan komponen molekular dari granula dan pada akhirnya mengacaukan struktur granula. Selama pembentukan pasta pada pati normal jagung, amilosa cenderung lepas ke dalam cairan di sekitarnya; oleh karena itu pasta pati yang telah dipanaskan terdiri dari granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas yang mengandung molekul amilosa yang terdispersi di dalamnya. Setelah pendinginan, pasta dapat menjadi gel atau sol tergantung pada sifat patinya (White 2001).

Pada pasta pati normal jagung yang didinginkan, molekul amilosa cenderung bergabung kembali. Molekul amilosa berikatan kembali dengan molekul amilosa lain dan molekul pati pada bagian luar granula, membentuk struktur kristalin. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi dikenal dengan istilah “retrogradasi”. Dengan perkataan lain retrogradasi pati adalah proses yang terjadi ketika molekul-molekul pati tergelatinisasi mulai bergabung kembali membentuk suatu struktur tertentu. Pada tahap awal, dua atau lebih rantai pati membentuk ikatan sederhana yang dapat berkembang lebih luas pada suatu bagian secara teratur. Pada akhirnya, jika kondisi menguntungkan, akan terbentuk struktur kristalin (White 2001).

(35)

kecenderungan yang kuat untuk mengalami retrogradasi. Makanan seperti gravies

dan sauces yang dibuat dari pati jagung, memiliki tekstur yang kental.

Menurut Daniel dan Weaver (2000), amilosa merupakan penyebab utama terjadinya retrogradasi dalam waktu singkat karena molekul amilosa terdiri dari rantai yang paralel. Retrogradasi dalam waktu lama ditunjukkan pada proses kristalisasi kembali yang terjadi secara lambat pada bagian luar amilopektin. Chen (2003) menjelaskan bahwa kecepatan dan jumlah retrogradasi meningkat dengan meningkatnya jumlah amilosa. Pada pati alami, retrogradasi juga tergantung pada konsentrasi pati, suhu penyimpanan, pH, suhu proses dan komposisi adonan. Retrogradasi pada umumnya dipicu oleh konsentrasi pati yang tinggi, suhu penyimpanan rendah dan pH antara 5 sampai 7. Garam-garam anion dan kation monovalen dapat memicu retrogradasi pati.

Sifat Reologi

Reologi merupakan ilmu yang mempelajari deformasi dan aliran bahan. Sifat reologi bahan merupakan informasi penting tentang struktur dan sifatnya selama pengolahan dan penggunaannya. Menurut Vergnes et al. (2003), aplikasi pendekatan reologi pada produk-produk serealia pada umumnya mengalami kesulitan karena:

1. Produk serealia mempunyai formulasi sangat kompleks dengan beberapa komponen (pati, protein, air, gula, lipid) yang dapat berinteraksi dan mudah membentuk struktur yang lain, pati terdiri dari dua makromolekul, amilosa yang linier dan amilopektin bercabang. Hal ini mengakibatkan multifase, bahan yang secara reologi kompleks.

2. Adonan dari produk serealia mempunyai sifat non-Newtonian tinggi, dengan tingkat elastisitas tinggi dan sangat sensitif terhadap suhu, kadar air dan komposisi lain (pati, adanya lipida).

(36)

Sifat reologi tepung dapat dianalisis menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA) (Singh et al. 2003). Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain:

(1) Suhu awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air

(2) Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi

(3) Viskositas pasta panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95 0C.

(4) Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih antara PV dengan TV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas

(5) Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50 0C.

(6) Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi.

Makanan Pendamping ASI

ASI merupakan makanan yang sangat ideal bagi bayi. Namun dengan bertambahnya umur bayi yang disertai dengan kenaikan berat dan tinggi badannya, maka kebutuhan akan zat-zat gizi akan bertambah pula. Sehingga suatu saat jumlah ASI yang diberikan tidak lagi memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bayi. Pada saat tersebut diperlukan pemberian makanan tambahan yang dapat mencukupi kebutuhan zat-zat gizi bagi bayi. Makanan tambahan yang dimaksud biasa disebut makanan pendamping ASI (MP-ASI).

(37)

campuran untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Makanan ini dikenal dengan istilah makanan pendamping ASI.

Menurut Zakaria (1999), alasan pemberian makanan pendamping ASI antara lain yaitu: 1) ASI yang dihasilkan mulai tidak mencukupi atau mengalami penurunan kuantitas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pertumbuhan bayi yang semakin meningkat, 2) untuk membiasakan bayi pada berbagai macam makanan yang bergizi, mudah dicerna dengan berbagai macam rasa, bentuk dan nilai gizi.

Bubur instan MP-ASI merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk dicerna. Bubur instan adalah salah satu jenis MP-ASI yang telah diolah sehingga dapat diajikan seketika dengan hanya penambahan air minum atau cairan lain yang sesuai. Bubur instan MP-ASI jika ditambahkan cairan haruslah menghasilkan bubur yang halus, bebas gumpalan dan dapat disuapkan dengan sendok.

Bahan utama dalam pembuatan MP-ASI biasanya dibuat dari salah satu atau campuran bahan-bahan berikut dan atau turunannya: serealia (misal beras, jagung, gandum, sorgum, barley, oats, rye, millet, buckwheat), umbi-umbian (misal ubi jalar, ubi kayu, garut, kentang, gembili), bahan berpati (misal sagu, pati aren), kacang-kacangan (misal kacang hijau, kacang tanah, kacang tunggak, kacang merah), biji-bijian yang mengandung minyak (misal kedelai, kacang tanah, wijen), susu, ikan, daging, unggas, buah dan atau bahan makanan lain yang sesuai. Selain bahan utama tersebut dapat ditambahkan bahan lain dan turunannya yang sesuai untuk bayi dan anak berusia 6 sampai 24 bulan seperti minyak, lemak, gula, madu, sirup gula, garam, sayuran, buah dan rempah (Badan Standardisasi Nasional 2005).

(38)

Menurut Muhilal et al. (1998), pati sebagai sumber karbohidrat harus diolah terlebih dahulu agar memudahkan pencernaannya. Lebih lanjut Sunaryo (1985) menjelaskan bahwa pati yang digunakan dalam pembuatan makanan bayi berfungsi sebagai bahan pengikat agar pada saat pengeringan selama pengolahan dapat membentuk struktur bubuk yang kompak.

Susu dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang mempunyai daya cerna yang tinggi dan kaya akan zat-zat gizi seperti protein, laktosa, mineral dan vitamin (Fardiaz 1989). Susu skim merupakan produk susu rendah lemak yang kaya akan protein dan memiliki kandungan laktosa yang cukup tinggi yaitu 59,20%. Laktosa adalah bentuk karbohidrat utama dalam ASI dan susu formula. Fungsi laktosa dalam usia pertumbuhan adalah sebagai bahan pembentuk otak (Packard 1982). Laktosa mempunyai sifat dapat menyerap warna zat makanan dan aroma sehingga dipakai sebagai pembawa aroma yang umumnya mempunyai sifat mudah menguap. Selain itu, susu juga mengandung mineral-mineral seperti K, Ca, Cl, P, Na, Mg dan S yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi. Kalsium dan fosfor diutamakan karena mempunyai nilai gizi yang penting dan keduanya merupakan bagian dari kasein (Buckle et al. 1985).

Tepung gula yang ditambahkan pada campuran bahan berfungsi memberikan rasa manis dan meningkatkan energi. Namun, penggunaan tepung gula ini harus dibatasi karena kadar kemanisan yang tinggi menyebabkan bayi menjadi cepat kenyang, sehingga konsumsi zat gizi menjadi lebih sedikit. Selain itu, gula juga dapat berfungsi untuk membentuk susunan, komposisi dan butiran produk menjadi lebih halus dan lembut (Winarno 2004).

Penggunaan lemak dalam formulasi MP-ASI bertujuan untuk menambah energi dan memperbaiki rasa. Sumber lemak yang dapat digunakan pada MP-ASI adalah minyak nabati. Penggunaan minyak nabati untuk pembuatan produk makanan relatif lebih banyak dibandingkan minyak hewani karena mampu memberikan efek rasa serta tekstur yang lebih lembut dan lembut (Matz & Matz 1978).

(39)

gizi pada kelompok tersebut. Persyaratan mutu MP-ASI bubuk instan untuk zat gizi makro antara lain: kandungan protein 8-22%, dan lemak 6-15%. Vitamin yang wajib ada dalam produk MP-ASI bubuk instan adalah vitamin A, D dan C, sedangkan mineral yang wajib ada adalah Na, Ca, Fe, Zn dan I (Badan Standardisasi Nasional 2005).

Jumlah energi dan protein yang dianjurkan untuk bayi dihitung berdasarkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Vitamin merupakan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan. Menurut Congdon et al. (1995), kekurangan salah satu jenis vitamin pada bayi dapat menghambat dan menggangu sistem inderawi dan perkembangan tubuhnya. Menurut Packard (1982), makanan tambahan bayi biasanya difortifikasi dengan campuran vitamin karena kandungan vitamin ASI secara umum lebih besar daripada susu formula.

Sifat umum produk MP-ASI adalah padat energi dan padat gizi. Produk MP-ASI sedapat mungkin memenuhi kebutuhan energi dan gizi bayi. Komponen gizi yang dibutuhkan bayi antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan bayi tidak boleh bersifat kamba karena akan cepat memberi rasa kenyang pada bayi. Sifat kamba umumnya terdapat pada bahan sumber karbohidrat (Astawan 2000). Sifat kamba dapat dihasilkan dari pati yang pada bahan-bahan digunakan pada formulasi pembuatan bubur instan MP-ASI.

(40)

Bubur instan pada penelitian Perdana (2003) dibuat dengan melakukan instanisasi terlebih dahulu pada komponen penyusun bubur. Instanisasi dapat dilakukan dengan memasak biji-bijian komponen penyusun yang telah berbentuk tepung menjadi adonan kental, kemudian adonan dikeringkan dengan menggunakan drum dryer, hasil pengeringan akan dihancurkan dengan menggunakan pisau sehingga menghasilkan tepung yang berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan.

Hartomo dan Widiatmoko (1993) menyatakan bahwa ada tiga kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan, yaitu a) sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air; b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan; dan c) rehidrasi produk tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.

Pengering Silinder (Drum Dryer)

Pengering silinder merupakan tipe alat pengering yang terdiri dari satu atau lebih silinder dan terbuat dari logam yang berputar sesuai dengan porosnya pada posisi horizontal yang dilengkapi dengan pemanasan internal oleh uap air, air atau media cairan pemanas lainnya. Umpan bubur dan pasta yang dikeringkan pada permukaan silinder yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-lahan. Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak (Mujumdar 2000).

(41)

silinder. Sebelum mencapai putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis oleh pisau yang ada di sepanjang permukaan silinder dengan arah melintang. Produk akhir ditampung di bawah permukaan silinder (Hariyadi et al. 2000). Menurut Parker (2003), pengering silinder dapat digunakan untuk mengeringkan bahan berbentuk cair, pasta, pure dan bubur. Susu, bubur kentang dan pasta tomat merupakan contoh bahan pangan yang menggunakan pengeringan silinder dimana suhu permukaan yang tinggi menyebabkan bahan kering.

(42)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari Juli sampai dengan November 2010 di laboratorium Southeast Asian Food & Agriculture Science & Technology (SEAFAST) Center IPB dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama dalam penelitian ini adalah jagung varietas NK 33 dan Ca(OH)2 untuk proses nikstamalisasi. Bahan untuk pembuatan bubur instan MP-ASI adalah susu skim, tepung gula dan minyak sawit. Bahan-bahan kimia untuk analisis yang digunakan adalah air destilata, enzim α-amilase (aktivitas 900 U/mg), buffer Na-fosfat 0,05 M (pH 7), 3,5-dinitrosalisilat, Na-K-tartarat, NaOH, HCl, larutan multienzim yaitu campuran 1,6 gram tripsin, 3,1 mg kimotripsin, 1,3 mg peptidase per ml, serta bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat alat untuk pembuatan tepung meliputi blender, drum dryer, disc mill serta alat-alat untuk analisis meliputi rapid visco analyzer (RVA) Tec Master Newport Scientific Pty. Ltd, Warriewood-Australia, texture analyzer TAXTi2 AAS: Shimadzu tipe AA 7000, viscometer Brookfield Model LVT serial number 207757, spektrofotometer spectonic 20D+, pH-meter Orion model 210A, penangas air, sentrifus, peralatan untuk analisis proksimat, peralatan untuk analisis daya cerna pati dan protein, dan lain-lain. Foto beberapa peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode Penelitian

Penelitian Tahap I Pembuatan Tepung Jagung Nikstamal

(43)

pengering oven, sedangkan pada penelitian ini alat pengering yang digunakan adalah drum dryer. Tahapan pembuatan tepung jagung pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (i) penyortiran biji jagung untuk memisahkan biji jagung yang cacat, busuk, dan kotoran-kotoran seperti kerikil, (ii) penyosohan biji jagung untuk menghilangkan perikarp, lembaga dan tip cap biji jagung, (iii) pencucian dan penirisan biji jagung sosoh sehingga didapatkan biji jagung sosoh yang bersih, (iv) pemasakan biji jagung sosoh dalam larutan Ca(OH)2. Pemasakan dilakukan pada suhu 106 0C selama 0, 5, 10, 15 dan 20 menit (sesuai perlakuan). Konsentrasi Ca(OH)2 yang digunakan adalah 0%, 0,25% dan 0,5% dari berat biji jagung sosoh (sesuai perlakuan). Volume air yang ditambahkan adalah 3 kali dari berat biji jagung sosoh, (v) perendaman dalam larutan yang sama (nejayote)

selama 8 jam pada suhu ruang, (vi) penirisan untuk memisahkan biji jagung nikstamal dengan larutan perendam/nejayote, (vii) pencucian biji jagung nikstamal dengan air mengalir, (viii) penggilingan biji jagung nikstamal menggunakan blender. Pada penggilingan ini dilakukan penambahan air sebanyak 2 kali berat awal biji jagung sosoh yang digunakan sehingga diperoleh

slurry/pasta jagung, (ix) pengeringan pasta menggunakan drum dryer. Kondisi pengeringan yang digunakan adalah tekanan ± 3 atm, suhu ± 135 0C dan kecepatan putar silinder 4 rpm. Hasil pengeringan berbentuk lembaran-lembaran tipis, (x) penggilingan lembaran-lembaran tipis menggunakan disc mill yang dilengkapi dengan saringan 60 mesh. Proses pembuatan tepung jagung nikstamal dapat dilihat pada Gambar 2.

Tepung jagung yang dihasilkan dengan berbagai kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan dianalisis sifat fungsional dan reologinya. Analisis sifat fungsional yang dilakukan meliputi: swelling volume, kelarutan, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, pH, kekuatan gel, densitas kamba dan wettability, sedangkan sifat reologi yang diamati meliputi viskositas puncak, viskositas pasta panas, breakdown, viskositas pasta dingin, dan

(44)

Gambar 2 Proses pembuatan tepung jagung nikstamal

Larutan perendam/ nejayote

Penggilingan (blender) Jagung sosoh

bersih (300 g)

Ca(OH)2

0%; 0,25% dan 0,5% dari berat jagung sosoh yang digunakan

Pemasakan

(106 0C selama 0, 5, 10, 15, dan 20 menit)

Perendaman (8 jam, suhu ruang)

Penirisan

Pencucian dengan air mengalir Biji jagung nikstamal

Air (900 ml)

Pendidihan (103 0C)

Air (600 ml)

Pengeringan

(drum dryer, 3 atm, 135 0C, 4 rpm) Slurry/pasta

Lembaran-lembaran tipis/flakes

Penggilingan (disc mill)

(45)

Penelitian Tahap II Pembuatan Bubur Jagung Instan MP-ASI

Tepung jagung yang dihasilkan pada tahap I digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bubur instan MP-ASI. Digunakan dua jenis tepung jagung yaitu tepung jagung nikstamal dan tepung jagung non-nikstamal. Pemilihan tepung jagung yang akan digunakan dalam pembuatan bubur MP-ASI berdasarkan tepung jagung nikstamal yang memiliki karakteristik sebagai berikut: sifat kelarutan yang tinggi, kapasitas penyerapan air dan kekentalan yang rendah,

wettability yang cepat, kekuatan gel yang lemah, kekambaan minimum dan memiliki sifat organoleptik yang masih dapat diterima. Untuk tepung jagung non-nikstamal dipilih tepung jagung dengan perlakuan tanpa konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan yang sama dengan tepung jagung nikstamal yang digunakan.

Formulasi MP-ASI yang dibuat pada penelitian ini adalah formulasi dasar dengan menggunakan bahan-bahan yang merupakan sumber zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) tanpa penambahan zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Pada penelitian dibuat dua macam formulasi bubur jagung instan MP-ASI. Kedua formulasi ini berbeda dalam hal jumlah masing-masing bahan penyusunnya (Tabel 3). Oleh karena pada pembuatan bubur MP-ASI ini tidak ditambahkan zat gizi mikro, maka pemilihan formulasi bubur MP-ASI mengacu kepada persyaratan zat gizi makro MP-ASI bubuk instan pada SNI 01-7111.1-2005. Pembuatan bubur jagung instan MP-ASI menggunakan metode pencampuran kering yaitu dengan mencampurkan semua bahan sedikit demi sedikit sesuai dengan formulasi. Proses pembuatan bubur jagung instan MP-ASI dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 3 Formulasi bubur jagung instan MP-ASI Bahan-Bahan Formulasi 1 Formulasi 2

Tepung jagung (g) 45 40

Susu skim (g) 40 45

Gula halus (g) 10 5

Minyak nabati (g) 5 10

(46)

waktu rehidrasi dan kapasitas penyerapan air), daya cerna (protein dan pati), serta sifat organoleptiknya meliputi uji skoring (sifat kehalusan di dalam mulut, kemudahan ditelan dan kelengketan di dalam mulut) serta uji hedonik (warna, aroma, rasa, kekentalan dan penerimaan umum).

Gambar 3 Proses pembuatan bubur jagung instan MP-ASI

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian tahap I yaitu pembuatan tepung jagung dengan perlakuan kombinasi konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial menggunakan dua faktor. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model aditif linier pada rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut:

Yijk= μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana:

Tepung jagung

Minyak sawit

Tepung gula

Susu bubuk skim Pencampuran

Pencampuran

Pencampuran

(47)

Yijk = nilai pengamatan pada faktor konsentrasi Ca(OH)2 taraf ke-i dan faktor lama pemasakan taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ = komponen aditif dari rataan

αi = pengaruh utama faktor konsentrasi Ca(OH)2 (0%, 0,25% dan 0,5%)

βj = pengaruh utama faktor lama pemasakan

(0 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit) (αβ)ij = komponen interaksi dari faktor konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan

εijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)

Penentuan pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan terhadap sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal dilakukan menggunakan metode General Linier Method (GLM) pada program

Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1. Apabila kombinasi perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 dan lama pemasakan berpengaruh terhadap sifat fungsional dan reologi tepung jagung nikstamal, maka dilakukan uji lanjut Duncan pada program yang sama.

Untuk mengetahui keeratan hubungan antara masing-masing parameter yang diuji dilakukan analisis korelasi menggunakan metode korelasi Pearson pada program SPSS versi 17. Menurut Hasan (2008) tingkat keeratan hubungan antarvariabel dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r), dimana:

 r = 0, tidak ada korelasi

 0 < r ≤ 0,20, korelasi sangat rendah/lemah sekali  0,20 < r ≤ 0,40, korelasi rendah/lemah

 0,40 < r ≤ 0,70, korelasi cukup berarti  0,70 < r ≤ 0,90, korelasi tinggi/kuat

 0,90 < r < 1 korelasi sangat tinggi/kuat sekali  r = 1, korelasi sempurna

(48)

nonparametric tests (Kruskal-Wallis H) pada program SPSS versi 17. Jika masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diuji, maka dilakukan uji lanjut LSD pada program yang sama.

Prosedur Analisis

Swelling Volume dan Kelarutan (Collado & Corke 1999)

Prinsip pengukuran swelling volume adalah seberapa besar kemampuan mengembang tepung jagung (ml) setelah dilakukan pemanasan pada suhu dan waktu tertentu. Satuan dari swelling volume adalah ml/g sampel.

Sampel ditimbang sebanyak 0,35 g basis kering di dalam tabung sentrifus. Kemudian ditambahkan 12,5 ml air destilata. Sampel divorteks hingga campuran merata. Selanjutnya dipanaskan dalam waterbath bersuhu 92,5 oC selama 30 menit sambil sesekali diaduk. Kemudian sampel didinginkan dalam air es selama 1 menit. Diamkan campuran selama 5 menit pada suhu ruang. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Gel yang terbentuk diukur volumenya dan dinyatakan sebagai swelling volume (ml/g bk). Sedangkan kelarutan diperoleh dengan cara menuangkan supernatan yang dihasilkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan dikeringkan pada suhu 110oC selama semalam.

Swelling Volume (ml/g bk) = volume gel berat sampel (bk)

Kelarutan (% bk) = berat supernatan kering

berat sampel (bk) x 100%

Kapasitas Penyerapan Air (Beuchat 1977)

Tepung jagung ditimbang sebanyak 1 gram di dalam tabung sentrifus kemudian tambahkan air destilata sebanyak 10 ml dan diaduk menggunakan

vortex mixer selama 30 detik. Sampel kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Supernatan didekantasi kemudian kapasitas penyerapan air dinyatakan sebagai persentase berat air yang diserap oleh 1 gram tepung.

(49)

densitas air x volume air yang digunakan berat supernatan gram tepung bk

Kapasitas Penyerapan Minyak (Beuchat 1977)

Tepung jagung ditimbang sebanyak 1 gram di dalam tabung sentrifus kemudian tambahkan minyak sebanyak 10 ml dan diaduk menggunakan vortex mixer selama 30 detik. Sampel kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Supernatan didekantasi kemudian kapasitas penyerapan minyak dinyatakan sebagai persentase berat minyak yang diserap oleh 1 gram tepung.

Kapasitas penyerapan minyak (g/g bk)

=(densitas minyak x volume minyak yang digunakan)-berat supernatan 1 gram tepung (bk)

pH (Metode Potentiometric, AOAC 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian ditambahkan 20 ml air destilata. Kemudian campuran tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer

selama 5 menit, lalu ditambahkan 50 ml air destilata dan diaduk hingga homogen. Sampel dibiarkan selama 1 jam, kemudian ukur pH supernatan.

Kekuatan Gel Menggunakan Texture Analyzer

(50)

Densitas Kamba (Okaka & Potter 1977)

Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Bahan yang diukur ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml. Bagian bawah gelas ukur ditepuk-tepuk beberapa kali hingga diperoleh volume yang konstan.

Perhitungan:

Densitas kamba (g/ml)= Berat bahan (g) Volume bahan (ml)

Wettability metode Wetting Time (Park et al. 2001)

Wettability (waktu basah) didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh tepung dari sejak tepung dimasukkan ke dalam air hingga semua tepung basah. Sampel tepung sebanyak 0,4 gram dimasukkan ke dalam 40 ml air destilata dalam gelas ukur. Daya dispersi dilakukan pada suhu kamar tanpa pengadukan. Waktu dicatat menggunakan stopwatch.

Sifat Reologi Adonan Menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA)

Analisis terhadap sifat reologi adonan dilakukan dengan menggunakan RVA Tec Master Newport Scientific Pty. Ltd, Warriewood-Australia. Alat RVA diatur menggunakan standar 2 yang dimodifikasi dengan basis berat sampel 2 g dan kadar air 14%. Berat air dan sampel ditimbang bergantung pada kadar air sampel. Air destilata dimasukkan ke dalam aluminium canister RVA dan ditimbang dengan berat yang telah ditentukan. Kemudian masukkan sampel yang telah ditimbang ke dalam canister yang telah berisi air destilata tersebut dan diaduk menggunakan pengaduk canister hingga sampel tercampur merata.

(51)

Hasil pengukuran dengan alat ini diantaranya adalah viskositas puncak atau

peak viscosity, viskositas pasta panas atau trough viscosity, perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, viskositas pasta dingin atau final viscosity dan perubahan viskositas selama pendinginan atau setback. Viskositas puncak adalah viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi.

Breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak dengan viskositas pasta panas atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas. Setback merupakan selisih antara viskositas pasta dingin dengan viskositas pasta panas atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi.

Kadar Kalsium (Flame-Atomic Absorption Spectroscopy) Persiapan Sampel:

Sampel ditimbang langsung ke dalam labu pemanas kapasitas 50 ml (dicatat berat tepatnya). Pada saat menimbang hindari tercecernya sampel di dinding atas labu dan di bagian luar labu, kemudian ditambahkan 10 ml asam nitrat (HNO3) pekat 3 ml dan asam perklorat (HClO4) 60% secara bertahap. Penambahan dilakukan dalam ruang asam dengan bantuan pipet Mohr dan bulb. Campuran dipanaskan dengan pemanas listrik dalam ruang asam. Mula-mula sampel akan berwarna gelap ketika dipanaskan kemudian akan berangsur-angsur menjadi bening atau transparan. Apabila bagian sampel yang berwarna gelap telah hilang dan larutan di dalamnya bening, pemanasan dihentikan. Setelah agak dingin, perlahan-lahan tambahkan air bebas ion sebanyak 10 ml, lalu dipanaskan kembali sampai tidak ada lagi asap yang keluar. Larutan dipindahkan ke labu takar 100 ml dengan hati-hati, bilas labu sampel dengan larutan HCl 0.02N dan masukkan air bilasan ke dalam labu takar, lakukan 3 kali setelah itu tepatkan volume larutan hingga tanda tera dengan larutan HCl 0.02 N. Larutan disaring dengan kertas saring, selanjutnya larutan siap digunakan untuk analisis dengan AAS atau diencerkan lebih lanjut apabila larutan tersebut masih pekat setelah diketahui dari hasil analisis AAS.

Persiapan Larutan Standar:

(52)

konsentrasi yang dapat dibaca dengan alat AAS dan mempunyai linieritas (R2) diatas 0,990. Konsentrasi serial larutan standar berkisar antara 0,1-15 ppm.

Pengukuran dengan AAS-flame

Alat AAS diset sesuai dengan prosedur yang terdapat pada SOP alat dengan panjang gelombang sesuai denga unsur logam atau mineral yang akan dianalisis. Pengukuran dilakukan terhadap larutan standar terlebih dahulu, mulai dari konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi. Apabila satu serial standar telah diukur maka larutan sampel diukur. Antara dua pengukuran, aspirasikan air bebas ion ke dalam alat AAS.

Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 3 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 110 0C hingga diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar air (wet basis) (%) = x % Kadar air (dry basis) (%) =

%

Keterangan:

a = bobot cawan dan sampel akhir (g) b = bobot cawan (g)

c = bobot sampel awal (g)

Kadar Abu (AOAC 1995)

(53)

abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu x %

Kadar Protein (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi.

Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metilen 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3, ditambah larutan NaOH-Na2SO3 sebanyak 8-10 ml kemudian didestilasi dalam labu erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar N (%) HC N HC , Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6,25)

Kadar Lemak, metode soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 0C kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang dalam sebanyak 5 gram lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.

Gambar

Gambar 2  Proses pembuatan tepung jagung nikstamal
Tabel 3 Formulasi bubur jagung instan MP-ASI
Tabel 6  Kadar kalsium tepung jagung pada perlakuan lama pemasakan           20 menit dengan berbagai perlakuan konsentrasi Ca(OH)2
Tabel 7  Kadar kalsium tepung jagung pada perlakuan konsentrasi Ca(OH)2 0,5% dan berbagai lama pemasakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Makanan pendamping ASI dengan bahan dasar tepung kecambah jagung dapat diolah bersamaan dengan bahan pangan lain yang memiliki kadar protein lebih tinggi.. Beberapa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji organoleptik terhadap warna, rasa, dan tekstur bubuk instan yang paling disukai adalah bubuk instan campuran tepung kecambah jagung

Hasil pencampuran tepung kecambah kacang tolo dengan jagung untuk formula makanan bayi, mengandung kadar vitamin C lebih tinggi dari bubur bayi yang ada di pasaran

Hasil pencampuran tepung kecambah kacang tolo dengan jagung untuk formula makanan bayi, mengandung kadar vitamin C lebih tinggi dari bubur bayi yang ada di pasaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi pati ubi jalar ungu termodifikasi pada tepung beras sebagai bubur bayi instan berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu,