SKRIPSI
ANALISIS KANDUNGAN INULIN PADA PISANG BARANGAN (Musa acuminata Colla), PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak)
DAN PISANG KEPOK (Musa acuminata balbisiana Colla)
Oleh :
NIM. 091000074 DEFI WAHYUNINGSIH
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ANALISIS KANDUNGAN INULIN PADA PISANG BARANGAN (Musa acuminata Colla), PISANG AWAK (Musa paradisiaca var. Awak)
DAN PISANG KEPOK (Musa acuminata balbisiana Colla)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 091000074 DEFI WAHYUNINGSIH
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Inulin merupakan salah satu zat pangan yang memiliki fungsi sebagai prebiotik yaitu baik untuk perkembangan dan aktivitas bakteri nonpatogen dalam sistem pencernaan. Salah satu sumber inulin adalah buah pisang. Pisang banyak dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat mulai dari dewasa hingga bayi. Inulin pada pisang bisa membantu meningkatkan kesehatan dimana salah satunya adalah meningkatkan imunitas tubuh dengan perannya sebagai prebiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan inulin pada pisang barangan, pisang awak, dan pisang kepok serta untuk mengetahui perkiraan jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi yang berasal dari pisang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis laboratorium menggunakan metode HPLC di laboratorium Saraswanti Bogor. Objek penelitian menggunakan pisang awak, pisang barangan,dan pisang kepok.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kandungan inulin pada pisang barangan sebesar 4,27 %, pada pisang awak 3,74 % dan pada pisang kepok 3,00 %. Berdasarkan asumsi konsumsi pisang pada bayi sekitar 100-150gram/hari maka sumbangan inulin dari pisang tersebut antara 3,00-6,40 gram. Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) maka asupan inulin yang diterima dari pisang sudah mencukupi yaitu 3 gram/sajian harian. Pada masyarakat direkomandasikan untuk meningkatkan konsumsi pisang dan dapat menjadikan pisang sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan termasuk makanan bayi.
ABSTRACT
Inulin is a substance of food that has a function as a prebiotic that is good for the development and activity of nonpathogenic bacteria in the digestive system. One source of inulin is bananas. Bananas are consumed by all people ranging from infants to adults. Inulin in bananas can help improve the health. One of which is to increase the body's immunity with his role as a prebiotic.
This study aims to determine the content of inulin on banana barangan , banana awak , and banana kepok well as to determine the approximate amount of inulin consumed by infants from bananas. This research was conducted with laboratory analysis approach using HPLC method in the laboratory Saraswanti Bogor. The object of research using banana barangan, banana awak anad banana kepok.
Results showed that the content of inulin on banana barangan by 4.27 % , 3.74 % on banana awak and banana kepok at 3.00 %. Based on assumptions about the consumption of bananas in infants 100-150 gr/day the contribution of inulin is between 3.00 to 6.40 grams of banana. Based on the recommendation BPOM ( 2011) received the inulin intake of bananas is sufficient that 3 grams / daily servings . it is recommended for community to increase the consumption of bananas and make banana as the base material in the manufacture of foods , including infant food.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Defi Wahyuningsih
Tempat/Tanggal Lahir : Sragen / 7 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Jl. Sembada Gang kesehatan No 5 Pasar V P. Bulan , Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. 1997-2003 : SD Muhammadiyah Kabanjahe
2. 2003-2006 : SMP Negeri 1 Kabanjahe
3. 2006-2009 : SMA Negeri 1 Kabanjahe
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata
Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)”, guna memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan,
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan nasehat selama
penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak memberikan saran dan arahan kepada
penulis.
3. Ibu Dra. Jumirah,Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan
4. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II, yang
telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam
pengerjaan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis.
6. Bapak Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis.
7. Seluruh dosen serta staf Fakultas Kesehatan USU, khususnya Dosen dan
staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
banyak ilmu ketika perkuliahan.
8. Bang Marihot Oloan Samosir, ST, selaku staf Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan
berkas-berkas penelitian dengan tepat waktu.
9. Orang tua tercinta, Ayahanda Ngatimin dan Ibunda Suparni dan saudari
tersayang, Winda Setyawati yang selalu memberikan doa, kasih sayang,
dukungan serta semangat kepada penulis selama ini.
10. Sahabat-sahabatku tersayang, Suliyanti, Shafratul husna, Isnatur rahmi.
Adelina Irmayani Lubis, Rahmawati, dan Nur aswat yang selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan di UKMI AD-DAKWAH, adik-adik di UKMI
FKM dan INKUBATOR SAINS yang selalu memberikan motivasi dan
12. Teman-teman angkatan 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, khususnya kepada teman-teman dan kakak-kakak di
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang tidak bisa disebutkan satu
per satu.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini, untuk penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan bagi para
pembaca. Amiin.
Medan, Januari 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1. Tujuan Umum ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Inulin ... 8
2.2. Sumber Inulin ... 10
2.3. Inulin sebagai Prebiotik... 12
2.4. Pisang ... 17
2.5. Kandungan Gizi Pisang ... 18
2.6. Pisang sebagai Bahan Pangan Bayi... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Jenis Penelitian ... 27
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
3.2.1. Tempat Penelitian... 27
3.2.2. Waktu Penelitian ... 27
3.3. Objek Penelitian ... 28
3.4. Definisi Operasional... 28
3.5. Alat dan Bahan ... 28
3.5.1. Alat ... 28
3.5.2. Bahan ... 29
3.6 Prosedur Analisis Inulin dengan Metode HPLC ... 29
3.7 Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITAN ... 32
4.1 Deskripsi Pisang ... 32
4.2 Hasil analisis kandungan inulin pada pisang awak, pisang barangan dan pisang kepok ... 33
BAB V PEMBAHASAN ... 36
5.1 Kandungan inulin pada pisang awak,pisang barangan dan pisang kepok ... 36
5.2 jumlah inulin yang dikonsumsi bayi ... 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45
6.1 Kesimpulan ... 45
6.2 Saran ... 45
ABSTRAK
Inulin merupakan salah satu zat pangan yang memiliki fungsi sebagai prebiotik yaitu baik untuk perkembangan dan aktivitas bakteri nonpatogen dalam sistem pencernaan. Salah satu sumber inulin adalah buah pisang. Pisang banyak dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat mulai dari dewasa hingga bayi. Inulin pada pisang bisa membantu meningkatkan kesehatan dimana salah satunya adalah meningkatkan imunitas tubuh dengan perannya sebagai prebiotik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan inulin pada pisang barangan, pisang awak, dan pisang kepok serta untuk mengetahui perkiraan jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi yang berasal dari pisang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis laboratorium menggunakan metode HPLC di laboratorium Saraswanti Bogor. Objek penelitian menggunakan pisang awak, pisang barangan,dan pisang kepok.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kandungan inulin pada pisang barangan sebesar 4,27 %, pada pisang awak 3,74 % dan pada pisang kepok 3,00 %. Berdasarkan asumsi konsumsi pisang pada bayi sekitar 100-150gram/hari maka sumbangan inulin dari pisang tersebut antara 3,00-6,40 gram. Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) maka asupan inulin yang diterima dari pisang sudah mencukupi yaitu 3 gram/sajian harian. Pada masyarakat direkomandasikan untuk meningkatkan konsumsi pisang dan dapat menjadikan pisang sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan termasuk makanan bayi.
ABSTRACT
Inulin is a substance of food that has a function as a prebiotic that is good for the development and activity of nonpathogenic bacteria in the digestive system. One source of inulin is bananas. Bananas are consumed by all people ranging from infants to adults. Inulin in bananas can help improve the health. One of which is to increase the body's immunity with his role as a prebiotic.
This study aims to determine the content of inulin on banana barangan , banana awak , and banana kepok well as to determine the approximate amount of inulin consumed by infants from bananas. This research was conducted with laboratory analysis approach using HPLC method in the laboratory Saraswanti Bogor. The object of research using banana barangan, banana awak anad banana kepok.
Results showed that the content of inulin on banana barangan by 4.27 % , 3.74 % on banana awak and banana kepok at 3.00 %. Based on assumptions about the consumption of bananas in infants 100-150 gr/day the contribution of inulin is between 3.00 to 6.40 grams of banana. Based on the recommendation BPOM ( 2011) received the inulin intake of bananas is sufficient that 3 grams / daily servings . it is recommended for community to increase the consumption of bananas and make banana as the base material in the manufacture of foods , including infant food.
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliput fisik, mental,dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan. Sehat secara fisik menjadi poin yang pertama dibandingkan dengan
yang lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan fisik, manusia membutuhkan makanan.
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk kelangsungan
pertumbuhan dan kehidupannya. Untuk itu makanan yang dikonsumsi manusia harus
terpenuhi gizinya. Oleh karena itu kualitas makanan harus senantiasa terjamin setiap
saat, agar masyarakat sebagai pemakai produk makanan tersebut dapat terhindar dari
penyakit karena makanan.
Kebutuhan gizi manusia tidaklah bisa dipenuhi dari satu jenis makanan saja.
Hal ini dikarenakan bahwa kebutuhan gizi manusia yang terdiri dari karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan air berada pada beraneka jenis makanan. Namun
masyarakat Indonesia saat ini justru kurang mengonsumsi buah dan sayur padahal
produksi buah dan sayur dalam negeri termasuk melimpah. Hal ini berdampak pada
kesehatan karena akan banyak kekurangan nutrisi seperti vitamin maupun mineral,
termasuk serat yang berfungsi untuk menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh.
Kebutuhan manusia akan nutrisi berbeda-beda. Dalam piramida makanan,
kebutuhan akan karbohidrat adalah yang paling besar diantara yang lainnya.
2
berasal dari karbohidrat kompleks dan 10 persen berasal dari gula sederhana. Hal ini
karena, manusia membutuhkan karbohidrat tidak hanya sebagai sumber energi. Akan
tetapi, juga sebagai pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam
amino esensial, metabolisme normal lemak, menghemat protein, dan meningkatkan
pertumbuhan bakteri usus.
Karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu
monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida dan disakarida dikenal
sebagai gula sederhana atau karbohidrat sederhana. Sedangkan polisakarida dikenal
sebagai karbohidrat komplek seperti pati, selulosa, dan serat. Selain itu juga terdapat
oligosakarida yang merupakan gabungan dari molekul-molekul monosakarida yang
salah satu fungsinya juga bisa menjaga imunitas tubuh. Roberfroid (2007)
menyatakan hanya dua oligosakarida nondigestible dalam makanan yang memenuhi
semua kriteria klasifikasi prebiotik. Sedangkan menurut Macfarlane (2008)
menyatakan bahwa ada tiga tipe karbohidrat oligosakarida nondigestible esensial
yang memenuhi criteria prebotik yaitu fruktan (inulin dan fruktooligosakarida atau
FOS), (trans-) galakto-oligosakarida (TOS atau GOS), dan laktulosa.
Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman.
Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Inulin digunakan dalam
berbagai makanan karena memiliki karakteristik fungsional dan nutrisi yang sangat
baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi gula, lemak dan tepung pada
makanan. Sejumlah fungsi yang berkaitan dengan inulin dan oligofruktosa adalah
Kedua adalah modulasi hormonal, melalui keseimbangan insulin/glikogen atau
produksi peptide gastrointestinal atau metabolisme makronutrien.
Inulin bersifat larut dalam air dan tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim
percernaan, namun difermentasikan mikroflora kolon komponen pangan yang
berfungsi sebagai substrat mikroflora yang menguntungkan di dalam usus. Karena
inulin mendukung pertumbuhan mikroflora yang menguntungkan di dalam usus,
inulin termasuk dalam prebiotik. Prebiotik adalah suatu serat pangan yang dapat
merangsang pertumbuhan bakteri dalam usus besar, terutama bakteri non pathogen
seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium. Fungsinya adalah meningkatkan
pencernaan, mengoptimalkan penyerapan mineral oleh tubuh, menjaga daya tahan
tubuh, dan menjaga keseimbangan bakteri dalam usus.
Pada saat ini beberapa produk makanan yang diberikan kepada bayi seperti
susu formula ataupun MP ASI lainnya ditemukan sudah ditambahkan dengan
oligosakarida seperti inulin. Hal ini menunjukkan bahwa inulin memiliki peran yang
sangat penting untuk bayi, sehingga industri makanan bayi menambahkan inulin pada
produk mereka. Padahal inulin bisa didapatkan langsung dari bahan pangan yang ada
di alam.
Inulin terdapat pada tanaman seperti umbi dahlia, akar chirory, dan gandum.
Tanaman chirory dan artichoke tumbuh baik di Amerika Utara sedangkan tanaman
dahlia dapat tumbuh baik di dataran tinggi Indonesia. Pada umbi dahlia kadar inulin
yang terdapat di dalamnya cukup besar yaitu sekitar 65,7 persen berat kering. Inulin
4
Pisang banyak dikonsumsi oleh masyarakat berbagai kalangan dan usia, baik
dewasa sampai bayi. Pisang banyak yang dikonsumsi sebagai buah segar dan banyak
juga yang mengonsumsi pisang yang sudah diolah terlebih dahulu. Manfaat pisang
sekarang sudah mulai banyak yang diteliti salah satunya dalam dunia kesehatan.
Salah satunya adalah pisang mampu memberikan imunitas yang baik pada tubuh
manusia. Hal ini komposisi yang baik seperti potassium dan inulin yang mampu
berperan sebagai prebiotik terdapat pada pisang.
Pisang adalah buah yang paling sering diberikan kepada bayi di awal
pemberian MP ASI. Dari penelitian Saragih (2008) menunjukkan bahwa sebanyak
87,0 persen jenis MP ASI yang diberikan kepada bayi di Kabupaten Nias Selatan
adalah dalam bentuk bubur dan buah. Buah yang paling sering diberikan adalah
pisang. Pisang dipilih karena teksturnya yang lembut sehingga hal ini akan
memudahkan bayi untuk mengenal dan menelannya. Pisang juga mempunyai rasa
yang manis, sehingga rasa manis ini mudah dikenali karena ASI juga mempunyai
rasa yang manis sehingga bayi cepat beradaptasi dengan pisang. Pisang juga mudah
dicerna oleh usus bayi.
Siregar (2011) menemukan sebanyak 69,2 persen bayi di wilayah kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara pernah diberikan pisang
awak sebagai MP ASI. Hasil penelitian Puspita (2011) juga menunjukkan bahwa
sebanyak 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kabupaten Dewantara Aceh Utara
diberi makan pisang awak dan 72,2 persen bayi justru tidak mengalami gangguan
pencernaan. Menurut Mitsou et al. (2010), pisang mengandung sejumlah karbohidrat
pisang sebesar 0,7 persen (Van Loo et al,,1995), namun belum diketahui apakah
kadarnya sama untuk semua jenis pisang.
Pisang yang sering dijadikan makanan bayi tidak hanya pisang Awak. Sari
(2010) menemukan bahwa 66,7 persen bayi di wilayah pesisir Desa Weujengka
Kecamatan Kuala Kabupaten Biruen sudah diberikan makanan tambahan berupa
pisang. Pisang yang banyak diberikan adalah pisang ayam yang di Sumatera Utara
lebih dikenal dengan nama pisang barangan. Hal ini dikarenakan pisang ayam lebih
mudah didapatkan. Selain itu, Suriah (2012) menemukan pisang kepok juga
diberikan kepada bayi sebagai MP ASI di Kelurahan Teluk Lerong Ilir Kecamatan
Samarinda Ulu. Jadi ketiga jenis pisang tersebut yaitu pisang awak, pisang kepok dan
pisang barangan telah terbukti pernah diberikan kepada bayi sebagai MP ASI.
Bila dibandingkan dengan bahan pangan lain, pisang memang bukan bahan
pangan yang memiliki kandungan inulin paling tinggi. Seperti umbi dahlia yang
banyak mengandung inulin sebesar 65,7 persen berat kering. Namun dari bahan
pangan yang sudah diketahui kandungan inulinnya, pisanglah yang paling cocok
untuk diteliti karena buah pisang yang bisa diberikan kepada bayi dan memang pada
masyarakat pun pisanglah yang lebih banyak dikenal dibandingkan yang lain. Hal ini
juga dikuatkan dengan buah pisang banyak dan mudah didapat oleh masyarakat.
Pemberian pisang kepada bayi yang dilakukan oleh masyarakat paling banyak
dilakukan saat bayi berumur di bawah enam bulan. Hal ini ditemukan oleh Puspita
(2011) bahwa sebanyak 57,4 persen bayi mulai diberikan pisang sebagai MP ASI
6
persen bayi yang diberikan MP ASI pisang pertama sekali pada usia di bawah satu
bulan.
Jumlah pisang yang diberikan kepada bayi adalah satu buah pisang setiap kali
pemberian. Hal ini berdasarkan temuan Puspita (2011) bahwa 73,3 persen bayi
diberikan satu buah pisang setiap kali pemberian, dan hanya 26,7 persen bayi yang
diberikan setengah buah pisang setiap kali pemberian. Sedangkan frekuensi
pemberiannya adalah 2-3 kali sehari.
Banyaknya jumlah pisang yang dikonsumsi oleh bayi setiap harinya akan
menentukan banyaknya jumlah inulin yang diperoleh. Selain jumlah, jenis pisang
juga akan menentukan banyaknya inulin yang diterima bayi. Hal ini akan
mempengaruhi kesehatan bayi karena inulin berperan sebagai prebiotik. Jumlah
prebiotik yang dianjurkan untuk dikonsumsi sekurang-kurangnya 3gr/sajian harian
berdasarkan BPOM (2011).
Berdasarkan paparan-paparan di atas maka peneliti tertarik utuk meneliti
kandungan inulin pada tiga jenis pisang yaitu pisang barangan, pisang awak dan
pisang kepok. Ketiga jenis pisang ini banyak digunakan oleh masyarakat. Pada pisang
awak banyak diberikan kepada bayi. Pisang barangan dan pisang kepok banyak
dikonsumsi oleh orang dewasa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana kandungan inulin pada tiga jenis pisang yaitu pisang barangan, pisang
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan inulin pada pisang barangan, pisang awak,
dan pisang kepok.
1.4. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menyediakan informasi kepada pihak-pihak
terkait mengenai salah satu kompisisi gizi yaitu inulin dari tiga jenis pisang. Jenis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inulin
Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman.
Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Kebanyakan tanaman yang
mensintesis dan menyimpan inulin tidak menyimpan bahan dalam bentuk pati
(Hidayat, 2006). Inulin merupakan polimer alami dengan monomer fruktosa. Jumlah
monomer fruktosa pada satu rantai polimer bervariasi tergantung sumbernya. Inulin
adalah salah satu jenis fruktan atau polimer fruktosa (rantai gabungan monomer
fruktosa) yang sebagian besar mengandung sekitar 35 unit fruktosa yang dihubungkan
satu sama lain dalam rantai lurus oleh ikatan β-2,1 glikosida (Ma’aruf, 2011). Inulin
merupakan serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas
(Roberfroid, 2007). Struktur kimia inulin dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Struktur inulin
Inulin didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan
menguntungkan dalam saluran pencernaan. Inulin dapat bertahan di saluran
pencernaan atas dan kemudian difermentasi di usus besar. Selain itu, karakter inulin
yang juga memperbaiki dan melindungi usus, inulin dapat mengurangi risiko penyakit
di saluran cerna di usus. (Roberfroid, 2007). Dengan definisi inulin sebagai komponen
pangan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, maka inulin termasuk dalam kelompok
serat pangan.(Brownawell, 2012)
Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang
tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi
resiko kandker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes.
Inulin diketahui dapat membantu metabolism lemak sehingga mempengaruhi
penurunan kolesterol dan trigliserida. (Kaur and Gupta, 2002)
Inulin komersil yang tersedia memiliki rasa netral, bersih dan digunakan untuk
meningkatkan cita rasa,stabilitas dan daya terima makanan rendah lemak. Inulin sudah
banyak digunakan di banyak Negara untuk menggantikan lemak atau gula dan
mengurangi kalori makanan seperti es krim, produk susu, permen dan kue. Inulin
memiliki kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat jenis lain. Inulin
memiliki kadar kalori yang lebih rendah dari karbohidrat jenis lain sehingga inulin
juga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes karena tidak mempengaruhi serum
glukosa, tidak merangsang pengeluaran insulin, dan tidak berpengaruh pada sekresi
10
2.2 Sumber inulin
Inulin terdapat pada tanaman seperti umbi dahlia, akar chirory, dan gandum.
Tanaman chirory dan artichoke tumbuh baik di Amerika Utara sedangkan tanaman
dahlia dapat tumbuh baik di dataran tinggi Indonesia. Pada umbi dahlia kadar inulin
yang terdapat di dalamnya cukup besar yaitu sekitar 65,7% berat kering. Inulin juga
terdapat pada bawang merah, bawang putih, dandelion, asparagus dan pisang (Yustini
ma’aruf, 2011). Kandungan inulin pada beberapa pangan manusia terdapat pada tabel
2.1.
Tabel 2.1 Kandungan inulin pada beberapa pangan manusia
Sumber Bagian yang
dimanfaatkan
Kandungan inulin (% berat segar)
Bawang merah Umbi 2-6
Jerussalem artichoke Umbi 14-19
Chirory Akar 15-20
Sumber: (Moshfegh,et, al,1999)
Dalam kelompok pangan yang terlihat pada tabel 2.1, jerussalem artichoke,
chirory, dan camas memilki kandungan inulin yang tinggi dibandingkan yang lainnya.
yang memilki kandungan inulin yang cukup tinggi adalah umbi gembili yaitu sebesar
14,629% dan digunakan untuk pembuatan es krim yang rendah lemak.(Dewanti,2013).
Selain gembili, pisang juga termasuk pangan yang banyak dikonsumsi masyrakat.
Walaupun kandungan inulinnya sejauh ini diketahui masih 0,3-0,7%
Inulin digunakan dalam berbagai makanan karena memiliki karakteristik
fungsional yang sangat baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi dari
gula, lemak dan tepung pada makanan. Keuntungan penggunaan inulin dalam
menggantikan gula adalah inulin hanya memiliki kalori 1/3 sampai ¼ kalori gula dan
1/9 kalori lemak. Selain itu, juga membantu penyerapan kalsium dan mendukung
pertumbuhan bakteri baik dalam usus (Hidayat, 2006).
Inulin banyak digunakan secara luas di industri pangan sebagai salah satu
komponenen produk-produk rendah lemak. Inulin yang termasuk rantai panjang
bersifat lebih kental sehingga dapat digunakan sebagai pengganti lemak. Daya ikatnya
terhadap air dapat memodifikasi tekstur pada es krim. Inulin membentuk mikrokristal
apabila dilarutkan dalam air dan susu. Mikrokristal ini tidak dapat dirasakan di mulut
tetapi dapat mempengaruhi pembentukan tekstur yang halus dan creamy serta terasa
seperti lemak saat dikunyah di mulut.(Dewanti,2013)
Masyarakat umumnya menggunakan tanaman yang mengandung inulin untuk
membantu mengatasi diabetes mellitus, yaitu kondisi yang dikarakteristikkan oleh
hiperglisemia dan atau hiperinsulinemia. Hal ini disebabkan karena inulin tidak dapat
dicerna enzim manusia yaitu ptyalin dan amylase yang dirancang untuk mencerna pati.
12
dapat dikonsumsi sampai sebanyak 20 gram per hari. Saat ini inulin diproduksi secara
komersial berasal dari umbi chirory yang telah lama digunakan sebagai pengganti
kopi. Inulin dari chirory masih mengandung gula sampai 10 % (Hidayat, 2006).
Dalam penentuan kadar inulin, metode yang pernah dilakukan adalah HPLC,
Metoda ini dapat digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan menentukan
konsentrasi senyawa organik maupun senyawa anorganik. Kromatografi cair kinerja
tinggi atau High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) ini merupakan
kromatografi cair dengan mempertinggi laju alir eluen menggunakan tekanan tinggi.
HPLC merupakan pilihan, jika zat yang akan dianalisa tidak mudah menguap dan
secara termal tidak stabil.
2.3 Inulin sebagai Prebiotik
Semua sel hidup dalam tubuh manusia diperkirakan 95% adalah bakteri usus
besar. Oleh sebab itu kolon manusia merupakan ekosistem yang sangat sarat dengan
kolonisasi mikrobiota. Mikroflora yang ada di usus ada yang menguntungkan seperti
Bifidobacteria dan Lactobacillus, ada yang merugikan seperti Clostridia dan
Staphylococci dan ada yang mempunyai sifat keduanya seperti Bacteroides dan
Enterococci.(Gibson, 1995)
Keberadaan bakteri yang menguntungkan di kolon sangat penting
dipertahankan karena mempunyai efek kesehatan yang luas pada hostnya. Diantaranya
menekan pertumbuhan bakteri pathogen, dan menurunkan kolesterol darah.
Keberadaan bakteri tersebut sering disebut dengan probiotik.
Definisi umum probiotik atau dikenal dengan mikroorganisme “baik” adalah
preparat yang terdiri dari mikroba hidup yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia
atau hewan secara oral. Mikroba hidup itu diharapkan mampu memberikan pengaruh
positif terhadap kesehatan manusia atau hewan dengan cara memperbaiki sifat-sifat
yang dimiliki mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia atau hewan
tersebut. Syarat-syarat probiotik yang baik adalah probiotik harus tetap dalam keadaan
hidup, daya untuk bertahan hidup ketika melalui saluran pencernaan dan manfaat
kesehatan yang dapat dibuktikan keberadaannya.
Pendekatan yang dilakukan agar bakteri tersebut tetap survival adalah dengan
penggunaan prebiotik.(Gibson, 2004). Menurut Surono (2004), di dalam usus besar,
bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacterium dan
Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat,
propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut
dapat dipakai sebagai sumber energi oleh tubuh.
Prebiotik didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna
namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang
menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi
yang mengonsumsinya (Roberfroid, 2007). Syarat suatu pangan bisa dikatakan sebagai
prebiotik adalah resistensi terhadap keasaman lambung, hidrolisis oleh enzim dan
14
usus, dan yang ketiga adalah selektif merangsang pertumbuhan dan/ atau aktivitas
bakteri di usus yang dihubungkan dengan kesehatan dan keadaan yang lebih baik.
(Brownawell, et. al, 2012)
Resistensi terhadap pencernaan,tidak berarti harus sama sekali tidak bisa
dicerna namun harus menjamin bahwa jumlah yang cukup dapat mencapai kolon.
Sementara itu, criteria yang ketiga merupakan kriteria yang sulit untuk dipenuhi.
Ingredient juga harus aman dan memiliki sifat sensori yang disukai. Oligosakarida
yang telah banyak digunakan sebagai prebiotik dan memenuhi syarat di atas adalah
GOS(Galaktooligosakarida) dan FOS (Fruktooligosakarida,termasuk inulin). FOS
diperoleh antara lain dengan ekstraksi bahan tanaman yang mengandung inulin dengan
air panas atau dengan polimerisasi monomer fruktosa secara enzimatis, sedangkan
GOS dibuat dengan transgalaktosilasi secara enzimatis.
Inulin juga berfungsi sebagai dietary fiber, yaitu kelompok karbohidrat yang
tidak dapat dihidrolisis oleh enzim tubuh manusia tetapi difermentasi oleh mikroflora
usus sehingga berpengaruh pada fungsi usus dan parameter lipid darah. Sifat inulin
yang dapat larut membuatnya cepat difermentasi oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli.
Oleh sebab itu, inulin dikelompokkan sebagai food ingredient yang diklasifikasikan
sebagai prebiotik. (Minda, 2009) Selain berfungsi untuk merangsang pertumbuhan
atau aktivitas bakteri dalam usus, inulin juga mampu mengoptimalkan penyerapan
mineral seperti kalsium dan magnesium oleh tubuh.
Beberapa negara sudah memiliki aturan mengenai standar jumlah prebiotik
g/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 g/hari, dan di Spanyol konsumsi rata-ratanya
adalah 7-12 g/hari (Valeria, et al, 2011). Di Indonesia, berdasarkan peraturan BPOM
mengenai pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan menyebutkan
bahwa konsumsi harian serat pangan termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3
g/sajian harian.
Menurut Veereman (2007), dari hasil studi kliniknya, selama lebih dari 5 tahun
menyebutkan bahwa kombinasi campuran inulin rantai panjang (5-60 monomer) 10%
dan galaktooligosakarida (2-7 monomer) 90% yang ditambahkan ke dalam formula
makanan bayi di Eropa menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap komposisi
flora pencernaan, memperbaiki konsistensi feses, menurunkan permeabilitas,
mengurangi kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta dermatitis
atopik pada bayi.
Masih menurut Veereman (2007), konsumsi oligofruktosa dalam makanan
sapihan anak-anak, meningkatkan jumlah bifidobakteria dan menurunkan jumlah
klostridia dalam feses selama mengonsumsi, ada kecenderungan feses lebih lunak dan
kejadian demam serta gejala infeksi saluran percernaan lebih sedikit. Campuran inulin
rantai panjang dengan oligofruktosa memiliki efek sinergi yaitu melindungi flora
bifidus dari pengobatan dengan amoksilin.
Pada sebuah studi terhadap 244 peserta yang mengadakan perjalanan,
kemungkinan terkena diare termasuk resiko tinggi hingga menengah untuk terkena
diare, diberikan inulin sebanyak 10 g/hari selama 2 minggu perjalanan dan hasilnya
16
al, 2012). Hal ini berarti inulin memberikan pengaruh yang baik pada saluran
pencernaan sehingga mampu mencegah terjadinya diare pada peserta.
Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Abrams,et al (2002) terhadap 59
remaja putri untuk mengetahui pengaruh penambahan inulin terhadap penyerapan
kalsium dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan
penyerapan kalsiun terhadap kelompok remaja yang diberikan tambahan inulin
dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan tambahan inulin. Heuvel (1999)
juga membuktikan bahwa pemberian oligofruktosa sebanyak 15 gram per hari mampu
merangsang penyerapan kalsium pada remaja putra.
Beberapa efek posistif fruktan berdasarkan hasil penelitian yang tercantum
dalam Cho dan Finocchiaro (2010),yaitu:
1. Efek terhadap komposisi mikroflora usus berupa efek bifidogenik
2. Efek terhadap fungsi usus yaitu: a) meningkatkan berat feses melalui
peningkatan biomassa bakteri, b) fermentasi dan produk asam lemak rantai
pendek, c) pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel epitel, dan d) efek terhadap
imunitas atau kekebalan tubuh.
3. Efek terhadap saluran pencernaan, seperti infeksi diare, penyakit radang
perut, gejala iritasi perut dan tumor kolon.
4. Efek terhadap absorpsi Mg, Cu, Se, dan Zn
5. Efek terhadap produksi vitamin, seperti biotin, asam folat, dan vitamin K.
Penelitian lain yang menunjukkan peran inulin adalah penelitian Seifert (2007)
terhadap system imun. Hasil penelitian dari intervensi terhadap manusia dewasa
menunjukkan bahwa pemberian inulin dan oligofruktosa memiliki manfaat dan
pengaruh pada jaringan limfosit usus. Pada tingkatan sistem imun, bagaimanapun,
hanya sedikit pengaruh yang sudah diamati pada manusia dewasa. Sebaliknya, data
dari penelitian terhadap bayi menunjukkan bahwa suplementasi dengan prebiotik
secara positif mempengaruhi perkembangan imunitas setelah kelahiran dan sekresi
feses.
Inulin sebagai prebiotik juga dibuktikan dengan penelitian Artanti (2009) yang
meneliti mengenai pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS) terhadap
pertumbuhan tiga jenis probiotik yaitu, E. faecium IS-27526, L.plantarium IS-10605
dan L.Casei strain Shirota. Hasilnya bahwa prebiotik inulin dapat dimanfaatkan
untuuk membantu pertumbuhan probiotik L.plantarium IS-10605 dan L.Casei strain
Shirota.
2.4 Pisang
Pisang telah dikonsumsi manusia sejak zaman dahulu kala. Kata pisang berasal
dari bahasa Arab, yaitu maus yang oleh linneus dimasukkan dalam keluarga
musaceae, untuk memberikan penghargaan kepada Antonius musa, yaitu seorang
dokter pribadi kaisar romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan untuk
memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa latin, pisang disebut sebagai Musa
18
Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang disebarkan ke Afrika
Barat, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke
seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang
yang terkenal diantaranya adalah Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India,
Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawaii. Indonesia
merupakan Negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Di Asia Indonesia
termasuk penghasil pisang terbesar karena sekitar 50% produksi dari pisang Asia
berasal dari Indonesia (Kaleka,2013).
Pisang ditanam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan buahnya. Buah
pisang dapat dibedakan menjadi empat golongan (Astawan, 2008),yaitu:
1. Golongan pertama adalah yang dapat dimakan langsung setelah makan, disebut
juga dengan pisang meja. Contohnya adalah pisang kepok, susu, hijau, mas,
raja, ambon kuning, ambon lumut, barangan serta pisang Cavendish.
2. Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu.
Contohnya pisang tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu.
3. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung baik setelah
masak maupun setelah diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah pisang kepok
dan pisang raja.
4. Golongan empat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah.
Misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat
rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk
2.5 Kandungan Gizi Pisang
Zat gizi diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh, diperoleh dari makanan
yang dikonsumsi. Kebutuhan akan masing-masing zat gizi juga berbeda dan berbeda
pula pada setiap bahan pangan. Zat gizi yang terkandung dalam pisang adalah
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral serta air. Untuk setiap jenis pisang,
kandungan zat gizinya juga berbeda. Untuk kandungan gizi dari buah pisang
barangan, kepok dan awak dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kandungan gizi pada 100 gram pisang
Kandungan gizi satuan Jenis pisang
Pisang barangan Pisang kepok Pisang awak
Kalori Kal 120 109 281
Melihat banyaknya varietas pisang yang ada di Indonesia saat ini maka
karakteristiknya pun juga berbeda. Karakteristik pisang didasarkan pada jenis
pisangnya. Adapun karakteristik dari pisang barangan, kepok, dan awak adalah:
1. Pisang Barangan (Musa acuminata Colla)
Pisang barangan di Filipina dikenal dengan nama pisang lakatan dan di
20
nama pisang Ayam di Aceh. Pisang jenis ini sangat popular sebagai pisang
meja. Berat rata-rata per tandan berkisar 12-20 kg terdiri dari 8-12 sisir.
Setiap sisirnya terdiri dari 12-20 buah. Ukuran buahnya 12-18 cm dengan
diameter 3-4 cm. warna kulit buahnya kuning kemerahan dengan
bintik-bintik cokelat. Warna daging buahnya agak oranye, rasanya enak dan
aromanya harum. (Satuhu dan Supriyadi, 1999)
Gambar 2.2 Pisang barangan
2. Pisang Kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)
Pisang kepok memiliki batang besar, kekar, tinggi 3-3,5 m dan warna hijau
muda. Daun berwarna hijau tua, lebar dan kuat sehingga bisa dijadikan
bahan pembungkus nasi seperti pada pisang batu. Pisang kepok hampir
mirip dengan pisang siem atau pisang batu. Berat tandan buah 10-50 kg.
Tandan buah yang beratnya sampai 50 kg memiliki batang dan tandan
yang sangat besar sehingga dikenal dengan kepok raksasa. Sementara ada
jenis pisang kepok yang daging buahnya berwarna putih (kepok putih) dan
ada yang kekuningan (kepok kuning). Kepok kuning lebih disukai
Rusuk buah masih jelas, ada 4-5 garis. Rasa buah matang (warna kulit
buah kekuningan) agak manis. Setiap tandan terdapat 6-12 sisir dan setiap
sisir terdapat 10-20 buah. Umur panen 4 bulan sejak keluar jantung.
(Sunarjono, 2004)
Gambar 2.3 pisang kepok
3. Pisang Awak ( Musa paradisiaca var Awak)
Pisang ini disebut juga dengan pisang raja siam atau pisang sale. Pisang
jenis ini panjangnya sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu
tandan terdapat 18 sisir yang masing-masing ada 11 buah. Bentuk buah
lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekuningan dengan
kulit yang tebalnya 0,3 cm. Setiap buah beratnya rata-rata 67,5 gr.
Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan.(Satuhu dan
22
Gambar 2.4. pisang awak
Kandungan gizi pada pada buah pisang sangat baik untuk kesehatan tubuh
karena hampir semuanya dapat diserap oleh tubuh. Mengonsumsi buah pisang secara
teratur, pada anak sekolah sangat baik untuk aktivitas otak dalam berpikir dan
mempengaruhi daya ingat. Sebab buah pisang mengandung piridoksin (vitamin B6)
yang berungsi sebagai koenzim dalam reaksi penguraian (metabolisme) protein
menjadi serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang melancarkan
fungsi kerja otak dan meningkatkan kecerdasan otak.
Pisang juga bisa digunakan untuk mengatasi disentri. Pisang ditambahkan
sedikit garam lalu dimakan. Selain itu, kandungan kalium dalam buah pisang
berperan penting pada fungsi syaraf dan sel otot, terutama fungsi sel otot jantung. Itu
sebabnya, pasien hipokalemia (kadar kalium rendah dalam darah) biasanya
dianjurkan makan pisang oleh dokter. Makin tinggi kadar kalium dalam tubuh, risiko
terkena serangan jantung dan stroke makin rendah, karena kalium mengimbangi
2.6 Pisang sebagai Bahan Pangan Bayi
Makanan yang paling baik untuk bayi yang masih berumur 0-6 bulan adalah
ASI Ekslusif. Bayi hanya menerima ASI saja selama 6 bulan berturut-turut tanpa ada
tambahan apapun. Namun, pada kenyataannya banyak sekali bayi yang tidak
mendapatkan ASI esklusif dan justru memberikan MP ASI lebih dini. MP ASI yang
paling sering digunakan oleh ibu bayi adalah pisang.
Berdasarkan penelitian Puspita (2011) di Desa Paloh gedeng menemukan
bahwa kelompok umur yang paling banyak mulai diberikan MP ASI berupa pisang
adalah kelompok umur 0-6 bulan yaitu sebanyak 96,8%. Hal serupa juga ditemukan
oleh Saragih (2008) bahwa pada kelompok usia bayi 0-6 bulan sudah diberikan MP
ASI yaitu sebanyak 91,8% di kabupaten Nias Selatan. Sedangkan sebanyak 83,3%
kelompok usia 0-6 bulan juga ditemukan sudah diberikan MP ASI di Desa Weujengka
oleh Sari (2010).
Pisang dipilih sebagai MP ASI karena teksturnya yang lembut sehingga hal ini
akan memudahkan bayi untuk mengenal dan menelannya. Pisang juga mempunyai
rasa yang manis, sehingga rasa manis ini mudah dikenali karena ASI juga mempunyai
rasa yang manis sehingga bayi cepat beradaptasi dengan pisang. Pisang juga mudah
dicerna oleh usus bayi
Kumar et al (2012) menyatakan bahwa pisang merupakan makanan padat
terbaik untuk diperkenalkan kepada bayi dan buah pisang masak dapat dijadikan
makanan bayi yang sangat sederhana dan sehat. Pisang sangat mudah dicerna dan
24
disease and sciences menggarisbawahi bahwa pisang dapat meningkatkan penyerapan
zat gizi. Dalam studi tersebut, 57 bayi usia 5-12 bulan yang mengalami diare persisten
selama minimal 14 hari diberi pengobatan satu minggu dengan diet berbasis beras
yang salah satunya mengandung pisang hijau, pectin apel atau beras saja. Pengobatan
dengan pisang hijau dan pectin apel mengakibatkan penurunan 50% berat kotoran
bayi, yang menunjukkan bahwa penyerapan zat gizi pada bayi secara signifikan lebih
baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Scriver dan Ross (1928) terhadap 59 bayi
berusia 2-24 bulan yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dimana makanan
bayi tersebut disubstitusi dengan pisang matang menggantikan kentang dan sereal.
Selama 2 minggu, setiap kelompok menunjukkan perkembangan yang berbeda namun
menuju hal yang sama yaitu para bayi mau mengonsumsi buah pisang dan tidak
terdapat masalah dengan berat badan dan kesehatannya.
Pisang sebagai MP ASI diberikan dengan beberapa cara. Ada pisang yang
dikerok saja dan langsung diberikan kepada bayi, ada yang dilumatkan terlebih
dahulu, ada pula yang dilumatkan dan dicampur dengan nasi, dan ada juga yang
dilumatkan lalu dicampur dengan susu (Puspita, 2011). Masih berdasarkan penelitian
Puspita (2011) frekuensi pemberian pisang yang diberikan kepada bayi sebanyak dua
kali sehari adalah 53,3% dengan jumlah satu buah pisang setiap kali pemberian.
Pemberian MP ASI kepada bayi khususnya yang berumur 0-6 bulan dirasakan
terlalu dini. Hal ini sangat berisiko terhadap gangguan pencernaan seperti risiko bayi
(2011), sebanyak 72,2% bayi justru tidak mengalami gangguan pencernaan, dan hanya
27,8% yang mengalami gangguan pencernaan, termasuk diare, muntah, atau sembelit.
Keadaan yang baik pada pencernaan bayi salah satunya dipengaruhi oleh
faktor imunitas tubuh. Semakin baik imunitas tubuhnya maka semakin baik pula
kondisi tubuhnya untuk bisa mencegah datangnya penyakit. Gizi yang baik adalah
salah satu jalan untuk mendapatkan imunitas yang baik. Gizi tersebut dapat diperoleh
dari makanan. Pisang yang dikonsumsi oleh bayi juga memiliki gizi yang baik.
Apalagi dalam pisang ternyata mengandung zat yang berfungsi sebagai prebiotik, zat
yang bisa merangsang pertumbuhan bakteri nonpatogen dalam saluran pencernaan.
Sumber prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam
bentuk oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl
glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan mendukung
pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Salah satu jenis prebiotik tersebut adalah inulin.
Fungsi pertahanan tubuh sangat kompleks, melibatkan organ-organ yang
berbeda, mekanisme yang berbeda dan target lawan potensial yang berbeda. Salah satu
objek utama dari ilmu pangan fungsional adalah untuk mengidentifikasi komponen
makanan yang memiliki kapasitas untuk mengatur fungsi pertahanan tubuh secara
positif sehingga mampu membantu individu untuk memperkuat, menyimpan dan
menyeimbangkan kembali fungsinya. Banyak data yang mendukung bahwa inulin
merupakan bahan pangan yang potensial untuk memainkan peran tersebut. Inulin
26
dan komposisi dengan baik seperti bermacam-macam aktivitas dari mukosa dan
mikroflora. (Roberfroid, 2007)
Kadar inulin yang terdapat pada buah pisang diketahui sebesar 0,3-0,7%
berdasarkan penelitian dari Van Lo et al (1995). Namun tidak diketahui jenis pisang
apa yang digunkan dalam penelitian. Sedangkan pisang yang dijadikan bahan
makanan bayi tidaklah sama pada setiap tempat. Seperti pisang awak digunakan oleh
masyarakat Desa Paloh Gedeng Aceh (Puspita 2011), pisang barangan diberikan pada
bayi di Desa Weujengka (Sari, 2010), dan pisang kepok diberikan pada bayi etnis
Banjar di Lerong Ilir (Suriah, 2012). Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan seberapa
banyak kandungan inulin yang terdapat pada setiap jenis pisang tersebut.
Selain jenis pisang, jumlah pisang yang dimakan oleh bayi juga menentukan
banyaknya inulin yang diperoleh bayi setiap harinya. Ada yang mendapatkan 2 kali
pemberian dengan satu buah pisang setiap kali pemberian, namun ada juga yang lebih
dari dua kali dengan setengah buah pisang setiap kali pemberian. Ini tentu saja akan
mempengaruhi kuantitas inulin yang diperoleh. Sedangkan kadar inulin sebelumnya
diketahui hanya sekitar 0,3-0,7%, yaitu dalam setiap 100 gram pisang terdapat inulin
sebanyak 0,3-0,7 gram.
Jumlah kandungan inulin pada pisang sebelumnya masih sangat jauh dari
rekomendasi BPOM (2011) pada pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan
olahan yang menyatakan bahwa kebutuhan akan prebiotik termasuk inulin adalah
Surono (2004) yang menyarankan jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif berdasarkan hasil analisis atau uji di laboratorium.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia PT. Saraswanti Bogor.
Laboratorium ini dipilih dikarenakan belum ditemuinya laboratorium di Medan yang
dapat meneliti atau menganalisis inulin sehingga belum ada laboratorium di Medan
yang memiliki standar kerja ataupun prosedur pengerjaan inulin. Sedangkan
Laboratorium Kimia PT. Saraswanti Bogor sudah memiliki prosedur kerja dan standar
baku dalam menguji inulin.
Laboratorium PT. Sarawanti Indo Genetech merupakan laboratorium jasa
deteksi produk hasil rekayasa genetika atau transgenik. Laboratorium ini juga
membuka sarana khusus menangani masalah makanan dan minuman. Laboratorium ini
memiliki bidang uji analisis keamanan pangan. Oleh karena itu, penelitian untuk
menguji kadar inulin juga bisa dilakukan pada laboratorium ini.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada selama tujuh bulan yaitu bulan Juni 2013 hingga
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah tiga jenis pisang yaitu pisang awak, pisang
barangan, dan pisang kepok. Tiga jenis pisang tersebut dipilih yang belum terlalu
matang karena pisang masih akan dikirim menuju laboratorium. Sehingga dipilih
pisang yang masih berwarna hijau kekuningan. Waktu yang dibutuhkan agar pisang
tiba di laboratorium kurang dari 24 jam. Ukuran dari pisang yang dijadikan sampel
adalah ukuran sedang dengan asumsi beratnya adalah 50 gram/buah.
3.4 Definisi Operasional
Kandungan inulin adalah banyaknya jumlah inulin yang terdapat pada
pisang barangan, kepok, dan awak yang diperoleh secara analisis menggunakan
HPLC.
3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat
- HPLC
- Labu takar
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Timbangan
- Kertas saring
30
- pH meter
- Pipet tetes
3.5.2 Bahan
- Pisang Awak
- Pisang Kepok
- Pisang Barangan
- Akuades
- KOH 0,05 N
- HCl 0,05 N
- Buffer asetat
3.6 Prosedur Analisis Inulin dengan Metode HPLC (AOAC, 1995)
Kadar inulin diukur dengan menggunakan metode HPLC (High Performance
Liquid Chromatography). Metode ini meliputi pembuatan larutan standar, ekstraksi
sampel dan hidrolisis sampel. Sampel yang telah diekstraksi dan dihidrolisis dihitung
konsentrasi inulin dengan membandingkannya dengan kurva larutan standar. Dalam
pembuatan larutan standar, sampel berasal dari buah pisang barangan ,awak dan kepok
yang utuh. Kemudian pisang dikupas, dan daging buah tersebut lalu dihaluskan.
Larutan standar dibuat dengan menimbang fruktosa sebagai standar sebanyak
2mg. Fruktosa dimasukkan dalam labu takar 10ml dan ditepatkan dengan
menggunakan akuades lalu dikocok hingga homogen. Larutan tersebut dijadikan
dengan masing-masing ditambah internal standar konsentrasi 50 ppm. Saring dengan
filter dan masukkan ke dalam vial untuk disuntikkan pada HPLC.
Proses ekstraksi sampel dilakukan dengan cara menghomogenkan sampel yang
kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan air panas sebanyak 40ml dan
tambahkan KOH 0,05 N atau HCl 0,05 N hingga pH sekitar 6,5-8. Larutan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dipanaskan 85o dan diaduk.
Larutan tersebut didinginkan dan kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala untuk
diaduk kuat. Setelah itu diencerkan hingga mengandung 1% fruktan.
Langkah berikutnya adalah hidrolisis sampel hasil ekstraksi dengan
menggunakan enzim inulinase. Mula-mula diambil 15 gr sampel (A), kemudian
ditambah 15 gr buffer asetat hingga memiliki pH 4,5. Ditambahkan amiloglukosidase
sebanyak 35 mg dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60oC, lalu ditimbang(B).
sebanyak 10 gr sampel ditimbang dan ditambah enzim inulinase. Sampel tersebut
diinkubasi kembali pada suhu 60oC selama 30 menit. Biarkan dingin, lalu ditimbang
(C). hasil ekstraksi A,B,C masing-masing diencerkan, ditambahkan internal standar
(glukoheptosa) 20 ppm, disaring, lalu diinjeksikan pada HPLC.
Cara untuk menghitung kadar inulin adalah sebagai berikut.
Kadar inulin = ���� �����
�����
����
����
Dimana :
Cstd = Konsentrasi standar inulin (mg/L)
32
Aspl = Luas Area Sampel
Vspl = Volume Larutan Sampel (mL)
Wspl = Bobot Sampel (gram)
Penelitian menggunakan HPLC menggunakan larutan standar yang akan
dibandingkan dengan sampel. Tabel berikut menunjukkan konsentrasi maupun luas
area dari inulin standar yang akan digunakan dalam menentukan kadar inulin sampel.
Tabel 3.1. Perhitungan Inulin Standar Bobot std
(mg)
Volume (mL) Konsentrasi std (mg/L)
Konsentrasi std (%)
Luas area
500,0 50,00 10000,00 1,0000 566866
Perhitungan :
Konsentrasi standar (mg/L) = (bobot standar/volume) x 1000 Konsentrasi standar (%) = konsentrasi standar (mg/L)/1000
3.7 Analisis Data
Data yang didapatkan dari hasil laboratorium adalah berupa grafik dan
perhitungan yang kemudian akan dijelaskan secara deskriptif. Deskripsi mengenai
kadar inulin yang terdapat pada ketiga jenis sampel yaitu pisang awak, pisang
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Pisang
Gambar 4.1 pisang barangan, pisang awak dan pisang kepok
Gambar 4.2 penampang pisang barangan, awak, dan kepok
Pada gambar 4.1 terlihat gambar pisang barangan, pisang awak dan pisang
kepok. Sedangkan pada gambar 4.2 adalah gambar penampang dari masing-masing
pisang. Ketiga jenis pisang tersebut memiliki perbedaan. Pada pisang barangan
memiliki daging buah yang kuning agak kemerahan, pisang awak memiliki daging
buah berwarna putih kekuningan.sedangkan pada pisang kepok yang dijadikan sampel
penelitian memilki warna daging buah putih.
Berdasarkan gambar penampang dari ketiga jenis pisang, pisang kepok
memiliki penampang dengan bentuk seperti segitiga. Pada pisang barangan memiliki
penampang agak bulat memanjang dan pada pisang awak bentuk penampangnya lebih
built diantara ketiganya. Rasa dari ketiga jenis pisang tersebut juga berbeda. pisang
34
tingkat kemanisan yang paling rendah diantara ketiganya adalah pisang kepok. pisang
barangan juga memiliki rasa yang manis.
Pisang yang digunakan untuk penelitian sebelum dikirim ke laboratorium
dipilih yang belum terlalu matang karena mempertimbangkan waktu hingga pisang
tiba di laboratorium. Waktu yang dibutuhkan hingga pisang tiba di laboratorium
kurang dari 24 jam. Ketika pisang diterima di laboratorium, maka pisang langsung
diproses keesokan harinya dan pisang sudah dalam keadaan matang. Ketiga pisang
dipilih yang berukuran sedang dengan asumsi beratnya adalah 50gram/buah
4.2 Hasil Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Awak, Pisang Barangan dan Pisang Kepok
Analisis kandungan inulin dengan metode HPLC menggunakan Aminex Ion
Exclusion HPX-87H ukuran 300 x 7.8 mm sebagai kolom atau fase diamnya dan
Aquabidest 100% sebagai fase geraknya. Pada analisis ini menggunakan laju alir 0.3
mL/ menit, Refraktif Indeks Detector dengan volume penyuntikan 20 µL dan
temperatur kolom dan detektornya masing-masing 80oC dan 40oC.
Pada penelitian menggunakan HPLC, dalam penentuan secara kuantitatif
biasanya didasarkan pada waktu retensi dan standar yang sama. Artinya membutuhkan
larutan standar untuk bisa dibandingkan dengan sampel. Sampel yang diinjeksikan ke
dalam HPLC pada akhirnya akan terbaca pada grafik yang dimunculkan pada monitor
yang dihubungkan dengan HPLC. Dari grafik tersebutlah diketahui hasil kandungan
inulin pada setiap sampel. Pada penelitian ini menggunakan larutan standar inulin
Hasil perhitungan kadar sampel berdasarkan rumus yang telah disebutkan pada
bab sebelumnya adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Kadar Inulin pada Sampel Pisang Awak, Barangan,dan Kepok
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa setiap sampel tidak hanya sekali
diuji kandungannya, melainkan hingga dua kali dan pada tahap akhir hasilnya akan
dirata-ratakan sehingga muncullah hasil akhirnya. Pengulangan yang dimaksud adalah
dimana untuk setiap sampel dibuat dalam dua wadah dan diinjeksikan dalam waktu
yang bersamaan. Kemudian pada grafik yang muncul pada monitor akan
memperlihatkan perbedaan waktu yang terjadi pada satu jenis sampel yang
diinjeksikan sebanyak 2 kali.
Pada tabel 4.1. pula menunjukkan bahwa kandungan inulin yang paling besar
terdapat pada jenis pisang barangan yaitu sebesar 4,27 persen yang artinya dalam
setiap 100 gr pisang barangan terdapat inulin sebanyak 4,27 gr. Kandungan inulin
paling kecil di antara ketiganya adalah pisang kepok yaitu sebesar 3,00 persen dimana
36
mengandung inulin sebesar 3,74 persen yaitu setiap 100 gr pisang awak terdapat
kandungan inulin sebanyak 3,74 gr.
4.3 Perkiraan Jumlah Inulin yang Dikonsumsi
Dalam daftar satuan bahan penukar makanan diketahui bahwa satu buah pisang
setara dengan 50 gram. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bayi
mendapatkan 2-3 buah pisang dalam sehari. Berarti dalam sehari bayi mendapatkan
sekitar 100-150 gram pisang. Oleh karena itu perkiraan jumlah inulin yang diperoleh
juga bisa diketahui. Hasil perkiraan jumlah inulin tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3
sebagai berikut.
Tabel 4.2 perkiraan jumlah inulin yang dikonsumsi bayi
No Jenis pisang Kandungan inulin/100
Pada tabel 4.2 diketahui bahwa bayi akan mendapatkan inulin paling banyak
berasal dari pisang barangan yaitu 6,40 gram dan akan mendapatkan inulin yang
paling kecil dari ketiga jenis pisang berasal dari pisang kepok dengan jumlah inulin
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kandungan Inulin pada Pisang Awak, Pisang Barangan dan Pisang Kepok
Inulin merupakan komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan memiliki
kemampuan untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam
pencernaan. Inulin terdapat di beberapa tanaman seperti umbi dahlia, gandum, bawang
putih, daun bawang, bawang merah, dan pisang. Dari semua sumber inulin tersebut,
pisanglah yang paling mudah dikonsumsi oleh kelompok masyarakat termasuk bayi.
Adapun dalam pemilihan pisang barangan, awak, dan kepok yang dijadikan
sampel dipilih pisang yang belum terlalu matang. Hal ini karena mempertimbangkan
waktu yang dibutuhkan untuk membawa pisang ke lokasi laboratorim. Walaupun
waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari 24 jam namun buah pisang termasuk buah
yang cepat matang dalam hitungan jam sehingga dipilih buah pisang dengan kulit yang
hijau kekuningan. Dengan asumsi ketika tiba di laboratorium pisang sudah dalam
keadaan matang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketiga jenis sampel yaitu pisang
awak, pisang barangan dan pisang kepok memiliki jumlah inulin yang berbeda setiap
100 gramnya. Pada pisang awak kandungan inulinnya adalah 3,74%. Sedangkan pada
pisang barangan mengandung lebih banyak kadar inulin yaitu sebesar 4,27%.
Kandungan inulin paling kecil terdapat pada pisang kepok yaitu 3,00%. Jumlah ini
38
menemukan kandungan inulin pada pisang hanya sekitar 0,7%. Walaupun tidak
diketahui pisang jenis apa yang diteliti.
Berdasarkan grafik kromatogram yang dihasilkan pada monitor ketika
dihubungkan dengan HPLC (terlampir), pada masing-masing sampel yang diuji
sebanyak 2 kali memiliki perbedaan waktu retensi. Namun perbedaan tersebut tidaklah
besar. Pada sampel pisang barangan pertama adanya inulin terdeteksi pada waktu
2,250 sekon sedangkan pada sampel pisang barangan kedua terdeteksi pada waktu
2,263 sekon. Perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,013 sekon. Pada sampel pisang
awak, perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,072 sekon dimana sampel pisang awak
pertama terdeteksi pada 2,285 sekon dan sampel pisang awak yang kedua terdeteksi
pada waktu 2,213 sekon. Pada pisang kepok perbedaan waktu yang terjadi adalah
0,037 sekon dimana sampel pisang kepok pertama terdeteksi pada waktu 2,237 sekon
dan sampel pisang kepok kedua terdeteksi pada waktu 2,200 sekon. Sedangkan pada
inulin standar waktunya adalah 2,2 sekon.
Berdasarkan hasil penelitian kandungan inulin pada pisang tersebut
menunjukkan bahwa kandungan inulin yang cukup baik dapat mempengaruhi
kesehatan pada bayi. Sebagaimana hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Puspita
(2011) di Desa Paloh Gadeng Kabupaten Dewantara Aceh Utara diketahui bahwa
sebanyak 83,3 persen dari seluruh bayi yang dijadikan sampel yang diberi makan
pisang awak, sebanyak 72,2 persennya tidak mengalami gangguan pencernaan seperti
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Dorsey (1938) terhadap 444 bayi
diberi makan pisang matang tumbuk sebagai MP ASI. Sebagian besar bayi adalah
yang mengalami gizi kurang dan diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pisang
baik dijadikan MP ASI awal bagi bayi karena teksturnya dapat melatih bayi untuk
dapat terbiasa dengan makanan padat dan didapati bahwa bayi tidak legi mengalami
diare.
Di sisi lain, ditemukan masyarakat menjadikan pisang barangan untuk
mengobati anak yang sedang diare. Fenomena tersebut semakin menguatkan bahwa
pemberian pisang kepada bayi dapat memberikan dampak yang positif untuk
kesehatan terutama masalah gangguan pencernaan dikarenakan kandungan inulinnya.
Kandungan inulin yang terdapat pada pisang barangan menunjukkan kandungan inulin
yang paling banyak dibandingkan dengan dua jenis pisang lainnya. Hal ini berarti
semakin baik untuk kesehatan dan semakin maksimal dalam menjalankan fungsinya di
dalam tubuh. Sehingga menjadi hal yang wajar ketika pada masyarakat, pisang
baranganlah yang paling banyak dikonsumsi termasuk orang dewasa.
Pisang dapat dikonsumsi oleh penderita diare karena kandungan inulinnya
yang baik. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Gibson dan Roberfroid (2007),
dimana pemberian inulin atau oligofruktosa sebanyak 2 gram dapat menurunkan pH
feses yang terkait dengan penekanan produksi substansi putrefactive di kolon. Dimana
dengan pH yang rendah keadaan menjadi asam kemudian akan menekan keberadaan
40
dapat menekan proses pembusukan yang terjadi pada kolon. Itulah sebabnya mengapa
konsumsi pisang baik untuk penderita diare.
Selain pemberian pisang secara langsung kepada bayi, saat ini banyak industri
makanan yang sudah menambahkan buah pisang pada produknya. Seperti pada bubur
bayi dan balita. Pada susu formula digunakan untuk menambah rasa. Pada sebagian
produk juga disebutkan kandungan inulin yang ditambahkan. Inulin ditambahkan pada
susu formula tersebut kaarena memang tidak terdapat secara alami pada susu sehingga
harus ditambahkan.
Jumlah inulin yang terdapat pada bubur instan yang ditambahkan pisang
adalah sekitar 1gram sedangkan pada susu formula ada yang mencapai 3 gram dalam
setiap 100 gramnya. Namun ketika penyajiannya tetap 1 gr per sajian. Jumlah ini jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan mengonsumsi buah pisang yang memilki
kandungan inulin hingga 4,27 gram per 100 gram pisang. Fakta tersebut semakin
menguatkan kebiasaan masyarakat yang menjadikan pisang awak, pisang
barangan,dan pisang kepok sebagai MP ASI merupakan tindakan yang berdampak
positif terhadap kesehatan terutama bila dilihat dari kandungan inulinnya.
5.2 Jumlah Inulin yang Dikonsumsi Bayi
Berdasarkan daftar satuan bahan penukar makanan, satu buah pisang ukuran
sedang memiliki berat sekitar 50 gram. Bila bayi mendapat 2 sampai 3 buah pisang
tersebut dapatlah diketahui jumlah inulin yang dikonsumsi bayi yang didapatkan dari
setiap jenis pisang.
Berdasarkan hasil analisis kandungan inulin pada sampel maka dapat
diperkirakan jumlah inulin yang dikonsumsi oleh bayi. Pada bayi yang mengonsumsi
pisang barangan sebagai MP ASI, bila dalam 100 gram pisang barangan terdapat 4,27
gram inulin maka dalam sehari bayi tersebut akan mendapatkan inulin sekitar 4,27
gram-6,40 gram bila mengonsumsi 100-150 gram pisang. Selanjutnya pada bayi yang
diberi pisang awak akan mendapatkan asupan inulin sebanyak 3,74 gram- 5,61 gram
setiap harinya. Sedangkan pada bayi yang diberi pisang kepok, asupan inulin yang
didapatkan adalah 3,00 gram-4,50 gram dalam sehari.
Hasil tersebut mengacu pada jumlah pisang yang dikonsumsi. Jumlah inulin
yang dikonsumsi oleh bayi berbanding lurus dengan jumlah pisang yang dikonsumsi
oleh bayi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2011) diketahui bahwa jumlah
pisang dikonsumsi adalah satu buah pisang setiap kali pemberian. Dalam sehari bayi
bisa mendapatkan 2 sampai 3 kali pemberian. Artinya bayi mengonsumsi 2 sampai 3
buah pisang setiap harinya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya mengatakan bahwa inulin mempunyai
peran yang penting bagi kesehatan. Zat pangan yang berperan seperti serat makanan
ini umunya dikenal sebagai prebiotik yang mempengaruhi aktivitas bakteri
nonpatogen dalam sistem pencernaan. Dimana keberadaan inulin akan merangsang
perkembangan bakteri nonpatogen hingga jumlahnya semakin meningkat. Dengan
42
pathogen pun semakin kecil sehingga tubuh semakin terjaga inumitas tubuhnya dan
terhindar dari penyakit.
Menurut Veereman (2007), dari hasil studi kliniknya, selama lebih dari 5
tahun menyebutkan bahwa kombinasi campuran inulin rantai panjang (5-60 monomer)
10% dan galaktooligosakarida (2-7 monomer) 90% yang ditambahkan ke dalam
formula makanan bayi di Eropa menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
komposisi flora pencernaan, memperbaiki konsistensi feses, menurunkan
permeabilitas, mengurangi kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta
dermatitis atopik pada bayi.
Masih menurut Veereman (2007), konsumsi oligofruktosa dalam makanan
sapihan anak-anak, meningkatkan jumlah bifidobakteria dan menurunkan jumlah
klostridia dalam feses, ada kecenderungan feses lebih lunak dan kejadian demam serta
gejala infeksi saluran percernaan lebih sedikit. Campuran inulin rantai panjang dengan
oligofruktosa memiliki efek sinergi yaitu melindungi flora bifidus dari pengobatan
dengan amoksilin. Hal ini dikarenakan amoksilin merupakan antibiotik yang akan
mengatasi bakteri pathogen dalam tubuh. Namun, kemungkinan bakteri nonpatogen
juga tersingkirkan oleh amoksilin juga ada sehingga keberadaan campuran inulin
dengan oligofruktosa membantu bakteri nonpatogen untuk tidak tersingkirkan
walaupun sedang menjalani pengobatan dengan amoksilin.
Berdasarkan rekomendasi BPOM (2011) pada pengawasan klaim dalam label
dan iklan pangan olahan menyatakan bahwa kebutuhan akan prebiotik termasuk inulin