• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TGT DI SMPN 1 BATANG KUIS T.A. 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TGT DI SMPN 1 BATANG KUIS T.A. 2016/2017."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN

KOO PERATI F TI PE STAD DE NGAN TGT DI SMPN 1 BAT ANG KUIS T .A. 2016/ 2017

Oleh : Eva Kartika NIM. 4123111021

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

ii

RIWAYAT HIDUP

(4)

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TGT DI SMPN 1 BATANG KUIS

T.A. 2016/2017

Eva Kartika (NIM. 4123111021) ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diberi model kooperatif tipe TGT di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017 pada pokok bahasan luas permukaan dan volume prisma dan limas, selain itu juga menyelidiki model pembelajaran manakah yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis yang terdiri dari 9 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang telah dipilih secara acak yaitu kelas IX-7 (kelas eksperimen A) diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas IX-8 (kelas eksperimen B) diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Instrumen penelitian ini berupa pretest dan posttest yang berbentuk essay dan berjumlah 4 butir soal. Setelah diberi perlakuan berbeda pada kedua kelas dan dilakukan posttest diperoleh nilai rata-rata posttest kelas eksperimen A adalah 34 sedangkan pada kelas eksperimen B sebesar 32,45. Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t dua pihak diperoleh thitung = 2,358 dan ttabel = 1,993 pada taraf signifikansi α = 0,05 dan dk = 74. Karena interval -1,993 > thitung > 1,993 tidak terpenuhi maka ditolak dan diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Selanjutnya, ditinjau dari tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kedua kelas dan berdasarkan ketuntasan klasikal menunjukkan bahwa kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD lebih baik daripada kelas yang menggunakan model pembelajaran TGT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan luas permukaan dan volume prisma dan limas bagi siswa kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kebaikan, penyertaan, kasih dan karunia-Nya yang memberikan kekuatan, kesehatan, kesempatan, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan TGT di SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. H. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor Universitas Negeri Medan

2. Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan

3. Bapak Prof. Dr. Herbert Sipahutar, M.S., M.Sc, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan

4. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Ketua Jurusan Matematika

5. Bapak Drs. Zul Amry, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Matematika

(6)

v

7. Bapak Dr. W. Rajagukguk, M.Pd, selaku dosen Penasehat Akademik (PA) yang telah membimbing dan memberi saran penulis selama perkuliahan 8. Bapak Drs. Zul Amry, M.Si, Ph.D, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, dan Ibu

Prihatin Ningsih Sagala, S.Pd, M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini

9. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Pegawai Jurusan Matematika

10. Bapak Drs. Musimin, sebagai Kepala Sekolah yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di SMPN 1 Batang Kuis

11. Bapak Wagimun, S.Pd, sebagai guru bidang studi matematika di SMPN 1 Batang Kuis dan peserta didik kelas IX-7 dan IX-8 atas kerjasama dan kesediaannya dalam membantu pelaksanaan penelitian

12. Teristimewa rasa dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Johnny Purba dan Ibunda Saur Dame Yerli Saragih untuk setiap untuk doa, kepercayaan, dukungan dan nasehat yang tak pernah lelah diberikan kepada penulis, untuk kasih sayang yang tak pernah berkurang, untuk harapan yang tak pernah pudar, untuk perjuangan dan pengorbanan yang tak henti yang telah dilakukan untuk penulis selama ini dan juga terima kasih untuk kerja keras dalam memperjuangkan penulis sampai ke jenjang pendidikan ini

13. Untuk kedua adik saya Ruth Eprilli Purba dan Efraim Purba, untuk dukungan dan semangat yang terus diberikan

14. Kepada keluarga besar saya terkhusus opung doli L. Saragih dan opung boru T. Siregar yang juga tidak lelah memberikan doa, semangat, serta dukungan 15. Kepada teman seperjuangan saya Cinde Claudi Sihite dan Rita Malona

Butar-Butar yang telah memberikan semangat, bantuan dan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini

(7)

vi

menjadi tempat berkeluh kesah, memberi semangat dan dukungan yang luar biasa.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya ilmu pendidikan.

Medan, September 2016 Penulis,

(8)

vii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 8

1.3 Batasan Masalah 8

1.4 Rumusan Masalah 9

1.5 Tujuan Penelitian 9

1.6 Manfaat Penelitian 10

1.7 Definisi Operasional Variabel 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika 12

2.1.2 Masalah dalam Matematika 14

2.1.3 Pemecahan Masalah Matematika 16 2.1.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 18 2.1.5 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 20 2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) 23 2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-

Tournaments (TGT) 26

2.1.8 Perbandingan Teoritis antara Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD dan TGT 31

2.1.9 Kajian Materi 33

2.2 Penelitian yang Relevan 36

2.3 Kerangka Berpikir 38

(9)

viii

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 41

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian 41

3.2.2 Sampel Penelitian 41

3.3 Variabel Penelitian 42

3.4 Desain Penelitian 42

3.5 Prosedur Penelitian 43

3.6 Instrumen Penelitian 46

3.6.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 46 3.6.2 Validasi Ahli terhadap Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 48 3.6.3 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa 48

3.7 Teknik Analisis Data 49

3.7.1 Menghitung Rata-rata Skor 49 3.7.2 Menghitung Standar Deviasi 49

3.7.3 Uji Normalitas 50

3.7.4 Uji Homogenitas 51

3.7.5 Uji Hipotesis 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 54 4.1.1 Nilai Pretest Kelas Kooperatif Tipe STAD dan Kelas

Kooperatif Tipe TGT 54

4.1.2 Nilai Posttest Kelas Kooperatif Tipe STAD dan Kelas

Kooperatif Tipe TGT 56

4.2 Analisis Data Hasil Penelitian

4.2.1 Uji Normalitas Data 58

4.2.2 Uji Homogenitas Data 59

4.2.3 Uji Hipotesis 59

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 67

5.2 Saran 67

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif 22 Tabel 2.2 Poin Kemajuan Individual 25 Tabel 2.3 Tingkatan Penghargaan Tim pada STAD 26 Tabel 2.4 Poin Turnamen untuk 3 Pemain 30 Tabel 2.5 Tingkatan Penghargaan Tim pada TGT 30 Tabel 2.6 Perbandingan Teoritis Antara Model Pembelajaran

Kooperatif tipe STAD dan tipe TGT 32

Tabel 3.1 Desain Penelitian 42

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 45 Tabel 3.3 Pemberian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah 47 Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Penguasaan Siswa 48 Tabel 4.1 Data Pre-test Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B 55 Tabel 4.2 Data Post-test Kelas Eksperimen A dan Kelas Eksperimen B 56 Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penempatan pada Meja Turnamen 29 Gambar 2.2 Prisma Tegak Segitiga ABC.DEF 33 Gambar 2.3 Jaring-jaring Prisma Tegak Segitiga ABC.DEF 33 Gambar 2.4 Limas Segiempat Beraturan T.ABCD 34 Gambar 2.5 Jaring-jaring Limas Segiempat Beraturan T.ABCD 34

Gambar 2.6 Balok ABCD.EFGH 35

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen A (I) 71 Lampiran 2 RPP Kelas Eksperimen A (II) 80 Lampiran 3 RPP Kelas Eksperimen B (I) 88 Lampiran 4 RPP Kelas Eksperimen B (II) 100 Lampiran 5 Lembar Aktivitas Siswa I 110 Lampiran 6 Kunci Jawaban Lembar Aktivitas Siswa I 113 Lampiran 7 Lembar Aktivitas Siswa II 115 Lampiran 8 Kunci Jawaban Lembar Aktivitas Siswa II 118 Lampiran 9 Daftar Validator Soal Pre-test dan Post-test 120 Lampiran 10 Kisi-kisi Soal Pre-test 121

Lampiran 11 Pre-test 122

Lampiran 12 Lembar Validasi Pre-test 123 Lampiran 13 Kunci Jawaban Pre-test 124 Lampiran 14 Kisi-kisi Soal Post-test 127

Lampiran 15 Post-test 128

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mendidik sebagai suatu upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung yaitu mutu pendidikan. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. Meskipun perkembangan pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah sangat baik. Berbagai kebijakan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan melakukan perbaikan semua komponen pendidikan baik kurikulum, peningkatan kualitas guru, maupun sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Akan tetapi harus selalu dilakukan perbaikan-perbaikan dalam proses pendidikan untuk mendapatkan mutu pendidikan yang lebih baik lagi.

Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis (Uno dan Hamzah, 2008). Di dalam dunia pendidikan, matematika adalah salah satu ilmu dasar yang penting untuk diajarkan kepada siswa karena matematika dapat melatih seseorang (siswa) berfikir logis, bertanggung jawab, memiliki kepribadian yang baik, dan keterampilan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa matematika memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia. Cornelius (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika :

“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan

(1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap

(14)

2

Mengingat pentingnya peranan matematika, maka pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari prasekolah (TK), SD, SMP, SMA, sampai pada perguruan tinggi. Bahkan pelajaran matematika dijadikan salah satu tolok ukur kelulusan siswa di sekolah melalui ujian nasional.

Akan tetapi, pada kenyataannya dari berbagai bidang studi di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap sulit dan menakutkan oleh para siswa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Setyono (dalam Surya dan Rahayu, 2014) bahwa meskipun matematika merupakan ilmu yang sangat mendasar, tetapi bagi sebagian besar siswa, atau siapa pun yang pernah bersekolah, matematika merupakan sesuatu yang menakutkan dan sangat sulit. Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Suhendri (2006) bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa belum mencapai taraf ketuntasan belajar, selain itu juga hasil penelitian Sutrisno (2012) menunjukkan bahwa hasil belajar kemampuan pemecahan masalah matematis siswa secara klasikal belum tuntas (Surya dan Rahayu, 2014).

(15)

3

penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan memeriksa kembali prosedur hasil penyelesaian.

Nuh (dalam Ibrahim dan Hidayati, 2014) mengungkapkan bahwa hasil riset TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada rangking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang ada di Indonesia belum mengarah untuk membantu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pernyataan ini juga didukung dari hasil tes yang dilakukan peneliti pada saat observasi berupa pemberian tes kemampuan pemecahan masalah sebanyak dua soal kepada siswa SMP Negeri 1 Batang Kuis di kelas IX. Salah satu soal yang digunakan yaitu:

Sebuah dus kemasan coklat memiliki alas berbentuk trapesium samakaki dengan panjang sisi-sisi sejajarnya adalah 12 cm dan 20 cm, serta tinggi trapesium 3 cm. Jika luas dus kemasan coklat 432 cm2, hitung volume dus kemasan coklat itu!

Berdasarkan hasil survei peneliti, dari 35 siswa yang mengikuti tes hanya 34,3% yang dapat memahami soal, 11,4% yang dapat merencanakan strategi penyelesaian masalah, dan 0% yang dapat melaksanakan pemecahan masalah.

Berikut ini adalah hasil pengerjaan beberapa kesalahan siswa sesuai tahap-tahap pemecahan masalah dalam menyelesaikan tes yang diberikan.

No. Hasil Pekerjaan Siswa Kesalahan yang Terlihat

1.

- Kesalahan penulisan yang diketahui dan ditanyakan dari soal

(16)

4

2.

- Tidak menuliskan yang diketahui dan ditanyakan dari soal

- Tidak mampu menyusun strategi penyelesaian masalah

- Salah mengerjakan penyelesaian soal

Berdasarkan hasil jawaban tes yang diberikan sebagian besar siswa tidak mampu merencanakan penyelesaian masalah. Siswa tidak mampu menghubungkan data yang diketahui dengan data yang ditanyakan. Hal ini berakibat siswa juga tidak mampu menyelesaikan masalah. Dari data ini terlihat jelas bahwa dari aspek merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan memeriksa prosedur tingkat penguasaan siswa masih rendah. Dari beberapa uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang terampil dalam memecahkan masalah matematika, sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan siswa memecahkan masalah matematika.

(17)

5

Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, hendaknya guru berusaha melatih dan membiasakan siswa melakukan kegiatan pembelajaran seperti memberikan latihan-latihan soal dan memecahkan masalah-masalah matematika yang ada. Mengajarkan pemecahan masalah akan memberikan banyak manfaat dan memberikan dampak yang sangat penting seperti yang dikemukakan oleh Hudojo (2005 : 130) :

“Mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Dengan perkataan lain, bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang

telah diperolehnya.”

Selain kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa itu sendiri, rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga disebabkan oleh kurang tepatnya orientasi pembelajaran matematika di sekolah. Nur menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pembelajaran matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik dan berpusat pada guru (Ibrahim dan Hidayati, 2014).

(18)

6

dihadapinya, sehingga mengakibatkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Pada proses pembelajaran, keberhasilan pembelajaran sangat besar dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran. Oleh sebab itu, pemilihan model pembelajaran yang tepat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi guru untuk terciptanya pembelajaran yang aktif dan bermakna, sehingga keberhasilan pembelajaran dapat tercapai.

Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu belajar mengajar dengan jalan menempatkan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif siswa dapat belajar untuk menghargai satu sama lain (Ibrahim, 2000:57). Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi juga memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang diterimanya. Seperti dikemukakan oleh Ibrahim, dkk (2000:7) bahwa:

“Beberapa ahli berpendapat bahwa model kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.” Maka dari itu pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Karena antar siswa dalam kelompok kooperatif dapat saling membantu temannya dengan bahasanya sendiri yang lebih mudah dipahami daripada penjelasan dari guru.

(19)

7

dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournaments). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu strategi belajar yang menghendaki siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4 – 5 siswa yang kemampuan akademisnya tinggi, sedang dan rendah. Tiap siswa dalam kelompok memiliki tugas berbeda. Hampir serupa dengan STAD, dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT juga dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Dalam TGT digunakan turnamen akademik di mana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu (Slavin, 1995: 84).

Kedua model pembelajaran ini mempunyai persamaan yaitu membagi kelas dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang heterogen. Masing-masing anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi dan mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Langkah-langkah aktivitas pembelajarannya pun hampir sama. Perbedaannya, dalam STAD digunakan kuis untuk mengukur perkembangan belajar siswa, sedangkan dalam TGT digunakan game dan turnamen di mana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain. Adanya perbedaan perlakuan pembelajaran tersebut akan berdampak pada kemampuan pemecahan masalah siswa.

(20)

langkah-8

langkah aktivitas pembelajaran yang hampir sama. Selain itu, peneliti tertarik meneliti kedua model ini karena ingin mengetahui seberapa besar perbedaan kedua model pembelajaran tersebut apabila diterapkan dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan yang sama yaitu luas permukaan dan volume prisma dan limas.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan TGT di SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Siswa menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan menakutkan.

2. Hasil belajar matematika siswa rendah karena kurangnya aktivitas dan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran.

3. Siswa kurang mampu menerapkan konsep dalam memecahkan masalah matematika.

4. Model pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran matematika kurang tepat.

5. Pentingnya pemecahan masalah ditanamkan pada siswa untuk menciptakan pembelajaran bermakna dan membantu siswa dalam menghadapi permasalahan keseharian secara umum.

1.3 Batasan Masalah

(21)

9

bahasan luas permukaan prisma dan limas di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang menggunakan model kooperatif tipe TGT di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017. Dari rumusan masalah ini peneliti merinci menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diberi model kooperatif tipe TGT di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017?

2. Model pembelajaran manakah yang lebih efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017 antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyelidiki apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diberi model kooperatif tipe TGT di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017.

(22)

10

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan, pengetahuan, dan keterampilan peneliti khususnya yang terkait dengan penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe TGT

2. Bagi Guru

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau masukkan tentang model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di sekolah.

4. Bagi Siswa

Dapat menumbuhkan semangat kerjasama antar siswa, meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap matematika sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

1.7 Definisi Operasional Variabel

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kesanggupan yang dimiliki oleh seseorang (siswa) dalam menemukan penyelesaian dari masalah matematika dengan memperhatikan langkah-langkah pemecahan masalah untuk menemukan jawaban, yaitu: a) memahami masalah, b) merencanakan penyelesaian masalah, c) melaksanakan penyelesaian masalah sesuai rencana, dan d) memeriksa kembali hasil penyelesaian. b. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana

(23)

11

c. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Division) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana, dalam proses pembelajarannya menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4 – 5 orang yang heterogen, dan memiliki lima komponen utama, yakni presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim.

(24)

67 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TGT di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, hal ini berdasarkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT di kelas IX SMP Negeri 1 Batang Kuis T.A. 2016/2017.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat peneliti ajukan antara lain sebagai berikut:

1. Kepada guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ataupun TGT sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan pembelajaran serta model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Karena model pembelajaran STAD dan TGT masih tergolong baru dalam pelaksanaannya, maka dibutuhkan waktu untuk penyesuaian sehingga kekurangan yang terjadi pada saat pembelajaran akan terkurangi jika siswa sudah mulai terbiasa dengan penerapan metode pembelajaran tersebut. 3. Sebaiknya TGT dilaksanakan untuk kelas kecil (antara 20-25 siswa)

(25)

68

4. Untuk mengantisipasi waktu pembelajaran yang lebih lama dari yang telah direncanakan, guru harus memberikan batasan waktu yang jelas untuk setiap kegiatan pembelajaran.

5. Bagi calon peneliti yang akan menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitiannya, pembagian kelompok sebaiknya juga didasari atas saran dari guru kelas dan peserta didik sendiri untuk menghindari risiko ketidakcocokan pada kelompok dan perbedaan kemampuan yang mencolok yang mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak efektif.

(26)

69

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M., (2009), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Amrozi, Soetarno, dan Suharno, (2014), Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI TSP SMK Negeri 1 Nganjuk, Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran 2(3): 295-310.

Arikunto, Suharsimi, (2006), Penelitian Tindakan Kelas, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

---, (2009), Prosedur Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Herlina, Gunowibowo, Pentatito, dan Coesamin, M., (2013), Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Meningkatkan Aktivitas dan Pemahaman Konsep Matematika (Studi Pada Siswa Kelas VII.2 Semester Ganjil SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013), Jurnal Pendidikan Matematika 2(2): 148-152.

Hidayah, Umi, (2014), Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 2 Tanjung Pura T.A 2013/2014, Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma 7(1): 35-46 .

Hudojo, Herman, (1988), Belajar Mengajar Matematika, Depdikbud P2LPTK, Jakarta.

---, (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Penerbit UM Press, Malang

Ibrahim, M. H., dkk., (2000), Pembelajaran Kooperatif, UNESA University Press, Surabaya.

Ibrahim, Hidayati, N., (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa SMA Negeri 1 Seyegan, Jurnal AgriSains 5(2): 115-136.

(27)

70

Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.

Kholidi, Muhammad dan Saragih, Sahat, (2012), Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA melalui Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma 5(2): 166-185.

Nasir, M., (2009), Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Bandung.

Nuharini, Tri dan Wahyuni, Dewi, (2008), Matematika Konsep dan Aplikasinya: untuk SMP/MTs Kelas VIII, Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Rusman, (2011), Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Sardiman, A.M., (2006), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta.

Slavin, Robert E., (2005), Cooperative Learning, Penerbit Nusa Media, Bandung.

Sudjana., (2008), Metoda Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.

Suparno, Paul, (1997), Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Surya, Edi, dan Rahayu, Riska, (2014), Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Ar-Rahman Percut Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD), Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma 7(1): 24-34.

Suryosubroto, (1997), Hakekat Inovasi Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta, Bandung.

Taniredja, Tukiran, dkk, (2013), Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Trianto, (2007), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta.

Gambar

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengukuran geolistrik untuk air tanah dalam , akifer berada pada kedalaman 38,10 – > 138,40 - 200 meter dengan tahanan jenis vertikal batuan sebenarnya

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

Namun demikian penggunaan sistem kredit di SMA/MA saat ini tampaknya masih mengalami banyak kendala teknis; Hal lain yang dapat dilakukan ialah mengubah sistem

Tujuan perencanaan riset pasar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat.. dan tepat untuk menjadi agen/reseller dari produk Sampo Herbal tersebut. Menyusun Biaya Perencanaan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan metode Bamboo Dancing dalam pembelajaran IPA daur air pada

Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan memberikan motivasi kerja perawat seperti memberikan penghargaan, mendengarkan keluhan perawat

Tahapan project planning dengan tool Kansei Engineering untuk menentukan atribut produk sesuai dengan keinginan konsumen selanjutnya menggunakan metode Quality

Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negara Republik