LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga
Berencana
Topik : Bulan Imunisasi Anak Sekolah
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan
disusun oleh :
dr. Anggasta Vasthi
Program Dokter Internsip Indonesia
Kabupaten Pasuruan
Halaman Pengesahan
Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga
Berencana
Topik : Bulan Imunisasi Anak Sekolah
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan
disusun oleh :
dr. Anggasta Vasthi
Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 26 Februari 2014
Oleh
Pembimbing Dokter Internsip Puskesmas Pandaan
dr.
LATAR
BELAKANG
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang saluran pernafasan bagian atas seperti tonsil, faring, laring, hidung, namun ada juga yang menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.
Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Laporan WHO menggambarkan bahwa hasil evaluasi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia tahun 1972 diperkirakan setiap tahun 5000 anak meninggal karena difteri dan penemuan kasus difteri tenggorok pada balita sebanyak 28.500 kasus.Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B.
Epidemiologi penyakit ini di Indonesia tergolong besar,
dimana Jawa Timur merupakan peringkat pertama di Indonesia,
bahkan di dunia pada tahun 2011 dengan jumlah sebanyak 664
kasus dengan CFR 2,6 %. Pertanyaan besar bagi Dinas Kesehatan,
bagaimana dengan Pekan Imunisasi Nasional? Ketika melihat data
yaitu tinggi dan timpangnya kasus difteri di Jawa Timur dan
provinsi lainnya, mungkinkah memang keberhasilan program di
daerah lain dan kurang berhasilnya di Jawa Timur atau ada
kesalahan pelaporan di provinsi lain?
Dinas Kesehatan Jawa Timur juga telah menentukan strategi dalam penanganan penyakit ini, diantaranya:
· Semua indikasi kasus difteri harus secepatnya dilakukan penanggulangan
difteri
· Memperkuat surveilans epidemiologi difteri · Rujukan ke Rumah Sakit
PERMASALA
HAN
Predisposing Factor (menunjang)
a. Seringnya interaksi dengan orang lain yang mungkin mempunyai penyakit yang bisa menular melalui udara.
b. Kebersihan dan kerapian rumah kurang diperhatikan.
c. Penerapan kebiasaan cuci tangan yang kurang.
d. Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang proses penularan penyakit dan pencegahannya.
Holistic Analysis Host :
Perilaku keluarga masyarakat yang tidak sehat karena belum mengetahui dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta seringnya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat.
Agent : Corynebacterium diphtheriae
Environment :
Secara umum banyak rumah penduduk memenuhi kriteria rumah sehat. Baik dari segi pencahayaan, dinding, ventilasinya dan lantai. Penataan rumah yang tidak rapi dan tidak bersih bisa menjadi sarang berbagai macam penyakit. Lingkungan sekitar yang padat penduduk dan agak kumuh juga sangat berpengaruh dalam proses penularan penyakit.
PERENCANA
AN
DAN
PEMILIHAN
INTERVENSI
Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Difteri
sel-sel jaringan dapat mati.
Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat mengganggu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.
Beberapa kegiatan bidang imunisasi dalam penanggulangan KLB difteri antara lain :
1. Penguatan imunisasi rutin bayi (<1tahun), terutama peningkatan cakupan dan mutu pemberian DPT-HB.
2. Penyulaman status imunisasi DPT-HB bagi anak usia 12-36 bulan,diprioritaskan pada desa/kelurahan non UCI dengan sasaran : Anak yang saat usia bayi belum mendapatkan imunisasi DPT-HB 3 dosis dan atau, Anak yang saat usia bayi, DPT-HB yang didapatkan tidak valid dose (dosis DPT-HB1 diberikan belum 2 bulan dan atau interval pemberian dosis DPT-HB berikutnya kurang 28 hari).
3. Pemberian imunisasi tambahan kepada anak usia (>3-7 tahun menggunakan vaksin DT dan >7-15 tahun menggunakan vaksin Td), diprioritaskan pada dusun / RW / sekolah / ponpes yang terdapat kasus difteri.
4. Melakukan Rapid Convenience Assesment (RCA) pada wilayah yang ada kegiatan imunisasi untuk mengetahui validitas cakupan dan tanggapan masyarakat yang masih menolak imunisasi.
5. Memantau kualitas dan manajemen rantai vaksin. Potensi vaksin sangat besar kontribusinya terhadap kualitas pelayanan imunisasi dan terbentuknya kekebalan.
6. Memantau dan membina kompetensi petugas pengelola vaksin maupun koordinator program imunisasi. Kualitas pengelola vaksin dan koordinator program imunisasi yang tidak qualified akan berpengaruh pada kulaitas vaksinasinya.
telah rusak / tidak berfungsi secara normal. 8. Melakukan imunisasi ulang kepada penderita
yang sudah sembuh sesuai kelompok umurnya. Penderita difteri tidak selalu memberikan kekebalan yang alami. Karenanya penderita difteri harus divaksinasi setelah pulang dari Rumah sakit.
9. Melakukan BLF (Backlog Fighting) yaitu memberikan imunisasi DPT/HB kepada kelompok usia 1-3 tahun yang belum lengkap status imunisasinya saat bayi dan mengulang dosis yang tidak valid yaitu pemberian lengkapi imunisasi dasar sekurang-kurangnya 3 dosis.
11.Penderita dengan imunisasi parsial harus melengkapi imunisasi dasar sesuai jadual menurut rekomendasi nasional. Individu yang pernah imunisasi dasar lengkap harus diberi booster (kecuali imunisasi terakhir kurang dari 5 tahun, yang belum dibooster)
12.Imunisasi bagi kontak erat : semua kontak dekat yang belum mendapat imunisasi 3 dosis toksoid difteri atau tidak diketahui status imunisasinya, harus mendapatkan sekali dosis vaksin difteri, kemudian dilengkapi sesuai dengan jadual nasional yang direkomendasikan. Kontak yang telah diimunissi 3 kali di masa lalu juga harus menerima booster, kecuali bila dosis terakhir yang diberikan dalam 12 bulan sebelumnya. Dalam hal ini dosis booster tidak diperlukan. 13.Pencapaian Cakupan imunisasi yang tinggi di
wilayah KLB : target yang diusulkan oleh WHO pada tahun 1992 yang harus dipedomani adalah :
a. Cakupan imunisasi dasar (DPT 3) harus mencapai 95% pada anak usia <2 tahun di semua wilayah.
dasar bagi anak yang belum atau tidak lengkap imunisasinya, dan pemberian booster untuk yang sudah lengkap tapi suntikan terakhir diberikan lebih dari 5 tahun yang lalu.
14.Untuk orang yang termasuk kelompok resiko tinggi dan usianya lebih dari 25 tahun, perlu imunisasi dengan menggunakan vaksin Td. 15.Jika pertimbangan epidemiologi mengharuskan,
Hari / Tanggal : Jumat 15 November 2013 ( 08.00 WIB – selesai )
Tempat : TK ABC Taman Dayu
Sasaran penyuluhan adalah para guru yang hadir pada
pelaksanaan BIAS di TK ABC Taman Dayu.
Sasaran Imunisasi tambahan DT adalah anak sekolah TK ABC
yang hadir di kelas saat dilakukan BIAS
MONITORIN
pencegahan penyakit, komplikasi serta pentingnya imunisasi tambahan DT ini.Intervensi Preventif
1. Menyarankan keluarga pasien untuk menambah ventilasi.
2. Menjaga kebersihan dan kerapian perabotan rumah.
3. Menyarankan untuk melengkapi imunisasi dan mengkonsumsi makanan sehat dan seimbang pengawasan ketat atas kemungkinan komplikasi, antara lain pemeriksaan EKG setiap minggu. Pasien dirawat selama 3-4 minggu. Anti-Diphtheria Serum (ADS) diberikan dengan
pasien sensitif, lakukan desensitisasi cara Besredka.
Antibiotik. Penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari sampai 10 hari. Bila alergi, berikan eritromisin 40 mg/kgBB/hari. Bila dilakukan trakeostomi, tambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis.
Kortikosteroid. Digunakan untuk mengurangi edema laring dan mencegah komplikasi miokarditis. Diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang dihentikan secara bertahap (tapering off).
Intervensi Rehabilitatif
Mendapatkan imunisasi tambahan, mendapatkan asupan gizi yang
sehat dan seimbang serta mendapatkan cairan yang secukupnya.
Komentar/Umpan Balik:
Pandaan, 26 Februari 2014
Peserta
dr. Anggasta Vasthi
Pendamping