• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh faktor fisikokimia terhadap pembentukan pigmen oleh bakteri laut Mesophilobacter sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh faktor fisikokimia terhadap pembentukan pigmen oleh bakteri laut Mesophilobacter sp."

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP

PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT

MESOPHILOBACTER SP.

ENDANG S. SRIMARIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Faktor

Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut

Mesophilobacter sp. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc; Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA; dan

Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2000

Endang S. Srimariana

(3)

ABSTRACT

ENDANG S. SRIMARIANA. The effect of physicochemical factors on the

pigment formation by a marine bacteria, Mesophilobacter sp. Supervised by

LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, and SUKARNO.

It has been conducted an observations on the effect of environmental factors especially physicochemical factors on the growth and pigment formation by a marine bacteria Mesophilobacter sp. The objectives of this research were to study the effect of : 1) cultivation temperature (25oC, 30oC and 35oC); 2) pH of growth medium (5, 7, and 9); 3) salinity of growth medium (0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt and 40 ppt), 4) carbon sources (glucose, acetate, citrate, and maltose), and 5) nitrogen sources (peptone, yeast extract, sodium nitrate, and ammonium sulfate) on the growth of bacteria and the pigment formation. Bacteria were cultivated in 500 ml flasks with a working volume of 250 ml in marine broth and incubated on a shaker incubator with the agitation speed of 120 rpm for seven days. Variables that were observed during the cultivation process involved bacterial growth (cell concentration), pigment concentration, and pH. Observations were carried out up to 168 hours. The cell and pigment concentrations were monitored spectrophotometrically. The results indicated that

Mesophilobacter sp. grew well and formed the highest concentration of pigment (P) at temperature 30oC, with value of P 0.12 + 0.003 (λ 463 nm). At pH experiment the highest average P was obtained from medium with pH 9 was 0.14 + 0.006 (λ 463 nm) and significantly different from pH 7 (p <0.5). At salinity experiment, the highest average P obtained from the growth medium with 10 ppt salinity is 3.54 + 0.11 in λ 368 nm. At carbon source experiment, the highest average of P were obtained from maltose, with value 12.13 + 1.33 (λ 232 nm) and 15.86 + 0.52 (λ 258 nm), while in λ 312 nm, λ 368 nm and λ 656 nm that obtained from glucose were 11.59 + 0.28, 7.22 + 0.44 and 1.50 + 0.05. At nitrogen source experiment, the result showed that Mesophilobacter sp. grew rapidly in the medium with yeast extract. The pigment has a maximum absorbance

at five wavelengths, namely λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, and 658 nm.

The average concentration of cells and pigment, showed that yeast extract is the best nitrogen source in cell growth and pigment formation (p <0.05). The highest average P is 12.49 + 0.22 (λ 232 nm); 12.86 + 0.21 (λ 258 nm); 11.09 + 0.56 (λ 312 nm) ; 11.88 + 0.97 (λ 368 nm) and 1.29 + 0.04 (λ656 nm).

(4)

RINGKASAN

ENDANG S. SRIMARIANA. Pengaruh Faktor FisikoKimia terhadap

Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. Dibimbing oleh

LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, dan SUKARNO.

Kondisi lingkungan baik kondisi fisika maupun kimia (nutrien) merupakan faktor penting yang menentukan produktifitas mikroorganisme. Kedua kondisi tersebut merupakan faktor eksternal yang dapat dikendalikan untuk keberhasilan suatu proses yang memanfaatkan organisme (bioproses). Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menentukan suhu kultivasi, 2) menentukan pH kultivasi, 3) menentukan intensitas cahaya, 4) menentukan salinitas, 5) menentukan sumber karbon, 6) menentukan sumber nitrogen yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk

sintesa biopigmen dari bakteri laut Mesophilobacter sp. yang diisolasi dari

terumbu karang.

Dalam penelitian ini kultivasi dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume kerja 250 ml pada inkubator goyang dengan kecepatan 121 rpm.

Suhu kultivasi yang digunakan adalah 25oC, 30oC dan 35oC; pH medium

pertumbuhan yang dicoba adalah 5, 7, dan 9; intensitas cahaya yang dicoba adalah

2350Wm-2 (kondisi tanpa penambahan cahaya), 4710Wm-2, dan 12500Wm-2;

salinitas medium pertumbuhan yang dicoba adalah 0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil; sumber karbon yang diuji adalah glukosa, asetat, sitrat, dan maltosa; dan sumber nitrogen yang diuji adalah pepton, ekstrak khamir, sodium nitrat, dan ammonium sulfat. Variabel yang diamati selama proses kultivasi meliputi pertumbuhan bakteri (konsentrasi sel), konsentrasi pigmen, dan pH. Selain itu dihitung juga laju spesifik pertumbuhan sel (µ), laju spesifik

pembentukan pigmen (qp

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan yang sesuai dengan setiap faktor fisika dan kimia yang hendak dipelajari. Pengaruh suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (Anova). Jika terdapat perbedaan akibat adanya perlakuan terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Koopmans, 1987).

) dan rendemen biomassa (sel). Pengamatan dilakukan sampai kultur berumur 168 jam.

Pada percobaan suhu; laju spesifik pertumbuhan sel (µ) dan laju spesifik pembentukan pigmen (qp) tertinggi yang diolah selama bakteri berada pada fase

logaritmik, diperoleh dari medium yang diinkubasi pada suhu 30oC dengan nilai µ sebesar 0,24 jam-1 dan qp 0,02 jam-1 berturut-turut. Rata-rata konsentrasi pigmen

(P) tertinggi diperoleh dari inkubasi suhu 25oC dan 30oC, yaitu sebesar 0,12 + 0,02 dan 0,12 + 0,003 (λ 463 nm). Diperoleh hasil bahwa suhu yang baik dalam pembentukan pigmen adalah 30oC. Suhu 30o

Pada percobaan pH; µ dan q

C digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya.

p tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan

dengan pH 9, dengan nilai µ sebesar 0,42 jam-1 dan qp sebesar 0,04 jam-1

(5)

walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh pada pH ini. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9 yaitu sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm) dan berbeda nyata dengan pH 7 (p<0,5). pH optimum dalam pembentukan pigmen adalah 9, kemudian pH 9 digunakan sebagai pH medium pertumbuhan dalam percobaan berikutnya.

Pada percobaan intensitas cahaya; µ dari medium yang disertai penambahan cahaya 12500 Wm-2 adalah yang tertinggi dengan nilai µ 0,46 jam-1, akan tetapi qp tanpa penambahan cahaya memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,04 jam-1.

Rata-rata P hasil kultivasi tanpa penambahan cahaya (suhu 30oC) adalah yang tertinggi dengan P sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm). Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05). Pengujian dilanjutkan

dengan uji BNT, dengan hasil uji bahwa : suhu 30oC tanpa penambahan cahaya

memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan

Mesophilobacter sp. dan pembentukan pigmen dibanding dengan perlakuan

penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2

Pada percobaan salinitas; µ tertinggi adalah 0,38 jam .

-1

yang diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 0 permil, 10 permil dan 20 permil, sedangkan qp tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10

permil, yaitu sebesar 1,68 jam-1

Pada percobaan sumber karbon, µ terbesar diperoleh dari media yang

menggunakan sumber karbon asetat dengan nilai µ 0,36. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada λ 232 nm dan 258 nm, rata-rata P tertinggi diperoleh dari sumber karbon maltosa, yaitu sebesar (12,13 + 1,33) dan (15,86 + 0,52), sedangkan pada λ 312 nm, 368 nm dan 656 nm diperoleh dari glukosa dengan rata-rata (11,59 + 0,28), (7,22 + 0,44) dan (1,50 + 0,05).

. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada λ 368 nm. Dari hasil percobaan ini, disimpulkan bahwa salinitas terbaik adalah 10 permil.

Pada percobaan sumber nitrogen; µ dan qp tertinggi dari Mesophilobacter

sp. diperoleh dari media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir dengan nilai µ 0,24 jam-1 dan nilai qp pada λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm dan 656 nm

secara berturut-turut adalah 1,55 jam-1; 1,59 jam-1; 1,38 jam-1; 1,48 jam-1 dan 0,16 jam-1. Dari hasil ini terlihat bahwa Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir, yang

mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm,

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2000

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(7)

PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP

PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT

MESOPHILOBACTER SP.

ENDANG S. SRIMARIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp.

Nama Mahasiswa : Endang S. Srimariana

Nomor Pokok : 97388

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc.

Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA

Anggota Anggota

Dr. Ir. Sukarno, M.Sc.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah Bapa atas anugrahNya

sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul Pengaruh Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut

Mesophilobacter sp. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan

penghargaan dan terima kasih yang besar kepada Dr. Ir. Linawati Harjito, M. Sc.

selaku ketua komisi pembimbing yang juga mendanai penelitian ini dengan

menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan sehingga penelitian ini dapat

dilaksanakan. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Sukarno masing-masing

selaku anggota komisi pembimbing, terima kasih atas pengarahan dan bimbingan

yang diberikan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dekan Fakultas Perikanan dan Rektor Universitas Pattimura Ambon yang telah

memberikan ijin untuk menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana di

Institut Pertanian Bogor. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL), serta

seluruh Staf Pengajar S2

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini.

Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

PS TKL Program Pascasarjanan IPB, atas pelayanan,

fasilitas dan kesempatan yang diberikan. Suami dan anak-anak tercinta serta mami

papi yang saya hormati serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa,

dorongan, pengorbanan dan semangat dengan penuh kesetiaan dan pengertian

untuk dapat melanjutkan studi sampai selesai.

Bogor, Desember 2000

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1961 di Airmadidi (Minahasa)

sebagai anak pertama dari enam bersaudara, dari keluarga bapak Bondan Bandono

dan ibu Fintje Wudan Waroh.

Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDK. St. Angela, Surabaya dari

tahun 1968 dan lulus pada tahun 1973. Pada tahun 1974 penulis menempuh

pendidikan di SMPK. Stella Maris, Surabaya dan lulus pada tahun 1976,

kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri II, Surabaya dan lulus pada

tahun 1980.

Pada tahun akademik 1980/1981, penulis diterima sebagai mahasiswa

Institut Pertanian Bogor, Bogor melalui Proyek Perintis II dan diterima pada

Fakultas Perikanan IPB pada tahun akademik 1981/1982, pada program studi

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Lulus sebagai Sarjana Perikanan pada tahun

1985.

Pada tahun 1986, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya hingga tahun 1994,

kemudian pindah pada Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon pada

Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan dari tahun 1994 hingga sekarang.

Penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pra

Pascasarjana, IPB pada tahun akademik 1996/1997 dan lulus pada tahun 1997

dengan beasiswa dari URGE-DIKTI. Selanjutnya pada tahun itu juga penulis

kembali memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pascasarjana

pada Program Studi Teknologi Kelautan, IPB dengan beasiswa dari BPPS-DIKTI

dan ujian untuk mendapatkan gelar Magister Sains dilakukan pada tanggal 27 Juli

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Permasalahan ... 4

1.5 Hipotesis Penelitian ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bakteri ... 5

2.2 Bakteri laut penghasil pigmen ... 6

2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakterioklorofil ... 6

2.2.2 Bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus ... 9

2.2.3 Bakteri gram negatif, fakultatif an aerobik, berbentuk batang ... 10

2.2.4 Bakteri gram negatif, an aerobik, berbentuk batang dan kokus ... 10

2.3 Pertumbuhan bakteri ... 10

2.3.1 Siklus pertumbuhan ... 11

2.3.2 Pengaruh faktor-faktor lingkungan pada pertumbuhan .... 13

2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri ... 17

2.4 Pewarna alami ... 18

2.4.1 Pewarna makanan ... 21

3. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Bahan dan alat ... 23

3.1.1 Bahan ... 23

3.1.2 Alat ... 24

3.2 Metode penelitian ... 24

3.2.1 Penelitian tahap pertama : Identifikais bakteri ... 25

3.2.2 Penelitian tahap kedua ... 27

3.2.3 Penelitian tahap ketiga ... 31

3.2.4 Pengamatan ... 34

3.2.5 Rancangan percobaan ... 35

3.2.6 Analisis data ... 35

(12)

xi

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP

PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN

PIGMEN ... 36

4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 36

4.2 Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen ... 39

4.3 Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 42

4.4 Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 46

4.5 Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ... 49

4.6 Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan ... pembentukan pigmen ... 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif ... 5

2. Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri ... 18

3. Pigmen pada tumbuhan dan alga ... 20

4. Pigmen pada vertebrata ... 20

5. Komposisi ekstrak khamir ... 24

6. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon ... 32

7. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen ... 34

8. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda. ... 38

9. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30oC ... 42

10. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30oC serta perlakuan cahaya. ... 45

11. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC. ... 48

12. Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok. ... 51

13. Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok ... 56

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri

fotosintesis (Austin, 1988) ... 8

2. Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994) ... 12

3. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35oC

dengan pH 7 ... 36

4. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7, dan 9 suhu 30oC ... 40

5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC, pH 9 yang disertai dengan

perlakuan cahaya ... 43

6. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan

perlakuan salinitas ... 47

7. Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan

berbagai sumber karbon ... 50

8. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon ... 53

9. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil identifikasi bakteri ... 65

2. Konsentrasi sel dan pigmen pada masing-masing perlakuan faktor fisika dengan OD 540 nm ... 66

3. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik ... 68

4. Perhitungan analisis statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap.. ... 69

5. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber karbon ... 83

6. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber nitrogen ... 84

7. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 85

8. Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi ... 86

9. Perubahan pH medium selama kultivasi ... 88

(16)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas

lebih dari 60% wilayah teritorialnya. Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut

dengan keragaman yang tinggi. Di antara sumberdaya hayati laut yang besar itu,

organisme yang dimanfaatkan sebagian besar adalah ikan, udang,

kerang-kerangan, dan rumput laut. Sumberdaya hayati lain yang juga mempunyai potensi

yang besar untuk dikembangkan adalah mikroorganisme laut, namun belum

banyak mendapat perhatian terutama di Indonesia.

Mikroorganisme laut yang meliputi bakteri, fitoplankton, mikroalga dan

lain-lain merupakan sumber bahan aktif dan bahan kimia yang sangat potensial.

Dari biota laut tersebut dapat dihasilkan berbagai bahan alami yang bermanfaat

antara lain untuk industri farmasi (seperti anti-tumor/anti-cancer, antibiotik,

anti-inflammatory), bidang pertanian (fungisida dan pestisida), industri kosmetik dan

makanan (pigmen dan polisakarida) (Zilinkas dan Lundin, 1993; Fenical dan

Jensen, 1993). Selanjutnya dari biota laut juga dapat dihasilkan protein serta

bahan diet sebagai sumber makanan sehat (asam lemak tak jenuh omega-3,

vitamin, asam amino, berbagai jenis gula rendah kalori) dan lain-lain.

Perkembangan bioteknologi dewasa ini memungkinkan pemanfaatan

mikroorganisme untuk menghasilkan produk-produk tersebut di atas.

Dalam industri pangan (makanan dan minuman) atau non pangan

(obat-obatan, kosmetika, dan farmasi), pigmen merupakan bagian terpenting yang tidak

bisa diabaikan. Selain ikut menentukan penerimaan produk oleh konsumen,

pigmen juga berperan sebagai salah satu indikator mutu pangan dan non pangan.

Karena pentingnya zat pewarna tersebut, maka berbagai upaya dilakukan untuk

membuat produk pangan dan non pangan dengan warna yang menarik.

Penambahan zat pewarna ke dalam produk pangan maupun non pangan baik

pewarna alami maupun sintetik merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Sejalan dengan berkembangnya industri di Indonesia maka penggunaan

pewarna sintetik juga semakin meningkat. Penggunaan pewarna sintetik ini perlu

(17)

2

kesehatan manusia (Jenie et al., 1994) seperti azorubin dan tartrazin yang terbukti

menyebabkan alergi (Fabre et al., 1993) dan bersifat karsinogenik (Blanc et al.,

1994). Berbeda dengan pewarna sintetik, pewarna alami tidak mengandung bahan

yang berbahaya bagi konsumen (Winarno, 1992). Dengan adanya kenyataan ini

maka penggunaan pewarna alami yang aman bagai kesehatan perlu ditingkatkan.

Biopigmen atau zat pewarna alami merupakan bahan yang penting dalam

industri baik pangan maupun non-pangan. Permintaan dan penggunaan zat

pewarna alami akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran

masyarakat tentang arti keamanan dan kesehatan bagi kehidupan dan lingkungan.

Kebutuhan tersebut telah mendorong dilakukannya penelitian ke arah penemuan

dan atau produksi zat warna alami.

Bakteri diketahui dapat memproduksi pewarna alami yang menyerupai

pewarna alami yang terdapat di tanaman (Hendry, 1992). Bacillus megaterium

merupakan bakteri penghasil pigmen merah (Mitchell et al., 1986);

Flavobacterium dehydrogenans (Djafar, 1987 in Fardiaz dan Rini, 1994),

Rhodobacter sphaeroides, Rhodobacter sulfidophilus (Urakami dan Yoshida,

1993), Rhodopseudomonas spheroides (Goodwin et al., 1955) merupakan bakteri

penghasil pigmen karotenoid; Streptomyces sp. MAFF 10-06015 menghasilkan

pigmen biru (Yanagimoto et al., 1988); Actinomycetes menghasilkan pigmen

violet kehitaman dan pigmen kuning (Tanabe et al., 1995). Urakami dan Yoshida

(1993) menyatakan bahwa khlorofil merupakan pigmen yang sangat berguna pada

industri makanan.

Pewarna alami (biopigmen) dapat diproduksi melalui kultur

mikroorganisme (Evans dan Wang, 1984; Nelis dan Leenheer, 1991; Lin dan

Demain, 1993) serta kultur sel dan jaringan tanaman (Taya et al., 1992; Hanagata

et al., 1993; Taya et al., 1994) atau ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian

tanaman. Dibandingkan dengan ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian

tanaman maka produksi biopigmen dengan kultur mikroorganisme dan kultur sel

atau jaringan tanaman lebih baik karena faktor lingkungan yang mempengaruhi

produksi biopigmen dapat dikendalikan dengan baik.

Produksi pigmen dari bakteri laut, berkaitan erat dengan kondisi lingkungan

(18)

3

kondisi fisik maupun kondisi kimiawi sesuai, maka pertumbuhan bakteri juga juga

akan baik dan cepat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dalam media

pertumbuhan.

Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut

Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat.

Penelitian ini merupakan kerja sama antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Lautan dengan Center of Marine Biotechnology, University of Maryland.

Identifikasi awal telah dilakukan, bakteri tersebut termasuk bakteri Gram negatif,

katalase positif, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan dapat menghasilkan pigmen.

Untuk sementara bakteri tersebut diduga termasuk dalam genus Mesophilobacter

sp. dan akan dilakukan identifikasi lanjut untuk memastikan golongan bakteri

tersebut.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor fisika dan kimia

yang meliputi suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen

terhadap pertumbuhan sel bakteri laut Mesophilobacter sp. dan pembentukan

pigmennya, yang dapat dirinci sebagai berikut :

(1) Menentukan suhu kultivasi (25°C, 30°C dan 35°C) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.

(1) Menentukan pH kultivasi (5, 7 dan 9) yang sesuai untuk sintesa biopigmen.

(2) Menentukan intensitas cahaya (2350 Wm-2 : kondisi tanpa penambahan

cahaya, 4710 Wm-2, dan 12500 Wm-2

(3) Menentukan salinitas (0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40

permil) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa

biopigmen.

) yang sesuai baik untuk pertumbuhan

maupun untuk sintesa biopigmen.

(4) Menentukan sumber karbon (glukosa, maltosa, asam asetat dan asam sitrat)

yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.

(5) Menentukan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat dan

amonium sulfat) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa

(19)

4

1.3 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi baik bagi peneliti

maupun bagi industri dalam memproduksi pigmen dari bakteri laut baik yang

berkaitan dengan pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.

Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan mampu memicu perkembangan

industrialisasi di Indonesia khususnya industri yang berlandaskan bioproses.

Biopigmen yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri di bidang

makanan dan minuman, farmasi, kosmetika dan lainnya.

1.4 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor

lingkungan baik faktor fisika maupun kimia yang meliputi suhu, pH, cahaya,

salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen yang berpengaruh pada

pertumbuhan bakteri dan ataupun pada pembentukan pigmen.

1.5 Hipotesis penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

(1) Suhu media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan

pembentukan pigmen.

(2) pH media pertumbuhan berpengaruh dalam pembentukan pigmen oleh

bakteri laut.

(3) Cahaya media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan

pembentukan pigmen.

(4) Salinitas media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut

dan pembentukan pigmen.

(5) Sumber karbon media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri

laut dan pembentukan pigmen.

(6) Sumber nitrogen media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan

(20)

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler, dan tidak mengandung

struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya. Dinding sel bakteri

merupakan struktur yang unik secara biokimia. Dinding sel pada beberapa bakteri

mengandung murein, yang juga dikenal sebagai peptidoglikan atau mucopeptida.

Lapisan peptidoglikan ini tidak ditemukan pada organisme eukariotik (Atlas,

1984).

Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu

bentuk kokus (bulat), bentuk basil (silinder atau batang), dan bentuk spiral (batang

melengkung atau melingkar-lingkar). Berdasarkan struktur dan dinding sel,

bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.

Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif disajikan pada

Tabel 1 (Tortora et al., 1989).

Tabel 1 Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif

Ciri-ciri Gram-positif Gram-negatif

Struktur dinding sel : Tebal (15 – 80 nm) Berlapis tunggal (mono)

Tipis (10 – 15 nm) Berlapis 3 (multi)

Komponen dinding sel : - Kandungan lipid dan

lipoprotein - Peptidoglikan

- Kandungan

lipopolisakarida (LPS) - Asam tekoat

- Toksin yang dihasilkan

Rendah

Komponen utama (90% dari dinding sel) Tebal (multilayer)

Tidak ada Kebanyakan ada, terutama eksotoksin

Tinggi

Jumlah sedikit (10% dari dinding sel)

Tipis (single layer)

Tinggi

Tidak ada, terutama indotoksin

Ketahanan terhadap pengeringan

Tinggi Rendah

Ketahanan terhadap gangguan fisik

Tinggi Rendah

(21)

6

2.2 Bakteri laut penghasil pigmen

Austin (1988) mengatakan bahwa sebagian besar bakteri yang terdapat pada

perairan laut terdiri dari bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif

sebagian besar terdapat pada sedimen. Pada umumnya, kebanyakan dari

bakteri-bakteri ini merupakan penghasil pigmen terutama pigmen kuning, oranye, atau

merah pada media padat.

2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakteriokhlorofil

Dikatakan pula kalau bakteri gram-negatif fototrof umumnya terdapat pada

permukaan perairan. Bakteri yang mengandung bakteriokhlorofil yang ditemukan

pada perairan laut, diwakili oleh lima famili, yaitu Chlorobiaceae (green sulphur

bacteria), Chromatiaceae (purple sulphur bacteria), Ectothiorhodospiraceae

(purple sulphur bacteria), Rhodospirillaceae (purple non-sulphur bacteria), dan

Thiocapsaceae (purple sulphur bacteria).

Selanjutnya Austin menyebutkan bahwa Famili Chlorobiaceae, yang

terdapat pada perairan laut adalah Chlorobium dan Prosthecochloris. Chlorobium

adalah bakteri an-aerob yang tidak dapat bergerak, berbentuk batang lurus atau

melengkung dengan vakuola yang tidak mengandung gas, mengandung pigmen

bakteriokhlorofil c, d, atau e, dan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene.

Pigmen-pigmen ini menyebabkan massa sel berwarna dari kuning – hijau – coklat,

yang terkandung pada vesikel yang terdapat di bawah dan melekat pada membran

sitoplasma (Gambar 1). Chlorobium yang terisolasi dari perairan laut adalah C.

limicola dan C. vibrioforme. Genus kedua adalah Prosthecochloris, yang

berbentuk bulat dan mengandung pigmen bakteriokhlorofil c atau e bersama-sama

dengan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene yang terdapat pada vesikel.

Prosthecochloris yang terisolasi dari lumpur pantai dan estuari adalah P. aestuarii

dan P. phaeoasteroidea.

Sedangkan Famili Chromatiaceae yang terdapat pada perairan laut adalah

Chromatium, Thiocystis dan Thiospirillum. Chromatium merupakan bakteri

an-aerob, tidak mempunyai vakuola, berbentuk batang dan menghasilkan lendir,

dapat bergerak dengan flagella polar. Memerlukan hidrogen sulfida untuk

fotosintesis, sedangkan sulfur yang dihasilkan disimpan pada sel intraseluler.

(22)

7

berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 3,0 µm, mengandung okenone dan atau rhodopinal sebagai karotenoid yang memberikan warna purple – violet – merah

pada massa sel. Thiocystis yang ditemukan pada perairan dan lumpur pantai yang

mengandung hidrogen sulfida adalah T. gelatinosa dan T. violacea. Thiospirillum

jenense berbentuk spiral, mengandung likopene dan rhodopin sebagai karotenoid,

dan menyebabkan massa sel berwarna oranye – coklat.

Genus Ectothiorhodospira merupakan bakteri an-aerob yang berbentuk

spiral, sel tidak mempunyai vakuola, yang jika dapat bergerak karena memiliki

flagella polar. Bakteriokhlorofil a atau b terdapat pada stacked membrane

(Gambar 1), dan massa sel berwarna hijau atau merah. Hidrogen sulfida dioksidasi

selama fotosintesis dan melepaskan sulfur yang kemudian disimpan pada bagian

luar sel. Yang ditemukan pada perairan pantai adalah E. halochloris, E. halophila

dan E. mobilis (Truper dan Imhoff, 1981 in Austin, 1988).

Famili Rhodospirillaceae meliputi Rhodocyclus, Rhodomicrobium,

Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum. Dari genus Rhodocyclus, contohnya

adalah R. purpureus, merupakan bakteri mikro-aerofilik, tidak bergerak,

merupakan sel dengan pigmen purple – violet. Karotenoid meliputi rhodopin dan

rhodopinal. Pigmen fotosintesis terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun

seperti tabung (Gambar 1) (Truper dan Pfennig, 1981 in Austin, 1988).

Rhodomicrobium, meliputi R. vannielii, merupakan bakteri Gram-negatif yang

an-aerob, mampu melakukan metabolisme oksidasi pada kondisi mikro-aerofilik dan

aerobik. Organisme ini memiliki sebuah sistem membran lamellar (Gambar 1),

mengandung bakteriokhlorofil a, karotenoid grup I dan β-karoten (Moore, 1981 in Austin, 1988). Rhodopseudomonas mempunyai dua spesies yang telah diisolasi

dari air laut, yaitu R. marina (Imhoff, 1983 in Austin, 1988) dan R. sulfidophila

(Hansen dan Veldkamp, 1973 in Austin, 1988). Bakteri ini dikenal sebagai purple

non-sulphur bacteria, toleran terhadap konsentrasi sulfida yang rendah yang tidak

dioksidasi menjadi sulfat, tetapi dioksidasi menjadi thiosulfat dan sulfur. Bakteri

berbentuk batang pendek, bergerak dengan flagella polar. Pigmen fotosintesis,

yaitu bakteriokhlorofil a dan karotenoid dari spirilloxanthine, yang terdapat pada

membran intrasitoplasma, tersusun seperti stacks (Gambar 1) dan terletak sejajar

(23)

8

contohnya adalah spesies R. salexigens, bakteri Gram-negatif, berbentuk spiral

atau melengkung yang bergerak dengan flagella bipolar. Pigmen utama adalah

bakteriokhlorofil a dan spirilloxanthine yang terdapat pada membran

intrasitoplasma, tersusun sejajar dengan membran sitoplasma (Drews, 1981 in

Austin, 1988).

Dari genus Thiocapsa, yang ditemukan pada lumpur estuarin dan lumpur

pantai adalah T. pfennigii dan T. roseopersicina. Sel bakteri berbentuk bulat

dengan diameter 1,2 – 3,0 µm, tidak mempunyai vakuola, tidak bergerak, pigmen sel terdiri dari orange – coklat – pink – merah. Karotenoid merupakan

spirilloxanthine dan tetrahydrospirilloxanthine. Bersama dengan bakteriokhlorofil

a dan b, pigmen terdapat pada membran intrasitoplasma yang berbentuk vesicular

atau tube (Gambar 1) (Austin, 1988).

Keterangan :

1 = tubes, ditemukan pada Rhodocyclus, Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum;

2 = bundled tubes seperti yang ditemukan pada Thiocapsa;

3 = stacks, ditemukan pada Ectothiorhodospira dan Rhodospirillum;

4 = membran seperti pada Rhodomicrobium dan Rhodopseudomonas;

5 = vesicle, yang umum pada Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum,

Thiocapsa dan Thiospirillum.

Gambar 1 Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri fotosintesis (Austin, 1988).

Dua genera yang lain, yaitu Chloroherpeton dan Erythrobacter.

(24)

9

Gram-negatif, berbentuk batang panjang, merupakan organisme green sulphur,

gliding dan obligat fototrof, mempunyai pigmen bakteriokhlorofil c dan sedikit

bakteriokhlorofil a bersama γ - karoten, memerlukan CO2 dan sulfida untuk

tumbuh. Sulfur disimpan di luar sel (Gibson et al., 1984 in Austin, 1988).

Erythrobacter, dengan spesies E. longus, tidak tumbuh secara fototrofik. Tetapi

selnya mengandung bakteriokhlorofil a, berbentuk batang oval, bergerak dengan

flagella sub-polar, aerobik, memerlukan biotin, memproduksi katalase, oksidase

dan fosfatase, menguraikan gelatin, menggunakan atau memanfaatkan glukosa,

asetat, butirat, glutamat dan piruvat sebagai sumber karbon (Shiba dan Simidu,

1982 in Austin, 1988).

2.2.2 Bakteri Gram-negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus

Organisme halofilik, yang memerlukan 15% NaCl, merupakan famili

Halobacteriaceae, dan terdapat pada lingkungan lautan adalah Halobacterium dan

Halococcus. Halobacterium yang terisolasi dari laut adalah H. denitrificans, H.

mediterranei, H. pharmaconis, H. saccharovorum, H. salinarium, H. sodomense

dan H. volcanii. Halobacterium merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk

batang, dapat bergerak atau tidak, memiliki metabolisme respiratory, dan

memproduksi katalase dan oksidase. Bakteri ini menghasilkan koloni berwarna

pink, merah, atau oranye. Pertumbuhan terbaik pada NaCl 20 - 26 %. Ciri-ciri

yang sama juga dilaporkan pada Halococcus, yang terisolasi dari laut dan

diklasifikasikan sebagai H. morrhuae merupakan bakteri yang menghasilkan

pigmen pink, merah atau oranye, Gram-negatif tidak bergerak, berbentuk kokus

dan memproduksi katalase dan oksidase. Pembelahan sel dengan septasi.

Metabolisme dengan respiratory (Larsen, 1984 in Austin, 1988).

Alteromonas, merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang

bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Bakteri ini melakukan

metabolisme secara respiratif, serta ditemukan pada perairan pantai dan lautan

terbuka. A. rubra membentuk pigmen warna merah, A. aurantia menghasilkan

pigmen warna oranye, A. citrea menghasilkan pigmen warna kuning lemon dan A.

(25)

10

Genera Chromobacterium dan Janthinobacterium merupakan bakteri

aerobik berpigmen purple, berbentuk batang, Gram-negatif, dan bergerak dengan

flagellum tunggal yang polar. Janthinobacterium lividum terdapat dalam jumlah

yang rendah pada perairan pantai (Austin, 1988).

2.2.3 Bakteri Gram-negatif, fakultatif an-aerobik, berbentuk batang

Serratia rubidea berpigmen merah, Gram-negatif, berbentuk batang, yang

menghasilkan katalase tetapi tidak oksidase, bergerak dengan flagella peritrichous

(Grimont dan Grimont, 1984).

Vibrio merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada perairan

pantai dan estuarin. Berbentuk batang, menghasilkan katalase dan oksidase,

fermentatif, bergerak dengan flagella polar. V. fischeri merupakan bakteri yang

memancarkan cahaya, berpigmen oranye kekuningan. V. gazogenes menghasilkan

koloni dengan warna merah, Vibrio nigripulchritudo menghasilkan koloni dengan

pigmen biru kehitaman (Austin, 1988).

2.2.4 Bakteri Gram-negatif, an-aerobik, berbentuk batang dan kokus

Menurut Austin, 1988 dari famili Desulfurococcaceae, yang ditemukan di

laut dan menghasilkan pigmen adalah Desulfuromonas. Contoh bakteri ini adalah

D. acetoxidans, dengan ciri-ciri antara lain berbentuk batang, bergerak dengan

flagellum tunggal yang polar, membentuk koloni yang mengandung pigmen

peach – pink.

2.3 Pertumbuhan bakteri

Pada umumnya pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan secara

teratur pada semua komponen-komponen kimiawi sel dan struktur sel. Kecepatan

pertumbuhan untuk sistem uniseluler didefinisikan sebagai peningkatan jumlah sel

atau massa sel per satuan waktu. Setiap terjadi pembelahan sel disebut dengan

satu generasi, waktu yang diperlukan untuk pembelahan disebut waktu generasi.

Waktu generasi bervariasi antara mikroorganisme : biasanya bakteri memerlukan

satu sampai tiga jam untuk membelah diri tetapi ada juga yang hanya memerlukan

10 – 20 menit sedangkan mikroba yang lain memerlukan waktu 24 jam atau

(26)

11

Bakteri dapat tumbuh pada sistem tertutup, yang dikenal sebagai batch

culture atau pada sistem terbuka, dimana proses berlangsung secara kontinu. Pada

sistem terbuka, pertumbuhan dikontrol dengan menambahkan nutrien segar dan

membuang medium sisa dan sel-sel dari wadah pertumbuhan.

2.3.1 Siklus pertumbuhan

Pertumbuhan suatu populasi bakteri pada sistem tertutup hanya terwakili

pada tahap atau fase eksponensial (Gambar 2). Pertumbuhan bakteri dapat

dinyatakan secara grafik dengan menggunakan data hasil pengukuran populasi

bakteri yang hidup dalam kultur media cair pada selang waktu yang tetap.

Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase (tahap) yaitu : (1) tahap

ancang-ancang (lag phase), (2) tahap eksponensial (logaritmic phase), (3) tahap

stasioner (stationair phase) dan (4) tahap kematian (death phase) (Middelbeek et

al., 1992 a

Pada lag phase, tidak ada peningkatan jumlah sel atau turbiditas karena

bakteri sedang beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kemungkinan

medium tidak optimal untuk organisme sehingga organisme perlu mensintesa

enzym agar mampu menggunakan substrat sebagai sumber energi atau untuk

sintesis material sel. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu

perubahan jumlah sel (Sa’id, 1987). ).

Schlegel dan Schmidt (1994) menjelaskan bahwa, tahap ancang-ancang

mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan

pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang-ancang tergantung dari

konsentrasi awal, umur, bahan yang ditanam dan sifat medium pertumbuhan.

Dikatakannya pula bahwa tahap pertumbuhan eksponensial atau logaritmik

ditandai oleh kecepatan pembelahan maksimum yang konstan. Kecepatan

pembelahan pada fase logaritmik bersifat spesifik untuk tiap jenis bakteri dan

tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya suhu dan komposisi medium kultur

(Middelbeek et al., 1992a). Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan pada tahap logaritmik, maka dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh

(27)

12

pertumbuhan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme menggunakan

berbagai substrat.

Y

(3)

(2) (4)

(1)

X

Keterangan : X Waktu inkubasi

Y Jumlah sel bakteri (1) Tahap ancang-ancang

(2) Tahap eksponensial (3) Tahap stasioner

(4) Tahap menuju kematian

Gambar 2 Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994).

Secara matematis, pertumbuhan eksponensial dapat didekati dengan dua

cara. Pendekatan pertama dengan menentukan jumlah awal sel. Perubahan jumlah

sel karena pembelahan atau pertumbuhan, diekspresikan dengan persamaan

(Middelbeek et al., 1992a Nt = No . 2

) :

Log Nt = log No + n log 2

n

n/t = (log Nt – log No) / t log 2

dimana : Nt = jumlah sel setelah waktu tertentu No = jumlah awal sel

N = banyaknya pembelahan

n/t = banyaknya pembelahan per satuan waktu yang disebut juga dengan konstanta kecepatan pertumbuhan (k)

Pendekatan lain adalah dengan menggambarkan kecepatan pertumbuhan

populasi sebagai suatu reaksi autokatalitik. Kecepatan reaksi katalis tergantung

pada banyaknya katalis. Pada kasus ini, biomassa merupakan katalis yang

(28)

13

biomassa pada waktu tertentu. Pertumbuhan eksponensial dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan (Middelbeek et al., 1992 a

Banyaknya biomassa pada satuan waktu tertentu : Xt = Xo . e ) : dx/dt = µ.X

Kecepatan pertumbuhan spesifik adalah : µ = (ln Xt – ln Xo) / t µt

dimana : dx/dt = kecepatan pertumbuhan

µ = kecepatan pertumbuhan spesifik

X = banyaknya biomassa

Tahap stasioner dimulai ketika sel-sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan

pertumbuhan tergantung dari kadar substrat. Menurunnya kecepatan pertumbuhan

sudah terjadi ketika kadar substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai.

Penurunan kecepatan pertumbuhan juga disebabkan oleh kepadatan populasi yang

tinggi, tekanan parsial oksigen yang rendah dan timbunan produk metabolisme

yang bersifat toksik (mengintroduksi tahap stasioner). Pada tahap stasioner

bahan-bahan simpanan masih dapat digunakan, sebagian ribosom dapat diuraikan dan

masih ada pembentukan enzim. Selama energi yang dibutuhkan untuk

mempertahankan sel-sel masih dapat diperoleh dengan respirasi bahan simpanan

dan protein, bakteri masih mampu mempertahankan hidupnya untuk masa yang

cukup panjang. Masa bakteri yang dicapai pada tahap stasioner dinamakan hasil

atau keuntungan.

Tahap kematian dan sebab-sebab kematian sel bakteri dalam larutan biak

normal belum banyak diteliti. Pada tahap ini terjadi penimbunan asam misalnya

pada bakteri Escherichia coli dan Lactobacillus sp. Jumlah sel hidup dapat

berkurang secara eksponensial. Ada kemungkinan sel-sel diuraikan kembali oleh

enzim yang dihasilkan sendiri oleh sel (autolisis).

2.3.2 Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan

Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

yaitu faktor-faktor fisika dan faktor-faktor kimia. Faktor-faktor fisika yang

mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain yaitu suhu, ketersediaan air, pH,

tekanan hidrostatik dan cahaya (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992).

Faktor-faktor kimia sebagai sumber nutrisi yang juga mempengaruhi pertumbuhan yaitu

(29)

14

Co, Mo, Ni, Cu, dan Cl) dan faktor-faktor pertumbuhan (Middelbeek et al.,

1992b

Faktor Fisiko Kimiawi

).

(1) Suhu

Pengaruh suhu pada kecepatan pertumbuhan bakteri sebagian

menggambarkan pengaruh suhu pada kecepatan reaksi-reaksi (bio)kimia.

Berdasarkan toleransi suhu pertumbuhan, bakteri dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kelompok : Psikrofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu yang

rendah, pada perairan Arctic dan Antarctic (di bawah 0oC), perairan laut dengan suhu 1oC sampai 5oC. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri psikrofil adalah 15oCatau lebih rendah dan suhu minimum 0oC. Bakteri fakultatif psikrofil atau

psikrotrop yaitu bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada 25oC

sampai 30oC dan suhu maksimum pertumbuhan pada 35oC. Mesofil, yaitu bakteri yang hidup pada manusia dan hewan berdarah panas, pada daratan dan perairan di

daerah beriklim sedang dan tropis. Kisaran suhu bagi bakteri mesofil adalah 20oC

dan 40oC, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC. Thermofil,

yaitu bakteri yang pertumbuhannya optimum pada suhu 50oC sampai 70o

(2) pH

C

(Middelbeek dan Drijver-de Haas, 1992).

Semua mikroorganisme mempunyai kisaran pH tertentu dimana mereka

dapat tumbuh dan biasanya pada kisaran itu merupakan pH optimum dimana

mereka tumbuh dengan sangat baik. Pada umumnya bakteri tumbuh baik pada

kisaran pH 6,5 - 7,5.

Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Pada bakteri

yang dibiakkan di laboratorium, pH medium merupakan salah satu faktor penting

yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Selain itu, pH

medium juga sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme dari bakteri, oleh sebab

itu pH medium mempunyai kecenderungan berubah.

Pada proses fermentasi, bakteri menghasilkan asam organik (asam laktat,

asam asetat dan lain-lain) dan amonia yang dilepaskan ke medium saat asam

amino terfermentasi, sehingga pH medium mempunyai kecenderungan berubah.

(30)

15

larutan (di bawah pH 9) berbentuk NH4+; mikroorganisme kemudian

menggabungkannya dengan sel sebagai R-NH3+, dimana R adalah suatu gugus

karbon. Pada saat proses fermentasi berlangsung, sebuah ion H+ tertinggal di dalam medium. Bila nitrat adalah sumber nitrogen, maka ion-ion nitrogen diambil

dari medium untuk mereduksi NO3 menjadi R-NH3+

(3) Cahaya

, dan pH cenderung naik.

Untuk mempertahankan pH medium, dapat ditambahkan asam chlorida atau

natrium hidroksida.

Persyaratan cahaya hanya penting untuk pertumbuhan mikroorganisme

fotosintetik. Untuk mendapatkan pertumbuhan mikroorganisme fototropik dari

jenis yang berbeda, harus menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang

tepat. Eukariot dan alga biru hijau mengabsorbsi cahaya pada spektrum merah

terakhir sedangkan bakteri fotosintetik pada spektrum infra merah (Middelbeek et

al., 1992b

Cahaya dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri dan dapat juga

menyebabkan kematian. Banyak dari mikroorganisme mempunyai

komponen-komponen sel yang sensitif terhadap cahaya. Komponen-komponen-komponen sel yang

menyerap cahaya yaitu sitokhrom, flavin dan khlorofil menjadi aktif ketika

menyerap cahaya dan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Mereka kemudian

dapat mengembalikan energi tersebut seperti semula melalui pemancaran cahaya

(fluorescens) atau mentransfer energi ke komponen sel yang lain. Transfer energi

dapat menguntungkan organisme (fotosintesis) tetapi dapat juga merusak

organisme. Pada kasus yang terakhir, ada dua mekanisme yang menimbulkan

pengaruh berbahaya, salah satunya adalah molekuler oksigen. Kerusakan karena

oksigen bebas disebabkan oleh pembentukan radikal bebas (O ).

2

-(4) Unsur-unsur nutrisi

) yang sangat

reaktif dan destruktif (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992).

Bakteri seperti organisme lain agar dapat tumbuh memerlukan nutrisi

esensial tertentu dari medium tempat hidup. Nutrisi esensial dibagi dalam dua

kelompok, yaitu nutrien yang diperlukan sebagai suplai energi untuk tumbuh dan

nutrien yang diperlukan sebagai suplai elemen-elemen kimia yang diperlukan

(31)

16

menggunakan energi kimia dan cahaya untuk tumbuh (Sokatch, 1973). Nutrien

yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar dan yang merupakan bagian

terbesar dari berat kering dalam sel, disebut dengan makro nutrien. Yang termasuk

dalam makro nutrien adalah C (50 %), O (20 %), N (14 %), H (8 %), P (3 %), dan

S (1 %) serta K, Na, Ca, Mg dan Fe (Middelbeek et al., 1992b

Elemen-elemen yang disebut sebagai mikronutrien atau disebut juga trace

element adalah Mn, Zn, Co, Mo, Ni, Cu dan Cl. Biasanya trace element

diperlukan sebagai kofaktor enzim atau sebagai aktivator. ).

Kelompok nutrien yang merupakan bahan-bahan organik yang tidak dapat

disintesis oleh sel bakteri disebut faktor-faktor pertumbuhan, oleh sebab itu

medium pertumbuhan harus mengandung kelompok nutrien ini. Berdasarkan

struktur kimiawi dan fungsi metaboliknya, faktor pertumbuhan dibagi dalam tiga

kelompok (Middelbeek et al., 1992b

Berdasarkan kebutuhan nutrisinya baik sebagai sumber energi maupun

sebagai sumber karbon, organisme diklasifikasikan oleh Middelbeek et al. (1992 ), yaitu : asam amino, sebagai unsur pokok

protein; purin dan pirimidin, sebagai unsur pokok asam nukleat; dan vitamin,

merupakan senyawa organik yang diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim. Asam

amino, purin dan pirimidin diperlukan dalam jumlah yang cukup besar, karena

merupakan unsur pembentuk untuk sintesis biopolimer. Vitamin diperlukan dalam

jumlah yang kecil karena merupakan kofaktor bagi enzim.

b

- Fototrof, bila cahaya merupakan sumber utama energi.

)

sebagai berikut :

- Kemotrof, bila bahan kimiawi merupakan sumber utama energi.

- Autotrof, bila bahan anorganik merupakan sumber utama karbon.

- Heterotrof, bila bahan organik merupakan sumber utama karbon.

Dengan mengkombinasikan kelompok organisme tersebut di atas, dapat

dibentuk empat kelompok organisme yang lain, yaitu :

- Fotoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai

sumber energi dan CO2

- Fotoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai

(32)

17

- Kemoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi

sebagai sumber energi dan CO2

- Kemoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi

sebagai sumber energi dan bahan organik sebagai sumber karbon. sebagai sumber karbon.

Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan atas bakteri aerob,

yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup dan bakteri an-aerob, yaitu

bakteri yang tidak mampu menggunakan oksigen. Bakteri aerob dapat dibagi

dalam tiga kelompok yaitu bakteri aerob obligat, fakultatif, dan mikroaerofilik.

Bakteri aerob obligat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, tetapi tidak

dapat tumbuh bila konsentrasi oksigen melebihi konsentrasi oksigen atmosfir (>

20%). Bakteri aerob fakultatif tidak memerlukan oksigen tetapi dapat tumbuh

dengan baik bila oksigen tersedia. Bakteri aerob mikroaerofilik memerlukan

oksigen tetapi dengan konsentrasi yang lebih rendah dari konsentrasi oksigen

atmosfir (2 – 10 % v/v). Bakteri an-aerob dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu

bakteri an-aerob obligat dan bakteri an-aerob aerotoleran. Pada bakteri an-aerob

obligat, adanya oksigen dalam media pertumbuhannya merupakan racun dan

berbahaya bagi bakteri tersebut. Bakteri an-aerob aerotoleran yaitu bakteri yang

tidak dapat menggunakan oksigen untuk pertumbuhannya tetapi dapat

mentoleransi adanya oksigen (Tortora et al., 1989; Middelbeek et al., 1992).

2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri

Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui berbagai

respon pertumbuhan mikroorganisme dalam berbagai media atau pada kondisi

yang berbeda-beda sehingga dapat digunakan dalam menilai daya dukung suatu

medium tertentu untuk menunjang pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986).

Beberapa teknik untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme disajikan pada

Tabel 2.

Pertumbuhan populasi sel disertai juga dengan peningkatan total massa sel.

Pengukuran massa sel dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung

(Jenkins, 1992). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur massa sel

secara langsung adalah dengan menentukan berat kering sel. Pengukuran berat

kering massa sel meliputi tiga tahap, yaitu : pemisahan organisme dari medium,

(33)

18

medium dengan filtrasi atau dengan sentrifugasi. Pencucian biomassa harus

dilakukan sedemikian rupa agar tidak terjadi lisis pada organisme karena pecah

akibat osmosis. Pengeringan biomassa biasanya dilakukan pada suhu 80oC selama 24 jam atau 110o

BK (g/l) = - x 10

C selama 8 jam (Jenkins, 1992). Berat Kering (BK) sel diperoleh

dengan cara sebagai berikut :

3

Pengukuran massa sel secara tidak langsung didasarkan pada kenyataan

bahwa sel bakteri memencarkan kembali cahaya yang membentur sel. Teknik

pengukuran ini merupakan teknik yang lebih cepat dan sensitif. Jumlah cahaya

yang tersebar adalah sebanding dengan konsentrasi sel yang ada. Banyaknya

cahaya yang menyebar dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer.

Dalam hal ini cahaya yang terukur sebanding dengan konsentrasi sel bakteri pada

tingkat absorbans yang rendah. Absorbans (A) didefinisikan sebagai logaritma

dari perbandingan antara intensitas cahaya yang melewati suspensi (Io) dengan

cahaya yang dipencarkan oleh suspensi (I), atau A = log(Io/I) (Jenkins, 1992). l

Tabel 2 Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri

Metode Beberapa penetapan

Hitungan mikroskopik Perhitungan bakteri dalam susu dan vaksin

Hitungan cawan Perhitungan bakteri dalam susu, air, makanan, tanah, biakan dan sebagainya

Membran atau filter molekuler Sama seperti hitungan cawan

Pengukuran kekeruhan Uji mikrobiologis, pendugaan hasil panen sel, biakan, atau suspensi berair

Penentuan nitrogen Pengukuran panen sel dari suspensi biakan kental untuk digunakan pada penelitian mengenai metabolisme

Penentuan berat kering Sama seperti penentuan nitrogen

Pengukuran aktivitas biokimia Uji mikrobiologis

Sumber : Pelczar dan Chan, 1986

2.4 Pewarna alami

Pewarna alami dalam sistem biologi didefinisikan sebagai pewarna yang

terbentuk dan terakumulasi dalam atau dikeluarkan dari sel hidup (Hendry, 1992).

(34)

19

jenis dari organisme (hewan, tumbuhan atau bakteri) penghasil pewarna tersebut.

Sehubungan dengan pewarna makanan, bakteri, fungi sel tunggal dan fungi

sederhana bersama-sama dengan alga sel tunggal dan juga zooplankton sederhana

dapat menjadi sumber pewarna baru karena potensinya untuk dieksploitasi dengan

teknik kultur. Pigmen dari organisme yang lebih tinggi seperti hewan, tumbuhan

dan fungi, lebih kecil kemungkinan untuk dieksploitasi karena struktur pigmennya

yang kompleks dengan jaringan sel yang kuat atau karena pigmen dari organisme

yang lebih tinggi hanya terbentuk pada saat-saat kritis dari perkembangan

organisme dalam suatu siklus hidup yang kompleks. Sebagai contoh, pigmen yang

berfungsi sebagai bahan perangsang dalam reproduksi seksual yang terbentuk

hanya setelah aspek-aspek lain dari siklus hidup selesai.

Klasifikasi pigmen pada sistem biologi menurut Hendry (1992) adalah

sebagai berikut :

(1) Tumbuh-tumbuhan termasuk alga

Pigmen dari tumbuhan merupakan penyumbang terbesar pewarna alami,

namun kisaran atau variasi pigmen yang terdapat pada tumbuhan adalah kecil.

Pewarna dominan yang berasal dari tumbuhan darat adalah khlorofil (2 jenis),

karotenoid (4 – 5 jenis) dari flavonoid (3 jenis). Dari lautan, terdapat 4 jenis

khlorofil yang umum, 6 atau 7 karotenoid dan 2 bentuk phycobilin. Kontribusi

pigmen lainnya dari tumbuhan, termasuk betalain, melanin, anthraquinon,

naphthaquinon, karoten yang tidak umum, xanthofil dan beberapa flavonoid yang

relatif tidak signifikan bila dilihat secara global. Pigmen-pigmen yang terdapat

pada tumbuhan termasuk alga disajikan pada Tabel 3.

(2) Hewan vertebrata

Pada hewan vertebrata, kelas-kelas yang menghasilkan pewarna adalah

burung, amphibi, ikan bertulang dan beberapa reptil. Pigmen tersebut disajikan

pada Tabel 4.

(3) Hewan invertebrata

Distribusi pigmen pada hewan lebih rendah lebih besar daripada vertebrata

(35)

20

Tabel 3 Pigmen pada tumbuhan dan alga

Pigmen Contoh Terdapat pada

Khlorofil a

b c, d

Semua organisme eukariot yang berfotosintesis Semua tumbuhan darat, beberapa alga

Alga coklat dan lainnya

Phycobilin Phycocyanin

Phycoerythrin

Alga biru –hijau dan lainnya Alga merah dan lainnya

Karotenoid Lutein

β-caroten

Violaxanthin Neoxanthin Fucoxanthin

Xanthofil lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik

Karoten lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik

Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Alga coklat dan lainnya

Anthocyanidin Cyanidin

Pelargonidin Delphinidin

Yang paling umum anthicyanidin, tersebar luas pada tumbuhan lebih tinggi

Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi

Betalain Betacyanin Tersebar luas tetapi terbatas pada satu ordo timbuhan

Sumber : Hendry, 1992

Tabel 4 Pigmen pada vertebrata

Kelas Pigmen

Mamalia Terutama melanin

Burung (termasuk telurnya) Melamin

Karotenoid

Ikan bertulang rawan Melanin

Sumber : Hendry, 1992

(4) Fungi

Fungi, terutama fungi sel tunggal yang lebih sederhana dapat diambil untuk

kultur skala besar, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pigmen

alami.

(5) Bakteri

Pada umumnya bakteri mengandung banyak pigmen yang sama atau identik

dengan pigmen dari organisme yang lebih kompleks terutama tumbuhan. Klorofil

(36)

21

Karotenoid dari bakteri mempunyai ciri tersendiri yang berbeda tetapi secara

struktural dan biosintetik berhubungan erat dengan karotenoid dari tumbuhan dan

hewan. Kebanyakan bakteri baik fotosintetik maupun non-fotosintetik juga

mengandung β- dan γ-karoten.

2.4.1 Pewarna makanan

Pada umumnya pewarna makanan dapat dibagi dalam tiga kategori utama

(Bauernfeind, 1981), yaitu :

(a) Pewarna organik alami yang berasal dari tumbuhan atau hewan, diekstrak dari

alam atau senyawa-senyawa identik yang dihasilkan melalui sintesis kimiawi.

(b) Pewarna inorganik yang diambil dari alam atau dihasilkan secara sintetis.

(c) Pewarna buatan, yaitu senyawa-senyawa sintetis yang tidak berasal dari alam

atau tidak terdapat pada makanan yang dikonsumsi.

Secara kimiawi menurut Bauernfeind (1981) pewarna makanan alami dapat

dibagi menjadi beberapa grup, yaitu :

(a) Derivat isoprenoid (warna-warna karotenoid)

(b) Derivat tetrapyrrol (warna-warna klorofil dan heme)

(c) Derivat benzopiran (anthosianin dan flavonoid)

(d) Senyawa betalain (warna betanin dan yang berhubungan)

(e) Flavin (seperti riboflavin)

(f) Pigmen inorganik

Alasan ditambahkannya pewarna pada makanan menurut Henry (1992)

antara lain adalah untuk memperkuat warna pada makanan, memastikan

keseragaman warna makanan, memulihkan warna awal makanan yang berubah

karena pengaruh pengolahan, dan untuk memberi warna pada makanan tertentu

yang sebenarnya tidak berwarna.

Pewarna alami untuk makanan merupakan kelompok pewarna yang

berbeda-beda karakteristik solubilitas dan stabilitasnya. Oleh sebab itu setiap pewarna

tersedia dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, yang diformulasikan agar

pewarna sesuai dengan sistem makanan tertentu. Suatu bentuk aplikasi produk

pewarna adalah suatu formula yang memungkinkan bahan tambahan pangan

dengan mudah dan efisien tercampur dalam produk-produk makanan. Beberapa

(37)

22

oleh ahli teknologi pangan adalah solubilitas, bentuk fisik, pH, kualitas

mikrobiologis dan bahan-bahan lain (Henry, 1992).

Karakteristik pewarna makanan yang baik menurut Bauernfeind (1981)

adalah sebagai berikut :

(1) Tidak toksik dan tidak bersifat karsinogenik pada berbagai level; tidak

mengandung bahan-bahan yang toksik.

(2) Kemampuan larut (solubilitas) dan kemampuan menyebar yang baik agar

dapat menyatu dengan produk-produk makanan dengan dasar air dan lemak.

(3) Tidak memberikan rasa atau bau yang berbeda terhadap produk-produk

makanan.

(4) Harus stabil terhadap cahaya, terhadap kisaran pH yang luas terutama pH 2 -

8, pada suhu panas, dan selama penyimpanan dan perlakuan sebelum

dikonsumsi.

(5) Tidak bereaksi dengan trace element atau dengan oxidizing atau

bahan-bahan pereduksi.

(6) Harus seragam pada tiap bagian dan dapat dimonitor baik dalam bentuk

konsentrat maupun dalam makanan dengan teknik analitis.

(7) Tersedia luas dan relatif ekonomis untuk digunakan pada makanan.

(8) Disetujui dan sesuai dengan spesifikasi pemerintah dan lebih baik bila

(38)

23

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan alat

3.1.1 Bahan

1). Mikroorganisme

Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut

Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat yang

disediakan oleh Center of Marine Biotechnology, University of Maryland.

2). Media Pertumbuhan

Media yang digunakan terdiri dari media padat dan cair. Media padat

berfungsi untuk memelihara stok bakteri, yang dimodifikasi dari komponen

nutrien agar (Tortora et al., 1986). Media ini mengandung ekstrak khamir (2 g/l),

pepton (5 g/l), NaCl (20 g/l), agar (20 g/l). Komposisi ekstrak khamir dapat

dilihat pada Tabel 5. Media cair berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri dan

pembentukan pigmen. Media cair terdiri dari ekstrak khamir (2 g/l), pepton (5 g/l),

NaCl (20 g/l) dan trace element (5 ml/l). Komposisi trace element adalah

Na2EDTA (4,36 mg/l), FeCl36H2O (3,15 mg/l), CuSO45H2O (0,01 mg/l),

ZnSO47H2O (0,02 mg/l), CoCl26H2O (0,01 mg/l), MnCl24H2O (0,18 mg/l), dan

Na2MoO42H2O (0,006 mg/l). Untuk mempelajari pengaruh karbon dan nitrogen

dalam pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari bakteri laut, maka digunakan

juga media cair yang terdiri dari sumber karbon dan sumber nitrogen. Sumber

karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukosa, asetat, sitrat,dan

maltosa. Sumber nitrogen yang digunakan adalah pepton, ekstrak khamir,

(NH4)2SO4, dan NaNO3. Selain sumber karbon dan nitrogen, di dalam medium

cair juga ditambahkan NaCl dan trace element. Bahan kimia lainnya adalah

(39)

24

Tabel 5 Komposisi ekstrak khamir

Komponen mg/g Vitamin µg/g

Sumber : Bridson and Brecker (1970) in Sikyta (1983)

3). Penentuan Gram pada Identifikasi Bakteri

Bahan yang digunakan untuk identifikasi gram bakteri laut adalah : kristal

violet, larutan lugol, etanol 95%, aseton, safranin dan aquades.

3.1.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, cawan

petri, labu erlenmeyer, batang pengaduk, pipet, penjepit, lup inokulasi, vortex

mixer, inkubator, timbangan analitik, autoklaf, gelas ukur, sentrifus, clean bench,

inkubator goyang, spektrofotometer, refrigerator, kertas pH, tissue dan aluminium

foil.

3.2 Metode penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama penelitian adalah

identifikasi bakteri. Tahap kedua adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari

suhu, pH, cahaya dan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan

pembentukan pigmen. Tahap ketiga adalah penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan

(40)

25

Selain itu, sebelum penelitian dimulai dilakukan pembuatan media untuk

stok bakteri dan penyegaran bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi,

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(a) Pembuatan media padat

Pembuatan media dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume

medium 250 ml. Komposisi media padat terdiri dari pepton 5 g, ekstrak khamir 2

g, NaCl 20 g, dan agar 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1 liter aquades, pH

medium diatur pada 7. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o

(b) Penyegaran bakteri

C selama

15 menit. Setelah itu media dituang ke dalam cawan petri, masing-masing

sebanyak 20 ml secara aseptik. Setelah media dingin dan padat, siap digunakan

untuk penyegaran bakteri.

Bakteri digoreskan pada media padat secara aseptik. Setelah itu bakteri

diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 30oC selama 24 jam.

3.2.1 Penelitian tahap petama: Identifikasi bakteri

Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan morfologi dan ciri-ciri fisiologi

bakteri.

1). Morfologi

(1). Pewarnaan Gram

Bakteri dioles di atas gelas obyek sebanyak satu lup dan diratakan dengan

aquades secukupnya hingga ukuran 1 x 1 cm, kemudian difiksasi di atas api

hingga kering. Tetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit.

Dicuci dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit. Bilas dengan aquades,

kemudian dibilas lagi dengan campuran etanol 95% sebanyak 80 ml dan aseton 20

ml, selama 1 menit. Dibilas kembali dengan aquades, kemudian diwarnai dengan

safranin selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan aquades dan dikeringkan.

Preparat siap diamati dengan mikroskop; bila berwarna violet gelap berarti

termasuk dalam bakteri Gram-positif, bila berwarna oranye maka termasuk dalam

Gambar

Tabel 5  Komposisi ekstrak khamir
Tabel 6  Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon
Tabel 7  Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen
Gambar 3  Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ianya mengkaji sejauh mana kurikulum Bahasa Inggeris menyediakan belia vokasional supaya berdaya saing dalam penggunaan Bahasa Inggeris di era global ini, dan menunjukkan

1) Menyatakan bahwa mereka memiliki tujuan yang jelas untuk hamil. 2) Tidak menggunakan kontrasepsi agar menjadi hamil. 3) Didiskusikan dan disepakati oleh pasangan untuk hamil.. 4)

H335 dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan H411 toksik pada kehidupan perairan dengan efek jangka

Permainan komposisi material dan jenis material pun sangat berpengaruh di dalamnya.Karakteristik yang paling menonjol dari sebuah material stainless steel adalah

Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui dan memahami konsep sekufu dalam masyarakat suku Rawayan dan bagaimana tinjauan hukum Islam menyikapi

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Bersihkan dan serap tumpahan menggunakan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar seperti pasir, tanah, atau majun .Masukkan dalam wadah tertutup yang berada di luar area dan

Setiap media pembelajaran memiliki keampuhan masing-masing, maka diharapkan kepada guru agar menentukan pilihannya sesuai sesuai dengan kebutuhan pada saat suatu kali