• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEBARAN DAN KECUKUPAN

RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM

PENGEMBANGAN KOTA HIJAU DI KABUPATEN CIAMIS

REMMY SETIAWAN TJUMARDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Remmy Setiawan Tjumardi

(4)

RINGKASAN

REMMY SETIAWAN TJUMARDI. Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan BAMBANG SULISTYANTARA.

Kota Ciamis sebagai pusat kegiatan masyarakat Kabupaten Ciamis dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat. Apabila tidak diantisipasi sedini mungkin akan merubah wajah Kota Ciamis menjadi kota yang tidak tertata, semerawut dan menjadi kota yang tidak nyaman. Pemerintah Kabupaten Ciamis bertekad melaksanakan pembangunan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan seperti tercantum dalam visi RTRW Kabupaten Ciamis tahun 2011 – 2032. Sejak tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Ciamis turut aktif dalam kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH), suatu program yang dimaksudkan untuk membangun kemitraan dan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam menciptakan kota hijau dengan mengembangkan delapan atribut kota hijau. Salah satu atribut kota hijau dalam P2KH adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH merupakan unsur utama dalam penataan ruang yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia khususnya sebagai penyeimbang unsur bangunan di lingkungan perkotaan (Purnomohadi, 2006). Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mensyaratkan luas RTH minimal 30% dari luas wilayah dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memetakan kondisi eksisting RTH Kota Ciamis, (2) menganalisis sebaran dan distribusi RTH Kota Ciamis, (3) menghitung kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan kenyamanan thermal serta (4) menyusun arahan pengembangan RTH Kota Ciamis untuk memenuhi luasan kebutuhan RTH publik untuk mendukung Program Pengembangan Kota Hijau. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis spasial berbasis Sistem Informasi Geografis dan pengamatan lapangan.

Berdasarkan hasil interpretasi citra Quickbird, RTH publik Kota Ciamis memiliki luas 508,6 ha (8,52% luas kota). Hal ini menunjukan bahwa luas RTH publik Kota Ciamis masih jauh dari ketentuan yang diamanatkan UU Penataan Ruang. Pola sebaran RTH publik di Kota Ciamis cenderung menyebar. Hal ini diakibatkan dengan adanya pengumpulan RTH publik pada jalur sempadan sungai dan sempadan rel kereta api yang membelah Kota Ciamis, selain itu cenderung mendekati pusat kegiatan masyarakat dan permukiman penduduk.

(5)

Salah satu indikator keberhasilan P2KH adalah tercapainya proporsi RTH sebesar 30% dari luas wilayah dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Pengembangan RTH publik dilakukan secara bertahap dalam beberapa periode : (1) Periode 2012 – 2017, akuisisi RTH privat menjadi RTH publik dengan target tambahan RTH publik seluas 295,5 ha, (2) Periode 2018 – 2022, menetapkan daerah yang tidak dapat dibangun, dengan target tambahan RTH Publik seluas 325 ha, (3) Periode 2023 - 2027, penambahan RTH publik baru dengan tambahan RTH publik seluas 0,4 ha, (4) Periode 2028 – 2032, penambahan RTH publik baru dengan tambahan RTH publik seluas 116,7 ha. Pada akhir tahun 2032 RTH publik Kota Ciamis akan terpenuhi minimal seluas 1.246,2 ha, dengan demikian Kota Ciamis dapat memenuhi salah satu indikator kota hijau yaitu pemenuhan kebutuhan RTH publik minimal sebesar 20% luas wilayah.

(6)

SUMMARY

REMMY SETIAWAN TJUMARDI. An Analysis of Distribution and Sufficiency of Green Open Space to Support Green City Development Program in Ciamis committed to implementing development with environmental sustainability as stated in the vision of Ciamis Regency Spatial Plans of 2011 – 2032. Since 2012 Ciamis Regency Government actively participates in the Green City Development Program (GCDP), that intended to build partnerships and synergies with the central government and communities in creating a green city with developed eight attributes. One of the attributes of GCDP is Green Open Spaces (GOS). GOS is a key element of spatial planning that affect human survival as a counterweight element of the building in urban environments (Purnomohadi, 2006). The Constitution number 26 of 2007 about Spatial Planning requires GOS area of at least 30% of the area consisting of 20% of public GOS and 10% of private GOS.

The objectives of this research are : (1) mapping the existing condition of GOS in urban area, (2) analyze the distribution of public GOS in urban area, (3) calculate public GOS needs based on population, land area and thermal comfort, and (4) arrange referrals public GOS development to satisfy needs of public GOS to support the Green City Development Program. The research methods are spatial analysis based on Geographic Information Systems and field observations.

Based on the results of Quickbird image interpretation, the city of Ciamis has public GOS area of 508,6 ha (8,52% of the city area). It’s indicates that the area of public GOS still far from sufficient as required of Spatial Planning Constitution. Distribution pattern of public GOS tend to be spread, as it followed the river border lines and railroads border, as well as tend to approach a community center and residential areas.

Based on the needs of the public GOS computed from the projected total population of 2032, extensive public GOS there is still sufficient. Based on thermal comfort the area of GOS is still sufficient, the city of Ciamis has a moderate comfort level with the average daily THI values about 21 to 24,06, that is obtained from privat GOS. To maintain this comfort level, the city of Ciamis still lacks a public GOS area of 160,3 ha. To satisfy needs of the most optimal public GOS obtained from calculations based on the needs of the public GOS area with a shortage of public GOS area about 687.3 ha.

(7)

new public GOS, it’ll increase public GOS of 0,4 ha, (4) period of 2028-2032, opened a new public GOS, it’ll increse public GOS area of 116,7 ha. At the end of 2032 urban area of Ciamis will have at least 1.246,2 ha of public GOS. Ciamis can satisfy one of the indicators of Green City Development Program that fulfilling needs of public GOS at least 20% of urban area.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS SEBARAN DAN KECUKUPAN

RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENDUKUNG PROGRAM

PENGEMBANGAN KOTA HIJAU DI KABUPATEN CIAMIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dalam Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis

Nama : Remmy Setiawan Tjumardi NIM : A156130114

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MScAgr. Ketua

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya Karya Ilmiah dengan judul Analisis Sebaran dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau untuk Mendukung Program Pengembangan Kota Hijau di Kabupaten Ciamis dapat diselesaikan.

Penyusunan Karya Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr. dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. Selain itu penulis sampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. selaku penguji luar komisi dan Pimpinan Sidang yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini, Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi beserta segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis, Bapak Bupati Ciamis beserta jajaran Pemerintah Kabupaten Ciamis yang telah memberikan kesempatan dan penugasan belajar kepada penulis untuk mengikuti program beasiswa gelar ini. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis kepada rekan-rekan PWL 2013 atas kebersamaannya serta ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga atas do’a, dukungan dan pengorbanan selama penulis melaksanakan studi.

Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Semoga Karya Tulis llmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya diucapkan Terima kasih..

Bogor, Mei 2015

Remmy Setiawan Tjumardi

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1. PENDAHULUAN 1 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk 11 Penyediaan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal 12

3. METODOLOGI 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Jenis dan Sumber Data 13

Bahan dan Alat Penelitian 14

Metode Analisis Data 15

Identifikasi, Klasifikasi dan Pemetaan RTH 15

(14)

Kebutuhan RTH Kota Ciamis 54 Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah 54 Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk 56 Kebutuhan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal (THI) 57

Arahan Pengembangan RTH Kota Ciamis 68

6. SIMPULAN DAN SARAN 76

Simpulan 76

Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN 81

(15)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau 10

2 Standar Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk 11

3 Jenis dan Sumber Data 14

4 Administrasi dan Luas Wilayah Kota Ciamis 22

5 Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis 25

6 Suhu, Kelembaban Relatif dan THI Wilayah Kecamatan Kawali 26 7 Jumlah Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 – 2012 27 8 Komposisi dan Pergeseran Penggunaan Lahan Kota Ciamis

Tahun 2010 – 2012 29

9 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Eksisting di Kota Ciamis 30 10 Luas RTH Publik Eksisting di Kota Ciamis 31 11 Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014 35 12 Penggunaan Lahan RTH Publik Kota Ciamis Tahun 2014 37 13 Sebaran RTH Publik Kota Ciamis berdasarkan Nilai Indeks

Fragmentasi 38

14 Rasio RTH Publik dan Indeks Keragaman RTH Publik Kota Ciamis 39 15 Penggunaan Lahan RTH Privat Kota Ciamis Tahun 2014 52 16 Penggunaan Lahan Terbangun Kota Ciamis Tahun 2014 53 17 Kebutuhan RTH Publik Kota Ciamis berdasarkan Luas Wilayah 55 18 Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan Jumlah Penduduk

sampai Tahun 2032 57

19 Fluktuasi Suhu Udara Harian Kota Ciamis 59

20 Fluktuasi Kelembaban Relatif Harian Kota Ciamis 61 21 Indeks Kenyamanan Thermal (THI) Kota Ciamis 63 22 Kebutuhan RTH Publik Berdasarkan Indeks Kenyamanan Thermal 66

23 Perbandingan Kebutuhan RTH Kota Ciamis 67 6 Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan

(Thermohygrometer dengan Tripod dan GPS) 15

7 Alur Penelitian 21

8 Peta Batas Wilayah Kota Ciamis 23

9 Grafik Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis 25

10 Grafik Suhu, Kelembaban da THI Wilayah Kecamatan Kawali 26 11 Kurva Pertumbuhan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 – 2012 27 12 Grafik Kepadatan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2012 28 13 Perubahan Lahan Kota Ciamis Tahun 2010 – 2012 29

(16)

15 Komposisi dan Sebaran RTH Kota Ciamis Tahun 2014 34 16 Komposisi Penggunaan Lahan Kota Camis Tahun 2014 35 17 Penggunaan Lahan RTH Publik Kota Camis Tahun 2014 36 18 Batas Wilayah Perencanaan (BWP) Kota Ciamis 38 19 Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Barat 1 40 20 Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Barat 1 41 21 Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Barat 2 42 22 Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Barat 2 43 23 Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Tengah 1 44 24 Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Tengah 1 45 25 Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Tengah 2 46 26 Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Tengah 2 47 27 Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Timur 1 48 28 Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Timur 1 49 29 Jenis RTH Publik Kota Ciamis BWP Timur 2 50 30 Sebaran RTH Publik eksisting wilayah BWP Timur 2 51 31 Komposisi Penggunaan Lahan RTH Privat Tahun 2014 52 32 Komposisi Penggunaan Lahan Terbangun Kota Camis 2014 54

33 Titik Pengamatan Suhu dan Kelembaban 58

34 Distribusi Suhu Udara Kota Ciamis 60

35 Distribusi Kelembaban Relatif Kota Ciamis 62 36 Distribusi Indeks Kenyamanan Thermal Kota Ciamis 64 37 Indeks Kenyamanan Thermal Rataan Harian Kota Ciamis 65 38 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan RTH Publik Kota Ciamis 70 39 Arahan Pengembangan RTH dengan mewajibkan KDH 20% pada

Daerah Perkantoran, Sekolah dan Sarana Umum 71 40 Arahan Pengembangan RTH dengan Mewajibkan KDH 20% pada

Daerah Permukiman serta Perdagangan dan Jasa 72 41 Arahan Pengembangan RTH Publik pada Daerah yang Tidak Boleh

Dibangun 74

42 Arahan Pengembangan RTH dengan Mengembangkan RTH Baru 75

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar RTH Publik Kota Ciamis 81

2 Data Suhu dan Kelembaban Kota Ciamis Hasil Pengamatan Lapangan 85

3 Foto Dokumentasi RTH Kota Ciamis 93

4 Peta Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014 98 5 Peta Distribusi Indeks Kenyamanan Thermal Kota Ciamis 104

6 Peta Distribusi Suhu Udara Kota Ciamis 108

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan manusia yang dicirikan oleh kegiatan industri, perdagangan dan jasa, pusat layanan pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi serta permukiman perkotaan. Pembangunan di kawasan ini cenderung diarahkan pada pembangunan fisik yang identik dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk berbagai aktifitas manusia. Pembangunan perkotaan yang mengutamakan pembangunan fisik dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan terutama dalam hal kenyamanan.

Perkembangan fisik ruang kota menurut Ernawi (2012) sangat dipengaruhi oleh urbanisasi. Urbanisasi menyebabkan pertambahan penduduk dan pembangunan fisik yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya kebutuhan ruang. Permasalahan perkotaan semakin rumit dengan polusi udara yang tinggi, meningkatnya suhu udara, berkurangnya resapan air, kemiskinan dan sifat individualistis masyarakat. Ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup merupakan salah satu usaha mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara optimal. Ruang terbuka hijau menjadi unsur penting untuk keberlangsungan kehidupan manusia khususnya sebagai penyeimbang unsur bangunan di lingkungan perkotaan (Purnomohadi, 2006). Leman (1993) menegaskan bahwa lingkungan alam merupakan salah satu sektor penting di dalam manajemen perkotaan. Hal ini mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan perkotaan perlu adanya pertimbangan pelestarian alam dan menjaga habitat alami. Ridwan Kamil (2004) dalam Ashadi (2013) menempatkan komposisi berimbang antara ruang terbangun dengan RTH pada urutan teratas konsep penataan perkotaan, sebagai berikut :

 Komposisi pembangunan dan RTH yang seimbang, yaitu 30% RTH;

 Membangun kota berarti membangun gaya hidup, dibuat regulasi sehingga orang akan lebih memilih mengunakan kendaraan umum daripada kendaraan pribadi;

 Keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan (pembangunan berkelanjutan);

 Memberikan visi yang jelas bagi warganya;

 Adanya political will dari pemimpinnya.

(18)

tidak mustahil akan dimanfaatkan dengan fungsi lainnya yang tak sesuai peruntukan jika tidak direncanakan dan diatur sedini mungkin.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan tegas menyebutkan bahwa luas Ruang terbuka Hijau (RTH) di perkotaan adalah minimal 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan proporsi 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat. Komposisi dan luasan RTH ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan lingkungan perkotaan yang dapat terwujud jika RTH perkotaan tetap tejaga dan terpelihara baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Dengan tersedianya RTH yang memadai di lingkungan perkotaan maka akan tercipta lingkungan yang nyaman, aman dan berkelanjutan serta siap dalam menghadapi isu yang sedang hangat yaitu perubahan iklim yang ditandai dengan meningkatnya suhu udara secara global (global warming).

Salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi isu perubahan iklim tersebut adalah Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Kegiatan P2KH merupakan inisiatif terdepan untuk merealisasikan konsep kota hijau kedalam atribut kota hijau yang diharapkan menjadi respon konkret terhadap isu perubahan iklim sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat khususnya masyarakat perkotaan. Program ini dimaksudkan untuk membangun kemitraan dan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam menciptakan kota hijau dengan mengembangkan delapan atribut kota hijau (green planning, green open space, green energy, green water, green waste, green building, green transportation, green community).

Sejak tahun 2012 Kabupaten Ciamis telah ikut berperan serta secara aktif dalam kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Secara konsep kebijakan, Pemerintah Kabupaten Ciamis telah mengintegrasikan konsep pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan melalui Visi Kabupaten Ciamis sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2011-2032 yaitu “Mewujudkan Kabupaten Ciamis sebagai kawasan agribisnis dan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian alam dan mitigasi kebencanaan”. Bahkan sebagai realisasi komitmen keikutsertaan Kota Ciamis dalam program P2KH tersebut pada bulan Februari 2012 telah dicanangkan Ciamis sebagai Kota Hijau oleh Wakil Bupati Ciamis.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai salah satu atribut dalam pencapaian kota hijau memegang peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan perkotaan. Sebagai kota yang sedang berkembang, Kota Ciamis yang memiliki iklim panas tentu saja tidak lepas dari persoalan perkotaan yaitu peningkatan suhu, berkurangnya penyediaan air tanah dan polusi. Secara ekologis ruang terbuka hijau (RTH) mempunyai fungsi alomerasi iklim, perlindungan hidrorologis, pereduksi polutan dan sebagai habitat satwa. Selain pemenuhan luasan RTH berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007 tentunya pemenuhan luasan RTH berdasarkan kenyamanan thermal perlu mendapat perhatian.

(19)

disyaratkat dalam Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mensyaratkan proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah kota dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan data RTRW Kabupaten Ciamis Tahun 2011 – 2032, dari tahun 2004 - 2009 di Kabupaten Ciamis telah terjadi pengurangan lahan sawah seluas 2.463,8 ha, penambahan lahan permukiman seluas 1.563 ha dan penambahan lahan tegal/kebun/ladang/huma seluas 3.208,9 ha, sedangkan luas kawasan hutan cenderung relatif tetap (Gambar 1). Sebagian besar wilayah yang mengalami alih fungsi lahan tersebut berada di wilayah perkotaan, ini artinya bahwa proses alih fungsi lahan di wilayah perkotaan akan terus terjadi apabila tidak adanya pengendalian yang baik dari pemerintah. Kualitas dan kuantitas RTH baik publik maupun privat akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya intensitas pembangunan. Peningkatan intensitas pembangunan cenderung diiringi dengan menurunnya kualitas dan kuantitas RTH. Oleh karena itu perencanaan yang baik dan matang sangat diperlukan dalam mengendalikan perubahan fungsi lahan sehingga masih dalam tahap wajar dengan memperhatikan luasan RTH sesuai dengan Undang Undang nomor 26 Tahun

Gambar 1 Grafik Pergeseran Perubahan Lahan di Kota Ciamis Tahun 2004 - 2009

(20)

Pembangunan perumahan ini tidak jarang menempati lahan pertanian dan perkebunan yang merupakan lahan RTH privat. Selain itu pemekaran wilayah Pangandaran menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahun 2012 secara kuantitas berakibat mengurangi jumlah obyek wisata di Kabupaten Ciamis. Dengan pengelolaan dan pemenuhan RTH di Kota Ciamis sesuai dengan konsep kota hijau diharapkan menciptakan tujuan wisata kota sekaligus menjaga kenyamanan Kota Ciamis yang cenderung mengarah pada Kota Permukiman (Dormitory Town).

Dengan luasan RTH publik sebesar 0,6% dari luas kota maka tugas pemerintah masih sangat banyak untuk mencukupi salah satu atribut kota hijau yaitu komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemkab Ciamis dalam upaya pengelolaan dan pengendalian RTH adalah menginventarisasi RTH publik yang berada di Kota Ciamis. Karena keterbatasan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun secara kuantitas maka inventarisasi RTH tersebut masih bersifat tabular. Selain itu RTH privat masih belum terinventarisasi, padahal RTH privat ini merupakan lahan potensial pengembangan RTH publik untuk mencapai besaran 20% dari luas kota. Upaya awal yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah penanaman sekitar 5.900 bibit tanaman pada beberapa ruas jalan terutama jalan protokal dan jalur lingkar selatan Kota Ciamis. Tidak ketinggalan program one man one tree

juga dicanangkan pemerintah terutama kepada para Pegawai Negeri Sipil.

Atas dasar perumusan masalah tersebut di atas, disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi eksisting dan luas RTH eksisting Kota Ciamis? 2. Bagaimana distribusi dan pola sebaran RTH publik di Kota Ciamis?

3. Berapa kebutuhan RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan kenyamanan thermal?

4. Bagaimana arahan pengembangan RTH publik di Kota Ciamis?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini adalah sebagai awal dari proses perencanaan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Ciamis. Tujuan umum penelitian adalah mendukung konsep kota hijau (green city) melalui peningkatan kualitas dan kuantitas RTH. Tujun khusus penelitian ini adalah:

1. Memetakan kondisi RTH Kota Ciamis dengan mengidentifikasi jenis dan klasifikasi RTH;

2. Menganalisis distribusi penyebaran RTH di Kota Ciamis;

3. Menghitung kebutuhan luas RTH Kota Ciamis berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan kenyamanan thermal;

(21)

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai kecukupan dan arahan pengembangan RTH di Kota Ciamis ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1. Memberikan informasi dan gambaran secara spasial mengenai kondisi RTH di Kota Ciamis;

2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam perencanaan dan pengembangan RTH di Kota Ciamis dalam mendukung Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) khususnya dalam penyusunan master plan RTH sebagai bahan evaluasi RTRW Kabupaten Ciamis;

3. Memberikan informasi kebutuhan RTH berdasarkan beberapa kebutuhan untuk mendapatkan luasan RTH yang optimal.

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dimulai dengan memetakan kondisi eksisting RTH di Kota Ciamis sehingga selanjutnya dapat dilakukan inventarisasi, identifikasi dan klasifikasi RTH Kota Ciamis. Kemudian mengkaji pola distribusi dan sebaran RTH Kota Ciamis. Tahap selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan RTH Kota Ciamis ditinjau dari kebutuhan berdasarkan peraturan dan perundangan (jumlah penduduk dan luas wilayah) serta kebutuhan RTH untuk tujuan tertentu (kenyamanan thermal). Luas kebutuhan RTH ini kemudian menjadi input untuk melihat kecukupan RTH di Kota Ciamis. Dengan pendekatan pengembangan kota hijau (green city) disusun arahan pengembangan RTH di Kota Ciamis. Secara umum kerangka pikir penelitian ini seperti digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian RTH KOTA CIAMIS (Publik dan Privat)

Konsep Pengembangan RTH Publik di Kota Ciamis

Kondisi Eksisting RTH Kota Ciamis

Kebutuhan RTH berdasarkan Peraturan/

Undang-Undang

Kebutuhan RTH untuk tujuan tertentu

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Perkotaan

Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan yang materialistik (Bintarto, 1986 dalam Heryuka, 2013). Menurut Rapoport

dalam Zahnd (1999) kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari segi sosial. Kota merupakan pusat kegiatan hidup manusia yang relatif dinamis dalam segala aspek ekonomi, sosial budaya, pelayanan serta pengembangannya (Nurisjah, 2006). Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007, Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Kriteria kawasan perkotaan meliputi :

1. Memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian, dengan mata pencaharian utama penduduknya di bidang industri, perdagangan dan jasa; 2. Memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan

jasa didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi. Bentuk kawasan perkotaan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah antara lain :

1. Kota sebagai daerah otonom, merupakan kota yang dikelola oleh pemerintahan kota;

2. Kota yang menjadi bagian kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, merupakan kota yang dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang bertanggung jawab terhadap pemerintah kabupaten;

3. Kota yang menjadi bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan, dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.

Konsep Kota Hijau

Kota hijau adalah kota yang ramah lingkungan yang dibangun berdasarkan keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta dimensi tata kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap (Kementerian PU, 2013). Terminologi Kota Hijau merupakan metafora dari Kota Berkelanjutan atau Kota Ekologis dimana menurut Kementerian PU (2013) didefinisikan sebagai berikut :

(23)

- Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir penggunaan energi, air dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, percemaran udara dan pencemaran air;

- Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati, dengan lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal didalamnya maupun bagi pengunjung kota;

- Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah, seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) adalah suatu upaya untuk kota yang berkelanjutan dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota/Kabupaten dalam rangka mewujudkan 8 (delapan) atribut Kota Hijau (Gambar 3). Adapun atribut kota hijau tersebut adalah (Kementerian PU, 2013): a. Green Planning and Design, Perencanaan dan perancangan yang beradaptasi

pada biofisik kawasan;

b. Green Open Space, Peningkatan kuantitas dan kualitas RTH sesuai karakteristik kota dengan target 30% luas kota;

Gambar 3 Atribut Kota Hijau (Kementerian PU, 2013)

Green Building

Green Water

Green Waste Green

Open Space

Green Transportation

Green Energy

Green Planning and

Design

(24)

c. Green Waste, Usaha untuk zero waste dengan melaksanakan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yaitu mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah;

d. Green Transportation, Pengembangan sistem transportasi ramah lingkungan yang berkelanjutan, misalnya transportasi publik, jalur sepeda;

e. Green Water, Efisiensi pemanfaatan sumberdaya air;

f. Green Energy, Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan;

g. Green Building, Bangunan hemat energi;

h. Green Community, Kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.

Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area yang harus disediakan oleh sebuah kota karena memiliki manfaat yang penting baik secara ekologis, ekonomi, sosial budaya serta arsitektural (Yuhong et al, 2014). RTH merupakan area memanjang dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Departemen PU, 2007). Menurut Depdagri (2007) Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan (Kementerian PU, 2013). RTH menurut Williams (1969) dalam Yunus (2008) memiliki arti lebih sempit karena menggunakan kata “hijau” yang mengacu pada fungsi tertentu, intinya RTH memiliki 2 interpretasi yaitu ruang terbuka buatan (Man Made Open Space) dan ruang terbuka alami (Natural Open Space). Menurut Grey et al. (1978) dalam Irwan (1997), salah satu manfaat utama pengadaan hutan kota (RTH) adalah untuk ameliorasi iklim guna kenyamanan thermal.

Tujuan penyelenggaraan ruang terbuka hijau (RTH) menurut Departemen PU (2008) berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan adalah :

 Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;

 Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;

 Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

(25)

Gambar 4 Tipologi Ruang Terbuka Hijau (Departemen PU, 2008) a. Secara fisik, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :

- RTH alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional;

- RTH non alami / binaan, seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.

b. Secara fungsi, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi : - Fungsi Ekologis

Setiap 1 ha RTH yang ditanami pepohonan, perdu, semak dan penutup tanah, dg jumlah luas permukaan seluas 5 ha, mampu mengisap 900 kg CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 12 jam (Bernatzky, 1978), suhu di sekitar kawasan RTH (dibawah pohon teduh) di Jakarta, menurun 2 - 4 °C (Purnomohadi, 1995), iklim mikro dan suhu lokal yang terbentuk oleh deretan pepohonan, menunjukan aliran udara yang masuk ke bagian bawah batang-bantang pohon tersebut, turun 10% – 20% (Austin et al., 1985 dalam Purnomohadi, 2006), RTH kota dengan ukuran ideal (0,4 ha), mampu meredam 25% – 80% kebisingan (Carpenter, 1975 dalam Purnomohadi, 2006), vegetasi selain produsen pertama dalam ekosistem, juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya (Irwan, 1997);

- Fungsi Sosial Budaya

seluruh lapisan masyarakat membutuhkan RTH sebagai sarana interaksi antar anggota masyarakat, sarana ekspresi untuk mengembangkan kreatifitas, sarana olahraga dan lain-lain;

- Fungsi Estetika

RTH merupakan elemen estetis kota, tanaman dengan bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan gaya arsitektur sarana fisik untuk

RUANG TERBUKA

HIJAU

Fisik Fungsi Struktur Kepemilikan

(26)

mendapatkan komposisi dengan baik, selain itu jalur hijau dan sungai dapat memberikan sumbangan estetis bagi keindahan kota;

- Fungsi Ekonomi

Selain memperoleh manfaat langsung dari adanya tanaman/pepohonan dalam membentuk kota yang kreatif melalui urban farming, taman kota menjadi potensi untuk membangkitkan perekonomian masyarakat.

c. Secara struktur, tipologi RTH dapat dibedakan menjadi : - Pola ekologis, mengelompok, memanjang, tersebar;

- Pola planologis, mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. d. Secara kepemilikan (Tabel 1), tipologi RTH dapat dibedakan menjadi :

- RTH publik, RTH yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah;

- RTH privat, RTH yang dimiliki oleh perseorangan, swasta atau badan usaha.

Menurut Fracilia (2007) tanaman, pohon, semak dan rumput dapat memperbaiki suhu kota dengan mengontrol radiasi matahari. Selama matahari bersinar, daun dapat menahan radiasi sinar matahari sehingga dapat menurunkan suhu. Tanaman juga dapat memperbaiki suhu udara panas dengan cara

evapotranspirasi. Selain itu berbagai penelitian yang dikumpulkan oleh Bowler

et al. (2010) menunjukan bahwa suhu udara di bawah pohon baik individual maupun bergerombol lebih rendah dibandingkan dengan di area terbuka.

Tabel 1 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau

No Jenis RTH RTH

Publik

RTH Privat 1 RTH Pekarangan

a. Pekarangan rumah tinggal 

b. Halaman perkantoran, toko, tempat usaha 

c. Taman atap bangunan 

c. Ruang dibawah jalan layang 

4 RTH Fungsi Tertentu

a. RTH sempadan rel KA 

b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi 

c. RTH sempadan sungai 

d. RTH sempadan pantai 

e. RTH pengamanan sumber air baku / mata air 

f. Pemakaman 

(27)

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat. Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 proporsi RTH adalah sebesar minimal 30% dari luas wilayah perkotaan dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota.

Sebelumnya proporsi 30% RTH ini sudah disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002). Sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30 persen dari total luas kota, tentu saja angka ini bukan merupakan patokan mati. Penetapan luas RTH kota harus berdasar pula pada studi eksistensi sumberdaya alam dan manusia penghuninya. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Standar luas RTH per kapita berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah penduduk yang dihitung adalah jumlah penduduk untuk proyeksi tahun 2032 sesuai dengan masa berlaku RTRW Kabupaten Ciamis.

Tabel 2 Standar Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk NO Pemakaman disesuaikan 1,2 Tersebar

5 480.000

Taman Kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah / kota

Hutan Kota disesuaikan 4,0 Di dalam /kawasan pinggiran Untuk fungsi

tertentu disesuaikan 12,5

Disesuaikan dengan kebutuhan

(28)

Penyediaan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal

Kebutuhan RTH berdasarkan kenyamanan thermal dapat dihitung dengan persamaan untuk menentukan indeks kenyamanan manusia berupa Temperature Humidity Index (THI) yang dikembangkan oleh Thom (1959) dalam Kakon et al.

(2010). Kemudian Nieuwolt memodifikasi indeks kenyamanan tersebut dengan menggabungkan suhu udara dan kelembaban relatif (Kakon et al. 2010). Karena berada pada wilayah tropis, THI Indonesia ada pada kisaran 20 – 26 (Nieuwolt, 1975 dalam Rushayati et al. 2011). Sedangkan suhu ideal untuk kenyamanan manusia adalah 27C – 28C dengan kelembaban 40% - 75% (Landsberg, 1981

dalam Kalfuadi, 2009).

Temperature Humidity Index (THI) merupakan metode untuk mengetahui adanya cekaman panas da menetapkan efek dari kondisi panas tersebut pada kenyamanan manusia dengan mengkombinasikan parameter suhu dan kelembaban udara. Effendi (2007) mendefinisikan THI sebagaibesaran yang dapat dikaitkan dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan populasi manusia di wilayah perkotaan.

Kota Ciamis merupakan kota kecil dengan iklim tropis dan merupakan bagian dari Kabupaten Ciamis dengan ketinggian rata-rata pada 180 – 220 mdpl. Menurut hasil penelitian Mom (1947) dalam Effendy (2007) indeks kenyamanan di Indonesia berkisar pada 20 – 26. Selanjutnya menurut Wirasasmita et al. (2003)

dalam Kalfuadi (2009) indeks kenyamanan di Indonesia dibedakan kedalam tiga kondisi yaitu kondisi nyaman pada kisaran THI 19 – 23, kondisi kenyamanan sedang pada kisaran THI 23 – 27 dan pada kondisi tidak nyaman pada nilai THI diatas 27.

3 METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Ciamis yang merupakan ibukota Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Kota Ciamis merupakan pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa serta permukiman dengan luas wilayah 5.968,6 ha, yang terdiri dari 20 desa/kelurahan. Secara geografis Kota Ciamis terletak pada 7°18’42,64’’ - 7°21’45,90’’ Lintang Selatan dan 108°17’25,72’’ - 108°24’13,98’’ Bujur Timur (Gambar 5).

Kota Ciamis memiliki batas - batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Sadananya dan Kecamatan Baregbeg - Sebelah Timur : Kecamatan Cijeungjing

(29)

Gambar 5 Posisi Wilayah Kota Ciamis (RDTR Kota Ciamis 2012)

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai bulan Desember 2014 dimulai dari tahap persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis dan pengolahan data, penyusunan arahan pengembangan RTH sampai pada penyusunan laporan.

Jenis dan Sumber Data

(30)

Tabel 3 Jenis dan Sumber Data Data Primer dan Data Sekunder, antara lain :

a. Data Primer (hasil pengamatan lapangan berupa data hasil pengukuran suhu dan kelembaban);

b. Data Sekunder (Peta Administrasi Kota Ciamis, Peta Penggunaan Lahan, RTRW Kabupaten Ciamis tahun 2011-2032, RDTR Kota Ciamis tahun 2012-2032, data Jumlah Penduduk, Citra Quickbird tahun 2012, Citra Google Earth tahun 2014)

Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

(31)

e. Thermohygrometer tipe HTC-2 dengan tripod, digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban (Gambar 6);

f. Alumunium Foil, digunakan untuk melindungi alat Thermohygrometer terutama sensor suhu dari sinar matahari secara langsung.

Gambar 6 Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan (Thermohygrometer dengan Tripod dan GPS)

Metode Analisis Data

Identifikasi, Klasifikasi dan Pemetaan RTH

Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan, pendataan dan pemetaan RTH eksisting di Wilayah Kota Ciamis. Dengan mengetahui RTH eksisting maka akan diketahui luasan RTH, sebaran, serta distribusi RTH di Wilayah Perkotaan Ciamis untuk menjadi dasar analisis sebaran, kecukupan serta arahan perencanaan dan pengembangan RTH di Kota Ciamis.

Proses ini diawali dengan interpretasi citra Quickbird tahun 2012 di lokasi penelitian dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Digitasi on screen

dilakukan untuk mendapatkan klasifikasi tutupan lahan. Citra Google Earth

digunakan sebagai bantuan dikarenakan pada lokasi pengamatan paling barat dan utara (ujung Desa Imbanagara Raya, Desa Mekarjaya dan Desa Baregbeg) tidak seluruhnya tercakup dalam citra Quickbird.

Setelah digitasi selesai langkah selanjutnya adalah verifikasi lapangan dengan melakukan ground check terhadap obyek sampel pada beberapa titik lokasi. Output yang dihasilkan adalah peta tutupan lahan (land use) dan sebaran RTH eksisting Kota Ciamis.

Analisis Distribusi dan Sebaran RTH

(32)

perbandingan jumlah region atau kelas dengan jumlah total region unit peta. Jumlah region / kelas yang dimaksud adalah jumlah poligon jenis RTH pada satuan analisis desa/kelurahan dan kota, sedangkan jumlah total region unit peta adalah jumlah total poligon pada satuan analisis desa/kelurahan dan kota. Nilai indeks fragmentasi yang semakin kecil menunjukan pola penyebaran yang semakin mengumpul (Setiawati, 2012).

Nilai indeks fragmentasi antara 0 sampai 1, dimana :

 Nilai 0 - 0,5 : Sebaran RTH cenderung mengumpul.

 Nilai 0,6 - 1 : Sebaran RTH cenderung menyebar.

Rasio RTH publik digunakan untuk mengetahui tingkat kecukupan RTH publik terhadap kebutuhan RTH publik. Untuk mengetahui tingkat rasio kecukupan RTH publik maka digunakan persamaan :

%

Sedangkan untuk mengetahui keragaman RTH publik digunakan persamaan indeks keragaman sebagai berikut:

Dengan Nilai Indeks Keragaman : < 50% : Kurang 50% – 80% : Sedang > 80% : Tinggi

(33)

Analisis Kebutuhan RTH

a. Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Berdasarkan Undang Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyebutkan minimal 30% luas kota adalah RTH dengan proporsi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Luasan ini dimaksudkan agar tercipta suatu keseimbangan lingkungan perkotaan. Dengan tersedianya RTH yang memadai di lingkungan perkotaan, akan tercipta lingkungan alami yang nyaman, aman dan berkelanjutan, sehingga menjadi indikasi terwujudnya keseimbangan bagi kehidupan masyarakat kotanya. Kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

b. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita.

Luas RTH = Jumlah Penduduk x Standar Luas RTH per Kapita

Standar luas RTH per kapita ini diatur dalam Peraturan Menteri PU Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Standar luas RTH Kota Ciamis adalah 20 m2 / kapita. Untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk digunakan metode analisis eksponensial (polinomial), dengan pertimbangan bahwa perkembngan penduduk di Kota Ciamis cenderung berpola linier dan pertambahan penduduk lebih dipengaruhi oleh faktor alami.

 

P = Jumlah penduduk pada akhir tahun data

a

P = Jumlah penduduk pada awal tahun data

n = Jumlah data

= Selisih tahun (tahun proyeksi – tahun data)

c. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kenyamanan Thermal

(34)

(2011) yang mengkombinasikan suhu dengan kelembaban dengan rumus

THI = Temperature Humidity Index

T = Suhu udara (C)

RH = Kelembaban Relatif (%)

Pengambilan data suhu dan kelembaban relatif dilakukan secara langsung dengan menggunakan alat thermohygrometer. Untuk menentukan titik lokasi pengambilan sampel menggunakan GPS. Lokasi pengambilan sampel suhu dan kelembaban relatif ditetapkan berdasarkan jenis tutupan dan penggunaan lahan dengan memperhatikan keterwakilan di setiap desa / kelurahan, yaitu : - RTH : taman kota, hutan kota, perkebunan kota, sawah, lapang olahraga; - Lahan terbangun : permukiman, kawasan perdagangan / jasa;

- Tubuh Air : sungai, kolam.

Waktu pengambilan data dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pagi (06.00 - 08.00), siang (12.00 - 14.00) dan sore (16.00 - 18.00) dengan memperhatikan cuaca di lokasi pengambilan sampel. Pengambilan data dilakukan sampai tiga kali pengulangan (3 hari).

Untuk menentukan nilai rata-rata harian suhu udara digunakan rumus rataan dari BMKG yaitu :

T = Suhu udara hasil pengukuran pagi hari

siang

T = Suhu udara hasil pengukuran siang hari

sore

T = Suhu udara hasil pengukuran sore hari

Untuk menghitung kebutuhan RTH berdasarkan kenyamanan thermal adalah dengan menggunakan beberapa persamaan sebagai berikut :

(35)

Dari ketiga metode penghitungan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan kenyamanan thermal, akan terlihat perbandingan kebutuhan luas RTH kota. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan RTH yang optimal maka akan dipilih kebutuhan RTH dengan luasan yang paling besar. Kebutuhan RTH tersebut menjadi arahan pemenuhan RTH sesuai dengan ketentuan undang-undang dalam mendukung Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH).

Arahan Pengembangan RTH

Arahan pengembangan RTH berdasarkan Panduan Pengembangan Kota Hijau (P2KH), antara lain :

a. Menetapkan daerah yang tidak boleh dibangun;

(36)

b. Menambah RTH baru; c. Meningkatkan koridor hijau;

Penanaman pohon pada daerah koridor hijau, seperti median jalan, jalur pedestrian, sempadan sungai, tepi badan air / waduk, sempadan rel kereta api, saluran listrik tegangan tinggi.

d. Mengakuisisi RTH Privat menjadi bagian RTH publik;

- Penerapan koefisien dasar hijau (KDH) pada lahan-lahan privat yang dimiliki masyarakat dan swasta diterapkan pada pengurusan izin mendirikan bangunan;

- Pemda dapat mulai mendata dan menetapkan RTH privat pekarangan rumah, sekolah, perkantoran, hingga pengembangan (kawasan terpadu, pusat perbelanjaan, hotel, apartemen) sebagai bagian dari RTH kota;

- Kepada para pengembang, diminta untuk memenuhi kewajiban penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Dalam pengembangan kawasan dikenakan prasyarat KDH minimal 20 persen berupa taman di kawasan pengembang;

- Warga diajak berperan serta mengelola lahan hijau pekarangan melalui penanaman pohon rindang dan karpet hijau tanaman dan pembuatan lubang biopori;

- Pemberian insentif bagi warga mengizinkan lahannya untuk diakuisisi berupa keringanan pajak, pajak air tanah, pembayaran tagihan listrik dan telepon.

e. Peningkatan kualitas RTH kota melalui refungsi RTH.

- Refungsionalisasi RTH eksisting jalur hijau SPBU kembali menjadi taman; - Restorasi kawasan hutan bakau;

- Revitalisasi situ, danau, waduk, sebagai daerah resapan air;

- Penanaman rumput pada taman-taman lingkungan permukiman yang diperkeras (lapangan bulu tangkis, tenis, dll).

(37)

Gambar 7 Alur Penelitian

RTRW 2011-2031 RDTR 2012-2032 Panduan P2KH Masterplan Pemakaman

Analisis kebutuhan dan lokasi pengembangan RTH Publik di Kota Ciamis

Arahan pengembangan RTH Publik di Kota Ciamis Kebutuhan RTH berdasarkan : - Luas Wilayah - Jumlah Penduduk

Kebutuhan RTH berdasarkan :

- Kenyamanan Thermal

Luas RTH paling optimal (menghasilkan luas RTH terbesar) Kebutuhan RTH

berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 dan Permen PU

No 5 tahun 2008

Kebutuhan RTH untuk tujuan tertentu Kebutuhan RTH

Peta Administrasi, Citra

Quickbird 2012,

GoogleEarth, Data RTH Publik, survei lapang

Pemetaan RTH Eksisting (identifikasi, klasifikasi)

(38)

4 KONDISI UMUM

Letak Geografis dan Administrasi

Kota Ciamis merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Ciamis yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan dan pelayanan di Kabupaten Ciamis. Secara geografis Kota Ciamis terletak pada 7°18’42,64’’ - 7°21’45,90’’ Lintang Selatan dan 108°17’25,72’’ - 108°24’13,98’’ Bujur Timur, dengan batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Sadananya dan Kecamatan Baregbeg - Sebelah Timur : Kecamatan Cijeungjing

- Sebelah Selatan : Kabupaten Tasikmalaya - Sebelah Barat : Kecamatan Cikoneng

Secara administratif wilayah Kota Ciamis mempunyai luas wilayah 5.968,6 ha, terdiri dari 20 desa / kelurahan yang berasal dari 3 kecamatan. Ini berarti wilayah Kota Ciamis sebesar 4,2% dari total wilayah Kabupaten Ciamis. Rincian luas desa/kelurahan dapat dilihat dalam Tabel 4 dan Gambar 8.

Tabel 4 Administrasi dan Luas Wilayah Kota Ciamis

No. Kecamatan Desa / Kelurahan

Luas

4 Ciamis Kelurahan Sindangrasa 329,8 5,53

5 Ciamis Desa Panyingkiran 232,6 3,90

6 Ciamis Desa Pawindan 192,6 3,23

7 Ciamis Kelurahan Linggasari 258,5 4,33

8 Ciamis Kelurahan Ciamis 351,7 5,89

9 Ciamis Kelurahan Benteng 288,0 4,83

10 Ciamis Kelurahan Cigembor 390,6 6,54

11 Ciamis Kelurahan Kertasari 286,5 4,80

12 Ciamis Kelurahan Maleber 235,8 3,95

13 Cijeungjing Desa Dewasari 329,0 5,51

14 Cijeungjing Desa Utama 213,0 3,57

15 Cijeungjing Desa Handapherang 527,7 8,84

16 Baregbeg Desa Mekarjaya 399,3 6,69

(39)

G

am

ba

r

8

P

et

a

B

at

as

W

il

aya

h

K

ot

a

C

ia

m

(40)

Kondisi Fisik Kota Ciamis

Topografi

Wilayah Kota Ciamis terletak pada dataran rendah dengan ketinggian antara 76 sampai 325 meter diatas permukaan air laut dengan pusat kegiatan dan pemerintahan berada pada ketinggian rata – rata 200 mdpl. Sebagaimana wilayah pada dataran rendah lain, Kota Ciamis mempunyai karakteristik wilayahnya relatif datar dengan ketersediaan air yang cukup serta memiliki udara panas.

Kota Ciamis terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datar sampai bergelombang. Kemiringan lereng berkisar antara 2 sampai > 15% dengan sebaran pada wilayah yang termasuk Kecamatan Ciamis dan 15 sampai > 40% tersebar pada wilayah Kecamatan lainya yang berbatasan langsung dengan Kota Ciamis. Sedangkan kemiringan >40% terdapat pada wilayah aliran Sungai Citanduy.

Hidrologi

Kota Ciamis termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Wilayah ini dilalui Sungai Citanduy yang merupakan batas wilayah antara wilayah Kota Ciamis dengan Kabupaten Tasikmalaya. Sungai Citanduy merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat yang mengalir mulai dari Gunung Cakrabuana (hulu) di Kabupaten Tasikmalaya dan bermuara di Sagara Anakan Provinsi Jawa Tengah.

DAS Citanduy secara nasional dikategorikan sebagai DAS kritis dengan indikator kekritisan antara lain adanya fluktuasi debit sungai, tingkat erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi (± 5 juta ton/tahun terbawa oleh sungai Citanduy), serta produktivitas DAS yang relatif rendah.

Tanah

Sebagian besar tanah di Kota Ciamis adalah Ultisols. Jenis tanah ini sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala. Tanah Ultisol ternyata dapat merupakan lahan potensial apabila iklimnya mendukung. Tanah Ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 (Munir, 1996). Melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan teknik budidaya tanaman tumpang sari, terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin maka tanah jenis ini akan mengalami peningkatan produktifitas.

Jenis tanah Inceptisols terdapat pada sebagian kecil wilayah Kota Ciamis, terutama di daerah pinggiran kota seperti di Desa Cisadap, Desa Imbanagara Raya, Desa Imbanagara, Desa Panyingkiran, Desa Pawindan, sebagian Desa Linggasari, sebagian Kelurahan Benteng, serta sebagian kecil Kelurahan Cigembor. Tanah ini termasuk kedalam jenis tanah aluvial. Jenis tanah Inceptisols

kurang cocok untuk dijadikan lahan pertanian, namun cocok untuk tanaman perkebunan.

Iklim dan Curah Hujan

(41)

laut. Menurut klasifikasi iklim Junghun, iklim ini berada ada kisaran ketinggian 0 sampai 600 mdpl. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson, Kabupaten Ciamis pada umumnya mempunyai tipe iklim C (agak basah).

Berdasarkan RTRW Kabupaten Ciamis tahun 2011 – 2032, hampir seluruh wilayah Kota Ciamis memiliki rata – rata curah hujan antara 13,6 – 20,7 mm/hari. Rata-rata curah hujan di wilayah Kota Ciamis selama tahun 2002 – 2012 mempunyai curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 272 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 4,43 mm (Pokja Sanitasi Kab. Ciamis, 2013).

Tabel 5 Curah Hujan Bulanan Kota Ciamis

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rata -

Rata

2002 - - -

-2003 228 348 297 120 131 59 6 7 30 246 498 287 188.1

2004 321 253 354 200 202 100 298 3 79 18 240 225 191.1

2005 - - -

-2006 0 172 127 362 352 45 28 0 1 1 43 258 115.8

2007 220 375 280 366 101 134 17 9 7 312 302 242 197.1

2008 153 199 239 319 64 16 6 11 49 161 262 320 149.9

2009 408 436 359 105 31 0 0 0 0 0 0 0 111.6

2010 - - -

-2011 105 118 203 171 205 36 31 1 0 68 165 126 102.4

2012 - - -

-

Rata-Rata 205 272 266 235 155 55.7 55.1 4.43 23.7 115 216 208 150.8

Sumber : Pokja Sanitasi Kab. Ciamis (2013)

0 50 100 150 200 250 300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Curah Hujan Bulanan

(42)

Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 9 di atas, wilayah Kota Ciamis mempunyai curah hujan tidak merata dan terjadi sepanjang tahun, pada bulan Juni sampai dengan bulan September curah hujan Kota Ciamis mengalami penurunan curah hujan dengan curah hujan paling kecil adalah bulan Agustus.

Data iklim pada Tabel 6 adalah data temperatur, kelembaban relatif dan kenyamanan thermal dari stasiun klimatologi Kecamatan Kawali. Data ini sebagai pembanding keadaan iklim Kota Ciamis mengingat untuk wilayah Kota Ciamis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tidak mempunyai data. Oleh karena itu digunakan data pembanding yaitu Kecamatan Kawali yang merupakan tetangga sekitar 30 km sebelah Utara Kota Ciamis. Karena kurangnya data iklim di wilayah penelitian, maka untuk data temperatur dan kelembaban relatif dilakukan pengukuran langsung di lapangan.

Tabel 6 Suhu, Kelembaban Relatif dan THI Bulanan Wilayah Kecamatan Kawali Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

T (°C) 25 24,6 24,7 24,6 24,7 24,6 24,2 24,1 23,9 24,4 24,5 24,4

RH (%) 82 82 78 81 83 82 80 81 81 83 91 91

THI 24,1 23,7 23,6 23,7 23,9 23,7 23,2 23,2 23,0 23,6 24,1 24,0

Ket: T (Temperatur), RH (Kelembaban Relatif), THI (Kenyamanan Thermal) Sumber : Pokja Sanitasi Kab. Ciamis (2013)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Jan Feb M ar Apr M ei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

Temperat ur (°C) Kelembaban (%) THI

(43)

Kondisi Sosial Kota Ciamis

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kota Ciamis pada Tahun 2012 adalah sebesar 136.294 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk wilayah Kota Ciamis termasuk tinggi. Perkembangan penduduk Kota Ciamis dari tahun 2008 – 2012 mengalami peningkatan sebesar 2.736 jiwa atau sebesar 2,01% pertahunnya. Berikut jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk selengkapnya (Tabel 7 dan Gambar 11).

Tabel 7 Jumlah Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 - 2012

No. Desa/Kelurahan

Sumber : DCKKTR Kab. Ciamis (2012)

126000

(44)

0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 12 Grafik Kepadatan Penduduk Kota Ciamis Tahun 2012

Berasarkan Gambar 12 di atas terlihat bahwa Kelurahan Ciamis merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk terbesar disusul Kelurahan Maleber dan Kelurahan Kertasari. Hal ini sangat beralasan mengingat ketiga wilayah tersebut merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian Kabupaten Ciamis.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kepadatan penduduk ideal maksimal adalah 40 orang per hektar (1000 orang per kilometer persegi). Berdasarkan patokan angka tersebut maka Kelurahan Ciamis dan Kelurahan Maleber melebihi kepadatan ideal. Sementara Kelurahan Kertasari, Desa Imbanagara Raya dan Kelurahan Sindangrasa sudah cukup ideal. Sebagian besar desa / kelurahan di wilayah Kota Ciamis masih dibawah 20 jiwa per hektar.

Penggunaan Lahan

(45)

lain mengalami penurunan. Ini berarti selama 2 tahun telah terjadi alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun.

Penambahan lahan terbangun akan terus berlangsung selama laju pertumbuhan penduduk meningkat. Pembukaan lahan permukiman dan perkantoran baru menambah perubahan lahan terbangun. Sementara lahan terbangun mendominasi tutupan lahan di pusat kota, antara lain di Kelurahan Ciamis, Kelurahan Kertasari, Kelurahan Sindangrasa dan Kelurahan Maleber.

Tabel 8 Komposisi dan Pergeseran Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2010 - 2012

Sumber : DCKKTR Kab. Ciamis (2010)

0

(46)

Ruang Terbuka Hijau Publik

Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) publik Kota Ciamis berdasarkan data dari Dinas Cipta Karya, Kebersihan dan Tata Ruang (DCKKTR) Kabupaten Ciamis tahun 2011 seluas 36,85 ha berupa taman kota, jalur hijau, lapang olah raga, pemakaman, perkebunan dan hutan kota (Tabel 9). Apabila dibandingkan dengan luas wilayah Kota Ciamis yang mencapai 5.964,191 ha (Tabel 2) maka luas RTH publik Kota Ciamis hanya sebesar 0,62% dari luas kota. Hal ini tentu saja belum memenuhi ketentuan sebagaimana disyaratkat dalam Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mensyaratkan proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah kota dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Tabel 9 dan Tabel 10 berikut merupakan data RTH publik eksisting Kota Ciamis.

Tabel 9 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Eksisting di Kota Ciamis

No Nama RTH Jenis RTH Luas (m2)

1 Taman Rafflesia Taman Kota 10.000

2 Taman Anggur Taman Kota 10.000

3 Median Gd Negara Jalur Hijau 90

4 Median Gd DPRD Jalur Hijau 60

5 Median Bilboard Tengah Jalur Hijau 120

6 Median Bilboard Utara Jalur Hijau 94

7 Median Bilboard Selatan Jalur Hijau 260

8 Segitiga Lokasana Jalur Hijau 560

9 Depan Lokasana Taman kota 960

17 Dinas Informatika Taman kota 756

18 Depan Transfer Depo Taman kota 28

19 Bundaran Perempatan Jalan Baru Taman kota 28

20 Stadion Galuh Lapang Olah Raga 141

21 Tugu Atlit Taman kota 510

22 Gayam Taman kota 90

23 Depan Pasar Hewan Taman kota 124

24 Median Depan Ruko Jalur Hijau 330

25 Median Depan Terminal Jalur Hijau 150

26 Segitiga GGT Taman kota 75

27 Median Stadion Jalur Hijau 105

28 Median Jalan Pahlawan Jalur Hijau 2.100 29 Batas Kota Imbanagara Taman kota 1.838

(47)

No Nama RTH Jenis RTH Luas (m2)

31 TPU Sikuraja Pemakaman 10.000

32 TPU Pemakaman 10.000

33 TPU Taman Makam Pahlawan Pemakaman 33.000

34 TPU Cidudu Pemakaman 20.000

35 TPU Pemakaman 15.000

36 TPU Pemakaman 10.000

37 TPU Pemakaman 30.000

38 TPU Pemakaman 10.000

39 Jambansari Pemakaman 10.000

40 Perkebunan Perkebunan kota 15.000

41 Perkebunan Perkebunan kota 15.000

42 Perkebunan Perkebunan kota 10.000

43 Perkebunan Perkebunan kota 50.000

44 Taman Lokasana Taman kota 20.000

45 Hutan Kota Selamanik Hutan Kota 21.000 46 Hutan Kota Ciwahangan Hutan Kota 25.000

47 Hutan Kota Cigembor Hutan Kota 12.116

Jumlah 359.099

Sumber : DCKKTR Kab. Ciamis (2011)

Tabel 10 Luas RTH Publik Eksisting di Kota Ciamis

No. Jenis RTH Luas (m2) Persentase

(%)

1 Hutan Kota 58.116 16,18

2 Taman Kota 29.533 8,22

3 Jalur Hijau 3.309 0,92

4 Lapangan Olahraga 20.141 5,61

5 Pemakaman 158.000 44,00

6 Perkebunan Perkotaan 90.000 25,06

Jumlah 359.099 100,00

(48)

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000

Hutan Kota Taman Kota Jalur Hijau Lapang

Olahraga

Pemakaman Perkebunan Perkotaan

Jenis RTH

L

u

as

R

T

H

(m

2

)

Jenis RTH

Gambar 14 Jenis RTH Publik Eksisting Kota Ciamis

(49)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI RTH EKSISTING

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Ciamis pada prinsipnya telah dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui Organisasi Perangkat Daerah. Namun pengelolaan RTH tersebut masih bersifat sektoral, artinya belum ada pengelolaan RTH secara terpadu. Selain itu identifikasi RTH di Kota Ciamis masih bersifat tabular, belum adanya data spasial kondisi RTH Kota Ciamis. Surat Keputusan Bupati Ciamis mengenai Ruang Terbuka Hijau masih terbatas pada penunjukan sebagai RTH Hutan Kota yang selama ini dikelola oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) melalui Surat Keputusan Bupati Ciamis Nomor 522/Kpts.896-Huk/2007 Tanggal 26 Desember 2007 tentang Penunjukan Tempat Tempat Tertentu sebagai Kawasan Hutan Kota Kabupaten Ciamis. Sedangkan RTH lain seperti RTH taman kota, jalur hijau dan lain lain belum ditetapkan sebagai RTH dalam surat keputusan.

Berdasarkan hasil interpretasi Citra Satelit Quickbird tahun 2012 dan Citra Google Earth (CNES / Astrium) akuisisi tanggal 5 Januari 2014, komposisi penggunaan lahan dan sebaran RTH Kota Ciamis tahun 2014 dapat dilihat dalam Gambar 15 dan Gambar 16.

Penggunaan lahan Kota Ciamis secara umum dapat dibagi kedalam 5 (lima) kategori yaitu RTH Publik (Hutan Kota, RTH Sempadan Sungai, RTH Sempadan Kereta Api, Perkebunan di Lahan Pemerintah, Lapangan Olahraga, Taman Kota, Jalur Hijau dan Pemakaman Umum), RTH Privat (Perkebunan, Persawahan dan Tegalan / Ladang), Lahan Terbangun (Permukiman, Perdagangan / Jasa, Sekolah / Sarana Pendidikan, Kantor Pemerintah, Sarana Pelayanan Umum, Pasar / Terminal, Kompleks Militer), TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah dan Tubuh Air (Sungai, Kolam / Situ).

(50)

G

am

ba

r 15

K

om

pos

is

i da

n

S

eba

ra

n

R

T

H

K

ot

a

C

ia

m

is

T

ah

un

(51)

0

Gambar 16 Komposisi Penggunaan Lahan Kota Camis Tahun 2014 Tabel 11 Penggunaan Lahan Kota Ciamis Tahun 2014

RTH

1 Imbanagara Raya 9,7 133,1 56,7 0,9 200,3

2 Imbanagara 14,8 167,4 58,3 0,5 241,0

3 Cisadap 20,3 311,0 41,9 2,8 376,0

4 Sindangrasa 31,7 196,0 96,0 6,3 329,8

5 Panyingkiran 21,9 144,1 62,5 4,1 232,6

6 Pawindan 22,8 113,6 52,1 4,2 192,6

7 Linggasari 32,9 170,2 45,6 9,7 258,5

8 Benteng 23,5 199,6 53,0 11,9 288,0

9 Ciamis 29,8 112,1 205,0 4,8 351,7

10 Maleber 29,0 75,8 128,4 2,6 235,8

11 Mekarjadi 18,7 134,8 64,5 2,7 220,7

12 Mekarjaya 7,0 330,9 58,0 3,3 399,3

13 Sukajadi 12,8 127,3 72,1 3,1 215,4

14 Utama 12,3 141,6 52,2 6,9 213,0

15 Sukamaju 23,8 279,4 65,2 6,0 374,4

16 Baregbeg 10,5 230,1 59,9 5,3 305,7

17 Kertasari 80,2 79,7 119,6 6,9 286,5

18 Cigembor 45,6 263,7 63,6 17,7 390,5

19 Dewasari 23,6 240,3 64,1 1,1 329,0

20 Handapherang 35,7 417,1 60,9 2,7 11,4 527,7

506,5 3867,8 1479,5 2,7 112,2 5968,6

Gambar

Tabel 3    Jenis dan Sumber Data
Gambar 6  Peralatan yang digunakan dalam Pengamatan Lapangan
Tabel 7    Jumlah Penduduk Kota Ciamis Tahun 2008 - 2012
Tabel 9 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perhitungan dengan persamaan Gerarkis maka untuk tahun 2015 luas RTH yang dibutuhkan Kota Semarang untuk mencukupi kebutuhan oksigen kota yaitu 12.473 Ha dan

Dengan demikian diperlukan adanya pengendalian penggunaan lahan dari segi ketersediaan RTH yang diawali dengan menganalisis pola sebaran, jenis dan karakteristik

Kota Surakarta memiliki prospek dan potensi yang cukup besar dalam pengembangan eksisting Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di dukung dengan komitmen yang kuat

Pertama, Perhitungan kebutuhan RTH disesuaikan dengan karakteristik masing- masing kota; kedua, Kebutuhan luasan RTH Publik di kawasan perkotaan adalah minimal 10%

Perlu adanya penambahan luas RTH lagi di Kota Probolinggo untuk mengotimalkan penyediaan RTH dari segi penyerapan emisi CO 2 dan pemenuhan kebutuhan oksigen. Perlu adanya

Berbagai fenomena RTH yang meliputi sebaran vegetasi, komposisi jenis vegetasi, kerapatan pohon, dan keadaan sebaran vegetasi, serta kondisi iklim mikro seperti

Suatu penelitian yang bertujuan memberikan arahan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Khatulistiwa Pontianak telah dilakukan.. Penelitian terdiri dari 3 bagian

Menentukan kebutuhan luas RTH berdasarkan kebutuhan oksigen suatu kota dapat digunakan pendekatan metode Gerakis (1974) yang memperhitungkan kebutuhan ruang terbuka hijau dari