• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Landak Jawa (Hystrix javanica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Landak Jawa (Hystrix javanica)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA

LANDAK JAWA (

Hystrix javanica

)

OKI KURNIAWAN NUR CAHYO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Landak Jawa (Hystrix javanica) adalah karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

(3)

OKI KURNIAWAN NUR CAHYO. Anatomy of Muscles in Pelvic and Thigh Region of Javan Porcupine (Hystrix javanica). Under direction of SUPRATIKNO and SRIHADI AGUNGPRIYONO.

This study was conducted to observe the anatomical structure of pelvic and thigh muscles in Javan porcupine included their origins and insertions in order to describe the possible functions of each muscles. This study used two specimen of adult male porcupines preserved in 10% formalin. Observations carried out by observing the outer morphology of pelvic and thigh regions. Determination of structures, origins, and insertions of each muscles was done by dissecting the superficial and deep layers and the muscles were named according to the Nomina Anatomica Veterinaria 2005. The muscles which found in pelvic and thigh regions were the cutaneous, psoas minor, iliopsoas (psoas major and iliacus venter lateral et medial), quadratus lumborum, tensor fasciae latae, gluteus superficialis, gluteus medius, piriformis, gluteus profundus, biceps femoris, abductor cruris caudalis, semitendinosus, semimembranosus, quadriceps femoris (vastus lateralis, rectus femoris, vastus intermedius, and vastus medialis), gemelli, obturatorius externus, obturatorius internus, sartorius, gracilis, pectineus, adductor longus, and adductor magnus et brevis. The results showed that Javan porcupine has unique structure of pelvic and thigh muscles that is the prominent of cutaneous muscle was extended up to the pelvic and thigh regions, the quadratus lumborum with two bellies, and the course of biceps femoris and semitendinosus which reached up to the sacrum and coccygeal regions. The structure of these pelvic and thigh muscles are sugested to be related with the adaptation and behavior of Javan porcupine during erecting the quills, rattling the tail quills, rushing enemies, and digging burrows.

(4)

OKI KURNIAWAN NUR CAHYO. Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Landak Jawa (Hystrix javanica). Dibimbing oleh SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.

Indonesia memiliki kekayaan hayati yang sangat beragam, salah satunya adalah landak Jawa (Hystrix javanica). Landak Jawa merupakan salah satu hewan yang berpotensi sebagai satwa harapan karena perdagingannya yang tebal dan durinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan. Potensi landak Jawa sebagai satwa harapan perlu ditunjang oleh informasi yang menyeluruh, salah satunya adalah aspek anatomi. Anatomi tidak hanya menggambarkan ukuran, bentuk, struktur, serta letak jaringan dan organ, tetapi juga menghubungkannya dengan pola perilaku dan adaptasinya. Pada penelitian ini, aspek fungsional yang berhubungan dengan anatomi landak Jawa difokuskan pada daerah panggul dan paha. Penelitian ini bertujuan mempelajari anatomi otot daerah panggul dan paha landak Jawa yang dibandingkan dengan literatur. Selain itu dilakukan pendugaan fungsi dari otot-otot tersebut serta dipelajari potensi perdagingannya. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memperkaya data biologi landak Jawa sehingga lebih memahami pola perilaku yang penting dalam upaya konservasi dan budidaya.

Penelitian ini menggunakan dua ekor landak Jawa jantan dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Penelitian ini dilakukan dengan memreparir otot-otot daerah panggul dan paha untuk menentukan struktur, ukuran relatif, origo, dan insersio masing-masing otot. Penamaan otot-otot yang ditemukan dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2005. Otot-otot daerah panggul dan paha landak Jawa yang ditemukan kemudian dibandingkan dengan literatur mengenai otot-otot pada daerah panggul dan paha hewan lain seperti anjing, babi, dan pemamah biak.

Daerah panggul dan paha landak Jawa ditunjang oleh m. cutaneous yang sangat lebar dan tebal dengan arah serabut kaudodorsal. Otot-otot pada daerah panggul dan paha landak Jawa dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: 1). Kelompok otot gelang panggul meliputi m. psoas minor, m. iliopsoas (m. psoas major dan m. iliacus venter lateral et medial), dan m. quadratus lumborum. 2). Kelompok otot paha lateral meliputi m. tensor fasciae latae, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. piriformis, m. biceps femoris, m. abductor cruris caudalis, m. semitendinosus, m. semimembranosus, m. quadriceps femoris (m. vastus lateralis, m. rectus femoris, m. vastus intermedius, dan m. vastus medialis), mm. gemelli, m. obturatorius externus, dan m. obturatorius internus. 3). Kelompok otot paha medial meliputi m. sartorius, m. gracilis, m. pectineus, m. adductor longus, dan m. adductor magnus et brevis.

M. cutaneous merupakan otot yang lebar dan tebal pada landak Jawa. Otot ini memiliki arah serabut kaudodorsal dan berfungsi sebagai tempat menancap dan menarik duri pertahanan ke atas (penegang) ketika terancam.

(5)

landak otot ini diduga berperan dalam menghempaskan daerah panggul dan ekor untuk menyerang musuh.

Landak Jawa memiliki m. quadratus lumborum yang berbeda dibandingkan pada anjing, babi, dan pemamah biak. Pada landak Jawa otot ini unik karena terbagi menjadi venter medial dan venter lateral yang tidak dimiliki oleh struktur m. quadratus lumborum pada hewan lainnya. Dengan adanya m. quadratus lumborum venter lateral pada landak Jawa diduga otot ini berfungsi memperkuat kerja m. iliopsoas untuk memfleksor collumna vertebralis ke lateral.

M. tensor fasciae latae merupakan otot yang berbentuk segitiga, lebar, dan tebal dengan origo pada tuber coxae dan fascia glutea. Pada bagian kranial otot ini bersatu dengan m. sartorius pars cranialis. Otot ini mempunyai fungsi sebagai fleksor persendian paha dan ekstensor persendian lutut secara maksimal yang diduga berperan pada saat aktivitas menggali tanah dan meninggikan daerah panggul dalam posisi menungging untuk menyerang musuh.

M. gluteus superficialis merupakan otot yang relatif pendek dan tebal serta terletak profundal dari m. tensor fasciae latae. Landak Jawa memiliki m. gluteus superficialis yang terpisah dari otot lainnya sama seperti pada anjing.

M. gluteus medius merupakan otot yang panjang, tebal, dan besar pada landak Jawa. Ukuran yang tebal pada otot ini diduga berkaitan dengan tuntutan gerakan retraksi yang kuat pada saat landak menggali dan mengeluarkan tanah dari lubang penggalian. Pada bagian profundal otot ini untuk sebagian bersatu dengan insersio dari m. gluteus profundus.

M. piriformis berukuran relatif pendek namun agak tebal pada landak Jawa. Otot ini memiliki venter yang membulat dan terletak di kaudal dari m. gluteus medius dengan origo terdapat pada fascia glutea. Pada landak Jawa otot ini diduga berfungsi menunjang fungsi m. gluteus medius.

M. gluteus profundus merupakan otot yang tebal dan terletak paling profundal di antara kelompok otot gluteal. Otot ini untuk sebagian bersatu dengan m. gluteus medius di bagian insersionya dan berfungsi menunjang m. gluteus medius dalam gerakan abduksi kaki belakang.

M. biceps femoris pada landak Jawa berbeda dengan hewan lain terutama pada caput sacrale nya karena memiliki origo yang mencapai daerah sakrum dan ekor (caput sacrale). Origo yang mencapai daerah sakrum dan ekor diduga menunjang gerakan menghempaskan panggul dan ekor untuk menyerang serta menggerakkan ekor secara cepat dan ritmis untuk menghasilkan suara berderik.

M. abductor cruris caudalis memiliki ukuran yang relatif sangat panjang namun sangat tipis pada landak Jawa. Otot ini berfungsi sebagai penunjang yang kurang signifikan bagi fungsi abduksi dari m. biceps femoris.

(6)

M. quadriceps femoris merupakan otot yang relatif besar, tebal, dan cembung serta terdiri atas empat otot yaitu m. vastus lateralis, m. rectus femoris, m. vastus intermedius, dan m. vastus medialis. Fungsi otot ini adalah sebagai ekstensor lutut pada saat mencapai posisi menungging untuk menyerang musuh dan posisi bipedal pada saat kopulasi. Posisi bipedal dapat dicapai jika m. quadriceps femoris berkontraksi sinergis dengan kelompok otot-otot gluteal.

M. gemelli pada landak Jawa dipisahkan oleh insersio m. obturatorius internus menjadi m. gemelli superior dan m. gemelli inferior. Otot ini berfungsi untuk memutar kaki belakang ke lateral yang berperan pada saat aktivitas menggali tanah dan menjilati regioinguinal.

M. obturatorius externus memiliki struktur yang mirip dengan pada anjing, babi, dan pemamah biak. Otot ini berfungsi untuk memutar kaki belakang ke lateral sehingga pada landak Jawa diduga menunjang fungsi dari m. gemelli dan m. obturatorius internus pada saat gerakan abduksi kaki belakang.

M. obturatorius internus pada landak Jawa memiliki struktur yang mirip dengan pada anjing karena otot ini keluar dari ruang panggul melalui insicura ischiadica minor untuk mencapai insersionya di fossa trochanterica. Otot ini berfungsi untuk memutar kaki belakang ke lateral dan menunjang gerakan abduksi kaki belakang pada saat menggali tanah dan menjilati regio inguinal.

M. sartorius terbagi menjadi dua otot yaitu m. sartorius pars cranialis dan m. sartorius pars caudalis. Otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian paha, ekstensor persendian lutut, dan adduktor kaki belakang.

M. gracilis merupakan otot yang sangat lebar dan menutupi sebagian besar bidang medial paha. Pada landak Jawa otot ini memiliki insersio yang lebih ke distal pada tuberositas tibiae dan crista tibiae sehingga berfungsi sebagai ekstensor persendian paha, fleksor persendian lutut, dan adduktor kaki belakang.

M. pectineus memiliki bentuk segitiga, besar, dan tebal pada landak Jawa. Otot ini berfungsi memperkuat kerja m. adductor dalam mengadduksi kaki belakang. Gerakan adduksi kaki belakang diduga bekerja pada saat menggali dan membuang tanah dari lubang penggalian.

M. adductor terbagi menjadi m. adductor magnus et brevis dan m. adductor longus. Secara keseluruhan otot ini berfungsi sebagai adduktor utama paha dan ekstensor persendian paha. Gerakan ekstensor persendian paha dan adduktor kaki belakang berperan pada saat landak menggali tanah.

Landak Jawa memiliki struktur otot-otot daerah panggul dan paha yang unik karena ditunjang oleh m. cutaneous yang sangat lebar dan membentang hingga ke daerah panggul dan paha, m. quadratus lumborum yang terbagi menjadi dua venter, serta m. biceps femoris dan m. semitendinosus yang berorigo hingga ke daerah sakrum dan ekor. Keunikan struktur otot-otot daerah panggul dan paha pada landak Jawa berkaitan erat dengan adaptasi dan perilakunya pada saat menegakkan duri, menghasilkan suara berderak dari duri ekor, menghempaskan panggul dan ekor untuk menyerang, serta menggali tanah.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

ANATOMI OTOT DAERAH PANGGUL DAN PAHA

LANDAK JAWA (

Hystrix javanica

)

OKI KURNIAWAN NUR CAHYO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

NIM : B04080060

Disetujui,

drh. Supratikno, M.Si, PAVet drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K)

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Diketahui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 ini ialah tentang anatomi landak Jawa, dengan judul “Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Landak Jawa (Hystrix javanica)”.

Selama penyelesaian skripsi ini Penulis menyadari begitu banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drh. Supratikno, MSi, PAVet selaku Pembimbing Utama atas segala waktu, pikiran, motivasi, saran, bantuan, dan kesabaran yang telah diberikan selama penelitian ini berlangsung sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K) selaku Pembimbing Kedua yang atas segala waktu, saran, pikiran, dan motivasi yang telah diberikan. 3. Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet, Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K), Dr.

Drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet, dan Dr. Drh. Savitri Novelina, MSi, PAVet. 3. Dr. Drh. Hera Maheshwari, MSc. sebagai Pembimbing Akademik atas

dukungan yang telah diberikan.

3. Pak Kholid, Mas Bayu, Mas Rudi yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung.

4. Papa, Mama, dan Adikku Aini, Aisah atas bantuan, semangat, doa, dan dorongan yang telah diberikan.

5. Teman-teman Avenzoar FKH 45 dan teman-teman satu penelitian atas semangat dan dorongan yang telah diberikan.

6. Lusi Anindia Rahmawati yang selama ini selalu memberikan semangat dan menjadi tempat curahan hati Penulis.

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para Pembaca.

Bogor, Oktober 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 31 Oktober 1989 dari Bapak Agung Priyono dan Ibu Sri Mulyani. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal Penulis dimulai dari MI Islamiyah Madiun yang lulus pada tahun 2002. Kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 3 Madiun dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan SMA Penulis selesaikan di SMA Negeri 2 Madiun pada tahun dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan pendidikan ke IPB pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB). Mayor yang dipilih Penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).

(12)

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Landak Jawa ... 5

2.2 Morfologi Landak Jawa ... 7

2.3 Status Konservasi dan Potensi Budidaya Landak Jawa ... 7

2.4 Habitat dan Penyebaran Landak Jawa ... 9

2.5 Tingkah Laku Landak Jawa ... 10

2.6 Struktur Umum Otot Kerangka ... 11

2.7 Struktur Otot Daerah Panggul dan Paha pada Anjing dan Babi ... 12

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 15

4.1.1 Morfologi luar landak Jawa ... 15

4.1.2 Kelompok otot gelang panggul ... 16

4.1.3 Kelompok otot paha lateral ... 18

4.1.4 Kelompok otot paha medial ... 25

4.2 Pembahasan ... 28

5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

(13)

Halaman

1 Klasifikasi famili Hystricidae (old world porcupine) ... 6

2 Otot gelang panggul landak Jawa ... 17

3 Otot paha lateral landak Jawa ... 20

(14)

Halaman

1 Landak Jawa (H. javanica) ... 5

2 Beberapa spesies landak ... 6

3 Peta persebaran H. javanica di Indonesia ... 10

4 Morfologi luar landak Jawa ... 15

5 Situasi otot kulit daerah panggul dan paha ... 16

6 Otot-otot gelang panggul ... 18

7 Otot-otot paha lateral lapis superfisial ... 23

8 Otot-otot paha lateral lapis profundal ... 24

9 Otot-otot paha lateral lapis profundal setelah m. vastus lateralis dikuakkan ... 24

10 Otot-otot paha medial lapis superfisial ... 26

11 Otot-otot paha medial lapis profundal ... 27

12 Perilaku mempertahankan diri pada landak ... 32

(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati di Indonesia merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Indonesia sendiri saat ini tercatat sebagai negara megabiodiversitas karena kekayaan hayatinya yang sangat beragam mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah tidak kurang dari 7,7 juta km2 serta meliputi luas daratan yang mencapai 1,9 juta km2 (Supriatna 2008). Wilayah Indonesia yang sangat luas inilah yang kemudian menciptakan keragaman ekosistem dan diversitas fauna dengan endemisme yang tinggi (Wibowo 1996). Kekayaan hayati ini harus selalu dijaga dan dilestarikan agar tidak terjadi kepunahan. Diharapkan upaya pelestarian yang dilakukan dapat dimanfaatkan secara tepat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia di masa yang akan datang.

Salah satu kekayaan satwa di Indonesia dan merupakan satwa endemis Pulau Jawa adalah landak Jawa (Hystrix javanica). Menurut Lunde dan Aplin (2008) dalam IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), landak Jawa termasuk kategori least concern yang berarti kurang diperhatikan statusnya. Begitu pula CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) memasukkan landak Jawa dalam daftar appendix III yang artinya belum termasuk kategori terancam punah (CITES 2008).

(16)

Landak Jawa merupakan spesies yang unik karena duri-duri yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya. Duri-duri tersebut merupakan salah satu dari derivat dari kulit yaitu modifikasi kulit yang mengalami keratinisasi (McKittrick et al. 2012). Selain itu, hewan ini memiliki ukuran panjang kaki serta ekor yang berukuran pendek hingga sedang. Menurut Lunde dan Aplin (2008) spesies ini termasuk ke dalam hewan plantigradi dan hidup di dataran rendah seperti semak belukar, padang rumput, ladang pertanian, serta perkebunan sehingga sering dianggap sebagai hama pertanian. Di alam landak Jawa memenuhi kebutuhan pakannya dengan memakan buah-buahan, umbi-umbian, kecambah, dan biji-bijian yang banyak terdapat di dataran rendah (Phillips 1971).

Salah satu aspek penelitian yang dapat dilakukan pada landak Jawa adalah mengenai anatomi. Aspek ini menjadi penting karena pengetahuan anatomi berhubungan erat dengan berbagai ilmu yang terkait seperti ilmu bedah eksperimental, embriologi, fisiologi, patologi, dan paleontologi yang semua ilmu tersebut memerlukan penguasaan terhadap pengetahuan anatomi secara baik (Hildebrand 1974). Anatomi tidak hanya mengambarkan ukuran, bentuk, struktur, dan letak berbagai jaringan dan organ, tetapi juga menghubungkannya dengan proses pekerjaan dan adaptasi yang dilakukan dalam rangka kerjasama keseluruhan bagian organisme secara harmonis. Pada penelitian ini, aspek fungsional yang berhubungan dengan anatomi landak Jawa difokuskan pada anatomi otot daerah panggul dan paha.

Pada hewan, kaki belakang merupakan bagian tubuh yang penting dalam menunjang fungsi lokomosi atau pergerakan bagi hewan. Sebagai alat lokomosi, kaki belakang lebih banyak berfungsi sebagai penghasil tenaga pendorong tubuh pada waktu berjalan atau berlari. Selain itu pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh kaki depan dan kaki belakang memungkinkan hewan untuk dapat mencari makan, mempertahankan diri, mencari tempat perlindungan, dan melakukan perkawinan (Sigit 2000). Setiap hewan memiliki perkembangan kaki belakang yang berbeda tergantung kepada jenis hewan, susunan dan struktur tulang dan otot, tingkah laku, dan pola adaptasinya di lingkungan.

(17)

lima buah jari pada masing-masing kakinya, menggunakan keempat kakinya untuk berjalan (kuadrupedal), dan berjalan dengan telapak kaki menapak sepenuhnya di atas permukaan tanah (plantigradi) (Phillips 1971). Selain sebagai hewan plantigradi, landak disebut sebagai hewan fossorial karena kemampuannnya dalam membuat lubang dengan menggali tanah untuk tempat beristirahat dan berlindung pada siang hari (Nowak 1999; Michael et al. 2003).

Sebagai hewan plantigradi, landak Jawa memiliki hambatan berupa gaya gesek yang besar dengan bidang tumpuan sehingga pergerakannya menjadi lambat. Selain itu, ukuran tubuh yang gemuk dan kaki-kaki yang pendek menyebabkan landak Jawa tidak dapat berlari cepat dengan keempat kakinya. Untuk menyiasati kekurangan ini, landak memiliki mekanisme pertahanan diri yang unik dengan cara menegakkan duri-durinya, menghasilkan suara berderik dari duri ekor, dan menghempaskan bagian belakang tubuhnya untuk menyerang musuh (Vaughn et al. 2000).

Sebagai bentuk upaya adaptasinya di dataran rendah, landak Jawa memiliki kemampuan yang baik dalam menggali dan membuat lubang di dalam tanah sebagai sarangnya. Aktivitas ini secara anatomis melibatkan gerak aktif baik kaki depan maupun kaki belakang. Aktivitas menggali tersebut dilakukan secara cepat oleh kaki depan untuk menguraikan tanah sebelum pada akhirnya tanah akan dibuang dan dikeluarkan dari area penggalian dengan menggunakan kaki belakang (Feldhamer et al. 1999). Adaptasi dan kemampuan landak Jawa dalam mempertahankan diri dan menggali lubang di dalam tanah perlu ditunjang oleh struktur anatomis yang dapat mendukung aktivitasnya. Selain itu, landak Jawa juga membutuhkan kekuatan otot-otot panggul dan kaki belakang yang besar. Sehingga, pada landak Jawa diduga terjadi suatu peningkatan ukuran dan kekuatan struktur perototan kaki belakang terutama daerah panggul dan paha untuk menunjang tingkah lakunya tersebut.

(18)

dapat dilakukannya seperti pada saat menggali tanah, menegakkan duri, menyerang musuh, berjalan, dan penentu postur tubuh pada aktivitas lainnya. Selain itu, data dasar anatomi yang diperoleh juga dapat digunakan untuk mengetahui perbandingan perdagingannya dengan hewan lain.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari anatomi otot daerah panggul dan paha landak Jawa yang dibandingkan dengan literatur mengenai anatomi otot daerah panggul dan paha pada hewan lain seperti anjing, babi, dan pemamah biak. Selain itu juga dilakukan pendugaan fungsi dari otot-otot tersebut yang dikaitkan dengan pola perilaku dan adaptasinya di dataran rendah serta dipelajari potensi perdagingan hewan ini sebagai satwa harapan.

1.3 Manfaat Penelitian

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Landak Jawa

Landak Jawa (H. javanica) termasuk ke dalam hewan mamalia yang mengerat sehingga dalam taksonomi diklasifikasikan sebagai ordo Rodentia. Landak Jawa tergolong ke dalam famili Hystricidae dan termasuk ke dalam Old World Porcupine yang terdiri atas 3 genus dan 11 spesies. Hewan ini hidup di daerah dataran rendah dan merupakan rodensia dengan ukuran yang besar. Berikut ini dapat dilihat morfologi secara umum landak Jawa pada Gambar 1.

Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) (Boudet 2008).

Menurut Nowak (1999) landak Jawa termasuk ke dalam genus Hystrix dengan nama latin Hystrix javanica. Spesies ini masuk ke dalam subfamili Hystricinae, famili Hystricidae. Landak Jawa termasuk ke dalam subordo Hystricomorpha, ordo Rodentia (DeBlase dan Robert 1981). Secara sistematis klasifikasi landak Jawa adalah sebagai berikut:

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Hystricomorpha

Famili : Hystricidae

Subfamili : Hystricinae

Genus : Hystrix

(20)

Klasifikasi famili Hystricidae terbagi menjagi 3 genus utama yaitu Trichys, Atherurus, dan Hystrix. Hystrix merupakan genus yang sangat terspesialisasi dan terbagi menjagi 3 subgenus yaitu Hystrix, Acanthion, dan Thecurus (Weers 2005). Pada Tabel 1 berikut ini dapat dilihat klasifikasi landak Jawa (H. javanica) pada tingkatan genus Hystrix dan subgenus Acanthion.

Tabel 1 Klasifikasi famili Hystricidae (Old World Porcupine) (Weers 2005; Nowak 1999)

Genus Sub genus Spesies

Trichys - Trichys fasciculata

Atherurus - Atherurus africanus

Atherurus macrourus

Hystrix Hystrix

Acanthion

Thecurus

Hystrix cristata

Hystrix africaeaustralis Hystrix indica

Hystrix (Acanthion) brachyura

Hystrix (Acanthion) javanica

Hystrix (Thecurus) sumatrae Hystrix (Thecurus) crassispinis Hystrix (Thecurus) pumila

Selain landak Jawa, penyebaran berbagai jenis landak lain di Afrika dan Asia Tenggara meliputi Crested porcupine (Hystrix cristata), Malayan porcupine atau landak raya (Hystrix brachyura), Sumatran porcupine (Hystrix sumatrae), dan Bornean porcupine (Hystrix crassispinis) (Weers 2005). Berikut ini morfologi umum jenis landak lain yang tersebar di Afrika dan Asia Tenggara yang membedakannya dengan morfologi umum landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Beberapa spesies landak. a. Hystrix cristata, b. Hystrix brachyura, c. Hystrix sumatrae, d. Hystrix crassispinis (Myers 2012).

b. a.

(21)

2.2 Morfologi Landak Jawa

Landak Jawa (H. javanica) atau Javan porcupine atau biasa dikenal juga sebagai landak ekor pendek Jawa (Javan short-tailed porcupine) merupakan satwa endemis pulau Jawa. Landak Jawa ditemukan oleh F. Cuvier pada tahun 1823 di Jawa. Landak Jawa memiliki rata-rata bobot badan seberat 10 kg dengan panjang tubuh berkisar antara 45,5-73,5 cm dan panjang ekornya berkisar antara 6-13 cm (Gale 2004). Hewan ini memiliki kaki-kaki yang pendek, berjalan menumpu pada telapak (plantigradi), baik pada kaki depan dan belakang memiliki lima buah jari, namun digit pertama pada kaki depan mengalami rudimenter (Nowak 1999).

Landak Jawa memiliki karakteristik bagian tubuh atas yang ditutupi oleh rambut-rambut yang sangat keras berbentuk silinder yang menyerupai duri tajam, berwarna hitam yang melingkarinya atau coklat gelap dan putih. Duri-duri tajam ini digunakan sebagai alat pertahanan diri. Sedangkan pada bagian bawah terlihat tubuhnya tertutupi oleh rambut-rambut pendek berwarna hitam dan terasa agak kasar (Farida dan Roni 2011). Landak dewasa dapat memiliki kurang lebih 30.000 batang duri pada tubuhnya. Menurut Sheila (2011) duri landak Jawa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu duri pipih, duri sejati, duri transisi, dan duri berderak. Berdasarkan pola distribusi, duri pipih terdapat pada regio kepala dan leher, dorsal scapula, thoraks bagian kranial, dan ventral abdomen. Pada duri sejati terdapat di regio thoraks bagian kaudal, lumbal, dorsal femur, pangkal coccygeal, dan median coccygeal. Sedangkan duri transisi hanya terdapat di lumbal, pangkal coccygeal, dan median coccygeal serta duri berderak yang hanya terdapat pada regio apical coccygeal dan dapat berderik seperti halnya ular derik. Bunyi derik tersebut berfungsi untuk mengancam predator landak (Findlay 1977).

2.3 Status Konservasi dan Potensi Budidaya Landak Jawa

(22)

yang terancam punah, memasukkan landak Jawa ke dalam daftar appendix III yang artinya dianggap belum termasuk kategori terancam punah (CITES 2008).

Landak Jawa bagi beberapa masyarakat di Indonesia dapat dikonsumsi karena perdagingannya yang tebal, dagingnya bertekstur lembut, seratnya halus, dan rendah lemak (Aripin dan Mohammad 2008). Meskipun belum terbukti secara ilmiah, daging landak juga dipercaya sebagai obat tradisonal untuk mencegah keropos tulang; hati dan empedunya berkhasiat menghilangkan sakit asma, dan gerusan duri untuk obat sakit gigi dan bisul (Wardi et al. 2011). Bahkan landak Jawa telah menjadi salah satu menu khas di daerah Karanganyar, Jawa Tengah yaitu sate landak disamping sate kelinci yang sudah populer terlebih dahulu. Namun, hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging landak Jawa tersebut masih banyak diperoleh melalui perburuan liar. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka kelestarian populasi landak Jawa di alam akan semakin menurun dan dapat terancam punah.

Dari segi kehalalan, landak Jawa dapat ditinjau dari aspek morfologinya yaitu tidak memiliki gigi taring dan tidak bercakar. Selain itu, kehalalannya dapat didasarkan pada Surat Al Baqarah: 29 “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu”, dan dalam Surah Al Baqarah: 168 “Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi”, serta Surat Al

An'am: 110 “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya”. Dari ketiga Surat dapat dipahami bahwa semua yang ada di bumi ini dapat dimakan kecuali terdapat pengecualian tertentu. Apabila tidak ada dalil yang mengecualikan suatu makanan dari keumumannya (bahwa makanan itu haram), maka makanan tersebut tetap pada hukum asalnya, yaitu mubah atau boleh dikonsumsi.

(23)

populasi landak raya ini tentunya dilakukan oleh pihak Malaysia dengan cara sistem pembiakan teratur dan aplikasi bioteknologi pembiakan terkini sehingga dapat meningkatkan kegunaan spesies ini secara lestari (Aripin dan Mohammad 2008). Didasarkan pada contoh tersebut maka dapat dimungkinkan pula jika usaha pelestarian dan pemanfaatan yang sama dapat diterapkan pada landak Jawa. Pemanfaatan landak tidak hanya terbatas pada pemanfaatan dagingnya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Namun, duri-duri yang diperoleh dari landak dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan yang indah dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan dari corak duri landak seperti hitam putih, belang putih hitam, dan belang putih hitam putih yang sangat menarik (Vaughn et al. 2000). Contoh kerajinan tangan yang dapat dibuat adalah dekorasi lampu, kaca, tempat tissue, gelang, kalung, dan sebagainya. Pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan sehingga usaha pengelolaan dan pelestarian jumlah populasi landak Jawa dapat dilakukan dengan baik.

2.4 Habitat dan Penyebaran Landak Jawa

Landak Jawa memiliki daerah penyebaran meliputi Pulau Jawa dan merupakan hewan endemis pulau tersebut (Farida dan Roni 2011). Selain itu juga, menurut Lunde dan Aplin (2008) spesies ini tersebar di wilayah yang lebih luas meliputi Jawa, Bali, Sumbawa, Flores, Lombok, Madura, dan pernah dilaporkan di Sulawesi pada akhir tahun 1800. Penyebaran yang lebih luas menurut Lunde dan Aplin (2008) terhadap landak Jawa ini dimungkinkan karena adanya perdagangan dan pengenalan (introduksi) hewan ini di luar Pulau Jawa yang dibawa oleh masyarakat.

(24)

Gambar 3 Peta persebaran H. javanica di Indonesia (modifikasi Weers 2005).

2.5 Tingkah Laku Landak Jawa

Landak memiliki empat buah kaki yang berukuran pendek dan ketika berjalan maka bagian telapak kaki dan tumit dijejakkan sepenuhnya ke tanah atau lantai (Phillips 1971). Landak mempunyai bentuk tubuh yang bulat lonjong dan cenderung untuk bergerak secara lambat. Pergerakan landak yang lambat disebabkan hewan ini memiliki tubuh yang besar dan termasuk ke dalam hewan pejalan telapak (plantigradi) yang mempunyai hambatan berupa gaya gesek antara telapak kaki dengan bidang tumpuan yang besar. Karena pergerakannya yang lambat, maka landak akan berusaha menegakkan duri pertahanannya, menghasilkan suara berderak dari duri ekornya, menghentakkan kaki, dan mengibaskan ekor serta bagian belakang tubuhnya jika terancam oleh predator. Manusia dan spesies kucing yang lebih besar merupakan predator utama dari hewan ini (Vaughan et al. 2000).

Landak Jawa (H. javanica) termasuk ke dalam hewan herbivora yang memiliki sistem pencernaan lambung tunggal (monogastrik), dan di alam hewan ini dapat memakan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan seperti rumput, buah-buahan, bunga, daun, ranting, kulit batang tumbuhan, umbi-umbian, kecambah, dan beberapa biji-bijian (Farida dan Roni 2011). Pada beberapa daerah, jenis landak ini dianggap sebagai hama karena merusak area ladang pertanian maupun

(25)

perkebunan. Selain sebagai hama, populasi landak semakin terancam dikarenakan perburuan liar terhadap hewan ini yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan pangan manusia (Feldhamer et al. 1999).

Landak Jawa berkembang biak dengan cara melahirkan (vivipar) dan menyusui anaknya. Periode kebuntingan seekor landak hanya berkisar antara 93-94 hari dan beranak 1-2 kali dalam setahun (Rudi 1985). Umumnya induk betina dapat menghasilkan 2-4 ekor anak dalam setahun. Pada fetus landak yang baru dilahirkan telah dilengkapi dengan duri-duri yang masih lunak dan dalam beberapa jam duri-duri tersebut akan mengeras dan berkembang sebagai alat pertahanan diri. Anak-anak landak tetap di dalam sarang bersama induknya hingga dewasa kelamin pada umur sekitar dua tahun (Starrett 1967). Genus Hystrix atau landak biasanya merupakan hewan yang monogami dan memiliki ikatan yang kuat antara induk jantan dan betina (Felicioli et al. 1997). Landak liar yang ada di alam dapat berumur 12-15 tahun, sedangkan landak yang dipelihara dapat berumur hingga 20 tahun (Aripin dan Mohammad 2008).

2.6 Struktur Umum Otot Kerangka

Otot kerangka memiliki serabut kontraktil yang memperlihatkan pola berselang-seling gelap (anisotrop) dan terang (isotrop) yang tersusun secara teratur membentuk pita vertikal terhadap poros otot. Setiap serabut otot merupakan sel otot dengan banyak inti, berbentuk silinder, dan memiliki membran sel yang disebut sarkolema. Serabut otot yang menyusun otot kerangka dibungkus oleh endomisium, kemudian beberapa serabut dibungkus oleh perimisum membentuk berkas otot yang dibungkus oleh epimisium membentuk gelendong otot(Pasquini et al. 1989).

(26)

Kekuatan otot dipengaruhi oleh jumlah serabut otot yang dikandungnya serta berbanding lurus dengan luas penampang sayatan fisiologisnya. Sedangkan kecepatan otot untuk menggerakkan bagian tubuh tergantung oleh laju konversi energi pada serabut otot, jumlah sarkomer pada otot, arah sudut daun urat selama kontraksi, dan perlekatan pada tulang (Davies 1981).

2.7 Susunan Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha pada Anjing dan Babi Secara umum, susunan otot pada anjing dan babi mempunyai beberapa perbedaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tingkah laku, sikap, posisi, cara berjalan, dan mencari makanannya. Selain itu, anjing termasuk ke dalam hewan pejalan telapak (plantigradi) dan memiliki 5 buah jari pada setiap kakinya, sedangkan babi termasuk ke dalam hewan pejalan kuku (unguligradi) dan memiliki 4 buah jari pada setiap kakinya (Nurhidayat et al. 2009). Dalam hal mencari makan, anjing harus aktif mengejar mangsanya, sedangkan babi tidak perlu berlari dalam dalam mencari makanannya.

Menurut Evans dan Alexander (2010), otot daerah panggul dan paha anjing dapat dikelompokkan menjadi: (1) Kelompok otot sublumbal yang terdiri atas musculus (m.) psoas minor, m. iliopsoas, dan m. quadratus lumborum; (2) Kelompok otot pelvis lateral yang terdiri atas m. tensor fascia lata, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. gluteus profundus, m. piriformis, dan m. articularis coxae; (3) Kelompok otot paha depan yang terdiri atas m. quadriceps femoris, m. psoas minor, dan m. iliopsoas; (4) Kelompok otot paha belakang yang terdiri atas m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, dan m. abductor cruris caudalis; (5) Kelompok otot paha medial yang terdiri atas m. sartorius, m. gracilis, m. pectineus, dan m. adductor.

(27)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai Juli 2012 di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua ekor landak Jawa (H. javanica) dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Preparat anatomi landak Jawa yang digunakan diperoleh dari daerah Karangayar, Jawa Tengah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat diseksi yang meliputi pinset, skalpel, gunting, alat ukur, dan peralatan fotografi.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan mengamati morfologi luar daerah panggul dan paha pada landak Jawa yang meliputi bentuk, warna rambut dan kulit, serta jenis duri landak yang terdapat di daerah tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan menyayat dan menguakkan kulit serta mempreparir otot daerah panggul dan paha. Penyayatan yang dilakukan berpedoman pada Nurhidayat et al. (2009) dengan beberapa modifikasi.

(28)
(29)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Morfologi luar landak Jawa

Landak Jawa memiliki permukaan dorsal tubuh yang ditutupi oleh struktur kulit yang sangat tebal dan duri-duri yang tertanam di dalamnya. Pada daerah sekitar lumbal, dorsal panggul, dan paha lateral ditutupi oleh duri yang berukuran sedang hingga panjang, sangat kaku, dan memiliki pola warna putih belang hitam atau belang coklat kehitaman (Gambar 4). Sedangkan pada ventral abdomen dan medial paha ditutupi oleh struktur duri berukuran pendek, lentur, dan memiliki pola warna coklat kehitaman atau putih kecoklatan.

Gambar 4 Morfologi luar landak Jawa. Bar 10 cm.

(30)

Gambar 5 Situasi otot kulit daerah panggul dan paha setelah kulit dikuakkan. 1. M. cutaneous. Bar 5 cm.

4.1.2 Kelompok otot gelang panggul

Secara umum struktur otot-otot gelang panggul pada landak Jawa hampir mirip dengan anjing, babi, dan pemamah biak, kecuali pada m. quadratus lumborum. Namun dengan ukuran ruas pada ossa vertebrae lumbales yang lebih pendek, maka kelompok otot gelang panggul pada landak Jawa juga menjadi relatif lebih pendek (Gambar 6). Kelompok otot gelang panggul yang dapat ditemukan antara lain m. psoas minor, m. iliopsoas (m. psoas major, m. iliacus venter lateral et medial), dan m. quadratus lumborum. Otot-otot gelang panggul yang ditemukan beserta origo dan insersionya dapat dilihat pada Tabel 2.

(31)

Tabel 2 Kelompok otot gelang panggul landak Jawa

a. M. psoas major Processus transversus os vert.

thoracicae XIII,

proc.transversus, dan corpus ossa vert. lumbales

Trochanter minor

b. M. iliacus venter lateral Ventral tuber coxae Trochanter minor

c. M. iliacus venter medial Os vert. lumbales V Trochanter minor

3. M. quadratus

Musculus psoas minor memiliki origo berupa serabut muskularis yang relatif kecil dan membentuk pita urat yang sempit, panjang, dan kuat pada insersionya. Pada landak Jawa otot ini berorigo pada bagian ventral dari os vertebrae thoracicae XIII dan ossa vertebrae lumbales I-III. Sedangkan insersionya terletak pada tuberculum m. psoas minor (Gambar 6).

Musculus iliopsoas terbagi menjadi tiga otot yaitu m. psoas major, m. iliacus venter lateral, dan m. iliacus venter medial. Musculus psoas major merupakan otot yang relatif panjang dan tebal dengan origo pada processus transversus os vertebrae thoracicae XIII, serta processus transversus dan corpus dari ossa vertebrae lumbales. Otot ini berinsersio pada trochanter minor di antara m. iliacus lateralis dan medialis (Gambar 6). Musculus iliacus lateralis merupakan otot yang relatif lebih tipis dan pendek dengan origo pada bagian ventral dari tuber coxae. Sedangkan musculus iliacus medialis memiliki ukuran yang sangat tipis dan pendek dengan origo pada os vertebrae lumbalesV. Kedua otot ini memiliki insersio yang bersatu dengan insersio dari m. psoas major yaitu pada trochanter minor os femoris (Gambar 6).

(32)

pendek dan menempel pada processus transversus ossa vertebrae lumbales I et II. Pada landak Jawa, otot ini terbagi menjadi dua venter yaitu venter lateral yang berinsersio pada tuber coxae dan venter medial yang berinsersio pada processus transversus ossa vertebrae lumbales V et VI (Gambar 6).

Gambar 2 Otot-otot gelang panggul.

1. m. iliacus venter lateral, 2. m. psoas major, 3. m. iliacus venter medial, 4. m. psoas minor, 5. m. quadratus lumborum venter lateral, 6. m. rectus femoris, 7. m. vastus medialis, 8. m. sartorius (a. pars cranialis, b. pars caudalis), 9. m. gluteus superficialis. Bar 5 cm.

4.1.3 Kelompok otot paha lateral

Kelompok otot-otot ini menempati daerah panggul dan lateroplantar paha. Susunan otot yang ditemukan pada daerah ini terdiri atas m. tensor fasciae latae, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. piriformis, m. gluteus profundus, m. biceps femoris, m. abductor cruris caudalis, m. semitendinosus, m. semimembranosus, m. quadriceps femoris, mm. gemelli, m. obturatorius externus,

(33)

dan m. obturatorius internus. Landak Jawa memiliki beberapa otot panggul dan paha lateral yang sangat berkembang karena ukurannya relatif sangat lebar dan tebal di antaranya adalah m. tensor fasciae latae, m. biceps femoris, m. semitendinosus, dan m. quadriceps femoris (Gambar 7). Otot-otot panggul dan paha lateral pada landak Jawa yang ditemukan beserta origo dan insersionya dapat dilihat pada Tabel 3.

Musculus tensor fasciae latae merupakan otot yang berbentuk segitiga, tebal, dan lebar sehingga menutupi hampir sebagian daerah panggul dan paha lateral. Pada bagian kranial otot ini bersatu dengan m. sartorius pars cranialis dengan origo pada tuber coxae dan fascia glutea. Otot ini berinsersio pada fascia lata sehingga secara tidak langsung bertaut dengan os patellae, ligamentum recti patellare, dan bagian kaudolateral dari os femoris (Gambar 7, 8, 9).

Musculus gluteus superficialis merupakan otot yang relatif pendek dan tebal serta terletak profundal dari m. tensor fasciae latae. Pada landak Jawa otot ini berada di sebelah ventral dari m. gluteus medius dan berorigo pada tuber coxae. Sedangkan insersionya terdapat pada bagian kaudal dari trochanter major os femoris (Gambar 8, 9).

Musculus gluteus medius merupakan otot yang panjang, tebal, dan besar pada landak Jawa. Otot ini terletak di antara m. piriformis di bagian kaudal, m. gluteus superficialis di bagian ventral, dan pada daerah yang mendekati insersionya sebagian bersatu dengan m. gluteus profundus. Origo otot ini terdapat pada fascia glutea, fascia thoracolumbal, dan mencapai hingga ke ossa vertebrae lumbales II et III. Otot ini memiliki insersio yang membulat dan terletak pada trochanter major os femoris (Gambar 8, 9).

(34)

Tabel 3 Kelompok otot paha lateral landak Jawa 8. M. semitendinosus Fascia glutea, proc.spinosus

ossa vert. sacrale, ossa

b. M. vastus lateralis Kraniolateral os femoris, trochanter major

Facies anterior dan lateralis patella, lig.recti patellare

c. M. vastus medialis Collum os femoris, kraniomedial os femoris

Facies anterior dan medialis patella, lig. recti patellare

d. M. vastus intermedius Bagian dorsal dari os femoris Basis patella 11. M. gemelli Spina ischiadica, incisura

ischiadica major et minor 13. M. obturatorius internus Facies medialis dari os pubis

dan os ischii

(35)

Musculus gluteus profundus merupakan otot yang tebal dan terletak paling profundal di antara kelompok otot gluteal. Otot ini berorigo pada corpus ossis ilii dan spina ischiadica serta berinsersio pada bagian dorsal dari trochanter major os femoris (Gambar 8, 9). Pada landak Jawa otot ini untuk sebagian bersatu dengan m. gluteus medius di bagian insersionya.

Musculus biceps femoris merupakan otot yang sangat lebar dan tebal pada landak Jawa. Origo otot ini terbagi menjadi dua kepala yaitu caput sacrale dan caput ischii (Gambar 7, 8, 9). Caput sacrale mempunyai ukuran yang lebih panjang dan lebar dengan origo pada ligamentum sacrospinosum et tuberosum, dan secara tidak langsung berorigo pada processus spinosus dari ossa vertebrae sacrale, processus spinosus dan processus transversus dari ossa coccygeae I-III. Sedangkan pada caput ischii mempunyai ukuran yang lebih pendek dan sempit dengan origo pada tuber ischii. Insersio kedua caput bersatu dan melebar dengan ujung yang tidak terbagi di sepanjang ligamentum recti patellare, os patellae, tuberositas tibiae, crista tibiae, dan mencapai hingga fascia cruris pada distal os tibia (Gambar 7, 8, 9). Pada landak Jawa, insersio otot ini untuk sebagian bersatu dengan insersio lateral dari m. semitendinosus.

Musculus abductor cruris caudalis memiliki ukuran yang relatif sangat panjang namun sangat tipis pada landak Jawa. Otot ini berorigo di tuber ischii dan terletak profundal dari m. biceps femoris caput ischii. Pada landak Jawa otot ini berjalan menuju ke profundal dari m. semitendinosus bagian lateral dan berinsersio pada facies lateralis os tibia (Gambar 8, 9).

Musculus semitendinosus merupakan otot yang relatif panjang, tebal, dan terletak paling plantar dari regio femur. Pada landak Jawaotot ini memiliki origo yang membulat dan sangat lebar. Otot ini berorigo pada fascia glutea, processus spinosus dari ossa vertebrae sacrale dan ossa coccygea I-III. Pada landak Jawa otot ini berbeda dengan hewan lain karena memiliki insersio yang terpisah pada bagian lateral dan medial dari os tibia. Insersio lateral otot ini terletak pada fascia cruris di permukaan laterodistal os tibia, sedangkan insersio sebelah medial dari otot ini terletak pada setengah mediodistal dari os tibia (Gambar 8, 9, 10, 11).

(36)

otot ini terletak profundal dari m. gracilis. Origo dari otot ini terdapat pada tuber ischii, sedangkan insersio dari otot ini terdapat pada condylus medialis dari os femoris dan os tibia (Gambar 8, 9).

Musculus quadriceps femoris merupakan otot yang relatif besar dan tebal pada landak Jawa. Otot ini terletak di bagian dorsal, lateral, dan medial paha serta mendominasi di bagian dorsal dengan bentuknya yang cembung. Kelompok otot ini dapat ditemukan dengan mudah setelah m. tensor fasciae latae dikuakkan. M. quadriceps femoris terdiri atas empat caput yaitu m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, dan m. vastus intermedius (Gambar 9). Musculus rectus femoris merupakan otot yang terletak paling dorsal di antara kelompok otot m. quadriceps femoris. Pada bagian lateral otot ini sebagian besar ditutupi oleh m. vastus lateralis yang berukuran lebih lebar di bagian lateral. Otot ini berorigo pada os ilium di kranial acetabulum serta berinsersio pada basis dan facies anterior os patella (Gambar 9, 11).

Musculus vastus lateralis merupakan otot yang relatif lebar dan tebal pada landak Jawa sehingga menutupi sebagian besar m. rectus femoris. Otot ini berorigo pada bagian kraniolateral dari os femoris dan trochanter major. Sedangkan insersio dari otot ini terdapat pada facies anterior os patella, facies lateralis os patella, ligamentum recti patellare dan bergabung dengan m. rectus femoris pada bagian insersionya (Gambar 9).

Musculus vastus medialis merupakan otot yang lebar dan tebal pada landak Jawa. Otot ini terletak pada medial paha dengan origo pada collum os femoris dan permukaan kraniomedial dari os femoris. Sedangkan insersio dari otot ini terdapat pada facies anterior os patella, facies medialis os patella, ligamentum recti patellare dan bergabung dengan m. rectus femoris pada bagian insersionya (Gambar 11).

(37)

Musculi gemelli merupakan otot yang relatif kecil pada landak Jawa. Otot ini berbentuk seperti kipas dan dipisahkan secara tidak sempurna oleh insersio dari m. obturatorius internus menjadi m. gemellus superioretinferior. Origo otot ini terdapat pada sepanjang spina ischiadica dan incisura ischiadica major et minor, sedangkan insersionya terdapat pada fossa trochanterica.

Musculus obturatorius externus merupakan otot yang tebal dan terletak di profundal dari m. pectineus. Pada landak Jawa otot ini berorigo pada bagian ventral dari os ischium dan os pubis serta menutupi bagian ventral dari foramen obturatorium. Sedangkan insersionya terletak pada bagian distal dari crista trochanterica.

Musculus obturatorius internus merupakan otot yang berbentuk seperti kipas pada landak Jawa. Otot ini membersit dari ruang panggul dan berorigo pada facies medialis dari os pubis dan os ischii, sehingga menutupi bagian dorsal dari foramen obturatorium. Selanjutnya, otot ini menyeberang ke lateral melalui insicura ischiadica minor menuju insersionya di fossa trochanterica. Pada landak Jawa insersio otot ini membelah m. gemelli menjadi menjadi m. gemelli superior dan m. gemelli inferior.

Gambar 3 Otot-otot paha lateral lapis superfisial.

1. m. tensor fasciae latae, 2. m. semitendinosus, 2’. Insersio lateral m. semitendinosus, 3. m. biceps femoris (a. caput sacrale, b. caput ischii), 4. m. sartorius pars cranialis, 5. fascia lata, 6. fascia glutea. Bar 5 cm.

1 4

5 6

3a

3b 2

2’

1

4

5 6

3a

3b 2

(38)

Gambar 8 Otot-otot paha lateral lapis profundal.

1. m. tensor fasciae latae, 2. m. biceps femoris (a. caput sacrale, b. caput ischii), 3. m. semitendinosus, 4. m. semimembranosus, 5. m. abductor cruris caudalis, 6. m. vastus lateralis, 7. m. gluteus superficialis, 8. m. gluteus medius, 9. m. piriformis, 10. m. adductor, 11. m. iliacus venter lateral. Bar 5 cm.

Gambar 9 Otot-otot paha lateral lapis profundal setelah m. vastus lateralis dikuakkan. 1. m. tensor fasciae latae, 2. m. biceps femoris (a. caput sacrale, b. caput ischii), 3. m. semitendinosus, 4. m. semimembranosus, 5. m. abductor cruris caudalis, 6. m. vastus lateralis, 7. m. rectus femoris, 8. m. vastus intermedius, 9. m. adductor, 10. m. piriformis, 11. m. gluteus superficialis, 12. m. gluteus medius, 13. m. iliacus venter lateral, 14. os femoris. Bar 5 cm.

(39)

4.1.4 Kelompok otot paha medial ditemukan beserta origo dan insersionya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kelompok otot paha medial landak Jawa

No. Nama otot Origo Insersio b. pars caudalis Eminentia iliopubica,

symphysis pelvis

3. M. pectineus Eminentia iliopubica,

symphysis pelvis

Margo medial os femoris 4. M. adductor

a. M. adductor longus Lig.sacrospinosum et tuberosum

(40)

femoris. M. sartorius pars caudalis merupakan otot yang relatif lebih lebar dan terletak di profundal dari m. gracilis. Pada permukaan otot ini membersit arteri dan vena femoralis. Otot ini berorigo pada eminentia iliopubica dan symphysis pelvis, serta berinsersio pada os patellae dan ligamentum recti patellare.

Musculus pectineus merupakan otot yang berbentuk segitiga, besar, dan tebal pada landak Jawa. Otot ini mengisi ruangan yang terletak di antara m. vastus medialis pada bagian kranial dan m. adductor di bagian kaudal. Origo otot ini adalah eminentia iliopubica dan symphysis pelvis, sedangkan insersionya terdapat pada margo medialdari os femoris (Gambar 11).

Musculus adductor pada landak Jawa dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu m. adductor longus dan m. adductor magnus et brevis. Musculus adductor longus merupakan otot yang panjang dan tipis. Otot ini membersit dari lateral femur pada ligamentum sacrospinosum et tuberosum dan menuju ke medial femur pada condylus medialis os femoris. M. adductor magnus et brevis merupakan otot yang tebal dengan origo pada tuberculum pubicum dan ventrolateral symphysis pelvis serta berinsersio pada bagian kaudal os femoris (Gambar 11).

Gambar 10 Otot-otot paha medial lapis superfisial.

1. m. sartorius (a. pars cranialis, b. pars caudalis), 2. m. gracilis, 3. m. adductor magnus et brevis, 4. m. semitendinosus, 5. m. vastus medialis, 6. m. biceps femoris. Bar 5 cm.

kranial

kranial

2

1a

1b

3 4

5

6 2

1a

1b

3 4

5

(41)

Gambar 11 Otot-otot paha medial lapis profundal.

1. m. sartorius (a. pars cranialis, b. pars caudalis), 2. m. rectus femoris, 3. m. vastus medialis, 4. m. pectineus, 5. m. adductor magnus et brevis, 6. m. adductor longus, 7. m. semimembranosus, 8. m. gracilis, 9. m. semitendinosus, 10. m. iliacus venter lateral, 11. m. psoas major, 12. m. iliacus venter medial, 13. tendo insersio m. psoas minor, 14. venter lateral m. quadratus lumborum. Bar 5 cm.

(42)

4.2 Pembahasan

Landak merupakan mamalia yang unik terutama kemampuannya dalam mempertahankan diri. Landak memertahankan diri dengan menggunakan duri-duri yang ada di sekujur tubuhnya. Ketika merasa terancam landak akan menegakkan duri yang ada di tubuhnya dan menghasilkan suara berderak yang berasal dari duri yang ada di ekor (Roze 1989; Wardi et al. 2011). Jika ancaman berlanjut maka landak akan bertindak agresif dengan membalikkan badannya dan bersiap menyerang dengan cara berusaha menancapkan duri-duri tajamnya ke dalam tubuh musuh (Sastrapradja et al. 1982; Wardi et al. 2011). Selain itu perilaku menegakkan duri pada landak juga terlihat pada saat sebelum dan sedang berlangsungnya kopulasi. Perilaku ini terlihat pada landak betina saat menegakkan duri di bagian belakang tubuh dan mengangkat ekornya sehingga daerah urogenital terekspos kepada landak jantan (Gambar 12). Aktivitas ini akan memudahkan landak jantan untuk menaiki landak betina (mounting) dan melakukan penetrasi penis ke dalam vagina (intromission) (Felicioli et al. 1997).

Aktivitas landak Jawa dalam menggali dan membuat lubang juga dilakukan sebagai bentuk adaptasinya di dataran rendah. Landak membuat lubang dengan cara menggali tanah pada gua-gua, celah bebatuan, daerah berbukit, dan tanah lapang dengan kondisi tanah yang beragam (Michael et al. 2003). Aktivitas menggali dilakukan secara cepat menggunakan kaki depan untuk menguraikan tanah, kemudian tanah akan dibuang dan dikeluarkan dari lubang penggalian dengan menggunakan kaki belakang (Feldhamer et al. 1999). Kombinasi gerakan kaki depan dan kaki belakang secara abduksi, adduksi, protraksi, dan retraksi ke arah kaudal dan lateral dilakukan sehingga tanah dapat dbuang dan dikeluarkan dari lubang penggalian. Aktivitas-aktivitas landak Jawa dalam mempertahankan diri, kopulasi, adaptasi terhadap lingkungan dengan membuat lubang, dan aktivitas lainnya tersebut perlu melibatkan struktur anatomis, salah satunya oleh struktur dan susunan perototan daerah panggul dan paha pada kaki belakang.

(43)

cutaneous ini. Menurut Grzimek (1975) otot kulit pada landak berfungsi sebagai tempat melekat dan menarik duri ke atas (penegang) ketika ada ancaman yang mendekat. Beberapa spesies hewan seperti anjing, babi, kuda, dan pemamah biak tidak memiliki struktur m. cutaneous pada daerah panggul dan paha (Pasquini et al. 1989). Selain itu, arah serabut kaudodorsal pada otot ini diduga akan menegakkan duri ke arah dorsokaudal dan kaudolateral. Arah tegak duri tersebut menyebabkan landak akan selalu berusaha memertahankan dirinya dari arah belakang dan lateral tubuhnya, sehingga posisi menyerang dominan landak adalah dalam keadaaan membelakangi musuhnya (Gambar 11). Struktur m. cutaneous pada daerah gluteal juga dapat ditemukan pada spesies beruk (Macaca nemestrina) yang disebut dengan m. panniculus carnosus, namun memiliki fungsi berbeda yaitu sebagai penggerak kulit daerah punggung saat menyingkirkan kotoran dan serangga yang menggigit (Husein 2012).

Secara umum landak Jawa memiliki kelompok otot gelang panggul yang tidak jauh berbeda dengan anjing, babi, dan pemamah biak. Namun dengan ukuran ruas pada ossa vertebrae lumbales yang lebih pendek, maka otot pada gelang panggul menjadi relatif lebih pendek pada landak Jawa. Secara umum otot-otot gelang panggul memiliki fungsi utama sebagai fleksor collumna vertebralis ke ventral dan lateral serta mencuramkan sikap pelvis. Kelompok otot gelang panggul pada landak Jawa tersusun atas m. psoas minor, m. iliopsoas (m. iliacus venter lateral et medial, m. psoas major), dan m. quadratus lumborum.

(44)

insersionya. Dengan bentuk ini, sedikit kontraksi pada m. psoas minor akan dapat menarik pelvis ke arah kranial sehingga sangat menghemat energi pada saat kopulasi (Supratikno 2002).

Musculus iliopsoas terdiri atas tiga otot yaitu m. psoas major, m. iliacus venter lateral, dan m. iliacus venter medial. Struktur m. iliopsoas pada landak Jawa memiliki ukuran yang tebal dengan origo yang hampir mirip dengan pada anjing yaitu pada os vertebrae thoracales XIII serta corpus dan processus transversus dari ossa vertebrae lumbales. Sedangkan pada babi, kuda, dan pemamah biak otot ini berorigo pada dua costae terakhir serta corpus dan processus transversus ossa vertebrae lumbales (Sisson 1975). Secara keseluruhan otot ini berfungsi sebagai fleksor persendian paha, fleksor collumnavertebralis ke lateral jika bekerja monolateral, dan fleksor collumna vertebralis ke ventral jika bekerja bilateral (Pasquini et al. 1989). Pada anjing, babi, dan pemamah biak otot ini terutama berfungsi untuk meneruskan kekuatan dorongan kaki belakang ke sumbu tubuh pada saat berjalan atau berlari. Sedangkan pada landak Jawa, otot ini diduga berpengaruh pada kemampuan memertahankan dirinya dengan cara menghempaskan ekor serta tubuh bagian belakang untuk menyerang musuhnya (Vaughan et al. 2000). Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara memfleksorkan collumna vertebralis ke lateral secara kuat terutama oleh m. psoas major yang berukuran lebih tebal. Selain itu aktivitas ini juga membutuhkan kelenturan gerakan collumna vertebralis yang ditunjang oleh m. iliacus venter lateral et medial yang berukuran lebih tipis dan pendek.

(45)

anjing, babi, dan pemamah biak otot ini lebih berperan sebagai fiksator ossa vertebrae lumbales dan dua atau tiga costae yang terakhir (Pasquini et al. 1989).

Kelompok otot paha lateral pada landak Jawa terdiri atas m. tensor fasciae latae, m. gluteus superficialis, m. gluteus medius, m. piriformis, m. gluteus profundus, m. biceps femoris, m. semitendinosus, m. semimembranosus, m. quadriceps femoris, mm. gemelli, m. obturatorius externus, dan m. obturatorius internus. Landak Jawa memiliki kelompok otot panggul dan paha lateral yang sangat berkembang. Otot-otot yang berperan sebagai abduktor, protraktor dan retraktor kaki belakang mendominasi dengan ukurannya yang relatif lebar dan tebal yaitu m. tensor fasciae latae, m. quadriceps femoris, m. gluterus medius, m. biceps femoris, dan m. semitendinosus.

Musculus tensor fasciae latae pada landak Jawa berukuran sangat lebar dan tebal, serta bersatu dengan m. sartorius pars cranialis. Ukurannya yang sangat lebar dan tebal menyebabkan otot ini mampu memfleksor persendian paha dan mengekstensor persendian lutut secara maksimal. Keadaan ini menguatkan dugaan bahwa otot ini berperan dalam aktivitas menggali dengan gerakan protraksi kaki belakang secara maksimal. Gerakan protraksi ini kemudian dilanjutkan oleh otot-otot retraktor dan abduktor kaki belakang, sehingga tanah dapat dikeluarkan ke arah kaudolateral dari lubang penggalian. Selain itu, kemampuan memrotraksikan kaki belakang juga berperan pada saat meninggikan daerah panggul landak dalam posisi menungging untuk mengarahkan duri pertahanan ke arah musuhnya (Compion 2010). Pada anjing, babi, dan pemamah biak otot ini terutama berfungsi untuk gerakan ketika berlari. Fungsi keseluruhan dari otot ini adalah memfleksor persendian paha, meregangkan fascia lata, dan ekstensor persendian lutut (Pasquini et al. 1989). Untuk fungsi meregangkan fascia lata, otot ini dibantu oleh m. sartorius pars cranialis.

(46)

Musculus gluteus superficialis pada landak Jawa merupakan otot yang relatif besar dan tebal serta terletak profundal dari m. tensor fasciae latae. Landak Jawa memiliki m. gluteus superficialis yang tidak bersatu dengan otot lainnya sama seperti pada anjing. Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian paha yang menyebabkan kaki belakang tertarik ke kaudal. Berdasarkan fungsinya, maka otot ini diduga bekerja sinergis dengan otot-otot retraktor kaki belakang memberikan kontribusi pada perilaku landak dalam menggali tanah dan berjalan. Sedangkan pada babi dan pemamah biak otot ini bersatu dengan m. biceps femoris membentuk m. gluteobiceps (Pasquini et al. 1989). Pada babi dan pemamah biak hal ini bertujuan untuk memperkuat retraksi kaki belakang sehingga mendapatkan gaya dorong yang lebih kuat (Supratikno 2002).

Landak Jawa memiliki musculus gluteus medius yang relatif panjang dan tebal dengan insersio yang membulat. Otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian paha dan abduktor kaki belakang. Penebalan otot ini diduga berkaitan dengan tuntutan gerakan retraksi yang kuat pada saat landak menggali dan mengeluarkan tanah dari lubang penggalian. Pada anjing keadaan otot ini berukuran lebih pendek diduga lebih banyak berkontribusi pada saat anjing berlari dan membutuhkan gaya dorong yang kuat. Pada pemamah biak m. gluteus medius relatif tidak terlalu subur karena tidak banyak melakukan gerakan retraksi kaki belakang (Nurhidayat et al. 2009). Pada bagian profundal otot ini sebagian bersatu dengan insersio dari m. gluteus profundus. Sedangkan pada bagian kaudal otot ini terdapat musculus piriformis yang memiliki ukuran lebih kecil, sehingga diduga berfungsi menunjang m. gluteus medius dalam melakukan gerakan ekstensor persendian paha dan abduktor kaki belakang.

(47)

dari lubang penggalian. Kelompok otot gluteal bekerjasama secara sinergis untuk menghasilkan gerakan retraksi yang kuat, ekstensor persendian paha, dan abduksi kaki belakang terutama pada perilaku landak dalam menggali tanah yang kemudian mengeluarkannya ke arah kaudolateral dari lubang penggalian.

Landak Jawa memiliki struktur musculus biceps femoris yang berbeda dengan anjing, babi, dan pemamah baik. Pada landak otot ini sangat lebar dan tebal serta terbagi menjadi dua kepala (caput) pada origonya. Keunikan dari otot ini pada landak Jawa adalah origonya yang mencapai hingga ke processus spinosus dari ossa vertebrale sacrale dan ossa coccygea I-III, sama seperti pada origo m. semitendinosus. Origo yang mencapai ke daerah sakrum dan ekor pada kedua otot ini diduga berperan sebagai mekanisme pertahanan diri dengan cara menghempaskan daerah panggul dan ekor secara aktif untuk menyerang musuh. Apabila otot ini bekerja sama dengan m. iliopsoas, m. quadratus lumborum, dan m. semitendinosus maka diduga serangan yang dihasilkan oleh landak dapat berakibat pada luka tusukan duri yang fatal pada musuh. Selain itu diduga otot ini juga berperan sebagai penghasil suara duri berderak pada saat mengancam musuh dengan cara menggerakkan ekor secara cepat dan ritmis. Secara keseluruhan otot ini berfungsi sebagai ekstensor pesendian paha, fleksor persendian lutut pada saat tungkai diangkat dari tanah, dan abduktor kaki belakang (Budras et al. 2007; Pasquini et al. 1989). Selain itu, pada landak Jawa otot ini memiliki insersio yang melebar dan tidak terbagi hingga ke daerah distal os tibia. Sehingga otot ini diduga berperan memperkuat gerakan fleksor persendian lutut, namun membatasi kemampuan landak Jawa dalam melakukan posisi bipedal.

Musculus abductor cruris caudalis memiliki ukuran yang relatif panjang dan tipis pada landak Jawa. Otot ini juga dimiliki oleh anjing dengan ukuran yang lebih panjang dan tebal dibandingkan dengan landak Jawa (Evans dan Alexander 2010). Sedangkan pada babi dan pemamah biak otot ini tidak ditemukan (Sisson 1975). Menurut Budras et al. (2007) otot ini berfungsi sebagai penunjang yang kurang signifikan bagi fungsi abduksi dari m. biceps femoris.

Gambar

Gambar 1  Landak Jawa (H.  javanica) (Boudet 2008).
Tabel 1   Klasifikasi famili Hystricidae (Old World Porcupine) (Weers 2005;
Gambar 3   Peta persebaran H. javanica di Indonesia (modifikasi Weers 2005).
Gambar 4  Morfologi luar landak Jawa.  Bar 10 cm.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan empat ekor landak Jawa yang berasal dari Tawangmangu yang terdiri dari tiga ekor jantan dan satu ekor betina yang memiliki bobot badan antara 6-8

Jenis telur cacing yang ditemukan pada tinja Landak Jawa adalah jenis telur trichurid yang berasal dari genus cacing Trichuris dan jenis telur strongyloid yang berasal dari

panggul dan pa ha badak Sumatera memiliki struktur yang mirip dengan otot-otot. pada babi, babirusa,

Rataan pertambahan bobot badan (PBBH) landak jantan PI nyata lebih tinggi (P<0,05) dari landak betina, sebaliknya PBBH landak betina PII nyata lebih tinggi (P<0,05) dari

Rataan pertambahan bobot badan (PBBH) landak jantan PI nyata lebih tinggi (P<0,05) dari landak betina, sebaliknya PBBH landak betina PII nyata lebih tinggi (P<0,05) dari

Dari data yang terdapat pada Tabel 11, terlihat bahwa nilai MCV pada landak Jawa relatif lebih besar bila dibandingkan dengan nilai MVC pada kelinci dan beberapa

Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Trenggiling Jawa (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SAVITRI NOVELINA. Penelitian ini bertujuan untuk

Jenis telur cacing yang ditemukan pada tinja Landak Jawa adalah jenis telur trichurid yang berasal dari genus cacing Trichuris dan jenis telur strongyloid yang berasal dari