• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Kesejahteraan Landak Jawa (Hystrix Javanica) Di Penangkaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Kesejahteraan Landak Jawa (Hystrix Javanica) Di Penangkaran"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN LANDAK JAWA

(Hystix javanica) DI PENANGKARAN

NADHIRA NUR FAUZIYYAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Kesejahteraan Landak Jawa (Hystrix javanica) di Penangkaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Nadhira Nur Fauziyyah

(4)

ABSTRAK

NADHIRA NUR FAUZIYYAH. Pengelolaan Kesejahteraan Landak Jawa (Hystrix javanica) di Penangkaran. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan WARTIKA ROSA FARIDA.

Penangkaran Mamalia Kecil Pusat Penelitian Biologi- LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) merupakan tempat penelitian satwa yang telah berhasil menangkarkan landak jawa (Hystrix javanica). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi teknik pengelolaan, tingkat kesejahteraan, dan mengukur tingkat keberhasilan penangkaran serta menganalisis manajemen pelepasliaran landak jawa. Teknik pengelolaan landak jawa di penangkaran dinilai berhasil karena telah mengembangbiakan landak jawa dengan tingkat kelahiran sebesar 62.5%, tingkat kematian 0%, dan induk produktif 66,7% pada pengelolaan tahun 2014. Penilaian capaian implementasi kesejahteraan landak jawa di penangkaran berdasarkan jenis kandang mendapatkan rataan nilai terbobot sebesar 84,1 untuk kandang semen dan 70,1 untuk kandang baterai sehingga termasuk dalam kategori baik dan sangat baik. Pelepasliaran landak jawa dilakukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan jumlah 20 ekor. Manajemen penyiapan pelepasliaran mencakup pemeriksaan medis, pemeriksaan kesesuaian habitat, dan pengamatan perilaku.

Kata kunci: landak jawa, penangkaran, kesejahteraan satwa, pelepasliaran.

ABSTRACT

NADHIRA NUR FAUZIYYAH. Welfare Management of Javan Porcupine (Hystrix javanica) in Captivity. Supervised by BURHANUDDIN MASY'UD and WARTIKA ROSA FARIDA.

Small Mammals Captivity Research Center for Biologi- LIPI is a wildlife research is a place had been successfully captive of javan porcupines (Hystrix javanica). The purpose of this study was to identify management techniques, welfare, and to measure the success rate of breeding and reintroduction. Javan porcupine management techniques in captivity is considered successful because it has birth rate at 62.5%, mortality rate of 0%, and 66.7% in productive parent management achievements in 2014. Implementation assessment of javan porcupine welfare in captivity based on the type of cage valued 84.1 and 70.1 for cement and battery cages it were on the good and very good category. Release of 20 head of javan porcupines healed in the Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Management of the preparation of the release include a medical examination, examination of the suitability of habitat, and behavioral observations.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN LANDAK JAWA

(Hystix javanica) DI PENANGKARAN

NADHIRA NUR FAUZIYYAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Pengelolaan Ksjahtan Landa: Jawa

(Hystrixjavanica)

di

Nama NIM

Penangkaran

: Nadhira Nur Fauzih : E34100017

Disetujui oleh

'

Dr Ir Burhanuddin MS

Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Sambas MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

2

5

�.N

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Pengelolaan Kesejahteraan Landak Jawa (Hystrix javanica) di Penangkaran” dapat

diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2014 di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI Cibinong, Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada keluarga besar atas doa, kasih sayang, dan dukungannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ibu Dr Wartika Rosa Farida selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, M Sc dan Bapak Dr Effendi Tri Bachtiar, S Hut M Si yang telah banyak memberi saran dan motivasi. Keluarga Nephentes rafflesiana 47 terimakasih atas persahabatan, bantuan, dukungan, kerjasama, dan kebersamaannya selama ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI Cibinong dan pihak-pihak lain yang telah berpartisipasi dalam mensukseskan karya ilmiah ini secara tidak langsung yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Pada akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat dan kebaikan bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Objek dan Alat Penelitian 2

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Teknik Pengelolaan Penangkaran 5

Tingkat Kesejahteraan 13

Tingkat Keberhasilan 14

Manajemen Persiapan Pelepasliaran 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data terkait aspek kesejahteraan landak jawa di penangkaran 3 2 Data penentuan kriteria kesejahteraan landak jawa di penangkaran 4 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan landak jawa 4 4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan landak jawa 5 5 Daftar jenis pakan landak yang diberikan di penangkaram 5 6 Analisis tingkat keberhasilan penangkaran 6 7 Daftar jenis pengayaan pakan landak jawa di penangkaran 7 8 Capaian implementasi kesejahteraan kandak di penangkaran 13 9 Persentasi indikator keberhasilan landak jawa di penangkaran 15 10 Daftar Data Tahapan Pendahuluan Pra Pelepasliaran 16

11 Kriteria Individu yang Dilepasliarkan 16

12 Tahapan Kegiatan Pra Pelepasliaran 17

DAFTAR GAMBAR

1 Jumlah kandungan air pada pakan landak jawa 8 2 Perbandingan suhu dan kelembaban di kandang semen dan baterai 8 3 Bangunan kandang semen di penangkaran 9

4 Kandang semen di penangkaran 9

5 Bangunan kandang baterai di penangkaran 10

6 Kandang baterai di penangkaran 10

7 Proses penimbangan dan pengukuran landak jawa di penangkaran 11 8 Penentuan jenis kelamin landak jawa di penangkaran 12 9 Grafik pertumbuhan populasi landak jawa di penangkaran 14

10 Pelepasliaran landak jawa di TNGGP 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian capaian implementasi kesejahteraan landak jawa 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Landak merupakan salah satu mamalia dengan ukuran tubuh sedang dan bila dibandingkan dengan rodensia lain, landak memiliki ukuran tubuh relatif besar, struktur anatomi yang unik, memiliki rambut yang lembut di daerah kepala dan tubuh bagian depan serta bagian ventral (Sinambela 2012). Di bagian punggung tubuh, bagian samping, dan ekor landak, terdapat rambut yang berdiferensiasi menjadi duri yang keras (Sastrapradja 1996).

Terdapat lima jenis landak yang ada di Indonesia, yaitu landak raya (Hystrix brachyura), landak sumatra (H. sumatrae), landak jawa (H. javanica), landak butun (H. crassipinis), dan landak angkis/ ekor panjang (Trichis fasciculata) (Corbet & Hill 1992). IUCN memasukkan landak dalam kategori

least concern atau tidak terlalu diperhatikan, karena jumlah populasinya yang masih banyak di berbagai benua dengan famili yang beragam yaitu Hystricidae (Old World Porcupines) dan Erethrizontidae (New World Porcupines). Famili-famili landak tersebut menandakan bahwa jumlah dari populasi landak banyak dan tersebar di berbagai benua serta di berbagai daerah di Indonesia (Lunde dan Aplin 2014). Berdasarkan PP RI No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, terdapat dua jenis landak yang dilindungi di Indonesia, yaitu landak raya (H. brachyura) dan landak jawa (H. javanica).

Menurut kepercayaan masyarakat di beberapa daerah, daging landak jawa mempunyai banyak khasiat, antara lain dipercaya dapat meningkatkan vitalitas laki-laki dan menyembuhkan penyakit asma (Wahyuningsih 2013). Selain itu landak juga sering menjadi incaran para pemburu batu geliga yang terdapat pada landak karena dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit ganas seperti kanker (Coubout 2015), meskipun hingga saat ini keberadaan serta khasiat dari batu geliga pada landak belum dapat dibuktikan secara medis. Daging landak mempunyai kadar lemak yang lebih rendah dari pada daging sapi dan ayam, sehingga daging landak jawa dianggap cocok dikonsumsi oleh orang yang harus diet rendah lemak (Sulistya 2007).

Meskipun sempat dimasukkan ke dalam satwa dilindungi, kini di Malaysia sudah dilakukan komersialisasi terhadap daging landak raya (H. brachyura). Landak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Disamping kandungan gizi, konsumen menyukai rasa daging landak, tingkat reproduksi tinggi, tubuh yang besar, dan pengelolaan yang mudah. Pemanfaatan secara lestari menyebabkan kestabilan dan peningkatan yang signifikan terhadap populasi landak raya di Malaysia (Zainal 1998).

Hingga saat ini belum ada penelitian yang mendalam mengenai populasi landak di alam, namun perburuan dan perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat mengindikasikan bahwa populasi landak di Pulau Jawa mengalami kemerosotan akibat ekploitasi yang berlebihan. Menghadapi situasi tersebut maka diperlukan adanya upaya pelestarian untuk menjaga keseimbangan populasi landak di alam.

(12)

2

penangkaran adalah ketika lahir individu baru hasil perkembangbiakan yang terjadi di dalam penangkaran (Martin 1975). Kegiatan pelepasliaran hasil penangkaran merupakan salah satu upaya tepat yang dilakukan dalam menanggulangi masalah populasi landak di insitu yang jumlahnya diperkirakan semakin menurun. Pengelolaan yang baik akan mendukung keberhasilan kegiatan pelepasliaran (Hosiana 2013).

Salah satu upaya penangkaran landak jawa dilakukan di Puslit Biologi- LIPI, Cibinong, Bogor. Hasil pengamatan pendahuluan diketahui bahwa usaha penangkaran ini telah berhasil mengembangbiakkan landak jawa dan diantaranya telah dilepasliarkan untuk mendukung pelestarian populasi di alam. Sebagai upaya pelestarian, diperlukan adanya informasi mengenai teknik penangkaran, tingkat kesejahteraan, tingkat keberhasilannya, serta manajemen pelepasliaran agar populasi landak bisa terjaga sehingga pelitian ini penting dilakukan.

Tujuan

Penelitian mengenai analisis pengelolaan dan faktor keberhasilan penangkaran landak jawa ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi teknik pengelolaan landak jawa dan tingkat kesejahteraannya di penangkaran.

2. Mengukur tingkat keberhasilan penangkaran landak jawa. 3. Menganalisis manajemen persiapan pelepasliaran landak jawa.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengelolaan yang baik untuk menangkarkan landak serta dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pemanfaatan landak yang lestari.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2014 di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI, Cibinong, Bogor.

Obyek dan Alat Penelitian

Objek yang dijadikan penelitian adalah landak jawa (H. javanica). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermo-hygrometer, pita ukur,

tallysheet, alat tulis, alat perekam suara, dan kamera.

Data dan Metode Pengumpulan Data

(13)

3 reproduksi,dan manajemen kesehatan. Data mengenai tingkat keberhasilan mencakup data suhu dan kelembaban, tingkat kelahiran individu, tingkat kematian individu, dan tingkat perkembangbiakan indukan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung, pengukuran, dan mengikuti kegiatan pemeliharaan di kandang. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada pengelola dan animal keeper serta penelusuran dokumen dan pustaka-pustaka yang terkait.

Data mengenai kesejahteraan diterapkan mengacu pada Peratuan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA) Nomor P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi dan Peraturan Dirjen PHKA Nomor P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi melalui beberapa kriteria (Tabel 1).

Tabel 1 Data terkait aspek kesejahteraan landak jawa di penangkaran Aspek Kesejahteraan

Satwa Jenis Data

Bebas dari rasa lapar dan haus

a. Kuantitas dan kualitas pakan dan minum b. Kebersihan pakan dan minum

c. Kontrol pakan dan minum d. Tempat penyimpanan pakan

e. Letak dan bentuk tempat pakan dan minum dalam kandang

Bebas dari

ketidaknyamanan lingkungan

a. Jenis kandang

b. Kondisi suhu, ventilasi, dan penerangan c. Kondisi shelter dan kebersihan kandang d. Kondisi kandang dan saluran kandang Bebas dari rasa sakit, luka,

dan penyakit

a. Kondisi kesehatan satwa

b. Frekuensi pemeriksaan kesehatan satwa c. Riwayat kesehatan satwa

d. Kelengkapan dan kondisi fasilitas peralatan medis

e. Ketersediaan ruang/ kandang medis f. Ketersediaan tenaga ahli medis

g. Pengontrolan dan pencegahan penyakit Bebas dari rasa takut dan

tertekan

a. Ketersediaan staf ahli

b. Perilaku satwa yang menunjukkan stres atau sakit

c. Penanganan satwa yang baru datang d. Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan Bebas berperilaku alami a. Kecukupan ruang dan kelengkapan

b. Pengayaan kandang c. Perilaku satwa

(14)

4

Analisis Data

Teknik pengelolaan landak jawa di penangkaran

Data mengenai teknik pengelolaan landak jawa di penangkaran yang diperoleh, dianalisis secara deskriptif dengan penjelasan secara detail yang dilengkapi dengan bagan, tabel dan gambar untuk mempermudah pemahaman hasil analisis data. Klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa dilakukan dengan penghitungan nilai terbobot berdasarkan jumlah nilai pada setiap prinsip kesejahteraan satwa dengan skor penilaian yang diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan landak jawa di penangkaran Skor Keterangan

1 2 3 4

Buruk; apabila acuan pengelolaan tidak ada

Kurang; apabila acuan pengelolaan ada, tetapi tidak sesuai

Cukup; apabila acuan pengelolaan ada, sesuai, tetapi tidak diterapkan Baik; apabila acuan pengelolaan ada, sesuai, dan diterapkan sebagian 5 Sangat baik; apabila acuan pengelolaan ada, sesuai, dan diterapkan

Data mengenai kesejahteraan satwa dianalisis secara deskriptif sesuai nilai yang didapat. Skor dihitung dengan menetapkan bobot setiap prinsip kesejahteraan satwa seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa landak jawa di penangkaran

Prinsip kesejahteraan satwa

Bobot

(%) Keterangan Bebas dari rasa lapar dan

haus

30 Makan dan minum merupakan hal pokok dalam menunjang satwa untuk hidup Bebas dari

ketidaknyamanan lingkungan

20 Pengaruh kondisi cuaca bagi satwa dengan tersedianya lingkungan yang cocok dan tempat berlindung. Bebas dari rasa sakit, luka,

dan penyakit

20 Satwa yang mendukung kesejahteraan satwa itu sendiri. Dilakukan dengan mencegah, mengobati luka dan penyakit. Bebas dari rasa takut dan

tertekan

15 Kondisi mental mempengaruhi

kemampuan satwa untuk bertahan hidup atau adaptasi.

Bebas untuk menampilkan perilaku alami

15 Adanya kebebasan dalam kandang dengan mendapatkan kesempatan berperilaku alami dengan porsi yang sesuai bagi satwa untuk meningkatkan kualitas hidup.

(15)

5 Tabel 4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan landak jawa di penangkaran

No Klasifikasi penilaian Nillai terbobot

1 Sangat baik (A) 80,00 – 100,00

2 Baik (B) 70,00 – 79,99

3 Cukup (C) 60,00 – 69,99

4 Perlu Pembinaan (D) <60,00

Tingkat keberhasilan penangkaran dihitung berdasarkan angka kelahiran, angka kematian, dan angka perkembangbiakan induk. Perhitungan nilai tersebut dilakukan dengan rumus-rumus seperti Tabel 5:

Tabel 5 Tingkat keberhasilan penangkaran Tingkat kelahiran

I  induk produktif pada tahun ke-i

:

It induk pada tahun ke-i

Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan penangkaran didasarkan pada tinggi rendahnya persentase angka sebagai berikut: 0 – 30 %= rendah, 30 – 60 %= sedang, dan 60 – 100 %= tinggi. Kategori keberhasilan penangkaran dibedakan menjadi 3, yakni:

1. Baik/ Tinggi; apabila angka kelahiran tinggi, kematian anak rendah, dan tingkat perkembangbiakan induk tinggi.

2. Sedang; apabila angka kelahiran sedang, kematian anak rendah, dan tingkat perkembangbiakan induk sedang.

3. Buruk; apabila angka kelahiran rendah, kematian anak tinggi, dan tingkat perkembangbiakan induk rendah.

Manajemen persiapan pelepasliaran landak jawa

Data mengenai manajemen persiapan pelepasliaran landak jawa dianalisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk uraian, dilengkapi dengan bagan, tabel dan gambar untuk mempermudah pemahaman hasil analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Pengelolaan Penangkaran

Manajemen bibit dan adaptasi

(16)

6

pulau Jawa dan didapatkan dari alam dengan cara penangkapan. Tidak ada proses adaptasi khusus yang dilakukan pihak pengelola karena diketahui bahwa landak merupakan satwa yang mudah beradaptasi di lingkungan baru. Meskipun demikian, untuk aktivitas dan interaksi dengan animal keeper, diperlukan waktu lebih lama agar landak terbiasa.

Manajemen pakan 1. Jenis pakan

Pakan merupakan salah satu faktor pembatas yang mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisme. Pakan diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu pakan utama dan pakan tambahan atau pengayaan. Di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI terdapat 31 jenis pakan utama yang telah dicoba dan bisa dimakan oleh landak, tapi hanya 25 jenis pakan yang biasa diberikan rutin. Menu pakan telah diuji kandungannya oleh ahli nutrisi dan penyajian menu pakan bervariasi disesuaikan dengan stok pakan yang tersedia. Daftar jenis pakan yang biasa diberikan kepada landak di penangkaran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Daftar jenis pakan landak jawa yang diberikan di penangkaran

No Jenis Pakan Nama Latin Bagian pakan

dimakan disisakan

1 Jagung Zea mays Buah -

2 Ubi Jalar Ipomoea batatas Umbi -

3 Pisang Musa paradisiasa Daging Kulit

4 Timun Cucumis sativus Buah -

5 Tomat Solanum lycopersicum Buah -

6 Kelapa Cocos nucivera Buah -

7 Tauge Vigna radiata Semua -

8 Sawi Putih Brassica chinensis Semua -

9 Kacang Tanah Arachis hipogeae Biji Kulit

10 Terong Hijau Solanum melongena Buah -

19 Bengkoang Pachirhizus erosus Umbi Kulit

20 Labu Siam Sechium edule Buah -

21 Mangga Mangivera indica Buah -

22 Bayam Amaranthus tricolor Semua -

23 Wortel Daucus carota Umbi -

24 Kacang panjang Phaseolus vulgaris Semua -

(17)

7 Terdapat 6 jenis pengayaan pakan berupa tulang sapi, garam, vitamin B1, B12, dan B complex, juga kalsium laktat dan juga pelet ikan koi (Tabel 7). Pemberian vitamin B1, B12 dan B complex diberikan secara bergantian setiap harinya.

Tabel 7 Jenis pengayaan pakan landak jawa di penangkaran

No Jenis Pengayaan Pakan Jumlah Intensitas Pemberian

1 Tulang Sapi Dikondisikan Jika tersedia

2 Garam 1 sendok makan Setiap hari

3 Vitamin B1 1 sendok teh Setiap hari selang-seling Setiap hari selang-seling yaitu tomat, dan semangka. Kalsium laktat berfungsi sebagai asupan kalsium untuk menumbuhkan atau memperbaiki duri-duri yang lepas, sedangkan garam diberikan untuk memenuhi kebutuhan mineral landak. Di alam, landak menggerogoti tulang dan tanduk rusa untuk mendapatkan kalsium dan mineral (Nowak 1999).

2. Frekuensi dan cara pemberian pakan

Keeper menyiapkan menu pakan setiap pukul 07.00 pagi. Pakan ditakar ke dalam wadah dengan jumlah sekitar 800-1000 gr. Frekuensi pemberian pakan dilakukan satu kali dalam sehari pada pukul 09.00-10.00 setelah kandang dibersihkan. Kontaminasi pada pakan sangat diminimalisir karena pakan yang terkontaminasi feses, urine, dan kotoran bisa menyebabkan landak sakit. Pakan diletakkan di bagian tengah kandang tanpa wadah atau alas. Sejauh ini belum ada wadah pakan yang cocok ditempatkan di dalam kandang landak, karena landak merupakan satwa pengerat dan akan menggerogoti benda yang keras sehingga merusak tempat pakan (Nowak 1991).

(18)

8

Gambar 1 menunjukkan kandungan air pada pakan yang biasa disediakan untuk landak di Penangkaran Mamalia Kecil-LIPI berdasarkan hasil uji kandungan Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi – LIPI.

Gambar 1 Kandungan Air pada Pakan

Kandungan air pada sebagian pakan yang disajikan mengandung lebih dari 80% air, sehingga kebutuhan air pada landak dapat terpenuhi melalui pakan. Manajemen kandang

Kondisi rataan suhu dan kelembaban pada kandang baterai pada pagi hari adalah 24,7 °C dan 92,2%, sedangkan pada kandang semen adalah 24,5 °C dan 75,4%. Pada siang hari rataan suhu kelembaban kandang baterai adalah 29,6 °C dan 69,1 % dan untuk kandang semen adalah 32,2 °C dan 50,3%, untuk sore hari rataan suhu dan kelembaban di kandang baterai adalah 27,1 °C dan 84,3% dan untuk kandang semen adalah 26,5 °C dan 59,8% (Gambar 2).

Suhu di kandang semen cenderung lebih panas, maka keeper

mengatasinya dengan menyiramkan air di sekitar kandang. Suhu yang ideal untuk landak tropis ialah 21-29,4 °C dan kelembaban 45-60% Bartos (2004).

(a) (b) Gambar 2 Perbandingan (a) suhu dan (b) kelembaban kandang semen dan

(19)

9 Kandang landak di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi - LIPI memiliki fungsi yang berbeda. Kandang semen berfungsi sebagai kandang untuk menjodohkan landak dan diamati serta dikontrol perkembangbiakannya, sedangkan kandang baterai digunakan untuk mengontrol petumbuhan landak anakan.

Kandang semen merupakan bangunan yang terbuat dari semen setinggi 60 cm dan berdinding kawat loket di antara kandang (Gambar 3 dan Gambar 4). Setiap kandang berukuran panjang 2 m, lebar 2 m, dan tinggi 2,5 m. Di penangkaran terdapat 20 unit kandang semen yang berisi sepasang landak serta anakan jika ada. Terdapat kerai bambu di bangunan bagian luar untuk menghindari cuaca ekstrim dan cahaya yang berlebihan. Selain itu juga tersedia bak air minum dan Gua buatan sebagai perlengkapan kandang, namun kedua perlengkapan ini sudah tidak diperlukan lagi. Landak yang mendapatkan air dari pakan tidak membutuhkan air tambahan dan fasilitas ini juga sering digerogoti oleh landak sehingga rusak. Gua buatan merupakan salah satu upaya penyesuaian lingkungan penangkaran sehingga menyerupai habitat landak yang membuat sarang di bawah tanah, namun penempatan Gua buatan di dalam kandang tidak memberikan pengaruh terhadap perilaku landak. Landak sering menghabiskan waktu tidurnya di luar Gua. Gua buatan menyulitkan pengelola untuk mengawasi landak terutama ketika sedang bunting atau memiliki anak.

Gambar 3 Bangunan kandang semen di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI

(20)

10

tinggi 1,0 m. Kandang baterai merupakan kandang pembesaran sehingga cocok digunakan untuk anakan landak atau satu landak dewasa. Kini kandang baterai juga dipakai menampung pasangan landak karena keterbatasan kandang.

Gambar 5 Bangunan kandang baterai di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi-LIPI

Gambar 6 Kandang baterai di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI Kebersihan kandang sangat berkaitan dengan kesehatan satwa (Setio dan Takandjandji 2007). Perawatan kandang mencakup pembersihan kandang dan penggantian material kandang yang telah rusak. Pembersihan kandang dilakukan setiap hari setiap pagi sebelum pemberian pakan. Proses pembersihan kandang dilakukan secara bertahap dengan membersihkan kotoran dan sisa pakan pada setiap blok kandang. Lalu dilakukan penyemprotan dengan air sampai bersih dan membuang air yang menggenang di dalam kandang sehingga kandang lebih cepat kering. Secara rutin sebulan sekali dilakukan penyemprotan dengan menggunakan disinfektan untuk mencegah bibit penyakit.

Populasi landak yang meningkat tidak seimbang dengan jumlah kandang yang ada. Akibatnya, terdapat beberapa kandang pada kandang baterai yang berisi sepasang landak, padahal kandang ini sebenarnya merupakan kandang individual dan memiliki ukuran lebih kecil dari kandang pengembangbiakan. Hal ini menyebabkan luasan wilayah harian landak menyempit, padahal landak membutuhkan luasan vertikal yang luas. Selye (1936) diacu dalam Krebs (2003) menyatakan bahwa kepadatan populasi rodensia dalam kandang bisa menyebabkan stress secara psikologis dan mengganggu proses reproduksi bahkan meningkatkan resiko kematian. Berdasarkan hal ini maka kondisi kandang baterai ini tidak sesuai untuk dijadikan kandang tetap.

Manajemen kesehatan

(21)

11 memiliki seorang dokter hewan yang selalu melakukan pengecekan kesehatan terhadap landak. Frekuensi pengecekan dilakukan setiap 3-5 kali dalam seminggu dan selalu siap untuk mengecek jika terjadi kondisi medis yang darurat. Terdapat klinik satwa dan peralatan medis yang mendukung kegiatan pemeriksaan maupun pengobatan satwa.

Tindakan preventif yang dilakukan untuk menjaga kesehatan landak berbeda antara landak anakan dengan landak dewasa. Berat badan, panjang, serta kelengkapan anggota badan anakan selalu dipantau sejak lahir hingga mencapai usia dewasa setiap satu minggu sekali. Penurunan berat badan landak merupakan salah satu indikasi kuat bahwa landak tersebut sedang sakit atau terinfeksi cacing. Landak dewasa selalu diberikan obat cacing setiap 3 bulan untuk mencegah sekaligus mengobati landak yang terkena infeksi cacing. Penimbangan dan pengukuran anak landak (Gambar 7) merupakan tindakan preventif dan pemeliharaan anak sekaligus sebagai upaya untuk memantau perkembangan kondisi kesehatannya.

Gambar 7 Proses penimbangan dan pengukuran anak landak yang baru lahir Selama pengambilan data, ditemukan 2 ekor landak jawa yang terluka di bagian kepala dan tubuhnya. Animal keeper memberikan antiseptik pada luka untuk menghindari infeksi pada luka. Masa penyembuhan luka pada kulit landak cenderung cepat, karena adanya pengayaan pakan berupa kalsium laktat yang dapat membantu mempercepat penyembuhan luka pada landak.

Manajemen pengembangbiakan 1. Penentuan jenis kelamin

Penentuan jenis kelamin landak jawa dilakukan dengan menekan bagian belakang badan dekat pangkal ekor landak, jika terdapat tonjolan maka itu adalah landak jantan, sedangkan jika tidak terdapat tonjolan maka itu adalah landak betina (Roze 2009). Di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI, cara melihat jenis kelamin anakan (Gambar 8) adalah dengan memegang ekor dan mengangkatnya.

(22)

12

kandang diangkat atau diletakkan diatas kursi dan daerah sekitar kelamin landak ditekan menggunakan tongkat tumpul agar tidak menyakiti landak.

(a) (b)

Gambar 8 Penentuan jenis kelamin landak jawa di penangkaran (a) anakan landak (b) landak dewasa (Dokumentasi WR Farida 2010)

2. Penjodohan

Keberhasilan sebuah penangkaran ditandai dengan kelahiran individu baru hasil pengembangbiakan yang dilakukan di penangkaran (Martin 1975). Bibit penangkaran yang merupakan 6 pasangan landak sudah menghasilkan anak. Ketika pasangan landak ditukar meskipun terjadi perkawinan namun tidak terjadi kebuntingan pada landak betina maka landak akan dipasangkan kembali dengan landak lainnya yang disukai. Penjodohan dilakukan dengan memasangkan individu yang berasal dari induk berbeda untuk menghindari inbreeding. Hal ini menjadikan buku silsilah (studbook) sangat penting dalam proses penjodohan. Di alam, landak memiliki sistem perkembangbiakan monogami melalui seleksi seksual (Van Aaarde 1987). Keturunan F1 dari asal pasangan yang merupakan F0 sudah memasuki usia matang yaitu usia 9-16 bulan pada landak betina dan umur 8-18 bulan pada landak jantan (Nowak 1999).

3. Proses reproduksi

Siklus estrus pada landak betina berlangsung 30-35 hari dan masa bunting selama 100-112 hari (Moris & Van Aarde 1985). Landak yang hamil dapat dilihat melalui perubahan bentuk pada daerah rahim yang membesar, namun kehamilan ini seringkali tidak terlihat. Jumlah anak landak setiap terjadinya kelahiran (fekunditas) mencapai 1-3 ekor.

Pada saat kawin, landak jantan berjalan mendekati betina, dan terkadang landak mengawali dengan bercumbu atau langsung melakukan kopulasi. Jika betina belum memasuki masa birahi maka betina menegakkan duri di tubuhnya, dan jantan terus mengulangi tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Ketika betina sudah memasuki masa birahi, betina mengangkat ekornya dan jantan mencari posisi yang tepat lalu terjadilah perkawinan. Setelah kopulasi selama 30-45 detik, jantan akan menghindar, namun kembali mengejar betina (Farida et al.

2011).

4. Pembesaran anak

(23)

13 puting susu induk yang berada di samping yang hanya cukup untuk menyusui 2 ekor anak landak. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah persaingan di antara anak landak dalam proses pengasuhan oleh induk.

Pemisahan anak landak ini juga dilakukan untuk menekan angka kematian anak yang tidak mendapat susu dari induk landak. Salah satu anak landak dipisahkan dan ditempatkan di kandang khusus dengan alas handuk dan lampu penghangat. Selama 4 jam diberikan susu formula menggunakan syringe. Setiap hari anak ditukar dengan anak lainnya. Perlakuan tersebut dilakukan selama 2 minggu, ketika anak sudah kuat dan mulai bisa mengkonsumsi pakan padat.

Tingkat Kesejahteraan

Berdasarkan hasil pengamatan lapang, wawancara, dan perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai kesejahteraan landak jawa di kandang semen sebesar 81,4 (sangat baik) dan kandang baterai 70,1 (baik). Dilakukan perbandingan terhadap kedua jenis kandang yaitu kandang semen dan kandang baterai karena terdapat beberapa perbedaan kondisi (Tabel 8).

Tabel 8 Capaian implementasi kesejahteraan landak jawa di penangkaran

No Komponen Bobot

Bebas dari rasa lapar dan haus Bebas dari rasa ketidak-nyamanan lingkungan

Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

Bebas untuk menampilkan perilaku alami

Bebas dari rasa takut dan tertekan

30

Keterangan: Ks= Kandang semen Kb= Kandang baterai

Di bawah ini diuraikan beberapa hal positif dan negatif dari aspek kesejahteraan satwa yang perlu perbaikan ke depan.

1. Bebas dari rasa lapar dan haus

Skor penilaian aspek bebas dari rasa lapar dan haus menunjukkan bahwa manajemen pakan di kandang semen memiliki skor 4,1 dan 3,6 untuk kandang baterai. Keterlibatan ahli nutrisi, pengayaan yang baik, dan kebersihan pakan menjadi poin yang penting dalam menunjang pertumbuhan dan kesehatan landak, namun karena struktur kandang baterai yang sudah rusak, menyebabkan pakan terkontaminasi dengan kotoran.

2. Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan

(24)

14

kandang baterai yang hanya 3,2. Kandang baterai tidak cocok untuk dijadikan kandang bagi pasangan landak secara permanen. Selain material kandang yang sudah rusak yang berpotensi melukai landak, kondisi kandang yang rusak juga memudahkan landak untuk kabur.

3. Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

Skor penilaian pada kandang semen dan kandang baterai tidak jauh berbeda karena dokter hewan secara aktif memantau kesehatan landak di kedua kandang. Selain itu perilaku alami landak yang sering bertengkar menyebabkan luka bisa ditangani dengan memperkuat daya tahan tubuh landak melalui pengayaan pakan yang berfungsi untuk mempercepat kesembuhan.

4. Bebas untuk menampilkan perilaku alami

Skor penilaian bagi aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami merupakan skor terendah. Skor untuk kandang semen hanya sebesar 3,0 dan kandang baterai sebesar 1,7. Sebagai salah satu penangkaran yang telah berhasil mengembangbiakan landak dengan baik dan melakukan pelepasliaran, maka aspek kesejahteraan ini sangat penting karena menjadi salah satu faktor keberhasilan pelepasliaran. Perlu adanya batasan interaksi dengan manusia harus dibatasi, dan perlakuan khusus untuk merangsang kembali insting mencari makan harus dilakukan terutama bagi landak yang akan dilepasliarkan.

5. Bebas dari rasa takut dan tertekan

Skor penilaian kandang semen dan kandang baterai memiliki nilai yang sama dan termasuk dalam kategori sangat baik yaitu 5. Selama penilaian, tidak ditemukan potensi-potensi yang membuat landak takut atau stress. Landak cenderung menunjukkan perilaku waspada terhadap orang baru, namun proses adaptasinya tidak berlangsung lama. Petugas penangkaran yang merupakan petugas tetap dari generasi pertama landak.

Tingkat Keberhasilan

Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI mulai menangkarkan landak tahun 2011. Bibit landak jawa berjumlah 6 pasang berasal dari 6 wilayah di pulau Jawa. Hingga Desember 2014, jumlah landak jawa sudah mencapai 40 ekor. Grafik pertumbuhan populasi landak jawa di Penangkaran Mamalia LIPI seperti Gambar 9:

(25)

15 Grafik di atas menunjukkan bahwa populasi landak jawa semakin meningkat dalam 3 tahun. Hal ini berkaitan dengan pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI yang secara rutin memantau pakan dan kesehatan landak jawa. Hasil perhitungan persentasi kelahiran anak, kematian anak, dan tingkat perkembangbiakan induk disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Persentasi indikator keberhasilan penangkaran landak jawa di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI tahun 2014

Aspek Reproduksi Jumlah Persentase

(%) Kriteria Tingkat Kelahiran Σ anak lahir 5

62.5 Tinggi

Σ anak 8

Tingkat Kematian Σ anak mati 0

0 Rendah

Berdasarkan Tabel 9 dapat dinyatakan bahwa tingkat keberhasilan penangkaran landak jawa di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI termasuk dalam kategori baik. Secara khusus diketahui bahwa angka kematian anak rendah, angka kelahiran anak tinggi, dan angka perkembangbiakan induk tinggi.

Manajemen Persiapan Pelepasliaran

Manajemen penyiapan pelepasliaran

Pelepasliaran adalah sebuah kegiatan untuk melepas satwa liar ke habitat alaminya. Satwa yang dilepasliarkan bisa berasal dari hasil sitaan, penyelamatan, atau bahkan hasil pengembangbiakan khusus di eksitu. Beberapa tujuan pokok dari program pelepasliaran diantaranya adalah meningkatkan nilai konservasi kawasan dalam jangka panjang, dan mendorong pendidikan serta nilai konservasi lokal akan nasib satwa terutama satwa yang terancam punah.

Hall (2005) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis pelepasliaran yaitu

hard release dan soft release. Hard release atau biasa disebut pelepasliaran langsung, merupakan pelepasliaran yang tidak memiliki tahapan dalam pelaksanaannya dan biasa diterapkan kepada satwa yang belum lama berada di dalam kandang seperti satwa hasil penyelamatan, sedangkan soft release merupakan teknik pelepasliaran dengan melakukan tahapan-tahapan khusus dan perencanaan yang matang.

Dalam pelaksanaannya, pelepasliaran dapat dilakukan setelah adanya kajian pada satwa yang akan dilepasliarkan. Manajemen penyiapan pelepasliaran perlu dilakukan secara matang agar menghasilkan keberhasilan dalam pelepasliaran (Primack et al. 1998). Puslit Biologi- LIPI dalam hal ini melakukan

(26)

16

Berdasarkan panduan pelepasliaran IUCN (2015), ada beberapa data yang perlu diketahui melalui beberapa tahapan pendahuluan serta diuraikan detail kegiatan yang dilakukan oleh Puslit Biologi- LIPI (Tabel 10):

Tabel 10 Daftar Data Pra Pelepasliaran No Tahapan

Kegiatan Data 1 Persiapan

habitat lokasi pelepasliaran

Lokasi pelepasliaran bertempat di Cibodas, TNGGP

2 Penilaian medis/ kesehatan individu

Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilakukan :

a. Pengamatan visual terhadap bentuk fisik yang meliputi; kesempurnaan anggota tubuh seperti kaki, tangan, ekor, mata, dan pengukuran berat badan selama 4 bulan sebelum dilepasliarkan

b. Pemeriksaan parasitologi dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi cacing pada landak

3 Penilaian perilaku landak jawa

Pengamatan perilaku dilakukan dengan mengamati aktivitas harian landak dan melatih perilaku yang berhubungan dengan kelangsungan hidup landak paska pelepasliaran yang mencakup perilaku mencari makan, perilaku menghindari predator dan perilaku harian. 4 Sosialisasi Kegiatan publikasi pelepasliaran tidak dilakukan,

mengingat adanya potensi perburuan yang terjadi, namun sosialisasi dan penyuluhan mengenai pendidikan konservasi rutin dilakukan oleh Balai TNGGP.

Penentuan lokasi pelepasliaran ditentukan berdasarkan rekomendasi Kementrian Kehutanan dengan pertimbangan kesesuaian habitat dan pelaksanaan teknis yang lebih mudah. TNGGP merupakan habitat yang sesuai bagi landak jawa sejalan dengan penemuan satwa ini di beberapa wilayah TNGGP (Ario 2010). TNGGP memiliki rata-rata suhu harian 23 °C, suhu minimum 5 °C dan suhu maksimum 28 °C (Dephut 2015). Suhu minimum terjadi di ekosistem dataran tinggi sehingga pelepasliaran landak dilakukan di Cibodas yang memiliki tipe ekosistem dataran rendah yang dipandang sesuai dengan kebutuhan suhu untuk landak.

Pakan bagi landak tersebar di daerah ini, diantaranya adalah panggang (Trevesia sundaica), beunying (Ficus fistulosa), dan jenis pisang-pisangan (Musa

sp.) (CWMBC 2013) sehingga landak berpotensi untuk melangsungkan kehidupannya. TNGGP juga menjadi habitat bagi macan (Panthera pardus) yang merupakan predator landak (Solway 2006), namun landak yang dilepasliarkan masih memiliki insting untuk mempertahankan diri dari predator dengan cara mengembangkan duri tubuhnya.

Kriteria pelepasliaran

(27)

17 satwa setelah pelepasliaran. Berikut kriteria individu landak jawa yang dilepasliarkan oleh Puslit Biologi- LIPI (Tabel 11):

Tabel 11 Kriteria Individu Landak Jawa yang Dilepasliarkan No Kriteria Keterangan

1 Jumlah 20 ekor (12 ekor jantan, 8 ekor betina) 2 Berat badan Rata-rata 6,3 kg

3 Umur Dewasa, 2-3 tahun

4 Kondisi Sehat, anggota tubuh lengkap, tidak terinfeksi parasit Pemeriksaan yang dilakukan oleh staf peneliti Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi- LIPI dilakukan untuk memastikan landak bisa hidup di habitat alami. Selain pemeriksaan medis, dilakukan juga pengamatan perilaku. Pengamatan perilaku landak jawa pernah dilakukan, dan hingga kegiatan pelepasliaran, tidak ada laporan mengenai perilaku tidak wajar dari landak. Informasi ini dijadikan dasar dalam menetapkan bahwa semua individu landak hasil penangkaran dipandang memenuhi syarat untuk dilepasliarkan.

Realisasi pelepasliaran

Savitri (2014) menyebutkan bahwa terdapat 3 tahapan kegiatan pelepasliaran yang menjadi indikator keberhasilan pelepasliaran satwa di alam (Tabel 12).

Tabel 12 Tahapan Kegiatan Pra Pelepasliaran Tahapan

Kegiatan Tujuan Keterangan

Rehabilitasi Melatih sifat liar landak (mencari

Kegiatan rehabilitasi belum dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai jenis kandang dan teknis pengelolaan landak di kandang rehabilitasi sebagai acuan pengelolaan. Puslit Biologi-LIPI memberikan perlakuan pada sebagian pakan untuk merangsang landak mencari makan

Pengangkutan dilakukan langsung menuju lokasi pelepasliaran, Cibodas, TNGGP menggunakan kandang angkut berbentuk balok berukuran (17 15 14.5)  cm yang terbuat dari bahan seng dengan lubang-lubang di permukaannya.

Habituasi Membiarkan landak melakukan

penyesuaian di lingkungan baru.

(28)

18

Salah satu persiapan pelepasliaran yang penting menyangkut kegiatan monitoring adalah penandaan (tagging). Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai pelepasliaran landak khususnya mengenai penandaan yang tepat. Usaha pemasangan cincin (ring) pernah diusahakan namun jenis tag tersebut dirasa kurang tepat terkait dengan kebiasaan landak yang suka mengerat.

Puslit Biologi LIPI telah melakukan pelepasliaran landak jawa pada tanggal 20 November 2014 di TNGGP. Keeper sangat dibutuhkan dalam proses pelepasliaran karena orang yang tidak terbiasa dengan landak cenderung takut untuk berinteraksi langsung. Selama perjalanan, landak tidak menunjukkan gejala stress sehingga bisa langsung dilepasliarkan di alam. Selama 10 hari setelah pelepasliaran dilakukan pemantauan untuk mencegah keluarnya landak dari kawasan. Kegiatan monitoring terbatas melalui laporan dari Balai TNGGP berdasarkan penampakan landak.

Berdasarkan persiapan pelepasliaran yang dilakukan, maka Puslit Biologi LIPI sudah melakukan tahapan dengan baik meski belum semua tahapan bisa dilakukan terkait masalah teknis dan keterbatasan informasi mengenai pelepasliaran landak di alam.

(a) (b)

Gambar 10 Pelepasliaran landak jawa di TNGGP (a) kandang angkut landak (b) landak yang dilepasliarkan (Dokumentasi: WR Farida 2014)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Teknik pengelolaan yang dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi– LIPI mencakup manajemen bibit dan adaptasi, manajemen pakan, manajemen kandang, manajemen kesehatan, dan manajemen pengembangbiakan. Teknik pengelolaan landak jawa di penangkaran dinilai baik karena telah berhasil mengembangbiakkan landak jawa. Tingkat keberhasilan landak jawa di penangkaran dinilai baik dengan tingkat kelahiran sebesar 62.5%, tingkat kematian 0%, dan induk produktif 66,7% pada pengelolaan tahun 2014. Pengelolaan dilakukan dengan melibatkan ahli di bidangnya. Pemantauan dilakukan secara aktif setiap hari dan penanggulangan masalah dilakukan dengan baik.

(29)

19 kandang baterai. Aspek bebas menampilkan perilaku alami merupakan aspek dengan nilai terendah sedangkan aspek bebas dari rasa lapar dan haus merupakan aspek dengan nilai tertinggi.

Pelepasliaran dilakukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan jumlah 20 ekor landak jawa. Landak yang memenuhi syarat untuk dilepasliarkan memiliki kriteria sehat secara fisik, berperilaku normal, dan berumur dewasa. Tahapan pendahuluan yang dilakukan adalah yaitu persiapan habitat, pemeriksaan medis, pengamatan perilaku, dan sosialisasi.

Kegiatan rehabilitasi pra pelepasliaran belum dapat dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai kandang rehabilitasi. Proses penandaan juga belum dilakukan terkait dengan ketersediaan tag yang cocok. Pemantauan dilakukan selama 10 hari setelah pelepasliaran untuk memastikan individu bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Saran

Adapun saran yang diberikan untuk perbaikan pengelolaan kesejahteraan adalah adanya perbaikan kandang baterai sebagai prioritas dari pengelolaan. Demi menunjang keberhasilan pelepasliaran, perlu dilakukan rehabilitasi pra pelepasliaran untuk mengetahui kesiapan individu yang akan dilepasliarkan. Selain itu, untuk mempermudah tahapan monitoring dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan pelepasliaran, maka perlu adanya penelitan mengenai kriteria jenis penandaan untuk persiapan pelepasliaran yang lebih matang.

DAFTAR PUSTAKA

Ario, A. 2010. Panduan Lapangan Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta: Conservation International Indonesia.

Bartos C. 2004. Husbandry Standards for Keeping Porcupines in Captivity, Baltimore Zoo, Druid Hill Park, Baltimore, MD21217.

Coubout R. 2015. Demi batu mustika, perburuan landak meningkat. [internet]. Tersedia pada www.mongabay.co.id/2015//01/11/demi-batu-mustika-perburuan-landak-meningkat/ [diunduh pada 13 Juni 2015].

Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: A Systematic Review. United Kingdom (GB): Oxford University Press [CWMBC] Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation. 2013.

Laporan Kajian Flora Dan Fauna Pada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2015. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. [internet]. Tersedia pada http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_gedepangrango.htm [diunduh pada 8 Januari 2015].

(30)

20

Konservasi. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam.

[Dirjen PHKA] Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam. 2011. Peraturan Direktur Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) No. P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam.

Farida WR, Sari AP, Sofyani U. 2011. Perilaku landak sebagai dasar proses domestikasi dan reproduksinya. Dalam Suyanto A. Domestikasi Landak Indonesia. Jakarta (ID): LIPI Press, 25-40.

Farida WR, Sofyani U. 2011. Reproduksi dan pengasuhan anak. Dalam Suyanto A. Domestikasi Landak Indonesia. Jakarta (ID): LIPI Press, 71-83.

Hall E. 2005. Release Consideration For rehabilitated Wildlife. National Wildlife Rehabilitation Conference.

Hosiana FA. 2013. Manajemen dan faktor penentu keberhasilan pelepasliaran jalak putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 2015. Guidelines for Reintroductions and Other Conservation Translocations version 1.0. gland, Switzerland: IUCN Species Survival Commision, viiii +57 pp.

Krebs CJ. 2003. How Does Rodent Behaviour Impact on Population Dynamics.

ACIAR 117-123.

Lunde D, Aplin K. 2014. Hytrix javanica: In IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. [diunduh pada 15 Oktober 2014]

Martin KD. 1975. Breeding Endangered Species in Captivity. London (EN): Academic Press.

Morris D, Van Aarde R J. 1985. Sexual Behaviour of The Female Porcupine Hystrix africaeaustralis. Horm. Behav. 19: 400-412.

Nowak RM. 1999. Walker's Mammals of The World. Vol. I & II. London: John Hopkins University Press.

Primack BR, Supriatna J, Indrawan M, Padma K. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Roze U. 2009. The North American Porcupine. 2nd. Ed. London: Cornell University Press.

Sastrapradja S. 1996. Binatang Hama. Bogor: LIPI Press.

Savitri WR. 2014. Identifikasi Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Elang Ular Bido (Spilornis Cheela Latham, 1790) Di Cagar Alam Takokak. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Setio P, Takandjanji M. 2007. Konservasi Ek-Situ Burung Endemik Langka

Melalui Penangkaran. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian; Padang 20 September 2006. Bogor (ID): Puslit dan Pengembangan Kehutanan dan Konservasi Alam (47-61).

Sinambela EM. 2012. Studi hematologi pada landak jawa (Hystrix javanica). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

(31)

21 Sulistya SJ. 2007. Sate landak dipercaya tingkatkan stamina pria. [internet]. Tersedia pada http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/2703/16. [diunduh pada 10 Oktober 2014]

van Aarde R J. 1987. Pre and Postnatal Growth of The Care Porcupine Hystrix aficaeaustralis. Journal of Zoology. London 211: 25-33.

Wahyuningsih A. 2013. Preferensi pemilihan jenis pakan dan kombinasi menu untuk landak jawa (Hystrix javanica) yang dikandangkan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Wardi. 2009. Tingkah Laku Harian Landak Raya (Hystrix brachyura) pada Siang Hari di Penangkaran. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(32)

22

Lampiran 1 Penilaian capaian implementasi kesejahteraan landak jawa di Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi-LIPI

Skor Keterangan

1 Buruk, apabila tidak ada pengelolaan

2 Kurang, apabila sudah ada pengelolaan tapi tidak sesuai

3 Cukup, apabila sudah ada pengelolaan, sesuai namun belum

No Komponen kesejahteraan satwa Nilai

1 2 3 4 5 A Bebas dari lapar dan haus

1 Apakah tersedia menu pakan? √○

2 Apakah ada variasi menu pakan? √○ sehingga satwa tergerak untuk mencari sendiri?

√○

7 Apakah pakan bebas dari kontaminasi kotoran,

feses, dan urine? ○ √

8 Apakah kebersihan tempat pakan dijaga? ○ √

9 Apakah pakan yang diberikan dimakan oleh

satwa? √○

10 Apakah area penyiapan pakan terpisah dari area

penyiapan pakan manusia? ○√

11 Apakah terdapat kulkas penyimpanan pakan? √○

B Bebas dari rasa tidak nyaman

1 Apakah akomodasi termasuk suhu, ventilasi, dan

penerangan sesuai? √○

2 Apakah diberikan pertimbangan kebutuhan khusus

untuk satwa bunting dan satwa yang baru lahir? √○ 3 Apakah tersedia peneduh untuk menghindari cuaca

panas/ dingin? √○

4 Apakah kondisi kandang tidak berpotensi melukai

satwa? ○ √

5 Apakah semua perlengkapan tidak mengganggu

jalannya kegiatan operasioanl? ○ √

6 Apakah ada kemungkinan satwa bisa kabur? ○ √ 7 Apakah standar kebersihan kandang memuaskan? ○ √ C Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

(33)

23 Lampiran 1 Penilaian capaian implementasi kesejahteraan landak jawa di

Penangkaran Mamalia Kecil Puslit Biologi-LIPI

2 Apakah ada satwa yang cacat? ○ √

3 Apakah kondisi satwa diperiksa setiap hari? √○

4 Apakah terdapat asap rokok atau polusi lain yang

berpotensi mengganggu satwa? √○

5 Apakah ada fasilitas perawatan medis? √○

6 Apakah terdapat kandang karantina/ isolasi? √○

7 Adakah catatan kesehatan? √○

8 Apakah ada perawatan khusus satwa yang baru

lahir? √○

9 Apakah satwa aman dari predator atau satwa lain? √○ D Bebas untuk menampilkan perilaku alami

1 Apakah luas kandang cukup untuk kegiatan satwa? ○ √ 2 Apakah ada pembatasan interaksi dengan

manusia? √○

3 Apakah kondisi kandang sesuai dengan habitat

satwa? ○ √

4 Apakah terdapat kandang habituasi? √○

5 Apakah kandang dirawat secara baik? ○ √

6 Apakah kandang tidak memiliki celah untuk satwa

lepas/ kabur? ○ √

7 Apakah satwa diberikan pengayaan (Gua buatan,

lantai tanah/ objek untuk digerogoti)? ○ √ E Bebas dari rasa takut dan tertekan

1 Apakah tidak terjadi stress selama proses adaptasi? √○ 2 Apakah satwa hanya ditangani oleh satwa yang

berwenang?

√○

3 Apakah ada satwa yang memiliki gejala stress? √○ 4 Adakah tingkah laku satwa yang mengindikasikan

satwa kesakitan? √○

5 Apakah ada studi mengenai perilaku satwa? √○

6 Apabila diketahui ada gejala stress, apakah

langsung ada penindakan? √○

Keterangan: √= Kandang semen ○= Kandang baterai

(34)

24

Lampiran 2 Panduan wawancara pengelola 1. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus:

1. Bagaimana pemberian pakan yang dilakukan? 2. Apakah terdapat menu pakan bagi satwa?

3. Apabila ada, siapakah yang membuat menu tersebut?

4. Apakah ada perbedaan jumlah/jenis pakan bagi satwa yang sedang hamil atau menyusui?

5. Apakah makanan yang diberikan disesuaikan dengan menu yang telah dibuat?

6. Apakah makanan yang diberikan dalam kondisi segar? 7. Apa saja jenis pakan yang diberikan?

8. Berapa banyak pakan yang diberikan?

9. Apakah ada pemberian pakan tambahan seperti vitamin? 10.Bagaimana pemberian minum yang diberikan?

2. Bebas dari rasa tidak nyaman

1. Apa saja jenis kandang yang tersedia dan fungsinya? 2. Berapa luas kandang (setiap kandang)?

3. Bagaimana kondisi kandang (keamanan, suhu, kelembaban, sirkulasi udara)?

4. Apa saja bahan yang digunakan dalam pembuatan kandang?

5. Bagaimana bentuk kandang, apakah kandang tertutup, terbuka atau paralel? 6. Apakah ada tekanan dari pengunjung?

7. Apakah kandang setiap hari selalu dibersihkan? 8. Bagaimana cara pembersihan kandang?

9. Bagaimana penanganan bila ada satwa yang berkelahi?

10.Apakah dilakukan pembersihan kandang dengan menggunakan desinfektan?

11.Apakah terdapat sistem drainase dalam kandang? 3. Bebas dari rasa sakit dan penyakit

1. Bagaimana pengelolaan kesehatan satwa yang dilakukan? 2. Bagaimana perlakuan terhadap satwa yang sakit?

3. Apakah seluruh satwa landak jawa dalam kondisi sehat? 4. Berapa kali pengecekan kesehatan satwa dilakukan?

5. Apakah ada program dalam penanggulangan hama dan penyakit? 6. Apakah satwa diberikan vaksinasi dan kapan?

7. Apakah terdapat kandang karantina dan kandang perawatan? 4. Bebas dari rasa takut dan stress

1. Berapa banyak satwa di dalam satu kandang? 2. Bagaimana pengaturan perkawinan yang dilakukan? 3. Apakah ada pengkayaan yang diberikan?

4. Apabila ada pengkayaan, pengkayaan apa saja yang diberikan (kandang, makanan, struktural, objek)?

(35)

25 Lampiran 2 Panduan wawancara pengelola (lanjutan)

6. Apabila ada satwa yang stress, bagaimana penanganannya?

7. Apakah Penangkaran mengadakan studi tingkah laku atau fisiologi untuk menentukan penyebab stress dan usaha mengurangi stress tersebut?

5. Bebas berperilaku alami

1. Apa saja fasilitas yang ada di dalam kandang?

2. Apakah kandang yang disediakan cukup luas untuk satwa sehingga satwa dapat mengekspresikan perilaku alaminya seperti mencari makan, membuat sarang, menghindari dari predator, dll?

3. Apakah kandang dirancang dan disesuaikan dengan satwa di habitat alaminya?

4. Bagaimana manajemen reproduksi dan breeding yang dilakukan (pemilihan bibit, determinasi sex ratio, pilihan teknik/cara perkawinan, alami/buatan, bulan-bulan kawin dan lahir)?

(36)

2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 13 Januari 1992 sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ahmad Nuryamin dan Ibu Nani Andriyani. Pendidikan formal ditempuh di SD N Negeri Tajur 1, SMP N 2 Bogor, dan SMA N 4 Bogor. Kemudian penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan pada tahun 2010.

Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA), merupakan anggota dai Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM), serta anggota di Biro Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi (PDD) pada periode 2011-2012. Penulis pernah melakukan praktek kegiatan lapang seperti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam (CA) Sancang Timur dan Taman Wisata Alam (TWA) Kamojang (2012), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) (2013), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) (2015). Selain itu penulis juga pernah melakukan kegiatan Magang Mandiri di Taman Nasional Way Kambas (2011).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian berjudul Pengelolaan Kesejahteraan Landak Jawa (Hystrix javanica) di Penangkaran dibawah bimbingan Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS dan Dr Wartika Rosa Farida.

Gambar

Tabel 1 Data terkait aspek kesejahteraan landak jawa di penangkaran
Tabel 2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan landak jawa di penangkaran
Tabel 4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan landak jawa di penangkaran
Tabel 6 Daftar jenis pakan landak jawa yang diberikan di penangkaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terdapat pakan utama dan pakan tambahan yang diberikan oleh pengelola Penangkaran UD Anugrah kepada jalak bali, pakan utama jalak bali

Jenis telur cacing yang ditemukan pada tinja Landak Jawa adalah jenis telur trichurid yang berasal dari genus cacing Trichuris dan jenis telur strongyloid yang berasal dari