• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Hasil dan Ketahanan 17 Galur Cabai IPB terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Dua Spesies Colletotrichum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Hasil dan Ketahanan 17 Galur Cabai IPB terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Dua Spesies Colletotrichum."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA HASIL DAN KETAHANAN 17 GALUR CABAI IPB

TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA YANG

DISEBABKAN OLEH DUA SPESIES

Colletotrichum

AGUS CAHYADI SATIAPURNA

A24080063

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENYAKIT ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH DUA SPESIES Colletotrichum

Yield and Resistance of 17 Chili Breeding Lines IPB to Anthracnose Diseases Caused by Two Colletotrichum Species

Agus Cahyadi Satiapurna1, Muhamad Syukur2, Rahmi Yunianti2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstract

The objective of this research was to evaluate the resistance of 17 IPB chili breeding lines and three commercial varieties to anthracnose diseases caused by Colletotrichum sp. and get their yield components information. This research was conducted from February until May 2012 at IPB Research Station Leuwikopo and Genetic and Plant Breeding Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture IPB. This research used Randomized Complete Block Design with three replications. The result of the resistance evaluation to anthracnose using isolate TGMII04 (C. gloeosporioides) showed that eleven genotypes categorized as highly resistant and all other genotypes categorized as resistant. Meanwhile, the evaluation using isolate PYK04

(C. acutatum) showed that all genotypes categorized as highly susceptible. IPB110005-91-13-4, Pesona I-2, and IPB009019-3-4-10 breeding lines have a better potential yield among the genotypes tested.

(3)

RINGKASAN

AGUS CAHYADI SATIAPURNA. Daya Hasil dan Ketahanan 17 Galur Cabai IPB terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Dua Spesies Colletotrichum. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan RAHMI YUNIANTI).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan 17 galur cabai IPB dan tiga varietas komersial terhadap penyakit antraknosa dan memperoleh informasi daya hasilnya. Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan tiga ulangan.

Bahan tanaman yang digunakan adalah 20 genotipe cabai (17 galur cabai dan tiga varietas komersial) yaitu IPB110005-91-13-12, IPB110005-91-13-4, 17-18a, 17-3, 4-6, IPB110005-91-4-8, IPB120005-1-1-17, IPB120005-5-11-1, IPB120005-5-11-2, IPB120005-5-19-3, IPB 009019-3-4-10, IPB009019-3-4-7, Pesona I-1, Pesona I-2, IPB002046-2-5-8, IPB002046-2-14c-14, IPB002001-4-3b-5, Lembang I, Trisula dan Tit Super. Isolat cendawan Colletotrichum yang digunakan adalah PYK04 (C. acutatum) dan TGMII04 (C. gloeosporioides). Respon ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa dari setiap genotipe yang diuji dilihat dari persentase kejadian penyakit

dan lebar diameter nekrosis. Karakter kuantitatif yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman, tinggi dikotomus, lebar tajuk, umur berbunga, umur panen, bobot per buah, panjang buah, diameter pangkal buah, bobot buah per tanaman, dan jumlah buah per tanaman dianalisis menggunakan analisis ragam.

Hasil uji ketahanan cabai menggunakan isolat TGMII04 (C.

gloeosporioides) menunjukkan sebanyak sebelas genotipe termasuk dalam

(4)

menggunakan isolat PYK04 (C. acutatum) dikategorikan dalam kelas sangat rentan.

(5)

DAYA HASIL DAN KETAHANAN 17 GALUR CABAI IPB

TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA YANG

DISEBABKAN OLEH DUA SPESIES

Colletotrichum

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

AGUS CAHYADI SATIAPURNA

A24080063

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul

:

DAYA HASIL DAN KETAHANAN 17 GALUR

CABAI

IPB

TERHADAP

PENYAKIT

ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH DUA

SPESIES

Colletotrichum

Nama

:

AGUS CAHYADI SATIAPURNA

NIM

:

A24080063

Menyetujui, Pembimbing

Dr. M. Syukur, SP., MSi. NIP. 19720102 200003 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 Juli 1990 dari pasangan Drs. Enjang Wirahmana dan Cahyatiningsih. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baleendah pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti organisasi Koperasi Agrohotplate sebagai anggota Divisi Pemasaran

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. M. Syukur, SP. MSi., dan (Almh) Dr. Rahmi Yunianti, SP. MSi. sebagai pembimbing tugas akhir. Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc. dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK., MS. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ka Abdul, Ka Tiara, Ka Lia, Faradila dan Ryanda atas semua bantuanya. Terimakasih kepada Ikhsan, Keswari, Agus R., Jahari, Rene, Miftah atas bantuannya, dan keluarga besar INDIGENOUS 45 atas semua doa, dukungan, dan bantuannya.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, Bapak, Ibunda tercinta, Teh Dewi, A Gun gun, A Deden, Ka Icha, dan Mega atas semangat, kasih sayang, dan dorongan yang telah diberikan.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin.

(9)

DAFTAR ISI

Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa ... 5

Pemuliaan Tanaman Cabai ... 6

Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa ... 13

Karakter Kuantitatif ... 17

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Galur dan varietas cabai yang digunakan... 7

2. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa... 10 3. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa

isolat PYK04 (C. acutatum) dan TGMII04 (C. gloeosporioides)... 14 4. Rekapitulasi sidik ragam diameter nekrosis cabai... 15 5. Nilai rataan diameter nekrosis pada buah cabai yang diinokulasi

isolat PYK04 (C. acutatum) dan TGMII04 (C. gloeosporioides)... 16 6. Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif cabai... 17 7. Nilai rataan tinggi tanaman, tinggi dikotomus, dan lebar

tajuk tanaman cabai... 18 8. Nilai rataan umur berbunga dan umur panen cabai... 20 9. Nilai rataan bobot per buah, panjang buah, dan diameter

buah cabai... 21 10. Nilai rataan bobot buah per tanaman, jumlah buah per

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pengukuran diameter nekrosis pada buah cabai... 10

2. Koloni isolat Colletotrichum yang digunakan dalam penelitian... 12

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik ragam diameter nekrosis pada buah cabai yang

diinokulasi isolat PYK04 (C. acutatum)... 29

2. Sidik ragam diameter nekrosis pada buah cabai yang diinokulasi isolat TGMII04 (C. gloeosporioides)... 29

3. Sidik ragam tinggi tanaman cabai... 29

4. Sidik ragam tinggi dikotomus tanaman cabai... 29

5. Sidik ragam lebar tajuk tanaman cabai... 29

6. Sidik ragam umur berbunga tanaman cabai... 30

7. Sidik ragam umur panen tanaman cabai... 30

8. Sidik ragam bobot per buah cabai... 30

9. Sidik ragam panjang buah cabai... 30

10.Sidik ragam diameter pangkal buah cabai... 30

11.Sidik ragam bobot buah per tanaman cabai... 31

12.Sidik ragam jumlah buah per tanaman cabai... 31

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

unggulan hortikultura di Indonesia (Direktorat Jendral Hortikultura, 2012). Tanaman ini banyak dibudidayakan khususnya di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Cabai banyak diusahakan karena daya adaptasinya yang cukup luas serta harganya yang ekonomis. Cabai umumnya digunakan sebagai bumbu masak atau bahan baku pada industri olah lanjut seperti saus.

Produktivitas cabai nasional masih mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai produktivitas cabai nasional dari tahun 2009-2011 berturut-turut adalah 5.89 ton/ha, 5.6 ton/ha dan 6.19 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2012). Nilai produktivitas cabai tersebut relatif rendah jika dibandingkan dengan potensi produktivitas cabai yang mencapai 12–20 ton/ha (Duriat, 2007) bahkan hingga 23 ton/ha (Syukur et al., 2010).

Salah satu kendala pada budidaya cabai sehingga menurunkan produktivitasnya adalah gangguan hama dan penyakit (Semangun, 2000). Penyakit antraknosa merupakan alah satu kendala utama pada produksi cabai di dunia, baik itu di daerah tropis dan subtropis (Than et al., 2008a). Rata-rata kehilangan hasil cabai akibat serangan antraknosa lebih tinggi pada saat musim hujan dibandingkan musim kemarau. Di Magelang, kehilangan hasil cabai akibat serangan antraknosa pada musim hujan mencapai 54%, sedangkan di Rembang dan Brebes mencapai 20–25% (AVRDC, 2009).

Diperlukan cara yang tepat untuk mendukung keberhasilan pengendalian penyakit pada tanaman cabai. Petani umumnya menggunakan fungisida secara

(14)

Melalui program pemuliaan tanaman dilakukan perakitan varietas unggul, selain untuk mendapatkan tanaman dengan daya hasil tinggi juga untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit. Salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman adalah evaluasi dan pengujian. Evaluasi dan pengujian dilakukan guna memperoleh informasi dari galur-galur harapan yang diuji. Jika evaluasi menunjukkan hasil yang lebih baik dari varietas komersial yang beredar saat ini, maka galur-galur yang terseleksi dapat dikembangkan menjadi varietas unggul baru.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan 17 galur cabai IPB dan

tiga varietas komersial terhadap penyakit antraknosa dan memperoleh informasi daya hasilnya.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Terdapat satu atau lebih galur cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa diantara genotipe yang diuji.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Cabai

Cabai termasuk dalam famili Solanaceae genus Capsicum. Capsicum annuum merupakan spesies yang paling luas dibudidayakan. Spesies lain yang

juga telah dibudidayakan adalah C. frutescens, C. chinense, C. baccatum, dan C. pubescens. Tomat (Lycopersicum esculentum), kentang (Solanum tuberosum), dan

terung (Solanum melongena) merupakan tanaman lain yang masih sekerabat dengan cabai (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Cabai adalah tanaman herba. Tanaman ini umumnya tumbuh tegak, batangnya berkayu, cabangnya menyebar dengan tajuk yang berbeda-beda tergantung pada varietasnya. Tinggi tanaman cabai berkisar 50–150 cm, sedangkan lebar tajuk percabanganya bisa mencapai 100 cm. Cabai memiliki akar tunggang kuat dan dalam. Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai berbentuk ovate atau lanceolate. Daun cabai umumnya berwarna hijau atau hijau tua (Redaksi AgroMedia, 2007).

Bunga cabai bersifat tunggal dan tumbuh di ujung ruas tunas. Mahkotanya berwarna putih hingga ungu, tergantung varietasnya. Alat kelamin jantan dan betina terletak di satu bunga, sehingga termasuk bunga hermaprodit (Redaksi AgroMedia, 2007). Seluruh kultivar yang didomestikasi menyerbuk sendiri, walau tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Bentuk buah cabai umumnya bulat memanjang. Didalam buah terdapat

plasenta tempat biji melekat (Redaksi AgroMedia, 2007). Warna buah cabai sangat bervariasi mulai dari hijau, kuning, atau ungu ketika buah masih muda,

(16)

Syarat Tumbuh

Tanaman cabai memiliki daya adaptasi cukup tinggi. Cabai dapat ditanam di areal sawah maupun tegal, di dataran rendah maupun tinggi, dan saat musim kemarau maupun musim penghujan (Setiadi, 2008). Tanaman cabai umumnya tumbuh optimum di dataran rendah hingga menengah pada ketinggian 800 m dpl. Pada ketinggian di atas 1300 m dpl, cabai tumbuh sangat lambat dan pembentukan buahnya juga terhambat (Harpenas dan Dermawan, 2011).

Suhu optimum untuk pertumbuhan cabai adalah 20–25°C. Penyerbukan dan pembuahan cabai berlangsung optimum pada suhu tersebut. Suhu dibawah 16°C atau di atas 32°C dapat menghambat proses pembentukan buah. Curah hujan yang ideal untuk tanaman cabai berkisar 600–1250 mm dan tersebar merata

selama masa pertumbuhannya (Redaksi AgroMedia, 2007). Curah hujan yang terlalu tinggi dapat merangsang perkembangan penyakit pada tanaman, sedangkan curah hujan yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Tanah yang ideal untuk tanaman cabai adalah gembur, remah, mengandung cukup hara, bahan organik dan air (Redaksi AgroMedia, 2007). Kemasaman (pH) tanah yang sesuai berkisar antara 6.0 – 6.5 (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Antraknosa pada Cabai

Antraknosa pada cabai disebabkan oleh empat spesies cendawan dari genus Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, C. capsici, dan C.

coccodes (AVRDC, 2003). C. acutatum dan C. gloeosporioides merupakan

spesies yang dapat menyerang buah cabai, baik saat buah belum matang

(berwarna hijau) ataupun saat buah telah matang (Yoon, 2003). Metode identifikasi tradisional yang digunakan untuk membedakan spesies Colletotrichum umumnya berdasarkan pada karakter morfologi serta karakeristik

(17)

membulat. Sementara itu, pertumbuhan C. gloeosporioides lebih cepat dibandingkan C. acutatum saat dikulturkan pada media PDA (AVRDC, 2004).

Penyakit antraknosa dapat menyerang cabai pada semua fase pertumbuhan, temasuk saat pasca panen (AVRDC, 2004). Biji yang terkontaminasi antraknosa berwarna hitam atau coklat kehitaman dengan bentuk biji tidak bernas. Serangan antraknosa pada biji mengakibatkan kegagalan berkecambah. Pada tanaman dewasa, serangan antraknosa mengakibatkan mati pucuk. Pada buah, gejala awal serangan antraknosa adalah bercak kecil seperti tersiram air. Luka tersebut berkembang dengan cepat dengan garis tengah dapat mencapai 3–4 cm. Buah cabai dapat hancur 100% karena serangan antraknosa (Duriat et al., 2007).

Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa

Secara umum, tanaman membela diri dari serangan patogen melalui dua sistem pertahanan, baik dengan karakteristik struktural maupun reaksi biokimia. Ketahanan secara struktural bertindak sebagai penghalang fisik bagi patogen untuk masuk atau berkembang pada tanaman, seperti tebalnya lapisan epidermis, adanya lignin pada dinding sel, atau adanya lilin pada lapisan buah. Sementara itu, dalam sistem ketahanan dengan rekasi biokimia, tanaman menghasilkan enzim atau zat-zat tertentu yang bersifat toksik untuk mematikan pertumbuhan patogen pada tanaman (Agrios, 2005).

Ketahanan genetik merupakan salah satu bentuk ketahanan yang juga dimiliki oleh tanaman. Ketahanan genetik merupakan ketahanan tanaman yang dibawa oleh keturunan. Ketahanan genetik dapat diperoleh dari hasil persilangan antara tanaman yang peka terhadap penyakit dengan tanaman yang tahan terhadap penyakit (Yudiarti, 2007).

Melalui pengujian dengan metode inokulasi terkontrol, beberapa spesies cabai dilaporkan memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa. C. chinense (AVRDC, 2003) dan C. baccatum (Yoon, 2003) dilaporkan memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang diakibatkan oleh C. acutatum dan C. gloeosporioides. Cabai dari spesies C. annuum (Syukur et al., 2009) juga

(18)

oleh C. acutatum. Selain itu, beberapa galur hasil persilangan antar kultivar cabai C. annuum juga dilaporkan memiliki ketahanan moderat terhadap C. acutatum

(Marliyanti et al., 2013).

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemuliaan tanaman didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan genetik tanaman untuk merakit varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia (Carsono, 2009). Pada dasarnya, tujuan umum pemuliaan cabai adalah mendapatkan kultivar yang lebih baik dari kultivar yang sudah ada. Tipe cabai unggul yang diinginkan adalah memiliki karakter massa pembungaan dan pembentukan buah cepat (umur genjah), produktivitasnya tinggi, daya

adaptasinya luas atau spesifik untuk daerah marjinal tertentu (kering, rawa, pantai, gambut/asam), serta tahan terhadap hama dan penyakit (Harpenas dan Dermawan, 2011). Varietas cabai diarahkan pada varietas galur murni atau bersari bebas (OP). Selain itu, cabai juga diarahkan pada pembentukan varietas hibrida (Syukur et al., 2012).

(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa dilaksanakan di Laboratorium

Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Sementara itu, uji daya hasil di laksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Darmaga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 galur cabai dan tiga varietas komersial (Tabel 1). Galur cabai yang diuji merupakan galur hasil pemuliaan Tim Pemuliaan Cabai Departemen Agronomi dan Hotikultura. Bahan inokulum yang digunakan adalah isolat cendawan Colletotrichum acutatum PYK04 yang berasal dari Payakumbuh dan Colletotrichum gloeosporioides TGMII04 yang berasal dari Temanggung.

Tabel 1. Galur dan varietas cabai yang digunakan

Genotipe Keterangan

IPB110005-91-13-12 Galur cabai IPB

IPB110005-91-13-4 Galur cabai IPB

Pesona I-1 Galur cabai IPB

Pesona I-2 Galur cabai IPB

IPB002046-2-5-8 Galur cabai IPB

IPB002046-2-14c-14 Galur cabai IPB

IPB002001-4-3b-5 Galur cabai IPB

Lembang I Cabai keriting asal Balitsa Lembang

Trisula Cabai besar asal UD Ridwan Tani

(20)

Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, urea, SP-36, KCl, NPK mutiara, Gandasil D, insektisida Furadan 3G, insektisida Curacron, akarisida Kelthane, fungisida Antracol, fungisida Dithane, bakterisida Agrept, perangkap lalat buah, media PDA (Potato Dextrose Agar), alkohol, air steril, dan tissue.

Alat yang digunakan adalah alat budidaya cabai, meteran, jangka sorong, laminar air flow, micro injection, mikroskop, haemocytometer, gelas L, gelas

kimia, pipet, cawan petri, bak plastik, kain saring, anyaman kawat, plastik wrap dan hand sprayer.

Metode Penelitian

Penelitian uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa dan uji daya hasil menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak. Terdapat 20 perlakuan (17 galur cabai IPB dan tiga varietas komersial) dengan tiga ulangan. Mengacu pada Gomez dan Gomez (1995), model aditif linear percobaan yang digunakan adalah

Yij= µ + αi+ βj+ εij

i = 1, 2, 3, ..., 20; j = 1, 2, 3 Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum αi = Pengaruh perlakuan ke-i

βj = Pengaruh ulangan ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Uji Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa

Pra Inokulasi

(21)

PDA dalam cawan petri. Cawan disimpan pada suhu ruangan dengan intensitas cahaya 12 jam/hari selama 7 hari.

Konidia dipanen dengan memasukkan 10 ml air steril ke dalam cawan kemudian permukaan isolat perlahan digosok menggunakan gelas L. Suspensi konidia kemudian disaring dengan menggunakan kain saring. Konidia cendawan dihitung menggunakan bantuan mikroskop dan haeomocytometer. Kepadatan inokulum yang diperlukan adalah 5 × 105 konidia/ml.

Inokulasi

Metode inokulasi yang digunakan adalah metode suntik. Jumlah buah cabai yang diinokulasi untuk masing-masing genotipe cabai sebanyak 20 buah pada setiap ulangan. Buah cabai yang akan diinokulasi adalah cabai hijau tua yang sehat. Buah cabai yang akan diinokulasi dicuci terlebih dahulu dan dikering- anginkan. Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 2 µl suspensi konidia ke dalam buah cabai sebanyak 2 suntikan pada daerah yang berbeda. Buah cabai yang telah diinokulasi disimpan di atas anyaman kawat di dalam bak plastik yang

sebelumnya telah disterilisasi dan dialasi tissu basah. Bak plastik tersebut kemudian dibungkus dengan plastik wrap agar kelembabannya terjaga.

Pengamatan

Respon ketahanan cabai terhadap penyakit dari setiap genotipe yang diuji dilihat dari :

1. Kejadian Penyakit (KP), dihitung pada hari ke-5 setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan pada 20 buah cabai yang telah diinokulasi pada setiap genotipe disetiap ulangan. Buah dianggap terserang jika diameter nekrosis ≥ 4 mm. Kejadian penyakit dihitung dengan rumus :

KP = × 100%

Keterangan :

KP = Kejadian penyakit

n = Jumlah buah yang terserang N = Jumlah buah yang diinokulasi

(22)

Tabel 2. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa

Persentase KP Kriteria ketahanan

0 ≤ KP ≤ 10 Sangat tahan

10 < KP ≤ 20 Tahan

20 < KP ≤ 40 Moderat

40 < KP ≤ 70 Rentan

KP > 70 Sangat rentan

2. Diameter nekrosis, diukur pada hari ke-7 setelah inokulasi berdasarkan diameter nekrosis terlebar. Pengamatan dilakukan pada 20 buah cabai yang telah diinokulasi pada setiap genotipe disetiap ulangan.

Gambar 1. Pengukuran diameter nekrosis pada buah cabai

Uji Daya Hasil

Persiapan lahan dilakukan dua minggu sebelum pindah tanam. Lahan

yang diolah ditambahkan pupuk kandang 30 ton/ha, kemudian dibentuk bedengan dengan ukuran lebar 1 m, panjang 5 m, jarak antar bedengan 50 cm, tinggi

bedengan 30 cm. Bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak setelah pemberian pupuk urea (200 kg/ha), SP-36 (200 kg/ha), KCl (150 kg/ha). Setelah itu, dibuat lubang tanam dengan jarak 50 cm × 50 cm.

Bibit cabai ditanam di lapangan saat berumur 8 minggu setelah semai. Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah diberi karbofuran, kemudian diikat pada ajir yang ditancapkan untuk mencegah tanaman rebah.

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, pewiwilan, penyiangan gulma, dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan susulan dilakukan setiap minggu menggunakan pupuk NPK mutiara. Pupuk diaplikasikan dalam bentuk cair (10 g/l) sebanyak 250 ml/tanaman. Pewiwilan

(23)

dilakukan untuk membuang tunas-tunas air yang tumbuh dibawah percabangan pertama. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara membersihkan gulma yang tumbuh di lubang tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida seminggu sekali.

Karakter Kuantitatif

Data karakter kuantitatif yang dikumpulkan meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm), diambil dari tujuh tanaman cabai tiap ulangan, diukur dari pangkal batang hingga pucuk cabang tertinggi setelah panen kedua. 2. Tinggi dikotomus (cm), diambil dari tujuh tanaman cabai tiap ulangan,

diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus setelah panen kedua.

3. Lebar tajuk (cm), diambil dari tujuh tanaman cabai tiap ulangan, diukur dari tajuk terlebar setelah panen kedua.

4. Umur berbunga (HST), jumlah hari dimulai dari pindah tanam hingga 50% populasi tanaman dalam tiap bedengan telah berbunga.

5. Umur panen (HST), jumlah hari dimulai dari pindah tanam hingga 50% populasi tanaman dalam tiap bedengan telah memiliki buah matang pada percabangan pertama.

6. Bobot per buah (g), diambil dari tujuh buah cabai tiap ulangan, diukur setelah panen kedua.

7. Panjang buah (cm), diambil dari tujuh buah cabai tiap ulangan, diukur dari pangkal hingga ujung buah setelah panen kedua.

8. Diameter pangkal buah (cm), diambil dari tujuh buah cabai tiap ulangan, diukur pada bagian pangkal buah setelah panen kedua.

9. Jumlah buah per tanaman, jumlah total buah cabai dari panen minggu pertama hingga panen minggu kesembilan

10. Bobot buah per tanaman (g), bobot buah total per tanaman dari panen minggu pertama hingga panen minggu kesembilan.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Uji Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa

Secara umum tidak terdapat kendala yang serius selama penelitian. Kendala yang sempat dihadapi yaitu pada saat inokulasi, dibutuhkan beberapa biakan cendawan untuk mendapat kepadatan inokulum yang memenuhi syarat minimum untuk inokulasi (5 × 105 konidia/ml). Kendala tersebut dapat diatasi karena ketersediaan isolat mencukupi kebutuhan.

Gambar 2. Koloni isolat Colletotrichum yang digunakan dalam penelitian A. C. acutatum isolat PYK04, B. C. gloeosporioides isolat TGMII04

Uji Daya Hasil

Beberapa bibit yang berukuran kecil tidak mampu bertahan dan mati saat

awal pertumbuhan di lapangan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang mati. Secara umum, tanaman mampu beradaptasi cukup baik dengan kondisi lingkungan saat awal penanaman.

Beberapa hama terlihat mulai menyerang pertanaman pada fase pertumbuhan. Hama yang menyerang antara lain thrips (Thrips sp.), kutu daun

(25)

Beberapa jenis penyakit yang juga ditemui menyerang pertanaman adalah layu fusarium (Fusarium oxysporum), penyakit kuning (Gemini Virus) dan antraknosa (Colletotrichum sp.). Penyakit kuning terlihat menyerang beberapa tanaman di masa pertumbuhan. Sementara itu, serangan penyakit antraknosa mulai terlihat saat masa berbuah.

Gambar 3. Penyakit pada tanaman dan buah cabai di lapangan A. Layu fusarium, B. Gemini virus, C. Buah yang terserang antraknosa (foto koleksi Faradila)

Ketahanan terhadap Penyakit Antraknosa

Kejadian Penyakit

Uji ketahanan cabai dengan isolat PYK04 (C. acutatum) menunjukkan kejadian penyakit (KP) berkisar antara 71.67–100%. Seluruh genotipe yang diuji dikategorikan dalam kelas sangat rentan (KP > 70%). Galur IPB002046-2-5-8 dan

IPB009019-3-4-7 menunjukkan kejadian penyakit yang relatif lebih rendah

dibandingkan dengan semua varietas komersial ataupun dengan galur-galur lain

yang diuji (Tabel 3).

(26)

IPB110005-91-13-12, IPB110005-91-4-6, IPB110005-91-4-8, IPB120005-1-1-17, IPB120005-5-11-1, IPB009019-3-4-7, IPB002046-2-14c-14 serta varietas komersial Lembang I dan Tit Super. Galur Pesona I-1 dan IPB002001-4-3b-5 menunjukkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas komersial ataupun dengan galur-galur lain yang diuji (Tabel 3).

Tabel 3. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa isolat PYK04 (C. acutatum) dan TGMII04 (C. gloeosporioides)

Genotipe PYK04 TGMII04

Galur IPB110005, IPB120005, IPB009019, IPB002046, dan IPB002001 juga digunakan oleh Marliyanti et al. (2013) untuk diuji ketahanannya terhadap C. acutatum menggunakan isolat PYK04. Hasilnya menunjukkan kesamaan, yaitu

galur IPB110005, IPB120005, IPB009019, IPB002046, dan IPB002001 dikategorikan dalam kelas sangat rentan (KP > 70%).

Menurut Triharso (2004), timbulnya penyakit pada tanaman sangat

tergantung pada faktor pendukungnya seperti lingkungan yang sesuai, inang yang

(27)

ras tetapi tahan terhadap yang lain, maka dapat diketahui bahwa salah satu ras memiliki karakteristik untuk meyerang tanaman, sedangkan ras lain tidak. Nilai kejadian penyakit hasil inokulasi dengan isolat PYK04 (C. acutatum) lebih tinggi

dibandingkan dengan isolat TGMII04 (C. gloeosporioides) meskipun faktor

lingkungan dan inang sudah diseragamkan. Jika dianalogikan dengan penjelasan Agrios (2005), hal tersebut mengindikasikan isolat PYK04 (C. acutatum) jauh lebih virulen dibandingkan dengan isolat TGMII04 (C. gloeosporioides).

Studi lain tentang ketahanan cabai terhadap antraknosa juga telah dilakukan. AVRDC (2003) melaporkan cabai genotipe PBC932 (C. chinense) sebagai genotipe cabai yang tahan terhadap cendawan antraknosa C. capsici, C. gloeosporioides, dan C. acutatum. Sementara itu, penelitian Than et al. (2008b)

menunjukkan genotipe PBC932 sangat rentan terhadap C. acutatum. Hal tersebut menunjukkan bahwa selain dipengaruhi oleh ketahanan yang dimiliki masing-masing genotipe, ketahanan cabai terhadap antraknosa sangat dipengaruhi oleh isolat yang digunakan.

Diameter Nekrosis

Nekrosis didefinisikan sebagai matinya sel yang kemudian kematian tersebut meluas menjadi banyak sel hingga kematian jaringan (Yudiarti, 2007). Nekrosis pada buah cabai merupakan salah satu gejala serangan penyakit antraknosa. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan genotipe memberikan pengaruh terhadap diameter nekrosis pada pengujian menggunakan isolat PYK04

(C. acutatum) ataupun isolat TGMII04 (C. gloeosporioides) (Tabel 4).

Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam diameter nekrosis cabai

Isolat F Hitung KK (%)

PYK04 2.35* 12.27

TGMII04 7.66** 17.80

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf 1%

Nilai rataan diameter nekrosis pada buah cabai yang diinokulasi dengan

(28)

pada buah cabai yang diinokulasi isolat TGMII04 (C. gloeosporioides) berkisar antara 1.44–3.83 mm. Galur IPB002046-2-5-8 memiliki diameter nekrosis paling kecil, namun tidak berbeda nyata dengan Lembang I dan enam galur lainya (Tabel 5).

Diameter nekrosis pada cabai yang diinokulasi isolat PYK04 (C. acutatum) jauh lebih besar dibandingkan dengan diameter nekrosis pada cabai

yang diinokulasi isolat TGMII04 (C. gloeosporioides). Hal tersebut mengindikasikan tingkat serangan dari isolat PYK04 lebih tinggi dibandingkan isolat TGMII04 sehingga mengakibatkan diameter nekrosis yang lebih lebar.

Tabel 5. Nilai rataan diameter nekrosis pada buah cabai yang diinokulasi isolat PYK04 (C. acutatum) dan TGMII04 (C. gloeosporioides)

Genotipe Diameter nekrosis (mm)

PYK04 TGMII04

IPB110005-91-13-12 19.22abc 3.29abc

IPB110005-91-13-4 17.38abcd 1.81fgh

IPB110005-91-17-18a 18.16abcd 1.81fgh

IPB110005-91-17-3 18.20abcd 3.14abcd

IPB110005-91-4-6 16.83abcd 2.92bcde

IPB110005-91-4-8 20.16ab 3.83a

IPB120005-1-1-17 14.77d 3.42ab

IPB120005-5-11-1 14.85d 2.35defg

IPB120005-5-11-2 18.20abcd 2.92bcde

IPB120005-5-19-3 17.77abcd 2.25efgh

IPB009019-3-4-10 14.55d 2.40defg

IPB009019-3-4-7 15.39cd 3.42ab

Pesona I-1 17.83abcd 1.48h

Pesona I-2 20.36a 2.01fgh

IPB002046-2-5-8 14.22d 1.44h

IPB002046-2-14c-14 17.72abcd 2.37defg

IPB002001-4-3b-5 18.09abcd 1.69gh

Lembang I 16.12bcd 1.84fgh

Trisula 17.19abcd 2.55cdef

Tit Super 14.74d 2.59bcdef

Rataan 17.09 2.48

Keterangan : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT taraf 5%

(29)

Sementara itu, pada pengamatan persentase kejadian penyakit yang lebih tinggi, diameter nekrosis yang terjadi akibat serangan antraknosa juga lebih besar.

Serangan antraknosa dapat menyebabkan kerusakan jaringan berupa nekrosis pada buah cabai. Gejala kerusakan yang ditimbulkan seringkali berbeda besar kecilnya. Meski demikian, sekecil apapun kerusakan yang timbul pada buah cabai akibat serangan antraknosa maka hal tersebut dapat menurunkan nilai ekonomisnya.

Karakter Kuantitatif

Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif disarikan dari Lampiran 3– 12. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan genotipe berpengaruh terhadap

tinggi tanaman, tinggi dikotomus, lebar tajuk, umur berbunga, umur panen, bobot per buah, panjang buah, diameter pangkal buah, bobot buah per tanaman, dan jumlah buah per tanaman cabai yang diuji (Tabel 6).

Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pada karakter kuantitatif cabai

No Peubah F Hitung KK (%)

Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Tajuk Tanaman Cabai

Nilai rataan tinggi tanaman berkisar 54.00–77.79 cm. Galur Pesona I-1

dan Pesona I-2 memiliki nilai rataan tinggi tanaman paling tinggi, namun tidak berbeda nyata dengan Lembang 1 dan 11 galur lain. Galur IPB110005-91-17-3

(30)

Nilai rataan tinggi dikotomus tanaman berkisar 22.93–33.40 cm. Galur Pesona I-1 memiliki nilai rataan tinggi dikotomus paling tinggi namun tidak berbeda nyata dengan tiga galur lain. Sementara itu, galur IPB110005-91-4-8 memiliki nilai rataan tinggi dikotomus paling rendah diantara galur yang diuji serta tidak berbeda nyata dengan Trisula, Tit Super dan enam galur lainya (Tabel 7).

Mengacu pada Kusandriani dan Muharam (2005), tanaman cabai dengan tinggi < 50 cm tergolong pendek, 50–100 cm tergolong sedang, dan > 100 cm tergolong tinggi. Tinggi galur-galur cabai yang diuji (54.00–77.79 cm) umumnya tergolong sedang. Menurut Hakim (2010), karakter tinggi tanaman dan tinggi dikotomus memiliki arti penting dalam posisi buah terhadap permukaan lahan. Buah dari tanaman yang lebih tinggi dan tidak menyentuh mulsa atau tanah dapat mengurangi resiko terpapar patogen yang terbawa percikan air.

Tabel 7. Nilai rataan tinggi tanaman, tinggi dikotomus, dan lebar tajuk IPB110005-91-13-12 64.52abcde 27.52cdefg 90.43abc IPB110005-91-13-4 66.14abcd 26.60defgh 89.96abcd IPB110005-91-17-18a 72.47ab 25.84efghi 93.42ab IPB110005-91-17-3 54.00de 24.24ghi 83.74abcde

IPB110005-91-4-6 76.33a 27.19defg 87.00abcde

IPB110005-91-4-8 59.38bcde 22.93hi 90.13abcd

IPB120005-1-1-17 73.71ab 27.81cdefg 94.18a

IPB120005-5-11-1 59.31bcde 26.48efgh 88.69abcd IPB120005-5-11-2 65.48abcd 26.00efghi 79.97de IPB120005-5-19-3 67.45abcd 28.24cdef 81.14cde IPB009019-3-4-10 70.00abc 30.24abcd 89.34abcd

IPB009019-3-4-7 68.14abcd 31.17abc 90.92abc

Pesona I-1 77.79a 33.40a 91.11abc

Pesona I-2 77.79a 29.48bcde 93.38ab

IPB002046-2-5-8 68.98abcd 28.12cdef 94.00a

IPB002046-2-14c-14 66.52abcd 32.71ab 77.85e IPB002001-4-3b-5 59.62bcde 26.40efgh 83.07bcde

Lembang I 74.67ab 27.36defg 87.86abcde

Trisula 56.50cde 22.55i 86.56abcde

Tit Super 49.71e 24.76fghi 89.75abcd

(31)

Nilai rataan lebar tajuk tanaman berkisar 77.85–94.18 cm. Galur IPB120005-1-1-17 memiliki lebar tajuk paling lebar, namun tidak berbeda nyata dengan Lembang I, Trisula, Tit Super dan 12 galur lain. Galur IPB002046-2-14c-14 memiliki nilai rataan lebar tajuk yang paling rendah serta tidak berbeda nyata dengan Lembang I, Trisula, dan lima galur lainya(Tabel 7).

Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikukltura dalam Kusumah (2010), lebar kanopi tanaman cabai berkisar 50–90 cm, dengan lebar kanopi yang ideal berkisar 70 cm. Menurut Hakim (2010), tajuk tanaman yang semakin lebar juga mempengaruhi iklim mikro disekitar tanaman, terutama kelembaban.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Nilai rataan umur berbunga berkisar 24.00–29.67 hari setelah tanam (HST). Galur IPB 009019-3-4-7 memiliki nilai rataan umur berbunga paling cepat, namun tidak berbeda nyata dengan Lembang I, Trisula, Tit Super dan enam galur lain. Galur IPB110005-91-4-8 memiliki nilai rataan umur berbunga paling lama serta tidak berbeda nyata dengan sembilan galur lainya (Tabel 8).

Nilai rataan umur panen berkisar 67.33–85.00 HST. Galur IPB009019-3-4-7 memiliki nilai rataan umur panen paling cepat diantara galur yang diuji, namun tidak berbeda nyata dengan Trisula, Tit Super dan dua galur lain. Sementara itu, galur IPB120005-1-1-17 memiliki nilai rataan umur panen paling lama serta tidak berbeda nyata dengan galur Pesona I-1 (Tabel 8).

Karakter umur berbunga awal (Hilmayanti et al., 2006) dan umur panen genjah (Syukur et al., 2012) merupakan salah satu karakter unggul dari suatu tanaman atau varietas. Dalam rangka perbaikan hasil panen, maka perbaikan karakter umur berbunga melalui program pemuliaan juga perlu dilakukan (Hilmayanti et al., 2006). Varietas yang diinginkan adalah varietas yang memiliki umur panen genjah (Syukur et al., 2012), namun demikian umur panen cabai tergantung dari varietas yang digunakan, lokasi penanaman, kombinasi pemupukan yang digunakan, serta kesehatan tanaman (Piay et al., 2010). Di dataran rendah, tanaman cabai dapat dipanen 60–80 hari setelah tanam. Sementara

(32)

Tabel 8. Nilai rataan umur berbunga dan umur panen cabai

Pesona I-2 27.67abcd 81.00b

IPB002046-2-5-8 28.67ab 71.67fg

IPB002046-2-14c-14 28.00abc 73.00efg

IPB002001-4-3b-5 25.33def 74.00defg

Lembang I 24.00f 75.00cdef

Trisula 24.33f 71.33fgh

TIT Super 24.33f 66.67i

Keterangan : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT taraf 5%

Bobot per Buah, Panjang Buah dan Diameter Buah

Nilai rataan bobot per buah berkisar 6.06–12.65 g. Galur IPB009019-3-4-10 memiliki nilai rataan bobot per buah paling besar, namun tidak berbeda nyata

dengan Trisula, Tit Super, dan delapan galur lain. Galur IPB110005-91-17-3 memiliki nilai rataan bobot per buah paling kecil diantara galur yang diuji dan lebih besar dari Lembang I (Tabel 9).

Nilai rataan panjang buah berkisar 10.89–14.25 cm. Pesona I-1 memiliki nilai rataan panjang buah paling besar, namun tidak berbeda nyata dengan 12 galur lain. Galur IPB002046-2-5-8 memiliki nilai rataan panjang buah paling kecil serta tidak berbeda nyata dengan Lembang I, Trisula, Tit Super, dan 11 galur lainya (Tabel 9).

(33)

IPB110005-91-17-3 memiliki nilai rataan diameter pangkal paling kecil diantara galur yang diuji serta tidak berbeda nyata dengan Lembang I (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai rataan bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah IPB110005-91-13-12 11.23abc 13.48abc 14.67bcdef IPB110005-91-13- 4 8.77ef 12.41abcde 11.63h IPB110005-91-17-18a 10.24bcde 12.65abcde 13.08efgh IPB110005-91-17-3 6.06g 13.05abcd 8.76i IPB110005-91-4-6 9.78cdef 12.65abcde 12.69fgh

IPB110005-91-4-8 8.00f 11.49cde 13.28defgh

IPB120005-1-1-17 9.03def 12.13bcde 13.31defgh IPB120005-5-11-1 10.94abcd 13.58ab 14.29cdefg IPB120005-5-11-2 8.49ef 12.96abcde 12.22gh IPB120005-5-19-3 8.57ef 12.77abcde 12.67fgh

IPB009019-3-4-10 12.65a 13.66ab 15.90bc

IPB009019-3-4-7 11.14abcd 12.94abcde 15.56bcd

Pesona I-1 12.01ab 14.25a 14.85bcdef

Pesona I-2 11.65abc 12.46abcde 16.34abc

IPB002046-2-5-8 11.52abc 10.89e 18.19a

IPB002046-2-14c-14 11.35abc 12.47abcde 15.31bcde

IPB002001-4-3b-5 11.10abcd 10.99de 15.82bc

Lembang I 3.70h 11.15de 7.41i

Trisula 11.51abc 11.82bcde 15.48bcde

Tit Super 10.90abcd 11.90bcde 17.00ab

Keterangan : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT taraf 5%

Berdasarkan penelitian Ameriana (2000), ukuran buah merupakan salah satu petunjuk kualitas cabai merah yang diperhatikan oleh konsumen rumah tangga. Ukuran cabai merah yang disukai oleh konsumen adalah cabai yang agak besar, yaitu yang memiliki panjang 10–12 cm dan diameter 1–1.5 cm. Sementara itu, hasil penelitian Hartuti dan Asgar (1994) menyebutkan bahwa kualitas cabai yang dibutuhkan oleh industri adalah cabai berukuran panjang 7–15 cm dan diameter 0.5–1.5 cm.

(34)

pangkal 13–<15 mm, dan mutu III jika panjang buah < 9 cm dengan diameter pangkal < 13 mm. Berdasarkan ukuran panjang (12–14 cm) dan diameter pangkal (15–17 mm), maka galur IPB009019-3-4-10, IPB009019-3-4-7, Pesona I-2, dan IPB002046-2-14c-14 termasuk dalam kriteria mutu I SNI.

Jumlah Buah per Tanaman, Bobot Buah per Tanaman dan Potensi Produktivitas

Nilai rataan jumlah buah per tanaman berkisar 48.24–100.33buah. Galur IPB110005-91-17-3 memiliki nilai rataan jumlah buah per tanaman yang paling banyak diantara galur yang diuji, namun tidak berbeda nyata dengan 11 galur lain. Galur IPB110005-91-17-3 memiliki nilai rataan jumlah buah per tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan Trisula dan Tit Super, namun lebih sedikit dari

Lembang I. Galur IPB009019-3-4-7 memiliki nilai rataan jumlah buah paling sedikit serta tidak berbeda nyata dengan Trisula, Tit Super dan enam galur lainya (Tabel 10).

Nilai rataan bobot buah per tanaman berkisar 402.41–582.18 g. Galur IPB110005-91-13-4 memiliki nilai rataan bobot buah per tanaman yang paling besar, namun tidak berbeda nyata dengan Tit Super dan 15 galur lain. Galur IPB009019-3-4-7 memiliki nilai rataan bobot buah per tanaman paling kecil diantara galur yang diuji serta tidak berbeda nyata dengan Lembang I, Trisula, Tit Super dan 14 galur lainya (Tabel 10).

(35)

Tabel 10. Nilai rataan bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, IPB110005-91-13-12 73.95bcdefg 521.13abc 11.12abc IPB110005-91-13- 4 81.05bcdef 582.18a 12.42a IPB110005-91-17-18a 85.29bcde 510.93abc 10.90abc IPB110005-91-17-3 100.33b 462.49abcd 9.87abcd IPB110005-91-4-6 95.33bc 435.74abcd 9.30abcd IPB110005-91-4-8 88.05bcd 421.22abcd 8.99abcd IPB120005-1-1-17 99.81b 452.41abcd 9.65abcd IPB120005-5-11-1 74.95bcdefg 516.03abc 11.01abc IPB120005-5-11-2 82.24bcdef 507.04abc 10.82abc IPB120005-5-19-3 91.19bc 496.84abc 10.60abc IPB009019-3-4-10 71.24cdefg 561.43abc 11.98abc IPB009019-3-4-7 48.24g 402.41cd 8.59cd

Pesona I-1 93.43bc 533.80abc 11.39abc

Pesona I-2 84.05bcdef 579.35ab 12.36ab

IPB002046-2-5-8 56.62fg 415.02abcd 8.85abcd IPB002046-2-14c-14 52.71g 434.65abcd 9.27abcd IPB002001-4-3b-5 71.00cdefg 484.10abc 10.33abc

Lembang I 146.95a 309.92d 6.61d

Trisula 62.86defg 407.25bcd 8.69bcd

Tit Super 57.86efg 410.49abcd 8.76abcd

Keterangan : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT taraf 5%

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Respon ketahanan yang berbeda ditunjukan oleh masing-masing genotipe

cabai. Uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa menggunakan isolat TGMII04 (C. gloeosporioides) menunjukkan sebanyak sebelas genotipe termasuk dalam

kategori sangat tahan (galur IPB 110005-91-13-4, IPB110005-91-17-18a, IPB 110005-91-17-3, IPB120005-5-11-2, IPB120005-5-19-3, IPB009019-3-4-10, Pesona I-1, Pesona I-2, IPB002046-2-5-8, IPB002001-4-3b-5, varietas komersial Trisula) dan sembilan genotipe lainya dikategorikan dalam kelas tahan (IPB110005-91-13-12, IPB110005-91-4-6, IPB110005-91-4-8, IPB120005-1-1-17, IPB120005-5-11-1, IPB009019-3-4-7, IPB002046-2-14c-14 serta varietas komersial Lembang I dan Tit Super). Sementara itu, seluruh genotipe yang diuji menggunakan isolat PYK04 (C. acutatum) dikategorikan dalam kelas sangat

rentan.

Uji daya hasil menunjukkan galur IPB009019-3-4-10 memiliki bobot per buah lebih besar dari Lembang I. Galur Pesona I-1 memiliki panjang buah yang lebih panjang dari Lembang I, Trisula, dan Tit Super. Galur IPB002046-2-5-8 memiliki diameter pangkal buah yang lebih besar dari Lembang I dan Trisula. Galur IPB110005-91-17-3 memiliki jumlah buah per tanaman lebih banyak dari Trisula dan Tit super. Galur IPB110005-91-13-4 memiliki bobot buah per tanaman yang lebih besar dari Lembang I dan Trisula. Galur IPB110005-91-13-4 memiliki potensi hasil yang terbaik diantara genotipe yang diuji.

Saran

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Academic Press. USA. 922 p.

Ameriana, M. 2000. Penilaian konsumen rumah tangga terhadap kualitas cabai. J. Hort 10(1): 61-69.

AVRDC. 2003. AVRDC Report 2002. AVRDC Publication. Taiwan. 182 p.

AVRDC. 2004. AVRDC Report 2003. AVRDC Publication. Taiwan. 194 p.

AVRDC. 2009. Chili Production Practices in Central Java, Indonesia : A Baseline Report. AVRDC Publication. Taiwan. 75 p.

Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai, 2009 -2011.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1 &id_subyek=55&notab=26 [28 April 2012]

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Cabai Merah Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 9 hal.

Berke, T. G. and P. Gniffke. 2006. Procedures for Chili Pepper Feld Evaluation Trials. AVRDC Publication. Taiwan. 5 p.

Carsono, N. 2009. Peran Pemuliaan Tanaman dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads /2009/08/peran_pemuliaan_tanaman.pdf [17 Oktober 2012]

Denoyes, B. and A. Baudry. 1995. Species identification and pathogenicity study of french Colletotrichum strains isolated from strawbery using morphological and cultural characteristics. Phytopathology 85: 53-57.

Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Komoditas Unggulan. http://hortikultura. deptan.go.id/?q=content/komoditas-unggulan [17 Oktober 2012]

Duriat, A. S., N. Gunaeni dan, A. W. Wulandari. 2007. Penyakit Penting pada Tanaman Cabai dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang. 58 hal.

Hakim, A. 2010. Evaluasi Daya Hasil dan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46 hal.

(38)

Hartuti, N. dan A. Asgar. 1994. Kualitas bahan baku dan hasil olahan cabai di tingkat industri komersial dan rumah tangga di bandung. Bul. Penel. Hort. 26(2): 142-150.

Hilmayanti, I., W. Dewi, H. K. Murdaningsih, M. Rahardja, N. Rostini, dan R. Setiamihardja. 2006. Pewarisan karakter umur berbunga dan ukuran buah cabai merah (Capsicum annuum L.). Zuriat 17: 86-93.

Kim, S. H., J. B. Yoon, J. W. Do, and H. G. Park. 2008. A major recessive gene associated with anthracnose resistance to Colletotrichum capsici in chili pepper (Capsicum annuum L.). Breeding Science 58: 137-141.

Kusandriani, Y. dan A. Muharam. 2005. Produksi Benih Cabai. Balitsa. Lembang. 31 hal.

Kusumah, D. A. 2010. Analisis Stabilitas Hasil Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 79 hal.

Marliyanti, L., M. Syukur, dan Widodo. 2013. Daya hasil 15 galur cabai IPB dan ketahanannya terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Bul. Agrohorti 1(1):7-13.

Piay, S. S., A. Tyasdjaja, Y. Ermawati, dan F. R. P. Hantoro. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L.). BPTP Jawa Tengah. Ungaran. 60 hal.

Redaksi AgroMedia. 2007. Budidaya Cabai Merah Pada Musim Hujan. Agromedia Pustaka. Jakarta. 66 hal.

Rubatzky, V. E. Dan M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3 : Prinsip Produksi dan Gizi (diterjemahkan dari : Principles, Production, Nutritive Values, penerjemah : C. Herison). Penerbit ITB. Bandung. 320 hal

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 850 hal.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 184 hal.

Syukur, M., S. Sujiprihati, J. Koswara, dan Widodo. 2007. Pewarisan ketahanan cabai (Capsicum annuum L.) terhadap antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Bul. Agron. 35(2): 112-117.

Syukur, M., S. Sujiprihati, J. Koswara, dan Widodo. 2009. Ketahanan terhadap antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum pada beberapa genotipe cabai (Capsicum annuum L.) dan korelasinya dengan kandungan kapsaicin dan peroksidase. J. Agron. Indonesia 37(3): 233-239.

(39)

Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 348 hal.

Than, P. P., H. Prihastuti, S. Phoulivong, P. W. J. Taylor, and K. D. Hyde. 2008a. Chilli anthracnose disease caused by Colletotrichum spesies. J Zheijang Univ Sci B 9(10): 764-778.

Than, P. P., R. Jeewon, K. D. Hyde, S. Pongsupasamit, O. Mongkolporn and P. W. J. Taylor. 2008b. Characterization and pathogenecity of Colletotrichum spesies with anthracnose on chilli (Capsicum spp.) in Thailand. Plant Pathology 57: 562-572.

Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 364 hal.

Yoon, J. B. 2003. Identification of genetic resources, interspecific hybridization, and inheritance analysis for breeding pepper (Capsicum annuum) resistant to anthracnose. Disertasi. Seoul National University, Seoul. 140 p.

(40)
(41)

Lampiran 1. Sidik ragam diameter nekrosis pada buah cabai yang diinokulasi

Total terkoreksi 59 381.1979 KK = 12.27%

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 2. Sidik ragam diameter nekrosis pada buah cabai yang diinokulasi isolat TGMII04 (C. gloeosporioides)

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf 1%,

Lampiran 3. Sidik ragam tinggi tanaman cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 3661.6576 192.7188 2.94 0.0023**

Ulangan 2 436.8007 218.4003 3.33 0.0466*

Galat 38 2494.4714 65.6439

Total terkoreksi 59 6592.9297 KK = 12.19%

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf 1%,

Lampiran 4. Sidik ragam tinggi dikotomus tanaman cabai

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 478.9309 25.2068 6.72 <.0001**

Ulangan 2 0.5875 0.2937 0.08 0.9249tn

Galat 38 142.6135 3.7529

Total terkoreksi 59 622.1319 KK = 7.06%

Keterangan : ** berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 5. Sidik ragam lebar tajuk tanaman cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 1290.0541 67.8976 2.44 0.0094**

Ulangan 2 100.6949 50.3475 1.81 0.1771tn

Galat 38 1055.6758 27.7809

Total terkoreksi 59 2446.4249 KK = 5.98%

(42)

Lampiran 6. Sidik ragam umur berbunga tanaman cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 192.0667 10.1088 5.41 <.0001**

Ulangan 2 7.6333 3.8167 2.04 0.1438tn

Galat 38 71.0333 1.8693

Total terkoreksi 59 270.7333 KK = 5.15%

Keterangan : ** berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 7. Sidik ragam umur panen tanaman cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 1218.6667 64.1404 12.61 <.0001** Ulangan 2 39.4333 19.7167 3.88 0.0294*

Galat 38 193.2333 5.0851

Total terkoreksi 59 1451.3333 KK = 3.03%

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh nyata pada taraf 1%,

Lampiran 8. Sidik ragam bobot buah cabai

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 275.8386 14.5178 11.47 <.0001** Ulangan 2 1.5179 0.7589 0.60 0.5542tn

Galat 38 48.1063 1.2659

Total terkoreksi 59 325.4628 KK = 11.33%

Keterangan : ** berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 9. Sidik ragam panjang buah cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 10. Sidik ragam diameter pangkal buah cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 394.4108 20.7585 12.9 <.0001**

Ulangan 2 0.3163 0.1581 0.1 0.9066tn

Galat 38 61.1498 1.6092

Total terkoreksi 59 455.8769 KK = 9.11 %

(43)

Lampiran 11. Sidik ragam jumlah buah per tanaman cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 27700.3649 1457.9139 6.95 <.0001** Ulangan 2 721.8564 360.9282 1.72 0.1925tn

Galat 38 7969.2151 209.7162

Total terkoreksi 59 36391.4364 KK = 17.91%

Keterangan : ** berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 12. Sidik ragam bobot buah per tanaman cabai

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 274309.9362 14437.3651 1.89 0.0469* Ulangan 2 3998.7599 1999.3799 0.26 0.7711tn

Galat 38 290310.4493 7639.7487

Total terkoreksi 59 568619.1454 KK = 18.51%

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%, tn tidak berpengaruh nyata

Lampiran 13. Sidik ragam potensi produktivitas cabai

Sumber Db JK KT F Hitung Pr > F

Genotipe 19 124.9113 6.5743 1.89 0.0468*

Ulangan 2 1.8167 0.9094 0.26 0.7714tn

Galat 38 132.2181 3.4794

Total terkoreksi 59 258.9481 KK = 18.51%

Gambar

Tabel 1. Galur dan varietas cabai yang digunakan
Tabel 2. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa
Gambar 2. Koloni  isolat Colletotrichum yang digunakan
Tabel 3. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa isolat
+6

Referensi

Dokumen terkait

PEWARISAN KARAKTER KETAHANAN PADA CABAI (Capsicum annuurn x Capsicum clrinense).. TERHADAP PENYAKlT ANTRAKNOSA (CoICetotrichum g2oeosporioides

Colletotrichum acutatum , 3) perlakuan penyemprotan menggunakan ekstrak daun sirih 10% pada cabai dapat menekan terjadinya penyakit antraknosa paling rendah yaitu sebanyak 30%

Studi tentang keragaman dan seleksi ketahanan tanaman cabai terhadap penyakit antraknosa perlu dilakukan guna memeroleh informasi genetik dalam merakit varietas

Buah cabai yang merupakan populasi hasil persilangan genotipe C15 dan C2 digunakan untuk mempelajari parameter genetika ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh

IPB019015 memiliki bobot buah total per tanaman dan produktivitas lebih besar dibandingkan dengan Lembang I, namun tidak berbeda dengan Gelora,. Tit Super, Tombak

Pemanfaatan Khamir untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa pada Buah Cabai Dari hasil isolasi didapatkan 5 isolat khamir yang potensial sebagai agens antagonis, selain

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum.. Penelitian

Buah cabai yang merupakan populasi hasil persilangan genotipe C15 dan C2 digunakan untuk mempelajari parameter genetika ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh