KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI
DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT
ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH
Colletotrichum acutatum
Oleh :
RYANDA RACHMAD MURDANI
A24080150
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
RYANDA RACHMAD MURDANI. Keragaan Beberapa Genotipe Cabai dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh
Colletotrichum acutatum. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan beberapa genotipe
cabai IPB serta ketahanannya terhadap penyakit antraknosa. Hipotesis yang
diajukan adalah terdapat galur cabai yang berdaya hasil tinggi dan galur cabai
yang memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa
Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu pada Laboratorium Genetika dan
Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
IPB dan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga. Penelitian dilaksanakan
pada bulan November 2011 - Juli 2012.
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 galur cabai
IPB yaitu genotipe cabai keriting (IPB C179, IPB C183, IPB C186, IPB C187,
IPB C191, IPB C192, IPB C196, IPB C233 dan IPB C237), genotipe cabai rawit
(IPB C180 dan IPB C230), dan genotipe cabai besar (IPB C15 dan IPB C235).
Inokulum yang digunakan untuk menguji ketahanan cabai terhadap penyakit
antraknosa adalah Colletotrichum acutatum isolat PYK04 asal Payakumbuh. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal, dengan tiga ulangan. Untuk melihat
perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s
Multiple Range Test) pada taraf α = 5% dan uji kontras orthogonal pada taraf α =
5%.
Pengamatan dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif.
Pengamatan yang dilakukan pada uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa
meliputi pengamatan kejadian penyakit (KP) dan diameter nekrosis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe cabai dengan
produktivitas yang baik dari genotipe lainnya adalah IPB C179, IPB C183, IPB
C187, IPB C192, IPB C196, dan IPB C233. Uji ketahanan terhadap antraknosa
kategori moderat dibandingkan genotipe lainnya yang masuk kategori sangat
rentan terhadap Colletotrichum acutatum isolat PYK 04.
Hasil dari uji kontras jumlah buah dan bobot buah cabai menandakan
cabai besar memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih rendah dibandingkan
dengan cabai keriting, akan tetapi cabai besar memiliki bobot buah per tanaman
KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI
DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT
ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH
Colletotrichum acutatum
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
RYANDA RACHMAD MURDANI
A24080150
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul
:
KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN
KETAHANANNYA
TERHADAP
PENYAKIT
ANTRAKNOSA
YANG
DISEBABKAN
OLEH
Colletotrichum acutatum
Nama
:
RYANDA RACHMAD MURDANI
NIM
:
A24080150
Menyetujui:
Pembimbing
Dr. Muhamad Syukur, SP. MSi NIP : 19720102 200003 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP: 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi, Provinsi Jambi pada tanggal 12 Oktober 1991.
Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Muryadi dan Ibu Nuraida.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Islam Al – Falah Jambi, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan di SMP N 1 Jambi selama 2 tahun dengan
mengikuti program akselerasi yang diselenggarakan pada sekolah tersebut dan
lulus pada tahun 2005, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1
Jambi. Pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Agronomi dan Hortikultura.
Tahun 2008, penulis mengikuti Himpunan Mahasiswa Jambi. Pada tahun
2010 berpartisipasi pada koperasi mahasiswa Agronomi dan Hortikultura yang
dinamai dengan Agrohotplate sebagai staf di divisi Operasional Produk. Pada
tahun 2011 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa yang
diselenggarakan oleh Dikti dan memperoleh pendanaan untuk program PKM
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Keragaan Beberapa Genotipe Cabai dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang
Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum” dengan baik.
Penulis telah banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak selama
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi dan Alm Dr. Rahmi Yunianti, SP, MSi selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama penelitian hingga skripsi disusun.
2. Muryadi S.H. dan Nuraida S.Pd., orang tua penulis yang telah memberikan
seluruh kasih sayang dan dan dukungan terhadap penulis.
3. Keluarga besar Djambak Husein yang telah banyak memberikan kebahagiaan
tersendiri bagi penulis.
4. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan urusan
akademik dengan baik.
5. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu, MS dan Dr. Dewi Sukma, SP, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberi banyak saran dan masukkan yang bermanfaat.
6. Abdul Hakim SP, Tiara Yudilastri SP, Undang SP, Faradila Danasworo Putri
SP, Wulandari Kuswahariani SP, Agus Cahyadi Satiapurna, dan Pak Darwa
yang membantu penulis selama penelitian.
7. Erick Raynalta, Monica Cory Wiyoto, Yodi Marthin, Gusto Wiryawan, Abe
Eiko Juliana, Rotua Melisa, Christian Simanjuntak, Roberto Danieli, Raden
Rahardito, Mochlisin Andriyanto, Syhabuddin Al Tapsi yang telah
memberikan arti sebuah pertemanan.
8. Inessya Feronica, Virza Maradhika, Ivan Taufik, Misran, Kristian Edo
Zulfamy, Shanty Nathalia, Fahrul Irianto, Anggi Maniur, Mudita Natania yang
telah memberikan arti kekeluargaan.
Bogor, Maret 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Hipotesis ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Asal dan Taksonomi Cabai ... 3
Botani dan Morfologi Cabai ... 3
Syarat Tumbuh Cabai ... 5
Antraknosa pada Cabai ... 5
Ketahanan Cabai terhadap Penyakit Antraknosa ... 7
Pemuliaan Tanaman Cabai ... 8
BAHAN DAN METODE ... 10
Bahan dan Alat ... 10
Metode Penelitian ... 11
Pelaksanaan Penelitian ... 11
Pengamatan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
Kondisi Umum ... 17
Karakter Kuantitatif ... 19
Karakter Kualitatif ... 27
Kejadian Penyakit dan Diameter Nekrosis ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
Kesimpulan ... 32
Saran ... 32
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nama dan asal 13 genotipe cabai………. 10
2. Kriteria ketahanan tanaman cabai terhadap antraknosa berdasarkan kejadian penyakit ………... 16
3. Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif cabai………. 19
4. Nilai tengah waktu berbunga dan waktu panen cabai……….. 20
5. Nilai tengah panjang dan bobot buah cabai……….. 21
6. Nilai tengah diameter buah cabai………. 22
7. Nilai tengah tinggi tanaman cabai, tinggi dikotomus cabai, diameter batang cabai, dan lebar tajuk cabai……… 23
8. Nilai tengah jumlah buah cabai……….... 25
9. Nilai tengah bobot buah layak pasar cabai, bobot buah per tanaman cabai, dan produktivitas cabai..………. 26
10.Hasil uji kontras jumlah buah cabai dan bobot buah per tanaman cabai antara genotipe cabai rawit, cabai besar, dan cabai keriting… 27
11.Karakter bentuk buah, permukaan kulit buah, warna buah matang, Dan warna buah muda cabai………. 28
12.Karakter bentuk kanopi cabai, warna daun cabai, dan bentuk daun……….. 29
13.Karakter warna antera cabai, warna helai mahkota cabai, dan warna kelopak cabai………. 29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data iklim Dramaga Bogor………... 38
2. Sidik ragam karakter umur panen cabai…..………. 38
3. Sidik ragam karakter umur berbunga cabai……….. 38
4. Sidik ragam karakter tinggi tanaman cabai ………... 38
5. Sidik ragam karakter tinggi dikotomus cabai ……….. 39
6. Sidik ragam karakter panjang buah cabai ………... 39
7. Sidik ragam karakter lebar tajuk cabai ……… 39
8. Sidik ragam karakter diameter buah – pangkal cabai …………... 39
9. Sidik ragam karakter diameter buah – tengah cabai ……… 40
10.Sidik ragam karakter diameter buah – ujung cabai …………... 40
11.Sidik ragam karakter diameter batang cabai ……… 40
12.Sidik ragam karakter diameter batang cabai ……… 40
13.Sidik ragam karakter bobot buah layak pasar cabai ……… 41
14.Sidik ragam karakter bobot buah per tanaman cabai ……….. 41
15.Sidik ragam karakter jumlah buah layak pasar cabai …………... 41
16.Sidik ragam karakter jumlah buah per tanaman cabai ……… 41
17.Sidik ragam karakter produktivitas cabai ………... 42
18.Sidik ragam karakter kejadian penyakit cabai ………... 42
19.Sidik ragam karakter diameter nerkrosis cabai ………... 42
20.Sidik ragam kontras orthogonal jumlah buah cabai……… 42
21.Sidik ragam kontras orthogonal bobot buah per tanaman cabai…. 43 22.Deskripsi genotipe cabai ………... 44
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pengamatan kejadian penyakit dan diameter nekrosis cabai... 16
2. Kondisi pertanaman cabai di kebun percobaan Leuwikopo... 18
3. Kondisi percobaan di laboratorium genetika dan pemuliaan tanaman pada saat inokulasi... 19
4. Deskriptor bentuk buah cabai... 57
5. Deskriptor bentuk daun cabai... 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu tanaman hortikultura
penting dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia. Bahkan di
banyak negara cabai dianggap sebagai bahan pangan yang penting. Disamping
kontribusi aromanya, cabai adalah sumber pro-vitamin A dan vitamin C yang
sangat baik (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Selain digunakan sebagai bahan
dasar pangan cabai memiliki berbagai macam produk olahan seperti cabai kering,
bubuk cabai, abon cabai, acar cabai, sambal cocktail cabai mangga (Tim Penulis Agriflo, 2012)
Menurut data BPS (2012) produksi cabai di Indonesia pada tahun 2009
mencapai 1,378,727 ton, akan tetapi terjadi penurunan pada tahun 2010 menjadi
1,328,864 ton. Produksi cabai meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi
1,483,079 ton dengan produktivitas 6.19 ton/ha. Duriat et al. (2007) menyatakan
potensi produktivitas cabai dapat mencapai 12 - 20 ton/ha. Ini menandakan
produktivitas cabai di Indonesia masih di bawah potensi produktivitasnya.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di
daerah tropis dan subtropis yaitu serangan penyakit antraknosa yang disebabkan
oleh beberapa spesies Colletotrichum spp. dan yang paling dominan adalah C.
acutatum, C. capsici dan C. gloeosporioides. Kerusakan yang diakibatkan oleh
organisme ini cukup parah di berbagai negara di Asia. Patogen ini biasanya
menyerang cabai pada tingkat kematangan hijau dan merah (Kim et al., 2007).
Kehilangan hasil panen pada cabai di Indonesia akibat serangan
antraknosa dapat mencapai 10 - 80% di musim hujan dan 2 - 35% di musim
kemarau (Widodo, 2007). Penggunaan pestisida secara intensif dalam
pengendalian penyakit antraknosa dapat mengurangi tingkat serangan dari
cendawan Colletotrichum spp., akan tetapi penggunaan pestisida secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi dan kerusakan
lingkungan.
Penggunaan varietas yang tidak unggul merupakan salah satu penyebab
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi, sehingga perakitan
varietas unggul diperlukan untuk meningkatkan produktivitas cabai melalui
pemuliaan tanaman (Syukur et al., 2010).
Informasi tentang keragaan dan ketahanan cabai terhadap penyakit
antraknosa merupakan bagian dari tahapan pemuliaan tanaman. Pengetahuan ini
dapat digunakan untuk merakit varietas berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap
penyakit antraknosa.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan beberapa genotipe
cabai dan ketahanannya terhadap penyakit antraknosa.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat satu atau lebih galur cabai
yang memiliki daya hasil tinggi diantara galur yang diuji dan terdapat satu atau
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Taksonomi Cabai
Cabai adalah tanaman asli wilayah tropika dan subtropika Amerika.
Pedagang Spanyol dan Portugis berperan dalam penyebaran cabai ke seluruh
dunia. Capsicum annuum adalah spesies yang paling luas dibudidayakan. Bentuk
yang didomestikasi diklasifikasikan sebagai C. annuum var. annuum; anggota liarnya adalah C. annuum var. Aviculare, spesies ini didomestikasi di wilayah sekitar Meksiko dan Guatemala (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Basu
dan De (2003) taksonomi cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Solnales
Genus : Capsicum
Species : chinense/annuum/pubescens/etc.
Botani dan Morfologi Cabai
Capsicum annuum
Cabai adalah tanaman herba, sebagian besar menjadi berkayu pada
pangkal batangnya, dan beberapa jenis menjadi lir-semak, merupakan tanaman
tahunan tropika yang biasanya ditanam sebagai tanaman setahun. Umumnya
tanaman tumbuh tegak, sangat bercabang, dan tinggi 0.5 - 1.5 m. Akar tunggang
kuat dan dalam, perakarannya umumnya berkembang sempurna. Daun yang relatif
halus dengan bulu jarang adalah daun tunggal dan tipis, dengan ukuran yang
bervariasi, dengan helaian daun lanset dan bulat telur lebar (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999).
Secara botani, buah seringkali tumbuh tunggal pada setiap buku, kulit
buah tumbuh lebih cepat dari plasenta, yang menyebabkan buah berongga. Ketika
pematangan hingga warna matang disertai oleh akumulasi gula sederhana di
dalam kulit buah. Warna buah cabai sangat bervariasi mulai dari hijau, kuning,
atau bahkan ungu ketika muda, dan kemudian berubah menjadi merah, jingga,
kuning, atau campuran warna ini, dengan meningkatnya umur buah. Warna hijau
adalah akibat klorofil, sedangkan warna merah dan kuning disebabkan oleh
adanya karotenoid, dan ungu disebabkan oleh antosianin (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999).
Cabai juga dikenal dengan tingkat kepedasannya, tingkat kepedasan tidak
bergantung pada ukuran, bentuk, dan tingkat kematangan buah akan tetapi ada
sejenis zat kimia yang disebut capsaicin yang berada pada plasenta di buah yang diukur dalam Scoville units (Acquaah, 2009).
Capsicum frutescens
Cabai rawit adalah tanaman shrub evergreen yang biasanya memiliki tinggi 1 - 1.5 m dan diameter batang 1 - 3 cm. Tanaman ini didukung oleh akar
tunggang yang pendek hingga panjang (bergantung pada kondisi tanah), banyak
tersebar akar lateral, dan cukup banyak akar serabut. Daun berbentuk ovate hinga
ovate-lanceolate yang memiliki ragam pada ukuran. Warna bunga cabai rawit beragam antara Kehijauan - putih hingga kekuningan - putih dengan warna anther
biru, ungu, atau kuning. Warna buah saat matang adalah merah atau merah -
orange, elongated dengan ujung yang runcing atau bulat, dengan panjang 1.5 cm
hingga 3.5 cm dan tebal buah 0.5 cm hingga 1.2 cm (Francis, 2008).
C. frutescens dikenal dengan nama cabai rawit putih dengan diameter buah lebih tebal dari pada rawit C. annuum dengan umur tanaman tahunan (biasanya hingga 2 tahun). Tipe cabai rawit yang termasuk spesies C. annuum adalah cabai
rawit yang buah mudanya berwarna hijau atau putih kekuningan serta bentuk buah
langsing. Rawit hijau sangat mudah bersilang dengan cabai besar, keriting, dan
Syarat Tumbuh Cabai
Cabai tumbuh baik pada berbagai klasifikasi tanah dari pasir ringan hingga
liat. Saat waktu tumbuhnya pendek, tanah pasir dan pasir lempung lebih dipilih.
Tanah berlumpur dan tanah lempung berliat sangat memuaskan saat kondisi
lainnya memungkinkan (Thompson dan Kelly, 1957). Tanah sebaiknya memiliki
drainase dan dipersiapkan dengan baik dengan pH berkisar antara 6.5 hingga 7.5.
Tanah yang sangat asam dengan pH di bawah 6.5 sebaiknya dilakukan
pengapuran untuk menaikkan pH. Bahan organik yang cukup di dalam tanah
dapat meningkatkan kapasitas lapang tanah dan kadar garam tanah sebaiknya
tidak tinggi (Nonnecke, 1989).
Untuk tumbuh dengan baik, tanaman cabai membutuhkan suhu optimum
rata - rata 21 - 29.5 oC, dengan suhu terendah 18 oC dan suhu tertinggi 32 oC.
Cabai sangat sensitif terhadap suhu perkecambahan dan dapat tumbuh optimum
pada suhu rata - rata 29.5 oC. Warna terbaik buah dapat dijumpai pada suhu 18 – 24 oC dan warna dapat berhenti terbentuk pada suhu di bawah 13 oC. Suhu di atas
32 oC dapat menurunkan inisiasi mekarnya bunga, tapi pembungaan dan
pembuahan akan kembali normal saat suhu turun menjadi suhu optimum
(Nonnecke, 1989).
Berdasarkan penelitian Suwandi et al. (2011), curah hujan yang baik bagi
pertumbuhan tanaman adalah 600 mm/tahun atau 20.2 ml/tanaman. Curah hujan
yang tinggi akan berdampak pada pembungaan dan pembuahan menyebabkan
bunga gugur dan buah membusuk.
Antraknosa pada Cabai
Antraknosa adalah penyakit yang menyerang daun, batang, atau buah yang
biasanya ditemukan bintik berwarna hitam atau luka berbentuk cekung dengan
pinggiran yang sedikit mengangkat. Antraknosa juga menyebabkan kerusakan
ranting dan matinya percabangan. Pada buah bintik hitam muncul dan membentuk
permukaan seperti gabus. Penyakit antraknosa sering mengakitbatkan jatuh dan
Antraknosa pada cabai bisa disebabkan oleh empat spesies dari
Colletotrichum: C. acutatum, C. gloeosporoides, C. capsici, dan C. coccodes.
Tiga patogen pertama berdasarkan urutan sering muncul pada daerah dengan
iklim yang lembab dan hangat di seluruh dunia. Meskipun antraknosa adalah salah
satu penyakit yang paling banyak menimbulkan kerusakan pada cabai, sampai
sekarang belum ada varietas komersial cabai yang tahan terhadap penyakit
antraknosa (AVRDC, 2003).
Cendawan Colletotrichum dapat berkembang dengan baik pada suhu yang
tinggi dan kelembaban yang tinggi. Konidia dapat tersebar ketika acervuli basah dan biasanya tersebar oleh hembusan air hujan atau bersentuhan dengan serangga,
hewan lainnya, alat - alat produksi tanaman. Pada awalnya hifa tumbuh dengan
cepat, tetapi hanya menimbulkan sedikit atau tidak sama sekali perubahan warna
atau gejala lainnya. Saat buah mulai matang, cendawan menjadi sangat agresif dan
gejala mulai muncul (Agrios, 1997). Cendawan dapat tumbuh didalam daging
buah dan menginfeksi benih dari dalam. Permukaan biji juga dimungkinkan
terkontaminasi oleh sporanya. Jika cendawan terbawa oleh biji akan menyebabkan
infeksi daun dan batang pada saat persemaian (Doolittle, 1953).
Colletotrichum acutatum memiliki miselium yang berwarna putih hingga
kelabu. Dalam bentuk koloni berwarna oranye, merah muda dan dark olive, tidak
ada nya acervuli yang terbentuk dan konidia berbentuk silindris dengan ujung runcing dengan bentuk appressorium bulat hingga oval. Konidia memiliki ukuran
15.1 (12.8 - 16.9) x 4.8 (4.0 - 5.7) µm. C. acutatum tumbuh dengan optimal pada
suhu 28 oC dengan laju pertumbuhan sebesar 5.3 (4.0 - 6.0) mm/hari dan memiliki
aktivitas protease yang sangat tinggi dibandingkan dengan C. gloeosporoides dan
C. capsici (AVRDC, 2004). Konidia dapat berkembang dalam air dalam waktu 4 jam dan langsung membentuk apressorium (Singh, 1963).
Colletotrichum dapat dikontrol dengan memberikan perlakuan khusus
pada pada benih dengan bahan kimia dan air panas, melakukan rotasi tanaman
dalam 2 hingga 3 tahun jika dimungkinakan, penggunaan varietas yang tahan, dan
penggunaan pestisida dengan bahan aktif benomyl, mancozeb, chlorotholonil, dan
Ketahanan Cabai terhadap Penyakit Antraknosa
Pada tumbuhan dikenal tiga macam ketahanan terhadap penyakit, yaitu
ketahanan mekanis, ketahanan kimiawi, dan ketahanan fungsional. Ketahanan
mekanis dan ketahanan kimiawi dapat terdiri atas ketahanan pasif dan ketahanan
aktif. Pada ketahanan pasif atau statis sifat - sifat yang menyebabkan tumbuhan itu
tahan sudah terdapat sebelum infeksi terjadi, sedangkan pada ketahanan aktif sifat
- sifat tersebut baru terjadi setelah tumbuhan terinfeksi (Semangun, 2006).
Ketahanan mekanis pasif misalnya tumbuhan mempunya epidermis yang
berkutikula tebal, adanya lapisan lilin dan lain - lain. Ketahanan mekanis aktif
biasanya bekerja sesudah ada kontak patogen, misalnya terbentuknya lapisan
pemisah yang terdiri atas lapisan gabus, sel - sel yang berisi gom (blendok), sel -
sel absisi dan filosis. Ketahanan kimiawi biasanya disebabkan tanaman tertenetu
mempunyai atau tidak mempunyai senyawa - senyawa tertentu. Tanaman yang
mempunyai zat penghambat misalnya asam - asam minyak, senyawa fenol dan
ester yang terdapat dengan kadar tinggi pada jaringan muda tanaman tahan dapat
menghambat penetrasi patogen. Sebaliknya ketahanan dapat disebabkan karena
tidak terdapatnya senyawa terntentu yang diperlukan bagi perkembangan patogen
(Ganefianti et al., 2011).
Biasanya tanaman melindungi diri dari serangan patogen dengan 2 cara
yaitu, karakteristik struktural yang menjadi ketahanan fisik dan menghambat
patogen untuk masuk dan menyebar didalam tubuh tumbuhan, dan reaksi biokimia
yang berada di dalam sel dan jaringan tanaman dan memproduksi zat yang
menjadi racun bagi patogen atau menciptakan kondisi yang dapat menghambat
pertumbuhan patogen pada tumbuhan. Apapun sifat ketahananya itu semua
dikendalikan oleh materi genetik (gen - gen) baik dari tanaman maupun dari
patogen (Agrios, 1997).
Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C.
acutatum dikendalikan oleh banyak gen, tidak ada efek maternal, dan gen
buah dan aktivitas peroksidase pada daun tidak dapat dijadikan penanda
ketahanan cabai terhadap antraknosa yang disebabkan oleh C. acutatum.
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang berdaya
hasil tinggi dalam ukuran, jumlah, dan kandungan, tahan terhadap cekaman biotik
(tahan serangan hama dan penyakit tanaman) dan abiotik (toleran tanah masam,
salin, dan lain - lain), memiliki kualitas yag baik seperti rasa, aroma, warna, dan
ukuran, serta untuk mendapatkan tanaman yang memiliki nilai estetik (Syukur et al., 2012). Perbaikan sifat genetik dan agronomik tanaman dapat dilakukan melalui pemuliaan. Secara konvensional, perbaikan sifat dilakukan dengan
persilangan antar spesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat yang
diinginkan. Persilangan dapat diterapkan pada tanaman berbunga, berbuah, berbiji
dan berkembang untuk melanjutkan keturunannya (Soedjono, 2003). Perbaikan
suatu karakter akan berarti jika kegiatan seleksi dilakukan pada populasi dengan
keragaman genetik yang luas (Ernila, 2012).
Tahapan dari kegiatan pemuliaan tanaman dimulai dengan koleksi plasma
nutfah, yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan
genotipe (varietas) yang diinginkan atas dasar tujuan pemuliaan tanaman, setelah
itu diseleksi dan dikarakterisasi, lalu dilakukan perluasan keragaman genetik dan
dilakukan seleksi kembali, dan dilakukan pengujian dan evaluasi hingga pada
akhirnya varietas dapat dilepas dan dilakukan perbanyakan (Syukur et al., 2012).
Tanaman Cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (Self-
pollinated crop). Metode pemuliaan cabai mengikuti metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri, yaitu metode seleksi massa, galur murni, seleksi pedigree, silang balik (back-cross), dan SSD (single seed descent). Varietas cabai diarahkan
pada varietas galur murni atau bersari bebas (OP). Namun demikian, presentase
penyerbukan silang pada cabai cukup tinggi, yaitu dapat mencapai 35%. Oleh
karena itu, cabai juga diarahkan pada pembentukan varietas hibrida (Syukur et al.,
Kategori unggul cabai sangat mendukung untuk memperoleh hasil yang
tinggi serta kualitas buah yang prima. Karakter unggul tersebut diantaranya adalah
produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama dan
penyakit, daya simpan buah lebih lama, tingkat kepedasan tertentu, dan kualitas
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu Kebun Percobaan
Leuwikopo IPB Dramaga dan Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian ± 207 m di atas permukaan laut.
Penelitian dimulai pada bulan November dan berakhir pada bulan Juli 2012.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah 13 genotipe cabai IPB hasil
eksplorasi yang dibagi ke dalam 3 grup yaitu cabai besar, cabai keriting, dan cabai
rawit dan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nama dan asal 13 genotipe cabai
No. Kode Genotipe Tipe Cabai Asal
1 IPB C179 Keriting Cikole
2 IPB C180 Rawit Lembang
3 IPB C183 Keriting Lampung
4 IPB C186 Keriting Cikole
5 IPB C187 Keriting Cikole
6 IPB C191 Keriting Nias Sibolga
7 IPB C192 Keriting Medan Pasar Sail
8 IPB C196 Keriting Bukit Tinggi Pasar Pusat
9 IPB C230 Rawit Prambanan Sleman
10 IPB C233 Keriting Boyolali
11 IPB C235 Besar Yogyakarta
12 IPB C237 Keriting Mungkit Magelang
13 IPB C15 Besar AVRDC
Bahan inokulum yang digunakan yaitu Colletotrichum acutatum isolat PYK 04 yang berasal dari Payakumbuh. Alat dan Bahan yang digunakan adalah
media semai, pupuk kandang, NPK mutiara, Gandasil D, urea, SP-36, KCl,
cabinet, gelas L, gelas kimia, haemocytometer, micro-injection, mikroskop elektrik, anyaman kawat dan bak plastik.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini, baik di lapangan maupun
laboratorium menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT),
faktor tunggal. Terdapat 13 genotipe dan 3 ulangan sehingga terdapat 39 satuan
percobaan. Model aditif linear percobaan yang digunakan adalah :
Yij= µ + αi+ βj+ εij
Keterangan :
i = 1, 2, 3,…13 j = 1, 2, dan 3
Yijk = Nilai pengamatan pada galur ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh galur ke-i
βj = Pengaruh ulangan ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan pada galur ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Jika
hasil pengujian menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, maka akan dilakukan
uji lanjut dengan menggunakan DMRT(Duncan’s Multiple Range Test) dan kontras orthogonal pada taraf α = 5%. Analisis ragam yang digunakan berpedoman pada Gomes dan Gomez (1995).
Pelaksanaan Penelitian
Uji Daya Hasil
Penyemaian
Benih cabai disemai sebanyak 2 benih per lubang pada tray yang berisi
media tanam dan telah diberi label. Penyiraman pada persemaian dilakukan dua
kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemupukan NPK mutiara 10 g/l dan Gandasil
disemprot dengan menggunakan pestisida dan dipisahkan dengan bibit yang masih
sehat agar hama dan penyakit tidak menjadi endemik. Bibit cabai yang minimal
telah memiliki daun sejati 3 - 4 pasang telah siap dipindahkan ke lapangan.
Perisapan Lahan
Lahan diberi pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha. Bedengan dibuat dengan
lebar 1 m, panjang 5 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar bedeng 50 cm. Satu minggu
sebelum tanam, lahan diberi pupuk urea (200 kg/ha), KCl (200 kg/ha), dan SP-36
(150 kg/ha). Bedengan kemudian ditutup dengan mulsa plastik perak. Jarak
tanam yang digunakan yaitu 50 cm x 50 cm, sehingga satu bedeng terdapat 20
tanaman.
Bibit cabai dipindahkan ke lapangan pada saat 7 minggu setelah tanam.
Furadan 3G dengan dosis 1-2 g/tanaman diberikan pada lubang tanam sebelum
bibit dipindahkan. Bibit yang telah ditanam diikat pada ajir yang telah
ditancapkan sebelumnya dengan menggunakan tali rafia agar tanaman tidak
mudah rebah akibat tiupan angin.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai yang dilakukan yaitu penyiraman,
penyulaman, pewiwilan, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit. Pewiwilan merupakan kegiatan pembuangan tunas air yang akan
menganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan rutin secara
manual. Pemupukan dilakukan setelah tanaman berumur dua minggu dengan
menggunakan NPK mutiara dengan dosis 10 g/l. Pemupukan dilakukan setiap
seminggu sekali dengan dosis 250 ml tiap tanaman. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara terpadu jika diperlukan. Penyemprotan pestisida
dilakukan dua kali dalam seminggu.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika buah sudah berukuran maksimum. Buah yang
Uji Ketahanan terhadap Antraknosa
Pra Inokulasi
Persiapan inokulum dan inkubasi setelah inokulasi mengikuti prosedur
Yoon (2003). Perbanyakan inokulum dilakukan dengan membuat media Potato
Dextrose Agar (PDA) berbahan dasar agar-agar, dextrose, dan air. Pembuatan
PDA menggunakan kentang sebanyak 200 g yang dikupas kulitnya lalu dipotong
menjadi dadu. Dadu kentang direbus, disaring, kemudian diambil airnya.
Agar-agar dan dextrose masing-masing sebanyak 10 g direbus dengan air rebusan
kentang yang telah disaring. Pembuatan isolat dilakukan dengan membiakkan
potongan dari konidia (biakan murni). Setelah tujuh hari konidia dipanen dengan
memasukkan 10 ml air ke dalam cawan lalu permukaan isolat digosok perlahan
menggunakan gelas L, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring.
Konidia cendawan dihitung dengan menggunakan mikroskop dan
haemocytometer. Kepadatan inokulum yang dibutuhkan yaitu 5 x 105 konidia/ml.
Inokulasi
Dua puluh buah cabai yang sudah tua tetapi masih hijau yang terbagi
menjadi tiga ulangan untuk masing - masing genotipe diinokulasi dengan C.
acutatum isolat PYK 04. Buah yang akan diinokulasi dicuci menggunakan
akuades. Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 2 µl suspensi konidia
sebanyak dua suntikan pada daerah yang berbeda (untuk buah berukuran < 4 cm
hanya satu suntikan per buah). Buah yang telah diinokulasi kemudian ditempatkan
di atas kawat dalam bak plastik. Untuk menjaga kelembaban, pada dasar bak
plastik diletakkan tissue basah. Bak kemudian ditutup dengan plastik hitam dan
Pengamatan
Pengamatan di Lapangan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh pada setiap ulangan.
Karakter yang diamati pada penelitian ini yaitu karakter kualitatif dan kuantitatif.
Karakter yang diamati berdasarkan descriptor cabai Internasional Plant Genetic Research Institute Chili Descriptor (IPGRI, 1995), yang telah disesuaikan dengan keperluan untuk karakterisasi.
Karakter kualitatif yang diamati :
1. Bentuk kanopi : sparse, intermediate, dense. Karakter diamati setelah panen
pertama.
2. Bentuk daun : delta, oval, lanset. Karakter diamati setelah panen pertama.
3. Warna daun : hijau muda, hijau, hijau tua. Karakter diamati ketika tanaman
sudah dewasa.
4. Warna kelopak bunga : hijau muda, hijau, hijau tua. Karakter diamati saat
antesis.
5. Warna mahkota bunga : putih, kuning terang, kuning, ungu dengan dasar
putih, putih dengan dasar ungu, putih dengan pinggiran ungu, ungu, dan
lainnya. Karakter diamati setelah bunga pertama membuka sempurna.
6. Warna antera : putih, kuning, hijau, biru, ungu, ungu muda. Karakter diamati
setelah bunga mekar.
7. Bentuk buah : memanjang, bulat, segitiga, campanulate, blocky. Karakter
diamati setelah panen ke-2.
8. Permukaan kulit buah : halus, semi-keriting, keriting. Karakter diamati
setelah panen ke-2
9. Warna buah muda : hijau cerah, hijau, hijau gelap. Karakter diamati ketika
buah masih muda.
10.Warna buah tua : merah cerah, merah, merah gelap. Karakter diamati ketika
buah telah mencapai kematangan.
Karakter kuantitatif yang diamati :
sampai 50% populasi tanaman dalam bendengan telah berbunga.
2. Umur berbuah (HST), diukur jumlah hari mulai dari waktu pindah tanam
sampai 50% tanaman dalam bedengan telah berbuah.
3. Lebar tajuk (cm), diukur pada tajuk terlebar, setelah panen kedua.
4. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai pucuk, setelah
panen pertama.
5. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang
dikotomus, setelah panen kedua.
6. Diameter batang (cm), diukur pada pertengahan batang sebelum dikotomus
setelah panen pertama.
7. Diameter buah (cm), bagian pangkal, tengah, dan ujung buah, dari 10 buah
segar setelah panen kedua.
8. Panjang buah (cm), diukur dari pangkal hingga ujung buah dari 10 buah
segar setelah panen kedua.
9. Jumlah buah per tanaman.
10.Bobot per buah (g), rata-rata bobot 10 buah setelah panen kedua.
11.Bobot buah total per tanaman (g), ditimbang buah yang ada selama panen.
12.Produktivitas (ton/ha) :
x Bobot Buah per Tanaman
Pengamatan di Laboratorium
Pengamatan dilakukan pada 20 buah cabai yang telah diinokulasi pada
setiap ulangan. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan kejadian
penyakit (KP) dan diameter nekrosis.
1. Kejadian penyakit (KP) dihitung pada hari ke-5 setelah inokulasi, dengan
mengamati adanya bercak pada buah yang terkena serangan. Buah dianggap
terserang jika diameter nekrosis (bercak) ≥ 4 mm. Kejadian penyakit dihitung
dengan menggunakan rumus :
Keterangan : KP = Kejadian penyakit
Kriteria ketahanan terhadap antraknosa ditentukan berdasarkan kejadian
penyakit yang telah dihitung pada setiap genotipe, kemudian menggunakan
metode Yoon yang dimodifikasi Syukur (2009) yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria ketahanan tanaman cabai terhadap antraknosa berdasarkan kejadian penyakit
Persentase Skor Kriteria ketahanan
0≤KP≤10 1 Sangat tahan
10<KP≤20 2 Tahan
20<KP≤40 3 Moderat
40<KP≤70 4 Rentan
KP>70 5 Sangant rentan
2. Diameter nekrosis diukur berdasarkan diameter nekrosis terlebar pada hari
ke-7 setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan pada 20 buah cabai yang telah
diinokulasi
Gambar 1. Pengamatan kejadian penyakit dan diameter nekrosis cabai. A. 20 buah cabai yang telah diinokulasi, B. Buah cabai yang terserang antraknosa, C. Pengukuran diameter nekrosis pada buah cabai yang terserang C. acutatum isolat PYK 04.
B
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertanaman di Lapangan
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 hingga Juli 2012 di
Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman dan Kebun Percobaan
Leuwikopo IPB Dramaga Bogor. Penyemaian dilakukan pada awal bulan
November kemudian dilakukan pemindahan bibit ke lapangan pada akhir bulan
Desember. Setelah 7 minggu setelah penyemaian bibit yang memiliki empat helai
daun sejati atau lebih dipindahkan ke lapangan.
Berdasarkan data yang didapat dari Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
selama penelitian berlangsung, curah hujan berkisar antara 136 - 548.9 mm.
Kelembaban berkisar antara 80 - 87% dan temperatur berkisar antara 25.1 - 26.2
0
C (Lampiran 1). Tanaman beradaptasi dengan cukup baik dengan kondisi
lingkungan di lapangan, tidak banyak tanaman yang mati di lapangan pada saat
pindah tanam.
Hama yang menyerang tanaman di lapangandalah belalang (Valanga sp.),
kutu daun (Myzus persicae), thrips (Thrips sp.), tungau (Tetranycus sp.), ulat
grayak (Spodoptera litura F.), dan lalat buah (Bactrocera dorsalis). Tungau
menyerang tanaman pada saat persemaian, tanaman yang terserang mengalami
gejala melengkungnya daun ke bawah dan menjadi kaku sehingga pertumbuhan
pucuk tanaman menjadi terhambat. Lalat buah menyerang buah cabai pada saat
musim panen, buah yang terserang jika dibelah terdapat larva dari lalat buah
didalamnya, hal ini menyebabkan buah yang terserang cepat membusuk dan
gugur. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap lalat buah yang berbahan
aktif petrogenol.
Penyakit yang menyerang tanaman antara lain adalah penyakit kuning
cabai yang disebabkan oleh gemini virus, penyakit antraknosa yang disebabkan
antraknosa menyerang pada saat mendekati panen dan akhir panen hal ini
[image:30.595.105.524.137.361.2]disebabkan oleh meningkatnya curah hujan.
Gambar 2. Kondisi pertanaman cabai di kebun percobaan Leuwikopo. A. Kondisi pertanaman cabai di lapangan saat pindah tanam, B. Belalang pada pertanaman cabai (Valanga sp.) di Lapangan, C. Gejala serangan penyakit Gemini Virus pada tanaman cabai
Laboratorium
Penelitian uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa dilakukan di
Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Penyuntikkan dilakukan di dalam laminar air
flow cabinet. Kendala yang dihadapi pada penelitian ketahanan terhadap penyakit antraknosa adalah tersumbatnya inokulum pada jarum suntik, akan tetapi tidak
menjadi kendala yang cukup serius karena dapat ditangani dengan penggantian
jarum.
Jumlah isolat yang tersedia mencukupi untuk kebutuhan penelitian. Untuk
memenuhi standar kepadatan inokulum yaitu sebanyak 5 x 105 konidia/ml
digunakan biakan konidia PYK 04 lainnya sebagai tambahan.
Gambar 3. Kondisi percobaan di laboratorium genetika dan pemuliaan tanaman pada saat inokulasi. A. Isolat PYK 04, B. Cabai yang disiapkan untuk diinokulasi di dalam laminar air flow cabinet
Karakter Kuantitatif
Karakter kuantitatif yang diamati adalah umur berbunga, umur panen,
lebar tajuk, tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, bobot buah,
panjang buah, diameter buah, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman,
dan produktivitas. Analisis ragam karakter kuantitatif disajikan pada Lampiran 2 -
[image:31.595.113.512.451.756.2]17.
Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif cabai
No Peubah F-Hitung Koefisien Keragaman
1 Umur berbunga 1057.42** 2.95
2 Umur panen 670.11** 2.11
3 Panjang buah 8.74** 15.65
4 Bobot buah 127.25** 15.95
5 Diamater tengah buah 27.64** 15.38
6 Diamater pangkal buah 29.27** 16.12
7 Diamater ujung buah 21.5** 18.05
8 Tinggi dikotomus 176.96** 4.23
9 Lebar tajuk 18.53** 7.43
10 Tinggi tanaman 74.37** 5.03
11 Diameter batang 74.6** 3.35
12 Jumlah buah layak pasar 8.25** 29.85
13 Jumlah buah per tanaman 16.42** 20.38
14 Bobot buah layak pasar 14.87** 19.76
15 Bobot buah per tanaman 20.19** 16.44
16 Produktivitas 20.19** 16.44
Keterangan : (**) = berpengaruh nyata pada taraf 1%
Hasil dari rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua peubah yang diamati (Tabel 3).
Analisis karakter kuantitatif yang diamati pada masing - masing galur disajikan
pada Lampiran 20.
Nilai koefisien keragaman terendah yaitu pada umur berbunga, sedangkan
koefisien keragaman tertinggi yaitu jumlah buah layak pasar. Nilai koefisien
keragaman menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan yang
diperbandingkan, dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan. Hal
ini menyatakan galat percobaan sebagai presentase rataan. Jadi, makin tinggi nilai
koefisien keragaman makin rendah keandalan percobaan itu (Gomez dan Gomes,
1995).
Umur Berbunga Cabai dan Umur Panen Cabai
Umur berbunga IPB C180 dan IPB C230 memiliki waktu berbunga paling
lama dibandingkan genotipe lainnya sekitar 79, sedangkan IPB C183 dan IPB C
186 merupakan genotipe yang memiliki umur berbunga paling cepat yaitu sekitar
26 hari akan tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C179, IPB C187, IPB C191,
[image:32.595.107.515.496.728.2]IPB C192, IPB C196, IPB C 233, dan IPB C237 (Tabel 4).
Tabel 4. Nilai tengah waktu berbunga dan waktu panen cabai
Genotipe Umur berbunga (HST) Umur panen (HST)
IPB C179 27cd 69c
IPB C180 79a 130b
IPB C183 26d 66c
IPB C186 26cd 66c
IPB C187 27cd 67c
IPB C191 27cd 68c
IPB C192 27cd 67c
IPB C196 27cd 67c
IPB C230 79a 134a
IPB C233 27cd 66c
IPB C235 28bc 66c
IPB C237 28cd 67c
IPB C15 30b 69c
Umur berbunga diwariskan secara kualitatif. Pada karakter ini didapat
adanya pengaruh gen sederhana yang bersifat duplikat resesif epistasis
(Hilmayanti et al., 2006). Pada penelitian ini cabai rawit menunjukkan waktu berbunga yang lebih lama dibandingkan cabai keriting dan cabai besar. Waktu
panen menentukan genjah atau dalamnya umur tanaman cabai. Para petani
umumnya menginginkan tanaman cabai yang berumur genjah (Hakim, 2010).
IPB C180 dan IPB C230 umur panennya berbeda nyata dengan genotipe
pada cabai keriting dan cabai besar. sedangkan genotipe lainnya tidak berbeda
nyata dalam umur panen. Menurut Syukur et al. (2010) umur berbunga cabai lebih
cepat dapat menyebabkan umur panen yang lebih cepat.
Panjang Buah dan Bobot Buah Cabai
IPB C235 merupakan cabai besar terpanjang dibandingkan genotipe lainnya,
tetapi tidak berbeda nyata dengan cabai keriting IPB C233 (Tabel 3). Menurut
Badan Standarisasi Nasional (1998) cabai merah yang masuk kedalam mutu I jika
[image:33.595.110.514.449.675.2]memiliki panjang 12 - 14 cm untuk cabai besar dan 12 - 17 untuk cabai keriting,
Tabel 5. Nilai tengah panjang dan bobot buah cabai
Genotipe Panjang buah (cm) Bobot buah (g)
IPB C179 6.83cd 1.26de
IPB C180 4.27ef 1.83cd
IPB C183 7.98bc 1.40cde
IPB C186 7.37bcd 1.11e
IPB C187 6.81cd 1.24de
IPB C191 6.81cd 1.20de
IPB C192 7.93bc 1.22de
IPB C196 8.80bc 1.56cde
IPB C230 3.70f 2.00bc
IPB C233 9.14ab 1.70cde
IPB C235 10.88a 9.66a
IPB C237 7.85bcd 1.82cd
IPB C15 5.73de 2.55b
mutu II jika panjangnya 9 - 11 cm untuk cabai besar dan 10 – 12 cm untuk cabai keriting, dan mutu III jika memiliki panjang di bawah 9 cm untuk cabai besar dan
di bawah 10 cm
Untuk cabai keriting. IPB C235 tergolong cabai dengan mutu II. Seluruh
cabai keriting masuk ke kategori III. Bobot buah IPB C235 merupakan bobot yang
paling berat diantara genotipe cabai besar lainnya, sedangkan untuk cabai keriting
dan cabai rawit tidak berbeda nyata antar genotipe (Tabel 5).
Diameter Buah Cabai
Diameter IPB C235 merupakan cabai dengan diameter terbesar diantara
cabai besar lainnya. Diameter IPB C230 merupakan cabai rawit dengan diameter
terbesar akan tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C180, semua cabai keriting
[image:34.595.109.517.391.628.2]memiliki diameter buah yang tidak berbeda nyata (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai tengah diameter buah cabai
Genotipe Diameter buah
Pangkal (mm) Tengah (mm) Ujung (mm)
IPB C179 5.40e 5.70d 3.09c
IPB C180 9.18d 9.44c 5.12b
IPB C183 5.20e 5.44d 3.06c
IPB C186 4.90e 5.39d 2.98c
IPB C187 6.30e 6.07d 3.08c
IPB C191 5.47e 5.71d 3.15c
IPB C192 4.87e 5.17d 2.70c
IPB C196 5.83e 5.78d 3.09c
IPB C230 11.68c 10.87bc 5.94b
IPB C233 6.05e 5.79d 3.46c
IPB C235 17.17a 17.15a 9.92a
IPB C237 6.84e 6.79d 3.69c
IPB C15 14.30b 12.41b 6.19b
Keterangan : nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%
Menurut Badan Standarisasi Nasional (1998), cabai merah yang masuk
diameter pangkal di bawah 1.3 cm untuk cabai besar dan di bawah 1.0 cm untuk
cabai keriting. IPB C235 masuk ke kategori mutu I, IPB C15 tergolong mutu II,
dan semua cabai keriting masuk ke mutu III.
Tinggi Tanaman Cabai, Tinggi Dikotomus Cabai, Diameter Batang Cabai, dan Lebar Tajuk Cabai
Tinggi tanaman pada genotipe yang diuji berkisar antara 78.91 – 159.18 cm. IPB C 15 memiliki tinggi tanaman yang pendek dengan ukurang tanaman
yang paling kecil dibandingkan tanaman lainnya, sedangkan tinggi tanaman pada
tanaman IPB C230 sangat tinggi akan tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C180
(Tabel 7). Tinggi dikotomus diukur dari permukaan tanah sampai percabangan
pertama. Tanaman dengan tinggi dikotomus yang pendek dapat menyebabkan
buahnya bersentuhan dengan mulsa dan terkena percikan air hujan (Hakim,
2010), karena menurut Marliyanti (2011) percikan air dari tanah merupakan salah
satu sumber penyakit, karena dapat membawa cendawan. Tinggi dikotomus
berkisar antara 21.33 - 67.89 cm. IPB C180 adalah cabai dengan tinggi dikotomus
tertinggi.
Tabel 7. Nilai tengah tinggi tanaman cabai, tinggi dikotomus cabai, diameter batang cabai, dan lebar tajuk cabai
Genotipe Tinggi tanaman (cm) Tinggi dikotomus (cm) Diameter batang (mm) Lebar tajuk (cm)
IPB C 179 95.10bcd 36.57def 10.03f 85.10bcd
IPB C 180* 155.96a 67.89a 16.08b 120.38a
IPB C 183 91.97cde 38.63de 11.63de 74.60de
IPB C 186 83.30efg 36.12efg 11.47de 91.30b
IPB C 187 99.23cb 32.23h 11.21e 97.40b
IPB C 191 89.59def 33.17gh 10.95e 77.15cd
IPB C 192 99.98bc 39.42d 12.03d 84.70bcd
IPB C 196 96.96bcd 33.98fgh 11.08e 92.66b
IPB C 230* 159.18a 61.78b 17.08a 121.93a
IPB C 233 95.53bcd 42.23c 12.12d 88.20bc
IPB C 235 80.92fg 28.57i 12.04d 63.99e
IPB C 237 103.19b 34.44fgh 12.12d 86.91bcd
IPB C 15 78.91g 21.33j 14.37c 78.68cd
Keterangan : nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%
[image:35.595.112.530.418.710.2]Lebar tajuk berkisar antara 63.99 - 121.93. IPB C230 merupakan genotipe dengan
lebar tajuk terlebar akan tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C180, sedangkan
IPB C235 merupakan genotipe cabai besar dengan lebar tajuk terkecil.
Tanaman dengan tajuk yang lebar akan saling menaungi tanaman lainnya
jika ditanam dengan jarak tanam yang tidak sesuai. Tanaman yang saling
menaungi akan menyebabkan distribusi cahaya matahari tidak merata, sehingga
fotosintesis menjadi tidak optimal, kondisi ini juga dapat meningkatkan
kelembaban bagian tanaman yang tidak terkena matahari dan mengakibatkan
tanaman mudah terserang penyakit.
Diameter batang berkisar antara 10.03 - 17.08 mm. genotipe IPB C179
merupakan genotipe dengan diameter batang terkecil, sedangkan IPB C230
merupakan genotipe dengan diameter batang terbesar. IPB C183, IPB C186, IPB
C187, IPB C191, IPB C196 tidak berbeda nyata dalam hal diameter batang.
Genotipe cabai rawit IPB C180 dan IPB C230 merupakan cabai dengan diameter
paling besar dibandingkan dengan grup cabai besar dan cabai keriting.
Menurut Mastaufan (2011) tanaman dengan diameter batang yang besar
akan lebih kokoh sehingga jika tanaman terserbut berbuah lebat maka akan lebih
kuat sehingga tidak mudah patah. Jika beban buah terlalu berat, maka batang atau
dahan akan mudah patah, namun jika buah yang dihasilkan tidak terlalu berat,
maka dahan atau ranting tanaman hanya melengkung.
Jumlah Buah Layak Pasar Cabai dan Jumlah Buah per Tanaman Cabai
Jumlah buah layak pasar adalah total buah per tanaman dengan kondisi
normal dan tidak rusak karena faktor fisiologi, mekanis, serangan hama, dan
penyakit. Rata - rata jumlah buah layak pasar berkisar antara 14 - 121 buah. IPB
C187 merupakan genotipe dengan jumlah buah layak pasar terbesar dibandingkan
dengan genotipe lainnya, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C179, IPB
C183, IPB C192, IPB C196, dan IPB C233.
Jumlah buah per tanaman rata - rata berkisar antara 27 - 157. Jumlah buah
per tanaman IPB C187 paling banyak dibandingkan dengan genotipe cabai
keriting lainnya akan tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C179, IPB C183, IPB
Tabel 8. Nilai tengah jumlah buah cabai
Keterangan : nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%
(*) = hanya dipanen sebanyak 1 – 2 kali.
Jumlah buah per tanaman pada cabai besar IPB C235 dan IPB C15 tidak
berbeda nyata (Tabel 8). Cabai keriting memiliki jumlah buah per tanaman lebih
banyak dibandingkan dengan cabai besar.
Bobot Buah Layak Pasar Cabai, Bobot Buah per Tanaman Cabai, dan Produktivitas Cabai
Bobot buah layak pasar adalah total buah per tanaman dengan kondisi
normal dan tidak rusak karena faktor fisiologis, mekanis, serangan hama dan
penyakit. Bobot buah layak pasar berkisar antara 37.38 - 309.55 g. IPB C192
merupakan genotipe dengan bobot buah layak pasar terbesar dibandingkan dengan
genotipe lainnya, meski IPB C 183 memiliki bobot buah per tanaman yang tinggi
akan tetapi banyak ditemukan buah yang tidak layak pasar.
Bobot buah per tanaman berkisar antara 43.11 - 382.70 g. Bobot buah per
tanaman IPB C183 merupakan yang tertinggi tapi tidak berbeda nyata dengan IPB
C187, IPB C 192, IPB C196, dan IPB C233. Bobot buah per tanaman merupakan
dasar dalam perhitungan produktivitas.
Genotipe Jumlah buah
layak pasar (buah)
Jumlah buah per tanaman (buah)
IPB C 179 109ab 134ab
IPB C 180* 30ef 33e
IPB C 183 90abc 125ab
IPB C 186 76bc 105bc
IPB C 187 121a 157a
IPB C 191 59cde 71d
IPB C 192 107ab 125ab
IPB C 196 92abc 117bc
IPB C 230* 25ef 29e
IPB C 233 85abc 114bc
IPB C 235 14f 27e
IPB C 237 71bcd 88cd
Tabel 9. Nilai tengah bobot buah layak pasar cabai, bobot buah per tanaman cabai, dan produktivitas cabai
Genotipe Bobot buah layak pasar (g)
Bobot buah per tanaman (g)
Produktivitas (ton/ha)
IPB C 179 217.83bcd 258.00bc 8.26bc
IPB C 180 82.24gh 89.89e 2.88e
IPB C 183 291.06a 382.70a 12.25a
IPB C 186 162.00def 210.10cd 6.75cd
IPB C 187 268.79abc 343.96a 11.01a
IPB C 191 139.60efg 159.82d 5.11d
IPB C 192 309.55a 338.30a 10.83a
IPB C 196 281.59ab 332.79a 10.65a
IPB C 230 37.38h 43.11e 1.38e
IPB C 233 257.40abc 323.77ab 10.36ab
IPB C 235 119.66fg 185.78cd 5.94cd
IPB C 237 205.37cde 246.67c 7.89c
IPB C 15 162.49def 238.23c 7.62c
Keterangan : nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%
Produktivitas IPB C183 paling tinggi dibandingkan genotipe cabai keriting
lainnya yaitu 12.25 ton/ha. Menurut Kirana (2006) produktivitas cabai Indonesia
masih rendah yaitu berkisar antara 4 ton/ha kemungkinan diakibatkan benih cabai
OP yang biasanya memiliki potensi hasil lebih rendah dibandingkan cabai hibrida.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2012) produktivitas cabai di Indonesia rata -
rata 6.19 ton/ha. Ini menandakan sebagian genotipe yang diuji memiliki
produktivitas yang baik dan di atas rata - rata produktivitas nasional.
Uji Kontras Jumlah Buah Cabai dan Bobot Buah per Tanaman Cabai antara Genotipe Cabai Rawit, Cabai Besar, dan Cabai Keriting
Berdasarkan uji kontras untuk jumlah buah per tanaman pada cabai
keriting dan cabai besar didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata, akan tetapi
hasil rata - rata menunjukkan jumlah buah cabai keriting per tanaman memiliki
kuantitas yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah buah cabai besar.
Berdasarkan hasil penelitian Putri (2012) varietas cabai keriting memiliki jumlah
buah yang lebih banyak dibandingkan dengan cabai semi keriting dan cabai besar.
Analisis ragam kontras orthogonal jumlah buah cabai dan bobot buah per tanaman
[image:38.595.112.517.115.348.2]Tabel 10. Hasil uji kontras jumlah buah cabai dan bobot buah per tanaman cabai antara genotipe cabai rawit, cabai besar, dan cabai keriting
Genotipe Jumlah
buah
Bobot buah per
tanaman (g) Uji Kontras F hitung
IPB C179 134 258 Jumlah buah cabai keriting vs
jumlah buah cabai besar tn
IPB C183 33 89.89 99.56 > 73.50
IPB C186 125 382.7 Jumlah buah cabai besar vs
jumlah buah cabai rawit **
IPB C187 105 210.1 73.50 > 70.50
IPB C191 157 343.96 Jumlah buah cabai keriting vs
jumlah buah cabai rawit **
IPB C192 71 159.82 99.56 > 70.50
IPB C196 125 338.3
Bobot buah per tanaman cabai besar vs bobot buah per tanaman
cabai keriting
*
IPB C233 117 332.79 242.5 > 239.85
IPB C237 29 43.11
Bobot buah per tanaman cabai rawit vs bobot buah per tanaman
cabai besar
**
IPB C180 114 323.77 254.78 > 242.45
IPB C230 27 185.78
Bobot buah per tanaman cabai rawit vs bobot buah per tanaman
cabai keriting
**
IPB C235 88 246.67 242.45 > 239.85
IPB C15 59 238.23
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%, tn = tidak berbeda nyata
Uji kontras untuk bobot buah per tanaman pada cabai keriting dan cabai
besar didapatkan hasil bahwa bobot buah per tanaman cabai besar nyata lebih
besar dibandingkan dengan cabai keriting. Hal ini menandakan cabai keriting
memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih tinggi akan tetapi memiliki bobot
buah per tanaman yang lebih rendah dibandingkan cabai besar.
Karakter Kualitatif
Karakter kualitatif yang diamati adalah bentuk buah, permukaan kulit,
warna buah matang, warna buah muda, bentuk kanopi, warna daun, bentuk daun,
warna antera, warna helai mahkota, dan warna kelopak. Deskripsi tiap galur
disajikan pada Lampiran 22.
Warna buah matang untuk hampir semua genotipe berwarna merah gelap
berwarna merah cerah. Warna buah muda berwarna hijau gelap untuk semua
genotipe cabai, kecuali cabai rawit yang berwarna hijau muda.
Bentuk kanopi dibedakan menjadi sparse, intermediate, dan dense. Untuk genotipe IPB C235, IPB C15, IPB C183, dan IPB C186 memiliki bentuk kanopi
intermediete, sedangkan genotipe lainnya memiliki bentuk kanopi dense.
Karakter bentuk buah dibedakan menjadi memanjang, segitiga, bulat,
blocky, dan campanulate. Semua genotipe cabai keriting pada penelitian ini
berbentuk memanjang, untuk cabai rawit memiliki bentuk blocky, sedangkan IPB
C15 berbentuk campanulate yang berbeda dengan cabai besar IPB C235 yang
[image:40.595.108.509.341.584.2]berbentuk memanjang (Tabel 10).
Tabel 11. Karakter bentuk buah cabai, permukaan kulit buah cabai, warna buah matang cabai, dan warna buah muda cabai
Karakter bunga yang diamati adalah warna antera, warna helai mahkota,
dan warna kelopak bunga. Warna helai mahkota untuk hampir semua genotipe
berwarna putih, kecuali IPB C233 yang berwarna putih dengan pinggiran ungu.
Warna antera pada genotipe yang diamati dibedakan menjadi warna putih, kuning,
hijau, biru, ungu, ungu muda. IPB C179, IPB C186, IPB C191, IPB C230, dan
IPB C237 memiliki warna antera ungu (Tabel 12). Genotipe Bentuk buah Permukaan
kulit
Warna buah matang
Warna daun untuk cabai keriting dan cabai besar berwarna hijau gelap,
sedangkan untuk cabai rawit IPB C230 dan IPB C180 daun berwarna hijau cerah.
Bentuk daun cabai dibedakan menjadi delta, ovale, dan lanset. Cabai rawit IPB
C230 dan IPB C180 memiliki bentuk daun delta, sedangkan cabai besar IPB C235
dan IPB C15 memiliki bentuk daun ovale seperti cabai keriting IPB C233. Cabai
keriting IPB C179, IPB C183, IPB C186, IPB C187, IPB C191, IPB C192, IPB
C196, dan IPB C237 memiliki bentuk daun lanset (Tabel 11).
Tabel 12. Karakter bentuk kanopi cabai, warna daun cabai, dan bentuk daun cabai
Tabel 13. Karakter warna antera cabai, warna helai mahkota cabai, dan warna kelopak cabai
Genotipe Bentuk kanopi Warna daun Bentuk daun
IPB C 179 Dense Hijau Gelap Lanset
IPB C 180 Dense Hijau Delta
IPB C 183 Intermediete Hijau Gelap Lanset
IPB C 186 Intermediete Hijau Gelap Lanset
IPB C 187 Dense Hijau Gelap Lanset
IPB C 191 Dense Hijau Gelap Lanset
IPB C 192 Dense Hijau Gelap Lanset
IPB C 196 Dense Hijau Gelap Lanset
IPB C 230 Dense Hijau Delta
IPB C 233 Dense Hijau Gelap Ovale
IPB C 235 Intermediete Hijau Gelap Ovale
IPB C 237 Dense Hijau Gelap Lanset
IPB C 15 Intermediete Hijau Gelap Ovale
Genotipe Warna antera Warna helai mahkota Warna kelopak
IPB C 179 Ungu Putih Hijau Gelap
IPB C 180 Hijau Putih Hijau Muda
IPB C 183 Hijau Putih Hijau Gelap
IPB C 186 Ungu Putih Hijau Gelap
IPB C 187 Hijau Putih Hijau Gelap
IPB C 191 Ungu Putih Hijau
IPB C 192 Hijau Putih Hijau Gelap
IPB C 196 Hijau Putih Hijau Gelap
IPB C 230 Ungu Putih Hijau Gelap
IPB C 233 Hijau Putih dengan Pinggiran Ungu Hijau Gelap
IPB C 235 Hijau Putih Hijau Gelap
IPB C 237 Ungu Putih Hijau Gelap
[image:41.595.104.519.273.494.2] [image:41.595.102.520.535.755.2]Karakter warna kelopak bunga IPB C180 dan IPB C15 memiliki warna
kelopak hijau muda, sedangkan IPB C179, IPB C183, IPB C186, IPB C187, IPB
C192, IPB C196, IPB C 230 IPB C233, IPB C235, dan IPB C237 berwarna hijau
gelap, dan IPB C191 memiliki warna kelopak hijau.
Kejadian Penyakit dan Diameter Nekrosis pada Cabai
Untuk mempelajari mekanisme ketahanan cabai terhadap antraknosa
digunakan dua metode inokulasi yaitu metode inokulasi tusuk dan celup. Metode
inokulasi tusuk digunakan untuk mempelajari mekanisme ketahanan biokimia
(Syukur et al., 2009). Kejadian penyakit yang diuji menggunakan isolat PYK04 berkisar antara 35 - 100%. IPB C15 merupakan genotipe yang paling tahan
terhadap serangan penyakit dibandingkan dengan genotipe lainnya. Ketahanan
genotipe ini termasuk ke dalam kriteria Moderat (Tabel 13). Hal ini agak berbeda
dengan Hakim (2010), IPB C15 masuk ke kategori sangat tahan, sedangkan
menurut Syukur et al. (2009) IPB C15 masuk ke kriteria tahan.
Tabel 14. Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa dan diameter nekrosis pada cabai
Genotipe Kejadian penyakit (%) Kriteria ketahanan
Diameter nekrosis
(mm)
IPB C179 95.00 SR 12.52cd
IPB C180 100.00 SR 15.15abc
IPB C183 91.67 SR 15.09abc
IPB C186 86.67 SR 16.07ab
IPB C187 91.67 SR 13.42bc
IPB C191 73.33 SR 14.72abc
IPB C192 83.33 SR 14.29bc
IPB C196 90.00 SR 14.10bc
IPB C230 100.00 SR 14.46abc
IPB C233 88.33 SR 12.91cd
IPB C235 100.00 SR 17.35a
IPB C237 98.33 SR 13.78bc
IPB C15 35.00 M 10.21d
[image:42.595.107.515.39.801.2]Menurut Gniffke (2004) IPB C15 (0209-4) merupakan hasil persilangan
antara cabai liar PBC 932 (C. chinense) yang memiliki ketahanan yang baik
terhadap penyakit antraknosa dengan cabai besar Susan’s Joy (9955-15) yang memiliki sifat permukaan kulit yang halus. IPB C15 adalah hasil back cross yang
ketiga pada generasi F6 (BC3F6). Genotipe ini diintroduksi dari AVRDC karena
memiliki ketahanan terhadap penyakit antraknosa dan layu fusarium (Syukur,
2007).
Diameter nekrosis menunjukkan tingkat kerusakan jaringan buah cabai.
Semakin lebar jaringan kulit yang rusak maka semakin rentan ketahanan buah
terhadap antraknosa. IPB C235 merupakan genotipe dengan diameter nekrosis
terbesar dan paling rentan terserang penyakit antraknosa tetapi tidak berbeda
nyata dengan IPB C180, IPB C183, IPB C186, IPB C191, dan IPB C230.
Sedangkan IPB C15 merupakan yang paling kecil diameter nekrosisnya dan
moderat terhadap penyakit antraknosa dan berbeda nyata terhadap semua genotipe
(Tabel 14). Analisis ragam kejadian penyakit cabai dan diameter nekrosis cabai
disajikan pada Lampiran 18 dan 19.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian terhadap daya hasil dan keragaan diperoleh
hasil IPB C179 IPB C183, IPB C187, IPB C192, IPB C196, dan IPB C233 dari
grup cabai keriting memiliki produktivitas yang paling baik dibandingkan dengan
cabai besar dan cabai rawit. Umur berbunga cabai besar dan cabai keriting
lebihcepat dibandingkan dengan IPB C180 dan IPB C230 dari grup cabai rawit.
IPB C 187 memiliki jumlah buah per tanaman terbanyak dibandingkan genotipe
lainnya, akan tetapi dari segi produktivitas IPB C183 memiliki produktivitas yang
paling baik.
Uji ketahanan terhadap penyakit antraknosa menggunakan Colletotrichum
acutatum isolat PYK 04, menunjukkan IPB C15 merupakan genotipe yang
memiliki tingkat ketahanan paling baik dibandingkan genotipe lainnya dan masuk
ke kategori moderat. IPB C179, IPB C180, IPB C183, IPB C186, IPB C187, IPB
C191, IPB C192, IPB C196, IPB C230, IPB C233 dan IPB C235 masuk ke
kategori sangat rentan. Meski beberapa cabai keriting memiliki produktivitas yang
lebih baik dibandingkan dengan cabai besar IPB C15, akan tetapi tidak memiliki
ketahanan yang lebih baik.
Saran
IPB C179 IPB C183, IPB C187, IPB C192, IPB C196, dan IPB C233
dapat dijadikan tetua untuk persilangan selanjutnya karena memiliki produktivitas
yang cukup baik. IPB C15 dapat dijadikan sebagai tetua untuk ketahanan terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Acquaah, G. 2009. Horticulture : Principles and Practices. Pearson Education, Inc. New York. 635 p.
Agrios, G. N. 1997. Plant Pathology. Fourth Edition. Academic Press. USA. 635p.
AVRDC. 2003. Host Resistence to Pepper Antrachnose, p 29 - 30. In P. Gniffke (Ed.). AVRDC Progress Report 2002. AVRDC. Taiwan.
AVRDC. 2004. Host Plant Resistance for Control of Tomato Late Blight. P. 54. In. W. Easdown dan K. Thomas (Eds.). AVRDC. Taiwan.158 p.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Sayuran di Indonesia.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.ph?tabel=1&daftar=1&id_su
byek=55¬ab=19. [19september 2012].
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Cabai Merah Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 9 p.
Basu, S. K. dan A. K. De. 2003. Capsicum : The Genus Capsicum. In A. K. De (Ed.). Great Britain. Taylor & Francis Group. 275p.
Doolitle, S. P. 1953. Plant Diseases, The Yearbook of Agriculture. p. 466 - 469 In A. Stefferud (Ed.). Diseases of Peppers. United States Department Of Agriculture. Washington, D. C. 939 p.
Duriat, A. S., N. Gunaeni, dan A. W. Wulandari. 2007. Penyakit Penting pada Tanaman Cabai dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Sayur. Lembang. 58 p.
Ernila. 2012. Keragaman 28 Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.) dari Berbagai Grup dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum S. Tesis. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Francis, J. K., 2008. Capsicum frutescens L. International Institute of Tropical Forestry. San Juan. 2 p.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statisitical Procedures for Agricultural Research, Penerjemah : E. Samsudin dan J. S. Baharsjah). Penerbit UI. Jakarta. 698 p.
Gniffke, P. A. 2004. AVRDC’s Pepper Breeding Program. AVRDC [Seminar AVRDC 2004]. Hunan : AVRDC.
Hakim, A. 2010. Evaluasi Daya Hasil dan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hilmayanti, I., W. Dewi, Murdaningsih, M. Rahardja, N. Rostini, R. Setiamihardja. 2006. Pewarisan karakter umur berbunga dan ukuran buah cabai merah (Capsicum annuum L.). Zuriat 17(1): 86-93.
IPGRI. 1995. Descriptors for Capsicum (Capsicum spp). IPGRI. Italia.110p.
Kim, S. H., J. B. Yoon, J. W. Do, and H. G. Park. 2008. Resistance to Anthracnose Caused by Colletotrichum acutatum in Chili Pepper (Capsicum annuum L.).J. Crop Sci. Biotech. 10(4): 277 - 280.
Kirana, R. 2006. Perbaikan Daya Hasil Varietas Lokal Cabai Melalui Persilangan Antar-Varietas. Zuriat 17(2): 138 – 146.
Marliyanti, L. 2011. Uji Daya Hasil 15 Galur Cabai IPB dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum
acutatum. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 67 p.
Mastaufan, S. A. 2011. Uji Daya Hasil Tiga Belas Galur Cabai IPB pada Tiga Unit Lingkungan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 p.
Nonnecke, I. L. 1992. Vegetable production. Van Nostrand Reinhold. United State of America. 656 p.
Putri, F. D. 2012. Yield Evaluation of 17 Chili Pepper (Capsicum annuum L.) Lines in Bogor, West Java. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 66 p.