• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rice (Oryza sativa L.) genotypes tolerance to flash flooding and stagnant flooding stress

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rice (Oryza sativa L.) genotypes tolerance to flash flooding and stagnant flooding stress"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

RENDAMAN STAGNAN

YULLIANIDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Toleransi Genotipe

Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Rendaman Sesaat dan Rendaman Stagnan adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

Yullianida

(3)

YULLIANIDA. Rice (Oryza sativa L.) Genotypes Tolerance to Flash Flooding and Stagnant Flooding Stress. Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR, SUWARNO and SINTHO WAHYUNING ARDIE.

Flood is one of abiotic stress limiting rice production especially at rainfed area in wet season or at basin swampy area. The major constraint of rice cultivation in the flood-prone area is lack of tolerant varieties. The objectives of this research were to evaluate the tolerant level of several rice genotypes and reveal the mechanism of submergence tolerance in rice and to obtain rapid screening method. Green house experiment was conduct to screening rice genotypes under flash flooding condition. This experiment was conducted at Muara Experimental Station. The experimental design used was randomized complete design with three replication. There were four sub-experiment, grouping based on seedling age (10 days and 35 days) and duration of submergence (10 days and 14 days). Those sub-experiment in the green house correlated with experiment in the field. The Flash Flooding Experiment was conducted at Muara Experimental Farm of Indonesian Center of Rice Research, Bogor in wet season 2011/2012 and dry season 2012, while the Stagnant Flooding Experiment was conducted at Babakan Experimental Farm of Bogor Agricultural University in wet season 2011/2012. In both experiments, stress conditions were compared to optimum environment. Experimental design was randomized complete block design with three replications. For flash flooding stress, 35-day-old plants of 15 rice genotypes were submerged completely in water for 10 days. For stagnant flooding stress, 35-day-old of 22 rice genotypes plants were partially submerged in water (water depth 50-60 cm) until harvest. The result showed that B13138-7-MR-2-KA-1 genotype was tolerant to flash flooding stress. Rice genotypes tolerant to flash flooding stress (complete submergence) experienced reduced growth rate of plant height and maintained the carbohydrate content in rice stem remain unchange after stress period. Percentage of recovery after 10 days stress could be used as early selection indicator to flash flooding stress since it was easy to observed and had high correlation with grain yield. Stagnant flooding stress increased plant height, increased stem length, lengthen flowering and maturity date and increase the number of unfilled grain. Stem elongation ability didn’t correlate with grain yield under stagnant flooding stress condition (r=-0.29), but the number of filled grain has positive significant correlation to grain yield under both flooding stress condition. Genotype IPB107F-5-1-1 (5.47 t/ha) and IPB107-F-95-1-1 (4.61 t/ha) showed grain yield decrease less than 10% under stagnant flooding compared to flash flooding and optimum condition. None of the twelve genotypes has double tolerance under flash and stagnant flooding conditions, but B13138-7-MR-2-KA-2 had moderate grain yield under both flooding conditions, 3.61 t/ha and 3.72 t/ha respectively. This genotype can be developed as variety for longer flash flooding period (e.g. more than two weeks). Complete submergence at 10-day-old seedlings in green house could be developed as rapid screening method of rice tolerant to flash flooding stress.

(4)

YULLIANIDA. Toleransi Genotipe Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman Rendaman Sesaat dan Rendaman Stagnan. Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR, SUWARNO dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.

Salah satu strategi adaptasi untuk mengurangi kehilangan hasil akibat banjir

adalah dengan menanam varietas padi toleran rendaman. Keragaman genetik

untuk sifat toleran rendaman dan pemahaman terhadap mekanisme toleransi

sangat diperlukan dalam perakitan varietas padi toleran rendaman. Pada penelitian

ini, pengujian tingkat toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman

dilakukan di lingkungan dengan tingkat cekaman berbeda, yaitu rendaman sesaat

dan rendaman stagnan, masing-masing dibandingkan dengan lingkungan optimum

(tanpa cekaman rendaman). Selain seleksi di lapang, dilakukan juga seleksi

terkendali di rumah kaca untuk mendapatkan metode seleksi cepat terhadap

cekaman rendaman sesaat. Metode seleksi di rumah kaca dapat dikatakan sebagai

metode uji cepat apabila memiliki korelasi yang kuat dengan hasil seleksi di

lapang.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat toleransi dan respon

genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat dan cekaman rendaman stagnan,

(2) mendapatkan metode uji cepat di rumah kaca untuk mengetahui tingkat

toleransi genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat, dan (3) mengetahui

perbandingan respon dan produktivitas tanaman padi pada lingkungan tercekam

rendaman sesaat, lingkungan tercekam rendaman stagnan dan lingkungan

optimum.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan I, baik lapang maupun

rumah kaca, dilakukan di Kebun Percobaan Muara-Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi, Bogor pada musim hujan (MH) 2011/2012 dan musim kemarau

(MK) 2012. Percobaan II dilakukan di Kebun Percobaan Babakan-Institut

Pertanian Bogor pada MH 2011/2012. Pada masing-masing musim tanam terdapat

dua lingkungan, yaitu lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum

(sawah irigasi). Rancangan yang digunakan pada tiap lingkungan adalah

rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan, kecuali untuk percobaan

(5)

umur bibit mulai direndam dan durasi rendaman, yaitu umur bibit 10 hari dengan

durasi rendaman selama 10 hari (UB10R10), umur bibit 10 hari dengan durasi

rendaman selama 14 hari (UB10R14), umur bibit 35 hari dengan durasi rendaman

selama 10 hari (UB35R10) dan umur bibit 35 hari dengan durasi rendaman selama

14 hari (UB35R14).

Bahan percobaan I terdiri atas 15 genotipe padi, termasuk varietas

pembanding FR13A (toleran) dan IR42 (peka), sedangkan pada percobaan II

menggunakan 22 genotipe padi, termasuk varietas pembanding Tapus (padi lebak)

dan IR42 (padi sawah). Perlakuan cekaman rendaman sesaat diberikan pada fase

vegetatif (35 hari setelah semai) dengan durasi cekaman selama 10 hari dan

seluruh bagian tanaman terendam keseluruhan (complete submergence),

sedangkan cekaman rendaman stagnan diberikan hingga panen dengan ketinggian

air 50-60 cm, yaitu sebagian tanaman masih berada di atas permukaan air (partial

stagnant submergence).

Hasil penelitian menunjukkan pada percobaan I terdapat satu genotipe yang

toleran terhadap cekaman rendaman sesaat selama 10 hari, yaitu

B13138-7-MR-2-KA-1 dengan persentase daya pulih tanaman sebesar 95% (skor 3). Genotipe

Ciherang Sub1 tergolong moderat dengan persentase daya pulih tanaman sebesar

82% (skor 5) , sedangkan genotipe lainnya tergolong peka dengan persentase daya

pulih tanaman berkisar antara 56-68% (skor 7). Varietas pembanding toleran

(FR13A) dan pembanding peka (IR42), masing-masing memiliki persentase daya

pulih tanaman sebesar 99% (skor 1) dan 25% (skor 9). Mekanisme toleransi

tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat adalah rendahnya laju

pertambahan tinggi tanaman dan laju penurunan kadar gula dan pati pada batang

padi selama tercekam rendaman. Karakter vegetatif yang dapat dijadikan indikator

awal genotipe padi toleran rendaman adalah persentase daya pulih tanaman

(recovery) karena memiliki koefisien korelasi paling tinggi terhadap hasil (r=0.86)

dan paling mudah diamati, sedangkan karakter yang paling berkontribusi terhadap

hasil pada lingkungan tercekam rendaman sesaat adalah jumlah gabah isi per

(6)

berbunga 50%, umur panen 80% jumlah gabah hampa per malai dan kemampuan

pemanjangan batang, sedangkan jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi

per malai mengalami penurunan. Karakter yang paling berkontribusi terhadap

hasil pada lingkungan tercekam rendaman stagnan adalah jumlah gabah isi per

malai. Kemampuan pemanjangan batang sebagai strategi adaptasi tanaman padi

terhadap cekaman rendaman stagnan ternyata tidak berkorelasi terhadap hasil.

Perbandingan produktivitas gabah pada tiga lingkungan tumbuh berbeda

menunjukkan bahwa genotipe yang memiliki hasil tinggi di lingkungan tercekam

rendaman sesaat belum tentu memiliki hasil yang tinggi pula pada lingkungan

tercekam rendaman stagnan. Namun genotipe B13138-7-MR-2-KA-2 mempunyai

hasil yang moderat pada kedua lingkungan tercekam rendaman, sehingga genotipe

ini berpotensi untuk digunakan apabila cekaman rendaman sesaat terjadi lebih dari

dua minggu. Rata-rata hasil pada lingkungan tercekam rendaman stagnan lebih

tinggi dibanding hasil pada lingkungan tercekam rendaman sesaat karena sebagian

besar genotipe yang digunakan merupakan hasil persilangan padi-padi rawa.

Hasil pengamatan terhadap persentase daya pulih tanaman di rumah kaca

menunjukkan tidak ada perbedaan skor antar sub percobaan dengan durasi

rendaman yang sama, walaupun umur bibitnya berbeda. Semakin lama durasi

rendaman menyebabkan tingkat toleransi genotipe yang diuji semakin menurun.

Hasil analisis korelasi menunjukkan korelasi yang kuat antara metode seleksi di

rumah kaca dengan di lapang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi

daya pulih tanaman yang tinggi pada semua sub percobaan rumah kaca dengan

hasil gabah, yaitu r=0.87 (UB10R10), r=0.85 (UB35R10), r=0.83 (UB10R14) dan

r=0.85 (UB35R14). Berdasarkan hasil tersebut, metode seleksi di rumah kaca

dengan umur bibit 10 hari dapat dijadikan sebagai metode uji cepat untuk

memperoleh genotipe padi toleran cekaman rendaman sesaat.

(7)

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(8)

RENDAMAN STAGNAN

YULLIANIDA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)
(10)

Rendaman Sesaat dan Rendaman Stagnan

Nama : Yullianida

NIM : A253100131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc Ketua

Dr Ir Suwarno, MSc Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

(11)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Agustus 2012 ini

adalah cekaman rendaman pada tanaman padi, mengingat beberapa tahun terakhir

terjadi peningkatan intensitas banjir akibat adanya perubahan iklim global.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc., Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. dan Dr. Sintho

Wahyuning Ardie, S.P., M.Si. selaku komisi pembimbing atas segala

bimbingan, saran dan kritikan selama penyusunan proposal, pelaksanaan

penelitian dan penulisan tesis.

2. Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis

dan Dr. Ir. Darda Efendi, MSi selaku penguji dari Program Studi Pemuliaan

dan Bioteknologi Tanaman atas saran-sarannya untuk perbaikan tesis.

3. Badan Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian RI dan Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada penulis

untuk menempuh strata S2 di IPB.

4. Pihak sponsor dana yang telah memberikan bantuan biaya penelitian, yaitu

Badan Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian RI, Hibah Kompetensi, Ditjen

Pendidikan Tinggi-Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2011 no.

375/SP2H/PP/Dit.Litabmas/ IV/2011 kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc

dan I-MHERE B.2.C. IPB tahun 2011 no. 12/13.24.4/SPP/I-MHERE/2011

kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc, serta hibah dana penyelesaian studi

dari IPB.

5. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi

Tanaman, IPB yang telah mendidik dan membekali penulis tentang ilmu

pemuliaan tanaman maupun bioteknologi.

6. Orang tua (almh Hj. Yasnida Dahlan, BSc dan H. Asep Saeful Bachri, Bsc)

dan mertua (Hj. Siti Saodah dan alm Drs. H. M. Ali Abdullah) atas doa dan

(12)

dan limpahan kasih sayangnya; serta seluruh keluarga besar di Bogor, Bima

dan Bengkulu.

8. Seluruh peneliti, teknisi maupun staf administrasi di Kebun Percobaan

Muara-BB Padi, Bogor, khususnya Erna Herlina, A.Md, Bapak Sudarno, Mas Oma

dan Mas Enjam, serta Bapak Adang sekeluarga (Kebun Babakan-IPB) atas

bantuannya selama penelitian.

9. Seluruh rekan S2 dan S3 mayor PBT, ITB dan AGH 2010, serta petugas

pelajar Litbang Pertanian atas kebersamaannya selama penulis menempuh

pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Tri Hastini, SP, MSi, Eka

Fibrianty, SP dan Warid, SP yang telah menjadi teman siaga selama ini.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat menjadi amalan baik bagi penulis

dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2013

(13)

dari pasangan Hj. Yasnida Dahlan, BSc (almh) dan H. Asep Saeful Bachri, BSc.

Penulis menikah dengan Ahmad Yani, SP pada tanggal 4 Februari 2007 dan telah

dikaruniai dua anak, yaitu Khairul Fatih La Rhangga (4 tahun) dan Khaira

Fauziah Yasmin (2 tahun). Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi

Pemuliaan Tanaman dan Ilmu Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian,

Fakultas Pertanian IPB. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun

2004 dan pada tahun 2010 mendapat beasiswa dari Badan Litbang

Pertanian-Kementrian Pertanian RI untuk melanjutkan studi ke strata S2 pada Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 2005 sebagai PNS di Badan

Litbang Pertanian-Kementrian Pertanian RI dan ditempatkan di Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang-Jawa Timur

dan bergabung dalam tim pemuliaan kedelai di bawah koordinasi Dr. M.

Muchlish Adie. Jabatan Peneliti diperoleh pada tahun 2007 setelah mengikuti

Diklat Peneliti Pertama yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI). Pada tahun 2008 penulis mutasi kerja ke Balai Besar Penelitian

Tanaman Padi (BB Padi) dan ditempatkan di Kebun Percobaan Muara, Bogor

sampai dengan sekarang. Pada periode tahun 2008-2010 penulis bergabung

dengan tim pemuliaan Padi Tipe Baru dibawah koordinasi Dr. Buang Abdullah,

selanjutnya mulai tahun 2010 penulis bergabung dengan tim pemuliaan padi

sub-optimal, khususnya padi rawa, dibawah koordinasi Dr. Suwarno.

Selama mengikuti program S2, penulis mengikuti berbagai pelatihan yang

diselenggarakan oleh IPB bekerjasama dengan Badan Litbang Pertanian, antara

lain Pelatihan Tata Kelola, Penulisan dan Publikasi Artikel Ilmiah serta Pelatihan

Analisis Statistik. Karya ilmiah berjudul ‘Tanggap Genotipe Padi terhadap

Cekaman Rendaman Sesaat pada Fase Vegetatif’ telah disajikan pada Seminar

Nasional Ilmu Pemuliaan Indonesia di Bogor pada tanggal 6-7 November 2012.

Karya tulis tersebut terpilih sebagai salah satu dari delapan makalah terbaik

kategori berkala internasional terakreditasi. Pada akhir masa studi, penulis terpilih

(14)

DAFTAR TABEL xix

DAFTAR GAMBAR xxi

DAFTAR LAMPIRAN xxiii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA Tipe Cekaman Rendaman 9

Mekanisme Adaptasi dan Respon Tanaman Padi terhadap 10

Cekaman Rendaman Hubungan antar Karakter Tanaman pada Lingkungan 12

Tercekam Rendaman Strategi Pemuliaan Tanaman Padi Toleran Cekaman Rendaman 14

3 RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN SESAAT Abstract 19

Pendahuluan 19

Bahan dan Metode 21

Hasil dan Pembahasan 25

Simpulan 36

Saran 36

4 METODE UJI CEPAT GENOTIPE PADI UNTUK TOLERANSI TERHADAP RENDAMAN SESAAT Abstract 39

Pendahuluan 39

Bahan dan Metode 41

Hasil dan Pembahasan 42

Simpulan 47

(15)

STAGNAN DAN PRODUKTIVITASNYA PADA TIGA LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA

Abstract 49

Pendahuluan 49

Bahan dan Metode 52

Hasil dan Pembahasan 55

Simpulan 64

Saran 65

6 PEMBAHASAN UMUM 67

7 SIMPULAN DAN SARAN 75

DAFTAR PUSTAKA 77

(16)

1. Materi genetik yang digunakan pada percobaan I 22

2. Sidik ragam gabungan untuk rancangan acak kelompok dan 25

estimasi nilai harapan kuadrat tengah [E(KT)]

3. Tinggi tanaman dan jumlah akar adventif per rumpun 28

sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara,

MH/MK 2012

4. Kadar glukosa dan pati pada batang padi sebelum dan sesudah 31

cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012

5. Karakter agronomi genotipe padi pada lingkungan tercekam 33

rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara,

MH/MK 2012

6. Komponen hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam 34

rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara,

MH/MK 2012

7. Hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR) 35

dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

8. Rata-rata persentase daya pulih tanaman (DPT) padi sesudah 43

cekaman rendaman pada empat sub percobaan di rumah kaca

dan lapang

9. Daya pulih tanaman pada sub percobaan di rumah kaca 44

berdasarkan umur bibit yang sama

10.Daya pulih tanaman pada sub percobaan di rumah kaca 45

berdasarkan durasi rendaman yang sama

11.Pertambahan tinggi tanaman sesudah cekaman rendaman 46

sesaat pada keempat sub percobaan di rumah kaca

12.Pertambahan tinggi tanaman padi (cm) sebelum dan sesudah 46

cekaman rendaman sesaat di lapang

(17)

14.Karakter agronomi padi pada lingkungan tercekam rendaman 56

stagnan (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Babakan,

MH 2011/2012

15.Komponen hasil dan hasil gabah pada lingkungan tercekam 58

rendaman stagnan (LR) dan lingkungan optimum (LO),

KP. Babakan, MH 2011/2012

16.Pemanjangan batang padi pada lingkungan tercekam rendaman 60

stagnan, KP. Babakan, MH 2011/2012

17.Produktivitas padi pada tiga lingkungan tumbuh berbeda 62

18.Jumlah gabah isi dan hampa per malai pada tiga lingkungan 63

(18)

1. Strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman 3

2. Bagan alir penelitian 7

3. Lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum 21

4. Keragaan varietas pembanding peka (IR42) sesudah 26

direndam keseluruhan bagian tanaman selama 10 hari,

perbandingan keragaan genotipe toleran dan peka pada saat

skoring, dan daya pulih tanaman padi setelah tercekam

rendaman sesaat

5. Rata-rata persentase daya pulih tanaman padi setelah dicekaman 27

rendaman sesaat selama 10 hari, KP. Muara, MH/MK 2012

6. Penampang melintang akar tanaman padi genotipe toleran 29

(B13138-7-MR-2-KA-1) umur 50 HSS dengan perbesaran

mikroskop 40x, (a) pada lingkungan tercekam rendaman selama

10 hari dan (b) pada lingkungan optimum

7. Pengelompokkan empat sub percobaan di rumah kaca, pengisian 42

air ke dalam bak sebelum cekaman rendaman dan

8. Penampilan tanaman padi sesaat setelah cekaman rendaman 43

dihentikan dan lima hari sesudah cekaman rendaman dihentikan

(saat skoring)

9. Penggunaan bilah bambu yang dirakit sebagai dasar peletakan 54

polibag di dasar kolam, penyusunan polibag di atas rakitan bilah

bambu dan keragaan genotipe padi pada awal cekaman rendaman

stagnan

10. Keragaan genotipe IR41410-6-3-3-1-2 pada fase vegetatif dan 61

generatif, serta gejala serangan hama burung pada genotipe

IR41410-6-3-3-1-2 (G1)

11. Mekanisme ‘quiescent strategy’ 70

(19)

1. Lay out percobaan I lapang 83

2. Teknis pengambilan tanaman contoh dan hasil per plot 84

pada percobaan I lapang

3. Estimasi kadar glukosa berdasarkan metode Anthrone 85

4. Estimasi kadar pati berdasarkan metode Anthrone 86

5. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan 87

tercekam rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012

6. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan 88

optimum, KP. Muara, MH/MK 2012

7. Lay out percobaan II 89

8. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan 90

tercekam rendaman stagnan, KP. Babakan, MH 2011/2012

9. Rekapitulasi sidik ragam gabungan pada lingkungan 90

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim global sudah menjadi ancaman serius. Peningkatan

temperatur dan CO2 menyebabkan terjadinya perubahan pola hujan. Pada tahun

2010 telah terjadi peningkatan curah hujan yang cukup signifikan sehingga

mengakibatkan peningkatan intensitas banjir di berbagai tempat. Data dari

Direktorat Perlindungan Tanaman (2010) menunjukkan bahwa banjir di Indonesia

pada musim hujan (MH) 2009/2010 melanda 12 provinsi, menggenangi 34.220 ha

sawah dan 8.577 ha diantaranya terendam sampai gagal panen atau puso. Menurut

Hairmansis et al. (2009) dalam sepuluh tahun terakhir, rata-rata hampir 300 ribu

ha lahan sawah dilanda banjir dan sekitar 60 ribu ha diantaranya mengakibatkan

kerusakan total pada tanaman padi, padahal lahan rawan banjir tersebut memiliki

potensi yang sangat besar untuk mendukung ketahanan dan keberlanjutan

produksi padi nasional.

Luas areal pertanaman padi yang mengalami cekaman rendaman karena

banjir diperkirakan akan semakin bertambah, khususnya pada sawah dekat pantai

atau sungai atau lahan rawa lebak. Banjir biasanya terjadi pada pertanaman padi

sawah pada bulan Desember sampai Maret. Daerah rawan banjir di Indonesia

diantaranya Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, Langkat, Deli Serdang,

Tanjung Jabung, Ogan Komering Ilir, Tulang Bawang, Maros, Merauke, Boven

Digul, Asmat, Mapi, Bekasi, Karawang dan Indramayu. Kebanyakan daerah

tersebut mengalami cekaman rendaman sesaat (Widiarta 2007). Varietas yang

banyak ditanam petani, seperti Ciherang, Mekongga, Cigeulis, IR64 dan IR42

tidak mampu bertahan terhadap genangan banjir yang sering merendam

keseluruhan tanaman selama satu hingga dua minggu. Keadaan menjadi serius

apabila banjir terjadi pada awal pertumbuhan tanaman.

Selain isu mengenai perubahan iklim global, keterbatasan lahan optimum

dan ketergantungan impor beras yang masih cukup tinggi menyebabkan

diperlukannya perluasan pertanaman padi ke lahan marjinal, salah satunya adalah

lahan rawa lebak. Data dari Badan Litbang Pertanian (2007) menunjukkan luas

(21)

durasi rendaman dan ketinggian permukaan air, yaitu rawa lebak dangkal (4.17

juta ha), rawa lebak tengahan (6.08 juta ha) dan rawa lebak dalam (3.04 juta ha).

Diharapkan dengan adanya ekstensifikasi ke lahan rawa lebak dapat turut

menunjang keberlanjutan produksi nasional, tentu saja dengan mengatasi kendala

yang sering terjadi pada lahan tersebut, yaitu terjadinya cekaman rendaman

stagnan. Diperlukan varietas-varietas padi yang toleran terhadap jenis cekaman

tersebut. Varietas lokal yang digunakan petani di lahan rawa lebak cenderung

berproduksi rendah dan berumur dalam. Perakitan varietas unggul baru (VUB)

untuk lahan rawa lebak yang lebih adaptif, lebih produktif dan memenuhi

preferensi petani sangat diperlukan untuk mendorong pengembangan usahatani

padi dan peningkatan pendapatan petani.

Kondisi cekaman rendaman yang terjadi pada pertanaman padi di lahan

petani cukup beragam. Menurut Haimansis et al. (2009) saat ini dikenal tiga jenis

cekaman rendaman yang dipengaruhi oleh banjir, yaitu (1) rendaman sesaat (flash

flooding atau submergence), (2) rendaman stagnan (stagnant flooding) dan (3)

rendaman banjir dalam (deepwater flooding). Rendaman sesaat terjadi jika

tanaman padi terendam air selama kurang dari dua minggu kemudian air surut

kembali. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah-daerah tadah hujan,

pasang surut dan tepian sungai (Mackill et al. 1999). Pada cekaman rendaman

stagnan, ketinggian air relatif stabil dengan ketinggian yang bervariasi selama

lebih dari tiga minggu. Jenis rendaman ini merupakan tipologi lahan rawa lebak

(Nugroho et al. 1993). Berdasarkan ketinggian air yang merendam tanaman,

rendaman dikelompokkan menjadi rendaman sebagian (partial submergence) jika

40-99% dari bagian tajuk tanaman terendam air dan rendaman yang

mengakibatkan seluruh bagian tanaman terendam air (complete submergence)

(Setter et al. 1987). Lazimnya tanaman padi dikatakan mengalami cekaman

rendaman sesaat apabila seluruh bagian tanaman terendam air (complete

submergence), sedangkan pada cekaman rendaman stagnan masih terdapat bagian

tanaman padi yang berada di atas permukaan air.

Fluktuasi air yang tidak menentu kemungkinan dapat menyebabkan

tanaman terendam dalam jangka waktu lama. Hal tersebut menyebabkan jaringan

(22)

tanaman (Ito et al. 1999). Oleh karenanya banjir dan dalamnya genangan air

merupakan kendala utama bagi budidaya tanaman padi di daerah rawan banjir.

Demikian halnya dengan pertanaman padi di lahan rawa lebak karena umumnya

lahan ini sering mengalami banjir dan fluktuasi genangan air yang sukar

diprediksi. Hasil penelitian Manzanilla et al. (2011) menunjukkan bahwa

cekaman rendaman sesaat menyebabkan penurunan hasil panen padi sebesar

10%, sedangkan cekaman rendaman stagnan dan banjir dalam dengan durasi lebih

dari dua minggu dan kedalaman air lebih dari 100 cm menyebabkan penurunan

hasil sebesar 40-77%. Beragamnya kondisi cekaman rendaman tersebut

berpengaruh pula terhadap kriteria dan preferensi petani terhadap kultivar padi.

Terdapat dua strategi adaptasi tanaman padi untuk menghadapi cekaman

rendaman, yaitu (1) dengan menyimpan cadangan energi selama terendam dan

tumbuh kembali setelah air surut atau (2) dengan pemanjangan batang mengikuti

permukaan air untuk menghindari kondisi anaerob (Almeida et al. 2003). Hal ini

sesuai dengan yang dikemukakan Hattori et al. (2011) yang menyebutkan strategi

pertama sebagai quiescent strategy (Gambar 1a) dan strategi kedua sebagai escape

strategy (Gambar 1b). Mekanisme adaptasi tanaman padi tersebut tergantung pada

kondisi genangan air. Pada daerah tadah hujan dimana rendaman diakibatkan oleh

melimpahnya air dalam waktu singkat (kurang dari 14 hari), tanaman padi

beradaptasi dengan toleran terhadap rendaman (submergence tolerant). Pada

daerah-daerah yang mengalami genangan dalam jangka panjang, diperlukan

tanaman padi yang memiliki kemampuan pemanjangan batang (elongation ability)

mengikuti naiknya permukaan air (Setter et al. 1997).

(23)

Toleransi tanaman padi terhadap rendaman dan kemampuan pemanjangan

batang merupakan dua karakter yang bersifat kontradiktif, namun hasil penelitian

Ray et al. (1993) menunjukkan adanya kemungkinan untuk menggabungkan

kedua sifat tersebut pada satu genotipe apabila menggunakan tetua yang memiliki

toleransi terhadap rendaman yang sangat kuat seperti FR13A dan Kurkaruppan.

Lain halnya dengan genotipe padi toleran rendaman yang telah disisipkan gen

Sub1, seperti Swarna-Sub1 (INPARA 4), IR64-Sub1 (INPARA 5) dan Sambha

Mahsuri-Sub1. Hasil penelitian Yullianida et al. (2011) menunjukkan ketiga

genotipe tersebut hanya memiliki laju pemanjangan batang kurang dari 1 cm

setelah direndam selama satu minggu. Hal ini disebabkan gen Sub1, atau lebih

spesifik lagi gen Sub1A, merupakan ethylene-response-factor yang mengurangi

sensitivitas tanaman padi terhadap etilen. Menurut Jackson et al. (1987) hormon

etilen terakumulasi dalam jaringan tanaman padi varietas IR42 setelah direndam

selama 55 jam. Etilen inilah yang berpengaruh terhadap (1) pemanjangan batang

tanaman padi selama tanaman terendam dan (2) menguningnya daun (senesen)

yang tentunya dapat menghambat fiksasi karbon dalam fotosintesis pada saat

maupun setelah terendam (Ella et al. 2003).

Kombinasi karakter toleransi terhadap rendaman dan kemampuan

pemanjangan batang yang moderat pada tanaman padi sangat diperlukan untuk

pertanaman di lahan rawa lebak atau di lahan rawan banjir yang dapat

menyebabkan terendamnya seluruh bagian tanaman akibat naiknya permukaan air

secara bertahap selama musim hujan. Genotipe yang memiliki kemampuan

pemanjangan batang yang baik dan toleran terhadap cekaman rendaman sesaat

diduga akan lebih toleran terhadap cekaman rendaman air yang stagnan. Beberapa

varietas padi toleran cekaman rendaman yang sudah dilepas di Indonesia adalah

INPARA 3, 4 dan 5 (BB Padi, 2010). Durasi rendaman yang dapat ditolerir

maksimal selama 14 hari dalam kondisi tanaman terendam keseluruhan (complete

submergence), sedangkan untuk jenis cekaman rendaman parsial stagnan belum

ditemukan varietas yang toleran. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut

dalam mekanisme tanaman padi toleran cekaman rendaman sesaat maupun

(24)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai

toleransi dan respon genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat dan

stagnan, sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan sawah rawan banjir

atau lahan rawa lebak.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat toleransi dan respon genotipe padi terhadap cekaman

rendaman sesaat dan cekaman rendaman stagnan.

2. Mendapatkan metode seleksi cepat di rumah kaca untuk mengetahui tingkat

toleransi genotipe padi terhadap cekaman rendaman sesaat.

3. Mengetahui perbandingan respon dan produktivitas tanaman padi pada

lingkungan tercekam rendaman sesaat, lingkungan tercekam rendaman

stagnan dan lingkungan optimum.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai

genotipe-genotipe yang memiliki penampilan baik pada semua lingkungan tercekam

rendaman ataupun spesifik hanya pada salah satu cekaman rendaman.

Genotipe-genotipe yang diuji merupakan galur-galur generasi lanjut, sehingga diharapkan

dapat diusulkan sebagai calon varietas untuk ditanam pada lahan yang terkendala

cekaman rendaman.

Informasi mengenai respon morfologi maupun fisiologi tanaman yang

toleran terhadap cekaman rendaman dapat dijadikan informasi awal mengenai

respon suatu tanaman terhadap cekaman rendaman. Penelitian-penelitian

sebelumnya lebih banyak mengulas mengenai respon tanaman padi terhadap

cekaman rendaman sesaat yang seluruh bagian tanaman padi terendam air

(complete submergence), sedangkan informasi mengenai respon tanaman padi

terhadap cekaman stagnan belum banyak diketahui. Demikian juga dengan

perbandingan respon dan produktivitas tanaman padi pada berbagai lingkungan

tercekam rendaman. Selain itu, korelasi antara metode seleksi di rumah kaca dan

(25)

terhadap cekaman rendaman, baik dari segi umur bibit yang digunakan maupun

durasi rendaman yang diberikan.

Ruang Lingkup Penelitian

Pengujian tingkat toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman

dilakukan di lingkungan dengan tingkat cekaman berbeda, yaitu rendaman sesaat

dan rendaman stagnan, masing-masing dibandingkan dengan lingkungan optimum

(tanpa cekaman rendaman). Tingkat toleransi genotipe-genotipe padi yang diuji

berbeda tergantung dari lingkungan pengujian. Rendahnya hasil gabah tanaman padi akibat cekaman rendaman dikarenakan berkurangnya populasi tanaman per

satuan luas area. Hal ini berkaitan dengan persentase kemampuan hidup tanaman

setelah diberi cekaman rendaman. Persentase kemampuan hidup akibat cekaman

rendaman berkorelasi erat dengan respon genotipe padi sesudah diberi cekaman

rendaman. Selain itu, rendahnya hasil gabah akibat cekaman rendaman terjadi

akibat berkurangnya kapasitas lumbung/sink, antara lain jumlah malai, ukuran

malai dan persentase gabah isi per malai. Korelasi antara komponen hasil dan

hasil penting dipelajari untuk menentukan karakter yang paling berperan terhadap

hasil pada kondisi tercekam rendaman.

Upaya untuk mempersingkat proses seleksi dapat dilakukan dengan cara

seleksi pada fase vegetatif di rumah kaca. Seleksi di rumah kaca dapat menseleksi

ratusan genotipe dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan seleksi di

lapang. Genotipe yang terseleksi di rumah kaca selanjutnya dievaluasi dan

diseleksi kembali pada lahan target. Metode seleksi di rumah kaca dapat dikatakan

sebagai metode uji cepat apabila memiliki korelasi yang kuat dengan hasil seleksi

di lapang. Adapun bagan alir penelitian ini tertera pada Gambar 2.

Berdasarkan ruang lingkup penelitian di atas maka disusun hipotesis sebagai

berikut:

1. Tingkat toleransi dan respon genotipe padi terhadap cekaman rendaman

sesaat berbeda dengan cekaman rendaman stagnan

2. Tingkat toleransi di rumah kaca berkorelasi kuat dengan tingkat toleransi di

lapang

3. Produktivitas tanaman padi berbeda antara lingkungan tercekam rendaman

(26)

Gambar 2. Bagan alir penelitian

korelasi

Genotipe padi koleksi BB Padi, IPB dan IRRI

Percobaan I.

Pengujian Toleransi Tanaman Padi terhadap Cekaman Rendaman Sesaat (Flash Flooding)

I.1. Rumah Kaca

Percobaan II.

Pengujian Toleransi Tanaman Padi terhadap Cekaman Rendaman Stagnan (Stagnant Flooding) di lapang

I.2. Lapang

Output:

Tingkat toleransi padi pada cekaman rendaman 10 dan 14 hari

Output:

1. Tingkat toleransi terhadap cekaman rendaman sesaat dan stagnan

2. Karakter yang berkorelasi dengan hasil

3. Penurunan produksi akibat cekaman rendaman Output:

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Tipe Cekaman Rendaman

Kondisi cekaman rendaman yang terjadi pada pertanaman padi di lahan

petani cukup beragam. Berdasarkan durasi atau lamanya rendaman terdapat dua

macam kondisi rendaman, yaitu rendaman sesaat (flash flooding) dan rendaman

stagnan (stagnant flooding) (Maurya et al. 1988). Rendaman sesaat terjadi jika

tanaman padi terendam air selama kurang dari tiga minggu kemudian air surut

kembali. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah-daerah tadah hujan,

pasang surut dan tepian sungai (Mackill et al. 1999), sedangkan pada cekaman

rendaman stagnan ketinggian air relatif stabil pada ketinggian yang bervariasi

selama lebih dari tiga minggu. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah rawa

lebak (Nugroho et al. 1993).

Berdasarkan ketinggian air yang merendam tanaman, rendaman

dikelompokkan menjadi rendaman sebagian (partial submergence) jika 40-99%

dari bagian atas tanaman terendam air dan rendaman yang mengakibatkan seluruh

bagian tanaman terendam air (complete submergence) (Setter et al. 1987).

Menurut Haimansis et al. (2009), penggolongan tipe cekaman rendaman yang

dipengaruhi oleh banjir adalah (1) rendaman sesaat (flash-flooding atau

submergence), (2) rendaman stagnan (stagnant partial flooding) dan (3) rendaman

banjir dalam (deepwater flooding).

Lazimnya tanaman padi dikatakan mengalami cekaman rendaman sesaat

apabila seluruh bagian tanaman terendam air (complete submergence), sedangkan

pada cekaman rendaman stagnan masih terdapat bagian tanaman padi yang berada

di atas permukaan air. Hal ini terkait dengan strategi adaptasi dari tanaman padi

karena apabila terendam penuh seluruh bagian tanaman selama lebih dari tiga

minggu maka akan mengalami kematian/puso. Catling (1992) mendefinisikan

tanaman padi dikatakan toleran terhadap cekaman rendaman jika mampu

melanjutkan kelangsungan hidupnya setelah terendam seluruh bagian tanamannya

selama 10-15 hari. Menurut Xu et al. (2006) sebagian besar kultivar Oryza sativa

akan mati bila tergenang penuh selama satu minggu. Hanya beberapa kultivar

saja, seperti O. sativa ssp. indica kultivar FR13A yang sangat toleran dan dapat

(28)

Secara umum tanaman padi tidak toleran jika seluruh bagian tanaman

terendam oleh air selama beberapa hari, namun terdapat beberapa varietas lokal

yang berasal dari daerah Asia Barat dan semenanjung Asia Tenggara yang

teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman selama beberapa hari, antara

lain FR13A, Kurkaruppan, BKNFR dan Thavalu (Mazaredo dan Vergara 1982;

Xu et al. 2006). Biasanya varietas lokal tersebut memiliki kelemahan, yaitu

produksinya rendah, rentan terhadap hama dan penyakit, berumur dalam, dan

mutu beras tidak baik (Mackill et al. 1993).

Mekanisme Adaptasi dan Respon Tanaman Padi terhadap Cekaman Rendaman

Pemanjangan batang merupakan respon morfologi paling umum pada

tanaman yang tercekam rendaman air (Harada et al. 2005; Ookawara et al. 2005).

Akan tetapi beberapa penelitian melaporkan bahwa toleransi tanaman padi

terhadap rendaman berkorelasi negatif dengan kemampuan pemanjangan batang.

Setter dan Laureles (1996) melaporkan terdapat korelasi negatif antara persentase

hidup dengan kemampuan pemanjangan batang, hal ini disebabkan dalam proses

pemanjangan batang tanaman banyak kehilangan energi.

Tanaman padi memiliki kemampuan pemanjangan batang yang

berbeda-beda di atas permukaan air, tergantung pada pemanjangan yang terjadi pada

masing-masing ruas batang (internode) dan jumlah ruas batang yang memanjang.

Pada umumnya naiknya tinggi permukaan air di lahan rawa lebak terjadi pada

pertanaman padi yang berumur enam minggu. Apabila naiknya tinggi permukaan

air terjadi pada umur tanaman yang lebih muda dapat mengakibatkan seluruh

tanaman mati. Oleh karena itu, pengujian kemampuan pemanjangan batang padi

dilakukan pada pertanaman yang minimal berumur enam minggu (Mazaredo dan

Vergara 1977).

Kemungkinan untuk menggabungkan atau mengkombinasikan kedua

karakter tersebut ke dalam satu genotipe padi masih dapat terjadi. Hasil penelitian

terdahulu melaporkan terdapat galur yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap

rendaman sekaligus memiliki kemampuan pemanjangan batang yang baik, yaitu

galur BKN 6986-108 (Boonwite et al. 1977). Demikian pula halnya dengan hasil

(29)

dalam satu genotipe padi apabila tetua yang toleran rendaman memiliki gen yang

mengendalikan karakter toleransi yang tinggi terhadap cekaman rendaman, seperti

FR13A dan Kurkaruppan.

Rendaman atau banjir selama beberapa hari dapat merusak tanaman padi

dengan tingkatan yang berbeda. Kerusakan ini disebabkan oleh terganggunya

pertukaran gas CO2 dan O2 antara tanaman dan lingkungannya (rendaman air) dan

radiasi surya. Difusi gas dalam air 104 kali lebih lambat daripada di udara (Armstrong dan Armstrong 2005). Kekurangan O2 dan CO2 pada tanaman dalam

kondisi terendam menjadi faktor utama penyebab rusaknya tanaman yaitu

terhambatnya respirasi dan fotosintesis. Sebaliknya, menurut Jackson et al. (1987)

hormon tanaman seperti etilen dalam bentuk gas yang diproduksi di dalam

tanaman terakumulasi dalam jaringan hingga dapat mencapai konsentrasi sebesar

0.49 µM pada varietas IR42 umur 12 HST ketika terendam selama 55 jam. Etilen

inilah yang berpengaruh terhadap (1) pemanjangan batang tanaman padi selama

tanaman terendam dan (2) menguningnya daun (senesen) yang tentunya dapat

menghambat fiksasi karbon dalam fotosintesis pada saat maupun setelah terendam

(Ella et al. 2003).

Ella dan Ismail (2006) melaporkan persentase tanaman padi yang hidup

berkorelasi dengan rasio kandungan klorofil a/b daun setelah rendaman.

Armstrong dan Armstrong (2005) membuktikan dalam penelitiannya bahwa

oksigen dapat diregenerasi pada bagian batang tanaman alder melalui pengunaan

karbondioksida oleh sel klorofil. Siangliw et al. (2003) melaporkan adanya

korelasi positif antara persentase hidup tanaman padi setelah diberi cekaman

rendaman delapan hari dengan kemampuan menjaga daun agar tidak senesen.

Setter et al. (1997) mencatat 17 karakter yang berperan dalam mengontrol

toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat. Secara garis besar

disimpulkan tiga hal yang penting dalam respon tanaman padi toleran terhadap

cekaman rendaman, yaitu (1) mempertahankan konsentrasi karbohidrat agar tetap

tinggi sebelum, pada saat dan sesudah rendaman, (2) meningkatkan laju

fermentasi alkohol, dan (3) mempertahankan konversi energi dengan cara

(30)

Akibat cekaman rendaman laju penambahan bobot kering varietas IR42

sebelum dan setelah cekaman rendaman terhenti (Jackson et al. 1987).

Terhentinya pertambahan bobot kering tanaman akibat terhambatnya produksi

asimilat dari proses fotosintesis. Fotosintesis terhambat akibat rendahnya

ketersediaan CO2 dan penetrasi cahaya (Setter et al. 1987). Hasil gabah akibat

cekaman rendaman merupakan fungsi dari kemampuan tanaman padi untuk

membentuk kapasitas lumbung (sink) diantaranya anakan produktif, ukuran malai

dan persentase gabah isi malai (Mallik et al. 2004).

Hubungan antar Karakter Tanaman pada Lingkungan Tercekam Rendaman

Pendekatan pemuliaan tanaman pada lingkungan bercekaman dapat

dilakukan dengan cara (1) mengembangkan varietas berpotensi hasil tinggi dan

(2) mengembangkan varietas toleran cekaman abiotik. Pendekatan pertama hanya

dapat berhasil dilakukan jika cekaman lingkungan tidak terlalu berat dan bentuk

interaksi genotipe dan lingkungannya bersifat kuantitatif. Upaya untuk

memperbaiki potensi hasil dapat mempengaruhi tingkat toleransi terhadap

cekaman dan sebaliknya.

Salah satu bentuk cekaman lingkungan adalah cekaman rendaman.

Terjadinya rendaman terhadap seluruh bagian tanaman dalam jangka panjang

dapat merusak jaringan tanaman padi akibat terganggunya proses fisiologis

tanaman hingga menyebabkan kematian (Ito et al. 1999). Diperkirakan penurunan

hasil panen akibat banjir berkisar antara 30-60%. Rendahnya hasil gabah akibat

cekaman rendaman sering dikarenakan oleh berkurangnya populasi tanaman per

satuan luas area yang berkaitan dengan persentase kemampuan hidup tanaman

setelah cekaman rendaman.

Kajian mengenai korelasi antara komponen hasil dan hasil pada lingkungan

tercekam rendaman perlu dikaji agar dapat diketahui karakter yang berperan

penting terhadap hasil panen padi. Multiplikasi komponen hasil akan

menghasilkan hitungan teoritis daya hasil varietas yang bersangkutan. Beberapa

teknik analisis telah digunakan untuk mengetahui hubungan asosiasi antara

komponen hasil dengan hasil biji, antara lain analisis korelasi antar karakter dan

(31)

(korelatif) antara dua peubah bebas, sedangkan koefisien jalur menunjukkan

besaran nilai pengaruh langsung dari masing-masing peubah bebas terhadap

peubah yang berstatus “akibat” (hasil). Hasil analisis jalur pada dasarnya

memberikan informasi yang sama dengan analisis korelasi, namun dengan analisis

jalur dapat diketahui besaran relatif pengaruh langsung masing-masing peubah

kausal. Analisis jalur peubah kausal (komponen hasil) terhadap hasil dapat

memperkuat analisis korelasi.

Komponen hasil pada tanaman padi terdiri atas jumlah malai per rumpun,

jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan

banyaknya rumpun per unit area panen (Yoshida 1981). Pada lahan rawa,

komponen hasil tanaman padi yang berpengaruh langsung positif terhadap hasil

yaitu jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai dan

persentase gabah isi. Tinggi tanaman memiliki pengaruh langsung negatif

terhadap hasil, sedangkan umur panen, bobot 1000 butir dan jumlah gabah per

malai memiliki pengaruh langsung yang kecil terhadap hasil. Berdasarkan

informasi ini, seleksi tidak langsung tanaman padi berdaya hasil tinggi di lahan

rawa diarahkan pada galur harapan yang memiliki jumlah anakan produktif

banyak, jumlah gabah isi yang padat dan persentase gabah isi yang tinggi

(Hairmansis et al. 2010).

Hubungan antara komponen hasil dengan hasil biji dapat berubah

disebabkan oleh kompetisi antar tanaman pada jarak tanam yang berbeda dan oleh

adanya cekaman lingkungan. Pada populasi tanaman yang tidak optimal terjadi

sifat kompensatif antara komponen hasil (Sumarno dan Zuraida 2006). Populasi

tanaman dan pertumbuhan yang optimal merupakan syarat agar komponen hasil

dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi. Menurut Fehr (1987) agar efektif sebagai

kriteria seleksi, berbagai komponen hasil dan karakter agronomi tanaman harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) heritabilitas karakter cukup tinggi dan

tidak mudah dipengaruhi lingkungan, (2) terdapat korelasi yang tinggi antara

karakter dengan hasil biji, (3) tidak terdapat korelasi negatif antara komponen

hasil yang digunakan untuk kriteria seleksi, dan (4) tidak terjadi interaksi antara

(32)

Toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman dikendalikan oleh

banyak gen (poligenik) dengan efek dominan parsial atau lengkap (Suprihatno dan

Coffman 1981). Menurut Waters et al. (1991) karakter-karakter yang

berhubungan dengan tingkat toleransi terhadap cekaman lingkungan biasanya

diatur oleh sejumlah gen bersifat kuantitatif. Pada tanaman padi, sebagaimana

dilaporkan oleh Mohanty dan Kush (1985), karakter yang mengatur toleransi

terhadap cekaman rendaman bersifat kuantitatif. Terdapat keragaman genetik

yang luas pada genotipe-genotipe tanaman padi yang adaptif pada daerah-daerah

cekaman rendaman. Bose dan Pradhan (2005) melaporkan bahwa karakter hasil,

umur berbunga 50%, jumlah malai dan tinggi tanaman memberikan kontribusi

lebih dari 50% terhadap variablititas genetik pada 35 genotipe padi air dalam yang

diberi cekaman rendaman. Pada tanaman gandum yang tercekam rendaman

memiliki nilai estimasi heritabilitas karakter hasil rendah, sedangkan pada

karakter yang berhubungan dengan hasil gabah seperti kandungan klorofil, bobot

malai dan jumlah malai adalah tinggi (Callaku dan Harrison 2005).

Strategi Pemuliaan Tanaman Padi Toleran Cekaman Rendaman

Pendekatan Konvensional

Pembentukan varietas unggul padi rawa dilakukan melalui pendekatan

penggabungan sifat-sifat baik yang diinginkan ke dalam suatu varietas.

Penggabungan sifat-sifat tersebut dilakukan dengan melakukan persilangan antar

genotipe yang telah teridentifikasi sebagai sumber sifat yang diinginkan,

kemudian menyeleksi dan memfiksasi rekombinan yang merupakan gabungan

dari sifat-sifat baik yang diinginkan tersebut. Strategi yang ditempuh dalam

pembentukan varietas unggul padi toleran rendaman adalah dengan pembentukan

populasi bahan pemuliaan, kemudian menyeleksi galur-galur yang memiliki sifat

agronomis baik sekaligus toleran cekaman rendaman, serta mengevaluasi daya

hasil galur-galur harapan di lingkungan target.

Sumber genetik dari berbagai sifat yang diinginkan saling disilangkan untuk

menggabungkan sifat-sifat yang diinginkan dengan sifat-sifat agronomis yang

baik pada varietas unggul. Persilangan yang dilakukan meliputi persilangan

tunggal (single cross), silang ganda (double cross), silang balik (backcross), dan

(33)

memperbesar peluang penggabungan sifat-sifat yang baik dalam sejumlah

individu tanaman dan berperan untuk memutuskan keterpautan antara gen yang

diinginkan dan yang tidak diinginkan.

Generasi awal turunan dari berbagai kombinasi persilangan (F2–F5)

ditangani dengan metode bulk yang telah dimodifikasi. Menurut metode ini setiap

populasi keturunan dari satu kombinasi persilangan ditanam secara rapat sebanyak

sekitar 5000 tanaman. Pada waktu tanaman telah bermalai dan malainya telah

masak, dilakukan pengambilan 3-4 butir benih dari setiap tanaman/malai tanpa

seleksi, kecuali untuk sifat tinggi dan umur tanaman, yaitu dengan tidak memanen

dari tanaman yang terlalu tinggi dan berumur terlalu dalam. Benih yang diperoleh

digunakan untuk pertanaman generasi berikutnya.

Seleksi individu dimulai pada generasi F5 dengan memanen malai dari

tanaman yang sehat, ukuran malai besar, dan gabah yang lebat dan bernas.

Malai-malai tersebut (F6) ditanam menjadi satu baris setiap Malai-malai (galur). Seleksi

dilakukan secara visual berdasarkan sifat agronomis. Galur-galur yang terpilih

benihnya digunakan untuk bahan evaluasi dan seleksi di masing-masing lahan

target meliputi lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak.

Seleksi pedigree lazim dilakukan dengan metode pedigree satu baris dan

tiga baris. Pada pertanaman pedigree satu baris, galur yang ditanam sebanyak

lebih dari 500 galur yang berasal dari malai-malai terpilih dari populasi generasi

F5-F6 musim sebelumnya. Galur terpilih dari pedigree satu baris dilanjutkan

dalam pedigree tiga baris. Pada setiap 20 galur ditanam varietas pembanding yang

digunakan seperti IR42, Batanghari dan varietas lokal (augmented design).

Galur-galur terpilih dari seleksi pedigree tahun sebelumnya selanjutnya

dievaluasi dalam pertanaman observasi. Evaluasi dilakukan di lingkungan target.

Galur yang diuji rata-rata lebih sedikit dibandingkan saat seleksi pedigree, yaitu

sekitar 250 galur. Setiap 20 galur ditanam varietas pembanding. Penilaian lebih

ditekankan pada keseragaman dan kemantapan penampilan galur.

Setelah dilakukan observasi, langkah selanjutnya adalah evaluasi uji daya

hasil di lahan target rawan banjir atau rawa lebak. Uji daya hasil meliputi uji daya

hasil pendahuluan (UDHP) dan uji daya hasil lanjutan (UDHL), yang

(34)

dievaluasi pada UDHL biasanya hanya sekitar 10-14 galur harapan yang

merupakan galur terseleksi dari UDHP tahun sebelumnya. Selanjutnya galur-galur

harapan yang telah dievaluasi UDHL dilanjutkan ke uji multilokasi (UML).

Adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan akan memunculkan genotipe

terbaik yang merespon berbagai macam cekaman rendaman tersebut.

Pendekatan Bioteknologi

Sejumlah varietas padi toleran rendaman memang telah berhasil diperoleh

dengan menggunakan metode pemuliaan konvensional. Galur elit toleran

rendaman yang pertama dilepas oleh IRRI adalah IR49830 yang dikenal di

Kamboja dengan nama varietas Popoul (Mackill et al. 1999), namun dalam

perkembangannya varietas tersebut mengalami kendala karena memiliki

karakteristik mutu beras yang kurang baik. Oleh karena itu, gen ketahanan

terhadap cekaman rendaman perlu dimasukkan terhadap varietas yang sudah

memiliki karakter agronomi maupun mutu beras yang baik sehingga dapat

diadopsi luas oleh petani.

Penggunaan metode quantitative trait loci (QTL) telah berhasil

mengidentifikasi gen yang mengatur toleransi terhadap cekaman rendaman, yaitu

gen Sub1 yang pengaruhnya paling kuat ada pada kromosom 9 (Xu et al. 1996)

dan terkait erat dengan dua marka RFLP RZ698 and C1232 pada jarak 2.4 dan 4.9

cM (Xu et al. 2000) dan dua marka mikrosatelit RM219 dan RM464A pada jarak

3.4 dan 0.7 cM (Xu et al. 2004). Semua respon fisiologis dalam mengatasi

cekaman rendaman yang diatur oleh gen Sub1 yang merupakan tipe gen

ethylene-response factor like genes (Xu et al. 2006).

Nandi et al (1997) melaporkan dari hasil analisis QTL terdapat empat lokus

yang berkait erat dengan gen Sub1 namun efeknya relatif kecil terhadap level

toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman. Xu et al. (2006) melaporkan

tiga alel yang ada pada gen Sub1, yaitu Sub1A, Sub1B, dan Sub1C, setiap genotipe

yang membawa ketiga alel tersebut berbeda-beda, selain itu efek setiap gen

terhadap level toleransi tanaman juga berbeda.

Gen Sub1 telah berhasil dimasukkan ke beberapa varietas berdaya hasil

tinggi di Asia yang ditanam lebih dari satu juta hektar antara lain IR64, Swarna,

(35)

pemuliaan yang digunakan adalah metode silang balik dengan bantuan marka

molekuler atau marker assisted backcrossing (MAB). Dengan menggunakan

metode MAB tanaman toleran cekaman rendaman yang membawa gen Sub1 dapat

diperoleh dalam waktu singkat yaitu pada generasi BC3F2 dengan susunan lokus

homozigot seperti pada tetua recurrentnya (Septiningsih et al. 2008).

Pembentukan varietas Swarna-Sub1 yang merupakan hasil persilangan

antara varietas Swarna dengan IR48930 (pembawa gen Sub1) merupakan contoh

aplikasi metode MAB. Pada generasi BC3F2 diperoleh galur toleran terhadap

cekaman rendaman. Hasil pengujian galur BC3F2 persilangan Swarna dengan

IR48930 pada cekaman rendaman selama 14 hari pada fase bibit menunjukkan

persentase tanaman hidup galur BC3F2 lebih tinggi dibandingkan dengan varietas

pembanding intoleran Swarna. Hasil pengujian pada kondisi normal di IRRI

mengindikasikan tidak ada perbedaan yang nyata pada karakter gabah hasil

(Swarna: 6.3 ± 0.1 t/ha; Swarna- Sub1:6.4 ± 0.1 t/ha), tinggi tanaman (Swarna:

105 ± 1.4 cm; Swarna-Sub1: 106 ±1.2 cm), indeks panen (keduanya 0.35) dan

kadar amilosa (Swarna: 26.4%; Swarna-Sub1: 25.9%) (Xu et al. 2006).

Hasil pengujian daya hasil galur-galur pembawa gen Sub1 di daerah pasang

surut dan lebak di Indonesia ternyata memiliki daya hasil gabah yang tidak

konsisten (Hairmansis et al. 2008). Hal ini menunjukkan adanya interaksi

genotipe dengan lingkungan. Rata-rata tanaman hidup pada genotipe hasil

introgesi gen Sub1 terhadap cekaman seluruh bagian tanaman terendaman selama

satu minggu bervariasi antara 76 – 95%, sedangkan galur-galur intoleran berkisar

antara 31-55% (Supartopo et al. 2008). Dari kenyataan di atas ada kemungkinan

interaksi gen Sub1 dengan gen-gen lain yang dibawa oleh varietas yang dimasuki

oleh gen Sub1 sebagai tetua recurrent, sehingga menimbulkan variabilitas

genetik.

Selain gen Sub1, telah ditemukan pula gen Snorkel1 dan Snorkel2 yang

mengendalikan sifat kemampuan pemanjangan batang ketika tanaman padi

tercekam rendaman. Apabila dibandingkan dengan gen Sub1 yang efektif untuk

jenis cekaman rendaman sesaat, gen Snorkel sesuai untuk pertanaman padi yang

mengalami cekaman rendaman stagnan atau berada di daerah rawa dalam

(36)

dengan penggunaan gen Snorkel dikenal dengan sebutan scuba rice (Thaindian

News 2010).

Ray et al. (1994) melaporkan bahwa kemampuan pemanjangan batang

dikendalikan oleh lebih dari satu gen yang bersifat aditif dan non aditif dengan

heritabilitas yang tinggi sehingga memungkinkan untuk melakukan seleksi

terhadap sifat ini. Hattori et al. (2008) menemukan tiga QTL yang berperan dalam

kemampuan pemanjangan batang, yaitu terletak pada kromosom 1, 3 dan 12.

Diantara ketiga lokus tersebut, gen pengendali pada kromosom 12 adalah yang

paling utama. Dengan penemuan tersebut memungkinkan untuk menggunakan

pendekatan molekuler dalam perbaikan kemampuan pemanjangan batang varietas

padi.

Sampai saat ini, durasi rendaman yang dapat ditolerir maksimal selama 14

hari dalam kondisi rendaman keseluruhan dengan skor 3 (toleran). Namun belum

dapat menandingi penampilan varietas pembanding tolerannya, yaitu FR13A,

yang memiliki skor 1 (sangat toleran). Galur-galur harapan lainnya, baik yang

mengandung gen Sub1 maupun tidak, sedang dalam tahap uji multilokasi. Selain

itu, kegiatan persilangan untuk mendapatkan genotipe padi toleran cekaman

rendaman dengan keunggulan lainnya terus dilakukan, mengingat permasalahan

atau cekaman pada suatu lingkungan terkadang terjadi multistress, contohnya di

lahan rawa atau di pesisir pantai yang rawan banjir.

Penelitian terkini di IRRI adalah mulai mengembangkan varietas padi yang

memiliki toleransi terhadap cekaman rendaman stagnan, yaitu terendam 25-50 cm

dari permukaan tanah selama hampir seluruh fase hidupnya. Belum ada varietas

yang dilepas untuk kondisi terendam seperti tersebut. Namun dengan

ditemukannya gen Snorkel memberikan harapan dapat diperolehnya suatu

genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman stagnan maupun untuk

(37)

RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN

RENDAMAN SESAAT

ABSTRACT

Rice genotypes responses to flash flooding stress. Flood is one of abiotic stress in rice ecosystem especially at rainfed area in wet season. The major constraint cultivating rice in the flood-prone ecosystem is lack of tolerant varieties. The objectives of this research were to evaluate the tolerant level of several genotypes and to study the mechanism of rice to flash flooding stress. Research was conducted at Muara Experimental Farm of Indonesian Center of Rice Research, Bogor in wet season 2011/2012 and dry season 2012. The stress environment was compared to optimum environment. Experimental design was Randomized Complete Block Design with three replications. Two check varieties (FR13A/tolerant and IR42/susceptible) were also included in the experiment. Flash flooding stress, 35-days-old plants of 15 rice genotypes were submerged completely in water for 10 days. The result showed that one genotype which was tolerant to flash flooding stress was B13138-7-MR-2-KA-1. Precentage of recovery after 10-days submergence stress could be developed as early selection indicator to flash flooding stress since it was highly correlated with grain yield (r=0.86**) and easiest to observed. Mechanism of rice tolerance under flash flooding stress (complete submergence) were slower rate of plant height and carbohydrate content on rice stem remain unchange. Percentage of grain yield decrease on tolerant genotypes (B13138-7-MR-2-KA-1) only 20.24%, otherwise on susceptible check varieties (IR42) was reached until 86.48% compared to optimum environment.

Key words: flash flooding stress, recovery, rice

PENDAHULUAN

Lingkungan yang rawan banjir atau cekaman rendaman pada umumnya

adalah area pertanaman padi sawah tadah hujan selama musim hujan, terutama

yang berada di dekat sumber air. Tanaman padi di lahan sawah tadah hujan sering

mengalami penurunan produksi akibat terjadinya rendaman sesaat (flash flooding)

pada fase vegetatif. Biasanya pada kondisi ini, tanaman terendam seluruh bagian

(complete submergence) selama kurang dari dua minggu diakibatkan curah hujan

yang cukup tinggi.

Pada musim hujan (MH) 2009/2010, Direktorat Perlindungan Tanaman

(38)

ha sawah dan 8.577 ha diantaranya terendam sampai gagal panen atau puso. Studi

kasus di Provinsi Jawa Barat menunjukkan kehilangan hasil tertinggi akibat

bencana banjir terjadi pada lahan irigasi pada saat musim hujan, yaitu mencapai

9.6% (Dewandari dan Subagio 2009).

Secara umum tanaman padi tidak toleran jika seluruh bagian tanaman

terendam oleh air selama beberapa hari, namun terdapat beberapa varietas lokal

yang berasal dari daerah Asia Barat dan semenanjung Asia Tenggara yang

teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman selama beberapa hari, antara

lain FR13A, Kurkaruppan, BKNFR dan Thavalu (Xu et al. 2006). Biasanya

varietas lokal tersebut memiliki kelemahan, yaitu produksinya rendah, rentan

terhadap hama dan penyakit, berumur dalam dan mutu beras tidak baik (Mackill

et al. 1993). IRRI telah berhasil memperoleh sejumlah galur dengan

menggunakan metode pemuliaan konvensional. Galur elit toleran rendaman yang

pertama dilepas oleh IRRI adalah IR49830 yang dikenal di Kamboja dengan nama

varietas Popoul (Mackill et al. 1999). Namun dalam perkembangannya varietas

tersebut mengalami kendala karena memiliki karakteristik mutu beras yang

kurang baik.

Sampai saat ini hanya ada satu varietas yang sangat toleran (skor 1)

terhadap cekaman rendaman, yaitu varietas FR13A. Varietas ini memiliki

toleransi yang tinggi terhadap rendaman lebih dari 14 hari. Respon FR13A

terhadap cekaman rendaman adalah dengan tidak mengalami pemanjangan batang

yang berlebih (Setter dan Laureles 1996). Menurut Mackill et al. (1993) FR13A

merupakan varietas lokal berumur dalam dan berdaya hasil rendah berasal dari

India yang merupakan varietas padi paling toleran yang pernah teridentifikasi

terhadap cekaman rendaman. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk

mendapatkan varietas padi toleran cekaman rendaman yang juga memiliki

karakteristik unggul lainnya, seperti berumur sedang dan berdaya hasil tinggi.

Pada penelitian ini, genotipe-genotipe yang digunakan berasal dari persilangan

padi rawa dengan beberapa varietas unggul nasional yang memiliki keunggulan

yang belum terdapat pada padi rawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

(39)

cekaman rendaman sesaat pada fase vegetatif, serta korelasi antar karakter

terhadap daya pulih tanaman dan hasil gabah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam berturut-turut, yaitu pada

musim hujan (MH) 2011/2012 dan musim kemarau (MK) 2012. Lokasi percobaan

yaitu di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor.

Analisis kadar glukosa dan pati pada batang padi dilakukan di Laboratorium

Analisis Tanaman dan Kromatografi, Institut Pertanian Bogor (IPB), namun

hanya dilakukan pada satu musim, yaitu MH 2011/2012 pada lingkungan

tercekam rendaman sesaat dan lingkungan optimum.

Pada masing-masing musim tanam terdapat dua lingkungan, yaitu

lingkungan tercekam rendaman sesaat (Gambar 3a) dan lingkungan

optimum/tanpa cekaman rendaman (Gambar 3b). Rancangan yang digunakan

pada tiap lingkungan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga

ulangan. Total keseluruhan lingkungan percobaan sebanyak empat lingkungan,

yaitu:

Lingkungan 1 (L1) adalah lingkungan tercekam rendaman pada MH 2011/2012

Lingkungan 2 (L2) adalah lingkungan optimum pada MH 2011/2012

Lingkungan 3 (L3) adalah lingkungan tercekam rendaman pada MK 2012

Lingkungan 4 (L4) adalah lingkungan optimum rendaman pada MK 2012

Gambar 3. (a) Lingkungan tercekam rendaman dan (b) Lingkungan optimum b

Gambar

Tabel 1. Materi genetik yang digunakan pada percobaan I
Gambar 5. Rata-rata persentase daya pulih tanaman padi setelah dicekam
Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah akar adventif per rumpun sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP
Tabel 4. Kadar glukosa dan pati pada batang padi sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan, asumsi-asumsi, data dan informasi yang diperoleh dan digunakan, penelaahan atas dampak keuangan Rencana Transaksi

Sistem RWH menggunakan rangkaian talang yang dipasang pada sisi atap bangunan tempat air hujan jatuh dan terkumpul kemudian dialirkan melalui pipa PVC ke dalam bak

Setelah kegiatan sosialisasi dan edukasi terlaksana, beberapa hal yang telah dicapai adalah peserta memahami pembagian dan macam-macam air di bumi, karakteristik

Penelitian ini mengembangkan sistem informatika keanekaragaman hayati IPB (IPBiotics) untuk manajemen informasi keanekaragaman hayati sumber daya alam Indonesia dalam rangka

Sampel Sembilan IPLT yang telah dianalisa kriteria desainnya dengan data lapang berdasarkan aspek teknis seperti rasio panjang dan lebar, tinggi air, dan laju beban organik

nasional, sedangkan skor terendah terdapat pada pernyataan 8 yang berbunyi ―Penyatuan masyarakat Indonesia yang berbeda ras, suku, dan agama tidak dilihat dari

Adakah anda berpuas hati dengan cara memohon bantuan modal zakat oleh pusat zakat?. Setakat mana anda menilai cara memohon bantuan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata persen removal adsorben logam Cu (II) dan Fe (II) berdasarkan pengaruh konsentrasi mula-mula dengan dosis 20 – 200 mL