• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Input Production Terhadap Tingkat Profitability Mini Plant Pengolahan Rajungan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Minimum Legal Size Input Production Terhadap Tingkat Profitability Mini Plant Pengolahan Rajungan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya perikanan laut Indonesia sangat berperan penting bagi sebagian besar masyarakatnya karena dari sumberdaya perikanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat mencari keuntungan dengan menjual kembali hasil tangkapannya. Banyaknya kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dilakukan oleh masyarakat harus dikontrol dengan kebijakan dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang baik agar populasi keanekaragaman perikanan laut tetap terjaga dan lestari.

Keanekaragaman jenis perikanan laut yang dimiliki Indonesia sangat banyak, mulai dari berbagai jenis ikan, udang, kerang, hingga hewan laut berkulit keras lainnya seperti kepiting dan rajungan. Rajungan (blue swimming crab) merupakan salah satu potensi sumberdaya laut yang memiliki protein dan manfaat tinggi. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BBPMHP)pada tahun 1995, menyatakan hasil penelitiannya bahwa dalam daging rajungan jantan terkandung 16,85 persen protein dan rajungan betina terkandung 16,17 persen protein. Rajungan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan manusia dan salah satu sumber protein hewani. Rajungan biasanya tersedia dalam bentuk segar, beku, dan bentuk olahan daging rajungan dalam kemasan/kaleng yang kaya akan protein.

(2)

2 31,3 juta, dan kepiting segar sebanyak enam ribu ton senilai US$ 21,2 juta1. Namun, Permintaan rajungan dari pengusaha restoran seafoodmaupun pengolah daging rajungan domestik juga tidak kalah besarnya. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya permintaan rajungan tiap tahunnya.

Indonesia merupakan negara pengekspor rajungan terbesarke berbagai negara khususnya Amerika. Setiap tahunnya produksi daging rajungan Indonesia yang masuk ke pasaran Amerika mencapai empat juta ton. Tak kurang dari 90 persen rajungan Indonesia masuk ke Amerika Serikat. Umumnya diekspor dalam produk pasteurized crab meat, frozen crab meat, dan crab cake2. Selain ekspor ke Amerika, Indonesia juga mengekspor rajungan ke Singapura, Malaysia, China, Jepang, dan beberapa negara di Eropa. Rajungan yang diekspor merupakan rajungan yang sudah dikuliti ataupun sudah diolah. Kualitas daging rajungan yang diekspor merupakan kualitas terbaik agar mampu bersaing dengan negara pengekspor rajungan lainnya, seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam. Terdapat banyak perusahaan pengelolaan rajungan di Indonesia, bahkan beberapa perusahaan besar di bidang pengelolaan rajungan membentuk asosiasi yang bernama Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI). Perusahaanpendiri APRI diantaranyaPT. Phillips Seafoods Indonesia, PT. Mina Global Mandiri, PT. Kemila Bintang Timur, PT. Windika Utama, PT. Kelola Mina Laut, PT. Tonga Tiur Putra.

Disisi lain, permintaan daging rajungan di pasar domestik juga terus meningkat. Walaupun rajungan yang diperdagangkan untuk kebutuhan domestik bukan merupakan daging rajungan dengan kualitas terbaik, namun peminat daging hewan laut ini terus meningkat. Permintaan rajungan domestik berasal dari perusahaanpengolahan rajungan skalamini plant, restoran seafood, dan konsumen rumah tangga yang memiliki kriteria khusus untuk memenuhi kebutuhannya.

Pengolahan rajungan skalamini plantmerupakan sebuah usaha skala kecil-menengah yang memanfaatkan rajungan sebagai input produksi utamanya. Input rajungan darimini plant sendiri didapat langsung dari nelayan seluruh Indonesia

1.HandoyoAW. 2011. diakses dari http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/82576/ Kepiting-dan-Rajungan-semakin-diminati-di-pasar-internasional-. pada tanggal 2 Desember 2011.

(3)

3 karena jumlah rajungan yang dibutuhkan sangat banyak dan tentunya dengan harga yang murah untuk mengurangi biaya produksi. Pengolahan rajungan skala

mini plant memilikibeberapa tahap pengolahan.Tahapan pengolahan rajungan skala mini plant yaitu penerimaan rajungan mentah dari nelayan, pencucian, pengukusan, hingga pengupasan. Semua tahapan tersebut memerlukan pekerja, apalagi untuk tahapan pengupasan. Pengupasan rajungan memerlukan teknik khusus yang hanya bisa dilakukan pekerja-pekerja terampil dan terlatih. Para pemasok umumnya memiliki sentra pengupasan dengan para pekerja yang mereka gaji. Diperkirakan industri pengolahan daging rajungan skala mini plantdi Indonesia menyerap ribuan tenaga kerja dan nelayan.

Hasil produksi mini plant ini kemudian digunakan untuk menyuplai kebutuhandaging rajunganrestoran sea food danperusahaan pengolahandaging rajungan skala besar (plant). Restoran sea food memanfaatkan hasil produksi mini plant ini sebagai bahan baku untuk produk jadi, yaitu membuat makanan laut yang akan dihidangkan untuk pelanggannya. Sedangkan perusahaan pengolahan rajungan skala besar menerima hasil produksi mini plant yang sudah dikupas untuk diolah kembali menjadi produk setengah jadi seperti daging rajungan kemasan kaleng atau bahan olahan makanan yang akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan rajungan dari negara lain.

Nelayan menjual rajungan hasil tangkapan mereka ke penampung atau pedagang yang sudah menjadi langganan mereka dengan harga yang bervariasi. Harga rajungan terbilang cukup mahal, kini satu kilogram kepiting laut ini dijual dengan harga Rp 18.000 - Rp 21.000 untuk rajungan yang berukuran kecil,sedangkan rajungan berukuran besar harganya bisa mencapai Rp 30.000 sampai Rp 33.000 per kilogram3.Namun, tingginya harga tidak mengurangi jumlah permintaan akan rajungan karena rasa rajungan yang lezat dan banyak mengandung protein. Hal ini membuat nelayan terus mengeksploitasi rajungan sebagai kekayaan alam tanpa melihat keseimbangan ketersediannya di alam demi mendapatkan keuntungan pribadi yang lebih banyak.

Melihat adanya peluang mendapatkan untung besar dari penangkapan rajungan, banyak nelayan menambah waktu melaut (effort) merekadan bahkan

(4)

4 menggunakan jaring dengan ukuran celah/pori yang lebih kecil demi mendapatkan rajungan yang lebih banyak, walaupun ukuran hasil tangkapan lebih kecil. Kondisi ini sangat membahayakan stok rajungan karena penangkapan yang berlebihan tanpa melihat ukuran produktif optimal rajungan dapatmemicu terjadinya penangkapan yang berlebihan padapopulasi rajungan.

Akibatnya, degradasi kualitas dan kuantitas rajungan di laut terus terjadi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari potensi rajungan di Pantai Utara Jawa yang terus menurun baik dari ukuran rajungan yang semakin mengecil maupun dari jumlahnya yang semakin sedikit. Selain itu, untukmenangkap rajungankini membutuhkan waktu yang lebih lama karena telah terjadi penurunan jumlah rajungan di tengah laut. Dampak dari degradasi sumberdaya rajungan tersebut mengakibatkan penurunan pada produksi rajungan yang bergerak kearah kelangkaan pada rajungan.

Kecenderungan peningkatan penangkapan rajungan yang melebihi tangkapan lestarinya dapat diantisipasi dengan kebijakan yang membatasi penangkapan rajungan berdasarkan ukuran optimumnya. Kebijakan ini mengatur batasan ukuran minimal rajungan yang boleh ditangkap oleh nelayan sehingga rajungan yang masih produktif dapat terus berkembang biak untuk menjaga kelestariannya. Namun, penerapan kebijakan masih belum optimal. Semua itu dapat dilihat dari masih banyaknya nelayan yang menangkap rajungan kecil untuk dijual. Penangkapan rajungan kecil oleh nelayan dikarenakan masih banyaknya permintaan rajungan yang tak terkendali oleh pengusaha pengolahan rajungan skala rumah tangga ataumini plant. Sehingga untuk mengoptimalisasikan kebijakan tersebut, perlu dibuatnya kebijakan pembatasan ukuran rajungan pada pengolahanrajungan di tingkat mini plant.

(5)

5 satu kali sehingga kesinambungan (sustainability) sumberdaya rajungan dapat terjaga. Penerapan kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi suplai rajungan dengan ukuran kurang dari delapan sentimeter dari nelayan sehingga nelayan akan menangkap rajungan dengan ukuran lebih dari delapan sentimeter dan stok rajungan akan mengarah pada kestabilan stok.

1.2 Perumusan Masalah

Rajungan merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas yang permintaanya semakin meningkat tiap tahunnya. Namun, saat ini kebutuhan terhadap rajungan masih mengandalkan dari hasil penangkapan di laut sehingga akan mempengaruhi jumlah populasinya di alam. Oleh karena itu pemanfaatan dari sumberdaya laut ini harus seimbang dengan produktifitasnya atau lestari.

Peningkatan permintaan rajungan akan berdampak pada penangkapan rajungan secara berlebihan dan tidak lestari yang membuat stok hewan laut ini terus mengalami degradasi. Hal tersebut terlihat dari upaya nelayan dalam menangkap rajungan yang sebelumnya hanya membutuhkan lima menit untuk mendapatkan rajungan di laut, sekarang membutuhkan lebih dari sepuluh sampai dua puluh menit. Kedalaman laut untuk mencari rajungan juga semakin sulit yaitu dari lima menjadi dua puluh meter. Hasil yang didapat nelayan pun semakin sedikit jumlahnya dan kecil ukurannya.

Permintaan daging rajungan terbesar berasal dari luar Indonesia atau ekspor. Negara pengimpor daging rajungan Indonesia membutuhkan daging rajungan olahan dalam jumlah yang sangat besar. Daging rajungan olahan yang diekspor merupakan hasil produksi dari perusahaan pengolahan daging rajungan skala besar di Indonesia. Namun, daging rajungan yang sudah dikupas sebelum diolah, dipasok dulu oleh perusahan pengupasan daging rajungan skala mini plant

yang rajungan mentahnya disuplai langsung dari para nelayan ataupun pedagang (bakul).

(6)

6 kecil atau yang bertelur dilepas kembai ke laut jika tertangkap untuk menjaga kelestariannya. Namun, nelayan tetap menangkapnya untuk memenuhi kebutuhan

mini plant dalam memproduksi daging rajungan kupasan.

Perusahaan pengolahan rajungan skala mini plant merupakan konsumen domestik yang memiliki jumlah permintaan rajungan mentah terbesar. Penurunan stok rajungan yang menyebabkan sulitnya mendapatkan rajungan besar membuat perusahaan pengolahan rajungan mini plant menerima rajungan kecil sebagai input produksi agar tidak terjadi penurunan produksi pada usahanya. Selain itu, untuk mempertahankan produksi, mini plant juga harus menambah jumlah input rajungan karena semakin mengecilnya ukuran rajungan yang diperoleh nelayan. Siklus proses pengolahan daging rajungan tersebut membuat produktifitas populasi rajungan terganggu karena semakin sedikitnya rajungan yang produktif hidup bebas di laut.

Secara biologi, telah terjadi degradasi populasi rajungan dimana seharusnya rajungan kecil diberi kesempatan untuk berkembang biak, tetapi pada kenyataannya masih terjadi penangkapan rajungan kecil. Kesempatan rajungan untuk regenerasi semakin menurun. Padahal, menurut pelatih budidaya rajungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bangka, Sujono, mengatakan, umumnya untuk ukuran induk 250 gram mempunyai jumlah telur mencapai 800.000 butir dengan potensi menetas relatif kecil yaitu hanya sepuluh persen4. Selain itu rajungan juga bisa bertelur dalam beberapa kali, tetapi bila rajungan telah berukuran minimal delapan sentimeter rajungan tersebut bisa bertelurminimal satu kali.

Berdasarkan uraian tersebut perlu dibuat kebijakan untuk membatasi ukuran minimumrajungan pada produksi pengolahan rajungan di tingkat mini plantagar terciptanya kestabilan stok rajungan di masa yang akan datang. Stok rajungan yang terjaga akan membuat input produksi pengolahan rajunganyang stabil dan juga akan menaikan keuntungan bagi mini plant. Melihat permasalahan diatas maka disusun pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana ukuran rajungan yang diolah oleh mini plant di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi ?

(7)

7 2. Bagaimana tingkat efisiensi rajungan yang diolah pada mini plant pengolahan

rajungan?

3. Bagaimana tingkat profitabilitymini plant pengolahan rajungan jika menggunakan input produksi rajungan all size?

4. Bagaimana tingkat profitabilitymini plant pengolahan rajungan jika menggunakan input produksi rajungan dengan ukuran lebih dari delapan sentimeter (penerapan kebijakan minimum legal size input production) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah 1. Mengetahui ukuran rajungan yang diolah oleh mini plant di Kecamatan

Tarumajaya Kabupaten Bekasi.

2. Menganalisis tingkat efisiensi rajungan yang diolah.

3. Menganalisistingkat profitabilitymini plant pengolahan rajungan jika menggunakan input produksi rajungan all size.

4. Menganalisis tingkat profitabilitymini plantbila diterapkannya kebijakan

minimum legal size input productionpada mini plant pengolahan rajungan tersebut.

1.4 Ruang Lingkup

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan tersebut pada :

1. Penelitian ini menggunakan Cost Benefit Analysis (CBA) dengan instrument NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan PP (Payback Period).

2. Mengingat begitu banyaknya jumlah pengolahan rajungan skala mini plant di Indonesia, maka penulis dalam peneltian ini hanya memfokuskan pada mini plantdi Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi.

(8)

8 input produksinya dan sesudah diberlakukannya kebijakan tersebut dengan menggunakan pendekatan CBA.

4. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Data primer didapat denganmewawancarai pihak perusahaan pengolahan rajunganmini plant, pengukuran sampel, dan beberapa percobaan. Sedangkan data sekunder didapat dari buku, catatan produksi mini plant, maupun internet.

5. Peneliti menggunakan alat bantu software excel untuk mengolah data statistik agar dapat dianalisa sehingga dapat menyajikan suatu informasi pada penelitian ini.

6. Harga yang digunakan merupakan harga pasar domestik atau wilayah Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi.

1.5 Kegunaan Penelitian

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari sehingga bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan penulis.

2. Bagi Konsumen Rajungan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi mengenai pemanfaatan rajungan secara lestari sehingga rajungan dapat terus dimanfaatkan tanpa terjadinya kelangkaan di masa yang akan datang.

3. Bagi Pengusaha Pengolahan Rajungan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif terbaik dalam pemanfaatan rajungan secara optimal sehingga keuntungan yang didapat pengusaha pengolahan rajungan pun menjadi optimal.

4. Bagi Pemerintah

(9)

9 5. Bagi Penelitian Berikutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan atau informasi bagi penelitian selanjutnya.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

(10)

9 5. Bagi Penelitian Berikutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan atau informasi bagi penelitian selanjutnya.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

(11)

10 Secara umum, Meriam-Webster Dictionary mendefinisikan perikanan sebagai kegiatan, industri, atau musim pemanenan ikan atau hewan laut lainnya. Definisi yang hampir serupa juga ditemukan di Encyclopedia Brittanica yang mendefinisikan perikanan sebagai pemanenan ikan, kerang-kerangan (shellfish)

dan mamalia laut. Sementara Hempel dan Pauly (2004) mendefinisikan perikanan sebagai kegiatan eksploitasi sumberdaya hayati dari laut. Definisi di atas membatasi pada perikanan laut karena perikanan memang semula berasal dari kegiatan hunting (berburu) yang harus dibedakan dari kegiatan farming seperti budidaya. Dalam artian yang lebih luas, perikanan tidak saja diartikan aktifitas menangkap ikan (termasuk hewan invertebrata lainya seperti finfish atau ikan bersirip) namun juga termasuk kegiatan mengumpulkan kerang-kerangan, rumput laut, dan sumberdaya hayati lannya dalam suatu wilayah geografis tertentu.

Definisi yang lebih luas diberikan oleh Lackey (2005) yang mengartikan perikanan sebagai sesuatu sistem yang terdiri dari tiga komponen yakni biota perairan, habitat biota, dan manusia sebagai pengguna sumberdaya tersebut. Setiap komponen akan mempengaruhi performa perikanan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Republik Indonesia tentang perikanan yang diubah dalam UU No. 45/2009 mendefinisikan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Fauzi A,2010).

Sumber daya perikanan dikelompokan kedalam empat kelompokberdasarkan beberapa pemanfaatan sumberdaya hayati sebagai mana terlihat padaTabel 1. Kolom satu pada Tabel 1 berikut ini menggambarkan tipologipemanfaatan berdasarkan proses eksploitasi, mobilitas sumber daya, strukturkepemilikan dan klasifikasi sektor atau kelompok kegiatan (Fauzi,2010).

Tabel 1. Matriks Pemanfaatan Sumberdaya Perairan

Proses Eksploitasi

Hunting

(berburu)

Gathering

(mengumpulkan)

Husbandry

(farming)

(12)

11

Sumberdaya (menetap) (dikendalikan)

Struktur Hak

Kepemilikan Common property Private property Klasifikasi

Sektor Fishing Aquaculture

Sumber : Ekonomi Perikanan (Fauzi, 2010)

2.2 Rajungan

Rajungan (Portunus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Pada umumnya rajungan berbeda dengan kepiting (Scyla sereta). Rajungan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya, dan duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing dari duri akhir ada kepiting. Rajungan bila tidak berada dilingkungan air laut, hanya tahan beberapa jam saja. (Kasry, 1996).

Rajungan hidup pada habitat yang beraneka ragam, yaitu perairan pantai dengan dasar pasir atau pasir berlumpur, pasir putih, pasir berlumpur dengan rumput laut pada pulau-pulau karang dan laut terbuka. Species rajungan juga ditemukan pada daerah berbakau, ditambak-tambak air payau yang berdekatan dengan laut. Daerah penyebarannya secara ruang dapat ditemukan mulai di permukaan, kedalaman satu meter bahkan mencapai kedalaman perairan 65 m (Moosa 1980). Rajungan memijah sepanjang tahun dan mengalami pergantian kulit sebanyak 20 kali sejak stadium larva sampai dewasa. Rajungan yang telah dewasa biasanya mempunyai panjang karapas antara 3,75 – 5,9 cm dan lebar karapas sekitar 11 cm (Toro 1981). Rajungan dewasa hidup di dasar perairan, sedangkan stadium larva dan megalopa berenang-renang terbawa arus dan hidup sebagai plankton (Nontji 1987).

(13)

12

2.2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan

Klasifiasi rajungan menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub Kelas : malacostraca

Ordo : Eucaridae

Sub Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

(14)

13 Sumber : http://mainsesukahatimu.blogspot.com/2011/04/tiram-tawar.html

Gambar 1. Perbedaan Rajungan Jantan dengan Betina

2.2.2 Jenis-jenis Rajungan

Jenis rajungan yang umum dimakan (edible crab) ialah jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub family Portinidae dan Podopthalnae. Jenis-jenis lainnya walaupun dapat dimakan tetapi karena berukuran kecil dan tidak memiliki daging yang berarti, menyebabkan tidak umum untuk dimakan. Beberapa jenis rajungan lainnya yang biasa dimakan, yakni diantaranya rajungan (Portunus pelagicus), rajungan bintang (Portunus sanguinolentus, dan rajungan karang (Charybdis feriatus) (Nontji, 1993, dalam Hermanto, 2004).

Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan (Portunus sp.) yang paling popular sebagai bahan makanan dan mempunyai harga yang cukup mahal adalah Portunus pelagicus. Panjang karapas hewan ini bisa mencapai 18 cm, sapitnya memanjang, kokoh, dan berduri-duri. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan mempunyai sapit yang lebih panjang dari rajungan betina.

Sumber : http://www.flickr.com/photos/crabhunter/photostream.html

(15)

14

Rajungan Bintang (Portunus sanguinolentus)

Warna dasar pada tubuhnya hijau kotor dibagian punggung dan pada bagian belakang terdapat tiga bulatan merah coklat berjajar melintang. Jenis ini jarang ditemukan di pasaran. Hidup di laut terbuka dari tepi pantai sampai kedalaman lebih dari 30 meter, sering tertangkap bersama ikan dasar laut di perairan pantai.

Sumber : http://www.flickr.com/photos/crabhunter/photostream.html

Gambar 3. Rajungan Bintang (Portunus sanguinolentus)

Rajungan Karang (Charybdis feriatus)

Rajungan ini berduri samping enam buah pada tiap dua sisi. Pada bagian depan punggungnya terdapat tanda tambah (+), mempunyai warna yang khas, coklat kemerah-merahan. Rajungan ini jarang dijumpai dan kadang tertangkap dalam jaring besar.

Sumber : http://www.flickr.com/photos/crabhunter/photostream.html

(16)

15

2.2.3 Habitat dan Penyebarannya

Rajungan merupakan hewan yang aktif. Ketika dalam keadaan tidak aktif, rajungan akan membenamkan diri pada dasar perairan sampai kedalaman 35 meter. Rajungan melakukan pergerakan atau migrasi ke perairan yang lebih dalam sesuai umurnya untuk menyesuaikan diri pada suhu dan salinitas perairan (Nontji, 1993).

Menurut Nontji (1993), rajungan hidup pada habitat yang beraneka ragam seperti pantai dengan pasir, pasir lumpur dan juga laut terbuka. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam dalam keadaan normal rajungan diam di dasar perairan sampai kedalaman 65 meter, tetapi sesekali dapat juga terlihat berada dekat permukaan laut.

2.2.4 Kandungan Gizi dan Manfaat

Rajungan seperti juga hasil perikanan yang lain merupakan bahan pangan yang cepat rusak (ferishable). Rendemen total daging rajungan atau kepiting dari hasil pengolahan adalah sebesar 25 - 30 persen dari berat tubuh dan besarnya rendemen dipengaruhi juga oleh kesegaran bahan baku serta cara pengambilan dagingnya (BBPMHP, 1995).

Daging kepiting dan rajungan memiliki nilai gizi yang tinggi. Berdasarkan kandungan lemaknya, hasil perikanan (termasuk kepiting dan rajungan) dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu golongan kandungan lemak rendah (kurang dari dua sampai lima persen), golongan berlemak medium (dua sampai lima persen) dan golongan berlemak tinggi dengan kandungan lemak antara enam sampai sepuluh persen. Rajungan (swimming crab), oyster, udang, ikan mas, ekor kuning, lemuru, dan salmon termasuk golongan berlemak medium (sedang) (Winarno, 1993). Komponen gizi daging rajungan dipengaruhi oleh musim, ukuran rajungan, kematangan gonad, suhu, dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar.et al, 2009).

(17)

16

Tabel 2. Hasil Analisa Kimia Daging Kepiting dan Rajungan

Jenis Komoditi Protein (%) Lemak (%) Air (%) Abu (%)

Kepiting (Jantan) 11,45 0,04 80,68 2,45

Kepiting (Betina) 11,90 0,28 82,85 1,08

Rajungan (Jantan) 16,85 0,10 78,78 2,04

Rajungan (Betina) 16,17 0,35 81,27 1,82

Sumber : BBPMHP (1995)

Rajungan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia dan sebagai salah satu sumber protein hewani. Rajungan biasanya tersedia dalam bentuk segar, beku, dan bentuk olahan daging rajungan dalam kaleng yang kaya akan protein. Tangko dan Rangka (2009) menyatakan bahwa cangkang dan kepala rajungan dapat dibuat kitosan yang bisa berfungsi sebagai bahan pengawet.

2.3 Tangkap Lebih (Overfishing)

Menurut Fauzi (2010), overfishing pada hakikatnya adalah penangkapan ikan yang melebihi kapasitas stok (sumberdaya), sehingga kemampuan stok untuk memproduksi pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY) menurun. Penggunaan poin referensi MSY ini memang tidak bersifat mutlak karena bisa juga digunakan poin referensi lainnya seperti MEY atau poin referensi yang disepakati pengelola perikanan lainnya. Memang belakangan banyak perdebatan mengenai poin referensi ini sehingga pengertian overfishing pun kemudian secara lebih rinci dipilah lagi menjadi overfishing secara biologi (biological overfishing)

dan overfishing secara ekonomi (economic overfishing).

Tangkap lebih secara ekonomi atau economic overfishing pada hakikatnya adalah situasi dimana perikanan yang semestinya mampu menghasilkan rente ekonomi yang positif, namun ternyata menghasilkan rente ekonomi yang nihil oleh karena pemanfaatan input (effort) yang berlebihan (Fauzi, 2010).

2.4 Kapasitas Lebih (Overcapacity)

(18)

17

terkendali dalam perikanan serta sifat dari “open access” dalam pengelolaan perikanan. Pascoe dan Greboval (2003) lebih lanjut melihat beberapa pemicuterjadinya kapasitas lebih ini antara lain (Fauzi,2010):

1. Harga ikan yang relatif inelastis dianggap dapat mengkompensasi penurunan sumberdaya.

2. Dampak dari penambahan wilayah laut dan kebijakan nasional perikanan serta subsidi besar-besaran pada sektor perikanan.

3. Kapasitas perikanan yang relatif mobile yang menyebabkan ekses kapital bisa dipindahkan dari satu armada ke armada lainnya.

4. Perubahan pola industri perikanan yang cenderung global dan menuntut industri bersifat kompetitif dan capital intensive.

5. Kegagalan kebijakan perikanan secara umum.

Dalam perspektif ekonomi, overcapacity merupakan pemborosan sumberdaya karena input yang digunakan tidak semestinya untuk menangkap ikan pada produksi tertentu. Sehingga keuntungan tidak maksimum, biaya juga tidak minimum dan masyarakat secara umum tidak memperoleh manfaat maksimal dari sumberdaya ikan.

2.5 Aspek-aspek Dalam Mengevaluasi Proyek

Gittinger (1986) menyatakan bahwa ada enam aspek dalam mengevaluasi atau menilai suatu proyek/usaha, yaitu aspek teknis, aspek institusional-oganisasi-manajerial, aspek pasar, aspek finansial, aspek sosial, dan aspek ekonomi. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek studi kelayakan terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek manajemen, dan aspek ekonomi. Semua aspek tersebut harus dipertimbangkan secara bersama-sama untuk menentukan manfaat-manfaat yang diperoleh dari suatu investasi.

Secara umum aspek-aspek tersebut adalah

1. Aspek Teknis

(19)

18 antara faktor produksi input dan hasil produksi (output) yang akan menguji hubungan teknis dalam suatu proyek sehingga dapat diidentifikasi perbedaan-perbedaan yang ada dalam informasi yang harus dipenuhi baik sebelum maupun sesudah perencanaan proyek atau pada tahap awal pelaksanaan proyek.

2. Aspek Pasar

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), analisis terhadap aspek pasar ditujukan untuk mendapat gambaran mengenai jumlah pasar potensial yang tersedia dan jumlah pangsa pasar yang dapat diserap proyek tersebut di masa yang akan datang dan strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan.

Analisis aspek pasar terdiri dari rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986).

3. Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial

Analisis terhadap aspek manajemen dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan staf dalam melaksanakan proyek. Dalam aspek manajemen perlu dikaji struktur organisasi yang sesuai dengan proyek yang direncanakan sehingga diketahui jumlah kebutuhan, kualifikasi, dan deskripsi tugas individu untuk mengelola proyek (Kadariah et al, 1999)

4. Aspek Sosial

Aspek sosial yaitu aspek yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, seperti penyediaan, pengaruh terhadap lingkungan, tenaga kerja, dan pemerataan pendapatan.

5. Aspek Ekonomi

(20)

19

6. Aspek Finansial

Analisis terhadap aspek finansial dilakukan untuk melihat apakah proyek tersebut mampu memenuhi kewajiban finansial ke dalam dan ke luar perusahaan serta dapat mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Dalam aspek finansial ditentukan jumlah dan modal tetap serta modal awal kerja yang dibutuhkan, struktur permodalan, sumber pinjaman yang diharapkan, dan persyaratan serta kemampuan proyek memenuhi kewajiban finansial.

Analisis finansial dilakukan dengan tujuan untuk melihat suatu hasil kegiatan investasi. Analisis finansial merupakan analisis manfaat dan biaya yang berpusat pada hasil dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaannya. Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang terlibat langsung dalam menyukseskan proyek atau usaha tersebut (Kadariah et al, 1999). Dalam analisis finansial yang perlu diperhatikan adalah hasil dari modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek/usaha.

Analisis finansial didasarkan pada keadaan sebenarnya dengan menggunakan data harga yang ditemuan di lapangan. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan dapat melihat apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan sebenarnya dan para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian apabila proyek berjalan menyimpang dari rencana semula. Salah satu cara untuk melihat kelayakan dari analisis finansial adalah dengan menggunakan metode cash flow analysis (Gittinger, 1986). Cash flowanalysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan diperoleh nilainya. Komponen tersebut dapat dikelompokan dalam dua bagian yaitu pengeluaran/biaya dan penghasilan/manfaat.

a. Teori Biaya dan Manfaat

(21)

20 langsung yaitu biaya operasional, biaya investasi, dan biaya lainnya. Manfaat lebih berupa nilai produksi total, pinjaman, nilai sisa, dan pendapatan lainnya.

Analisis biaya dan manfaat menurut Gittinger (1986) adalah suatu analisis yang ditujukan untuk melihat besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan diterima pada suatu kegiatan ekonomi. Analisis ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumberdaya yang langka.

Pada dasarnya analisis biaya dan manfaat merupakan suatu cara untuk menghitung manfaat-manfaat yang akan diperlukan dan kerugian-kerugian yang harus ditanggung akibat dari suatu kegiatan ekonomi. Dalam analisis biaya dan manfaat juga dilakukan perhitungan terhadap biaya dan manfaat yang akan diterima oleh masyarakat dan juga individu. Analisis biaya dan manfaat yang ditujukan untuk melihat suatu proyek dari sudut pandang kelembagaan atau badan-badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam proyek tersebut disebut analisis finansial.

Menurut Gittinger (1986), manfaat (benefit) adalah sesuatu yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah biaya. Menurut Kadariah (1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik, dan penurunan biaya.

2. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan oleh adanya proyek tersebut biasanya dirasakan oleh orang tertentu serta masyarakat berupa adanya efek ganda, skala ekonomi yang lebih besar, dan adanya dynamic secondary effect misalnya perubahan dalam produktifitas tenaga kerja.

3. Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect), misalnya perbaikan lingkungan atau pemandangan lingkungan.

b. Konsep Nilai Waktu Terhadap Uang (Time Value of Money)

Investasi suatu unit usaha berkaitan dengan usaha dalam jangka waktu yang panjang. Uang memiliki nilai waktu, yaitu uang dihargai secara berbeda dalam waktu yang berbeda. Konsep nilai waktu uang (time value of money)

(22)

21 yang diterima dikemudian waktu atau nilai sekarang adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (Gittinger, 1986).

Waktu mempengaruhi nilai uang, sehingga untuk membandingkan nilai uang yang berbeda pada waktu penerimaan dan pengeluarannya perlu dilakukan penyamaan nilai tersebut dengan menggunakan tingkat diskonto (discount rate) yang bertujuan untuk melihat nilai uang di masa yang akan datang (future value)

danpada saat sekarang (present value).

c. Umur Proyek atau Usaha

Menurut Kadariah et al (1999), dalam menentukan panjangnya umur proyek, terdapat beberapa pedoman yang dapat menjadi acuan, antara lain :

1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari suatu aset. Umur ekonomis suatu aset adalah jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunannya.

2. Penentuan umur proyek yang mempunyai nilai investasi yang sangat besar dapat menggunakan umur teknis. Dalam hal ini, untuk proyek-proyek tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena obsolascene (ketinggalan zaman karena penemuan teknologi baru yang lebih efisien).

3. Untuk proyek-proyek yang umurnya lebih lama daripada 25 tahun dapat diambil 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah itu, jika di-discount dengan

discount rate sebesar 10% ke atas maka nilai present value-nya sudah sangat kecil.

2.6. Studi Analisis Kelayakan Investasi

Dalam kegiatan investasi keputusan untuk menanam modal adalah suatu tindakan yang mengandung konsekuensi yang sangat besar. Oleh karena itu untuk melihat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan investasi perlu dilakukan analisis investasi.

(23)

22 2000). Studi kelayakan investasi diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, terutama bagi perekonomian nasional sehingga dapat menambah devisa dan perluasan kesempatan kerja.

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan suatu evaluasi terhadap investasi proyek adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost (NET B/C), dan Payback Period.

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Valuemerupakan manfaat bersih yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan utuk mengurutkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana proyek ini memberikan NPV biaya sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Proyek dinyatakan layak atau bermanfaat jika NPV lebih besar dari nol. Jika NPV sama dengan nol, berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh proyek. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan ini berarti bahwa proyek tersebut tidak layak dilakukan (Gray.et al, 1992).

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Returnmenunjukan rata-rata tingkat keuntungan internal tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi dan dinyatakan dalam persen. IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol.

(24)

23

3. Net Benefit Cost (NET B/C)

Net Benefit Costadalah besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. NET B/C adalah merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Proyek dinyatakan layak bila nilai NET B/C lebih besar dari satu.

4. Payback Period

Payback Periodmerupakan penilaian kelayakan investasi dengan mengukur jangka waktu pengembalian investasi. Semakin cepat waktu pengembalian investasi, maka semakin baik proyek tersebut untuk dilaksanakan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Nugraha (2011) menyatakan hasil analisis bioekonomi dilihat dari net benefit untuk usaha penangkapan menunjukan keuntungan rata-rata nelayan rajungan di Kabupaten Cirebon Rp -2.522,76 juta/tahun. Nilai net benefit aktual dibawah profit MEY yang dikhawatirkan terjadi overfishing secara ekonomi. Apabila diberlakukan regulasi minimum legal size rajungan lebih dari 8,5 cm, dimana share rata-rata rajungan dibawah ukuran legal mencapai lima persen. Hasil analisis tersebut menghasilkan batasan penangkapan rajungan berbagai rezim perikanan lestari, sole owner, dan open acces berturut-turut sebesar 2.425,41, 1.856,26 dan 2.423,05 ton/tahun. Sedangkan effort lestari, sole owner, dan open access sebesar 607.994, 313.471 dan 626.943 days fishing/tahun. Simulasi penerapan kebijakan minimum legal size secara grafik menunjukan terjadinya efisiensi dan efektifitas penggunaan input perikanan tangkap. Kebijakan dapat mendorong tingkat stok lebih stabil, mengefektifikan penggunaan effort yang menghasilkan keuntungan maksimal, produksi yang memberikan nilai rajungan besar yang stabil setiap tahunnya, serta profitability nelayan rajungan selama lima tahun kedepan yang stabil.

(25)
(26)

25

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

Tingginya tingkat permintaan rajungan membuat nelayan terus mengeksploitasi sumberdaya rajungan. Penangkapan rajungan secara besar-besaran dan terus-menerus membuat stok rajungan akan semakin menurun dan mengarah pada kelangkaan sumberdaya rajungan. Tingginya permintaan juga mendorong nelayan untuk menangkap lebih tanpa menghiraukan ukuran dan kondisi stok rajungan demi keuntungan yang akan diperoleh dari pengolah rajungan mini plant. Apabila kegiatan tersebut terus berlangsung maka akan berdampak pada pengurangan tingkat profitabilitymini plant dalam jangka panjang karena sulitnya mendapatkan input rajungan.

Penurunan stok rajungan dapat diatasi dengan kebijakan minimum legal size input production dimana permintaan rajungan dibatasi berdasarkan ukuran rajungan yang diminta atau diolah oleh produksi mini plant. Kebijakan tersebut dimaksudkan agar mini plant pengolahan rajungan tidak menerima rajungan dengan ukuran kecil sebagai input produksinya sehingga akan menurunkan penawaran nelayan terhadap rajungan kecil. Akibatnya, nelayan akan mengurangi atau tidak menangkap rajungan kecil yang akan membuat stok rajungan di laut meningkat dan juga meningkatkan tingkat profitabilitymini plant dalam jangka panjang.

(27)

26

3.2 Kerangka Operasional

Penelitian ini diawali dengan penelitian lapang untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang dibutuhkan dalam perhitungan analisis. Data primerdiperoleh melalui wawancara, pengamatan langsung dan percobaan. Sedangkan data sekunder didapatkan dari pihak mini plant pengolah daging rajungan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Data primer dan sekunder digunakan untuk menganalisis aspek finansial mini plant sehingga diperoleh NPV, IRR, Net B/C, dan payback perioddengan berbagai skenario kebijakan minimum legal size input production.Data primer khususnya digunakan untuk menghitung produksi rata-rata, harga, dan tingkat produktifitas tenaga kerja.

Skenario dalam perhitungan analisis finansial mini plant dibagi menjadi dua, yaitu analisis finansial mini plant aktual dan analisis finansial jika diterapkannya kebijakan minimum legal size input production pada produksi mini plant. Penentuan minimum legal size input production yaitu batas ukuran minimal rajungan didapat dari hasil percobaan tingkat efisien rajungan dalam pengolahan berdasarkan ukurannya. Kemudian disimulasikan selama mini plant tersebut telah melakukan produksi untuk melihat profitability yang telahdidiskontokan dengan suku bunga yang belaku tahun 2012.

(28)

27 Wilayah Penelitian

Gambar 5. Alur Kerangka Oprasional

Pengendalian permintaan Tingginya Permintaan

Rajungan

Overfishing, overcapacity dan penurunan ukuran rajungan

yang tertangkap

Aspek Biologi Aspek Ekonomi

Penurunan Stok Rajungan

Penurunan Tingkat Keuntungan (Profitability)

Penerapan Kebijakan

Minimum Legal Size Input Production

Produksi dengan input rajungan

all size

Produksi dengan input rajungan

minimal8 cm

Perubahan Tingkat Profitability

Perbandingan Analisis Finansial Proyek Pengolahan Rajungan

Simulasi Kebijakan

(29)

28

3.3 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki hipotesis yaitu pemberlakuan pembatasan ukuran minimal rajungan pada input produksi mini plant di Kecamatan tarumajaya Kabupaten Bekasi dengan hipotesis sebagai berikut : 1. Pemberlakuan pembatasan ukuran rajungan pada input produksi miniplant

dapat mengurangi permintaan terhadap rajungan kecil.

2. Penurunan permintaan terhadap rajungan kecil akan membuat nelayan enggan menangkap rajungan kecil sehingga nelayan akan lebih suka menangkap rajungan dengan ukuran optimal atau besar.

3. Pengurangan penangkapan rajungan kecil akan menambah stok rajungan di masa yang akan datang.

4. Pembatasan ukuran rajungan sebagai input produksi akan menurunkan penerimaan mini plantsecara aktual dalam jangka pendek. Namun akan meningkat dalam jangka panjang.

(30)

29

IV.

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki mini plant

pengolahan rajungan besar dengan jumlah pekerja yang juga besar.Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2012.

4.2 Metode Pengambilan Sampel dan Jenis Data

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling (sengaja) terhadap pengusaha pengolahan rajungan skala mini plant.

Mini plant yang dimaksud merupakan mini plant yang memproduksi daging kupas rajungan dengan input rajungan mentah.

Metode yang digunakan adalah survei dengan teknik wawancara dan obeservasi lapang untuk mengidentifikasi rajungan yang diolah di mini plant

pengolahan rajungan. Analisis dilakukan secara deskriptif dan juga dengan menggunakan pendekatan Cost Benefit Analysis(CBA) untuk analisis aspek ekonominya.

(31)

30 Menurut Nazir (2005), sebuah sampel adalah bagian dari populasi. Survei sampel adalah suatu prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi. Dalam mencari sampel, para ahli biasanya menggunakan probability sample. Probability sample adalah suatu sampel yang ditarik sedemikian rupa, dimana suatu elemen (unsur) individu dari populasi tidak didasarkan pada pertimbangan pribadi, tetapi tergantung kepada aplikasi kemungkinan (probabilitas). Jika pemilihan individu dari populasi didasarkan atas pertimbangan pribadi, maka sampel tersebut dinamakan judgement sample.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara, pengamatan lapang dan percobaan. Penulis telah mempersiapkan kusioner dengan beberapa pertanyaan mengenai produksi, harga, kondisi input rajungan, jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja, dan kebijakan produksi daging rajungan. Selain itu penulis juga melakukan percobaan yang dilakukan di mini plant untuk mengetahui ukuran terbaik dari rajungan dalam pengolahannya.

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data time series untuk mengetahui rata-rata produksi, modal investasi, biaya produksi, penerimaan dari hasil penjualan, supplier rajungan mentah, jumlah input rajungan, dan jangka waktu produksi. Data sekunder ini didapatkan langsung dari pihak mini plant.

(32)
[image:32.595.93.515.72.813.2]

31

Tabel 3. Jenis Data dan Penggunaannya

Jenis Data Tujuan Analisis Hasil

Pengolahan rajungan berdasarkan klasifikasi ukuran& jenis kelamin Produksi, harga, kondisi input

rajungan, dan jumlah tenaga kerja.

Data time series

biaya dan

penerimaan dalam produksi daging rajungan skala mini

-plant. •Menghitung waktu pengupasan •Menghitung nilai ekonomi rajungan •Produksi aktual •Produktifitas tenaga kerja

•ukuran rajungan yg

diproduksi

•NPV •IRR •Net B/C •PP

•Tingkat efisensi pengolahan

rajungan

•Rente ekonomi rajungan

•Produksi rata-rata •Tingkat produktifitas

•Rata-rata ukuran rajungan

yang digunakan

• Tingkat profitabilitymini

plantsecara aktual

•Tingkat profitabilityminiplant

setelah diterapkannya

kebijakan minimum legal size input production

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

(33)

32 terhadap tingkat profitabilitypada proyek pengolahan rajungan karena kebijakan ini akan mempengaruhi penggunaan dan biaya input rajungan.

4.3.1 Identifikasi Rata-Rata Rajungan

Data identifikasi rajungan didapat dengan cara melakukan pengukuran pada setiap ekor rajungan yang menjadi input produksi pada mini plant. Pengukuran rajungan dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu di nelayan dan mini plant yang membeli rajungan dari pedagang (bakul).Data identifikasi rajungan yang diambil diantaranya : jenis kelamin, kondisi fisik (bertelur/moulting), lebar karapas, dan berat rajungan. Setelah data didapat, kemudian dihitung ukuran rata-rata rajungan yang digunakan sebagai input produksi mini plant. Pengambilan data menggunakan tabel untuk mempermudah dalam pencatatan dan perhitungannya. Tabel data yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Data Identifikasi Rajungan di Tingkat Mini plant

No.

JENIS KELAMIN KONDISI UKURAN

Jantan Betina Bertelur Moulting Lebar ( cm ) Berat ( gram )

1 2 3 n

4.3.2 Tingkat Efisiensi Pengolahan Rajungan

(34)

33

Tabel 5. Pengolahan Rajungan Berdasarkan Klasifikasi Ukuran

Ukuran (cm) Sebelum Perebusan (kg) Setelah Perebusan (kg) Waktu Pengupasan

( Menit )

Total Berat Daging

(kg)

Harga Jual ( Rp )

5 – 7 5

8 – 10 5

11 – 13 5

Percobaan kedua dilakukan sama seperti percobaan pertama, tetapi rajungan diklasifikasikan/dikelompokan berdasarkan jenis kelamin rajungan. Hasil percobaan kedua akan dicatat dalam tabel untuk memudahkan dalam perhitungan. Tabel data yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengolahan Rajungan Berdasarkan Klasifikasi Jenis Kelamin

Ukuran (cm) Sebelum Perebusan (kg) Setelah Perebusan (kg) Waktu Pengupasan

( Menit )

Total Berat Daging

(kg)

Harga Jual ( Rp )

Jantan 5

Betina 5

4.3.3 Tingkat Produktifitas Tenaga Kerja

Tingkat produktifitas tenaga kerja merupakan cara untuk melihat seberapa besar seorang pekerja dapat memproduksi dan menghasilkan output daging kupas rajungan. Tingkat produktifitasnya dapat dihitung dengan membagi jumlah rata-rata produksi satu periode produksi dengan jumlah pekerja. Sehingga dapat dilihat seberapa besar tingkat produktifitas rata-rata pekerja. Secara umum dapat dituliskan rumus sebagai berikut :

Dimana :

TK = Tingkat produktifitas tenaga kerja O = Jumlah Ouput Daging Rajungan/Tahun I = Jumlah Input Rajungan/Tahun

(35)

34

4.3.4 Analisis Aspek Finansial

Analisisaspek ekonomi suatu proyek atau usaha dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan finansial.Analisis ini dilakukan dengan terlebih dahulu menyususun aliran kas (cashflow), yang terdiri dari cash inflow (arus penerimaan kas) dan cash outflow (arus pengeluaran). Cash inflow meliputi nilai produksi total, penerimaan pinjaman, dan nilai sisa. Cash outflow terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, pembayaran pinjaman dan bunga, pajak dan lain-lain. Pengukuran cash inflow dengan cash outflow akan diperoleh manfaat bersih (net benefit). Analisis finansial dilakukan secara kuantitatif dan alat analisis yang digunakan untuk menguji kelayakan adalah Cost Benefit Analysis (CBA) dengan instrumen Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (NetB/C), dan Payback Period (PP). Tabel pengolahan data analisis aspek finansial dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.3.4.1 Net Present Value ( NPV )

Manfaat bersih merupakan selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. NPV dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

Bt = manfaat pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t

= compounding factor

t = tahun (1,2,3,...n)

n = umur proyek

(36)

35 sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Proyek dinyatakan layak atau bermanfaat jika NPV lebih besar dari nol. Jika NPV sama dengan nol, berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh proyek. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan ini berarti bahwa proyek tersebut tidak layak dilakukan (Gray etal, 1992).

4.3.4.2 Internal Rate of Return ( IRR )

Internal Rate of Returnmenunjukkan rata-rata keuntungan internal tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi dan dinyatakan dalam persen. IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol. IRR secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

i1 = tingkat diskonto yang menghasilkan NPV positif i2 = tingkat diskonto yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif

Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak dilaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku.

4.3.4.3 Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C )

(37)

36

value) dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Net B/C ratio secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.

Dimana:

Bt = manfaat pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t

= compounding factor

n = umur proyek

Proyek dikatakan layak bila Net B/C lebih besar dari satu (Gray et al, 1992).

4.3.4.4 Payback Period ( PP )

Menurut Gittinger (1986)Payback Periodadalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PP sebagai berikut :

Keterangan :

PP = payback Period

I = jumlah modal investasi

Ab =hasil bersih per tahun/periode atau laba bersih rata-rata per tahun.

4.4 Simulasi Penerapan Kebijakan

Pengukuran tingkat profitability dalam penerapan kebijakan minimum legal size input production dapat dilakukan dengan simulasi model. Penerapan

(38)

37 mempengaruhi produksi daging kupas rajungan dimana terjadi perubahan ukuran input rajungan. Pada analisis ini diasumsikan batasan minimal ukuran rajungan ditentukan berdasarkan hasil percobaan tingkat efiesiensi pengolahan rajungan berdasarkan klasifikasi ukuran. Beberapa skenario simulasi meliputi :

1. Menghitung hasil percobaan tingkat efisiensi pengolahan rajungan sehingga didapatkanukuran rajungan yang efisien dan menguntungkan untuk diolah. 2. Menggunakan ukuran rajungan delapan sentimeter sebagaiukuran minimal

dalam kebijakan minimum legal size input production.

3. Menghitung tingkat profitability aktual yang diperoleh pada pengolahan daging kupas rajungan kemudian dibandingkan dengan tingkat profitabilitypengolahan daging kupas rajungan jika kebijakan minimum legal size input production

diterapkan.

4. Perubahan nilai produksi diakibatkan dariperubahan jumlah input dan harga input produksi tersebut.

Analisis ini menggunakan software excel, dimana excel dapat mengolah data biaya dan manfaat untuk memprediksi tingkat profitability proyek, efisiensi biaya, jangka waktu pengembalian modal dan tingkat efisiensi tenaga kerja.

Tahapan simulasi model dengan excel :

1. Menentukan biaya tetap dan biaya variabel. 2. Menentukan penerimaan per bulan.

3. Memasukan data biaya dan penerimaan.

4. Membuat formula perhitungan NPV, IRR, Net B/C, dan PP. 5. Run formula untuk mendapatkan nilai kelayakan dibutuhkan.

4.5 Asumsi Penelitian

Penelitian ini mengansumsikan beberapa hal untuk memfokuskan hasil penelitian pada permasalahan yang terjadi. Hal-hal yang diasumsikan pada penelitian ini diantaranya :

(39)

38 4. Harga sebelum dan sesudah penerapan kebijakan minimum legal size input

production adalah konstan dari rata-rata yang dikonversi dengan indeks harga konsumen wilayah Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi.

5. Biaya sebelum kebijakan dianggap konstan dari biaya rata-rata. 6. Input rajungan di mini plant dianggap konstan.

7. Seluruh modalmini plant merupakan pinjaman.

(40)

39

V.

GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

Secara geografis letak Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6°10’53” - 6° 30’6” Lintang Selatan dan 160°48’28” - 107°27’29” Bujur Timur.Wilayah Kabupaten Bekasi terbagi atas 23 Kecamatan dan 86 Pedesaan serta berbatasan dengan berbagai daerah, yaitu :

• Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kota Jakarta Utara dan Kota Bekasi. • Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor.

Topografinya terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wiayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian lokasi antara 6 – 115 meter dan suhu udara yang terjadi di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28° - 32° C.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Luas wilayah Kecamatan Tarumajaya berkisar 4.977.172 ha. Kecamatan Tarumajaya terdiri dari tujuh desa, yaitu : Desa Pahlawan Setia, Pantai Makmur, Pusaka Rakyat, Setia Mulya, Samudra Jaya, Segara Jaya, dan Segara Makmur. Ketinggian tanah dari permukaan laut di Kecamatan Tarumajaya mencapai lima meter di atas permukaan laut dengan topografi dataran rendah atau pantai. Suhu udara rata-rata yang terjadi diantaranya adalah 28-29°C. Kecamatan Tarumajaya berbatasan dengan beberapa daerah, diantaranya :

• Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

(41)

40

5.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Bekasi

[image:41.595.94.512.47.806.2]

Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 2.629.551 jiwa, yang terdiri dari 1.345.500 laki-laki dan 1.284.051perempuan. Dari tahun 2008 hingga 2010, Kabupaten Bekasi terus mengalami pertambahan jumlah penduduk, dari 2.076.146 jiwa pada tahun 2008, 2.121.122 jiwa pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 2.629.551 jiwa. Perkembangan sektor industri yang pesat merupakan pemicu terjadinya pertambahan penduduk di Kabupaten Bekasi dari tahun ke tahun. Banyak tenaga kerja industri yang datang dari luar Kabupaten Bekasi.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi

Tahun 2010 2009 2008

Jumlah Pria (jiwa) 1.345.500 1.059.221 1.037.065

Jumlah Wanita (jiwa) 1.284.051 1.061.901 1.039.081

Total (jiwa) 2.629.551 2.121.122 2.076.146

Pertumbuhan Penduduk (%) 5 2 -

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km²) 2.071 - -

Sumber : Jawa Barat dalam Angka, 2010

(42)
[image:42.595.110.505.88.480.2]

41

Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Bekasi

Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)/Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Setu 73.888 76.83 77.776 80.476 83.016

Serang Baru 59.943 62.329 63.168 65.353 67.433 Cikarang Pusat 39.712 41.291 41.804 43.25 44.644 Cikarang Selatan 78.155 81.27 82.385 85.26 87.969

Cibarusah 57.921 60.232 61.042 63.188 65.189

Bojongmangu 23.446 24.378 24.691 25.505 26.286 Cikarang Timur 70.955 73.781 74.759 77.348 79.823 Kedungwaringin 49.575 51.551 52.224 54.025 55.737 Cikarang Utara 154.216 160.363 162.546 168.181 173.601 Karangbahagia 73.964 76.908 77.951 80.654 83.232 Cibitung 138.398 143.914 145.85 150.881 155.679 Cikarang Barat 149.594 155.566 157.631 163.079 168.261 Tambun Selatan 328.11 341.175 345.78 357.781 369.233 Tambun Utara 85.609 89.017 90.221 93.347 96.326

Babelan 141.5 147.139 149.132 154.301 159.247

Tarumajaya 79.204 82.363 83.492 86.381 89.124

Tambelang 33.374 34.703 35.119 36.294 37.41

Sukawangi 39.879 41.466 41.972 43.418 44.78

Sukatani 61.057 63.487 64.339 66.597 68.743

Sukakarya 42.085 43760 44328 45.859 47.343

Pebayuran 88.349 91.867 93.049 96.316 99.444

Cabangbungin 46.552 48.404 48.998 50.686 52.289 Muaragembong 34.723 36.108 36.538 37.78 38.967 Kabupaten

Bekasi

1.950.209 2.027.902 2.054.795 2.125.960 2.193.776

Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2009

Berdasarkan Data Monografi Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi Semester 1 Tahun 2010, tercatat jumlah penduduk laki-laki sebanyak 58.368 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 55.517 jiwa sehingga total penduduk di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi mencapai 113.885 jiwa.

5.3 Potensi Sumberdaya Perikanan Kabupaten Bekasi

(43)

42 Ton(Departemen Kelautan Dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Jakarta, 2009).

5.4 Karakteristik Nelayan Kabupaten Bekasi

[image:43.595.113.506.295.649.2]

Selain di sektor industri, penduduk Kabupaten Bekasi banyak juga bekerja di sektor perkebunan, pertanian,dan perikanan/nelayan. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan mencapai 2.151 jiwa dengan berbagai katagori nelayan dan jenis alat tangkap yang digunakan. Kegiatan melaut yang dilakukan nelayan tersebut biasanya dimulai saat pagi hari hingga sore hari. Data jumlah nelayan perikanan tangkap di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap di Jawa Barat

Nama Kabupaten/Kota

Kategori Nelayan

Jumlah Nelayan

Penuh

Nelayan Sambilan

Utama

Nelayan SambilanTambahan

Kab. Sukabumi 12.311 4.965 3.854 3.492

Kab. Cianjur 495 141 272 82

Kab. Garut 1.009 756 253 -

Kab.Tasikmalaya 3.670 1.835 550 1.285

Kab. Ciamis 4.860 4.860 - -

Kab. Cirebon 16.599 11.066 5.533 -

Kab. Indramayu 32.792 32.792 - -

Kab. Subang 5.890 589 3.534 1.767

Kab. Karawang 5.257 5.257 - -

Kab. Bekasi 2.151 1.275 646 230

Kota Cirebon 980 980 - -

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat, 2009

(44)

43 Data Rekap Perahu/ Kapal Motor Tahun 2010 yang diperoleh dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan dapat diestimasi jumlah nelayan sebagai berikut.

Tabel 10. Jumlah Perahu per Kecamatan di Kabupaten Bekasi

No. Kecamatan

Jumlah Perahu/ Kapal Motor Tanpa

Motor

Motor Tempel

Kapal Motor

Jumlah

1. Tarumajaya 21 173 - 194

2. Babelan - 114 - 114

3. Muaragembong - 417 3 420

Jumlah 21 704 3 728

Sumber : Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi, 2010

Berdasarkan tabel di atas, perahu yang menggunakan motor tempel sangat mendominasi jumlahnya sebagai alat penangkap utama perikanan laut. Nelayan tersebut menangkap semua jenis ikan di laut untuk dijual kembali. Selain dijual, hasil tangkapan nelayan juga untuk dikonsumsi sendiri.

5.5 Alat Tangkap dan Waktu Penangkapan Rajungan

Kegiatan melaut yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Bekasi hanya terfokus di tiga kecamatan yang berdekatan dengan pantai Laut Jawa. Ketiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Dan Muara Gembong. Warga yang tinggal di ketiga kecamatan tersebut mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, penjual ikan, dan pengolah hasil laut.

(45)
[image:45.595.93.507.38.822.2]

44

Tabel 11. Jumlah Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Bekasi

Kecamatan Jumlah Alat Tangkap Perikanan (unit)

Arad Bubu Garok Jala Jaring Pancing Sero Waring

Tarumajaya - - 24 107 112 - 82 63

Babelan - - - 87 59 - 81

Muara

Gembong 35 26 - 8 359 9 96 71

Sumber : Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bekasi, 2010

(46)

45

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Data Identifikasi Rajungan

Rajungan yang diolah di mini plant pengolahan rajungan tentunya sangat banyak setiap harinya bahkan mencapai puluhan ton untuk mini plant di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Rajungan yang diolah pun beragam jenis, ukuran, dan kondisi fisiknya sehingga dilakukan pengukuran untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant dan mini plant skala rumah tangga. Pengukuran/identifikasi sampel rajungan ini dilakukan dengan melihat jenis kelamin, ukuran karapas, kondisi fisik, dan berat rajungan. Pada penelitian ini pengukuran rajungan dilakukan dengan alat bantu penggaris/mistar dan timbangan emas digital dengan akurasi (200 x 0,1 gr).

Mini plant pengolahan rajungan mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan maupun dari pedagang (bakul). Mini plant yang mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan merupakan mini plant yang terbilang besar sehingga mini plant tersebut telah memiliki mitra kerja dengan nelayan. Sedangkan mini plant yang mendapatkan input rajungan dengan membeli dari pedagang (bakul) yaitu mini plant skala rumah tangga (kecil) yang tidak memiliki mitra kerja dengan nelayan. Pengukuran rajungan pun dilakukan di dua lokasi yang berbeda untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant

maupun mini plant skala rumah tangga.

(47)

46 Pengukuran kedua dilakukan di sebuah mini plant Bapak Abdul Hamid yaitu mini plant skala rumah tangga yang membeli input produksi dari pedagang (bakul) rajungan. Pengukuran di mini plantBapak Abdul hamid dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak lima ratus ekor rajungan untuk diidentifikasi. Berdasarkan pengambilan sampel secara acak, sampel rajungan yang terambil adalah rajungan jantan dengan jumlah 294 ekor dan rajungan betina dengan jumlah 206 ekor. Lebar karapas rajungan rata-rata sampel yaitu 9,85 cm dengan berat rata-rata 72,39 gram. Rajungan yang diolah di mini plant skala rumah tangga terlihat lebih besar dari sisi ukuran karapas dan beratnya dikarenakan rajungan tersebut telah disortir dahulu oleh pedagang (bakul). Penyortitan dilakukan karena

mini plant skala rumah tangga ini tidak memesan rajungan kecil, namum secara aktual masih terdapat rajungan kecil karena penyortiran dilakukan tanpa alat ukur. Hasil observasi pengukuran rajungan di tingkat mini plant skala rumah tanggadapat dilihat pada Lampiran 4.

Rajungan yang diolah di mini plant secara ukuran rata-rata melebihi delapan sentimeter, hal ini menyatakan bahwa ukuran tersebut telah mematuhi peraturan/kebijakan minimum legal size input production. Namun, secara aktual masih terdapat rajungan dengan ukuran kurang dari delapan sentimeter dan dengan kondisi bertelur yang seharusnya tidak boleh digunakan sebagai input produksi pengolahan rajungan karena bertentangan dengan kebijakan.

6.1.1 Persentase Jumlah Rajungan

Mini plant pengolahan rajungan memproduksi daging rajungan dengan menggunakan input rajungan yang jenis kelamin dan ukurannya berbeda. Dalam penelitian ini rajungan dikelompokkan berdasarkan jantan, betina, dan betina bertelur dengan ukuran 5-7 cm, 8-10 cm, dan 11-13 cm. Jumlah rajungan yang diproduksi tentunya berbeda bila dikelompokan berdasarkan ketentuan di atas. Setelah melakukan observasi lapang di tingkat nelayan dan salah satu mini plant

(48)

47

Tabel 12. Persentase Jumlah Rajungan di Tingkat Nelayan

KATAGORI

JANTAN BETINA BETINA BERTELUR

JUMLAH PERSENTASE

(%) JUMLAH

PERSENTASE

(%) JUMLAH

PERSENTASE (%)

5-7 Cm 6 5.83 5 11.11 0

8-10 Cm 74 71.84 40 88.89 49 94.23

11-13 Cm 23 22.33 0 0.00 3 5.77

TOTAL 103 100 45 100 52 100

Tabel 13. Persentase Jumlah Rajungan di Mini PlantAbdul Hamid

KATAGORI

JANTAN BETINA BETINA BERTELUR

JUMLAH PERSENTASE (%)

JUMLAH PERSENTASE (%)

JUMLAH PERSENTASE (%)

5-7 cm 2 0,68 2 3,03 - -

8-10 cm 204 69,39 49 74,24 129 92,14

11-13 cm 88 29,93 15 22,73 11 7,86

TOTAL 294 100 66 100 140 100

Berdasarkan kebijakan minimum legal size input production yang menyatakan ukuran minimal rajungan yang boleh diolah adalah delapan sentimter maka ukuran rajungan dapat dikatagorikan menjadi : kecil, sedang, dan besar. Rajungan yang memiliki ukuran 5-7 cm dikatagorikan sebagai rajungan kecil, rajungan yang berukuran 8-10 cm dikatagorikan sebagai rajungan sedang, dan rajungan yang berukuran 11-13 cm dikatagorikan sebagai rajungan besar.

6.1.2 Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan

(49)
[image:49.595.119.501.85.301.2]

48

Gambar 6. Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Jantan

Berdasarkan data hasil observasi lapang, rajungan jantan ini memiliki lebar karapas terbesar yaitu 11,8 cm dan terkecil 7 cm dengan rata-rata lebar karapas 10,18 cm. Sedangkan berat rajungan jantan terbesar yaitu 126,1 gram dan terkecil 24,2 gram dengan rata-rata 80,456 gram.Berdasarkan grafik di atas, hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan jantan memiliki trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat tersebut menyimpulkan jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan.

Gambar 7. Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Betina

y = 17.82x - 101.0 R² = 0.730 0

20 40 60 80 100 120 140

6 7 8 9 10 11 12 13

HUBUNGAN ANTA RAJUNGAN JANTAN BERAT BADAN & LEBAR KARAPAS

Gambar

Tabel 3. Jenis Data dan Penggunaannya
Tabel 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Bekasi
Tabel 9. Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap di Jawa Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait