• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat."

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

LIA HERLIANA. People’s Timber Marketing in Pamarican Sub-district, Ciamis Regency, West Java Province. Supervised by Dodik Ridho Nurrochmat dan Leti Sundawati.

Most farmers of people’s forest do not have sufficient knowledge about the market. Their lack of information as well as working capital paves the way for collecting traders' dominant role, especially in the determination of market prices. As a result, in people’s timber marketing, the farmers generally become the unfortunate party, where there is an unfair distribution of benefits and the farmers always get a relatively smaller part compared to the other parties involved. This study aimed to find out the characteristics of the players involved in people’s timber marketing, the forms of marketing channels, the income received by each player, and to learn the structure of people’s timber marketing from every marketer in Pamarican Sub-district, Ciamis Regency. The research was conducted from July to August 2011 with the selection of respondents using purposive sampling method. The respondents consisted of 60 forest farmers, 15 collecting traders, and 10 sawmill owners.

The research results showed that the marketers of people’s forest products at the study site consisted of forest farmers, collecting traders, and sawmill owners. In the meantime, there were two marketing channels: one-level channel and two-level channel. Its market the kind of woods sengon. Monthly income received by a forest farmer was Rp 148.430, while a trader got Rp 1.627.500, and a sawmill owner obtained Rp 31.827.000. The market structure at the level of farmers was pure oligopoly while at the level of traders and sawmill owners the market was pure oligopsony. The total marketing margin at channel 1 and 2, was: 50% and 45,83%, with a value of farmer's share of 50% and 54,17%. Based on the farmer's share and the marketing margin, the most efficient marketing channel at the study site was channel 2 since it had the largest value of farmer's share and the smallest total margin.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mendapatkan tekanan tinggi untuk memenuhi kebutuhan kayu, air, lingkungan, dan berbagai produk serta jasa lainnya. Pemanfaatan sumber daya hutan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk tekanan, sehingga sumber daya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat.

Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan untuk mengurangi tekanan tersebut adalah pembangunan hutan rakyat, yakni dengan menanam pohon yang mempunyai nilai komersial terutama di lahan-lahan yang marginal dan kurang produktif.

Saat ini kehadiran hutan rakyat semakin dibutuhkan karena mempunyai manfaat yang bersifat ekonomis maupun ekologis. Peranan hutan rakyat dari segi ekonomi cukup penting bagi masyarakat. Di Pulau Jawa sekitar 70% konsumsi kayu dipenuhi dari hutan rakyat. Manfaat dari segi ekologi hutan rakyat mempunyai peranan sebagai pelindung dan perbaikan tata air. Maka pengelolaan hutan rakyat ini perlu ditingkatkan karena banyak pihak ikut merasakan manfaat hutan rakyat.

Perkembangan hutan rakyat dimulai pada tahun 1930-an oleh pemerintah Kolonial di Jawa. Setelah merdeka pemerintah Indonesia melanjutkan kegiatan tersebut pada tahun 1952 melalui gerakan “Karang Kitri”. Secara nasional pengembangan hutan rakyat dibawah payung program penghijauan diselenggarakan pada tahun 1960-an yang dicantumkan dalam Pekan Raya Penghijauan pertama tahun 1961 (Suharjito & Darusman 1998).

(3)

yang mereka hadapi, demikian pula dengan kondisi yang melingkupi para petani hutan rakyat (Himmah 2002).

Adi (1992) dalam Yuniandra (1997) menyatakan bahwa dalam hal pemasaran hasil hutan rakyat, sebagian besar petani hutan rakyat masih rendah pengetahuannya. Kurangnya informasi disertai kurangnya permodalan yang dimiliki petani menyebabkan peranan tengkulak menjadi sangat menonjol, terutama dalam penentuan harga pasaran. Akibatnya dalam pemasaran hasil kayu rakyat ini, umumnya petani menjadi pihak yang dirugikan, karena terjadi pembagian keuntungan yang tidak merata dan petani mendapat bagian yang relatif lebih kecil dari pihak-pihak lain yang terlibat. Apabila keadaan ini terus berlangsung, maka akan membuat petani tidak mau melestarikan usaha hutan rakyat. Penelitian ini mencoba memperoleh gambaran kegiatan pemasaran (distribusi produk) yang telah dihasilkan oleh petani hutan rakyat.

1.2Tujuan

1. Mengetahui karakteristik pelaku (lembaga) yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dan bentuk saluran-saluran pemasarannya

2. Mengetahui pendapatan dari hasil pemasaran yang diterima oleh setiap pelaku pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis 3. Mengetahui saluran pemasaran yang paling efisien di wilayah Kecamatan

Pamarican Kabupaten Ciamis

4. Mengetahui struktur pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis

1.3Manfaat Penelitian

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Rakyat

2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat

Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu ekosistem yang mengandung maksud bahwa di dalam hutan terjadi hubungan saling tergantung satu komponen dengan komponen lainnya yang terjalin sebagai suatu sistem (Suharjito 2000).

Hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Walaupun hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total luas lahan, namun hutan rakyat tetap penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber penghasilan kayu maupun sumber pendapatan rumah tangga. Selain itu hasil-hasil lain yang diperoleh dari hutan rakyat, antara lain: buah-buahan, daun, kulit kayu, biji, dan sebagainya (Fakultas Kehutanan IPB 2000).

Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan, dimana minimal harus 0,25 hektar. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit (Fakultas Kehutanan IPB 2000).

2.1.2 Ciri-Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat

Menurut Suharjito (2000) ciri-ciri dari pengusahaan hutan rakyat, sebagai berikut:

1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak, dan industri. Petani memiliki posisi tawar yang lebih rendah

(5)

3. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Hutan Rakyat

Toha (1987) dalam Afwandi (2011) menyatakan bahwa bentuk hutan rakyat dapat dibagi menjadi tiga, sebagai berikut:

1. Hutan rakyat murni, hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu 2. Hutan rakyat campuran, terdiri dari lebih dari satu jenis tanaman pokok

berkayu

3. Hutan rakyat agroforestri, hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi dari tanaman kehutanan dengan usaha pertanian terpadu

2.1.4 Manfaat Hutan Rakyat

Hutan rakyat mempunyai peran penting dan mempunyai manfaat-manfaat, sebagai berikut:

1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan yang berkesinambungan dan berbentuk tabungan

2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup berarti 3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non kayu dapat mendorong

dibangunnya industri hutan rakyat yang akan mempunyai peran penting dalam ekonomi nasional

4. Hutan rakyat dibangun di lahan-lahan kritis dapat berperan dalam melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah

5. Hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan pendapatan negara dari berbagai pajak dan pungutan

(6)

2.2 Pemasaran

2.2.1 Pasar dan Struktur Pasar

Pasar adalah kumpulan pembeli aktual dan potensial dari suatu produk. Para pembeli ini memiliki kesamaan kebutuhan atau keinginan tertentu yang didapat melalui hubungan pertukaran (Kotler & Armstrong 2008). Boyd et al. (2000) mengatakan bahwa pasar terdiri dari individu dan organisasi yang tertarik dan bersedia membeli produk tertentu untuk mendapatkan manfaat yang akan memuaskan kebutuhan atau keinginan tertentu, dan yang memiliki sumber daya (waktu, uang) untuk terlibat dalam transaksi.

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat masuk pasar. Menurut Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) menyatakan ada empat karakteristik untuk membedakan dalam struktur pasar yaitu: jumlah dan ukuran perusahaan; pandangan pembeli terhadap sifat produk; kondisi keluar masuk pasar; dan tingkat pengetahuan (biaya, harga, dan kondisi pasar) diantara partisipan. Karakteristik struktur pasar dibagi kedalam beberapa kategori yang dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Karakteristik struktur pasar

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah

Pembeli/Penjual Sifat Produk

Sudut Pandang Pembeli

Sudut Pandang Penjual

Banyak Homogen Pasar Persaingan Murni Pasar Persaingan Murni Banyak Terdiferensiasi Pasar Persaingan

Monopolistik

Pasar Persaingan Monopolistik Sedikit Homogen Oligopoli Murni Oligopsoni Murni Sedikit Terdiferensiasi Oligopoli

Terdiferensiasi

Oligopsoni Terdiferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002)

2.2.2 Pengertian Pemasaran

(7)

pemasaran mencakup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan.

Sedangkan pengertian pemasaran menurut Boyd et al. (2000) adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.

Terdapat tiga dasar yang harus melandasi konsep pemasaran, sebagai berikut:

1. Adanya orientasi kepada pelanggan

2. Adanya usaha yang terintegrasi dalam perusahaan 3. Adanya sasaran kegiatan yang berupa pencapaian laba

Dalam situasi yang umum, pemasaran melibatkan pelayanan pasar konsumen akhir di hadapan para pesaing. Perusahaan dan para pesaingnya memberikan penawaran dan pesan kepada konsumen, baik secara langsung atau melalui perantara pemasaran. Semua pelaku dalam sistem ini dipengaruhi oleh kekuatan lingkungan utama (demografi, ekonomi, fisik, teknologi, politik/hukum, dan sosial/budaya). Elemen-elemen utama dalam sistem pemasaran modern adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Elemen-elemen sistem pemasaran.

Masing-masing pihak dalam sistem dapat menambah nilai untuk tingkat berikutnya. Seluruh anak panah melambangkan hubungan yang harus dikembangkan dan ditata, maka keberhasilan pemasaran tidak hanya tergantung

Pemasok

Perusahaan (pemasar)

Pesaing

Perantara Pemasaran

(8)

pada tindakan sendiri tetapi juga pada keseluruhan sistem itu dapat melayani kebutuhan konsumen akhir (Kotler & Amstrong 2008).

2.2.3 Pelaku (Lembaga) Pemasaran

Pelaku dalam usaha hutan rakyat dibedakan menjadi dua, yaitu: petani dan bukan petani hutan rakyat. Petani hutan rakyat merupakan pelaku utama penghasil kayu rakyat dari lahan miliknya, sedangkan bukan petani hutan rakyat adalah pihak-pihak lain yang yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu: buruh tani, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran, dan industri pengolah hasil hutan rakyat (Fakultas Kehutanan IPB 2000).

Menurut Kotler (1993) lingkungan pemasaran terdiri dari pelaku-pelaku dan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kemampuan-kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan mempertahankan transaksi dan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan sasarannya. Lingkungan mikro terdiri dari pelaku-pelaku dalam lingkungan perusahaan yang dekat dan mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pasar. Lingkungan pemasaran ini, yaitu: perusahaan, pemasok, perantara pasar, pelanggan, pesaing, dan publik.

2.2.4 Riset Pemasaran

Kotler dan Amstrong (2008) mendefinisikan riset pemasaran (marketing research) adalah desain, kumpulan, analisis, dan laporan sistematis tentang data yang berhubungan dengan situasi pemasaran tertentu yang dihadapi sebuah organisasi. Churchill (2001) mengatakan bahwa riset pemasaran adalah suatu fungsi yang menghubungkan konsumen dengan para pemasar melalui informasi-informasi yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah pemasaran; menghasilkan, menyaring, dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas pemasaran; memunitor kinerja pemasaran; dan meningkatkan pemahaman akan pemasaran sebagai suatu proses.

2.2.5 Manajemen Pemasaran

(9)

program-program yang menyangkut pengkonsepan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari produk, jasa dan gagasan yang dirancang untuk menciptakan dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.

Kotler dan Amstrong (2008) menyatakan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu seni dan ilmu memilih target pasar dan membangun hubungan yang menguntungkan dengan target pasar itu. Tujuan dari manajemen pemasaran adalah menemukan, menarik, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan sasaran dengan menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan keunggulan nilai bagi pelanggan.

2.2.6 Saluran Pemasaran

Kotler (1993) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang dan jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan. Saluran pemasaran terdiri dari distributor, pengecer, dan pihak lain yang menghubungkan perusahaan dengan pembelinya.

Limbong dan Sitorus (1985) dalam Sugih (2009) menyatakan bahwa sebagian besar produsen tidak menjual barang yang mereka miliki langsung ke konsumen akhir. Antara produsen dan konsumen akhir terdapat satu atau beberapa saluran pemasaran, yaitu serangkaian perantara pemasaran yang melaksanakan berbagai fungsi. Dalam saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran, sedangkan panjang suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Adapun saluran pemasaran tersebut, sebagai berikut:

1. Saluran non tingkat atau dinamakan sebagai saluran pemasaran langsung, produsen atau pabrikan langsung menjual produknya ke konsumen

(10)

2.2.7 Bauran Pemasaran

Kotler dan Amstrong (2008) meyatakan bahwa bauran pemasaran adalah kumpulan sarana pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengimplementasikan stategi pemasaran. Sarana bauran pemasaran utama dikelompokan menjadi empat kelompok besar, disebut empat P pemasaran, yaitu:

product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi).

Adapun definisi bauran pemasaran menurut Boyd et al. (2000) adalah kombinasi dari variable-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan oleh manajer untuk menjalankan strategi pemasaran dalam upaya mencapai tujuan perusahaan di dalam pasar sasaran tertentu.

2.2.8 Efisiensi Pemasaran

Soekartawi (1989) dalam Shausan (2000) menyatakan bahwa pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisien pemasaran akan terjadi jika tercipta keadaan, sebagai berikut:

1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi.

2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen tidak terlalu tinggi.

3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran. 4. Adanya kompetisi pasar yang sehat.

Boyd et al. (2000) menyatakan bahwa perencanaan dan koordinasi dari seluruh kegiatan perusahaan di sekitar sasaran utama, yaitu: memuaskan kebutuhan pelanggan adalah sarana paling efektif untuk meraih dan mempertahankan keunggulan bersaing dan mencapai tujuan tertentu.

2.2.9 Marjin Pemasaran

(11)

marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama. Pendekatan seperti diatas juga dapat digunakan untuk analisis pola pemasaran yang terbaik bagi pedapatan petani (produsen).

2.2.10 Pendapatan Usaha

Soekartawi et al. (1986) dalam Saputra (2007) menyatakan bahwa pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha. Rumus penghitungan pendapatan usaha adalah sebagai berikut:

Keterangan :

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

p = Price

q = Quantity

TFC = Total Fixed Cost

TVC = Total Variable Cost

(12)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Penelitian terhadap pemasaran kayu rakyat dimulai dari identifikasi karakteristik pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul atau tengkulak, dan industri penggergajian. Setelah informasi mengenai karakteristik pelaku pemasaran berhasil dikumpulkan, kemudian produk diklasifikasikan ke dalam kategori produk yang dipasarkan secara homogen atau diferensiasi. Serta dilakukan identifikasi aspek pemasarannya yang meliputi saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan usaha, dan marjin serta efisiensi pemasaran. Berikut adalah kerangka pemikiran dalam kegiatan penelitian:

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Desa yang dijadikan lokasi penelitian adalah empat desa,

Pelaku pemasaran kayu rakyat

Petani Pedagang

Pengumpul

Industri Penggergajian

Pemasaran Kayu Rakyat

Saluran Pemasaran

Marjin & Efisiensi Pemasaran Pendapatan

(13)

yaitu: Desa Neglasari, Desa Bangunsari, Desa Sidamulih, dan Desa Margajaya yang terletak di Kecamatan Pamarican. Penentuan lokasi penelitian yaitu berdasarkan desa-desa yang memiliki areal hutan rakyat terluas. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu Bulan Juli sampai Agustus 2011. Tabel 2 memperlihatkan jumlah dan lokasi dari para responden.

Tabel 2 Jumlah dan lokasi responden

Kategori Responden Jumlah (orang) Lokasi

Petani 60 Desa Sidamulih, Desa Margajaya

Kecamatan Pamarican

Pedagang Pengumpul 15 Desa Sidamulih, Desa Margajaya, dan Desa Neglasari Kecamatan Pamarican

Industri Penggergajian 10 Desa Bangunsari, Desa Neglasari, dan Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican

3.3 Sasaran dan Alat

Sasaran dalam penelitian ini adalah responden atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat, yaitu: petani, pedagang pengumpul atau tengkulak, dan industri penggergajian (sawmill). Sedangkan Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: kuisioner, kamera digital, Microsoft excel, dan tally sheet.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan dengan cara wawancara dan observasi terhadap pelaku pemasaran kayu rakyat. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan teknik mencatat data yang sudah ada di instansi terkait dengan penelitian dan studi pustaka.

3.4.1 Data Primer

(14)

1. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Data tersebut diperoleh dari petani hutan rakyat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan rakyat. Data yang dikumpulkan meliputi: jenis dominan; pola dan pergiliran tanam; pembuatan tanaman (persiapan lahan, pengadaan bibit, dan penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman, pemberantasan hama penyakit, pemanenan (pembuatan surat izin tebang, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan kayu, penimbunan kayu, dan penggergajian kayu).

2. Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat

a. Petani hutan rakyat, data yang dikumpulkan, antara lain: kelompok umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, luas rata-rata hutan rakyat, bentuk kayu yang dijual, produksi kayu rakyat, dan harga jual. b. Pedagang pengumpul kayu rakyat atau tengkulak, data yang dikumpulkan,

antara lain: jenis kayu yang diperjualbelikan, volume pembelian, konsumen, bentuk kayu yang dijual, dan harga jual

c. Industri penggergajian, data yang dikumpulkan, antara lain: produk yang dihasilkan, konsumen, ukuran dan harga jual, upah, dan jumlah tenaga kerja.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

1. Data keadaan umum Desa Sidamulih, Desa Margajaya, Desa Neglasari, dan Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dari kantor desa masing-masing

2. Data keadaan umum Kabupaten Ciamis dari BPS Kabupaten Ciamis

3. Buku aturan kehutanan Kabupaten Ciamis dari Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis

3.5 Metode Pengumpulan Data

(15)

pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara, data dikumpulkan dengan cara tanya jawab langsung kepada responden yang berhubungan langsung dalam kegiatan pemasaran hutan rakyat. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan terstruktur).

3.6 Metode Pengambilan Sampel

Metode dalam pengambilan sampel dilakukan pemilihan secara purposive sampling terhadap responden yang terkait langsung dalam pemasaran kayu rakyat, yaitu petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Untuk responden petani diambil sampel sebanyak 60 orang dari dua desa, yaitu: Desa Sidamulih dan Desa Margajaya. Sedangkan untuk responden pedagang pengumpul (tengkulak) sebanyak 15 orang berasal dari Desa Sidamulih, Desa Neglasari, dan Desa Margajaya. Responden industri penggergajian sebanyak 10 industri berasal dari Desa Bangunsari, Desa Sidamulih, dan Desa Neglasari.

3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif guna menjawab semua tujuan yang diinginkan. Data yang dianalisis antara lain: saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan usaha, marjin dan efisiensi pemasaran, serta tabulasi silang.

3.7.1 Analisis Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah sekumpulan pelaku pasar yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Saluran pemasaran dianalisis dengan mengamati pelaku pemasaran yang ada. Setiap pelaku pemasaran membentuk saluran pemasaran yang berbeda, yang mempengaruhi besarnya bagian harga yang diterima.

3.7.2 Analisis Struktur Pasar

(16)

kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Berikut adalah rumus dengan pendekatan indeks herfindahl:

Keterangan:

H = indeks herfindahl; jika H mendekati satu (H > 0,5), berarti pasar terkonsentrasi; jika H=1 maka pasar monopoli; dan jika H mendekati 0 (H < 0,5) berarti pasar semakin kompetitif (kurang terkonsentrasi)

Xi = Volume penjualan yang dikuasai pedagang ke-i (m³) (i = 1,2,…,n) dengan n adalah jumlah pedagang

T = Total volume penjualan pedagang (m³)

3.7.3Analisis Pendapatan Usaha

Soekartawi et al. (1986) dalam Saputra (2007) menyatakan bahwa pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha. Berikut adalah rumus dalam penghitungan pendapatan usaha:

Keterangan : =

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

p = Price

q = Quantity

TFC = Total Fixed Cost

TVC = Total Variable Cost

3.7.4 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran

Analisis marjin pemasaran dapat dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Berikut adalah rumusan secara matematis:

n H = ∑ (Xi/T)² i = 1

x q ) – ( TFC+TVC)

(17)

Farmer’s share Harga ditingkat petani Harga di tingkat konsumen akhir Keterangan:

Mi = Marjin pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i (Rp/m³ ) Psi = Harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i (Rp/m³ ) Pbi = Harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i (Rp/m³ )

Sedangkan analisis efisiensi pemasaran dapat diketahui dari rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya-biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Berikut adalah rumusan secara matematis :

Keterangan:

Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran ke- i (Rp/m³) Ci = Biaya pemasara lembaga pemasaran ke- i (Rp/m³)

Besar kecilnya rasio keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran belum tentu dapat menggambarkan efisiensi pemasaran, sehingga indikator lain yang digunakan adalah memperbandingkan bagian harga yang diterima oleh petani (farmer share), yang dirumuskan:

3.7.5 Analisis Tabulasi Silang

Metode analisis tabulasi silang digunakan untuk mengetahui kecenderungan hubungan antar karakteristik petani hutan rakyat. Karakteristik yang digunakan dalam analisis ini adalah luas hutan rakyat, luas lahan pertanian, umur, pendidikan, pendapatan, dan sistem penjualan.

Rasio Keuntungan/ Biaya

(18)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Wilayah Kecamatan Pamarican memiliki 13 Desa dengan luasan sebesar 10.400 ha. Batas-batas geografi wilayah administrasi di Kecamatan Pamarican adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pataruman Kota Banjar, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Langkaplancar, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cidolog.

Sampai dengan akhir Desember 2010 jumlah penduduk di Kecamatan Pamarican adalah sebanyak 68.197 orang, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 34.047 orang dan penduduk perempuan sebanyak 34.150 orang. Penduduk yang berumur kurang dari 10 tahun memiliki jumlah yang paling tinggi sebanyak 11.209 orang. Sedangkan penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki jumlah yang paling rendah yaitu sebanyak 6.113 orang.

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut umur di Kecamatan Pamarican tahun 2010

No Desa Struktur Umur Jumlah

0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 > 60

1 Sidamulih 1170 1048 971 997 974 998 518 6676

2 Margajaya 514 721 605 585 784 501 580 4290

3 Neglasari 1236 1114 1002 902 983 815 719 6771

4 Pamarican 1160 728 836 1181 672 403 464 5632

5 Sukahurip 655 859 1019 743 755 798 536 5037

6 Kertahayu 1361 1235 957 980 1020 722 372 7502

7 Sukajadi 842 1126 960 823 774 474 481 5676

8 Sukamukti 527 331 467 800 631 734 504 4801

9 Sidaharja 732 408 471 483 460 103 71 3739

10 Bangunsari 1204 1518 1129 1099 1139 906 983 7984

11 Sukajaya 768 413 530 416 931 731 465 4254

12 Bantarsari 335 389 371 322 401 310 330 2458

13 Pasirnagara 705 484 596 481 505 516 90 3377

Jumlah 11209 10374 9914 9812 10029 8011 6113 68197

(19)

Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk Kecamatan Pamarican sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Dasar sebanyak 22.986 orang.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut tingkatan pendidikan kecamatan pamarican tahun 2010

No Desa

Tingkat Pendidikan

Jumlah Belum/Tidak

Sekolah SD SLTP SLTA Akademi PT

1 Sidamulih 1254 4127 1024 207 24 40 6676

2 Margajaya 555 3246 360 115 8 6 4290

3 Neglasari 975 4444 822 450 - 80 6771

4 Pamarican 325 1315 3145 640 95 52 5632

5 Sukahurip 681 1497 2140 604 74 41 5037

6 Kertahayu 780 360 3132 3150 65 15 7502

7 Sukajadi 2183 1603 1267 516 84 23 5676

8 Sukamukti 1225 1440 1441 640 30 25 4801

9 Sidaharja 346 2423 607 280 29 98 3739

10 Bangunsari 5479 536 1352 564 18 35 7984

11 Sukajaya 3706 243 152 117 4 31 4254

12 Bantarsari 1826 353 123 126 - 30 2458

13 Pasirnagara 871 2036 304 131 17 18 3377

Jumlah 18206 22986 15869 7540 148 494 68197

Sumber: BP3K Kec.Pamarican 2011

4.2 Topografi, Geologi, Tanah dan Iklim

Topografi permukaan wilayah Kabupaten Ciamis dibedakan menjadi beberapa daerah topografi, sebagai berikut:

1. Daerah yang memiliki topografi yang relatif rata sampai kemiringan kurang 8% berada di Desa Sukahurip, Kertahayu, Sukajadi, Sukamukti, dan Sidaharja.

2. Daerah yang memiliki topografi sedang dengan kemiringan 8-14% berada di Desa Bangunsari dan Pamarican.

3. Daerah yang memiliki topografi sedang dengan kemiringan 15-39% berada di Desa Sukajaya, Bantarsari, dan Desa Pasirnagara

4. Daerah yang memiliki topografi berbukit-bukit dengan kemiringan lebih dari 40-59% berada di Desa Sidamulih, Desa Margajaya, dan Desa Neglasari.

(20)

basah 3-4 bulan dan bulan kering sebanyak 8 Bulan. Sistem drainase lahan wilayah Kecamatan Pamarican termasuk drainase sedang, terutama daerah yang tanahnya mengandung pasir dan mempunyai kemiringan yang cukup.

Lokasi penelitian terletak di wilayah Kecamatan Pamarican yang terdiri dari 4 desa, yaitu: Desa Sidamulih, Desa Margajaya, Desa Neglasari, dan Desa Bangunsari. Gambaran kondisi umum masing-masing desa responden penelitian sebagai berikut:

1. Kondisi Umum Desa Sidamulih

Desa Sidamulih secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Jarak dari pusat Desa Sidamulih ke Kecamatan Pamarican sejauh 11 km, dengan Ibu Kota Kabupaten Ciamis berjarak 51 km, dengan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat berjarak 173 km, sedangkan dengan Ibu Kota Negara berjarak 371 km.

Desa Sidamulih terletak diantara batas-batas wilayah administrasi pemerintahan sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Desa Margajaya, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikupa dan Desa Neglasari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mekarmulya, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukasari. Desa ini terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Cibayawak dan Dusun Legokmenol. Dusun Cibayawak terdiri dari 4 RW dan 15 RT, sedangkan Dusun Legokmenol terdiri dari 5 RW dan 16 RT.

Desa Sidamulih berdasarkan keadaan topografi termasuk kedalam Pegunungan, ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 600-700 m dan banyaknya curah hujan sebesar 100 mm/tahun. Luas lahan wilayah Desa Sidamulih adalah 1.228 ha dengan penggunaan lahan terdiri dari: tanah darat milik rakyat seluas 1.003 ha, tanah sawah milik rakyat seluas 172 ha, tanah titisara desa seluas 11 ha, tanah kehutanan seluas 15 ha, tanah pemakaman seluas 7 ha, tanah wakaf seluas 1 ha, sungai dan irigasi seluas 1,5 ha, tanah jalan seluas 9 ha, tanah TN seluas 0,5 ha, dan tanah penggembalaan seluas 8 ha.

(21)

pendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (SD). Sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 943 orang atau 27,54%, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 123 orang atau 3,61%, sedangkan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 29 orang atau 1%.

2. Kondisi Umum Desa Margajaya

Wilayah Desa Margajaya terdiri dari 6 (enam) Dusun, 12 RW dan 38 RT dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jelegong Kecamatan Cidolog, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Neglasari Kecamatan Pamarican, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican, dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukajaya Kecamatan Pamarican. Orbitasi (Jarak dari pusat pemerintahan Desa) diantaranya jarak dari pemerintah kecamatan adalah 12 km, jarak dari Ibu Kota kabupaten adalah 57 km, dan jarak dari Ibu Kota provinsi adalah 159 km.

Keadaan wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 400-600 mdpl dengan curah hujan rata-rata 350 mm/tahun. Luas Wilayah Desa Margajaya adalah 1.612,772 ha dengan penggunaan lahan untuk sawah seluas 199,049 ha, darat seluas 109,593 ha, bengkok seluas 20 ha, titirasa seluas 11 ha, perkebunan seluas 70 ha, tanah desa seluas 1,1 ha, kehutanan 53 ha, pemukiman 163,03 ha, dan pemakaman seluas 4 ha. Keadaan penduduk menurut jumlahnya Desa Margajaya terdiri dari 2.140 orang laki-laki dan 2.128 orang perempuan. Mayoritas agama yang dianut adalah Agama Islam.

3. Kondisi Umum Desa Neglasari

Luas wilayah Desa Neglasari adalah 979 ha, desa ini mempunyai jarak dari kecamatan 7 km. Adapun batas administrasi yang membatasi Desa Neglasari yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kota Banjar, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pamarican, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Margajaya dan Desa Pasirnagara, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican. Jumlah penduduk Desa Neglasari sebanyak 6.457 orang yang terdiri dari 3.165 laki-laki dan 3.292 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.080 KK.

(22)

grumosol dengan pH tanah rata-rata 5,4 dan ketinggian tempat 600 mdpl. Pada umumnya tipe curah hujan pada daerah tersebut adalah tipe B1 yaitu dengan 8 bulan basah dan 4 bulan kering. Mayoritas agama yang dianut adalah Agama Islam dan petani merupakan mata pencaharian utama penduduk Desa Neglasari. 4. Kondisi Umum Desa Bangunsari

Luas wilayah Desa Bangunsari seluas 1.035,25 ha yang terdiri dari lahan sawah seluas 507 ha dan lahan darat seluas 528,25 ha. Wilayah Desa Bangunsari berjarak 5 km dari Kantor BP3K dan Kantor Kecamatan. Desa Bangunsari yang di batasi sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kertahayu dan sebagian Desa Pamarican, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukajaya, Neglasari dan sebagian Pamarican, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari dan sebelah Utara berbatasan dengan Kota Banjar.

Secara topografi wilayah desa tersebut 90% datar dan 10% bergelombang. jenis tanahnya terdiri dari podsolik merah kuning, aluvial dan grumosol dengan pH tanah rata-rata 5,4 ketinggian tempat yaitu 300 mdpl. Pada umumnya tipe curah hujan pada daerah tersebut adalah termasuk tipe C (agak basah) yaitu dengan rata-rata bulan basah curah hujan lebih dari 100 mm setiap bulan dan bulan kering kurang dari 60 mm setiap bulannya. Suhu udara di daerah Desa Bangunsari berkisar antara 22,9º C - 25º C.

(23)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis

Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten yang memiliki kawasan hutan rakyat yang cukup luas di Provinsi Jawa Barat dengan luasan sekitar 31.707 ha (BPS 2010). Jenis-jenis kayu hutan rakyat yang ditanam adalah jenis sengon, mahoni, kayu rimba campuran (kelapa, tisuk, petai, caruy, kayu afrika), dan jati. Jenis yang paling dominan dari jenis-jenis yang ditanam adalah jenis sengon.

Menurut Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Ciamis tahun 2011, pada saat ini kebutuhan kayu untuk bahan baku industri di Indonesia mencapai 50-60 juta m³ per tahun. Bahan baku untuk keperluan industri pulp dan kertas sekitar 25 juta m³ yang sebagian besar dipasok dari hutan alam. Namun kemampuan hutan produksi alam dalam penyediaan kayu semakin menurun dan terbatas. Potensi hutan rakyat dapat menjadi substitusi bahan baku kayu yang berasal dari hutan alam tersebut. Pembangunan dan pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu bagian dari kegiatan yang termasuk rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial.

(24)

5.2 Profil Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat

Pelaku dalam usaha hutan rakyat dibedakan menjadi dua yaitu petani dan bukan petani hutan rakyat. Petani hutan rakyat merupakan pelaku utama penghasil hutan rakyat dari lahan miliknya. Sedangkan bukan petani hutan rakyat adalah pihak-pihak lain yang yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran, dan industri pengolah hasil hutan rakyat (Fakultas Kehutanan IPB 2000). Pelaku pemasaran kayu rakyat di Desa Sidamulih, Desa Margajaya, Desa Neglasari, dan Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian (sawmill).

Petani hutan rakyat pada umumnya menanam tanaman kayu di lahan milik sendiri. Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah sengon (Paraserianthes falcataria), adapun tanaman jenis lain yang ditanam dengan pola hutan rakyat campuran diantaranya: mahoni (Swietenia mahagoni), jati (Tectona grandis), dan jenis kayu rimba. Tujuan petani menanam kayu rakyat yaitu untuk investasi atau tabungan di masa yang akan datang juga dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Tabungan ini dapat digunakan untuk memenuhi keperluan mendesak yang pemenuhannya harus dilakukan dengan segera mungkin dalam jumlah yang besar. Maka peran hutan rakyat sebagai investasi atau tabungan sangat penting, karena dapat memenuhi keperluan petani kapan saja.

(25)

Industri penggergajian mendapatkan bahan baku produknya sebagian besar dari pedagang pengumpul, dapat dikatakan bahwa pedagang pengumpul merupakan pemasok utama bahan baku kayu rakyat untuk industri penggergajian. Industri ini banyak menjual produk olahan ke industri besar di luar daerah kabupaten. Kapasitas produksi yang besar akan membutuhkan modal yang sangat besar pula. Kegiatan produksi yang paling banyak dilakukan berada di industri penggergajian, sehingga industri ini mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pelaku pemasaran lainnya. Hal ini menyebabkan industri penggergajian semakin berkembang.

5.2.1 Petani Hutan Rakyat

Dalam penelitian ini, responden petani hutan rakyat yang diambil berasal dari Desa Margajaya dan Desa Sidamulih sebanyak 60 responden. Hal ini dikarenakan desa tersebut memiliki luasan dan potensi kayu rakyat yang paling tinggi dibandingkan dengan desa lain yang berada di Kecamatan Pamarican (BP3K Kecamatan Pamarican 2011). Responden petani hutan rakyat ini dapat dikelompokan berdasarkan luas lahan milik, umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga.

Pengelompokan responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan kelompok luas lahan yang dimilikinya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan luas lahan yang dimilikinya

No Desa n Luas HR (ha) Luas Lahan Pertanian (ha)

< 0,5 0,5-1 > 1 < 0,5 0,5-1 > 1

1 Margajaya 30 5 12 13 24 5 1

2 Sidamulih 30 6 14 10 23 7 −

jumlah (orang) 60 11 26 23 47 12 1

Persentase (%) 100 18,33 43,33 38,33 78,33 20 1,67

(26)

bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan tingkat kekayaan setiap keluarga. Persentase terbesar pada luas hutan rakyat yaitu 43,33% terdapat pada responden yang memiliki luas lahan hutan rakyat antara 0,5-1 sebanyak 26 orang. Luasan lebih dari 1 ha sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 38,33%. Sedangkan persentase yang terkecil yaitu 18,33% sebanyak 11 orang terdapat pada responden petani yang memiliki luas hutan rakyat kurang dari 0,5 ha.

Pada luasan lahan pertanian yang memiliki persentase terbesar adalah responden petani yang memiliki luas kurang dari 0,5 ha dengan 78,33% sebanyak 47 orang. Luasan sedang antara 0,5-1 ha memperoleh persentase 20% sebanyak 12 orang, sedangkan persentase terkecil 1,67% terdapat pada responden petani yang memiliki luasan lahan pertanian lebih dari 1 ha sebanyak 1 orang.

Selain berdasarkan luas lahan yang dimiliki, responden petani hutan rakyat dapat dikelompokkan berdasarkan umur petani. Pengelompokkan berdasarkan umur petani pada masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan umur

No Desa Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang)

30-39 40-49 50-59 > 60

1 Margajaya 2 12 13 3 30

2 Sidamulih 6 9 12 3 30

Jumlah (orang) 8 21 25 6 60

Persentase (%) 13,33 35 41,67 10 100

(27)

Pengelompok responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan tingkat pendidikan

No Desa Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

SD SLTP SLTA PT

1 Margajaya 23 6 1 0 30

2 Sidamulih 19 5 5 1 30

Jumlah (orang) 42 11 6 1 60

Persentase (%) 70 18,33 10 1,67 100

Dari hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa mayoritas petani hutan rakyat (70%) memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah yaitu Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut tidak menjadikan alasan bagi petani untuk melakukan pengusahaan hutan rakyat. Namun yang lebih penting adalah pengalaman dalam melakukan pengelolaan lahan yang mereka miliki. Sedangkan petani hutan rakyat yang memiliki tingkat pendidikan SLTP sebesar 18,33%, SLTA sebesar 10%, dan PT sebesar 1,67 dari total responden petani hutan rakyat.

Selain berdasarkan tingkat pendidikan, dapat pula dikelompokkan berdasarkan jumlah anggota keluarga. Pengelompok responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan jumlah anggota keluarga

No Desa Jumlah Anggota Keluarga (orang) Jumlah (orang)

1-3 4-6 7-10 > 10

1 Margajaya 17 12 1 0 30

2 Sidamulih 12 18 0 0 30

Jumlah (orang) 29 30 1 0 60

Persentase (%) 48,33 50 1,67 0 100

(28)

mereka dapat bekerja sama dalam pengelolaan lahan miliknya. Namun kesejahteraan petani yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak akan berkurang. Hal ini disebabkan banyaknya tanggungan keluarga yang harus dipenuhi.

Hutan rakyat yang berada di Desa Margajaya dan Desa Neglasari memiliki luasan dan potensi pohon yang sangat besar. Rata-rata luas lahan dan jumlah pohon yang dimiliki petani dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata luas lahan dan jumlah pohon yang dimiliki petani

No Desa Luas Lahan

Pertanian (ha) Luas HR (ha)

Jumlah Pohon yang Dimiliki

1 Margajaya 0,35 1,33 828

2 Sidamulih 0,32 1,10 1.046

Berdasarkan luasannya, Desa Margajaya merupakan desa yang memiliki potensi hutan rakyat yang lebih besar dibandingkan dengan Desa Sidamulih. Hal ini terbukti dengan rata-rata luas hutan rakyat yang dimiliki petani hutan rakyat seluas 1,33 ha dengan jumlah pohon yang dimiliki rata-rata sebanyak 828 pohon. Sama halnya dengan luasan lahan pertanian yang berada di Desa Margajaya lebih besar (0,35 ha) dibandingkan Desa Sidamulih (0,32 ha). Gambar 3 merupakan hutan rakyat yang berada di Desa Margajaya dengan sistem agroforestri yang memadukan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.

(29)

Sedangkan rata-rata luas hutan rakyat yang dimiliki petani di Desa Sidamulih seluas 1,10 ha. Namun potensi pohon yang dimiliki petani hutan rakyat di Desa Sidamulih lebih banyak dibandingkan Desa Margajaya sebanyak 1.046 pohon. Hal tersebut dikarenakan jarak tanam yang digunakan di Desa Sidamulih lebih rapat yaitu rata-rata 3 m x 2 m dibandingkan dengan Desa Margajaya yaitu rata-rata 3 m x 6 m. Gambar 4 merupakan hutan rakyat yang berada di Desa Sidamulih dengan sistem agroforestri yang memadukan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.

Gambar 4 Hutan rakyat di Desa Sidamulih.

Dilihat dari data rata-rata lahan yang dimiliki petani, menunjukkan bahwa kedua desa tersebut memiliki luasan lahan hutan rakyat lebih besar dibandingkan dengan luas lahan pertanian. Hal tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya pembangunan hutan rakyat bagi keadaan ekonomi keluarga, ekologi, dan sosial. Data tentang rata-rata luas lahan dan potensi pohon dari masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

(30)

Tabel 10 Persentase bentuk penjualan kayu oleh petani hutan rakyat

No Desa Bentuk Penjualan Kayu (%)

Pohon Berdiri Kayu Bulat

1 Margajaya 100 0

2 Sidamulih 100 0

Bentuk penjualan kayu yang dilakukan oleh responden petani hutan rakyat dari kedua desa adalah dalam bentuk pohon berdiri (100%) . Responden petani hutan rakyat menilai bahwa sistem penjualan dalam bentuk pohon berdiri lebih menguntungkan dibandingkan dengan bentuk kayu bulat. Penjualan dalam bentuk kayu bulat mengharuskan petani hutan rakyat melakukan pemanenan sendiri mulai dari menebang sampai menyarad ke pinggir jalan untuk dijual. Hal ini tidak dilakukan karena biaya pemanenan yang cukup mahal dan petani mendapatkan resiko kerugian akibat adanya kayu gerowong yang tidak bisa dijual. Bila dibandingkan dengan pohon berdiri, petani hutan rakyat tidak perlu melakukan pemanenan sendiri karena pemanenan dilakukan sepenuhnya oleh pihak pembeli. Data tentang penjualan kayu rakyat oleh petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian termasuk mudah, petani cukup mendatangi pedagang pengumpul dan melakukan transaksinya di lahan milik petani. Harga yang ditentukan yaitu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam sistem penjualannya kayu rakyat biasanya dijual oleh petani dengan beberapa sistem penjualan, yaitu menghitung per pohon, kubikasi, atau borongan. Sistem penjualan kayu rakyat oleh petani dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sistem penjualan kayu rakyat

No Desa Sistem Penjualan (%)

Per pohon Kubikasi Borongan

1 Margajaya 0 3 97

2 Sidamulih 0 23 76

(31)

kesepakatan antara petani dan pembeli. Pada awalnya petani yang akan menjual kayu menawarkan harga kepada pembeli, setelah itu pembeli menaksir banyaknya pohon yang akan di jual dalam luasan tertentu dan menaksir volume setiap pohonnya. Hasil volume akan dikalikan harga per kubik kayu yang dijualnya. Sehingga diperoleh harga yang sesuai untuk membeli kayu dan terjadi tawar menawar antara petani dan pembeli.

Menurut petani sistem ini memiliki keuntungan yaitu kayu yang dijualnya dapat diambil semua dan petani tidak mengalami kerugian jika terdapat pohon yang gerowong. Kerugian ini ditanggung oleh pedagang pengumpul sebagai pihak pembeli. Namun sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul ditentukan dengan cara menaksir volume pohon saja. Menaksir dalam hal ini adalah memperkiraan volume pohon yang akan dijual. Sehingga perhitungan volume kurang akurat yang dapat mengakibatkan petani mengalami kerugian.

Namun ada juga sebagian kecil petani yang menjual kayunya dengan sistem kubikasi sebesar 3% sampai 23%. Sistem ini biasanya dipakai jika petani sudah mengerti perhitungan volume pohon. Dalam penjualannya, pohon yang akan dijualnya dihitung diameter dan tinggi taksirannya kemudian pembeli menentukan volume pohon tersebut dengan melihat tabel tarif volume kayu. Sistem penjualan kubikasi merupakan sistem yang paling baik karena harga beli yang diberikan pedagang pengumpul sesuai dengan volume yang akan dijual oleh petani. Keuntungan sistem ini petani akan mendapatkan harga jual yang sesuai dengan volume jualnya dan petani tidak tertipu oleh harga beli pedagang pengumpul. Namun sistem ini jarang sekali digunakan petani karena keterbatasan informasi cara menghitung volume pohon.

5.2.2 Pedagang Pengumpul

(32)

waktu yang dimiliki responden ini digunakan sebaik-baiknya untuk mencari kayu yang akan dijual. Disamping itu selain menjadi pedagang pengumpul, responden ini juga sering melakukan aktivitas bertani di sawah bersama keluarga dan kerabat dekatnya.

Karakteristik responden pedagang pengumpul pada masing-masing desa dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Persentase terbesar pada karakteristik responden pedagang pengumpul berdasarkan umur yaitu 66,67% pada responden yang berusia 40-49 tahun. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikannya, responden pedagang pengumpul masih memiliki tingkat pendidikan rendah sebesar 66,67% yaitu tingkat pendidikan SD. Pada umumnya mata pencaharian responden pedagang pengumpul yaitu petani. Profesi sebagai pedagang pengumpul biasanya dilakukan pada saat ada penjualan kayu, apabila tidak ada responden ini melakukan kegiatan bertani.

[image:32.595.103.510.472.663.2]

Pengelompokkan responden pedagang pengumpul pada masing-masing desa penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik pedagang pengumpul hutan rakyat di tingkat desa berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Umur 20-49 13 86,67

>50 2 13,33

Pendidikan SD 10 66,67

SLTP 5 33,33

SLTA 0 0

Mata Pencaharian utama Petani 10 66,67

Wiraswasta 2 13,33

Pengusaha kayu 3 20

Mata Pencaharian Sampingan Pedagang makanan 3 20

Pengusaha kayu 8 53,33

Petani 4 26,67

(33)

transaksi jual beli antara petani dengan pedagang pengumpul yaitu tunai. Petani biasanya menjual hasil kayu rakyat pada pedagang pengumpul yang berada pada satu desa ataupun kecamatan. Pedagang pengumpul pada umumnya merupakan keluarga petani yang memiliki modal lebih dari Rp 10 juta, sehingga mampu membeli kayu milik petani pada saat dibutuhkan. Ada pun modal yang dimiliki oleh pedagang pengumpul berasal dari hasil pinjaman industri penggergajian. Dengan modal pinjaman yang diberikan, mengharuskan pedagang pengumpul menjual kayunya ke industri tersebut.

Kayu yang dipasarkan pedagang pengumpul ke industri penggergajian yaitu berbentuk kayu bulat (log). Hal ini disebabkan karena pedagang pengumpul tidak memiliki alat untuk penggergajian kayu, sehingga kayu yang dibeli kemudian dijual lagi ke industri penggergajian. Lokasi industri penggergajian dengan pedagang pengumpul berada pada satu kecamatan. Dalam usaha pembelian kayu, pedagang pengumpul tidak memiliki target yang tetap setiap bulannya karena daya beli pedagang sangat bergantung pada ketersediaan modal. Pembelian kayu yang dilakukan pedagang pengumpul per bulannya sekitar 4-20 kali pembelian dan kapasitas pembelian kayu sebanyak 5-70 m³. Data mengenai kapasitas pembelian kayu rakyat oleh pedagang pengumpul dapat dilihat pada Lampiran 3.

(34)

Gambar 5 Log di TPK pedagang pengumpul.

Pedagang pengumpul memiliki tenaga kerja yang membantu dalam kegiatan pemanenannya. Pada umumnya memiliki tenaga kerja sebanyak 5-15 orang dengan upah yang diberikan per hari berkisar anatara Rp 25.000 sampai Rp 35.000. Upah yang diberikan jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan yang dikerjakannya. Upah operator chainsaw biasanya lebih besar daripada upah kuli panggul dalam pengangkutannya.

5.2.3 Industri Penggergajian

Industri penggergajian yang ditemukan pada saat penelitian yaitu berada di Desa Sidamulih, Desa Bangunsari, dan Desa Neglasari sebanyak 10 responden. Produk yang dibuat dari industri penggergajian ini yaitu berupa produk olahan seperti papan dan kusen. Jenis dan ukuran produk yang dihasilkan industri penggergajian dapat dilihat pada Lampiran 4. Bahan baku yang dibuat untuk produk olahan yaitu jenis sengon. Gambar 6 merupakan gambar produk olahan kayu gergajian yang dihasilkan oleh industri penggergajian. Produk ini kemudian akan dijual ke industri yang lebih besar di luar kota.

(35)
[image:35.595.108.520.182.829.2]

Kegiatan produksi pada industri penggergajian sangat bergantung pada ketersediaan modal yang dimiliki. Modal yang dimiliki rata-rata setiap industri penggergajian adalah lebih dari Rp 100 juta. Kapasitas industri penggergajian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kapasitas industri penggergajian produk olahan

No Responden Nama Industri Lokasi Kapasitas Produksi

(m³/bulan)

1 PK. Dua Sekawan Sidamulih 180

2 PK. Sinar Laksana Sidamulih 100

3 PK.Karunia Sidamulih 40

4 PK. Sono Jati Sidamulih 100

5 UD. Citra Mandiri Bangunsari 288

6 PK. Karya Jati Bangunsari 83

7 Timan Bangunsari 40

8 PK. Barokah Jaya Mandiri Bangunsari 80

9 PK. Mandala Neglasari 200

10 Rudi Karya Neglasari 125

Jumlah 1236

Rata-rata 123,6

Tabel 13 menunjukkan bahwa hampir setiap industri penggergajian memiliki nama perusahanya. Hal tersebut membuktikan bahwa industri tersebut legal dan memiliki surat izin yang sah. Rata-rata kapasitas produksi olahan per bulannya sebesar 123,6 m³. Industri ini umumnya menjual produk kayu berupa olahan ke industri besar yang berada di luar kota yaitu diantaranya Surabaya, Bekasi, Tasik, Tanggerang, Banjar, Karawang, Bogor, Depok, Jepara, Cirebon, dan Tegal. Data tujuan pemasaran oleh industri penggergajian dapat dilihat pada Lampiran 5.

[image:35.595.108.528.189.405.2]
(36)

Gambar 7 Alat penggergajian kayu.

Ukuran produk olahan yang dibuat berbeda-beda sesuai permintaan industri besar. Ukuran untuk pembuatan produk olahan seperti papan tebal (2,7; 3,7; 5,2) cm, panjang dengan ukuran lebih dari 1 m, dan lebar (8,10,12) cm berlaku kelipatan 2. Produk olahan yang dijual memiliki kualitas seperti super (kualitas A) dan all grade (kualitas B). Kualitas A produk yang bebas dari mata hati dan busuk, maksimal mata hati berjumlah 2. Sedangkan kualitas B boleh terdapat mata hati hanya tidak boleh busuk.

[image:36.595.111.508.574.759.2]

Harga jual setiap industri berbeda-beda sesuai dengan pertimbangan biaya yang mereka keluarkan. Produk olahan memiliki harga jual yang berbeda-beda sesuai kualitas produknya. Produk olahan jenis kualitas A dijual dengan harga rata-rata sekitar Rp 1,2 juta/m³ sedangkan jenis olahan kualitas B sekitar Rp 1 juta/m³. Harga jual rata-rata produk olahan dari industri penggergajian ke industri besar di luar kota yaitu sebesar Rp 1.200.000/m³. Perhitungan harga jual rata-rata untuk produk olahan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Perhitungan harga jual rata-rata produk olahan

No Responden Nama Industri Harga Kayu gergajian (Rp/m³)

1 PK. Dua Sekawan 1.200.000

2 PK. Sinar Laksana 1.250.000

3 PK.Karunia 1.200.000

4 PK. Sono Jati 1.250.000

5 UD. Citra Mandiri 1.200.000

6 PK. Karya Jati 1.200.000

7 Timan 1.200.000

8 PK. Barokah Jaya Mandiri 1.200.000

9 PK. Mandala 1.100.000

10 Rudi Karya 1.200.000

(37)

Pada umumnya industri ini memperoleh bahan bakunya dari pedagang pengumpul. Bahan baku tersebut akan langsung dikirimkan ke TPK milik industri. Sehingga industri penggergajian tidak disulitkan dalam hal pemenuhan bahan bakunya.

Gambar 8 Log di TPK industri penggergajian.

5.3 Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat

Sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Sidamulih dan Desa Margajaya Kecamatan Pamarican hampir sama. Pengelolaan masih dilakukan secara tradisional dan menggunakan alat yang masih manual. Petani hutan rakyat memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami jenis-jenis kayu rakyat yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pola tanam yang dilakukan dalam penanaman adalah pola tanam hutan rakyat campuran (heterogen). Dalam satu luasan lahan terdapat beberapa jenis kayu rakyat yang ditanam. Jenis-jenis tersebut, antara lain: sengon, jati, mahoni, dan kayu rimba. Petani juga menanam tanaman buah-buahan dan palawija seperti kelapa, durian, kapol, kopi, coklat dan pisang dibawah tegakan. Pengelolaan ini sangat menguntungkan bagi petani karena dapat memanfaatkan hasil yang dipanen dalam jangka waktu yang pendek dan panjang.

(38)

Gambar 9 Hutan rakyat pola agroforestri.

Dalam pengelolaannya petani menyadari bahwa dengan adanya penanaman hutan rakyat akan memperbaiki fisik tanah, mencegah erosi, dan sebagai penghijauan. Petani pun telah melaksanakan sistem pengelolaan yang lestari dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Penanaman yang dilakukan oleh petani pada saat cuaca memungkinkan. Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dengan cara membersihkan lahan dari gulma dan pemberian pupuk kandang agar tanah menjadi subur. Setelah tanah siap digunakan petani membuat jalur tanam dan ditandai dengan menggunakan ajir dan lubang tanam seluas 30 cm x 30 cm x 30 cm. Petani dapat melakukan penyemaian sendiri disekitar lahan miliknya. Disamping itu juga petani dapat membeli bibit dari pedagang keliling yang datang ke desa. Jarak tanam yang digunakan di Desa Sidamulih rata-rata lebih rapat 3 m x 2 m dibandingkan dengan Desa Margajaya rata-rata 3 m x 6 m.

(39)

Tanaman yang ditanam di bawah tegakan pohon dapat ditanam pada saat pohon kayu rakyat masih kecil. Pada umumnya tanaman buah-buahan ataupun palawija di tanam di sela-sela jarak tanam pohon kayu rakyat. Tanaman buah-buahan dan palawija hanya di pupuk sesekali jika tanaman tersebut kurang baik. Tanaman sela yang digunakan petani pada umumnya yaitu kapol, karena kapol memiliki harga jual yang cukup tinggi.

Kegiatan Pemanenan hasil kayu rakyat dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani. Pohon sengon dapat di panen setelah berumur lebih dari 5 tahun, sedangkan untuk jati dan mahoni dapat dipanen setelah umur lebih dari 15 tahun. Pada umumnya kegiatan pemanenan dilakukan sepenuhnya oleh pembeli kayu rakyat, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk kegiatan pemanenan. Berbeda dengan tanaman yang berada dibawah tegakan dapat dipanen oleh petani sendiri berdasarkan musiman.

5.4 Analisis Struktur Pasar

Menurut Hasibuan (1993) terdapat kriteria dalam menentukan struktur pasar, yaitu jumlah perusahaan, kondisi masuk, dan tipe produk yang diperdagangkan.

5.4.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani

Analisis struktur pemasaran perlu dilihat dari berbagai sudut pandang pelaku pasar. Pada kondisi pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian, jika dilihat dari sudut pandang produsen kayu (petani) adalah struktur pasar oligopoli murni dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul sebagai pihak pembeli kayu dari petani hutan rakyat. Hal tersebut karena dapat dilihat dari jumlah petani yang sedikit, karena pada saat petani menjual kayu tidak dalam waktu yang sama serta sifat produk yang diperjualkannya homogen.

5.4.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul

(40)

pengumpul lebih sedikit dan komoditas yang diperdagangkannya homogen. Kondisi ini berarti industri penggergajian sangat bergantung pada pedagang pengumpul dalam pemenuhan bahan baku.

5.4.3 Struktur Pasar di Tingkat Industri Penggergajian

Struktur pasar di tingkat industri penggergajian dilihat dari sudut pandang penjual adalah struktur pasar oligopsoni murni, karena jumlah industri penggergajian lebih sedikit dan produk yang dibuatnya homogen. Penentuan harga jual produk berdasarkan kesepakatan antara industri penggergajian dengan industry besar di kota. Adanya industri penggergajian yang baru akan menjadi pesaing bagi industri lama. Struktur pasar setiap pelaku pemasaran dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Struktur pasar kayu rakyat di Kecamatan Pamarican

Pelaku Pasar Sifat Produk Jumlah Produsen Struktur Pasar

Petani Homogen Sedikit Oligopoli Murni

Pedagang Pengumpul Homogen Sedikit Oligopsoni Murni

Industri Penggergajian Homogen Sedikit Oligopsoni Murni

Analisis struktur pasar juga dapat dianalisis dengan menggunakan derajat konsentrasi pasar pendekatan indeks herfindahl (H). Indeks ini akan mengukur tingkat konsentrasi pasar yang terjadi dengan memperhitungkan penjumlahan hasil kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Nilai H yang diperoleh sebesar 0,188 (mendekati nol) yang berarti jika H < 0,5 maka pasar cenderung kompetitif (Lampiran 3). Kondisi pasar seperti ini akan menguntungkan bagi petani hutan rakyat karena setiap petani mempunyai kebebasan keluar masuk pasar. Sedangkan bagi pedagang pengumpul pada kondisi seperti ini sulit melakukan monopoli harga sehingga posisi tawar petani akan lebih tinggi.

(41)

pandang pembeli (pedagang pengumpul) terhadap petani. Jumlah petani sedikit karena pada saat petani menjual kayunya tidak dalam waktu yang sama serta sifat produk yang diperdagangkannya homogen.

Struktur pasar pada tingkat pedagang pengumpul di Kabupaten Sukabumi juga berbeda dengan Kecamatan Pamarican oligopsoni terdiferensiasi. Struktur pasar dipandang sama dari sudut pandang penjual, namun yang membedakan adalah sifat produk yang diperdagangkannya terdiferensiasi. Struktur pasar pada tingkat industri penggergajian adalah pasar persaingan monopolistik, berbeda dengan struktur pasar di Kecamatan Pamarican oligopsoni murni. Hal tersebut karena di Kabupaten Sukabumi memiliki jumlah penjual (industri penggergajian) yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah konsumennya serta sifat produk yang diperdagangkan terdiferensiasi. Sedangkan di Kecamatan Pamarican sifat produk yang diperdagangkannya homogen.

5.5 Analisis Saluran Pemasaran Kayu Rakyat

Terdapat beberapa pelaku pemasaran pada pendistribusian kayu rakyat dalam saluran pemasaran diantaranya petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Petani menjual kayu rakyat kepada pedagang pengumpul dan industri penggergajian. Pedagang pengumpul menjual kepada industri penggergajian. Industri penggergajian menjual kepada industri besar di luar kota yang kemudian dijual ke konsumen akhir. Saluran pemasarannya dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.

Gambar 10 Diagram saluran pemasaran kayu rakyat.

Konsumen Akhir Petani

Industri Besar Pedagang

Pengumpul

(42)

Gambar 10 menjelaskan 2 saluran pemasaran yang terbentuk, sebagai berikut: 1. Saluran 1 : Petani → Pedagang Pengumpul → Industri Penggergajian →

Industri Besar → Konsumen Akhir

2. Saluran 2 : Petani → Industri Penggergajian → Industri Besar → Konsumen Akhir

Saluran pemasaran yang terjadi bukan dipilih berdasarkan keuntungan yang akan diperoleh, tetapi lebih dikarenakan oleh kondisi pada saat petani menjual kayunya. Seperti pada saluran pemasaran dalam Gambar 10 terlihat bahwa petani dapat menjual kayu rakyat kepada kedua pelaku pemasaran yaitu kepada pedagang pengumpul dan industri penggergajian. Hal tersebut karena petani akan memilih pihak pembeli yang mau membeli kayunya dengan segera dengan sejumlah uang yang dia butuhkan pada saat itu. Adapun karena kedekatan antara petani dengan pihak pembeli. Dalam hal ini keputusan petani untuk memilih kepada siapa kayunya akan dijual tidak didasarkan pada seberapa besar keuntungan yang diperoleh, namun lebih didasarkan pada siapa yang bisa dengan segera membeli kayunya dengan jumlah uang yang dia butuhkan saat itu.

Pedagang pengumpul akan menjual kayunya langsung kepada industri penggergajian. Hal tersebut karena sebagian pedagang pengumpul diberi pinjaman modal dari pihak industri penggergajian yang akan menerima pembelian kayunya. Pada umumnya mereka memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Industri penggergajian akan menjual hasil produknya ke industri besar yang berada di luar kota.

5.6 Analisis Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat

Analisis pendapatan pada pelaku pemasaran dapat dilakukan diantaranya petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Pada penelitian ini analisis dilakukan untuk mengetahui pendapatan pada setiap pelaku pemasaran kayu rakyat.

5.6.1 Analisis Pendapatan Petani Hutan Rakyat

(43)

umumnya jenis sengon yang telah masak tebang. Harga beli kayu sengon rata-rata Rp 600.000/m³ dari petani. Kayu yang dijual rata-rata memiliki diameter 20-29 cm yang masuk kedalam kualitas OD. Untuk saat ini kualitas OP dengan diameter 10-19 cm dianggap masih kecil oleh petani sehingga akan menghasilkan harga yang lebih murah. Sedangkan kualitas OGD dengan diameter > 30 cm up, jarang sekali petani menghasilkan kayu dengan diameter yang besar karena kebutuhan petani tidak dapat diduga.

[image:43.595.115.512.360.456.2]

Berdasarkan analisis data primer yang diperoleh dari responden petani hutan rakyat, diketahui bahwa pendapatan rata-rata petani yang diperoleh dari hasil hutan rakyat per tahunnya sebesar 31,5% dari total pendapatan petani. Tabel 16 dibawah ini merupakan tabel analisis pendapatan petani hutan rakyat di kedua desa.

Tabel 16 Pendapatan petani hutan rakyat pada masing-masing desa

Desa N Sumber Pendapatan (Rp/tahun) Total (Rp)

Sawah (%) Kayu Rakyat (%)

Margajaya 30 115.600.000 70 50.560.000 30 166.160.000

Sidamulih 30 115.800.000 67 56.310.000 33 172.110.000

Jumlah 60 231.400.000 106.870.000 338.270.000

Rata-rata 3.856.667 68,5 1.781.167 31,5 5.637.834

Tabel 16 menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata setiap petani dari kedua sumber pendapatan sebesar Rp 5.637.834/tahun. Pendapatan yang diperoleh dari hasil kayu rakyat pertahunnya sebesar Rp 1781.167 atau setara dengan 31,5%, sedangkan pendapatan dari hasil sawah sebesar Rp 3.856.666/tahun atau setara dengan 68,5%. Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi nilai ekonomi hutan rakyat relatif lebih kecil. Hal ini disebabkan karena masa panen sawah lebih cepat dua kali dalam satu tahun, sedangkan kayu rakyat dapat dipanen jika pohon sudah lebih dari lima tahun.

(44)

pun dapat membantu penghasilan keluarga, karena tanaman dibawah tegakan tidak akan tumbuh baik jika di lahan terbuka.

5.6.2 Analisis Pendapatan Pedagang Pengumpul

Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul dalam memperoleh kayu, antara lain: upah buruh, transportasi, dan ijin tebang. Upah untuk buruh sebesar Rp 22.500/m³, sedangkan biaya untuk membuat surat ijin tebang oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 4.000/m³. Surat ijin ini berbentuk lembaran SKAUK (Surat Keterangan Asal Usul Kayu) yang dibuat di desa setempat. Menurut peraturan daerah Kabupaten Ciamis No. 19 tahun 2004, SKAUK adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sebagai bukti kepemilikan kayu rakyat. Setiap orang atau badan usaha yang akan menebang pohon kayu rakyat untuk diperjualbelikan wajib membuat SKAUK sebagai bukti kepemilikan. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki rata-rata 10 orang. Rincian biaya pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Rincian biaya pedagang pengumpul

Kategori Biaya Jumlah (Rp/bulan) Persentase (%)

Upah 562.500 65

Transportasi 210.000 24

Ijin Tebang 100.000 11

Total 872.500 100

(45)

Tabel 18 Analisis pendapatan pedagang pengumpul kayu rakyat

Kategori Jumlah

Volume rata-rata pembelian (m³/bulan) 25

Harga (Rp/m³) Beli 600.000

Jual 700.000

Biaya (Rp) perbulan (Rp/bln) 872.500

Pendapatan perbulan (Rp/bln) 1.627.500

Per m³ (Rp/m³) 65.100

5.6.3 Analisis Pendapatan Industri Penggergajian

Biaya yang dikeluarkan industri penggergajian sangat besar, yaitu: fixed cost dan variable cost. Biaya fixed cost merupakan biaya tetap atau biaya yang tidak berubah-ubah jika dikeluarkan setiap bulannya walaupun jumlah barang yang dihasilkannya berubah. Pada umumnya industri penggergajian memiliki tempat sendiri sehingga tidak perlu menyewa tempat untuk dijadikan TPK. Sedangkan variable cost merupakan biaya yang dapat berubah-ubah tergantung dari jumlah barang yang dikeluarkannya. Biaya tersebut diantaranya biaya dokumen dan transportasi. Jenis yang diperjualbelikannya adalah jenis produk olahan berupa kayu gergajian. Rincian dan persentase biaya industri penggergajian produk olahan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Rincian dan persentase biaya industri penggergajian produk olahan kayu gergajian

Fixed Cost Jumlah (Rp/bln) % Variable Cost Jumlah (Rp/bln) %

Upah buruh 2.781.000 9,28 Dokumen 4.944.000 16,49

0 Transportasi 22.248.00

Gambar

Gambar 2  Kerangka pemikiran penelitian.
Tabel 3  Jumlah penduduk menurut umur di Kecamatan Pamarican tahun 2010
Tabel 4  Jumlah penduduk menurut tingkatan pendidikan kecamatan pamarican tahun 2010
Tabel 7  Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan tingkat pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Law Number 22 Year 1999 regarding Regional Government. Law Number 15 of 2011 concerning the Implementation of General Election. Law Number 32 Year 2004 regarding Regional

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SQ3R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA SISWA KELAS IV SD. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Nha Trang menjadi kota yang paling populer dengan memiliki resor tepi pantai yang terletak di sepanjang teluk kedua dan merupakan yang paling indah di negara Vietnam.. Fitur

Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat Secara Keputusan: Analisis Pengumuman Dividen Meningkat (Studi Empiris pada Bursa Efek Jakarta Selama Krisis

Model Hipotetik Peningkatan Implementasi Knowledge Management pada Perguruan Tinggi……… 239 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI………...

manusia yang baik dalam pengembangan teknologi sehingga generasi berikutnya dapat berkontribusi dalam kemajuan teknologi tersebut, bukan sekadar sebagai penikmat

Unjuk kerja dari ATS &amp; AMF Berbasis PLC Omron Sysmac Cpm2a sebagai alat back up daya apabila ada PLN padam adalah dengan relai-relai detektor yang dipasang disetiap phase

Bagi saudara-saudari yang ingin menjadi anggota jemaat GPIB ‘GIBEON ’, dimohon dapat menghubungi Majelis Jemaat yang bertugas saat ini, seusai jam ibadah, atau pada