• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ketumbar (Coriandrum sativum L) terhadap Organ Dalam Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ketumbar (Coriandrum sativum L) terhadap Organ Dalam Ayam Broiler"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

Sherly Andika Sari. D24080187. 2012. Pengaruh Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L) terhadap Organ Dalam Ayam Broiler. Skripsi. Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Rita Mutia, M.Agr.

Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati, MS.

Ketumbar adalah jenis herbal yang aman dikonsumsi pada batas normal oleh ternak tanpa mengakibatkan efek samping dalam mengurangi tingkat stress. Dalam penelitian ini biji ketumbar dipakai untuk dipelajari pengaruhnya terhadap ayam broiler yang dipelihara secara intensif. Ketumbar mengandung minyak atsiri dengan salah satu zat aktifnya yaitu flavonoid yang bersifat antibakteri dan antioksidan yang mampu meningkatkan kerja sistem imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian biji ketumbar yang dicampur pada ransum terhadap organ dalam ayam broiler.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang (Kandang B), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Sebanyak 120 ekor ayam broiler umur satu hari (DOC) dibagi kedalam 4 perlakuan dan 3 ulangan (10 ekor/kandang). Pakan perlakuan terdiri atas P0 (kontrol), P1 (pemberian 1% biji ketumbar), P2 (pemberian 2% biji ketumbar) dan P3 (pemberian 3% biji ketumbar). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (analysis of variance, ANOVA). Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati akan dilakukan uji lanjut Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan biji ketumbar tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol pada gizzard, duodenum, illeum, pankreas, seka, hati, jantung dan limpa. Pemberian perlakuan biji ketumbar berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol bursa fabrisius. Bobot Bursa fabrisius berkisar antara 0,16-0,24%. Perlakuan ketumbar untuk peubah bobot timus sangat berbeda nyata (P<0,01) yang berkisar antara 0,20-0,40 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian biji ketumbar sampai level 3% tidak berpengaruh terhadap gizzard, duodenum, jejenum, illeum, pankreas, seka, hati, jantung dan limpa ayam broiler umur 5 minggu. Pemberian biji ketumbar sampai level 2% meningkatkan bobot bursa fabrisius dan pemberian biji ketumbar sampai level 3% meningkatkan bobot timus

(2)

ABSTRACT

Effects of coriander seeds (Coriandrum sativum L) on the Internal Organs of Broilers.

S A. Sari, R. Mutia, and L. Herawati

Herb is plant used as a medicine, seasoning, or flavoring. When consumed by livestock in a normal dosage, it can reduce stress without any negative effects. In this study, coriander, a type of herb, was given to the broilers which were reared intensively. Coriander contains flavonoid, which is antibacterial in nature, and it also has an antioxidant that can enhance the work of immune system. The objective of this experiment was to study the effect of coriander seed in the diet on the internal organs of broilers. The research was conducted in the Laboratory of Poultry Production (Cage B), Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. This study used by a completely randomized design (CRD). The study involved 120 DOC with 4 dietary treatments and 3 replication (10 broilers / cage). The dietary treatments consisted of P0 (control, without corianders seeds), P1 (1% coriander seeds), P2 (2% coriander seeds) and P3 (3% coriander seeds). The data obtained were analyzed using analysis of variance, ANOVA. The treatment that indicated a significant effect on the observed variables would be further tested by using Duncan. The research results show that the treatment of giving coriander seeds were not significant different (P> 0.05) compared to the control on gizzard, duodenum, jejenum, illeum, pancreas, seka, liver, heart and spleen. The coriander seeds treatment was significantly different (P <0.05) compared to the control on the bursa fabrisius and highly significantly different (P <0.01) on thymus weight. Coriander seeds treatment up to the level of 3% had no effects on the gizzard, duodenum, jejenum, illeum, pancreas, seka, liver, heart, kidneys, and spleen of broilers aged 5 weeks. The coriander seeds treatment up to the level of 2% increased the weight of bursa fabrisius and coriander seeds treatment up to the level of 3% increased the weight thymus.

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Imbuhan pakan atau feed additives adalah suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adam, 2000). Imbuhan pakan yang sudah umum digunakan dalam industri perunggasan salah satunya adalah antibiotika. Mekanisme kerja antibiotika pada prinsipnya adalah untuk mengurangi populasi bakteri di dalam saluran pencernaan sehingga meningkatkan ketersediaan zat gizi ransum dan penyerapannya dan akhirnya dapat memacu pertumbuhan ternak (Walton, 1977). Aktivitas organ tubuh merupakan pencerminan dari performa ternak. Untuk mencapai performa maksimal, peternak perlu mengetahui dan memahami organ-organ tubuh dan fungsinya sehingga dapat dilakukan rekayasa sehingga tercipta manajemen pemeliharaan yang efisien dan menghasilkan prduksi maksimal sesuai potensi genetik (Kartasudjana et al., 2008)

Ayam broiler merupakan salah satu jenis ayam yang banyak dibudidaya karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Daging ayam broiler juga merupakan sumber protein hewani yang murah, aman, mudah didapat dan diolah. Keunggulan-keunggulan ini menjadikan ayam broiler dapat diandalkan sebagai penyuplai sumber protein hewani yang utama. Daging ayam broiler yang aman dalam hal ini adalah bebas dari residu akibat penggunaan antibiotika yang berlebihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan alergi pada konsumen, gangguan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan serta resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika (Bogaard et al., 2000).

(4)

2 Tanaman herbal yang sudah banyak diteliti penggunaannya untuk ternak diantaranya adalah temulawak (Zainuddin et al., 2001), bawang putih (Chowdhury et al., 2002), kunyit (Kim et al., 2005). Dari berbagai macam tanaman herbal yang banyak digunakan, salah satunya yang sangat potensil untuk digunakan sebagai imbuhan pakan pengganti antibiotika pada unggas adalah ketumbar. Ketumbar (Coriandrum sativum L) merupakan salah satu jenis tanaman bumbu-bumbuan yang sejak lama digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat atau untuk meningkatkan cita rasa bahan pangan (Purseglove et al., 1981). Ketumbar (Coriandrum sativum L) memiliki reputasi yang bagus sebagai komponen obat, minyak atsiri pada ketumbar memiliki antioksidan (Wangensteen et al., 2004) dan efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003). Namun, belum banyak laporan yang tersedia tentang dampak biji ketumbar pada ternak unggas.

Tujuan Penelitian

(5)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ketumbar

Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut Tengah dan Pegunungan Kaukasus di Timur Tengah. Di Indonesia, tanaman ketumbar belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas, penanaman hanya terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari dan jarang secara monokultur. Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut Tengah dan Pegunungan Kaukasus di Timur Tengah.

Tanaman ketumbar di Indonesia dikenal dengan sebutan katuncar (Sunda), ketumbar (Jawa dan Gayo), katumbare (Makassar dan Bugis), katombar (Madura), ketumba (Aceh), hatumbar (Medan), katumba (Padang), dan katumba (Nusa Tenggara) (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004). Tanaman ketumbar berupa semak

semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya tunggang bulat, bercabang, dan berwarna putih. Batangnya berkayu lunak, beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya berukuran sekitar 5-10 cm. Daunnya majemuk, menyirip, berselundang dengan tepi hijau keputihan. Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau, dan setelah tua berwarna kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning kecokelatan (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004; Astawan, 2009).

(6)

4 Perkembangan Pertumbuhan Ketumbar di Indonesia

Ketumbar merupakan tanaman asli dari daratan Eropa Timur, kemudian menyebar ke India, Marocco, Pakistan, Rumania dan Rusia (Purseglove et al., 1981). Rusia merupakan produsen terbesar rempah-rempah, sedang untuk ketumbar, India merupakan produsen terbesar dengan daerah-daerah penyebarannya meliputi Madras, Madya Pradesh, Bombay, Mysore dan Bihar. Negara-negara produsen ketumbar lainnya adalah Iran, Turki, Mesir, Libanon dan Israel. Ketumbar dapat tumbuh pada kisaran iklim yang lebar, tetapi dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah medium sampai berat pada lokasi yang subur, berdrainase baik dan kondisi lembab (Purseglove et al., 1981).

Produksi pohon ketumbar di Indonesia baru sebatas diambil daunnya yang masih muda untuk lalab, sayuran dan konsumsi swalayan. Produksi dalam bentuk biji masih rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bumbu dapur, penyedap rasa dan untuk industri penyamak kulit setiap tahunnya harus mengimpor dari India, Rusia, Eropa Timur dan negara produsen lainnya dalam volume yang cukup besar antara 6.222.832 kg tahun 2004 (Badan Pusat Statistik, 2005). Besarnya impor ketumbar berfluktuasi, tetapi kecenderungannya selalu meningkat rata-rata sekitar 11,71% per tahun dari tahun 1991–2005 (Tabel 1).

(7)

5 Tabel 1. Volume dan Nilai Impor Ketumbar serta Pertumbuhannya

Tahun Volume (kg) Pertumbuhan(%) Nilai (US $) Pertumbuhan(%)

1991 5.450.626 - 2.268.832 -

1992 9.489.567 74,1 4.918.327 116,77

1993 10.377.594 9,35 4.123.283 -16,16

1994 6.480.936 -3,75 2.571.685 -37,63

1995 6.405.832 -1,15 2.286.131 -11,1

1996 7.958.029 24,23 3.795.046 66,04

1997 9.046.600 13,67 4.369.046 15,09

1998 7.703.923 -14,84 2.895.809 -83,7

1999 11.531.408 49,68 3.064.437 5,87

2000 8.947.338 -22,4 2.510.503 -22,06

2001 9.244.317 3,32 2.865.280 14,13

2002 9.695.702 4,88 3.551.953 23,96

2003 6.613.014 -31,79 2.741.475 -22,81

2004 15.165.938 129,33 5.525.710 112,65

2005 6.222.832 -58,96 2.062.503 -62,67

8.728.910,40 11,71 3.303.334,60 6,55

Sumber : Badan Pusat Statistik (2005)

Kandungan Gizi dan Khasiat Ketumbar

Biji ketumbar (Coriandrum sativum L) juga merupakan salah satu jenis tanaman bumbu-bumbuan yang sejak lama digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat atau untuk meningkatkan cita rasa bahan pangan (Purseglove et al., 1981). Zat yang terkandung pada minyak atsiri selain fenol adalah flavonoid. Flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan (Wangensteen et al., 2004), mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat dihasilkan dan sistem limfa lebih cepat diaktifkan (Angka, 2004). Beberapa

tipe senyawa flavonoid yang terdapat di dalam biji ketumbar adalah kuersetin, asam ferulat, rutin, koumarat, asam proto katekuat dan asam vanilat. Tipe-tipe tersebut merupakan derivat dari asam sinamat dan flavonol.

(8)

6 pertumbuhan tulang. Fosfor juga berperan dalam menjaga keseimbangan asam dan basa tubuh. Magnesium merupakan mineral yang berperan dalam metabolisme kalsium dan potasium, serta membantu kerja enzim dalam metabolisme energi. Potasium membantu keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh. Besi merupakan mineral yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah, hemoglobin, dan mioglobin otot (Fauci et al., 2008; Astawan, 2009).

Vitamin yang banyak terkandung dalam biji ketumbar adalah vitamin C dan B. Vitamin C berberan sebagai antioksidan. Antioksidan berperan dalam mencegah dan mengurangi bahaya yang ditimbulkan radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu senyawa yang dapat mengganggu metabolisme tubuh yang berbahaya bagi kesehatan (Wangensteen et al., 2004). Niasin adalah salah satu jenis vitamin B yang berperan penting dalam proses metabolisme tubuh, terutama metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bentuk energi yang dapat digunakan oleh tubuh. Kandungan vitamin dan mineral yang dimiliki biji ketumbar ini sangat berkhasiat sebagai stimulan atau membantu meningkatkan kesegaran tubuh (Astawan, 2009).

Ketumbar berfungsi sebagai antioksidan (Wangensteen et al., 2004), antidiabetes (Gallagher et al., 2003) dan efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003). Aktivititas biologis di dalamnya dapat merangsang enzim pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al, 2004). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Minyak atsiri adalah cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri memiliki daya antibakteri disebabkan adanya senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel bakteri (Wangensteen et al., 2004). Daya antibakteri minyak atsiri lebih efektif karena memiliki zona hambat lebih besar dan bersifat bakterisidal.

(9)

7 cendana, minyak pala, minyak daun cengkeh, minyak kayu putih (Rusli, 2002). Salah satu minyak atsiri yang dapat dikembangkan adalah minyak ketumbar.

Ketumbar (Coriandum sativum) dapat digunakan untuk sayuran, bahan penyedap dan obat-obatan, mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi (Wahab dan Hasanah, 1996). Ketumbar juga berdampak positif terhadap kesehatan karena hampir seluruh bagian tanaman dapat digunakan sebagai obat, daun yang muda untuk lalaban, analgesik dan obat sakit mata dan bunganya bersifat karminatif (Hargono, 1989). Ampas sisa dari penyulingan ketumbar setelah dikeringkan dapat digunakan untuk makanan ternak karena masih mengandung 11-17% protein dan 11-21% lemak (Ketaren, 1985).

Beberapa dari hasil penelitian, seperti di Eropa Tengah dengan cara penyulingan uap menghasilkan minyak atsiri ketumbar sebesar 0,5%. Rendemen minyak ketumbar selain dipengaruhi lama penyulingan, faktor yang lainnya adalah penanganan bahan sebelum penyulingan yaitu penghalusan bahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan yang dihaluskan dapat meningkatkan rendemen minyak ketumbar. Meningkatnya rendemen minyak ketumbar dikarenakan air dan bahan lebih mudah kontak sehingga memudahkan minyak keluar dari bahan, penetrasi air atau uap ke dalam jaringan bahan akan lebih mudah akibatnya minyak akan lebih mudah keluar dari dalam jaringan bahan.

Menurut Guenther (1949), buah ketumbar dari Hongaria diperoleh rendemen minyak 1,1%. Buah ketumbar dari Jerman dan Cekoslovakia masing-masing menghasilkan rendemen minyak 0,8 dan 1%. Buah ketumbar berasal dari Perancis rendemen minyaknya sekitar 0,4%, buah ketumbar berasal dari Italia 0,35%, buah ketumbar berasal dari Maroko rendemen minyaknya sekitar 0,3% sedangkan buah ketumbar dari Indonesia menghasilkan rendemen minyaknya antara 0,15-0,25% (Guenther, 1949). Berbagai kandungan rendemen minyak yang telah disebutkan diatas menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri dipengaruhi oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan ketinggian tempat.

Komposisi Minyak Ketumbar

Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen

kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri

(10)

8 komponen utama minyak ketumbar adalah linalool yang jumlah sekitar 60-70% dengan

komponen pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), geranil asetat (2-3%) kamfor

(2-4%) dan mengandung senyawa golongan hidrokarbon berjumlah sekitar β0% (α-pinen,

-pinen, dipenten, p-simen, α-terpinen dan -terpinen, terpinolen dan fellandren) (Lawrence

dan Reynolds, 1988; Guenther, 1990). Komposisi kimia minyak ketumbar dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Minyak Ketumbar

No Komponen Jumlah (%)

1 Hidrokarbon, terdiri dari: d-α-pinen

2 Hirdrokarbon beroksigen, terdiri dari: d-linalool

(11)

9 Sifat Fisika Kimia dan Mutu Minyak Ketumbar

Setiap minyak atsiri mempunyai sifat-sifat yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Sifat khas suatu minyak atsiri dibentuk oleh komposisi senyawa-senyawa kimia yang dikandungnya dan biasanya dinyatakan dalam sifat organoleptik dan sifat fisika kimia. Sifat organoleptik minyak atsiri dinyatakan dengan warna dan aroma, sedangkan sifat fisika kimia meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam dan kelarutan dalam etanol 70 %, bilangan asam, bilangan ester, serta komposisi senyawa kimia yang dikandungnya dapat dijadikan kriteria untuk menentukan tingkat mutu dari minyak. Sifat kimia menyatakan jumlah atau besaran kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut (Guenther, 1987). Nilai-nilai sifat fisika kimia minyak atsiri merupakan gambaran umum minyak atsiri. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai patokan dalam perdagangan, baik di dalam negeri (Standar Nasional Indonesia) maupun Internasional (Standar Internasional). Sifat fisika kimia minyak ketumbar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Minyak Ketumbar

Karakteristik Nilai

Berat jenis, pada 15o C

0,870-0,885, biasanya tidak lebih

dari 0,878

Putaran optic +800’ sampai +1γoO’

Indeks bias pada 20o C 1,463 - 1,471

Bilangan asam, maks 5,0

Bilangan ester 3,0 - 22,7

Kelarutan dalam alkohol 70%

pada suhu 20o C larut dalam 2-3 volume

Sumber : Guenther (1952) dalam Ketaren, 1985

(12)

10 Menurut Guenther (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen minyak ketumbar dipengaruhi oleh (1) suhu pengeringan, dikeringkan dengan alat pengering, sebaiknya tidak lebih dari 40o C, (2) tingkat kematangan buah ketumbar, buah ketumbar yang belum matang akan menghasilkan mutu dan rendemen minyak yang rendah. Ketumbar yang matang dan segera disuling menghasilkan rendemen minyak sekitar 0,83%. (3) tanah tempat tumbuh, tanaman ketumbar cocok ditanam pada tanah yang agak liat, (4) iklim, (5) ukuran bentuk buah ketumbar, buah ketumbar berukuran kecil menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi dibandingkan buah berukuran besar dan (6) teknik penyulingan, pada penyulingan uap, jumlah air yang kontak langsung dengan bahan yang disuling, diusahakan sedikit mungkin, tetapi air harus ada untuk membantu kelancaran proses difusi, (7) varietas ketumbar, varietas Coriandrum sativum var. Microcarpum D.C diameter buahnya berkisar antara 1,5-3 mm lebih kecil kandungan minyak atsirinya lebih tinggi daripada Coriandrum sativum var. Vulgare Alet diameter buahnya berkisar antara 3-6 mm (Hadipoentyanti dan Udarno, 2002).

Hasil penelitian Setyaningsih (1992), menunjukkan bahwa masak fisiologi tercapai pada saat buah ketumbar berwarna kuning sampai coklat (sekitar 4-6 bulan setelah tanam) dimulai dengan mengeringnya tangkai payung yang diikuti dengan mengerasnya pangkal perlekatan buah dengan tangkai payungnya serta buah-buah pada payung telah berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan.

(13)

11

Ayam Broiler

Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam pedaging tipe berat yang lebih muda dan berukuran lebih kecil. Ayam ini dapat tumbuh sangat cepat dan dapat dipanen pada umur empat minggu untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis. Bangsa ayam yang dipilih adalah yang berbulu putih dan seleksi diteruskan sehingga menghasilkan ayam broiler seperti sekarang (Amrullah, 2004).

Ayam broiler merupakan ayam-ayam jantan atau betina yang menghasilkan daging dan umumnya dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Kartasudjana, 2005).

Saluran Pencernaan Unggas

Sistem organ dan saluran pencernaan pada unggas terdiri dari mulut, kerongkongan, crop, proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum, ileum), seka, kolon dan kloaka serta organ vital lainnya seperti hati, jantung, limpa dan bursa fabricius. Setiap makanan yang masuk akan mengalami proses pencernaan (mekanik atau kimia). Organ yang berperan dalam pencernaan mekanik pada unggas adalah rempela (gizzard). Fungsi rempela untuk menggiling dan menghancurkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan biasanya dibantu oleh grit (Pond et al., 1995). Usus akan menerima makanan yang telah mengalami pencernaan mekanik di rempela. Usus halus yang berfungsi untuk mengabsorpsi nutrisi bahan pada ternak merupakan organ penting dalam pencernaan (Gillespie, 2004).

(14)

12 makanan (Frandson, 1992). Struktur villi usus halus dipengaruhi oleh jenis ransum yang berbeda (Gillespie, 2004).

Menurut Ressang (1984), fungsi usus halus dipengaruhi oleh fungsi lambung, gangguan fungsi hati dan pankreas, sakit, stress dan kesalahan susunan bahan makanan. Panjang usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor lainnya. Pada usus halus terjadi gerakan peristaltik yang berperan dalam mencampur digesta dengan cairan pankreas dan empedu. Enzim yang terdapat pada usus halus terdiri dari enzim protease (peptidase), maltase, laktase, sukrase yang berperan dalam pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah diserap oleh usus (Pilliang dan Djojosoebagio, 2000).

Amrullah (2003) menyatakan bahwa ukuran panjang, tebal dan bobot saluran pencernaan unggas bukan besaran yang statis. Perubahan dapat terjadi selama proses perkembangan karena dipengaruhi oleh jenis ransum yang diberikan. Ransum yang banyak mengandung serat akan menimbulkan perubahan ukuran saluran pencernaan sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang, dan lebih tebal. Perubahan ini juga diikuti dengan jumlah villi usus atau jonjot usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan, semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum, maka laju pencernaan dan penyerapan zat makanan akan semakin lambat. Anggorodi (1994), menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan serat kasar dalam suatu bahan makanan maka semakin rendah daya cerna bahan makanan tersebut.

Gizzard

(15)

13 Amrullah (2004) menyatakan bahwa dalam gizzard berlangsung mastikasi yaitu secara mekanis makanan dicerna dan dalam organ ini sering ditemukan bebatuan kecil (grit) yang ikut menghasilkan digesta. Grit dalam gizzard berfungsi untuk mengoptimalkan pencernaan makanan yang ada di dalam karena dapat meningkatkan motilitas makanan, aktivitas menggiling makanan dan meningkatkan kecernaan ransum. Putnam (1991) menyatakan bahwa presentase berat gizzard ayam broiler berkisar 1,6-2,3% dari berat hidup.

Usus Halus

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan illeum (Sturkie, 2000). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan makanan. Selaput lendir usus halus mempunyai jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Fungsi usus halus selain sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari makanan (Akoso, 1993).

Usus halus menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang berfungsi memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap tubuh (Moran, 1985). Rose (1997) menyatakan bahwa ukuran usus halus pada unggas pendek sedangkan pakan yang lewat akan cepat turun dari saluran pencernaan. Panjang usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor-faktor lainnya. Bagian yang membentuk U adalah duodenum dengan kelenjar pankreas di dalamnya. Kelenjar ini mensekresikan enzim-enzim pemecah polimer pati, lemak, dan protein yaitu amilase, lipase dan tripsin. Cairan pankreas dan empedu masuk kedalam usus halus sehingga masing-masing dicerna dan dapat diserap sebagian besar di jejenum (Amrullah 2004).

(16)

14 Pankreas

Pankreas adalah suatu glandula tubulo alveolar yang memiliki bagian endokrin maupun eksokrin. Bagian eksokrin dari pankreas menghasikan NaHCO3

serta enzim-enzim pencernaan yang melalui saluran pankreas ke duodenum dekat dengan muara saluran empedu (Frandson, 1992). Pankreas terletak di antara lekukan duodenum usus halus. Organ ini adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan sari cairan yang kemudian masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas dimana enzim-enzimnya membantu pencernaan, pati, lemak, dan protein. Sari cairan ini menetralisir kondisi asam lambung (Amrullah, 2004). Penelitian Mustaqim (2006) menghasilkan persentase berat pankreas ayam pedaging umur 5 minggu adalah 0,34%.

Seka

Seka adalah saluran pencernaan (sepasang kantong buntu) yang terletak pada sambungan usus halus dan usus besar (North dan Bell, 1990). Menurut McNab (1973) fungsi seka pada unggas adalah untuk penyerapan air, dekomposisi selulosa oleh mikroorganisme, penyerapan protein dan penyerapan non protein nitrogen serta produksi anti gen. Panjang dan bobot sekum akan meningkat dengan meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum. Pond et al. (1995), menyatakan bahwa sebagian serat dapat dicerna di dalam seka yang disebabkan adanya bakteri fermentasi, tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan dengan sebagian spesies mamalia. Amrullah (2004), menyatakan bahwa setiap sekum panjangnya mencapai 15 cm pada ayam dewasa yang kesehatannya normal. Menurut Syukron (2006) panjang seka (cm/100g) dengan strain Hubbard sebesar 2,54-3,20.

Hati

(17)

15 berkisar antara 1,7-2,8% dari bobot badan. Ukuran berat, konsistensi dan warna tergantung bangsa, umur dan status nutrisi individu ternak (Nickel et al., 1977). Hati mensekresikan sekitar satu liter empedu setiap hari, garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Kelainan pada hati ditunjukkan dengan adanya perubahan warna hati, pembesaran, pengecilan lobi dan tidak ditemukannya kantong empedu (Ressang, 1984),

Organ Dalam

Organ-organ tertentu berkaitan dengan pencernaan yang berfungsi membantu dalam pemrosesan pakan. Organ tersebut yaitu jantung, ginjal, limpa, bursa fabrisius dan timus.

Jantung

Jantung adalah organ otot yang memegang peranan penting di dalam peredaran darah. Jantung unggas memiliki empat ruangan yaitu dua bilik dan dua serambi. Unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil mempunyai laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar (North dan Bell, 1990). Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pemompa darah dalam sistem transportasi atau sirkulasi tubuh. Jantung dapat mengalami pembesaran karena adanya akumulasi racun pada otot jantung sehingga menyebabkan pembesaran jaringan otot jantung (Ressang, 1984). Persentase berat jantung berkisar antara 0,42-0,7% dari berat hidup (Putnam, 1991). Menurut Ressang (1984), ukuran jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar, dan aktivitas hewan. Frandson (1992) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung.

Limpa

(18)

16 antibodi. Limpa akan membentuk sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila ransum toksik, mengandung zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa ini mengakibatkan limpa semakin membesar atau semakin mengecil ukurannya karena limpa terserang penyakit atau benda asing tersebut.

Limpa juga dikenal sebagai organ limfoid yang berperan dalam pembentukan sel limfosit pada sistem kekebalan tubuh. Swenson (1984) menyatakan limfosit adalah satu jenis leukosit agranulosit yang merupakan leukosit terbanyak dalam darah unggas. Populasi limfosit dalam darah mencakup 3 tipe sel yaitu sel T, sel B dan sel null, yang tampak mirip satu sama lain pada mikroskop cahaya. Limfosit memiliki fungsi utama merespon antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersikulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan seluler). Apabila limfosit T mengalami ekspose terhadap antigen, limfosit T akan dirangsang untuk berganda dengan cepat dan menghasilkan lebih banyak lagi yang dapat bekerja langsung melawan antigen spesifik. Antigen yang menyebabkan timbulnya penyakit kronis cenderung merangsang kekebalan seluler melalui limfosit T (Tizzard, 1988). Menurut Putnam (1991) bobot limpa berkisar 0,18-0,23% dari berat hidup ayam broiler.

Timus

Secara anatomis, timus ayam terletak pada sisi kanan dan kiri saluran pernafasan (trakea). Warna pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Tiap lobus dihubungkan oleh jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berjalan dekat dengan vena jugularis. Ukuran timus sangat bervariasi, ukuran relatif yang paling besar pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas. Setelah dewasa timus mengalami atrofi dari parenkhima dan korteks diganti oleh jaringan lemak. Timus yang mengalami atrofi cepat merupakan reaksi terhadap stress, sehingga hewan yang mati sesudah menderita sakit yang lama mungkin mempunyai timus yang sangat kecil (Tizard, 1988).

(19)

17 oleh penghalang yang terdiri dari endotel, membran basal yang sangat tebal dan lapisan luar dari sel epitelial yang berkesinambungan. Penghalang ini efektif mencegah antigen yang beredar memasuki korteks timus. Tidak ada saluran limfe yang masuk ke dalam timus (Tizard, 1988).

Niu et al. (2009) menyatakan bahwa persentase bobot thymus ayam broiler umur 6 minggu rata-rata 0,30% dari bobot hidup. Ukuran timus dipengaruhi oleh aktivitas produksi limfosit. Rendahnya produksi limfosit akan mempertahankan ukuran timus, dan sebaliknya tingginya produksi limfosit akan memperbesar ukuran timus (O’rahilly, 1995).

Bursa Fabrisius

Bursa fabrisius merupakan organ limfoid yang hanya ditemukan pada unggas. Organ ini terletak pada daerah dorsal kloaka. Bursa fabrisius terdiri dari sel-sel limfoid yang tersusun atas kelompok-kelompok yang disebut folikel limfoid. Pada bagian dalam ditemukan lumen, lumen dibatasi oleh deretan epitel yang membungkus folikel limfoid. Setiap folikel limfoid terdiri dari korteks yang berisi sel-sel limfosit, sel plasma, dan makrofag, sedangkan bagian medula hanya terdiri dari sel-sel limfosit. Bursa fabrisius adalah organ limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan diferensial bagi sel dari sistem pembentukan antibodi. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa fabrisius lebih besar akan lebih tahan terhadap berbagai penyakit (Tizzard, 1988).

Beberapa organ yang berperan di dalam reaksi tanggap kebal antara lain bursa fabrisius, timus dan limpa. Bursa fabrisius merupakan organ limfoepitel yang berasal dari pertemuan ektodermal sebagai struktur berbentuk bulat seperti kantong. Bursa fabrisius mempunyai tugas untuk memproduksi dan mendewasakan sel limfosit B. Selanjutnya sel B dipindahkan ke dalam sirkulasi dan siap untuk menerima dan memberikan reaksi terhadap benda asing yang masuk kedalam tubuh (Tizzard, 1988).

(20)

18 fabrisius membentuk antibodi akibatnya akan menyebabkan deplesi dan folikel limfoid menjadi kecil sehingga persentase bobot bursa fabrisius menurun (Tizzard, 1988). Bursa fabricius akan mengalami regresi dan inovulasi secara lengkap pada saat ayam mencapai kematangan seksual yaitu pada umur 14-20 minggu. Unggas yang mempunyai berat relatif bursa fabricius besar cenderung relatif tahan terhadap berbagai penyakit. Niu et al., (2009) menyatakan bahwa persentase bobot bursa fabrisius ayam broiler umur 42 hari (6 minggu) rata-rata 0,17% dari bobot hidup.

Lingkungan dan Ternak

Definisi lingkungan menurut Ensminger et al.. (1991) ialah semua keadaan, kondisi, pengaruh sekitarnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas ternak. Suhu lingkungan panas merupakan salah satu kondisi yang menimbulkan cekaman yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah.

Thermonetral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman dengan suhu lingkungan yang sesuai untuk ternak. Peningkatan atau penurunan suhu lingkungan terhadap suhu nyaman akan mengakibatkan peningkatan produksi panas dalam upaya membuang kelebihan panas atau mempertahankan panas tubuh. Suhu kritis terendah yang dapat diterima oleh ternak disebut Lower Critical Temperature (LCT) dan suhu kritis teratas yang dapat diterima oleh ternak disebut Upper Critical Temperature (UCT).

Cekaman Panas

Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu disebabkan oleh adanya kekuatan lingkungan yang secara terus menerus terjadi pada hewan dan mengganggu proses homeostasis (Lesson dan Summers, 2005). Stress biasanya berhubungan dengan iklim yang ekstrim misalnya terlalu dingin atau terlalu panas dan akan berhubungan langsung dengan beberapa kelainan metabolisme dalam tubuh (Austic, 2000)

(21)

19 pertumbuhan optimum broiler yang memasuki umur 3 minggu adalah 25 C dan kelembaban 60% (Charoen Pokphand, 2005).

(22)

20 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat kandungan ketumbar dan ransum dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam umur satu hari (DOC). Ayam pedaging yang digunakan adalah strain CP 707. Ayam ini dibagi ke dalam empat perlakuan dan tiga kali pengulangan. Waktu pemeliharaan dalam penelitian ini adalah 5 minggu.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah 4 buah kandang berukuran 2,85 x 2,85 m2 berupa kandang sistem litter beralaskan sekam padi yang telah difumigasi. Setiap kandang dibagi menjadi empat petak anak kandang dengan ukuran 1,2 x 0,9 m. Setiap petakan kandang berisi 10 ekor ayam dan kandang dilengkapi dengan tempat makan dan minum.

Peralatan Penunjang

(23)

21 Ransum dan Air Minum

Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri dengan penambahan biji ketumbar 1%, 2% dan 3%. Air minum diberikan setiap hari selama pemeliharaan. Pemberian ransum dengan penambahan ketumbar dilakukan mulai dari ayam berumur 1 hari. Berikut Komposisi Ransum Penelitian dan Analisis Proksimat Bahan Pakan disajikan dalam Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Analisis Proksimat Bahan Pakan Bahan Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB (2011)

(24)

22 Tabel 5. Komposisi Ransum Penelitian

Bahan pakan Starter Finisher

R0 R1 R2 R3 R0 R1 R2 R3

Jagung 54,1 54,3 53,7 53,8 60,4 60 59,6 59,2

Dedak Padi 6 5,17 4,85 4,01 5,17 4,73 4,3 3,86

Bungkil kedelai 28 28 28 28 19,5 19,3 19,2 19,1

Tepung ikan 6,05 5,99 5,93 5,88 9,39 9,45 9,52 9,58

CPO 3,61 3,38 3,34 3,09 3,37 3,27 3,18 3,08

Biji ketumbar1 0 1 2 3 0 1 2 3

CaCO3 1 1 1 1 1 1 1 1

DCP 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Premiks 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Lysin 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Methionin+Cystin 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1

Perhitungan Nutrien2

ME (Kkal/kg) 3050 3050 3050 3050 3100 3100 3100 3100

Protein Kasar (%) 22 22 22 22 20 20 20 20

Lemak Kasar (%) 6,19 6,1 6,2 6,1 6,17 6,22 6,27 6,32

Serat Kasar (%) 2,97 3,3 3,66 3.98 2,81 3,16 3,51 3,87

Calsium (%) 0,96 0,97 0,97 0,97 1,16 1,17 1,18 1,2

P aval (%) 0,53 0,53 0,53 0,52 0,62 0,62 0,62 0,63

Lysin (%) 1,44 1,43 1,43 1,42 1,35 1,34 1,34 1,34

Metionin+Cystin

(%) 0,95 0,95 0,95 0,95 0,75 0,75 0,75 0,75

Keterangan: 1Komposi nutrien biji ketumbar (Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB, 2011), komposisi nutrien bahan pakan (Lesson dan Summers, 2005), dan EM (Energi Metabolis)

2

(25)

23 Prosedur

Pemilihan Biji Ketumbar

Sampel biji ketumbar diperoleh dari pasar tradisional di Pasar Cibereum-Ciampea. Biji ketumbar dari pasar ini dipasok dari Tangerang (impor), Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berikut merupakan ketumbar yang digunakan pada penelitian diperlihatkan pada Gambar 1. Ketumbar ini berwarna kuning kecoklatan dengan diameter berkisar antara 1,5-3 mm.

Gambar 1. Coriandrum sativum var Microcarpum Pembuatan Ransum

(26)

24

Gambar 2. Tahap Pembuatan Ransum Pemberian Air Minum

Air minum diberikan ad libitum dan diberikan setiap hari selama pemeliharaan. Tempat air minum dibersihkan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari.

Pemeliharaan Ternak dan Penerapan Perlakuan

DOC (Day Old Chicken) yang digunakan dalam penelitian ditempatkan secara acak dalam kandang berdasarkan ransum perlakuan yang diberikan. Jumlah DOC yang digunakan 120 ekor dengan penempatan 10 ekor dalam satu kandang. Air minum diberikan secara ad libitum selama pemeliharaan. Pakan perlakuan sudah mulai diberikan saat hari pertama DOC datang.

Pemberian vaksin ND diberikan saat ayam berumur 4 hari melalui tetes mata dan pada umur 21 hari melalui mulut atau lewat air minum. Vaksin Gumboro diberikan saat ayam berumur 14 hari. Setiap minggu dilakukan penimbangan ayam untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan penimbangan pakan sisa untuk mengetahui pakan yang dikonsumsi. Pengamatan mortalitas setiap hari sampai akhir penelitian.

Pengukuran Organ Pencernaan dan Organ Dalam

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah 12 sampel, tiga sampel dari masing-masing perlakuan. Ayam broiler dipuasakan terlebih dahulu selama 3 jam

Penyusunan dan penimbangan bahan-bahan sesuai formulasi

Pencampuran bahan-bahan hingga homogen

Penimbangan & pengemasan sesuai perlakuan

Penyimpanan pada gudang

(27)

25 agar tidak terdapat makanan saat mengukur organ dalam. Untuk menentukan bobot relatif organ hati, jantung, ginjal, timus, bursa fabrisius, limpa, rempela, pankreas, usus halus (duodenum, jejenum, illeum), dan seka dilakukan penimbangan bobot badan ayam, kemudian dilakukan bedah bangkai dan penimbangan bobot organ hati, jantung, ginjal, thymus, bursa pabrisius, limpa, rempela, pankreas, sedangkan untuk usus halus (duodenum, jejenum, illeum), dan seka dilakukan penimbangan bobot organ dan pengukuran panjang. Hasil penimbangan bobot organ tersebut kemudian dibagi dengan hasil penimbangan bobot badan masing-masing ayam sebelum dipotong, sehingga diperoleh persen bobot relatif organ hati, jantung, ginjal, thymus, bursa fabrisius, limpa, rempela dan pankreas.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 taraf perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan pakannya sebagai berikut :

P0 = Pakan tanpa pemberian biji ketumbar

P1 = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 1% P2 = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 2% P3 = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 3%

Rumus matematik untuk rancangan RAL adalah

Yij =

μ

+ Ai + Eijk

Keterangan :

Yij = Efektivitas biji ketumbar perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan ke-i

Eij = Galat percobaan pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisa ragam (analysis of variance, ANOVA). Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati akan dilakukan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Peubah yang Diamati

(28)

26 Jantung = Bobot organ (g) x 100%

Bobot hidup (g)

Ginjal = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Limpa = Bobot organ (g)x 100%

Bobot hidup (g)

Bursa fabrisius = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Timus = Bobot organ (g) x 100%

Bobot hidup (g)

Gizzard = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Panjang Duodenum = Panjang organ (cm) Bobot organ (g)

Berat duodenum = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Panjang Jejenum = Panjang organ (cm) Bobot organ (g)

Berat jejenum = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Panjang Illeum = Panjang organ (cm) Bobot organ (g)

Berat illeum = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Panjang seka = Panjang organ (cm) Bobot organ (g)

Berat seka = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

Pankreas = Bobot organ (g) x 100% Bobot hidup (g)

(29)

27 HASIL DAN PEMBAHASAN

Biji ketumbar dapat dijadikan makanan ternak dikarenakan biji ketumbar yang sangat aplikatif. Proses pengolahannya sampai diberikan pada ternak tidak rumit dan relatif pendek, sehingga peternak dapat lebih mudah dalam menggunakan biji ketumbar sebagai pakan untuk ternaknya. Pengolahan biji ketumbar setelah dipisahkan dari buahnya, hanya dijemur, lalu digiling, dan bisa langsung dicampur dengan bahan pakan lain dalam mesin. Proses yang cepat ini karena biji ketumbar memiliki bahan kering yang tinggi yaitu 89,19% (Tabel 4).

Berdasarkan kandungan nutrien ketumbar diatas menunjukkan bahwa biji ketumbar juga dapat digunakan untuk makanan ternak karena mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi yaitu sekitar 11-17% protein dan 11-21% lemak (Ketaren, 1985). Biji ketumbar juga tinggi akan serat kasar, akibatnya semakin tinggi level pemberian menyebabkan kadar serat kasar dalam ransum naik, sehingga kadar serat kasar pada biji ketumbar harus diseimbangkan dengan bahan baku pakan lain yang mengandung serat kasar tinggi seperti dedak padi agar serat kasar pada pakan ayam broiler tidak melebihi batas toleransi (Tabel 5).

Peforma

(30)

28 Tabel 6. Performa Broiler Umur 5 Minggu

Peubah Perlakuan

R0 R1 R2 R3

Bobot Badan (g/e) 1.217 ± 34 1.215 ± 16 1256 ± 84 1308 ± 108 PBB starter (g/e) 816 ±14b 692 ± 41a 836 ± 73c 773 ± 30bc PBB finisher (g/e) 1383 ± 88 1339 ± 92 1388 ± 127 1299 ± 84 Konsumsi starter (g/e) 816 ± 14ab 692 ± 41a 836 ± 79b 773 ± 30ab Konsumsi finisher (g/e) 1.383 ± 88 1.338 ± 92 1388 ± 127 1299 ± 84 Konversi Pakan 1,87 ± 0,13 1,73 ± 0,06 1,84 ± 0,09 1,65 ± 0,18 Keseragaman (%) 21,7 ± 2,8 51,8 ± 22,6 54,4 ± 21,2 42,7 ± 12,7 Panting (kali/menit) 124 ± 5,13 124 ± 1,35 132 ± 5,20 136 ± 8,66 Keterangan: R0 (ransum tanpa biji ketumbar/kontrol); R1 (ransum dengan biji ketumbar 1%); R2

(ransum dengan biji ketumbar 2%); R3 (ransum dengan biji ketumbar 3%). PBB (Pertambahan Bobot Badan), Keseragaman = Bobot Badan ± 10% Bobot Badan, g/e

(gram/ekor), panting diukur saat suhu maksimum pemeliharaan. Superskrip non-kapital

pada baris (PBB dan konsumsi starter)menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Data di atas menunjukkan broiler seluruh perlakuan mengalami kondisi stres, seperti akibat suhu lingkungan. Hal ini bisa dilihat dari panting yang lebih dari 90 kali/menit (saat suhu di atas 25 C) (Austic, 2000). Taraf penggunaan biji ketumbar 2%-3% dalam ransum, mampu meningkatan konsumsi dan pertambahan bobot badan (PBB) starter. Hal ini sangat berkaitan dengan meningkatnya bobot pada bursa fabrisius dan timus (Tabel 9) pada taraf 2%-3% yang menyebabkan kekebalan tubuh pada ayam broiler meningkat sehingga konsumsi pada ayam broiler meningkat dan bobot badan ayam broiler pun meningkat. Hal ini dikarenakan minyak atsiri yang terkandung dalam ketumbar mengandung fenol dan flavonoid yang berperan sebagai antioksidan (Wangensteen et al., 2004) dengan cara mengaktivasi sistem imun untuk menghasilkan limfosit lebih cepat. Minyak atsiri juga memiliki sifat efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003) yang bermanfaat bagi pencernaan ayam broiler dengan cara merangsang sistem saraf pusat untuk menghasilkan getah lambung seperti amylase, tripsin dan lipase sehingga meningkatkan fungsi pencernaan dan penyerapan (Guenther, 1990).

Kondisi Umum Pemeliharaan

(31)

29 mempengaruhi perubahan keseimbangan energi, air dan endokrin. Peningkatan atau penurunan suhu lingkungan terhadap suhu nyaman akan mengakibatkan peningkatan produksi panas dalam upaya membuang kelebihan panas atau mempertahankan panas tubuh.

Stress biasanya berhubungan dengan iklim yang ekstrim misalnya terlalu dingin atau terlalu panas dan akan berhubungan langsung dengan beberapa kelainan metabolisme dalam tubuh. Stres secara kasat mata (peforma) dalam jangka waktu lama dapat dicerminkan dengan produktivitas yang tidak optimal, seperti keseragaman, bobot badan, dan pertambahan bobot badan yang rendah (di bawah standar), serta feed conversion ratio (FCR) dan mortalitas (infeksi penyakit) cenderung tinggi (Austic, 2000). Berikut merupakan data suhu harian hasil penelitian selama 5 minggu.

Keterangan: Pengukuran suhu menggunakan termometer (rataan dari 3 kandang setiap waktu pengukuran).

(32)

30 yang rendah (di bawah standar), serta feed conversion ratio (FCR) dan mortalitas (infeksi penyakit) cenderung tinggi.

Organ Pencernaan

Organ pencernaan merupakan organ penting yang berfungsi untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat nutrisi pada ternak. Sistem organ dan saluran pencernaan pada unggas terdiri dari mulut, kerongkongan, crop, proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum, ileum), seka, kolon dan kloaka. Rataan organ pencernaan ayam broiler disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Panjang dan Berat Organ Pencernaan Ayam Broiler

Organ Pencernaan P0 P1 P2 P3

Gizzard (%) 1,74±0,21 1,86±0,12 2,03±0,49 1,67±0,29

Duodenum

Panjang (cm/g) 2,51±0,19 2,52±0,04 2,40±0,28 2,26±0,24

Berat (%) 0,61±0,07 0,62±0,08 0,58±0,07 0,45±0,12

Jejenum

Panjang (cm/g) 5,88±0,18 6,13±0,60 5,83±0,92 5,39±0,81

Berat (%) 1,20±0,13 1,24±0,10 1,08±0,23 0,92±0,20

Illeum

Panjang (cm/g) 6,20±0,22 6,42±0,72 5,92±0,47 5,47±0,88

Berat (%) 0,96±0,21 1,00±0,04 0,93±0,37 1,01±0,29

Seka

Panjang (cm/g ) 2,73±0,36 2,49±0,40 2,78±0,46 2,64±0,25

Berat (%) 0,34±0,06 0,31±0,04 0,31±0,08 0,35±0,09

Pankreas (%) 0,27±0,08 0,35±0,04 0,29±0,04 0,30±0,09

Hati (%) 2,57±0,42 2,16±0,02 2,47±0,40 2,65±0,34

Keterangan : P0 = Pakan kontrol tanpa pemberian biji ketumbar, P1 = Pakan mengandung 1% biji ketumbar, P2 = Pakan mengandung 2% biji ketumbar, P3 = Pakan mengandung 3% biji ketumbar.

(33)

31 kisaran normal seperti halnya menurut Putnam (1991) yang berkisar antara 1,6-2,3%. Menurut Amrullah (2004), ukuran gizzard mudah berubah bergantung pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh unggas. Pemberian makanan yang lebih banyak dan serat kasar yang tinggi akan mengakibatkan beban gizzard lebih besar untuk mencerna makanan, akibatnya urat daging gizzard akan lebih tebal sehingga memperbesar ukuran gizzard.

Usus merupakan organ yang berfungsi dalam penyerapan zat-zat makanan di dalam tubuh. Berdasarkan sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian biji ketumbar dalam ransum tidak menyebabkan perubahan pada usus halus (duodenum, jejenum dan illeum), hal ini mengindikasikan bahwa penambahan biji ketumbar dalam ransum tidak menyebabkan perubahan panjang dan berat pada usus halus dikarenakan kandungan serat kasar pada ransum masih dalam batas yang bisa ditolerir oleh ayam broiler. Menurut Amrullah (2004) bahwa ukuran panjang, tebal dan bobot usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor lainnya.

Berdasarkan sidik ragam menunjukkan bahwa persentase panjang dan bobot seka tidak berbeda nyata, hal ini mengindikasikan bahwa penambahan biji ketumbar dalam ransum tidak menyebabkan perubahan panjang dan berat pada seka dikarenakan kandungan serat kasar pada ransum masih dalam batas yang ditentukan atau bisa ditolerir oleh ayam broiler. Persentase rataan panjang seka hasil penelitian berkisar antara 2,49-2,78%. Persentase ini masih dalam kisaran normal seperti halnya menurut menurut Syukron (1991) yang berkisar antara 2,54-3,20%. Panjang dan bobot seka akan meningkat dengan meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum (Amrullah, 2004).

(34)

32 keadaan normal sehingga mengindikasikan pankreas tidak terganggu dan berfungsi normal.

Pemberian biji ketumbar tidak mempengaruhi persentase bobot hati ayam broiler. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa persentase bobot hati ayam broiler tidak berbeda nyata, hal ini mengindikasikan bahwa penambahan biji ketumbar dalam ransum tidak menyebabkan perubahan berat pada hati dikarenakan ransum yang digunakan tidak mengandung toksik ataupun antinutrisi sehingga kerja hati tidak terlalu berat. Persentase rataan bobot hati hasil penelitian berkisar antara 2,16-2,65%. Persentase ini masih dalam kisaran normal seperti halnya menurut Putnam (1991) yang berkisar antara 1,7-2,8%. Terjadinya pembesaran atau pengecilan bobot hati dikarenakan adanya toksik dalam ransum sehingga menyebabkan kerja hati semakin berat untuk menetralkan racun. Ukuran berat, konsistensi dan warna tergantung bangsa, umur dan status nutrisi individu ternak (Nickel et al., 1977).

Organ Dalam

Organ-organ tertentu berkaitan dengan pencernaan yang berfungsi membantu dalam pemrosesan pakan. Organ tersebut yaitu jantung, limpa, bursa fabrisius dan timus. Rataan organ dalam ayam broiler disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Berat Organ Dalam Ayam Broiler

Organ Dalam P0 P1 P2 P3

Jantung (%) 0,50±0,04 0,54±0,06 0,56±0,08 0,51±0,05

Limpa (%) 0,10±0,03 0,12±0,02 0,12±0,05 0,10±0,05

Bursa Fabricius (%) 0,22±0,01ab 0,21±0,03ab 0,24±0,04a 0,16±0,02b

Timus (%) 0,20±0,03B 0,36±0,07A 0,26±0,05B 0,40±0,00A

Keterangan : Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

(35)

33 bobot jantung hasil penelitian berkisar antara 0,50-0,56%. Persentase ini masih dalam kisaran normal seperti halnya menurut Putnam (1991) yang berkisar antara 0,42-0,7%. Menurut Ressang (1984), ukuran jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar, dan aktivitas hewan. Sebagaimana dengan pernyataan Frandson (1992) yang menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari pemberian biji ketumbar terhadap bobot limpa. Persentase rataan bobot limpa hasil penelitian berkisar antara 0,10-0,12%. Persentase ini lebih kecil daripada Putnam (1991) yang berkisar antara 0,18-0,23%. Ini diduga karena limpa bekerja lebih keras untuk menghasilkan antibodi ketika ayam mengalami cekaman panas pada siang hari dengan rataan suhu mencapai 32 oC (Tabel 7). Menurut Tizzard (1988) limpa akan membentuk sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila ransum toksik, mengandung zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa ini mengakibatkan limpa semakin membesar atau semakin mengecil ukurannya karena limpa terserang penyakit atau benda asing.

(36)

34 Gambar 3. Grafik Hubungan Taraf Penggunaan Biji Ketumbar 0% (P0), 1% (P1), 2% (P2), dan 3% (P3) dalam Ransum Terhadap Persentase Bobot Bursa Fabrisius Broiler Umur 5 Minggu

Pemberian biji ketumbar dengan level 2% optimum meningkatkan daya tahan tubuh ayam broiler terhadap penyakit diduga karena zat aktif fenol dan flavonoid yang terkandung dalam minyak atsiri dapat mengaktivasi sistem imun ayam broiler dengan merangsang organ bursa fabrisius untuk memproduksi limfosit lebih cepat. Terjadi penurunan persentase bobot bursa fabrisius pada penggunaan biji ketumbar pada taraf 3% dibandingkan kontrol. Hal ini diduga karena pada taraf 3% ransum menjadi toksik sehingga membuat bobot bursa fabrisius menurun. Tingkat kesehatan individu ternak dipengaruhi oleh kondisi kesehatan seperti penyakit tertentu, serta kondisi lain (lingkungan) yang ditanggapi individu berbeda, sehingga mempengaruhi organ penghasil sel imunitas (Gregg, 2002). Rataan persentase bobot bursa fabrisius perlakuan berada pada kisaran 0,16-0,24%. Nilai ini berada di atas persentase bobot yang dilaporkan Niu et al., (2010) yaitu 0,17% bobot hidup. Bursa fabrisius yang relatif tetap dan membesar seiring peningkatan bobot atau umur ternak, cenderung tahan terhadap berbagai penyakit (Tizard, 1988).

(37)

35 Hubungan level perlakuan biji ketumbar terhadap persentase rataan bobot timus diperlihatkan pada Gambar 4

Gambar 4. Grafik Hubungan Taraf Penggunaan Biji Ketumbar 0% (P0), 1% (P1),

2% (P2), dan 3% (P3) dalam Ransum Terhadap Persentase Bobot Timus Broiler Umur 5 Minggu

Hasil ini mengindikasikan bahwa pemberian biji ketumbar sampai level 3% dapat meningkatkan bobot timus sehingga diduga meningkatkan kekebalan tubuh ayam boiler. Meningkatnya kekebalan tubuh ayam broiler dikarenakan zat aktif fenol dan flavonoid yang terkandung di dalam minyak atsiri pada biji ketumbar yang bersifat antibakteri dan antioksidan (Wangensteen et al., 2004) dengan cara mengaktivasi sistem imun ayam broiler dengan merangsang organ timus untuk memproduksi limfosit lebih cepat. Rataan persentase bobot timus perlakuan berada pada kisaran 0,20-0,40%. Nilai ini berada di atas persentase bobot yang dilaporkan Niu et al., (2010) yaitu 0,30% bobot hidup. Menurut O’rahilly (1995), produksi limfosit yang rendah akan mempertahankan ukuran timus, dan sebaliknya besarnya ukuran timus dapat memperbanyak produksi limfosit. Menurut Kusnadi et al., (2006) turunnya jumlah limfosit dikarenakan stress dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi rendah. Turunnya jumlah limfosit dapat disebabkan oleh berkurangnya bobot organ limfoid (Siegel, 1995).

Evaluasi Penggunaan Biji Ketumbar dalam Ransum

(38)

36 Tabel 10. Biaya Penggunaan Biji Ketumbar dalam Ransum Terhadap Pertambahan

Bobot Badan Broiler Umur 5 Minggu

Penilaian Perlakuan

R0 R1 R2 R3

Konsumsi Ransum Starter (g/ekor) 815,74 691,87 835,81 773,36 Harga Ransum Starter (Rp/Kg) 6.350 6.500 6.700 6.850 Biaya Ransum Starter (Rp/ekor) 5.180 4.497 5.600 5.298 Konsumsi Ransum Finisher (g/ekor) 1.383 1.339 1.388 1.299 Harga Ransum Finisher (Rp/Kg) 6.200 6.400 6.550 6.700 Biaya Ransum Finisher (Rp/ekor) 8.576 8.568 9.089 8.703 Total Biaya Ransum (Rp/ekor) 13.756 13.065 14.689 14.000 Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) 1.175 1.173 1.214 1.266 Biaya Ransum Perbobot Badan (Rp/g) 11,70 11,14 12,10 11,06 Keterangan : R0 (ransum tanpa biji ketumbar/kontrol); R1 (ransum dengan biji ketumbar 1%); R2

(ransum dengan biji ketumbar 2%); R3 (ransum dengan biji ketumbar 3%).

(39)

37 KESIMPULAN

Kesimpulan

Pemberian biji ketumbar sampai taraf 3% dalam ransum tidak berpengaruh negatif terhadap organ pencernaan dan organ dalam lainnya (hati, jantung, ginjal, limpa dan pankreas). Pemberian biji ketumbar 2%-3% dapat menyehatkan ayam broiler sehingga menghasilkan performa yang baik pada ayam broiler.

Saran

(40)

PENGARUH PEMBERIAN BIJI KETUMBAR

(

Coriandrum sativum

L) TERHADAP ORGAN

DALAM AYAM BROILER

Sherly Andika Sari D24080187

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(41)

PENGARUH PEMBERIAN BIJI KETUMBAR

(

Coriandrum sativum

L) TERHADAP ORGAN

DALAM AYAM BROILER

Sherly Andika Sari D24080187

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(42)

RINGKASAN

Sherly Andika Sari. D24080187. 2012. Pengaruh Pemberian Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L) terhadap Organ Dalam Ayam Broiler. Skripsi. Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Rita Mutia, M.Agr.

Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati, MS.

Ketumbar adalah jenis herbal yang aman dikonsumsi pada batas normal oleh ternak tanpa mengakibatkan efek samping dalam mengurangi tingkat stress. Dalam penelitian ini biji ketumbar dipakai untuk dipelajari pengaruhnya terhadap ayam broiler yang dipelihara secara intensif. Ketumbar mengandung minyak atsiri dengan salah satu zat aktifnya yaitu flavonoid yang bersifat antibakteri dan antioksidan yang mampu meningkatkan kerja sistem imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian biji ketumbar yang dicampur pada ransum terhadap organ dalam ayam broiler.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang (Kandang B), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Sebanyak 120 ekor ayam broiler umur satu hari (DOC) dibagi kedalam 4 perlakuan dan 3 ulangan (10 ekor/kandang). Pakan perlakuan terdiri atas P0 (kontrol), P1 (pemberian 1% biji ketumbar), P2 (pemberian 2% biji ketumbar) dan P3 (pemberian 3% biji ketumbar). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (analysis of variance, ANOVA). Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati akan dilakukan uji lanjut Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan biji ketumbar tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol pada gizzard, duodenum, illeum, pankreas, seka, hati, jantung dan limpa. Pemberian perlakuan biji ketumbar berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol bursa fabrisius. Bobot Bursa fabrisius berkisar antara 0,16-0,24%. Perlakuan ketumbar untuk peubah bobot timus sangat berbeda nyata (P<0,01) yang berkisar antara 0,20-0,40 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian biji ketumbar sampai level 3% tidak berpengaruh terhadap gizzard, duodenum, jejenum, illeum, pankreas, seka, hati, jantung dan limpa ayam broiler umur 5 minggu. Pemberian biji ketumbar sampai level 2% meningkatkan bobot bursa fabrisius dan pemberian biji ketumbar sampai level 3% meningkatkan bobot timus

(43)

ABSTRACT

Effects of coriander seeds (Coriandrum sativum L) on the Internal Organs of Broilers.

S A. Sari, R. Mutia, and L. Herawati

Herb is plant used as a medicine, seasoning, or flavoring. When consumed by livestock in a normal dosage, it can reduce stress without any negative effects. In this study, coriander, a type of herb, was given to the broilers which were reared intensively. Coriander contains flavonoid, which is antibacterial in nature, and it also has an antioxidant that can enhance the work of immune system. The objective of this experiment was to study the effect of coriander seed in the diet on the internal organs of broilers. The research was conducted in the Laboratory of Poultry Production (Cage B), Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. This study used by a completely randomized design (CRD). The study involved 120 DOC with 4 dietary treatments and 3 replication (10 broilers / cage). The dietary treatments consisted of P0 (control, without corianders seeds), P1 (1% coriander seeds), P2 (2% coriander seeds) and P3 (3% coriander seeds). The data obtained were analyzed using analysis of variance, ANOVA. The treatment that indicated a significant effect on the observed variables would be further tested by using Duncan. The research results show that the treatment of giving coriander seeds were not significant different (P> 0.05) compared to the control on gizzard, duodenum, jejenum, illeum, pancreas, seka, liver, heart and spleen. The coriander seeds treatment was significantly different (P <0.05) compared to the control on the bursa fabrisius and highly significantly different (P <0.01) on thymus weight. Coriander seeds treatment up to the level of 3% had no effects on the gizzard, duodenum, jejenum, illeum, pancreas, seka, liver, heart, kidneys, and spleen of broilers aged 5 weeks. The coriander seeds treatment up to the level of 2% increased the weight of bursa fabrisius and coriander seeds treatment up to the level of 3% increased the weight thymus.

(44)

Judul : Pengaruh Pemberian Ketumbar (Coriandrum sativum L) terhadap Organ Dalam Ayam Broiler

Nama : Sherly Andika Sari NIM : D24080187

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr.Ir. Rita Mutia, M.Agr.) (Ir. Lidy Herawati, MS.) NIP : 19630917 198803 2 001 NIP : 19620914 198703 2 009

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP : 19670506 199103 1 001

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Sherly Andika Sari, dilahirkan pada tanggal 8 Agustus 1991 di Pangkalpinang, Kecamatan Gerunggang, Bangka Belitung. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Nurjali dan Ibu Sunarti.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SD Negeri 81 Pangkalpinang, Kecamatan Gerunggang, Bangka Belitung. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SLTP Negeri 3

Pangkalpinang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 4 Pangkalpinang, Bangka Belitung. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah magang di Balai Embrio Ternak, Cipelang, Bogor. Penulis juga pernah berkesempatan menjadi panitia dalam acara yang diadakan HIMASITER.

Bogor, Agustus 2012

Sherly Andika Sari D24080187

(46)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Biji Ketumbar (Coriandrum Sativum L) Dalam Ransum Terhadap Organ Dalam Ayam Broiler”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan biji ketumbar dalam ransum terhadap organ dalam ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat kandungan ketumbar dan ransum dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pertumbuhan ayam broiler tyang cepat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging, umumnya mudah mengalami stress yang disebabkan oleh berbagai sumber antara lain praktek manajemen, nutrisi, dan kondisi lingkungan Indonesia yang merupakan daerah tropis secara umum suhu dan kelembaban lingkungan hariannya tinggi sehingga berpotensi untuk memberikan cekaman panas pada pengembangan ayam broiler. Kerugian yang ditimbulkan dari stress panas adalah dapat menurunkan produksi, konsumsi ransum, daya tahan tubuh, meningkatkan oksidasi sel, dan mortalitas. Skripsi ini ditulis sebagai upaya mencari solusi untuk mengatasi masalah di atas. Pemanfaatan biji ketumbar yang ditambahkan ke dalam ransum diharapkan dapat mengurangi stress akibat cekaman panas lingkungan sehingga organ dalam ayam broiler berfungsi normal.

Dalam skripsi ini ditampilkan penelusuran pustaka dan pembahasan pengaruh biji ketumbar dalam ransum terhadap organ dalam ayam broiler. Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kalangan peternak ayam broiler yang ingin menggunakan biji ketumbar sebagai pakan alternatif dan juga kalangan akademis sebagai sumber referensi.

Bogor,Agustus 2012

(47)
(48)

Peralatan Penunjang ... Pemeliharaan Ternak dan Penerapan Perlakuan ... Pengukuran Organ Pencernaan dan Organ Dalam ... Rancangan Percobaan ……... Peubah yang Diamati ... HASIL DAN PEMBAHASAN ...

(49)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

(50)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tahap Pembuatan Ransum... 22 2. Rataan jumlah Bursa Fabrisius Ayam Broiler... 29 3. Hubungan Level Pemberian Ketumbar dengan Bobot

Bursa Fabrisius Ayam Broiler... 30 4. Rataan Jumlah Timus Ayam Broiler... 30 5. Hubungan Level Pemberian Ketumbar dengan Bobot

(51)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Bobot Relatif Hati ………...…... 2. Analisis Ragam Bobot Relatif Jantung... 3. Analisis Ragam Bobot Relatif Bursa Fabrisius …………... 4. Analisis Ragam Bobot Relatif Limpa ………....…... 5. Analisis Ragam Bobot Relatif Gizzard ………... 6. Analisis Ragam Bobot Relatif Ginjal …...…..…... 7. Analisis Ragam Bobot Relatif Timus ... 8. Analisis Ragam Panjang Duodenum ... 9. Analisis Ragam Bobot Relatif Duodenum ... 10. Analisis Ragam Panjang Jejenum ... 11. Analisis Ragam Bobot Relatif Jejenum ... 12. Analisis Ragam Panjang Illeum ... 13. Analisis Ragam Bobot Relatif Illeum ... 14. Analisis Ragam Panjang Seka ... 15. Analisis Ragam Bobot Relatif Seka ... 16. Analisis Ragam Bobot Relatif Pankreas ...

(52)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Imbuhan pakan atau feed additives adalah suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut bukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi (Adam, 2000). Imbuhan pakan yang sudah umum digunakan dalam industri perunggasan salah satunya adalah antibiotika. Mekanisme kerja antibiotika pada prinsipnya adalah untuk mengurangi populasi bakteri di dalam saluran pencernaan sehingga meningkatkan ketersediaan zat gizi ransum dan penyerapannya dan akhirnya dapat memacu pertumbuhan ternak (Walton, 1977). Aktivitas organ tubuh merupakan pencerminan dari performa ternak. Untuk mencapai performa maksimal, peternak perlu mengetahui dan memahami organ-organ tubuh dan fungsinya sehingga dapat dilakukan rekayasa sehingga tercipta manajemen pemeliharaan yang efisien dan menghasilkan prduksi maksimal sesuai potensi genetik (Kartasudjana et al., 2008)

Ayam broiler merupakan salah satu jenis ayam yang banyak dibudidaya karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Daging ayam broiler juga merupakan sumber protein hewani yang murah, aman, mudah didapat dan diolah. Keunggulan-keunggulan ini menjadikan ayam broiler dapat diandalkan sebagai penyuplai sumber protein hewani yang utama. Daging ayam broiler yang aman dalam hal ini adalah bebas dari residu akibat penggunaan antibiotika yang berlebihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan alergi pada konsumen, gangguan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan serta resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika (Bogaard et al., 2000).

Gambar

Tabel 1. Volume dan Nilai Impor Ketumbar serta Pertumbuhannya
Tabel 2.
Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Minyak Ketumbar
Tabel 4. Analisis Proksimat Bahan Pakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh dari penambahan biji ketumbar dalam ransum terhadap bobot karkas, persentase potongan komersial, lemak

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan zat pewarna kunyit, tartrazine dan egg yellow dalam ransum terhadap performa ayam broiler dan mengetahui sejauh mana

Ransum konvensional memiliki zat antinutrisi yang merugikan para peternak yang mampu menurunkan produksi dari ayam broiler, terutama di dalam bahan pakan biji-bijian mengandung

Terdapat perbedaan yang nyata (P&lt;0,05) pemberian air buah mengkudu dalam air minum ayam broiler terhadap konsumsi ransum, berat hidup dan konversi ransum,

metabolisme yang menyebabkan zat-zat lainya kurang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Piliang et al. Rendahnya produksi telur ayam yang diberikan dedak padi sebanyak 81,5%

Repellent yang digunakan terbuat dari campuran ekstrak biji ketumbar (Coriandrum sativum) dan Gel Air Freshener dengan 3 formulasi. Sampel penelitian berupa nyamuk Aedes.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa penyembuhan luka sayat yang paling efektif adalah sediaan salep ekstrak biji ketumbar dengan konsentrasi F3, F2, dan kontrol positif dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Antibakteri krim Ekstrak Etanol Biji Ketumbar Coriandrum sativum L Pada tabel 2 dapat membentuk zona hambat dengan variasi konsentrasi yang berbeda