• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF

USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM

KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU

KECAMATAN GALUR

KABUPATEN KULON PROGO

Skripsi

Disusun Oleh :

Kartika Farah Istiqamah

2012 022 0097

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Studi Komparatif Usaha Tambak Udang Vanname Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, maka penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Sarjiyah, M.S selaku dekan fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Ir. Eni Istiyanti, MP selaku ketua prodi agribisnis.

3. Francy Risvansuna F, S.P. MP selaku dosen pembimbing utama skripsi,

terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.

4. Dr. Ir. Triwara Buddhi S, M.P selaku dosen pembimbing pendamping skripsi,

terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.

5. Ir. Lestari Rahayu, M.P selaku dosen penguji skripsi, terimakasih telah

memberikan saran kepada penulis.

6. Dosen dan keluarga besar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

7. Ibu Ismawati, SH, Bapak Suhartono, Ayah Ir. M. Sayuri Rustam, MM, Om

Edi Purwanto dan Ate Asrotul Mukarrohmah yang selalu mendoakanku selama ini dan memberikan motivasi serta semangat dan kasih sayang.

8. Kakak-kakak tercinta, Mas Wildan Amirul Hasan, Mba Elmy Fajriany

(3)

keponakan-iv

keponakanku, Aqila Riesa Putri, Kenzie Kayla Hasan, Galena Arsa Putri, Azzam Faturrahman Hasan dan Fauzan Khair Alfarizqy yang selalu mendoakanku, mensupport serta memberikan kasih sayang.

9. “BASECAMP” yang telah memberikan semangat, motivasi dan kebersamaan

selama ini.

10. Teman-teman SMA dan SMP yang telah memberikan semangat untukku dan

kebersamaan dari dulu sampai saat ini.

11. Serta teman-teman Agribisnis 2012 yang telah memberikan semangat dan

kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Yogyakarta, 30 Agustus 2016

(4)

v

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 9

A. Tinjauan Pustaka... 9

B. Kerangka Pemikiran ... 18

C. Hipotesis ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Metode Pengambilan Sampel ... 23

B. Teknik Pengumpulan Data ... 23

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah... 24

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 24

E. Teknik Analisis Data ... 27

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 37

A. Letak Geografis ... 37

B. Topografi dan Kondisi Tanah ... 38

C. Kependudukan ... 39

D. Sarana Prasarana dan Sarana Transportasi ... 43

E. Keadaan Pertanian ... 45

F. Keadaan Perikanan ... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Identitas Penambak Udang di Desa Karangsewu ... 51

B. Analisis Usahatani ... 58

(5)

vi

D. Uji T test ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(6)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Tambak Di Kabupaten Kulon Progo Dari Tahun 2011-2014. ... 3

Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014 ... 22

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu ... 37

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012 .... 39

Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu ... 40

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu ... 42

Tabel 7. Jumlah Sekolah di Desa Karangsewu ... 43

Tabel 8. Sarana Pembelanjaan Penduduk ... 44

Tabel 9. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012 ... 45

Tabel 10. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012 ... 46

Tabel 11. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur ... 49

Tabel 12. Penggolongan Usia Penambak Udang ... 52

Tabel 13. Petambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin ... 53

Tabel 14. Tingkat Pendidikan Penambak Udang ... 54

Tabel 15. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha ... 55

Tabel 16. Status Profesi Sebagai Penambak Udang... 56

Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Penambak Udang ... 57

Tabel 18. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan ... 58

Tabel 19. Penggunaan Sarana Produksi Usaha Tambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 59

Tabel 20. Penggunaan Biaya Sarana Produksi Usaha Tambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 61

Tabel 21. Penggunaan dan Biaya Rata-Rata Obat Cair dan Obat Padat Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan ... 63

Tabel 22. Biaya Rata-Rata Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Penambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan... 65

Tabel 23. Penyusutan Alat yang digunakan Oleh Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 66

Tabel 24. Total Biaya Rata-Rata Eksplisit Penambak Udang Vanname Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 68

(7)

viii

Tabel 26. Total Rata-Rata Biaya Implisit Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan ... 71 Tabel 27. Total Biaya Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan

Galur Kabupaten Kulon Progo ... 73 Tabel 28. Penerimaan yang Diperoleh Penambak Udang di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 74 Tabel 29. Pendapatan yang Diperoleh Penambak Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 75 Tabel 30. Keuntungan yang Diperoleh Penambak Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 76 Tabel 31. Nilai R/C Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 77 Tabel 32. Nilai Produktivitas Lahan Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 78 Tabel 33. Nilai Produktivitas Tenaga Kerja Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 79 Tabel 34. Nilai Produktivitas Modal Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa

Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 80 Tabel 35. Hasil T-Test Perbandingan Biaya, Pendapatan, Keuntungan Tambak Udang

Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 81 Tabel 36. Hasil T-Test Perbandingan Kelayakan Tambak Udang Pada Musim

Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur

(8)

ix

DAFTAR GAMBAR

(9)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Petani udang vannamei Desa Karangsewu ... 90

Lampiran 2. Status Kepemilikan lahan ... 91

Lampiran 3. Hasil Uji T-test Biaya ... 92

Lampiran 4. Hasil Uji T-test Pendapatan ... 93

Lampiran 5. Hasil Uji T-test Keuntungan ... 94

Lampiran 6. Hasil Uji T-test R/C ... 95

Lampiran 7. Hasil Uji T-test Produktivitas Lahan ... 96

Lampiran 8. Hasil Uji T-test Produktivitas Tenaga Kerja ... 97

(10)
(11)

xii

STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU,

KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO.

The Comparative Research of Vanname Shrimp Fishpond Exertion in Dry and Rain Seasons at Karangsewu Village, Galur, Kulon Progo

Kartika Farah Istiqamah

Francy Risvansuna F, SP, MP / Dr. Ir. Triwara Budhi S, MP Agribusiness Department Faculty of Agriculture Muhammadiyah University of

Yogyakarta

Abstract

This research is knowing about the comparison of income, cost, profit, and properly of Vanamme Shrimp Fishpond exertion in dry and rain seasons that observed from R/C, the productivity of area, manpower productivity, and capital productivity. The Basic Method is using; Descriptive Analyzed. Location of this research is in Karangsewu Village, Galur subdistrict, Kulonprogo regency. Total Sample which taken are 40 respondents of Vanamme Shrimp fishpond owner. The Analysis Results showing that the total cost in one period at dry season is Rp 161.628.778,13 and in rain season is Rp. 120.946.682,35, the revenue of vanamme shrimp fishpond exertion In dry season is Rp 346.701.983,75 and in rain season is Rp 221.825.368,21.Income of Vanamme Shrimp in dry season is Rp 190.160.965,23 and in rain season is Rp 104.922.328,35 and profit of Vanamme Shrimp Fishpond exertion in dry season is Rp 185.073.215,62 and in rain season is Rp 100.878.690,15. Vanamme Shrimp Fishpond exertion reasonable to measured by R/C . Value R/C 2,61 > 1 in dry season and in rain season is 2.09 > 1, Value productivity of area in dry Rp. 69.955,32 > from rent area. And in rain season is Rp 28.359,92 > from rent area. Value of Rp 12.486.091,47 > from manpower salary in rain season is Rp 9.088.019,81 > from manpower salary. And capital productivity is 1.70% > from interest of saving and rain season 1.20% > from interest saving. Looking from t-test experiment that vanamme shrimp fishpond exertion having the real significant difference in dry season and rain season which having difference mistake step.

Keywords : capital, income, properly, revenue, total cost, and t-test experiment of

(12)

xi

INTISARI

STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO. 2012. KARTIKA FARAH ISTIQAMAH (Skripsi dibimbing oleh FRANCY RISVANSUNA F & TRIWARA BUDDHI S). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan, keuntungan dan kelayakan usaha tambak udang pada musim kemarau dan musim hujan ditinjau dari R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja dan produktivtas modal. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Lokasi penelitian berada di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden penambak udang vanname. Hasil analisis menunjukkan bahwa total biaya dalam satu kali periode pada musim kemarau sebesar Rp 161.628.778,13 dan pada musim hujan sebesar Rp 120.946.682,35, penerimaan usaha tambak udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 346.701.983,75 dan musim hujan sebesar Rp 221.825.368,21, pendapatan udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 190.160.965,23 dan pada musim hujan sebesar Rp 104.922.328,35 dan keuntungan usaha tambak udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 185.073.215,62 dan pada musim hujan sebesar Rp 100.878.690,15. Usaha tambak udang vanname layak diukur dengan R/C, nilai R/C 2,61 > dari 1 pada musim kemarau dan pada musim hujan sebesar 2,09 > dari 1, nilai produktivitas lahan pada musim kemarau sebesar Rp 69.955,32 > dari sewa lahan dan pada musim hujan sebesar Rp 28.359,92 > dari sewa lahan, nilai produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 12.486.091,47 > dari upah tenaga kerja dan pada musim hujan sebesar Rp 9.088.019,81 > dari upah tenaga kerja dan produktivitas modal sebesar 1.70% > dari bunga tabungan dan pada musim hujan sebesar 1.20% > dari bunga tabungan. Jika dilihat dari uji t-test maka usaha tambak udang vanname memiliki perbedaan yang nyata pada biaya, pendapatan, keuntungan dan produktivitas lahan pada musim kemarau dan musim hujan. Sedangkan jika dilihat dari R/C, produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal tidak terdapat perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan pada tingkat kesalahan 10%.

(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam

struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang

tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan

bangsa. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak

menampung tenaga kerja dan sebagian besar penduduk tergantung padanya.

Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum

dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan

penambak dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di

Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa

hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai

peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam,

pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap

ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada

sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis

pertumbuhan di pedesaan.

Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni

hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta

(14)

ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang

terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh

musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja

keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran

tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) pasar

komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh

pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan penambak.

Pembangunan wilayah merupakan upaya mendorong perkembangan wilayah

melalui pendekatan komprehensif mencakup aspek fisik, sosial, maupun ekonomi.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan suatu wilayah tidak

hanya mencakup pembangunan insfratruktur dan bangunan fisik lainnya. Akan tetapi,

juga mencakup pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia yang berada

pada wilayah tersebut.

Di bidang pembangunan ekonomi pedesaan khususnya yang berorientasi pada

sektor pertanian, lahan pantai termasuk lahan marginal. Lahan marginal adalah lahan

yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dapat menghasilkan

suatu tanaman pertanian. Potensi yang rendah dari lahan marginal ini disebabkan oleh

sifat tanah yang tidak bisa menahan air, lingkungan yang panas dan gersang, serta

adanya banyak angin yang juga membawa garam yang bisa berakibat racun bagi

(15)

Lahan pasir pantai selatan Kulon Progo DIY merupakan lahan yang didominasi

oleh tanah pasir. Lahan pasir ini diendapkan oleh aktivitas gelombang laut di

sepanjang pantai. Pesisir pantai Kulon Progo sepanjang garis pantai dengan panjang ±

1.8 km, terbagi dalam 4 kecamatan dan 10 desa yang mempunyai wilayah pantai

dengan kondisi pesisir hampir 100% pasir dengan kedalaman air tanah antara hingga

12 meter. Lahan pasir ini juga tersebar hingga 2000m dari permukaan laut. Demikian

diperkirakan luas lahan pasir pantai daerah Kulon Progo bisa mencapai 3600000 m2,

atau sekitar 360 ha. Luas lahan pasir pantai daerah Kulon Progo mengakibatkan

banyaknya masyarakat yang membuat usaha tambak udang di Kulon Progo.

Perkembangan tambak udang di setiap tahunnya memiliki peningkatan yang cukup

baik. Berikut tabel luas tambak/kecamatan pada tiap tahunnya :

Tabel 1. Luas Tambak Di Kabupaten Kulon Progo Dari Tahun 2011-2014.

No Kecamatan Luas Tambak (m²)

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kulon Progo

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa luas tambak per kecamatan di Kabupaten

Kulon Progo pada setiap tahunnya memiliki kenaikan yang cukup signifikan.

Kecamatan yang memiliki tambak yang luas pada tahun 2014 adalah Kecamatan

Temon dengan luas 451.500 m². Selanjutnya Kecamatan Galur yang pada tahun 2011

(16)

kenaikan yang tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 129.000 m². Sedangkan

pada Kecamatan Wates dan Panjatan baru memulai usaha tambak pada tahun 2014.

Luas tambak 9.500 m² pada Kecamatan Panjatan dan 2.000 m² pada Kecamatan

Wates.

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang terletak di Desa Karangsewu

memiliki beberapa permasalahan, yaitu pada musim hujan yang dimulai pada bulan

April-Juni adalah penambak susah untuk mengatur air agar air tetap stabil tingkat

salinitas (kadar garam), karena udang vannamei dapat hidup pada salinitas 0,1-60 ppt

(tumbuh dengan baik 10-30 ppt, ideal 15-25 ppt) dan suhu 12-37 °C (tumbuh dengan

baik 24-34 °C dan ideal pada suhu 28-31 °C). Di Desa Karangsewu penambak udang

vannamei hidup pada salinitas 15-20 ppt dan suhu 25-30 °C. Tetapi pada musim

hujan bisa menjadikan pengaruh buruk pada udang, yaitu air hujan dapat

mengakibatkan terkikisnya tanah pematang. Apabila hasil kikisan tersebut masuk ke

petak pemeliharaan maka kandungan lumpur akan semakin banyak dan meluas dalam

tambak yang menjadikan lahan empuk untuk hunian penyakit. Penyakit yang sering

muncul yaitu mencret atau berak berwarna putih (White Feaces Disease) terlihat pada

ekor udang yang mengeluarkan kotoran dan mengembang di permukaan air, yang

menjadikan udang tidak menghabiskan makanannya. Penyebabnya yaitu kuman yang

menempel pada makanan. Kondisi ini menandakan bahwa dasar tambak dan perairan

sudah sangat kotor dan pembentukan gas amoniak sangat tinggi. Jika udang sudah

(17)

obat pace, Pondstar-M dan ada juga penambak yang langsung melakukan pemanenan

udang, meskipun udang tersebut masih terlalu kecil.

Pada musim kemarau yang dimulai pada bulan April-Juni, penambak lebih

mudah untuk mengatur air, karena pada musim kemarau biasanya salinitas (kadar

garam) menjadi tinggi yang menyebabkan beberapa bakteri tidak dapat hidup pada

salinitas tinggi, sehingga udang terhindar dari infeksi bakteri. Namun, salinitas tinggi

membuat pertumbuhan udang lambat tetapi baik untuk makhluk hidup kecil sebagai

makanan udang (plankton). Pada musim kemarau juga sering ditemukan lumut dan

ganggang yang tumbuh dari dasar tambak. Ganggang yang berlebihan sangat

menganggu pertumbuhan udang sehingga sering dijumpai udang yang terjerat atau

bahkan udang berbalut lumut yang biasa disebut “udang jaketan”. Bila tubuh udang

sudah berbalut lumut termasuk insangnya maka udang akan kesulitan bergerak dan

bernapas sehingga udang bergerak ke permukaan dan minggir ke pematang tambak

dan bisa menyebabkan udang mati.

Penyakit yang menyerang pada musim hujan dan kemarau adalah penyakit ekor

merah (mio), yang disebabkan oleh virus yang menjadikan kangkang udang berwarna

merah dan bisa menular ke udang yang lainnya. Tetapi jika udang sudah terkena

penyakit mio, penambak tidak melakukan pencegahan, dikarenakan sampai saat ini

belum ada obat untuk pencegahan penyakit mio. Maka penambak langsung

melakukan pemanenan udang tersebut. Tetapi ada juga penambak yang memberikan

(18)

menyerap okseigen lebih banyak. Selanjutnya virus yang menyerang udang

diantaranya, yaitu Taura Syndrome Virus (TSV). Pada umumnya virus ini terjadi pada

umur 14-40 hari setelah penebaran benur di tambak. Apabila penyakit terjadi pada

umur 30 hari pertama, maka infeksi berasal dari induk. Tetapi jika lebih dari 60 hari

infeksi berasal dari lingkungan. Infeksi TSV ada dua fase, yaitu fase akut dan kronis.

Pada fase akut akan terjadi kematian massal dan warna tubuh yang kemerahan.

Udang yang bertahan hidup dari serangan TSV, akan mengalami fase kronis. Pada

fase kronis, udang mampu hidup dan tumbuh relative normal dengan tanda bercak

hitam. Namun udang tersebut merupakan pembawa (carrier) TSV yang dapat

ditularkan ke udang lain yang kondisinya sehat.

Dari hasil pra survey penelitian, menurut penambak udang hasil dari

pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang vannamei pada musim hujan lebih

rendah dibandingkan pada musim kemarau, dikarenakan banyaknya penyakit yang

menyerang udang pada musim hujan yang mengakibatkan hasil panen udang lebih

sedikit dibandingkan musim kemarau. Perbedaan musim juga membuat para

penambak membudidayakan udang dengan jumlah yang berbeda, yaitu pada musim

kemarau penambak menaburkan benur lebih banyak dibandingkan dengan pada

musim hujan. Para penambak mengantisipasi pada musim hujan untuk menaburkan

benur lebih sedikit dikarenakan penambak tidak mau rugi di saat panen udang,

dikarenakan musim hujan rentan terhadap penyakit. Jika dilihat dari tenaga kerja, ada

(19)

bermalas malasan dibandingkan musim kemarau, dikarenakan jika hujan tiba dan di

saat waktu hujan bertepatan dengan pemberian pakan untuk udang tenaga kerja agak

bermalas malasan keluar untuk memberikan pakan.

Air merupakan faktor penentu daya dukung tambak pada tiap musim. Jika mutu

air baik daya dukung tambak akan semakin tinggi, sebaliknya jika mutu air rendah

maka daya dukungnya pun rendah. Untuk menjaga mutu air di tambak, maka salah

satu caranya adalah penambak harus melakukan pergantian air tambak (pressing) agar

menjaga kualitas air. Biasanya pergantian air dilakukan pertama kali saat benur udang

di tambak berumur 30 hari. Pada umur tersebut benur sudah cukup kuat melawan arus

air yang masuk lewat pintu pmasukan. Pada bulan pertama pemeliharaan di tambak,

pergantian air sebanyak 5-10% dan ditingkatkan hingga mencapai 30% menjelang

panen.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai

berikut:

1. Mengapa penebaran benur udang vanname pada musim kemarau dan musim

hujan berbeda?

2. Apa dan berapa biaya yang digunakan untuk budidaya udang vanname di Desa

Karagsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?

(20)

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan dan keuntungan usaha

tambak udang pada musim hujan dan kemarau.

2. Untuk mengetahui kelayakan usaha tambak udang pada musim hujan dan

kemarau dilihat dari R/C Produktivitas Lahan, Produktivitas Tenaga Kerja dan

Produktivitas Modal.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:

Bagi peneliti, bisa dijadikan proses pembelajaran dalam penerapan ilmu dan

berguna untuk menambah pengetahuan dalam bidang sosial, ekonomi. Bagi

penambak, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

melakukan usaha tambak udang. Bagi pemerintah hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menentukan

kebijakan perencanaan proyek pertanian. Bagi peneliti lain, bisa dijadikan sebagai

bahan pengetahuan dan informasi serta perbandingan penelitian yang serupa atau

(21)

9

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Udang Vannamei

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang

yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang

dicapai pada saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon),

habitat aslinya adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh

dengan baik di Indonesia. Di pilihnya udang Vannamei ini di sebabkan oleh beberapa

faktor yaitu (1) sangat diminati dipasar Amerika, (2) lebih tahan terhadap penyakit

dibanding udang putih lainnya, (3) pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, (4)

mempunyai toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan 2006).

Udang Vannamei termasuk genus Paneus, namun yang membedakan dengan

genus Paneus lain adalah mempunyai sub genus Litopenaeus yang dicirikan oleh

bentuk thelicum terbuka tetapi tidak ada tempat untuk penyimpanan sperma

(Ditjenkan, 2006). Ada dua spesies yang termasuk sub genus Litopenaeus yakni

Litopenaeus vannamei dan Litopenaeus stylirostris (Wyban & Sweeney 1991). Udang

vannamei termasuk genus peneus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas

dan bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian

dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara 2001).Warna dari udang vannamei

ini putih transparan dengan warna biru yang terdapat dekat dengan bagian telson dan

(22)

Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki

renang pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum

terbuka yang terletak diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima (Tricahyo,

1995; Wyban dan Sweeney, 1991).

Pada stadia larva, udang putih mamiliki enam stadia naupli, tiga stadia zoea,

dan tiga stadia mysis dalam daur hidupnya (Elovaara, 2001).

Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari

tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan

hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah

dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Lebih lanjut

dijelaskan, bahwa induk udang putih ditemukan diperairan lepas pantai dengan

kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Menyukai daerah yang dasar

perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah catadromous atau dua

lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas,

larva dan yuwana udang putih akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove

yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa

akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti

pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban & Sweeney 1991). Hal ini

sama seperti pola hidup udang penaeid lainnya, dimana mangrove merupakan tempat

berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara

(23)

Pada udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan

terlihat berwarna coklat keemasan (Wyban & Sweeney 1991).

Udang putih mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari

perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad pada awal

perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau

hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et al 1996).

Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, untuk udang dengan

berat 30 gram sampai dengan 45 gram telur yang di hasilkan 100.000 sampai 250.000

butir telur. Telur yang mempunyai diameter 0,22 mm, cleaveage pada tingkat nauplis

terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur (Anonymous 1979).

2. Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh

produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainnya agar

produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik. Biaya

produksi dapat digolongkan menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya implisit dan

eksplisit. Biaya implisit adalah biaya secara nyata tidak dikeluarkan oleh penambak

dalam suatu usaha. Sedangkan biaya eksplisit adalah serangkaian biaya yang secara

nyata dikeluarkan penambak dalam suatu usaha. (Khairunnas & Ermi, 2011).

Dengan demikian biaya total (Total Cost) yaitu keseluruhan biaya produksi

yang diperoleh dari penjumlahan total biaya implisit dan biaya eksplisit. Secara

(24)

TC = TEC + TIC

Keterangan :

TC = Biaya total

TEC = Total Eksplisit Cost

TIC = Total Implisit Cost

3. Pendapatan

Keberhasilan dari suatu usaha pada akhirnya dinilai dari besarnya pendapatan

yang diperoleh dari usaha tersebut. Saptana et all (2011) mengungkapkan bahwa

pendapatan merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (biaya

eksplisit).

4. Keuntungan

Menurut Suratiyah (2006), keuntungan merupakan selisih antara total

penerimaan dengan total biaya eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Menurut

Soekartawi (2006), keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya

total produksi yang dikeluarkan secara sistematis. Secara matematis dapat ditulis

dalam bentuk rumus sebagai berikut :

Π = TR – (TEC + TIC)

TR = Y . Py

Keterangan :

(25)

TR = Total Revenue

Py = Harga ouput

Y = Jumlah output

TEC = Total Eksplisit Cost

TIC = Total Implisit Cost

5. Kelayakan usaha

Usaha dikatakan produktif atau efisien apabila usaha tersebut mempunyai

produktivitas tinggi. Dalam berusahatani seorang penambak akan selalu berfikir

bagaimana menggunakan sarana produksi seefisien mungkin untuk memperoleh

produksi yang maksimal. Produksi adalah suatu proses dimana barang dan jasa

dihasilkan.

Produktivitas tenaga kerja usaha dapat diperoleh dari dalam keluarga maupun

dari luar keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga penambak merupakan

sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah

dinilai dengan uang (Mubyarto, 1989), sedangkan tenaga kerja luar keluarga

diperoleh dengan cara upah (Hernanto 1989). Produktivitas tenaga kerja diperoleh

dari pendapatan dikurangi biaya implisit selain upah tenaga kerja dalam keluarga

(TKDK) dibagi total HKSP dalam keluarga. Apabila produktivitas tenaga kerja lebih

besar dari upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian, maka usaha tambak

(26)

dari upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian, maka usaha tambak tidak

layak untuk diusahakan.

Produktivitas modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan

factor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang baru yakni hasil

pertanian. Modal ada 2 macam yaitu modal sendiri dan modal pinjaman (Mubyarto

1989). Dalam kegiatan proses pertanian modal dibedakan menjadi 2 macam yaitu

modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah barang yang digunakan dalam

proses produksi, dan tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap atau

modal variable adalah barang yang langsung habis dalam satu kali proses produksi

(Soekartawi, 1986). Produktivitas modal diperoleh dari pendapatan dikurangi total

implisit cost dikurangi bunga modal dibagi total eksplisit cost. Jika produktivitas

modal lebih besar dari suku bunga bank, maka usaha tersebut layak untuk

diusahakan. Sedangkan, jika produktivitas modal lebih kecil dari suku bunga bank

maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi

biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan

dalam usahanya. Produktivitas lahan merupakan faktor penting dalam pertanian.

Kerjasama lahan antara pemilik lahan dengan penyewa atau penyakap, berarti

adanya pemindahan hak penguasaan lahan dari pemilik lahan kepada penyewa

atau penyakap dalam suatu jangka waktu dan persyaratan yang disepakati.

(27)

besar dari sewa lahan di Desa Karangsewu, maka usaha tambak layak untuk

diusahakan. Bila produktivitas lahan lebih kecil dari sewa lahan, maka usaha tambak

tersebut tidak layak untuk diusahakan. Produktivitas lahan sama besar dengan sewa

lahan, maka penambak lebih baik menyewakan lahannya kepada penambak lainnya.

R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang

merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total. Menurut

Soekartawi (2002) analisis R/C merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk

mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami

kerugian, impas, untung. Analisis R/C merupakan analisis yang membagi antara

penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Apabila hasil yang diperoleh lebih

besar dari satu maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan, apabila nilai R/C

yang diperoleh sama dengan satu maka usaha tersebut impas atau tidak mengalami

keuntungan maupun kerugian. Sedangkan apabila nilai R/C yang diperoleh kurang

dari satu maka usaha tersebut mengalami kerugian.

Hasil penelitian Isnaini tentang Analisis Kelayakan Usaha Tani Udang Windu

di Kota Tarakan layak diusahakan, dilihat dari produktivitas lahan, produktivitas

modal, produktivitas tenaga kerja dan Reveneu Cost Ratio (R/C). Nilai produktivitas

lahan dalam satu kali proses produksi selama 3 bulan sebesar Rp 1.020.306 lebih

besar dari sewa lahan, produktivitas modal sebesar 28% lebih besar dari bunga modal

bank, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 85.964/HKO lebih besar dari UMR dan

(28)

Hasil penelitian Rismanto tentang Analisis Usahatani Pembesaran Udang

Windu, Bandeng dan Polikultur di Kecamatan Kapetakan, diketahui usahatani udang

windu memerlukan biaya sebesar Rp 16.617.876 dengan tingkat pendapatan rata-rata

sebesar Rp 14.946.312 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 9.112.792. Selanjutnya,

untuk usahatani bandeng memerlukan biaya sebesar Rp 13.425.049 dengan tingkat

pendapatan sebesar Rp 12.866.542 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 9.220.428.

Sedangkan, usahatani polikultur memerlukan biaya sebesar Rp 17.608.939 dengan

tingkat pendapatan rata-rata sebesar Rp 21.310.338 dan tingkat keuntungan sebesar

Rp 16.713.626. Jika dilihat dari segi banyaknya pengeluaran biaya dan tingkat

pendapatan adalah usahatani polikultur lebih banyak dibandingkan usahatani udang

windu dan usahatani bandeng (usahatani polikultur>usahatani udang

windu>usahatani polikultur). Jika, dilihat dari segi keuntungan, usahatani polikultur

lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bandeng dan usahatani udang windu

(usahatani polikultur>usahatani bandeng>usahatani udang windu).

Hasil penelitian Triyanto tentang Studi Komparatif Usaha Pembesaran Ikan

Gurami dengan Bibit Membeli dan Bibit Sendiri Di Desa Jambidan, Kecamatan

Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, diketahui biaya produksi yang

dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar Rp

5.990.800/musim lebih tinggi dibandingkan biaya bibit sendiri sebesar Rp

5.665.865/musim, biaya tersebut gabungan dari biaya implisit dan eksplisit.

(29)

sebesar Rp 7.843.839/musim lebih tinggi dibandingkan usaha pembesaran ikan

gurami dengan bibit membeli sebesar Rp 7.728.101/musim. Keuntungan yang

diperoleh dari usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit sendiri sebesar Rp

6.408.268/musim lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan gurami

dengan bibit membeli sebesar Rp 6.093.520/musim. Produktivitas modal yang

dihasilkan dari usaha ikan gurami dengan bibit sendiri sebesar 162,8% lebih besar

dibandingkan usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar 153,4%.

Produktivitas modal yang dihasilkan usaha pembesaran ikan gurami lebih tinggi dari

bunga bank yaitu 5%. Jika dilihat dari produktivitas modal maka kedua usaha

tersebut layak untuk diusahakan.

Hasil penelitian Eko Heri Susanto tentang Studi Komparatif Efisiensi Usaha

Budidaya Ikan Dengan Sistem Karamba Pada Saluran Irigasi di Desa Siliragung

menunjukkan bahwa benih yang ditebar untuk ikan nila lebih kecil yaitu 250 ekor

dan untuk ikan lele sebesar 500 ekor. Selanjutnya, syarat hidup ikan nila mempunyai

arus deras dan ikan lele arusnya tenang. Jika tidak sesuai arus maka mengakibatkan

ikan nila terserang penyakit lendir sedangkan ikan lele terserang penyakit cacar,

Pendapatan dan efisiensi usaha budidaya ikan nila dan ikan lele sama-sama

menguntungkan dan sama-sama efisien. Namun efisiensi budidaya ikan nila lebih

besar dari pada ikan lele. Pendapatan ikan nila rata-rata adalah Rp 424.610,11

sedangkan ikan lele adalah Rp 393.869,21. Efisiensi biaya budidaya ikan nila

(30)

Hasil penelitian Joko Puspito tentang Analisis Komparatif Usaha Tani Padi

(Oryza sativa L.) Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah

Irigasi Bapang Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas lahan

(76,31 Kw/Ha/MT), rata-rata pendapatan (Rp 12.031.016,67 /Ha/MT), rata-rata

efisiensi (2,40) dan kemanfaatan (1,40) untuk usaha tani padi sawah irigasi bagian

hulu. Sedangkan rata-rata produktivitas lahan (74,87 Kw/Ha/MT), rata-rata

pendapatan (Rp 9.578.920,83 /Ha/MT), rata-rata efisiensi (1,94) dan rata-rata

kemanfaatan (0,94) untuk usaha tani padi sawah irigasi bagian hilir. Maka,

produktivitas lahan, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan usaha tani padi sawah

irigasi bagian hulu lebih tinggi dari pada bagian hilir. Usahatani padi sawah irigasi

bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan dari pada usaha tani padi sawah irigasi

bagian hilir, karena dapat meningkatkan penerimaan usahatani sekaligus mengurangi

biaya usaha tani, khususnya dalam biaya pengairan.

B. Kerangka Pemikiran

Usaha tambak udang yang berkembang dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh

kondisi lahan tambak dan iklim yang mendukung untuk budidaya tambak udang.

Salah satu komoditas yang dibudidayakan ialah udang vannamei.

Untuk membudidayakan tambak udang memerlukan biaya, yang terdiri dari

biaya implisit dan biaya eksplisit. Biaya implisit adalah biaya yang secara ekonomis

harus ikut diperhatikan sebagai biaya produksi meskipun tidak dibayar secara nyata,

(31)

sendiri. Sedangkan biaya eksplisit adalah seluruh pengeluaran yang digunakan untuk

membayar faktor produksi, benih, pakan, obat-obatan dan upah tenaga kerja luar

keluarga.

Pembudidayaan tambak udang menghasilkan produksi udang vannamei yang

akan dijual kepada pengepul dan dipasarkan dengan harga yang berlaku dan yang

sesuai dengan berat udang. Selanjutnya dari penerimaan diperoleh dari jumlah ouput

dikalikan dengan harga output. Pendapatan usaha tambak diperoleh dari total

penerimaan dikurangi dengan total biaya eksplisit. Hasil dari penerimaan bisa

langsung dihitung keuntungan, yaitu dari penerimaan dikurangi dengan biaya

implisit. Setelah itu, dilakukan perbandingan antara biaya, keuntungan dan

pendapatan pada musim kemarau dan hujan. Membandingkan kelayakan usaha

tambak udang pada musim kemarau dan hujan dilakukan dengan cara

memperhitungkan dari hasil R/C, produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja dan

produktivitas lahan. Untuk meninjau keterkaitan dan perbandingan usaha tambak

udang pada musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat dari gambar kerangka

(32)

Hasil Produksi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Musim Kemarau Usaha Tambak Udang Musim Hujan

Faktor Produksi

(33)

C. Hipotesis

1. Diduga pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang pada musim hujan

lebih rendah dari pada usaha tambak udang pada musim kemarau.

2. Diduga usaha tambak udang pada musim kemarau dan usaha tambak udang

pada musim hujan layak diusahakan jika dilihat dari R/C, Produktivitas Lahan,

(34)

22

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Studi Komparatif

Usaha Tambak Udang Pada Musim Hujan Dan Kemarau Di Desa Karangsewu,

Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo adalah analisis deskriptif. Metode analisis

deskriptif yaitu metode yang memfokuskan pada masalah-masalah yang ada di

lapangan. Dengan cara mula-mula data dikumpulkan, disusun dan dianalisis. Teknik

pelaksanaannya menggunakan studi komparatif, yaitu membandingkan usaha tambak

udang pada musim hujan dengan musim kemarau.

Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive. Metode purposive

adalah pengambilan sampel daerah secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa

di Kecamatan Galur terdapat 69 kolam dan 69 penambak udang. Sedangkan di

Kecamatan Temon terdapat 100 kolam tetapi masing-masing kolam dimiliki beberapa

kelompok atau dilakukan dengan bekerjasama. Berikut data jumlah kolam tambak

udang di Kabupaten Kulonprogo :

Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014

No Kecamatan

(35)

A. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel penambak usaha tambak udang pada musim kemarau dan hujan dilakukan dengan random sampling dengan jumlah total 85

penambak di Desa Karangsewu dan diambil sebanyak 40 reaponden.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Merupakan data yang langsung diperoleh dari sumbernya (data responden)

yang melakukan usaha tambak udang. Data primer terdiri dari identitas penambak,

luas kepemilihan lahan tambak udang, status kepemilikan lahan tambak udang,

penggunaan sarana produksi, harga sarana produksi, penggunaan alat, hasil produksi,

harga hasil produksi, penggunaan tenaga kerja, upah tenaga kerja dan lain-lain.

Pengambilan data primer melalui observasi dengan cara mengetahui bagaimana

proses pengelolaan usaha tambak udang dan dengan melalui wawancara, yaitu

mencari tahu tentang permasalahan dari pembudidayaan dan biaya untuk

pembudidayaan udang vanname.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari data-data yang terdapat di instansi-instansi

(36)

umum daerah, keadaan penduduk dan keadaan sosial ekonomi pada tempat

penelitian.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

Asumsi :

a. Hasil produksi dari usaha tambak udang habis terjual.

Pembatasan Masalah :

a. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada musim hujan dan

musim kemarau pada tahun 2015.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Musim Kemarau pada usaha tambak udang vanname di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo dimulai pada bulan April-Juni tahun

2015.

2. Musim Hujan pada usaha tambak udang vanname di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo dimulai pada bulan Juli-Maret tahun

2015.

3. Lahan adalah tempat yang dipergunakan untuk usaha tambak udang yang

dilakukan oleh penambak pada musim hujan dan musim kemarau yang diukur

dalam satuan meter persegi

4. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usaha

(37)

keluarga maupun luar keluarga. Satuan tenaga kerja adalah HKO dalam satuan

upah rupiah (HKO).

5. Biaya eksplisit usaha tambak udang adalah besarnya biaya yang secara nyata

dikeluarkan oleh penambak tambak udang. Biaya eksplisit terdiri dari :

a. Biaya benur: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benur, yang diukur

dalam satuan (Rp/ekor).

b. Biaya pakan: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan

perkembangbiakan udang dari benur sampai panen yang diukur dalam satuan

(Rp/kg).

c. Biaya obat-obatan: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan yang

digunakan ketika udang mempunyai penyakit pada saat musim kemarau dan

hujan yang diukur dalam satuan (Rp/liter) dan (Rp/kg).

d. Biaya tenaga kerja luar keluarga : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja

yang dilakukan oleh pekerja luar keluarga yang digunakan dalam usaha tambak

udang dalam musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam satuan (Rp).

6. Biaya implisit usaha tambak udang adalah besarnya biaya yang tidak secara

nyata dikeluarkan oleh penambak tambak udang tetapi tetap diperhitungkan.

Biaya implisit terdiri dari :

a. Biaya lahan : biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan usaha tambak

udang yang dilakukan oleh penambak pada musim hujan dan musim kemarau

(38)

b. Biaya tenaga kerja dalam keluarga : biaya yang dikelaurkan untuk tenaga kerja

yang dilakukan oleh pekerja dalam keluarga yang digunakan dalam usaha

tambak udang dalam musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam

satuan (Rp).

c. Biaya bunga modal sendiri : biaya yang dikeluarkan sesuai bunga modal yang

ada di daerah penelitian yaitu bank BRI, yang diukur dalam satuan (Rp).

7. Produksi adalah hasil dari usaha tambak udang yang dilakukan penambak yang

diukur dalam satuan kilogram (kg).

8. Harga output yaitu harga atas penjualan produksi udang yang diterima

penambak yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

9. Penerimaan adalah besarnya uang yang diterima oleh penambak yang

merupakan hasil kali setiap komoditas yaitu udang dengan harga jual yang

dinyatakan dalam rupiah (Rp).

10. Pendapatan yaitu besarnya uang yang diterima oleh penambak yang merupakan

hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya eksplisit dalam satu kali

musim tanam yang diukur dalam satuan (Rp).

11. Keuntungan yaitu selisih antara total penerimaan dengan total biaya eksplisit

dan biaya implisit yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

12. Kelayakan usaha yaitu untuk mengukur usaha tambak udang apakah layak atau

tidak jika di usahakan, pengukuran menggunakan R/C, produktivitas lahan,

(39)

13. R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang

merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

14. Produktivitas lahan adalah merupakan perbandingan pendapatan dikurangi

dengan biaya implisit selain sewa lahan sendiri dengan luas lahan sendiri

(Rp/ ).

15. Produktivitas tenaga kerja adalah merupakan perbandingan antara pendapatan

yang telah dikurangi dengan nilai sewa lahan milik sendiri dan bunga modal

sendiri dengan penggunaan tenaga kerja keluarga (Rp/HKO)

16. Produktivitas modal dihitung denga cara membandingkan pendapatan usaha

tambak udang yang telah dikurangi dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga

dan sewa lahan sendiri dengan biaya eksplisit dari masing-masing musim yang

dinyatakan dalam (%).

E. Teknik Analisis Data

1. Biaya dan Pendapatan Usaha

Untuk mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari usaha tambak udang

pada musim hujan dan musim kemarau dengan menggunakan rumus-rumus sebagai

berikut :

a. Total Biaya :

(40)

Keterangan :

TC = Biaya total

TEC = Total Eksplisit Cost

TIC = Total Implisit Cost

b. Pendapatan :

NR = TR - TEC

TR = Y . Py

Keterangan :

NR = Net Revenue (pendapatan)

TR = Total Revenue

Y = Jumlah Output

Py = Harga output

TEC = Total Eksplisit Cost

c. Keuntungan :

Π = TR – (TEC – TIC)

TR = Y . Py

Keterangan :

Π = Keuntungan

TR = Total Revenue

Py = Harga ouput

Y = Jumlah output

(41)

TIC = Total Implisit Cost

2. Kelayakan Usaha

Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha tambak udang Di Desa

Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, dengan analisis sebagai

berikut :

a. R/C

R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yg

merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

TR R/C =

TC (eksp+impl)

Keterangan:

TR : Total Revenue (Penerimaan)

TC : Biaya Total

Kaidah Uji :

Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.

Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan.

b. Produktivitas Lahan

Pendekatan produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan

dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang

(42)

NR - TKDK - Bunga Modal Sendiri Produktivitas Lahan =

Luas Lahan

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Kaidah Uji :

Biaya produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tambak layak untuk

diusahakan.

Biaya produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tambak tersebut tidak

layak untuk diusahakan.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

NR - Bunga Modal Sendiri - Nilai Sewa Lahan Sendiri

Produktivitas Tenaga Kerja =

Jumlah TKDK

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

(43)

Kaidah Uji :

Jika produktivitas tenaga kerja > Upah Usaha Tani, maka usaha tambak layak untuk

diusahakan.

Jika produktivitas tenaga kerja < Upah Usaha Tani, maka usaha tambak tidak layak

untuk diusahakan.

d. Produktivitas Modal

NR - TKDK – Nilai Sewa Lahan Sendiri

Produktivitas Modal = x 100%

TC eksplisit

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

TC eksplisit : Total Biaya Eksplisit

Kaidah Uji :

Jika produktivitas modal > Suku bunga bank pinjaman, maka usaha tersebut layak

untuk diusahakan.

Jika produktivitas modal < Suku bunga bank pinjaman, maka usaha tersebut tidak

layak untuk diusahakan.

Untuk mengetahui perbedaan biaya, pendapatan, keuntungan dan kelayakan

antara musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname maka

(44)

dengan menggunakan metode pengujian rata-rata atau compare means. Compare

means digunakan untuk membandingkan rata-rata sampel independen ataupun sampel

berpasangan dengan menghitung t-student (uji-t) dan menampilkan probabilitas dua

arah selisih dua rata-rata (Teguh, 2004). Program SPSS akan digunakan sebagai alat

analisa data.

Uji-t pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test (sampel

berpasangan). Paired sample t-test adalah pengujian beda dua dari subjek yang sama.

Menurut Rahmawati et al (2014) uji-t pada penelitian ini dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus berikut:

1. Biaya

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara biaya pada

musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang

vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ha ditolak. Artinya, ada perbedaan antara biaya pada musim

kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

(45)

̅

Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅: Rata-rata selisih pengukuran

: Standar deviasi selisih pengukuran 2. Pendapatan

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara pendapatan

pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang

vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara pendapatan pada

musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang

vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

̅

Keterangan:

(46)

̅:Rata-rata selisih pengukuran

: Standar deviasi selisih pengukuran

3. Keuntungan

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara keuntungan

pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang

vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara keuntungan pada

musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang

vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

̅

Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran

(47)

4. Kelayakan

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara kelayakan pada

musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang

vanname.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara kelayakan pada musim

kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.

Kriteria Pengujian:

thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%

̅

Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran

(48)

37

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak Geografis

Desa Karangsewu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Galur.

Desa Karangsewu mempunyai luas wilayah 926,13 Ha dan memiliki 17 pedukuhan.

Secara administrasi Desa Karangsewu memiliki batas wilayah yaitu sebelah barat

berbatasan dengan Desa Bugel, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tirtorahayu

dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun luas penggunaan

lahan di Desa Karangsewu adalah seperti tabel 5 berikut:

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Lahan Sawah 264,15 28,52

2. Lahan Kering 374,62 40,45

3. Bangunan 23,24 2,52

4. Lainnya 264,12 28,52

Jumlah 926,13 100

Monografi Desa Karangsewu 2012

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling

banyak yaitu lahan kering dengan persentase 40,45% yang meliputi lahan pasir dan

lahan pekarangan, kemudian lahan sawah yang meliputi pengairan teknis dan tadah

hujan memiliki persentase 28,52%, Sementara lahan bangunan terdiri dari

permukiman/rumah, perkantoran, mesjid/mushola, sekolah, kuburan, dan jalan

sebesar 2,52%. Dan lainnya meliputi rekreasi dan olahraga, pembuatan kolam, dan

(49)

digunakan untuk tambak udang adalah jenis lahan pasir, karena lahan tersebut

terletak dekat dengan pantai atau air laut.

B. Topografi dan Kondisi Tanah

a. Topografi

Desa Karangsewu terletak di kawasan tepi pantai dengan kondisi topografi

yang landai dan datar. Elevasi ketinggian rata-rata desa Karangsewu adalah 2-7 meter

diatas permukaan laut dengan Sungai Progo sebagai muara serta sungai-sungai lain

yang dimanfaatkan sebagai saluran irigasi dan drainase. Karena hal tesebut, lahan

dipinggir pantai banyak dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang

vannamei di daerah tersebut, hal ini dikarenakan untuk memudahkan pengisian air

kolam yang diambil dari air laut.

b. Jenis Tanah

Desa Karangsewu merupakan wilayah pesisir alluvial dengan material

penyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol serta grumusol.

Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desa menjadi cocok untuk

budidaya tanaman pertanian, salah satu contoh tanaman pertanian adalah pepaya,

karena tingkat kesuburan yang cukup baik selain juga material tambahan yang

merupakan sedimentasi dari vulkan Gunung Merapi yang terendapkan lewat aliran

sungai Progo. Selain tanaman pertanian, jenis tanah ini banyak juga dimanfaatkan

(50)

C. Kependudukan

1. Penduduk Berdasarkan Usia

Berdasarkan data kependudukan Pemerintahan Desa, jumlah penduduk Desa

Karangsewu yang tercatat, terdiri dari 2.094 KK dengan jumlah total 8.233 jiwa.

Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah

penduduk perempuan dengan selisih 301 jiwa. Dapat pula dilihat pada tabel 6

berikut:

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa usia penduduk Desa Karangsewu

mayoritas berada dalam golongan usia yang tergolong usia produktif yaitu sebesar

62,71%. Hal ini menunjukan sebagian besar penduduk Desa Karangsewu pada usia

tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang yang baik dan semangat kerja yang

tinggi. Usia produktif secara langsung mempengaruhi kegiatan dalam usaha udang

vannamei yaitu dalam mengelola budidaya, baik dalam penebaran benur, pemberian

pakan sampai dengan panen.

No. Golongan Usia Jenis Kelamin Jumlah Persentase

(%) Laki-laki Perempuan

1 0 – 15 tahun 1.036 1.115 2.151 26,13

2 16 – 60 tahun 2.518 2.645 5.163 62,71

3 > 61 412 507 919 11,16

(51)

2. Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peranan penting bagi setiap

orang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pola pikir dan jangkauan wawasan

yang lebih luas. Pendidikan dapat dijadikan salah satu ukuran kemajuan suatu daerah,

faktor penyebab perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir seseorang. Selain itu,

tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat pada suatu daerah

menunjukan keadaan sosial penduduknya dan tingkat kemajuan pada daerah tersebut.

Dalam dunia pertanian bahkan perikanan dalam menerima teknologi dan

pengetahuan baru ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduk setempat. Pendidikan

Desa Karangsewu dapat dilihat pada tabel:

Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu

No. Uraian Jumlah Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 638 28,70

2 Tamat SD 362 16,28

3 Tamat SLTP 481 21,64

4 Tamat SLTA 599 26,95

5 Tamat Perguruan Tinggi 143 6,43

Jumlah 2223 100,00

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa pendidikan penduduk Desa Karangsewu

telah menempuh pendidikan, meskipun masih sebagian besar penduduk yang tidak

tamat SD yaitu sebanyak 28,70%. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran penduduk

Desa Karangsewu terhadap pendidikan masih rendah hal ini akan berpengaruh dalam

(52)

dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan sektor lainnya di Desa

Karangsewu.

3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kehidupan

yang layak, dimana setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

Keanekaragaman mata pencahrian disuatu daerah bisa disebabkan karena letak

geografis yang berbeda-beda.Perbedaan keadaan alami tanpa disadari akan

mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya.

Mata pencaharian penduduk berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan

sumber daya alam, contohnya pertanian dan peternakan. Adapun masyarakat yang

hidup di pantai memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya, sehingga

mereka bermata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan mata pencaharian penduduk

yang mengandalkan sektor-sektor yang tidak banyak berhubungan dengan

pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa.

Struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian berguna untuk memberikan

gambaran mengenai jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Karangsewu.

(53)

Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu

Status Jumlah (Jiwa) Pesentase (%)

Penambak Pemilik Sawah 1799 35,89

Pemilik Tanah Tegalan 322 6,42

Penambak penyewa/Penggarap 396 7,90

Buruh Tani 824 16,44

Pemilik Tanah Perkebunan Rakyat (Kelapa) 962 19,19

Buruh Perkebunan 42 0,84

Pemilik Perahu 2 0,04

Pemilik Kolam 23 0,46

Pemilik Jaring/Jala/Anco 7 0,14

Buruh Perikanan/ Kenelayanan 4 0,08

Guru 171 3,41

Sipil Polri/TNI 1 0,02

Mantri Kesehatan/Perawat 7 0,14

Bidan 1 0,02

Peg. Pemda. 8 0,16

Perangkat Desa 25 0,50

TNI 17 0,34

POLRI 22 0,44

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 112 2,23

Peg. Swasta 34 0,68

Lainnya 234 4,67

Jumlah 5013 100,00

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa

Karangsewu memiliki mata pencaharian sebagai penambak yakni sebesar 59,23%,

terdiri dari penambak pemilik sawah, penambak penyewa/penggarap, dan buruh tani.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Karangsewu masih

mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara

pemilik kolam hanya sebesar 0,46%, artinya pemilik kolam masih sedikit di Desa

(54)

D. Sarana Prasarana dan Sarana Transportasi

Salah satu faktor pendukung pembangunan adalah sumberdaya manusia yang

berkualitas. Peningkatan sumber daya dapat ditempuh melalui pendidikan baik formal

maupun informal. Untuk itu perlu didukung sarana dan prasarana yang mendukung

kegiatan pendidikan tersebut. Dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Jumlah Sekolah di Desa Karangsewu

Tingkat pendidikan Desa Karangsewu

TK 10

SD 5

SMP/MTS 2

SMA 1

Jumlah 18

Sumber: Monografi Desa Kranagsewu

Berdasarkan tabel 7 jumlah sekolah di lingkungan kemendiknas Kecamatan

Galur di Desa Karangsewu terdapat sebanyak 18 sekolah (baik negeri maupun

swasta) dari jenjang taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas/sekolah

mengah kejuruan. Jumlah TK sebanyak 10, SD sebanyak 5, SMP/MTS sebanyak 2

dan SMA/SMK sebanyak 1. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa untuk

sarana pendidikan di Desa Karangsewu dari tingkat prasekolah sampai dengan tingkat

(55)

Tabel 8. Sarana Pembelanjaan Penduduk

No. Jenis Sarana Pembelanjaan Ada/Tidak Jumlahnya

1.

Di Desa Karangsewu sudah terdapat sarana pembelanjaan sesuai kebutuhan

penduduk yang ada. Tetapi terdapat sarana yang kurang di Desa Karagsewu yaitu

pasar desa. Padahal banyak penduduk yang ingin membeli kebutuhan sehari-harinya

di pasar dikarenakan harga lebih terjangkau dibandingkan di sarana pembelanjaan

lainnya. Di Desa Karangsewu banyak terdapat sarana seperti toko/warung.

Toko/warung hampir di tiap 500 meter terdapat penduduk yang membuka

toko/warung untuk memenuhi kebutuhan penduduk lainnya dengan menjual berbagai

macam produk. Seperti beras, kebutuhan rumah tangga, makanan, minuman, dan lain

sebagainya. Tetapi harga di toko/warung tersebut lebih mahal jika di bandingkan

dengan pasar.

Sarana Transportasi merupakan perpindahan atau pergerakan orang, barang,

informasi, untuk tujuan spesifik dari satu tempat ke tempat lain. Peranan transportasi

yaitu memungkinkan manusia dan barang bergerak/berpindah tempat dengan aman

dan cepat. Dengan transportasi peralatan atau kebutuhan dapat sampai ke tempat

(56)

sarana transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan dan pemberi

jasa bagi perkembangan ekonomi khususnya Desa Karangsewu. Adapun jumlah

sarana transportasi yang terdapat di Desa Karangsewu adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012

No Jenis Prasarana Jumlah Persentase (%)

1 Kendaraan Umum Roda Empat:

a. Bis (yang trayeknya melewati desa) 6 0,21

b. Truk 7 0,24

c. Colt pick up 40 1,37

2 Mobil Pribadi 72 2,47

3 Kendaraan Umum Roda Tiga 4 0,14

4 Kendaraan bermotor Roda Dua 1.036 35,52

5 Sepeda 1.752 60,06

Jumlah 2917 100

Sumber: Monografi Desa Karangsewu

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa transportasi di Desa Karangsewu

sudah cukup tersedia, sehingga dapat menunjang dan memperlancar dalam kegiatan

usaha udang vannamei. Dengan tersedianya transportasi truk dan colt pick up akan

membantu memudahkan untuk memasarkan hasil panen udang vannamei ke pasar

atau bahkan daerah lainnya.

E. Keadaan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam

pembangunan perekonomian suatu daerah. Peran sektor ekonomi adalah sebagai

sumber penghasil kebutuhan pokok, sandang dan papan. Selain itu, sektor ini

merupakan sektor yang paling banyak menampung tenaga kerja dan sebagian besar

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012
Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji T menunjukkan bahwa variabel tingkat inflasi mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap return saham dan suku bunga mempunyai pengaruh positif

Bapak/ibu merespon/menanggapi dengan baik jika saya menceritakan masalah yang saya alami.. Bapak/ibu menegur jika saya kurang sopan berkomunikasi dengan

Secara statistik nilai ini memberikan makna bahwa 66,61% variasi yang terjadi pada motivasi belajar dapat dijelaskan oleh kepribadian. Oleh karena itu, kepribadian

gambaran pola asuh orangtua pada anak usia dini dari sisi

I-3 Pendekatan dispersi udara ambien dengan kriteria roadside pada penelitian ini memperhitungan faktor sudut datang angin dominan terhadap jalan, karakteristik lalu

Rasa gangguan akan kebisingan yang timbulkan dari suara peralatan kegiatan pertambangan akan menghasilkan persepsi ketergangguan yang berbeda beda setiap individu,

pengambilan sampel dilakukan hanya satu periode, yaitu pada waktu surut. Lokasi penelitian dibagi atas 3 stasiun pengamatan, stasiun I dengan ciri-ciri mangrove yang tumbuh

Sedangkan menurut Al Bahra dalam bukunya Analisis dan Desain Sistem Informasi, adalah sebagai berikut: “Diagram Konteks adalah diagram yang terdiri dari suatu proses