STUDI KOMPARATIF
USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM
KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU
KECAMATAN GALUR
KABUPATEN KULON PROGO
Skripsi
Disusun Oleh :
Kartika Farah Istiqamah
2012 022 0097
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Studi Komparatif Usaha Tambak Udang Vanname Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, maka penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Ir. Sarjiyah, M.S selaku dekan fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. Ir. Eni Istiyanti, MP selaku ketua prodi agribisnis.
3. Francy Risvansuna F, S.P. MP selaku dosen pembimbing utama skripsi,
terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.
4. Dr. Ir. Triwara Buddhi S, M.P selaku dosen pembimbing pendamping skripsi,
terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.
5. Ir. Lestari Rahayu, M.P selaku dosen penguji skripsi, terimakasih telah
memberikan saran kepada penulis.
6. Dosen dan keluarga besar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
7. Ibu Ismawati, SH, Bapak Suhartono, Ayah Ir. M. Sayuri Rustam, MM, Om
Edi Purwanto dan Ate Asrotul Mukarrohmah yang selalu mendoakanku selama ini dan memberikan motivasi serta semangat dan kasih sayang.
8. Kakak-kakak tercinta, Mas Wildan Amirul Hasan, Mba Elmy Fajriany
keponakan-iv
keponakanku, Aqila Riesa Putri, Kenzie Kayla Hasan, Galena Arsa Putri, Azzam Faturrahman Hasan dan Fauzan Khair Alfarizqy yang selalu mendoakanku, mensupport serta memberikan kasih sayang.
9. “BASECAMP” yang telah memberikan semangat, motivasi dan kebersamaan
selama ini.
10. Teman-teman SMA dan SMP yang telah memberikan semangat untukku dan
kebersamaan dari dulu sampai saat ini.
11. Serta teman-teman Agribisnis 2012 yang telah memberikan semangat dan
kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Yogyakarta, 30 Agustus 2016
v
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 9
A. Tinjauan Pustaka... 9
B. Kerangka Pemikiran ... 18
C. Hipotesis ... 21
III. METODE PENELITIAN ... 22
A. Metode Pengambilan Sampel ... 23
B. Teknik Pengumpulan Data ... 23
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah... 24
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 24
E. Teknik Analisis Data ... 27
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 37
A. Letak Geografis ... 37
B. Topografi dan Kondisi Tanah ... 38
C. Kependudukan ... 39
D. Sarana Prasarana dan Sarana Transportasi ... 43
E. Keadaan Pertanian ... 45
F. Keadaan Perikanan ... 46
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Identitas Penambak Udang di Desa Karangsewu ... 51
B. Analisis Usahatani ... 58
vi
D. Uji T test ... 81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luas Tambak Di Kabupaten Kulon Progo Dari Tahun 2011-2014. ... 3
Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014 ... 22
Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu ... 37
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012 .... 39
Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu ... 40
Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu ... 42
Tabel 7. Jumlah Sekolah di Desa Karangsewu ... 43
Tabel 8. Sarana Pembelanjaan Penduduk ... 44
Tabel 9. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012 ... 45
Tabel 10. Tanaman Pangan Desa Karangsewu 2012 ... 46
Tabel 11. Pemberian Pakan Udang Vannamei Berdasarkan Umur ... 49
Tabel 12. Penggolongan Usia Penambak Udang ... 52
Tabel 13. Petambak Udang Vannamei Menurut Jenis Kelamin ... 53
Tabel 14. Tingkat Pendidikan Penambak Udang ... 54
Tabel 15. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Pengalaman Usaha ... 55
Tabel 16. Status Profesi Sebagai Penambak Udang... 56
Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Penambak Udang ... 57
Tabel 18. Petani Tambak Udang Vannamei Menurut Status Kepemilikan Lahan ... 58
Tabel 19. Penggunaan Sarana Produksi Usaha Tambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 59
Tabel 20. Penggunaan Biaya Sarana Produksi Usaha Tambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 61
Tabel 21. Penggunaan dan Biaya Rata-Rata Obat Cair dan Obat Padat Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan ... 63
Tabel 22. Biaya Rata-Rata Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) Penambak Udang Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan... 65
Tabel 23. Penyusutan Alat yang digunakan Oleh Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 66
Tabel 24. Total Biaya Rata-Rata Eksplisit Penambak Udang Vanname Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 68
viii
Tabel 26. Total Rata-Rata Biaya Implisit Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan ... 71 Tabel 27. Total Biaya Penambak Udang Vanname di Desa Karangsewu Kecamatan
Galur Kabupaten Kulon Progo ... 73 Tabel 28. Penerimaan yang Diperoleh Penambak Udang di Desa Karangsewu
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 74 Tabel 29. Pendapatan yang Diperoleh Penambak Udang Vanname di Desa
Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim
Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 75 Tabel 30. Keuntungan yang Diperoleh Penambak Udang Vanname di Desa
Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim
Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 76 Tabel 31. Nilai R/C Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa Karangsewu
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 77 Tabel 32. Nilai Produktivitas Lahan Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa
Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim
Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 78 Tabel 33. Nilai Produktivitas Tenaga Kerja Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa
Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim
Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 79 Tabel 34. Nilai Produktivitas Modal Usaha Budidaya Udang Vanname di Desa
Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo Pada Musim
Kemarau dan Musim Hujan Pada Tahun 2015. ... 80 Tabel 35. Hasil T-Test Perbandingan Biaya, Pendapatan, Keuntungan Tambak Udang
Pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo ... 81 Tabel 36. Hasil T-Test Perbandingan Kelayakan Tambak Udang Pada Musim
Kemarau dan Musim Hujan di Desa Karangsewu Kecamatan Galur
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Identitas Petani udang vannamei Desa Karangsewu ... 90
Lampiran 2. Status Kepemilikan lahan ... 91
Lampiran 3. Hasil Uji T-test Biaya ... 92
Lampiran 4. Hasil Uji T-test Pendapatan ... 93
Lampiran 5. Hasil Uji T-test Keuntungan ... 94
Lampiran 6. Hasil Uji T-test R/C ... 95
Lampiran 7. Hasil Uji T-test Produktivitas Lahan ... 96
Lampiran 8. Hasil Uji T-test Produktivitas Tenaga Kerja ... 97
xii
STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU,
KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO.
The Comparative Research of Vanname Shrimp Fishpond Exertion in Dry and Rain Seasons at Karangsewu Village, Galur, Kulon Progo
Kartika Farah Istiqamah
Francy Risvansuna F, SP, MP / Dr. Ir. Triwara Budhi S, MP Agribusiness Department Faculty of Agriculture Muhammadiyah University of
Yogyakarta
Abstract
This research is knowing about the comparison of income, cost, profit, and properly of Vanamme Shrimp Fishpond exertion in dry and rain seasons that observed from R/C, the productivity of area, manpower productivity, and capital productivity. The Basic Method is using; Descriptive Analyzed. Location of this research is in Karangsewu Village, Galur subdistrict, Kulonprogo regency. Total Sample which taken are 40 respondents of Vanamme Shrimp fishpond owner. The Analysis Results showing that the total cost in one period at dry season is Rp 161.628.778,13 and in rain season is Rp. 120.946.682,35, the revenue of vanamme shrimp fishpond exertion In dry season is Rp 346.701.983,75 and in rain season is Rp 221.825.368,21.Income of Vanamme Shrimp in dry season is Rp 190.160.965,23 and in rain season is Rp 104.922.328,35 and profit of Vanamme Shrimp Fishpond exertion in dry season is Rp 185.073.215,62 and in rain season is Rp 100.878.690,15. Vanamme Shrimp Fishpond exertion reasonable to measured by R/C . Value R/C 2,61 > 1 in dry season and in rain season is 2.09 > 1, Value productivity of area in dry Rp. 69.955,32 > from rent area. And in rain season is Rp 28.359,92 > from rent area. Value of Rp 12.486.091,47 > from manpower salary in rain season is Rp 9.088.019,81 > from manpower salary. And capital productivity is 1.70% > from interest of saving and rain season 1.20% > from interest saving. Looking from t-test experiment that vanamme shrimp fishpond exertion having the real significant difference in dry season and rain season which having difference mistake step.
Keywords : capital, income, properly, revenue, total cost, and t-test experiment of
xi
INTISARI
STUDI KOMPARATIF USAHA TAMBAK UDANG VANNAME PADA MUSIM KEMARAU DAN MUSIM HUJAN DI DESA KARANGSEWU KECAMATAN GALUR KABUPATEN KULON PROGO. 2012. KARTIKA FARAH ISTIQAMAH (Skripsi dibimbing oleh FRANCY RISVANSUNA F & TRIWARA BUDDHI S). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan, keuntungan dan kelayakan usaha tambak udang pada musim kemarau dan musim hujan ditinjau dari R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja dan produktivtas modal. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Lokasi penelitian berada di Desa Karangsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 responden penambak udang vanname. Hasil analisis menunjukkan bahwa total biaya dalam satu kali periode pada musim kemarau sebesar Rp 161.628.778,13 dan pada musim hujan sebesar Rp 120.946.682,35, penerimaan usaha tambak udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 346.701.983,75 dan musim hujan sebesar Rp 221.825.368,21, pendapatan udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 190.160.965,23 dan pada musim hujan sebesar Rp 104.922.328,35 dan keuntungan usaha tambak udang vanname pada musim kemarau sebesar Rp 185.073.215,62 dan pada musim hujan sebesar Rp 100.878.690,15. Usaha tambak udang vanname layak diukur dengan R/C, nilai R/C 2,61 > dari 1 pada musim kemarau dan pada musim hujan sebesar 2,09 > dari 1, nilai produktivitas lahan pada musim kemarau sebesar Rp 69.955,32 > dari sewa lahan dan pada musim hujan sebesar Rp 28.359,92 > dari sewa lahan, nilai produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 12.486.091,47 > dari upah tenaga kerja dan pada musim hujan sebesar Rp 9.088.019,81 > dari upah tenaga kerja dan produktivitas modal sebesar 1.70% > dari bunga tabungan dan pada musim hujan sebesar 1.20% > dari bunga tabungan. Jika dilihat dari uji t-test maka usaha tambak udang vanname memiliki perbedaan yang nyata pada biaya, pendapatan, keuntungan dan produktivitas lahan pada musim kemarau dan musim hujan. Sedangkan jika dilihat dari R/C, produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal tidak terdapat perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan pada tingkat kesalahan 10%.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam
struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang
tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan
bangsa. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak
menampung tenaga kerja dan sebagian besar penduduk tergantung padanya.
Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum
dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan
penambak dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di
Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa
hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai
peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam,
pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap
ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada
sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis
pertumbuhan di pedesaan.
Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni
hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta
ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang
terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh
musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja
keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran
tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) pasar
komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh
pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan penambak.
Pembangunan wilayah merupakan upaya mendorong perkembangan wilayah
melalui pendekatan komprehensif mencakup aspek fisik, sosial, maupun ekonomi.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan suatu wilayah tidak
hanya mencakup pembangunan insfratruktur dan bangunan fisik lainnya. Akan tetapi,
juga mencakup pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia yang berada
pada wilayah tersebut.
Di bidang pembangunan ekonomi pedesaan khususnya yang berorientasi pada
sektor pertanian, lahan pantai termasuk lahan marginal. Lahan marginal adalah lahan
yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dapat menghasilkan
suatu tanaman pertanian. Potensi yang rendah dari lahan marginal ini disebabkan oleh
sifat tanah yang tidak bisa menahan air, lingkungan yang panas dan gersang, serta
adanya banyak angin yang juga membawa garam yang bisa berakibat racun bagi
Lahan pasir pantai selatan Kulon Progo DIY merupakan lahan yang didominasi
oleh tanah pasir. Lahan pasir ini diendapkan oleh aktivitas gelombang laut di
sepanjang pantai. Pesisir pantai Kulon Progo sepanjang garis pantai dengan panjang ±
1.8 km, terbagi dalam 4 kecamatan dan 10 desa yang mempunyai wilayah pantai
dengan kondisi pesisir hampir 100% pasir dengan kedalaman air tanah antara hingga
12 meter. Lahan pasir ini juga tersebar hingga 2000m dari permukaan laut. Demikian
diperkirakan luas lahan pasir pantai daerah Kulon Progo bisa mencapai 3600000 m2,
atau sekitar 360 ha. Luas lahan pasir pantai daerah Kulon Progo mengakibatkan
banyaknya masyarakat yang membuat usaha tambak udang di Kulon Progo.
Perkembangan tambak udang di setiap tahunnya memiliki peningkatan yang cukup
baik. Berikut tabel luas tambak/kecamatan pada tiap tahunnya :
Tabel 1. Luas Tambak Di Kabupaten Kulon Progo Dari Tahun 2011-2014.
No Kecamatan Luas Tambak (m²)
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kulon Progo
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa luas tambak per kecamatan di Kabupaten
Kulon Progo pada setiap tahunnya memiliki kenaikan yang cukup signifikan.
Kecamatan yang memiliki tambak yang luas pada tahun 2014 adalah Kecamatan
Temon dengan luas 451.500 m². Selanjutnya Kecamatan Galur yang pada tahun 2011
kenaikan yang tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 129.000 m². Sedangkan
pada Kecamatan Wates dan Panjatan baru memulai usaha tambak pada tahun 2014.
Luas tambak 9.500 m² pada Kecamatan Panjatan dan 2.000 m² pada Kecamatan
Wates.
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang terletak di Desa Karangsewu
memiliki beberapa permasalahan, yaitu pada musim hujan yang dimulai pada bulan
April-Juni adalah penambak susah untuk mengatur air agar air tetap stabil tingkat
salinitas (kadar garam), karena udang vannamei dapat hidup pada salinitas 0,1-60 ppt
(tumbuh dengan baik 10-30 ppt, ideal 15-25 ppt) dan suhu 12-37 °C (tumbuh dengan
baik 24-34 °C dan ideal pada suhu 28-31 °C). Di Desa Karangsewu penambak udang
vannamei hidup pada salinitas 15-20 ppt dan suhu 25-30 °C. Tetapi pada musim
hujan bisa menjadikan pengaruh buruk pada udang, yaitu air hujan dapat
mengakibatkan terkikisnya tanah pematang. Apabila hasil kikisan tersebut masuk ke
petak pemeliharaan maka kandungan lumpur akan semakin banyak dan meluas dalam
tambak yang menjadikan lahan empuk untuk hunian penyakit. Penyakit yang sering
muncul yaitu mencret atau berak berwarna putih (White Feaces Disease) terlihat pada
ekor udang yang mengeluarkan kotoran dan mengembang di permukaan air, yang
menjadikan udang tidak menghabiskan makanannya. Penyebabnya yaitu kuman yang
menempel pada makanan. Kondisi ini menandakan bahwa dasar tambak dan perairan
sudah sangat kotor dan pembentukan gas amoniak sangat tinggi. Jika udang sudah
obat pace, Pondstar-M dan ada juga penambak yang langsung melakukan pemanenan
udang, meskipun udang tersebut masih terlalu kecil.
Pada musim kemarau yang dimulai pada bulan April-Juni, penambak lebih
mudah untuk mengatur air, karena pada musim kemarau biasanya salinitas (kadar
garam) menjadi tinggi yang menyebabkan beberapa bakteri tidak dapat hidup pada
salinitas tinggi, sehingga udang terhindar dari infeksi bakteri. Namun, salinitas tinggi
membuat pertumbuhan udang lambat tetapi baik untuk makhluk hidup kecil sebagai
makanan udang (plankton). Pada musim kemarau juga sering ditemukan lumut dan
ganggang yang tumbuh dari dasar tambak. Ganggang yang berlebihan sangat
menganggu pertumbuhan udang sehingga sering dijumpai udang yang terjerat atau
bahkan udang berbalut lumut yang biasa disebut “udang jaketan”. Bila tubuh udang
sudah berbalut lumut termasuk insangnya maka udang akan kesulitan bergerak dan
bernapas sehingga udang bergerak ke permukaan dan minggir ke pematang tambak
dan bisa menyebabkan udang mati.
Penyakit yang menyerang pada musim hujan dan kemarau adalah penyakit ekor
merah (mio), yang disebabkan oleh virus yang menjadikan kangkang udang berwarna
merah dan bisa menular ke udang yang lainnya. Tetapi jika udang sudah terkena
penyakit mio, penambak tidak melakukan pencegahan, dikarenakan sampai saat ini
belum ada obat untuk pencegahan penyakit mio. Maka penambak langsung
melakukan pemanenan udang tersebut. Tetapi ada juga penambak yang memberikan
menyerap okseigen lebih banyak. Selanjutnya virus yang menyerang udang
diantaranya, yaitu Taura Syndrome Virus (TSV). Pada umumnya virus ini terjadi pada
umur 14-40 hari setelah penebaran benur di tambak. Apabila penyakit terjadi pada
umur 30 hari pertama, maka infeksi berasal dari induk. Tetapi jika lebih dari 60 hari
infeksi berasal dari lingkungan. Infeksi TSV ada dua fase, yaitu fase akut dan kronis.
Pada fase akut akan terjadi kematian massal dan warna tubuh yang kemerahan.
Udang yang bertahan hidup dari serangan TSV, akan mengalami fase kronis. Pada
fase kronis, udang mampu hidup dan tumbuh relative normal dengan tanda bercak
hitam. Namun udang tersebut merupakan pembawa (carrier) TSV yang dapat
ditularkan ke udang lain yang kondisinya sehat.
Dari hasil pra survey penelitian, menurut penambak udang hasil dari
pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang vannamei pada musim hujan lebih
rendah dibandingkan pada musim kemarau, dikarenakan banyaknya penyakit yang
menyerang udang pada musim hujan yang mengakibatkan hasil panen udang lebih
sedikit dibandingkan musim kemarau. Perbedaan musim juga membuat para
penambak membudidayakan udang dengan jumlah yang berbeda, yaitu pada musim
kemarau penambak menaburkan benur lebih banyak dibandingkan dengan pada
musim hujan. Para penambak mengantisipasi pada musim hujan untuk menaburkan
benur lebih sedikit dikarenakan penambak tidak mau rugi di saat panen udang,
dikarenakan musim hujan rentan terhadap penyakit. Jika dilihat dari tenaga kerja, ada
bermalas malasan dibandingkan musim kemarau, dikarenakan jika hujan tiba dan di
saat waktu hujan bertepatan dengan pemberian pakan untuk udang tenaga kerja agak
bermalas malasan keluar untuk memberikan pakan.
Air merupakan faktor penentu daya dukung tambak pada tiap musim. Jika mutu
air baik daya dukung tambak akan semakin tinggi, sebaliknya jika mutu air rendah
maka daya dukungnya pun rendah. Untuk menjaga mutu air di tambak, maka salah
satu caranya adalah penambak harus melakukan pergantian air tambak (pressing) agar
menjaga kualitas air. Biasanya pergantian air dilakukan pertama kali saat benur udang
di tambak berumur 30 hari. Pada umur tersebut benur sudah cukup kuat melawan arus
air yang masuk lewat pintu pmasukan. Pada bulan pertama pemeliharaan di tambak,
pergantian air sebanyak 5-10% dan ditingkatkan hingga mencapai 30% menjelang
panen.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Mengapa penebaran benur udang vanname pada musim kemarau dan musim
hujan berbeda?
2. Apa dan berapa biaya yang digunakan untuk budidaya udang vanname di Desa
Karagsewu Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo?
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan dan keuntungan usaha
tambak udang pada musim hujan dan kemarau.
2. Untuk mengetahui kelayakan usaha tambak udang pada musim hujan dan
kemarau dilihat dari R/C Produktivitas Lahan, Produktivitas Tenaga Kerja dan
Produktivitas Modal.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:
Bagi peneliti, bisa dijadikan proses pembelajaran dalam penerapan ilmu dan
berguna untuk menambah pengetahuan dalam bidang sosial, ekonomi. Bagi
penambak, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan usaha tambak udang. Bagi pemerintah hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan perencanaan proyek pertanian. Bagi peneliti lain, bisa dijadikan sebagai
bahan pengetahuan dan informasi serta perbandingan penelitian yang serupa atau
9
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Udang Vannamei
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang
yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang
dicapai pada saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon),
habitat aslinya adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh
dengan baik di Indonesia. Di pilihnya udang Vannamei ini di sebabkan oleh beberapa
faktor yaitu (1) sangat diminati dipasar Amerika, (2) lebih tahan terhadap penyakit
dibanding udang putih lainnya, (3) pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, (4)
mempunyai toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan 2006).
Udang Vannamei termasuk genus Paneus, namun yang membedakan dengan
genus Paneus lain adalah mempunyai sub genus Litopenaeus yang dicirikan oleh
bentuk thelicum terbuka tetapi tidak ada tempat untuk penyimpanan sperma
(Ditjenkan, 2006). Ada dua spesies yang termasuk sub genus Litopenaeus yakni
Litopenaeus vannamei dan Litopenaeus stylirostris (Wyban & Sweeney 1991). Udang
vannamei termasuk genus peneus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas
dan bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian
dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara 2001).Warna dari udang vannamei
ini putih transparan dengan warna biru yang terdapat dekat dengan bagian telson dan
Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki
renang pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum
terbuka yang terletak diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima (Tricahyo,
1995; Wyban dan Sweeney, 1991).
Pada stadia larva, udang putih mamiliki enam stadia naupli, tiga stadia zoea,
dan tiga stadia mysis dalam daur hidupnya (Elovaara, 2001).
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari
tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan
hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah
dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa induk udang putih ditemukan diperairan lepas pantai dengan
kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Menyukai daerah yang dasar
perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah catadromous atau dua
lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas,
larva dan yuwana udang putih akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove
yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa
akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti
pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban & Sweeney 1991). Hal ini
sama seperti pola hidup udang penaeid lainnya, dimana mangrove merupakan tempat
berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara
Pada udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan
terlihat berwarna coklat keemasan (Wyban & Sweeney 1991).
Udang putih mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari
perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad pada awal
perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau
hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et al 1996).
Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, untuk udang dengan
berat 30 gram sampai dengan 45 gram telur yang di hasilkan 100.000 sampai 250.000
butir telur. Telur yang mempunyai diameter 0,22 mm, cleaveage pada tingkat nauplis
terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur (Anonymous 1979).
2. Biaya Produksi
Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh
produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainnya agar
produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik. Biaya
produksi dapat digolongkan menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya implisit dan
eksplisit. Biaya implisit adalah biaya secara nyata tidak dikeluarkan oleh penambak
dalam suatu usaha. Sedangkan biaya eksplisit adalah serangkaian biaya yang secara
nyata dikeluarkan penambak dalam suatu usaha. (Khairunnas & Ermi, 2011).
Dengan demikian biaya total (Total Cost) yaitu keseluruhan biaya produksi
yang diperoleh dari penjumlahan total biaya implisit dan biaya eksplisit. Secara
TC = TEC + TIC
Keterangan :
TC = Biaya total
TEC = Total Eksplisit Cost
TIC = Total Implisit Cost
3. Pendapatan
Keberhasilan dari suatu usaha pada akhirnya dinilai dari besarnya pendapatan
yang diperoleh dari usaha tersebut. Saptana et all (2011) mengungkapkan bahwa
pendapatan merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (biaya
eksplisit).
4. Keuntungan
Menurut Suratiyah (2006), keuntungan merupakan selisih antara total
penerimaan dengan total biaya eksplisit dan implisit yang dikeluarkan. Menurut
Soekartawi (2006), keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya
total produksi yang dikeluarkan secara sistematis. Secara matematis dapat ditulis
dalam bentuk rumus sebagai berikut :
Π = TR – (TEC + TIC)
TR = Y . Py
Keterangan :
TR = Total Revenue
Py = Harga ouput
Y = Jumlah output
TEC = Total Eksplisit Cost
TIC = Total Implisit Cost
5. Kelayakan usaha
Usaha dikatakan produktif atau efisien apabila usaha tersebut mempunyai
produktivitas tinggi. Dalam berusahatani seorang penambak akan selalu berfikir
bagaimana menggunakan sarana produksi seefisien mungkin untuk memperoleh
produksi yang maksimal. Produksi adalah suatu proses dimana barang dan jasa
dihasilkan.
Produktivitas tenaga kerja usaha dapat diperoleh dari dalam keluarga maupun
dari luar keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga penambak merupakan
sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dengan uang (Mubyarto, 1989), sedangkan tenaga kerja luar keluarga
diperoleh dengan cara upah (Hernanto 1989). Produktivitas tenaga kerja diperoleh
dari pendapatan dikurangi biaya implisit selain upah tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK) dibagi total HKSP dalam keluarga. Apabila produktivitas tenaga kerja lebih
besar dari upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian, maka usaha tambak
dari upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian, maka usaha tambak tidak
layak untuk diusahakan.
Produktivitas modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan
factor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang baru yakni hasil
pertanian. Modal ada 2 macam yaitu modal sendiri dan modal pinjaman (Mubyarto
1989). Dalam kegiatan proses pertanian modal dibedakan menjadi 2 macam yaitu
modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah barang yang digunakan dalam
proses produksi, dan tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap atau
modal variable adalah barang yang langsung habis dalam satu kali proses produksi
(Soekartawi, 1986). Produktivitas modal diperoleh dari pendapatan dikurangi total
implisit cost dikurangi bunga modal dibagi total eksplisit cost. Jika produktivitas
modal lebih besar dari suku bunga bank, maka usaha tersebut layak untuk
diusahakan. Sedangkan, jika produktivitas modal lebih kecil dari suku bunga bank
maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.
Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi
biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan
dalam usahanya. Produktivitas lahan merupakan faktor penting dalam pertanian.
Kerjasama lahan antara pemilik lahan dengan penyewa atau penyakap, berarti
adanya pemindahan hak penguasaan lahan dari pemilik lahan kepada penyewa
atau penyakap dalam suatu jangka waktu dan persyaratan yang disepakati.
besar dari sewa lahan di Desa Karangsewu, maka usaha tambak layak untuk
diusahakan. Bila produktivitas lahan lebih kecil dari sewa lahan, maka usaha tambak
tersebut tidak layak untuk diusahakan. Produktivitas lahan sama besar dengan sewa
lahan, maka penambak lebih baik menyewakan lahannya kepada penambak lainnya.
R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang
merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total. Menurut
Soekartawi (2002) analisis R/C merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk
mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami
kerugian, impas, untung. Analisis R/C merupakan analisis yang membagi antara
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Apabila hasil yang diperoleh lebih
besar dari satu maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan, apabila nilai R/C
yang diperoleh sama dengan satu maka usaha tersebut impas atau tidak mengalami
keuntungan maupun kerugian. Sedangkan apabila nilai R/C yang diperoleh kurang
dari satu maka usaha tersebut mengalami kerugian.
Hasil penelitian Isnaini tentang Analisis Kelayakan Usaha Tani Udang Windu
di Kota Tarakan layak diusahakan, dilihat dari produktivitas lahan, produktivitas
modal, produktivitas tenaga kerja dan Reveneu Cost Ratio (R/C). Nilai produktivitas
lahan dalam satu kali proses produksi selama 3 bulan sebesar Rp 1.020.306 lebih
besar dari sewa lahan, produktivitas modal sebesar 28% lebih besar dari bunga modal
bank, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 85.964/HKO lebih besar dari UMR dan
Hasil penelitian Rismanto tentang Analisis Usahatani Pembesaran Udang
Windu, Bandeng dan Polikultur di Kecamatan Kapetakan, diketahui usahatani udang
windu memerlukan biaya sebesar Rp 16.617.876 dengan tingkat pendapatan rata-rata
sebesar Rp 14.946.312 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 9.112.792. Selanjutnya,
untuk usahatani bandeng memerlukan biaya sebesar Rp 13.425.049 dengan tingkat
pendapatan sebesar Rp 12.866.542 dan tingkat keuntungan sebesar Rp 9.220.428.
Sedangkan, usahatani polikultur memerlukan biaya sebesar Rp 17.608.939 dengan
tingkat pendapatan rata-rata sebesar Rp 21.310.338 dan tingkat keuntungan sebesar
Rp 16.713.626. Jika dilihat dari segi banyaknya pengeluaran biaya dan tingkat
pendapatan adalah usahatani polikultur lebih banyak dibandingkan usahatani udang
windu dan usahatani bandeng (usahatani polikultur>usahatani udang
windu>usahatani polikultur). Jika, dilihat dari segi keuntungan, usahatani polikultur
lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bandeng dan usahatani udang windu
(usahatani polikultur>usahatani bandeng>usahatani udang windu).
Hasil penelitian Triyanto tentang Studi Komparatif Usaha Pembesaran Ikan
Gurami dengan Bibit Membeli dan Bibit Sendiri Di Desa Jambidan, Kecamatan
Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, diketahui biaya produksi yang
dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar Rp
5.990.800/musim lebih tinggi dibandingkan biaya bibit sendiri sebesar Rp
5.665.865/musim, biaya tersebut gabungan dari biaya implisit dan eksplisit.
sebesar Rp 7.843.839/musim lebih tinggi dibandingkan usaha pembesaran ikan
gurami dengan bibit membeli sebesar Rp 7.728.101/musim. Keuntungan yang
diperoleh dari usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit sendiri sebesar Rp
6.408.268/musim lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan gurami
dengan bibit membeli sebesar Rp 6.093.520/musim. Produktivitas modal yang
dihasilkan dari usaha ikan gurami dengan bibit sendiri sebesar 162,8% lebih besar
dibandingkan usaha pembesaran ikan gurami dengan bibit membeli sebesar 153,4%.
Produktivitas modal yang dihasilkan usaha pembesaran ikan gurami lebih tinggi dari
bunga bank yaitu 5%. Jika dilihat dari produktivitas modal maka kedua usaha
tersebut layak untuk diusahakan.
Hasil penelitian Eko Heri Susanto tentang Studi Komparatif Efisiensi Usaha
Budidaya Ikan Dengan Sistem Karamba Pada Saluran Irigasi di Desa Siliragung
menunjukkan bahwa benih yang ditebar untuk ikan nila lebih kecil yaitu 250 ekor
dan untuk ikan lele sebesar 500 ekor. Selanjutnya, syarat hidup ikan nila mempunyai
arus deras dan ikan lele arusnya tenang. Jika tidak sesuai arus maka mengakibatkan
ikan nila terserang penyakit lendir sedangkan ikan lele terserang penyakit cacar,
Pendapatan dan efisiensi usaha budidaya ikan nila dan ikan lele sama-sama
menguntungkan dan sama-sama efisien. Namun efisiensi budidaya ikan nila lebih
besar dari pada ikan lele. Pendapatan ikan nila rata-rata adalah Rp 424.610,11
sedangkan ikan lele adalah Rp 393.869,21. Efisiensi biaya budidaya ikan nila
Hasil penelitian Joko Puspito tentang Analisis Komparatif Usaha Tani Padi
(Oryza sativa L.) Sawah Irigasi Bagian Hulu dan Sawah Irigasi Bagian Hilir Daerah
Irigasi Bapang Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas lahan
(76,31 Kw/Ha/MT), rata-rata pendapatan (Rp 12.031.016,67 /Ha/MT), rata-rata
efisiensi (2,40) dan kemanfaatan (1,40) untuk usaha tani padi sawah irigasi bagian
hulu. Sedangkan rata-rata produktivitas lahan (74,87 Kw/Ha/MT), rata-rata
pendapatan (Rp 9.578.920,83 /Ha/MT), rata-rata efisiensi (1,94) dan rata-rata
kemanfaatan (0,94) untuk usaha tani padi sawah irigasi bagian hilir. Maka,
produktivitas lahan, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan usaha tani padi sawah
irigasi bagian hulu lebih tinggi dari pada bagian hilir. Usahatani padi sawah irigasi
bagian hulu lebih memberikan kemanfaatan dari pada usaha tani padi sawah irigasi
bagian hilir, karena dapat meningkatkan penerimaan usahatani sekaligus mengurangi
biaya usaha tani, khususnya dalam biaya pengairan.
B. Kerangka Pemikiran
Usaha tambak udang yang berkembang dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh
kondisi lahan tambak dan iklim yang mendukung untuk budidaya tambak udang.
Salah satu komoditas yang dibudidayakan ialah udang vannamei.
Untuk membudidayakan tambak udang memerlukan biaya, yang terdiri dari
biaya implisit dan biaya eksplisit. Biaya implisit adalah biaya yang secara ekonomis
harus ikut diperhatikan sebagai biaya produksi meskipun tidak dibayar secara nyata,
sendiri. Sedangkan biaya eksplisit adalah seluruh pengeluaran yang digunakan untuk
membayar faktor produksi, benih, pakan, obat-obatan dan upah tenaga kerja luar
keluarga.
Pembudidayaan tambak udang menghasilkan produksi udang vannamei yang
akan dijual kepada pengepul dan dipasarkan dengan harga yang berlaku dan yang
sesuai dengan berat udang. Selanjutnya dari penerimaan diperoleh dari jumlah ouput
dikalikan dengan harga output. Pendapatan usaha tambak diperoleh dari total
penerimaan dikurangi dengan total biaya eksplisit. Hasil dari penerimaan bisa
langsung dihitung keuntungan, yaitu dari penerimaan dikurangi dengan biaya
implisit. Setelah itu, dilakukan perbandingan antara biaya, keuntungan dan
pendapatan pada musim kemarau dan hujan. Membandingkan kelayakan usaha
tambak udang pada musim kemarau dan hujan dilakukan dengan cara
memperhitungkan dari hasil R/C, produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja dan
produktivitas lahan. Untuk meninjau keterkaitan dan perbandingan usaha tambak
udang pada musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat dari gambar kerangka
Hasil Produksi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Musim Kemarau Usaha Tambak Udang Musim Hujan
Faktor Produksi
C. Hipotesis
1. Diduga pendapatan dan keuntungan usaha tambak udang pada musim hujan
lebih rendah dari pada usaha tambak udang pada musim kemarau.
2. Diduga usaha tambak udang pada musim kemarau dan usaha tambak udang
pada musim hujan layak diusahakan jika dilihat dari R/C, Produktivitas Lahan,
22
III. METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Studi Komparatif
Usaha Tambak Udang Pada Musim Hujan Dan Kemarau Di Desa Karangsewu,
Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo adalah analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif yaitu metode yang memfokuskan pada masalah-masalah yang ada di
lapangan. Dengan cara mula-mula data dikumpulkan, disusun dan dianalisis. Teknik
pelaksanaannya menggunakan studi komparatif, yaitu membandingkan usaha tambak
udang pada musim hujan dengan musim kemarau.
Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive. Metode purposive
adalah pengambilan sampel daerah secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa
di Kecamatan Galur terdapat 69 kolam dan 69 penambak udang. Sedangkan di
Kecamatan Temon terdapat 100 kolam tetapi masing-masing kolam dimiliki beberapa
kelompok atau dilakukan dengan bekerjasama. Berikut data jumlah kolam tambak
udang di Kabupaten Kulonprogo :
Tabel 2. Data Jumlah Kolam Tambak Udang di Kulon Progo Tahun 2011-2014
No Kecamatan
A. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel penambak usaha tambak udang pada musim kemarau dan hujan dilakukan dengan random sampling dengan jumlah total 85
penambak di Desa Karangsewu dan diambil sebanyak 40 reaponden.
B. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder :
1. Data Primer
Merupakan data yang langsung diperoleh dari sumbernya (data responden)
yang melakukan usaha tambak udang. Data primer terdiri dari identitas penambak,
luas kepemilihan lahan tambak udang, status kepemilikan lahan tambak udang,
penggunaan sarana produksi, harga sarana produksi, penggunaan alat, hasil produksi,
harga hasil produksi, penggunaan tenaga kerja, upah tenaga kerja dan lain-lain.
Pengambilan data primer melalui observasi dengan cara mengetahui bagaimana
proses pengelolaan usaha tambak udang dan dengan melalui wawancara, yaitu
mencari tahu tentang permasalahan dari pembudidayaan dan biaya untuk
pembudidayaan udang vanname.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari data-data yang terdapat di instansi-instansi
umum daerah, keadaan penduduk dan keadaan sosial ekonomi pada tempat
penelitian.
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah
Asumsi :
a. Hasil produksi dari usaha tambak udang habis terjual.
Pembatasan Masalah :
a. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada musim hujan dan
musim kemarau pada tahun 2015.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Musim Kemarau pada usaha tambak udang vanname di Desa Karangsewu
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo dimulai pada bulan April-Juni tahun
2015.
2. Musim Hujan pada usaha tambak udang vanname di Desa Karangsewu
Kecamatan Galur Kabupaten Kulonprogo dimulai pada bulan Juli-Maret tahun
2015.
3. Lahan adalah tempat yang dipergunakan untuk usaha tambak udang yang
dilakukan oleh penambak pada musim hujan dan musim kemarau yang diukur
dalam satuan meter persegi
4. Tenaga kerja adalah keseluruhan tenaga kerja yang digunakan dalam usaha
keluarga maupun luar keluarga. Satuan tenaga kerja adalah HKO dalam satuan
upah rupiah (HKO).
5. Biaya eksplisit usaha tambak udang adalah besarnya biaya yang secara nyata
dikeluarkan oleh penambak tambak udang. Biaya eksplisit terdiri dari :
a. Biaya benur: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benur, yang diukur
dalam satuan (Rp/ekor).
b. Biaya pakan: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan
perkembangbiakan udang dari benur sampai panen yang diukur dalam satuan
(Rp/kg).
c. Biaya obat-obatan: Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan yang
digunakan ketika udang mempunyai penyakit pada saat musim kemarau dan
hujan yang diukur dalam satuan (Rp/liter) dan (Rp/kg).
d. Biaya tenaga kerja luar keluarga : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
yang dilakukan oleh pekerja luar keluarga yang digunakan dalam usaha tambak
udang dalam musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam satuan (Rp).
6. Biaya implisit usaha tambak udang adalah besarnya biaya yang tidak secara
nyata dikeluarkan oleh penambak tambak udang tetapi tetap diperhitungkan.
Biaya implisit terdiri dari :
a. Biaya lahan : biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan usaha tambak
udang yang dilakukan oleh penambak pada musim hujan dan musim kemarau
b. Biaya tenaga kerja dalam keluarga : biaya yang dikelaurkan untuk tenaga kerja
yang dilakukan oleh pekerja dalam keluarga yang digunakan dalam usaha
tambak udang dalam musim hujan dan musim kemarau yang diukur dalam
satuan (Rp).
c. Biaya bunga modal sendiri : biaya yang dikeluarkan sesuai bunga modal yang
ada di daerah penelitian yaitu bank BRI, yang diukur dalam satuan (Rp).
7. Produksi adalah hasil dari usaha tambak udang yang dilakukan penambak yang
diukur dalam satuan kilogram (kg).
8. Harga output yaitu harga atas penjualan produksi udang yang diterima
penambak yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
9. Penerimaan adalah besarnya uang yang diterima oleh penambak yang
merupakan hasil kali setiap komoditas yaitu udang dengan harga jual yang
dinyatakan dalam rupiah (Rp).
10. Pendapatan yaitu besarnya uang yang diterima oleh penambak yang merupakan
hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya eksplisit dalam satu kali
musim tanam yang diukur dalam satuan (Rp).
11. Keuntungan yaitu selisih antara total penerimaan dengan total biaya eksplisit
dan biaya implisit yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
12. Kelayakan usaha yaitu untuk mengukur usaha tambak udang apakah layak atau
tidak jika di usahakan, pengukuran menggunakan R/C, produktivitas lahan,
13. R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang
merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.
14. Produktivitas lahan adalah merupakan perbandingan pendapatan dikurangi
dengan biaya implisit selain sewa lahan sendiri dengan luas lahan sendiri
(Rp/ ).
15. Produktivitas tenaga kerja adalah merupakan perbandingan antara pendapatan
yang telah dikurangi dengan nilai sewa lahan milik sendiri dan bunga modal
sendiri dengan penggunaan tenaga kerja keluarga (Rp/HKO)
16. Produktivitas modal dihitung denga cara membandingkan pendapatan usaha
tambak udang yang telah dikurangi dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga
dan sewa lahan sendiri dengan biaya eksplisit dari masing-masing musim yang
dinyatakan dalam (%).
E. Teknik Analisis Data
1. Biaya dan Pendapatan Usaha
Untuk mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari usaha tambak udang
pada musim hujan dan musim kemarau dengan menggunakan rumus-rumus sebagai
berikut :
a. Total Biaya :
Keterangan :
TC = Biaya total
TEC = Total Eksplisit Cost
TIC = Total Implisit Cost
b. Pendapatan :
NR = TR - TEC
TR = Y . Py
Keterangan :
NR = Net Revenue (pendapatan)
TR = Total Revenue
Y = Jumlah Output
Py = Harga output
TEC = Total Eksplisit Cost
c. Keuntungan :
Π = TR – (TEC – TIC)
TR = Y . Py
Keterangan :
Π = Keuntungan
TR = Total Revenue
Py = Harga ouput
Y = Jumlah output
TIC = Total Implisit Cost
2. Kelayakan Usaha
Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha tambak udang Di Desa
Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, dengan analisis sebagai
berikut :
a. R/C
R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yg
merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.
TR R/C =
TC (eksp+impl)
Keterangan:
TR : Total Revenue (Penerimaan)
TC : Biaya Total
Kaidah Uji :
Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.
Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan.
b. Produktivitas Lahan
Pendekatan produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan
dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang
NR - TKDK - Bunga Modal Sendiri Produktivitas Lahan =
Luas Lahan
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Kaidah Uji :
Biaya produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tambak layak untuk
diusahakan.
Biaya produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tambak tersebut tidak
layak untuk diusahakan.
c. Produktivitas Tenaga Kerja
NR - Bunga Modal Sendiri - Nilai Sewa Lahan Sendiri
Produktivitas Tenaga Kerja =
Jumlah TKDK
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
Kaidah Uji :
Jika produktivitas tenaga kerja > Upah Usaha Tani, maka usaha tambak layak untuk
diusahakan.
Jika produktivitas tenaga kerja < Upah Usaha Tani, maka usaha tambak tidak layak
untuk diusahakan.
d. Produktivitas Modal
NR - TKDK – Nilai Sewa Lahan Sendiri
Produktivitas Modal = x 100%
TC eksplisit
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga
TC eksplisit : Total Biaya Eksplisit
Kaidah Uji :
Jika produktivitas modal > Suku bunga bank pinjaman, maka usaha tersebut layak
untuk diusahakan.
Jika produktivitas modal < Suku bunga bank pinjaman, maka usaha tersebut tidak
layak untuk diusahakan.
Untuk mengetahui perbedaan biaya, pendapatan, keuntungan dan kelayakan
antara musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname maka
dengan menggunakan metode pengujian rata-rata atau compare means. Compare
means digunakan untuk membandingkan rata-rata sampel independen ataupun sampel
berpasangan dengan menghitung t-student (uji-t) dan menampilkan probabilitas dua
arah selisih dua rata-rata (Teguh, 2004). Program SPSS akan digunakan sebagai alat
analisa data.
Uji-t pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test (sampel
berpasangan). Paired sample t-test adalah pengujian beda dua dari subjek yang sama.
Menurut Rahmawati et al (2014) uji-t pada penelitian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut:
1. Biaya
Rumusan Hipotesis:
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara biaya pada
musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang
vanname.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ha ditolak. Artinya, ada perbedaan antara biaya pada musim
kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.
Kriteria Pengujian:
thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
̅
Keterangan:
t: Nilai t hitung
̅: Rata-rata selisih pengukuran
: Standar deviasi selisih pengukuran 2. Pendapatan
Rumusan Hipotesis:
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara pendapatan
pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang
vanname.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara pendapatan pada
musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang
vanname.
Kriteria Pengujian:
thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%
̅
Keterangan:
̅:Rata-rata selisih pengukuran
: Standar deviasi selisih pengukuran
3. Keuntungan
Rumusan Hipotesis:
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara keuntungan
pada musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang
vanname.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara keuntungan pada
musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang
vanname.
Kriteria Pengujian:
thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%
̅
Keterangan:
t: Nilai t hitung
̅:Rata-rata selisih pengukuran
4. Kelayakan
Rumusan Hipotesis:
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara kelayakan pada
musim kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang
vanname.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara kelayakan pada musim
kemarau dan musim hujan pada usaha tambak udang vanname.
Kriteria Pengujian:
thit≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 10%
̅
Keterangan:
t: Nilai t hitung
̅:Rata-rata selisih pengukuran
37
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Letak Geografis
Desa Karangsewu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Galur.
Desa Karangsewu mempunyai luas wilayah 926,13 Ha dan memiliki 17 pedukuhan.
Secara administrasi Desa Karangsewu memiliki batas wilayah yaitu sebelah barat
berbatasan dengan Desa Bugel, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tirtorahayu
dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Adapun luas penggunaan
lahan di Desa Karangsewu adalah seperti tabel 5 berikut:
Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan Desa Karangsewu
Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1. Lahan Sawah 264,15 28,52
2. Lahan Kering 374,62 40,45
3. Bangunan 23,24 2,52
4. Lainnya 264,12 28,52
Jumlah 926,13 100
Monografi Desa Karangsewu 2012
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling
banyak yaitu lahan kering dengan persentase 40,45% yang meliputi lahan pasir dan
lahan pekarangan, kemudian lahan sawah yang meliputi pengairan teknis dan tadah
hujan memiliki persentase 28,52%, Sementara lahan bangunan terdiri dari
permukiman/rumah, perkantoran, mesjid/mushola, sekolah, kuburan, dan jalan
sebesar 2,52%. Dan lainnya meliputi rekreasi dan olahraga, pembuatan kolam, dan
digunakan untuk tambak udang adalah jenis lahan pasir, karena lahan tersebut
terletak dekat dengan pantai atau air laut.
B. Topografi dan Kondisi Tanah
a. Topografi
Desa Karangsewu terletak di kawasan tepi pantai dengan kondisi topografi
yang landai dan datar. Elevasi ketinggian rata-rata desa Karangsewu adalah 2-7 meter
diatas permukaan laut dengan Sungai Progo sebagai muara serta sungai-sungai lain
yang dimanfaatkan sebagai saluran irigasi dan drainase. Karena hal tesebut, lahan
dipinggir pantai banyak dimanfaatkan untuk membuat kolam budidaya tambak udang
vannamei di daerah tersebut, hal ini dikarenakan untuk memudahkan pengisian air
kolam yang diambil dari air laut.
b. Jenis Tanah
Desa Karangsewu merupakan wilayah pesisir alluvial dengan material
penyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol serta grumusol.
Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desa menjadi cocok untuk
budidaya tanaman pertanian, salah satu contoh tanaman pertanian adalah pepaya,
karena tingkat kesuburan yang cukup baik selain juga material tambahan yang
merupakan sedimentasi dari vulkan Gunung Merapi yang terendapkan lewat aliran
sungai Progo. Selain tanaman pertanian, jenis tanah ini banyak juga dimanfaatkan
C. Kependudukan
1. Penduduk Berdasarkan Usia
Berdasarkan data kependudukan Pemerintahan Desa, jumlah penduduk Desa
Karangsewu yang tercatat, terdiri dari 2.094 KK dengan jumlah total 8.233 jiwa.
Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding jumlah
penduduk perempuan dengan selisih 301 jiwa. Dapat pula dilihat pada tabel 6
berikut:
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Monografi Desa Karangsewu 2012
Sumber: Monografi Desa Karangsewu
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa usia penduduk Desa Karangsewu
mayoritas berada dalam golongan usia yang tergolong usia produktif yaitu sebesar
62,71%. Hal ini menunjukan sebagian besar penduduk Desa Karangsewu pada usia
tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang yang baik dan semangat kerja yang
tinggi. Usia produktif secara langsung mempengaruhi kegiatan dalam usaha udang
vannamei yaitu dalam mengelola budidaya, baik dalam penebaran benur, pemberian
pakan sampai dengan panen.
No. Golongan Usia Jenis Kelamin Jumlah Persentase
(%) Laki-laki Perempuan
1 0 – 15 tahun 1.036 1.115 2.151 26,13
2 16 – 60 tahun 2.518 2.645 5.163 62,71
3 > 61 412 507 919 11,16
2. Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki peranan penting bagi setiap
orang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pola pikir dan jangkauan wawasan
yang lebih luas. Pendidikan dapat dijadikan salah satu ukuran kemajuan suatu daerah,
faktor penyebab perubahan sikap, tingkah laku dan pola pikir seseorang. Selain itu,
tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat pada suatu daerah
menunjukan keadaan sosial penduduknya dan tingkat kemajuan pada daerah tersebut.
Dalam dunia pertanian bahkan perikanan dalam menerima teknologi dan
pengetahuan baru ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduk setempat. Pendidikan
Desa Karangsewu dapat dilihat pada tabel:
Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Desa Karangsewu
No. Uraian Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Tamat SD 638 28,70
2 Tamat SD 362 16,28
3 Tamat SLTP 481 21,64
4 Tamat SLTA 599 26,95
5 Tamat Perguruan Tinggi 143 6,43
Jumlah 2223 100,00
Sumber: Monografi Desa Karangsewu
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa pendidikan penduduk Desa Karangsewu
telah menempuh pendidikan, meskipun masih sebagian besar penduduk yang tidak
tamat SD yaitu sebanyak 28,70%. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran penduduk
Desa Karangsewu terhadap pendidikan masih rendah hal ini akan berpengaruh dalam
dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan sektor lainnya di Desa
Karangsewu.
3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kehidupan
yang layak, dimana setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Keanekaragaman mata pencahrian disuatu daerah bisa disebabkan karena letak
geografis yang berbeda-beda.Perbedaan keadaan alami tanpa disadari akan
mempengaruhi keanekaragaman mata pencaharian masyarakatnya.
Mata pencaharian penduduk berhubungan dengan pemanfaatan lahan dan
sumber daya alam, contohnya pertanian dan peternakan. Adapun masyarakat yang
hidup di pantai memanfaatkan laut untuk mempertahankan hidupnya, sehingga
mereka bermata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan mata pencaharian penduduk
yang mengandalkan sektor-sektor yang tidak banyak berhubungan dengan
pemanfaatan lahan dan sumber daya alam seperti jasa.
Struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian berguna untuk memberikan
gambaran mengenai jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Karangsewu.
Tabel 6. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Karangsewu
Status Jumlah (Jiwa) Pesentase (%)
Penambak Pemilik Sawah 1799 35,89
Pemilik Tanah Tegalan 322 6,42
Penambak penyewa/Penggarap 396 7,90
Buruh Tani 824 16,44
Pemilik Tanah Perkebunan Rakyat (Kelapa) 962 19,19
Buruh Perkebunan 42 0,84
Pemilik Perahu 2 0,04
Pemilik Kolam 23 0,46
Pemilik Jaring/Jala/Anco 7 0,14
Buruh Perikanan/ Kenelayanan 4 0,08
Guru 171 3,41
Sipil Polri/TNI 1 0,02
Mantri Kesehatan/Perawat 7 0,14
Bidan 1 0,02
Peg. Pemda. 8 0,16
Perangkat Desa 25 0,50
TNI 17 0,34
POLRI 22 0,44
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 112 2,23
Peg. Swasta 34 0,68
Lainnya 234 4,67
Jumlah 5013 100,00
Sumber: Monografi Desa Karangsewu
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa
Karangsewu memiliki mata pencaharian sebagai penambak yakni sebesar 59,23%,
terdiri dari penambak pemilik sawah, penambak penyewa/penggarap, dan buruh tani.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Karangsewu masih
mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara
pemilik kolam hanya sebesar 0,46%, artinya pemilik kolam masih sedikit di Desa
D. Sarana Prasarana dan Sarana Transportasi
Salah satu faktor pendukung pembangunan adalah sumberdaya manusia yang
berkualitas. Peningkatan sumber daya dapat ditempuh melalui pendidikan baik formal
maupun informal. Untuk itu perlu didukung sarana dan prasarana yang mendukung
kegiatan pendidikan tersebut. Dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Jumlah Sekolah di Desa Karangsewu
Tingkat pendidikan Desa Karangsewu
TK 10
SD 5
SMP/MTS 2
SMA 1
Jumlah 18
Sumber: Monografi Desa Kranagsewu
Berdasarkan tabel 7 jumlah sekolah di lingkungan kemendiknas Kecamatan
Galur di Desa Karangsewu terdapat sebanyak 18 sekolah (baik negeri maupun
swasta) dari jenjang taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas/sekolah
mengah kejuruan. Jumlah TK sebanyak 10, SD sebanyak 5, SMP/MTS sebanyak 2
dan SMA/SMK sebanyak 1. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa untuk
sarana pendidikan di Desa Karangsewu dari tingkat prasekolah sampai dengan tingkat
Tabel 8. Sarana Pembelanjaan Penduduk
No. Jenis Sarana Pembelanjaan Ada/Tidak Jumlahnya
1.
Di Desa Karangsewu sudah terdapat sarana pembelanjaan sesuai kebutuhan
penduduk yang ada. Tetapi terdapat sarana yang kurang di Desa Karagsewu yaitu
pasar desa. Padahal banyak penduduk yang ingin membeli kebutuhan sehari-harinya
di pasar dikarenakan harga lebih terjangkau dibandingkan di sarana pembelanjaan
lainnya. Di Desa Karangsewu banyak terdapat sarana seperti toko/warung.
Toko/warung hampir di tiap 500 meter terdapat penduduk yang membuka
toko/warung untuk memenuhi kebutuhan penduduk lainnya dengan menjual berbagai
macam produk. Seperti beras, kebutuhan rumah tangga, makanan, minuman, dan lain
sebagainya. Tetapi harga di toko/warung tersebut lebih mahal jika di bandingkan
dengan pasar.
Sarana Transportasi merupakan perpindahan atau pergerakan orang, barang,
informasi, untuk tujuan spesifik dari satu tempat ke tempat lain. Peranan transportasi
yaitu memungkinkan manusia dan barang bergerak/berpindah tempat dengan aman
dan cepat. Dengan transportasi peralatan atau kebutuhan dapat sampai ke tempat
sarana transportasi berfungsi sebagai sektor penunjang pembangunan dan pemberi
jasa bagi perkembangan ekonomi khususnya Desa Karangsewu. Adapun jumlah
sarana transportasi yang terdapat di Desa Karangsewu adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Sarana Transportasi Desa Karangewu 2012
No Jenis Prasarana Jumlah Persentase (%)
1 Kendaraan Umum Roda Empat:
a. Bis (yang trayeknya melewati desa) 6 0,21
b. Truk 7 0,24
c. Colt pick up 40 1,37
2 Mobil Pribadi 72 2,47
3 Kendaraan Umum Roda Tiga 4 0,14
4 Kendaraan bermotor Roda Dua 1.036 35,52
5 Sepeda 1.752 60,06
Jumlah 2917 100
Sumber: Monografi Desa Karangsewu
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa transportasi di Desa Karangsewu
sudah cukup tersedia, sehingga dapat menunjang dan memperlancar dalam kegiatan
usaha udang vannamei. Dengan tersedianya transportasi truk dan colt pick up akan
membantu memudahkan untuk memasarkan hasil panen udang vannamei ke pasar
atau bahkan daerah lainnya.
E. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan perekonomian suatu daerah. Peran sektor ekonomi adalah sebagai
sumber penghasil kebutuhan pokok, sandang dan papan. Selain itu, sektor ini
merupakan sektor yang paling banyak menampung tenaga kerja dan sebagian besar