• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBEDAAN PEMBIAYAAN BERBASIS TARIF INA-CBG’s DENGAN TARIF RIIL RUMAH SAKIT PADA PASIEN PESERTA JKN KASUS DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT KALISAT JEMBER PERIODE JANUARI – JUNI 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERBEDAAN PEMBIAYAAN BERBASIS TARIF INA-CBG’s DENGAN TARIF RIIL RUMAH SAKIT PADA PASIEN PESERTA JKN KASUS DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT KALISAT JEMBER PERIODE JANUARI – JUNI 2015"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS PERBEDAAN PEMBIAYAAN BERBASIS TARIF INA-CBG’s DENGAN TARIF RIIL RUMAH SAKIT PADA PASIEN PESERTA JKN KASUS DIABETES

MELLITUS TIPE II RAWAT INAP KELAS III

DI RUMAH SAKIT KALISAT JEMBER PERIODE JANUARI – JUNI 2015

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

ARIFANDA ILFATUL MAWADDAH 20120350020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS PERBEDAAN PEMBIAYAAN BERBASIS TARIF INA-CBG’s DENGAN TARIF RIIL RUMAH SAKIT PADA PASIEN PESERTA JKN

KASUS DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT KALISAT JEMBER PERIODE JANUARI – JUNI 2015

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

ARIFANDA ILFATUL MAWADDAH 20120350020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Arifanda Ilfatul M

NIM : 20120350020

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka dibagian akhir proposal karya tulis ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan karya tulis ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 01 Juni 2016 Yang membuat pernyataan

(4)

iii

HALAMAN MOTTO

“ Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau

telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang

lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(QS. Al-Insyirah,6-8)

“Kerahmatan dalam perkataan menciptakan keyakinan, kerahmatan dalam

pemikiran menciptakan kedamaian, kerahmatan dalam memberi menciptakan

kasih.” (Lao Tse)

“Waktumu terbatas jadi jangan sia

-siakan untuk menjalani hidup orang lain.

Jangan terperangkap dengan dogma yaitu hidup dengan pemikiran orang lain.

Jangan biarkan kebisingan pendapat orang lain menenggelamkan suara hatimu

sendiri.” (Steve Jobs)

“Orang yang bijaksana penuh dengan 1000 kebahagiaan dan penuh cinta.”

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ini Ku Persembahkan Untuk

(6)

v

KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat serta karunia yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “ANALISIS PERBEDAAN PEMBIAYAAN BERBASIS TARIF INA-CBG’s DENGAN TARIF RIIL RUMAH SAKIT PADA PASIEN PESERTA JKN KASUS DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT KALISAT JEMBER PERIODE JANUARI – JUNI 2015” sebagai syarat untuk menyelesaikan studi farmasi.

Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menyadari tanpa adanya do’a, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulisan karya tulis ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr Ardi Pramono Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammdiyah Yogyakarta.

2. Ibu Sabtanti Hartimurti, S.Si., M.Si., Ph.D., Apt selaku kepala prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Sri Tasminatun M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan memberikan kesempatan untuk berkonsultasi, memberi pikiran, dan arahan sehingga dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. 4. Ibu Pramitha Esha ND, M.Sc., Apt dan Ibu Ingenida Hadning, M.Sc., Apt

selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya memberi masukan dan saran dalam menyusun karya tulis ini.

5. Kedua orang tua saya (Alm) Ach. Faridi dan ibunda Tin Munifa tercinta yang telah memberikan do’a, motivasi, dukungan serta menjadi sumber inspirasi dan kekuatan.

(7)

vi

7. Keluarga besar H. Rahbini HR, eyang, mama, tante, om, dan adik sepupuku Nanta, Kintan, Farah, Kevin, Tasya, Demas yang telah memberi dukungan moril dan motivasi.

8. Keluarga besar H. Heri Poerwanto, bu. dhe Ariyani, mas Ariefanny, mbak Ariefianna, dan mas fachrin yang telah memberi dukungan moril.

9. Sahabatku tersayang kakak Riza, Vita, teteh Dita, Ika yang telah memberikan semangat, motivasi dan canda tawa setiap hari dan pendengar setia.

10. Teman adu argumenku kak Ady yang telah memberikan dukungan moril, motivasi, menjadi tempat berbagi dan sumber penyemangat.

11. Teman-teman FARMASI 2012 “ASPARTIC” yang sama-sama saling mendukung, menyemangati dan menjalankan kegitan kuliah di farmasi. 12. Saudara-saudaraku di MAPALA UMY yang telah memberikan inspirasi

dan banyak pengalaman.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.

Penulis mengharapkan saran dan masukannya karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan karya tulis ini.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 01 Juni 2016

(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Pernyataan Keaslian Tulisan ... iii

Halaman Motto ... iv

Halaman Persembahan ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

Abstrak ... xiii

Abstract ... xiv

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II Tinjauan Pustaka A. Landasan Teori 1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ... 7

2. Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s) ... 9

(9)

viii

B. Kerangka Konsep ... 21

C. Hipotesis ... 21

BAB III Metode Penelitian A. Desain Penelitian ... 22

B. Tempat dan Waktu ... 22

C. Populasi dan Sampel ... 22

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 23

E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 23

F. Instrumen Penelitian ... 24

G. Cara Kerja ... 24

H. Skema Langkah Kerja ... 26

I. Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian ... 28

B. Pembiayaan Berbasis Tarif INA-CBG’s Pada Kasus DM ... 30

C. Komponen Biaya Rawat Inap Berdasarkan Tarif Riil Pasien DM ... 35

D. Selisih Pembiayaan Tarif Riil RS Dibandingkan Tarif INA-CBG’s ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah, Jenis dan Deskripsi Kode CBG’s……… 30

Tabel 2. Besaran Tarif Berdasarkan Deskripsi Kode CBG’s………. 30

Tabel 3. Tarif Berdasarkan Lama Rawat Inap ………... 31

Tabel 4. Karakteristik LOS di RS Kalisat Berdasarkan CBG’s………. 32

Tabel 5. Perbandingan Rata-Rata antara LOS RS dan LOS CBG’s………… 33

Tabel 6. Komponen Biaya Rawat Inap Pasien DM ………. 35

Tabel 7. Total Pembiayaan Riil Pasien DM Sesuai Tingkat Keparahan …. 37 Tabel 8. Hasil Analisis Korelasi antara Komponen dengan Biaya CBG’s . 40 Tabel 9. Selisih antara Total Riil RS dengan Total CBG’s……... 40

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 21

Gambar 2. Skema Langkah Kerja ... 26

Gambar 3. Diagram Persentase Jenis Kelamin ... 29

Gambar 4. Diagram Persentase Usia Pasien ... 29

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Statistik Biaya Riil Sesuai Tingkat Keparahan Lampiran 2. Analisis Statistik Data Terdistribusi Normal

Lampiran 3. Analisis Statistik Perbandingan LOS RS dan LOS INA-DRG’s Lampiran 4. Analisis Statistik Perbandingan Biaya RS dan INA-CBG’s

Lampiran 5. Analisis Statistik Pengaruh Biaya Riil Terhadap Tarif INA-CBG’s

(13)
(14)

ABSTRAK

Masalah yang sering ditemukan dalam penyelenggaraan BPJS adalah peningkatan tarif rumah sakit terhadap klaim INA-CBG’s dan mutu pelayanan, terutama pada instalasi rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara biaya riil dengan tarif paket INA-CBG’s pada pasien BPJS kasus diabetes melitus rawat inap di RS Kalisat Jember.

Jenis penelitian adalah observasi analitik. Data diambil secara retrospektif dari berkas klaim BPJS dan catatan medik pasien. Subyek penelitian adalah pasien diabetes melitus yang menjalani rawat inap, sedangkan objek penelitian meliputi berkas klaim berdasarkan data lama rawat, biaya kamar, penunjang, tindakan medis, farmasi/obat-obatan, serta biaya lainnya dan catatan medik pasien BPJS diabetes melitus di RS Kalisat Jember periode Januari – Juni 2015 dengan kode diagnosa INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II dan E-4-10-III. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitik. Perbedaan antara biaya riil dengan tarif INA-CBG’s dan perbedaan antara lama rawat rumah sakit dengan lama rawat paket INA-CBG’s dianalisis statistik one sample test.

Hasil analisis biaya selama periode Januari – Juni 2015 berdasarkan kode E-4-10-I tarif riil lebih rendah dari pada tarif INA-CBG’s sebesar Rp 685,400, kode E-4-10-II tarif riil lebih rendah dari pada tarif INA-CBG’s sebesar Rp 2,263,730 dan kode E-4-10-III tarif riil lebih tinggi dari pada tarif INA-CBG’s Rp 1,229,940. Terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan antara tarif riil dan tarif paket INA-CBG pada pembayaran klaim pasien diabetes mellitus rawat inap di RS Kalisat (p = 0,000). Beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan tarif riil dengan tarif klaim paket INA-CBG’s pada pelayanan pasien rawat inap di RS Kalisat antara lain perbedaan standar tarif riil dengan tarif INA-CBG’s, perbedaan lama rawat, biaya tindakan medis, biaya farmasi/obat-obatan dan RS Kalisat belum memiliki clinical pathway.

(15)

ABSTRACT

The problem usually found in the BPJS (Society Health Insurance) raising real cost to INA-CBG’s package tariff and the quality of servics, especially in inpatient department. This study was to find out how much the between the real cost and the INA-CBG’s package in diabetes mellitus inpatients using BPJS in RS Kalisat Jember.

This study was analytical observation. The data were taken retrospectively from the BPJS claim files and patients medical record. Subjects were patients with diabetes mellitus.The research object included the claim files based on length of stay, room cost, supporting cost, treatment cost, medicine cost, and another cost and medical record of diabetes mellitus patients using BPJS IN RS Kalisat Jember during period of January – June 2015 with diagnosis code INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II, and E-4-10-III. The data were analyzed analytical descriptively. Moreover, One sample test statistical analysis was conducted to find difference between real cost and INA-CBGs tariff and difference between hospital length of stay and INA-CBGs package length of stay.

The result cost analysis period of January – June 2015 code E-4-10-I real cost lower than INA-CBG’s tariff amount Rp 685,400, code E-4-10-II real cost lower than INA-CBG’s tariff amount Rp 2,263,730 and E-4-10-III real cost greather than INA-CBG’s tariff amount Rp 1,229,940. There is comparison significant between real cost with INA-CBG’s tariff package inpatien department diabetes mellitus in RS Kalisat-Jember (p=0,000). Factors that affect real cost with INA-CBG’s tariff package for service patien hospitalization in RS Kalisat the different standard real cost with with INA-CBG’s tariff package, different length of stay, treatment cost, medicine cost, and RS Kalisat not have clinical pathway.

Keywords: diabetes mellitus, INA-CBG’s, real cost

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Disahkannya Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari UU SJSN 2004 ditetapkan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Telah disahkan UU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka PT Askes (Persero) dinyatakan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

Transformasi tersebut meliputi perubahan sifat, organ dan prinsip pengelolaan, atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan stuktur dan budaya organisasi (Kemenkes RI, 2012). Pelaksanaan program BPJS, model pelayanan di rumah sakit, menggunakan sistem Casemix INA-CBG’s (Indonesia Case Based Groups). Sistem casemix adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis (Amrizal, 2009).

(17)

(costing). Oleh karena itu sistem CBG’s diterapkan, karena dipandang memenuhi prinsip penyelenggaraan jamkesmas (Depkes RI, 2008).

Menurut WHO tahun 2005 bahwa diabetes mellitus menduduki peringkat ke 7 dari total kematian penyakit tidak menular, dan angka kesakitan diabetes mellitus telah mencapai 171 juta di dunia dan diperkirakan akan mencapai 366 juta pada tahun 2030. Menurut

International DiabetesFederation (IDF) bahwa di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes kemudian tahun 2025 akan meningkat jadi 333 juta (6,3%) orang. Peningkatan ini akan melebihi 40% di Negara maju dan 170% di Negara berkembang.

RS Kalisat Jember merupakan salah satu rumah sakit pemerintah tipe C di regional 1 (Jawa Timur) yang melayani dan merawat pasien diabetes mellitus dengan peserta JKN INA-CBG’s. Pasien diabetes mellitus termasuk salah satu kasus penyakit terbanyak di RS Kalisat, dan penyakit diabetes mellitus setiap tahunnya semakin meningkat sehingga sebagian besar dana yang dikeluarkan untuk biaya pasien diabetes mellitus (RS Kalisat, 2014).

(18)

seperti glomerulosklerosis, komplikasi pada hati seperti sirosis hepatitis dan komplikasi pada kulit seperti gangren, ulkus dan furunkel (Bustan, 2007).

Penyakit DM harus segera diobati dan diberikan terapi agar dapat meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi resiko kematian tetapi harus

disertai do’a tidak hanya usaha untuk kesembuhannya. Seperti firman Allah pada Q.S. Asy –Syu’ara’ ayat 80 yaitu :

ِإ

ِنيفْشيِ فِتْضرمِاذ

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku

Ayat di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, yaitu Allah-lah yang memberi kesembuhan. Allah yang menyembuhkan penderita dari penyakitnya. Tim medis hanyalah sebagai perantara bukan pemberi kesembuhan yang hakiki. Allah-lah yang menentukan kesembuhan seseorang. Segala sesuatu terjadi hanya atas izin Allah. Mensyukuri nikmat sehat tersebut yaitu dengan menjaga kesehatan tersebut agar terhindar dari berbagai penyakit.

(19)

Biaya kesehatan dan pertumbuhan beban penyakit diabetes mellitus dengan keparahan komplikasi kronis yang meningkat pesat dari tahun ke tahun menimbulkan dampak negatif jangka panjang yang cukup besar bagi pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi Nasional. Beban ekonomi penyakit diabetes harus menjadi perhatian dari pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam mengelola masalah penyakit tidak menular kronis. Estimasi biaya penyakit (cost of illness) merupakan elemen penting dalam proses pengambilan keputusan dari penyakit kronis seperti diabetes mellitus (Mateti et al, 2013). Evaluasi beban ekonomi (economic burden) penyakit secara riil akan memberikan dasar bagi pemerintah untuk menilai dampak fiskal jangka panjang dari penyakit kronis guna efisiensi ekonomi dan pengembangan strategi, kebijakan atau program pada sistem pembiayaan kesehatan (Zhuo et al, 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan analisis biaya terhadap penyakit diabetes mellitus.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakan penelitian tentang

“Analisis Perbedaan Pembiayaan Berbasis Tarif INA-CBG’s dengan Tarif Riil Rumah Sakit pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Rawat Inap Kelas III di RS Kalisat – Jember Periode Januari – Juni 2015”.

B. Perumusan Masalah

(20)

(INA-CBG’s) pada pembayaran klaim pasien diabetes mellitus tipe II rawat inap di RS Kalisat – Jember periode Januari – Juni 2015?”

C. Keaslian Penelitian

Fitri (2014) meneliti tentang “ Analisis Biaya Penyakit Diabetes

Mellitus” di RSUP dr Sardjito. Hasil penelitian terdapat perbedaan total

biaya DM tipe 1 rawat jalan, DM tipe 1 rawat inap dan DM tipe 2 rawat inap tarif riil lebih kecil dari pada tarif INA-CBG’s, sedangkan DM tipe 2 rawat jalan tarif riil lebih besar dari tarif INA-CBG’s karena faktor komplikasi, lama rawat dan kelas rawat. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada tempat penelitian dan subjek penelitian.

Penelitian Damayanti (2015) tentang “Analisis Biaya Terapi Diabetes Mellitus Pada Pasien Rawat Inap Kelas I Sebagai Pertimbangan Dalam Penetapan pembiayaan Kesehatan Berdasarkan INA-CBG’s pada program jaminan kesehatan nasional” di PKU Muhammadiyah Gamping menyimpulkan rata-rata total biaya terapi dibawah tarif INA-CBG’s dan tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara rata-rata biaya riil dengan tarif INA-CBG’s kode E-4-10-I, terdapat perbedaan secara signifikan pada kode E-4-10-II, dan terdapat selisih positif tarif riil dengan tarif

INA-CBG’s pada kode E-4-10-III berdasarkan Permenkes no 69 tahun 2013. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada ketetapan tarif sesuai Permenkes no 59 tahun 2014.

Musarovah (2012) meneliti tentang “Perbedaan Tarif Riil Dengan

(21)

Moewardi Surakarta Triwulan IV Tahun 2011” hasil penelitian terdapat

perbedaan rata-rata tarif riil dengan rata-rata tarif Jamkesmas

(INA-CBG’s). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada tempat

penelitian dan subjek penelitian. D. Tujuan Penelitian

Mengetahui perbedaan tarif riil dengan tarif paket Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s) pada pembayaran klaim pasien diabetes mellitus tipe II rawat inap di RS Kalisat – Jember.

E. Manfaat Penelitian 1. Rumah Sakit

Menjadi masukan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas serta peningkatan kualitas pelayanan pasien rawat inap.

2. Pemerintah

Menjadi masukan bagi pemerintah kesehatan dalam evaluasi menetapkan klaim pembiayaan.

3. Umum

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. BPJS Kesehatan ( Badan Penyelenggara Jaminan Sosial )

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya di bayarkan oleh pemerintah. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Kesehatan adalah Badan hukum yang di bentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan (Depkes RI, 2012).

Manfaat Jaminan Kesehatan BPJS Kesehatan yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayana kesehatan non speasialistik meliputi :

a. Administrasi Pelayanan

b. Pelayanan Promotif dan preventif

c. Pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

(23)

Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan rawat jalan meliputi :

a. Administrasi pelayanan

b. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis.

c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis.

d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.

e. Pelayanan penunjang diagnosis lanjutan sesuai dengan indikasi medis. f. Rehabilitasi medis, pelayanan darah, pelayanan dokter forensik

g. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan Serta pelayanan kesehatan rawat inap meliputi : a. Perawatan inap non intensif

b. Perawatan inap di ruang intensif

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh mentri.

(24)

yang “cost effective” dan rasional, bukan berupa uang tunai (Depkes RI,

2008).

UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pasal 2 dan 3 Undang-undang ini menyatakan bahwa tujuan penjaminan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Pasal 17 Undang–undang ini mengatur sumber pembiayaan program jaminan sosial sebagaimana dinyatakan dalam butir 4, iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh pemerintah. Pasal 19 Menyatakan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. 2. Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s)

a. Pengertian INA-CBG’s

Case Base Groups (CBG’s) pada dasarnya mempunyai definisi yang sama dengan DRG yang juga termasuk dalam sistem casemix. Indonesia CaseBasedGroups (INA-CBG’s) adalah CBG’s yang dikaitkan dengan tarif yang dihitung berdasarkan data costing di Indonesia dan dijalankan dengan menggunakan United Nation University Grouper

(25)

Perhitungan biaya perawatan pada sistem ini dilakukan berdasarkan diagnosis akhir pasien saat dirawat inap di rumah sakit. Penerapan case based groups pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh beberapa rumah sakit untuk suatu diagnosis, besarnya biaya perawatan pasien dengan diagnosis akan berbeda apabila tipe rumah sakit tersebut berbeda (Tabrany, 2008).

Pembayaran case based groups, rumah sakit maupun pihak pembayar (asuransi Jamkesmas) tidak lagi merinci tagihan pembayaran pasien dengan melakukan penagihan pada setiap jenis pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada seorang pasien (Tabrany, 2008). Diagnosis pasien saat keluar dari rumah sakit merupakan dasar dalam menentukan biaya perawatan. Diagnosis tersebut kemudian dilakukan pemberian kode

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10) (Nur, 2007).

Sistem pembayaran case based groups adalah berdasarkan diagnosis pasien keluar perawatan. Rumah sakit mendapatkan penggantian biaya perawatan berdasarkan rata-rata biaya yang yang dihabiskan oleh rumah sakit dalam penatalaksanaan satu diagnosis penyakit. Sistem

(26)

CBG’s adalah suatu sistem pemberian imbalan jasa pelayanan kesehatan pada penyedia pelayanan kesehatan (PPK) yang ditetapkan

berdasarkan pengelompokkan diagnosis penyakit. Diagnosis dalam CBG’s

sesuai dengan ICD-9-CM (International Classification Disease Ninth Edition Clinical Modification) dan ICD-10 ( International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision ) (Hatta, 2008).

Dasar hukum implementasi dan pelaksanaan INA-CBG di Indonesia adalah Undang – Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, serta Surat Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Nomor. HK.03.05/I/589/2011 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Center for Casemix Tahun 2011 (Depkes RI, 2011).

b. Sistem INA-CBG’s

Proses penentuan kode INA-CBG’s beserta tarifnya dimulai pada saat pasien keluar dari rumah sakit, data yang harus dimasukkan dalam

(27)

c. Pengertian sistem Case-Mix CBG ‘s

Menurut Husein, (2008) Case-Mix merupakan sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan, jangkauan dalam sistem pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan, serta mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran. Case-Mix merupakan suatu format klasifikasi yang berisikan kombinasi beberapa jenis penyakit dan tindakan pelayanan di suatu rumah sakit dengan pembiayaan yang dikaitkan dengan mutu dan efektivitas pelayanan.

Sistem CBG’s sebagai salah satu metode casemix, merupakan suatu metode pengelompokkan kasus yang dapat digunakan sebagai acuan estimasi biaya layanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien. CBG’s akan dipandang sebagai sebuah objek perhitungan biaya. Terminologi biaya layanan dalam pembahasan ini adalah besaran nilai rupiah yang dikeluarkan atau dibayarkan oleh pasien maupun penjamin pasien atas suatu tindakan atau episode perawatan pasien kepada rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan (Osrizal, 2007).

(28)

daya yang digunakan baik yang bersifat recurrent cost maupun capital cost dalam aktivitas-aktivitas operasional maupun non-operasional rumah sakit dalam rangka penyediaan layanan kesehatan (Heru, 2007).

d. Pengkodean dalam Case-Mix (ICD-10 dan ICD-9 CM)

Pengelompokkan penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengelompokkan dari data morbiditas yang ditetapkan sesuai dengan kriteria (WHO, 1994). Salah satu pedoman klasifikasi penyakit yang berlaku di dunia adalah ICD-10 sedangkan ICD-9 CM merupakan buku yang digunakan untuk mengkode tindakan.

Fungsi ICD-10 menurut Kasim (2008), penerapan pengkodean ICD digunakan untuk:

a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan kesehatan.

b. Masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis medis.

c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.

d. Bahan dasar dalam pengelompokkan CBG’s (case based groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.

e. Pelaporan Nasional dan Internasional morbiditas dan mortalitas. f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan

pelayanan medis.

(29)

h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

Dalam Casemix INA-CBG’s kode CBG’s dibagi dalam 4-sub

groups (Kemenkes RI, 2010). Sub - groups ke 1 menunjukan CMG’s

(Case Main Group’s) yang ditandai dengan huruf alpabhetik (A-Z), dalam

hal ini huruf “E” menjadi sub groupspertama sebagai CMG’s (Case Main

Group’s) dari Endocrine System, Nutrition & Metabolism Groups dan

diagnosis diabetes mellitus termasuk di dalamnya, sedangkan huruf “E”

mengacu pada chapter dalam ICD-10, angka pertama dalam kode ICD-10 , yaitu E10. Sub groups ke 2 menunjukan tipe kasus, yang ditandai dengan angka (1-9), angka “4” dalam tipe kasus disini adalah tipe “rawat Inap

bukan prosedur”. Sub - groups ke 3 menunjukan spesifikasi CBG’s yang ditandai dengan angka (1-32), dalam hasil penelitian ini, diagnosis diabetes mellitus ditandai dengan angka 10 untuk spesifikasi CBG’s nya. Sub - groups ke 4 menunjukan severity level yang ditandai dengan angka romawi (I-III).

Severity Level menunjukkan tingkat keparahan penyakit pasien. Deskripsi dari E-4-10-I,II dan III berturut-turut adalah diabetes mellitus ringan, diabetes mellitus sedang dan diabetes mellitus berat. Terjadinya

severity level dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya diagnosis sekunder maupun tindakan/prosedur dan juga umur pasien.

(30)

e. Mekanisme Pembayaran Berdasarkan Case-Mix CBG’s

Biaya layanan kesehatan jika ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai pembeli layanan kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dibutuhkan sebagai nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit, baik yang dibayar oleh pasien langsung (outof pocket), penjamin (insurance), maupun subsidi. Jika terminologi ini ditinjau dari sudut pandang rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan, maka biaya kesehatan yang dimaksud di sini tidak lain adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan kesehatan yang diberikannya (Heru, 2007).

Beberapa peneliti telah menggunakan nilai billing (tarif) sebagai pengukuran biaya layanan kesehatan. Permasalahan yang terjadi, seringkali billing (tarif) berbeda dengan biaya aktual yang dikeluarkan rumah sakit sebagai pembeli sumber daya. Selisih beda tersebut disebut

margin. Pada dasarnya elemen yang terkandung dalam tarif adalah biaya (sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber daya) dan margin. Nilai margin dapat bernilai positif, yaitu tarif lebih besar atau seringkali disebut gain, namun dapat pula bernilai negatif, yaitu tarif lebih kecil dari biaya yang disebut loss (Heru, 2007).

(31)

asuransi, dan Pemerintah sebagai pembeli atau penyedia dana layanan kesehatan berkepentingan untuk mendapatkan kepastian atas nilai ganti ekonomis yang harus mereka keluarkan atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit (Heru, 2007).

Besaran nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan tersebut oleh manajemen rumah sakit telah direpresentasikan dalam nilai tarif layanan kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang pembeli atau penyedia dana layanan kesehatan, mekanisme transfer atas nilai ganti ekonomis antara pembeli layanan kesehatan kepada penyedia layanan kesehatan seringkali disebut sistem pembayaran layanan kesehatan. Secara umum sistem pembayaran layanan kesehatan dapat digolongkan menjadi dua yaitu sistem pembayaran prospektif dan sistem pembayaran retrospektif (Heru, 2007).

3. Diabetes Mellitus

a. Pengertian Diabetes Mellitus

(32)

karbohidrat, lemak dan protein, yang bertalian dengan definisi absolut atau sekresi insulin.

Diketahui bahwa diabetes mellitus bukan hanya dianggap sebagai gangguan tentang metabolisme karbohidrat, namun juga menyangkut metabolisme protein dan lemak yang diikuti dengan komplikasi-komplikasi yang bersifat menahun terutama yang menimpa struktur dan fungsi pembuluh darah (Taylor 1995).

Gejala khas pada penderita diabetes mellitus berupa poliuria (kencing berlebih) polidipsia (haus berlebih), lemas dan berat badan turun meskipun nafsu makan meningkat (polifagia). Gejala lain yang mungkin dirasakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impoten pada pasien pria serta piuritas pada pasien wanita. Diabetes mellitus memang tidak menunjukkan gejala khas yang mudah dikenali. Kesulitan dalam mengetahui gejala penyakit menyebabkan lebih dari 50% penderita tidak menyadari bahwa sudah mengidap diabetes mellitus (Taylor 1995).

b. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Gula dari makanan yang masuk melalui mulut dicerna di usus, kemudian diserap ke dalam aliran darah. Glukosa ini merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan. Agar dapat melakukan

(33)

insulin membuka pintu sel agar glukosa masuk. Dengan demikian, kadar glukosa dalam darah menjadi turun (Tandra, 2008).

Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus pusat pengolahan glukosa. Pada saat kadar insulin meningkat seiring dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh, hati akan menimbun glukosa, yang nantinya dialirkan ke sel-sel tubuh bilamana dibutuhkan (Tandra, 2008).

Efek dari metabolisme insulin juga dapat menyebabkan hiperglikemia, hal ini terjadi akibat gangguan kinerja insulin (defisiensi dan resistensi), selanjutnya memberi berbagai dampak metabolisme dan kerusakan jaringan lainnya secara langsung atau tidak langsung. Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh (Sudoyo, 2007).

c. Pengobatan Diabetes Mellitus

(34)

DM dapat dilatih untuk mengetahui kadar glukosa darahnya secara pasti, sehingga mereka dapat belajar untuk dapat membedakan kapan kadar gula mereka perlu diubah.

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus Tipe 1. Pada diabetes mellitus Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes mellitus Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (IONI, 2000)

Terapi hipoglikemik oral berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan (IONI, 2000) yaitu:

a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). Contohnya : Gliburida/Glibenklamida, Glipizida, Glikazida, Glimepirida, Glikuidon, Repaglinide, Nateglinide.

(35)

memanfaatkan insulin secara lebih efektif. Contohnya : Metformin, Rosiglitazone, Troglitazone, Pioglitazone.

c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”. Contohnya : Acarbose dan Miglitol.

Tujuan pengelolaan diabetes mellitus tersebut dapat dicapai dengan senantiasa mempertahankan kontrol metabolik yang baik seperti normalnya kadar glukosa dan lemak darah. Secara praktis, kriteria pengendalian diabetes mellitus adalah sebagai berikut (Suyono, 2005) : a) Kadar glukosa darah puasa : 80-110 mg / dl, kadar glukosa darah dua

jam sesudah makan : 110 – 160 mg / dl, dan HbA1c : 4- 6,5.

(36)

B. Kerangka Konsep

*Ket :

 ---- : Perbandingan biaya

Gambar 1. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan antara biaya riil dengan tarif paket INA-CBG’s pasien rawat inap diabetes mellitus tipe II dimana tarif riil lebih rendah dari pada tarif INA-CBG’s.

RS Kalisat melayani pasien BPJS kasus

diabetes mellitus

Pelayanan yang diberikan :  Perawatan/penunjang  Tindakan medis  Obat-obatan

 Akomodasi selama rawat inap

Pembayaran berbasis tarif rumah sakit

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

cross sectional retrospektif dengan mencatat hasil rekam medik, pembiayaan tarif riil rumah sakit dan sistem Case-Mix, klaim pembiayaan INA-CBG’s pasien diabetes mellitus tipe II dengan atau tanpa penyakit penyerta yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap RS Kalisat periode Januari – Juni 2015. Data yang diperoleh dianalisis sesuai metode deskriptif dan kuantitatif.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di RS Kalisat di bagian rekam medik dan bagian BPJS rumah sakit. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2015.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

(38)

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan diagnosis diabetes mellitus di RS Kalisat, tercatat dalam rekam medik rumah sakit dengan pelayanan sistem Case-Mix dengan kode

INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II, dan E-4-10-III periode Januari – Juni 2015. Pengambilan sampel dengan purposive sampling dan terpilih sebagai sampel sesuai dengan kriteria inklusi.

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 1. Kriteria Inklusi

a. Pasien terdiagnosa diabetes mellitus tipe II dengan atau tanpa penyakit penyerta dengan kode INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II, dan E-4-10-III

b. Pasien peserta JKN

c. Menjalani rawat inap di RS Kalisat periode Januari – Juni 2015 2. Kriteria Ekslusi

a. Data rekam medik rawat inap tidak lengkap b. Pasien meninggal dunia

c. Pasien pulang atas permintaan sendiri

E. Identefikasi variabel penelitian dan definisi operasional 1. Variabel

(39)

obat-obatan, biaya lain-lain dan kode

INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II, E-4-10-III. Variabel tergantung : Klaim tarif paket INA-CBG’s dan Tarif Riil

RS. 2. Definisi Operasional

a. Pasien adalah orang yang terdiagnosa diabetes mellitus tipe II yang menjalani rawat inap di RS Kalisat – Jember dan memiliki kode INA-CBG’s E-4-10-I, E-4-10-II, dan E-4-10-III.

b. Indonesia Case Based Groups (INA-CBG’s) adalah klaim INA-CBG’s pasien diabetes mellitus dengan kode E-4-10-I, E-4-10-II dan E-4-10-III untuk rumah sakit tipe C regional 1.

c. Pasien peserta JKN adalah orang yang ditanggung biaya kesehatannya oleh penjamin (insurance) yaitu BPJS Kesehatan. F. Instrumen Penelitian

Rekam medik yang diambil merupakan rekam medik pasien DM periode Januari – Juni 2015 yaitu mencakup nama pasien, jenis kelamin, umur, diagnosis dokter, riwayat penyakit serta lama rawat inap (tanggal masuk – tanggal keluar). Pembiayaan masing-masing komponen sesuai dengan tarif riil rumah sakit dan klaim INA-CBG’s.

G. Cara Kerja

1. Tahap Persiapan

a. Ijin Direktur RS Kalisat – Jember

(40)

c. Koordinasi dengan petugas rekam medik, pelayanan BPJS, instalasi farmasi, dan ruang perawatan

2. Tahap Pelaksanaan

a. Proses pengumpulan data yang dimulai dengan pemilihan kasus dari berkas rekam medik yaang memenuhi kriteria inklusi.

b. Memilih kasus dari berkas rekam medik Januari – Juni 2015 dengan urutan :

1) Melakukan observasi laporan dari bagian rekam medik secara retrospektif selama periode Januari – Juni 2015.

2) Mengambil berkas rekam medik pasien dengan menulis nama dan nomor rekam medik tersebut pada kartu peminjaman status.

3) Mencatat data rekam medik meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, lama rawat, diagnosis sekunder, kemudian ditulis ke lembar penelitian.

4) Mencatat pembiayaan berdasarkan tarif rumah sakit meliputi biaya kamar, biaya penunjang, biaya tindakan medis, biaya farmasi/obat-obatan dan biaya lain-lain (pelayanan gizi, oksigen, sarana-prasarana, dan lain-lain).

(41)

dengan kode E-4-10-I; E-4-10-II; E-4-10-III yang telah ditetapkan dalam Permenkes no 59 tahun 2014.

3. Tahap Pelaporan

a. Menganalisis rata-rata lama rawat inap dan rata-rata lama rawat sesuai kode INA-CBG’s.

b. Menganalisis pengaruh biaya komponen terhadap tarif

INA-CBG’s.

c. Menganalisis perbedaan tarif riil rumah sakit dengan klaim pembiayaan tarif INA-CBG’s sesuai kode.

d. Menentukan hasil, pembahasan dan kesimpulan. H. Skema Langkah Kerja

Pengajuan proposal

Surat izin dari prodi farmasi

Perizinan dari Direktur RSU Kalisat – Jember

Pengambilan data secara retrospektif ( Rekam Medik & pembiayaan)

Melakukan analisis data perbandingan & pengolahan data

Menulis hasil dan pembahasan

Simpulan

(42)

I. Analisis Data

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian 1. Gambaran karakteristik Pasien

Hasil penelitian diperoleh jumlah subjek sebanyak 70 pasien. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 59 pasien, sedangkan 11 pasien dieksklusi karena 2 pasien meninggal sewaktu dirawat, 4 pasien pulang atas permintaan sendiri dan 5 pasien rekam medik tidak lengkap.

(44)

perempuan laki-laki misalnya pola makan yang tidak sehat, kurang olahraga dan kurang istirahat (Davis et al, 2005). Seiring meningkatnya usia, maka resiko terjadinya penyakit diabetes mellitus semakin tinggi akibat menurunya toleransi glukosa yang berhubungan dengan berkurangnya sensitifitas sel perifer terhadap efek insulin (ADA, 2012). Tingkat kejadian diabetes mellitus dengan komplikasi menurun setelah usia 65 tahun yang kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya jumlah pasien yang bertahan hidup (Udayani, 2011).

Gambar 3. Diagram Persentase Jenis Kelamin Pasien

Gambar 4. Diagram Persentase Usia Pasien 57,63% 42,37%

< 45 tahun 45-65 tahun > 65 tahun 74,48%

(45)

2. Karakteristik Perawatan Pasien Sesuai Kode CBG’s

Severity Level menunjukkan tingkat keparahan penyakit pasien. Deskripsi dari E-4-10-I,II dan III berturut-turut adalah diabetes mellitus ringan, diabetes mellitus sedang dan diabetes mellitus berat. Terjadinya

severity level dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya diagnosis sekunder maupun tindakan/prosedur dan juga umur pasien.

Hasil penelitian dari 59 sampel seperti tampak pada tabel 1

dihasilkan kode CBG’s terbanyak adalah E-4-10-III sebanyak 27 pasien (45,77%), dan E-4-10-I sebanyak 20 pasien (33,90%), serta paling rendah adalah E-4-10-II sebanyak 12 pasien (20,33%).

Tabel 1. Jumlah, Jenis dan Deskripsi Kode CBG’s

Kode CBG'S Deskripsi Jumlah %

E-4-10-I Diabetes Mellitus Ringan 20 33,90 E-4-10-II Diabetes Mellitus Sedang 12 20,33 E-4-10-III Diabetes Mellitus Berat 27 45,77

Jumlah 59 100

B. Pembiayaan Berbasis Tarif INA-CBG’s Pada Kasus DM 1. Besar Tarif Berdasarkan Kode INA-CBG’s

Tabel 2. Besaran Tarif Berdasarkan Deskripsi Kode CBG’s

Kode CBG'S Deskripsi Besaran tarif

(46)

Tabel 2 menunjukkan tarif berdasarkan deskripsi kode

INA-CBG’s, tarif terbesar adalah kode CBG’s E-4-10-III (DM berat) yaitu Rp

6.012.270. Tarif tersebut merupakan tarif dari paket CBG’s yang sesuai

dengan diagnosis utama, diagnosis sekunder dan prosedur tindakan yang sudah ditetapkan dalam Permenkes No 59 tahun 2014 dan untuk klaim terhadap rumah sakit juga berdasarkan Permenkes No 59 tahun 2014 tentang tipe rumah sakit dan posisi regional rumah sakit. Berdasarkann hal tersebut RS Kalisat dengan tipe C berada di regional 1 maka pada tabel 2 ketetapan klaim untuk RS Kalisat yang menjalani rawat inap kelas III. 2. Jenis Tarif Berdasarkan Lama Rawat Inap (Length Of Stay)

Tabel 3. Rata-rata Lama Rawat Inap

Tabel 3 menunjukkan lama rawat dan besaran tarif sesuai kode

CBG’s, kode E-4-10-I dengan lama rawat rata-rata 5,00 ± 2,33 hari serta rata-rata biaya kamar Rp 600.000 ± 280.750 sama dengan kode E-4-10-III rata-rata 5,00 ± 1,95 yang tingkat keparahannya lebih berat, hal ini disebabkan karena jumlah pasien yang paling banyak dan lama rawat dibawah 3 hari ada 8 pasien dan rentang lama rawatnya hanya 4-9 hari sedangkan kode E-4-10-I lama rawat dibawah 3 hari hanya 4 pasien dan rentangnya 4-12 hari. Sedangkan pada kode E-4-10-II rata-ratanya lebih

KODE CBG’s N LOS

Mean ± SD

(47)

besar karena hanya 12 pasien dan lama rawat dibawah 3 hari hanya 1 pasien dengan rentang 4-9 hari, sehingga jika total lama rawat pasien dibagi jumlah pasien yang semakin banyak maka rata-ratanya semakin kecil karena rentang waktu lama rawatnya hampir sama.

Hal ini juga bisa terjadi karena penyakit komplikasi yang diderita pasien tingkat keparahan ringan perlu waktu yang lebih lama untuk perawatannya sedangkan untuk komplikasi tingkat keparahan berat tidak perlu waktu lama untuk perawatan komplikanya jadi bisa dirawat dirumah hanya dengan obat-obatan atau untuk komplikasi tingkat keparahan berat jika RS Kalisat tidak memadai dari segi sarana dan prasarana maka pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih mampu.

Tabel 4. Karakteristik LOS di RS Kalisat Berdasarkan INA-CBG’s

KODE CBG’s Rata-Rata LOS CBG’s JML TOTAL

E-4-10-I < 7,63 >7,63 18 2 20

E-4-10-II < 11,76 > 11,76 11 1 12

E-4-10-III < 19,83 > 19,83 27 0 27

(48)

apalagi jika terjadi komplikasi yang dialami pasien selama perawatan berlangsung.

Tabel 5. Perbandingan rata-rata antara LOS RS dan LOS INA-CBG’s

KODE TARIF N MEAN ±

SD

MIN MAKS P

E-4-10-I RS 20 5,00 ± 2,33 2 12 0,000

INA-CBG's 7,63 ± 0 7,63 7,63

E-4-10-II RS 12 5,16 ± 1,75 3 12 0,000 INA-CBG's 11,76 ± 0 11,76 11,76

E-4-10-III RS 27 5,00 ± 1,95 2 9 0,000

INA-CBG's 19,83 ± 0 19,83 19,83

Tabel 5 menunjukkan hasil pengujian bahwa apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara LOS pasien diabetes mellitus dengan LOS standar yang ditetapkan INA-CBG’s. LOS riil pasien merupakan LOS pasien selama dirawat di rumah sakit sampai selesai perawatan. Apabila dilihat dari Av-LOS RS Kalisat selama periode bulan Januari sampai Juni 2015 yang lebih kecil dari pada Av-LOS INA-CBG’s dengan hasil analisis LOS keparahan I,II, dan III diperoleh nilai p=0,000 (p <

(49)

Lama rawat (Length of Stay) juga turut mempengaruhi perbedaan tarif riil dengan tarif paket INA-CBG’s. Hal tersebut dikarenakan lama rawat pada tarif riil dihitung per hari, sehingga semakin lama pasien dirawat semakin besar biayanya. Sedangkan pada INA-CBG’s lama rawat sudah ditentukan standarnya, sehingga meski pasien dirawat lama ataupun sebentar tarifnya akan tetap sesuai kode diagnosis dan kode prosedurnya.

Menurut Cleverly (1997), salah satu cara agar biaya untuk sistem pembayaran paket (Cased Base Groups) dapat dikurangi yaitu dengan mengurangi lama rawat pasien. Sementara itu menurut Sudra (2009), dari aspek medis semakin panjang lama rawat maka dapat menunjukkan kualitas kinerja medis yang kurang baik karena pasien harus dirawat lebih lama (lama sembuhnya). Sebaliknya, bila lama rawat semakin pendek maka kualitas kinerja medis baik. Namun pendeknya lama rawat juga dipengaruhi oleh cara keluar pasien yang menurut Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes (2010) terbagi ke dalam lima kategori, yaitu sembuh, rujuk, meninggal, pulang paksa, dan lain-lain.

Pada aspek ekonomis, semakin panjang lama rawat berarti semakin tinggi biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien (pihak pembayar) dan diterima oleh rumah sakit. Hal tersebut hanya berlaku pada tarif riil saja,

(50)

C. Komponen Biaya Rawat Inap Berdasarkan Tarif Riil Pasien DM Komponen biaya pasien diabetes mellitus yang ditunjukkan pada tabel 6 untuk biaya kamar dengan tingkat keparahan II (E-4-10-II) rata-rata Rp 620.000 ± 209.935 lebih besar dibandingkan dengan tingkat keparahan I 4-10-I) rata-rata Rp 600.000 ± 280.750 dan tingkat keparahan III (E-4-10-III) rata-rata Rp 600.000 ± 213.108 hal ini karena dipengaruhi perbedaan jumlah pasien dan rata-rata lama rawat inap yang lebih tinggi tingkat II sehingga juga mempengaruhi besarnya rata-rata biaya kamar. Tabel 6. Komponen Biaya Rawat Inap Pasien Diabetes Mellitus

KODE *Ket : lain-lain (biaya sarana-prasarana, pelayanan gizi, oksigen, dll)

(51)

laboratorium, radiologi, USG, ICU, dan lain-lain lebih banyak dibutuhkan untuk pasien yang diagnosanya lebih parah dari pada yang sedang dan ringan.

Rata-rata untuk tindakan medis pada tingkat keparahan III lebih besar dibandingkan dengan tingkat keparahan I dan II yaitu Rp 2.639.507 ± 275.959 untuk rata-rata tingkat keparahan III dan Rp 1.712.083 ± 158.854 tingkat keparahan II serta rata-rata Rp 790.450 ± 103.344 tingkat keparahan I. Hal ini juga sesuai karena tingkat keparahan III lebih besar membutuhkan jasa perawatan dokter, dan terapi yang termasuk dalam biaya tindakan medis terutama tingkat keparahan III dengan diagnosa sekunder lebih parah yang menyertai penyakit diabetes mellitus sehingga lebih banyak membutuhkan tindakan medis dari pada keparahan II dan tingkat keparahan I.

(52)

obat-obatan dan alat kesehatan selama menjalani perawatan dan biaya lain-lain yang meliputi pelayanan gizi, oksigen, sarana prasarana, dan adminitrasi.

Rata-rata sebagian besar biaya yang lebih tinggi terjadi pada tingkat keparahan III hal tersebut disebabkan karena faktor keparahan penyakit pasien dan diagnosis sekunder pasien.

Menganalisis biaya dari perspektif rumah sakit dari total komponen biaya pasien seperti tampak pada tabel 7 sesuai dengan tingkat keparahan, pada tingkat keparahan I yang mempunyai alokasi dana terbesar selama perawatan yaitu tindakan medis 29.43%. Tingkat keparahan II dan III dari total komponen biaya yang terbesar juga pada biaya tindakan medis dengan tingakat keparahan II 37.58% dan tingkat keparahan III 43.57%. Tabel 7. Total Pembiayaan Riil Pasien DM Sesuai Tingkat Keparahan

E-4-10-I E-4-10-II E-4-10-III

Komponen Jumlah Biaya

(Rp) %

Jumlah Biaya

(Rp) %

Jumlah Biaya

(Rp) %

(n=20) (n=12) (n=27)

Kamar 12,000,000 22.34 7,440,000 13.61 16,200,000 9.91 Penunjang 11,236,400 20.92 10,717,300 19.61 27,077,600 16.55

Tindakan 15,809,000 29.43 20,545,000 37.58 71,266,700 43.57 Obat-obatan 9,805,200 18.25 12,820,130 23.45 39,049,930 23.87 Lain-lain 4,865,000 9.05 3,135,000 5.74 9,967,000 6.096 Jumlah 53,715,600 100 54,657,430 100 163,561,230 100

(53)

keparahan yang ringan maka alokasi dana untuk biaya kamar akan semakin besar, karena belum tentu tingkat keparahan ringan lama rawatnya lebih sebentar dari pada tingkat keparan sedang atau berat bisa juga lebih lama tergantung kebutuhan perawatan. Posisi ketiga adalah biaya penunjang yaitu 20.92% karena pada tingkat keparahan I juga banyak biaya yang dialokasikan untuk biaya laboratorium.

Pada tingkat keparahan II dan III diketahui yang berada diposisi kedua adalah farmasi atau obat-obatan yang memiliki komponen terbesar yaitu 23.45% dari total biaya tingkat keparahan II dan 23.87% dari total biaya tingkat keparahan III. Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat keparahan, maka obat-obatan yang dibutuhkan akan semakin banyak tergantung dari banyaknya komorbiditas yang diderita pasien. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Riewpalboon et al (2007), dimana biaya obat dan jasa kefarmasian memiliki prosentase sebesar 45% dari biaya total pengobatan. Seperti tampak pada tabel 7 semakin besar tingkat keparahan pasien maka biaya obat yang dikeluarkan semakin meningkat.

(54)

Besarnya biaya pemeriksaan patologi klinik pada penelitian ini disebabkan pemeriksaan serum kreatinin, BUN, dan lain-lain sangat sering dilakukan pada pasien diabetes mellitus dengan tingkat keparahan II dan III. Hal ini berkaitan dengan komplikasi yang terjadi pada pasien diabetes mellitus, sehingga perlu adanya pemantauan yang berkelanjutan.

D. Selisih Pembiayaan Tarif Riil RS Dibandingkan Tarif INA-CBG’s 1. Analisis Korelasi Komponen Biaya Riil Pengobatan Pasien Denngan

Tarif INA-CBG’s

Hubungan antara komponen biaya dengan dengan tarif INA-CBG’s untuk seluruh tingkat keparahan seperti tampak pada tabel 8. Analisis berdasarkan tabel 8 tersebut diketahui komponen biaya kamar tidak signifikan (p=0,992), jadi tidak ada pengaruh bermakna antara biaya kamar yang diklaim dengan INA-CBG’s. Hal ini disebabkan karena semakin lama pasien dirawat semakin tinggi biaya yang harus dibayar oleh pasien tetapi hal tersebut hanya berlaku pada tarif riil rumah sakit saja sedangkan pada tarif INA-CBG’s panjang atau pendeknya lama dirawat tidak berpengaruh terhadap besarnya biaya yang akan diklaim karena tarif sudah ditetapkan sesuai dengan tingkat keparahan.

(55)

semakin berpengaruh komponen biaya tersebut terhadap biaya klaim

INA-CBG’s dan terbukti dari analisis sebelumnya bahwa biaya tindakan memiliki pengaruh besar

Tabel 8. Hasil Analisis Korelasi Antara Komponen Dengan Biaya Tarif Pengobatan Pasien INA-CBG’s

Variabel n P R

Kamar 0,992 0,001

Penunjang 0,000 0,699

Tindakan 59 0,000 0,965

Obat-obatan 0,000 0,906

Lain-lain 0,000 0,725

*Ket : lain-lain (biaya sarana-prasarana, pelayanan gizi, oksigen, dll) 2. Analisis Biaya Berdasarkan INA-CBG’s

(56)

Tabel 9. Selisih Antara Total Biaya Riil RS Kalisat Dengan Total E-4-10-II 12 54,657,430 56,921,160 2,263,730 E-4-10-III 27 163,561,230 162,331,290 -1,229,940

Jumlah 1,719,190

600.959,6 1.793.200 4.354.350

0,000

627.467,7 3.706.040 5.829.340

0,000

1.046.588 4.123.610 7.934.800

0,000 INA-CBG's 6.012.270 ±

(57)

keparahan II juga lebih rendah yaitu Rp 4.554.786 ± 627.467,7 dibandingka rata-rata tarif INA-CBG’s Rp 2.720.050 ± 0. Sedangkan untuk tingkat keparahan III rata-rata biaya riil lebih tinggi yaitu Rp 6.057.823 ± 1.046.588 dibandingkan dengan rata-rata tarif INA-CBG’s Rp 6.012.270 ± 0.

Berdasarkan analisis tersebut untuk biaya tingkat keparahan I, II dan III diperoleh p<0,05 sehingga signifikan (P=0,000). Hal itu berarti rata-rata biaya riil dengan tingkat keparahan I,II dan III berbeda secara bermakna terhadap biaya pengobatan bedasarkan tarif INA-CBG’s.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan perbedaan antara tarif riil rumah sakit dan tarif INA-CBG’s dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Thabrani (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi biaya kesehatan yaitu komponen inflasi biaya rumah sakit, kebijakan pemerintah, pembayar pihak ketiga (asuransi), maupun tenaga kesehatan sendiri. Sedangkan menurut Cleverly (1997), ada empat cara utama secara teknis agar biaya untuk sistem pembayaran paket (Cased Base Groups) dapat dikurangi, yaitu mengurangi harga yang dibayar untuk sumber daya/input, mengurangi lama dirawat pasien, mengurangi intensitas pelayanan yang disediakan dan meningkatkan efisiensi produksi.

(58)

yang melatarbelakangi perbedaan tarif riil dengan tarif paket tersebut secara garis besar sejalan dengan yang telah disampaikan oleh Cleverly (1997).

Pada perbedaan tarif riil dengan tarif paket INA-CBG’s di RS Kalisat, tarif riilnya dihitung per rincian jenis pelayanan, dalam hal ini standard tarifnya sudah ditentukan dalam Peraturan Daerah. Sedangkan tarif INA-CBG’s dihitung berdasarkan akumulasi atau penggabungan kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan ke dalam sebuah kode CBG yang standar tarifnya telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (Centre for Casemix Kemenkes RI).

Perbedaan tarif riil juga dilatarbelakangi oleh clinical pathway, sedangkan RS Kalisat belum memiliki clinical pathway, sehingga pemberian pelayanan kesehatan pada pasien dengan kasus yang sama dapat berbeda-beda pada setiap dokter yang menanganinya. Misalnya pada acuan lama pasien dirawat, pemberian obat-obatan, pemberian tindakan medis maupun pemeriksaan penunjang. Hal tersebut juga mengakibatkan pemberian pelayanan kepada pasien kurang terkendali, bisa berlebihan atau justru pelayanan yang diberikan tidak relevan dengan penyakit yang diderita pasien karena ketiadaan standar pemberian pelayanan kesehatan.

(59)

dilakukan. Jasa medis/jasa pelayanan tersebut meliputi biaya untuk pemberi pelayanan dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, tindakan medis, perawatan, konsultasi, visite, atau pelayanan medis lainnya, serta untuk pelaksana administrasi pelayanan.

Berdasarkan pernyataan tersebut, ketiadaan clinical pathway

memiliki pengaruh besar terhadap selisih antara tarif riil dengan tarif paket INA-CBG’s. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Cleverly (1997), salah satu cara agar biaya pembayaran paket INA-CBG’s dapat dikurangi dengan meningkatkan efisiensi produksi dalam tahap pelayanan.

Menurut Kemenkes RI (2010), bahwa jasa medis/jasa pelayanan ditetapkan Direktur RS setinggi-tingginya 44% atas biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan secara tidak langsung dapat memotivasi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) untuk memperoleh jasa medis/jasa pelayanan sebanyak mungkin, terlebih lagi dengan ketiadaan clinical pathway sebagai sarana pengendali dan standar pemberian pelayanan kesehatan.

(60)

mempertanggungjawabkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

3. Perbandingan Tarif Riil Perpasien dengan tarif INA-CBG’s

(61)

54% 32

0% 0 46%

27

lebih kecil sama lebih besar Gambar 5. Perbandingan Tarif Riil RS Terhadap INA-CBG’s

I (11 pasien)

II (8 pasien) III

(13 pasien) I

(9 pasien) II

(4 pasien) III (14 pasien)

Kode

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan antara tarif riil dan tarif paket INA-CBG pada pembayaran klaim BPJS pasien diabetes mellitus tipe II rawat inap di RS Kalisat (p = 0,000). Berdasarkan kode E-4-10-I tarif riil lebih rendah dari pada tarif INA-CBG’s sebesar Rp 685,400, kode E-4-10-II tarif riil lebih rendah dari pada tarif INA-CBG’s sebesar Rp 2,263,730 dan kode E-4-10-III tarif riil lebih tinggi dari pada tarif INA-CBG’s Rp 1,229,940 dengan selisih total lebih tinggi tarif riil dari pada tarif INA-CBG’s sebesar Rp 1.719.190 selama periode Januari -Juni 2015.

B. SARAN

1. RS Kalisat perlu menegakkan clinical pathway dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijakan operasional berupa prosedur tetap implementasi clinical pathway.

(63)

DAFTARA PUSTAKA

American Diabetes Assosiation. 2012. Diagnosis Of Classifocation Diabetes Mellitus, Diabetes Care 35, S64– S71. doi:10.2337/dc12-s064, Diakses tanggal 5 September 2012. http://www.diabetes.org/

American Health Information Mangement Association. 1986. Glossary of The Health Care Terms. Chicago USA.

Amrizal, M.N. 2009. Pelatihan Case-Mix INA-CBG’s. Bandung.

Annavi, N. D,. 2011. Pengaruh Kode Tindakan Medis Operatif dan Non Medis Operatif pada Diagnosis Appendicitis, Fraktur Ekstremitas, Katarak Terhadap Besaran Biaya Pelayanan pada Sistem Pembayaran INA-CBG di Bangsal Bedah RSUP DR Sardjito Yogyakarta, Skripsi, S.KM, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Anonim, 2012. Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan,tersedia online, http://www.ppjk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=artic le&id=1:selamat-datang-di-pembiayaan-a-jaminan-kesehatan-

online&catid=56&Itemid=28 diakses tanggal 5 September 2012.

Azrul, A. 2002. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Azwar, S. 1996. Pengantar Adminitrasi Kesehatan, Ed. 3. Jakarta: Binarupa

Akasara

Basyiroh, N.A. 2011. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kepatuhan Terhadap Pengobatan Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Bintah, S., Erma, H. 2012. ‘Asupan Serat dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Roemani Semarang’, Jurnal Unimus Hal. 289-297, tersedia online,http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/artice/view/522/5 71, diakses tanggal5 Januari 2013.

Bowman, D.E. 1992. Health Information Management of Strategic Resource. Jakarta.

Budiarto, E. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

(64)

Bustan, M.N. 2007. “Epidemiologi : Penyakit Tidak Menular”. Rineka Cipta.

Jakarta

Cleverly, W. 1997. Essentials of Health Care Finance, Fourth Edition. Maryland: Aspen Publishers Inc.

Damayanti, R. 2015. “Analisis Biaya Terapi Diabetes Mellitus Pada Pasien Rawat Inap Kelas I Sebagai Pertimbangan Dalam Penetapan pembiayaan Kesehatan Berdasarkan INA-CBG’s pada program jaminan kesehatan nasional. Skripsi Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Davis, T.M., Clifford R.M., Davis W.A., Batty K.D. 2005. The Role of Pharmaceutical Care in Diabetes Management, Br J Diabetes Vascular Disease; 5: 352.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni).2011,

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesi, http://www.perkeni.org, diakses tanggal 8 November 2012. Departemen Kesehatan RI. 2004. Naskah Akademik Undang – Undang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2007. “Pedoman Surveilans Epidemiologi Diabetes Mellitus”. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008. “Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Resiko Diabetes Mellitus”. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta :.

Departemen Kesehatan RI. 2008 Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Penggunaan Sistem Casemix Untuk Tekan Biaya Kesehatan, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2005. “Survei Kesehatan Nasional (SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004) Sudut Pandang Masyarakat Mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan dan Pelayanan Kesehatan”. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume 3. Jakarta.

(65)

Fitri, E. 2014. “Analisis Biaya Penyakit Diabetes Mellitus”. Thesis Magister Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Garmelia. 2010. Pengenalan Kodifiksasi dan Modifiksasi Prosedur melalui ICD-9 CM. Kumpulan Makalah Pelatihan Optimalisasi Pengelolaan dan Implementasi Standar Pelayanan Rekam Medis di Rumah Sakit. Jakarta.

Gempur, S. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Hatta, G.E. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. UI Press. Jakarta.

Hendry, Fiona. 2007. Canadian Journal of Diabets Author Guidelines.

Canadian Diabetes Asosiasion (CDA).

Heru, A. 2007. Analisis Biaya Pelayanan Rumah Sakit Berbasis Standart Pelayanan Medis Sebagai Dasar Penetapan Tarif Diagnosis Related Group (Case-Mix), Magister Kebijakan Pembiayaan Dan Manajemen Asuransi/Jaminan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hazelwood, Anita dan Venable, Carol. 2006. Reimbursement Methodologies, dalam Latour, Kathleen .M, dan Eichenwald-Maki, Shirley, editor. Health Information Management Concepts, Principles, and Practice Chapter 14. USA: AHIMA.

Hazelwood, Anita dan Venable, Carol. 2007. Reimbursement Methodologies, dalam Johns, Merida .L, editor. Health Information Technology an Applied Approach Chapter 7. USA: AHIMA.

Horton, Loretta. 2007. Calculating and Reporting Healthcare Statistics. USA: AHIMA.

Husain F.W. 2005. Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000 (IONI 2000). Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Jamaluddin, Bakhuri. 2010. Kapita Selekta Jaminan Kesehatan Masyarakat

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep
Gambar 2. Skema Langkah Kerja
Gambar 3. Diagram Persentase Jenis Kelamin Pasien
Tabel 2. Besaran Tarif Berdasarkan Deskripsi Kode CBG’s
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 Save As, beri nama file baru, misal OPTIMASI Ke-6  Pastikan anda sekarang berada pada file OPTIMASI Ke-6  Pilih task yang akan ditambah jadwal kerjanya, misalnya task

Deposito syariah merupakan suatu bentuk investasi yang sederhana dimana pemilik dana tidak terjun langsung dalam pendanaan suatu kegiatan namun melalui jasa

Di wilayah barat Indonesia, khususnya Jawa Barat, fraksionalisasi konflik tidak condong ke masalah etno-linguistik (misal Sunda atau Non-Sunda), namun lebih ke

Greatly interested with the use and development of Digital Games Based Learning (DGBL) method in English language learning — especially in enhancing students‘ reading

Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual yang dilakukan oleh perusahaan (terutama pendapatan yang timbul dari penjualan barang atau jasa dikurangi biaya yang diperlukan

Salah satu fokus yang telah diberi perhatian oleh KPPM adalah semua JPN, PPD dan sekolah perlu memastikan guru berada dalam bilik darjah (guru mata pelajaran atau guru

Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi tentang parameter gelombang representatif yang dihasilkan dari pengukuran dan perhitungan dengan metode SMB