• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON PEDAGANG BAKSO TERHADAP KENAIKAN HARGA DAGING SAPI DI KOTA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESPON PEDAGANG BAKSO TERHADAP KENAIKAN HARGA DAGING SAPI DI KOTA YOGYAKARTA"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

i

RESPON PEDAGANG BAKSO TERHADAP KENAIKAN HARGA DAGING SAPI DI KOTA YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan oleh: Ainul Jannah 2012 022 0114

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji bagi Allah S.W.T atas nikmat dan

hidayahya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Sholawat

serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi junjungan kita yaitu Nabi

Muhammad S.A.W sebagaiman beliau membawa kita dari zaman kegelapan menuju

zaman yang terang menderang seperti saat ini.

Penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana

Pertanian di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun dalam proses

penyusunan skripsi ini penulis tidak mampu menyelesaikan tanpa adanya bantuan

dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Ibu Ir. Eni Istiyanti, S.P selaku ketua jurusan Agribisnis Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Ir. Diah Rina Kamardiani, M.P, dan Bapak Dr. Ir. Widodo, M.P selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama

penyusunan skripsi.

4. Kedua orangtua tercinta, Bapak H. Budi Anshar alm (Liong Menci) dan Ibu Hj.

Baderia, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, memotivasi,

dan mendo’akan untuk menyelesaikan studi S1 di Universitas Muhammadiyah

(3)

vii

5. Pemerintah Kota Yogyakarta, dan seluruh jajaran masyarakat khususnya bagi

pedagang bakso yang ada di Kota Yogyakarta.

6. Teman-teman seperjuangan Agribisnis angkatan 2012 yang telah memberikan

motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh teman-teman Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dari semua

Fakultas yang telah memberikan pemahaman dan dorongan semangat untu

menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang baik dan membangun dari semua pihak yang

saya harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Saya berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca

Umumnya.

Yogyakarta, 1 November 2016

Peneliti

(4)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian... 3

C. Kegunaan... 4

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Daging Sapi ... 5

2. Bakso Daging ... 7

3. Teori Produksi ... 7

(5)

ix

5. Kombinasi Bahan Baku dalam Produksi Bakso... 9

6. Alur Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 11

7. Teori Pendapatan ... 12

8. Kenaikan Harga Daging Sapi ... 14

9. Teori Respon ... 15

10. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 16

B. Kerangka Pemikiran ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Metode Dasar Penelitian ... 19

B. Metode Pengambilan Sampel ... 19

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 20

D. Pembatasan Masalah ... 21

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 22

F. Teknik Analisis Data ... 25

IV. KEADAAN UMUM KOTA YOGYAKARTA ... 27

A. Keadaan Alam ... 27

B. Keadaan Penduduk ... 28

C. Keadaan Perekonomian ... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Profil Pedagang Bakso ... 35

1. Umur ... 37

2. Pendidikan ... 37

3. Jumlah anggota keluarga ... 38

B. Profil Usaha Pedagang Bakso ... 40

1. Pengalaman usaha ... 40

2. Modal usaha sebelum kenaikan harga daging sapi ... 41

3. Pendapatan usaha sebelum kenaikan harga daging sapi ... 42

C. Respon Pedagang Bakso terhadap Kenaikan Harga Daging Sapi ... 44

(6)

x

2. Bahan Tambahan Produksi ... 47

3. Bahan Pelengkap ... 50

4. Bahan Bakar dalam Produksi Sehari ... 54

5. Kemasan ... 55

6. Tenaga Kerja ... 56

7. Biaya dalam Produksi Sehari ... 57

8. Jumlah Produksi Bakso ... 58

9. Harga Jual ... 60

10. Volume Penjualan ... 61

11. Pendapatan dalam Produksi Sehari ... 62

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(7)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar Harga Daging Sapi di Kota Yogyakarta ... 2

Tabel 2. Komposisi Kandungan Gizi Daging Sapi (100 g) ... 6

Tabel 3. Perbandingan Persentase Protein Daging Sapi dan Daging Lainnya ... 6

Tabel 4. Jumlah Pedagang Bakso di Kota Yogyakarta ... 20

Tabel 5. Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta ... 28

Tabel 6. Komposisi Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 29

Tabel 7. Kegiatan utama Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

Tabel 8. Komposisi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan ... 31

Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomidi Kota Yogyakarta 2012-2015 ... 32

Tabel 10. Data Jumlah Industri di Kota Yogyakarta ... 33

Tabel 11. Rata-rata Harga Daging Sapi yang dialami oleh Pedagang Bakso ... 36

Tabel 12. Distribusi Berdasarkan Umur ... 37

Tabel 13. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel 14. Distribusi Pedagang Bakso berdasarkan Anggota Keluarga ... 39

Tabel 15. Distribusi Berdasarkan Pengalaman Usaha Pedagang Bakso ... 40

Tabel 16. Rata-rata Biaya Produksi Bakso dan Mie ayam dalam sehari Sebelum Kenaikan Harga Daging Sapi ... 41

Tabel 17. Rata-rata Pendapatan Pedagang Bakso dalam sehari Sebelum Kenaikan Kenaikan Harga Daging Sapi ... 43

Tabel 18. Rata-rata Jumlah Penggunaan Bahan Baku dalam Produksi Bakso Sehari 45 Tabel 19. Rata-rata Jumlah Penggunaan Daging Ayam dalam Produksi Mie ayam Sehari... 46

Tabel 20. Rata-rata Jumlah Penggunaan Bumbu dalam Produksi Sehari ... 48

Tabel 21. Rata-rata Jumlah Penggunaan Es batu dalam Produksi Bakso Sehari ... 49

Tabel 22. Rata-rata Jumlah Penggunaan Telur dalam Produksi Bakso Sehari ... 50

(8)

xii

Tabel 24. Rata-rata Jumlah Penggunaan Sayur-sayuran dalam Produksi Sehari ... 52

Tabel 25. Rata-rata Jumlah Penggunaan Mie dalam Produksi Sehari ... 53

Tabel 26. Rata-rata Jumlah Penggunaan Pangsit dan Tahu dalam Produksi Sehari ... 54

Tabel 27. Rata-rata Jumlah Penggunaan Bahan Bakar dalam Produksi Sehari ... 54

Tabel 28. Rata-rata Jumlah Penggunaan Kemasan dalam Produksi Sehari ... 55

Tabel 29. Rata-rata Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja ... 56

Tabel 30. Rata-rata Biaya Produksi dalam Sehari ... 57

Tabel 31. Rata-rata Jumlah Produksi Bakso dalam Sehari ... 59

Tabel 32. Rata-rata Harga Penjualan Bakso dan Mie Ayam dalam Sehari ... 60

Tabel 33. Rata-rata Jumlah Volume Penjualan dalam Produksi Sehari ... 61

Tabel 34. Rata-rata Pendapatan Usaha Bakso dalam Produksi Sehari ... 62

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran ... 18

(9)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 18. Contoh Kuesioner Penelitian………....70

Lampiran 1. Jumlah Penggunaan Daging Sapi dan Ayam dalam Produksi Bakso...74

Lampiran 2. Jumlah Penggunaan Daging Ayam dalam Produksi Mie Ayam...……..76

Lampiran 3. Jumlah Penggunaan Tepung Sagu dalam Produksi Bakso……...……..78

Lampiran 4. Jumlah Penggunaan Rempah-rempah………...…...80

Lampiran 5. Jumlah Penggunaan Sayur-sayuran………...………...88

Lampiran 6. Jumlah Penggunaan Mie………...92

Lampiran 7. Jumlah Penggunaan Pangsit, Tahu, dan Telur……...………...94

Lampiran 8. Jumlah Penggunaan Bahan Bakar……….…..96

Lampiran 9. Jumlah Produksi Bakso………...98

Lampiran 10. Jumlah Ukuran Bakso dalam Setiap Menu...100

Lampiran 11. Jumlah Penggunaan Kemasan……….102

Lampiran 12. Harga Penjualan………..104

Lampiran 13. Jumlah Volume Penjualan………...106

Lampiran 14. Jumlah Tenaga Kerja dalam Keluarga………....………108

Lampiran 15. Jumlah Tenaga Kerja luar Keluarga………120

Lampiran 16. Biaya Pengeluaran dalam Produksi Sehari………....……....122

Lampiran 17. Pendapatan dalam Produksi Sehari……….123

(10)

xiv INTISARI

RESPON PEDAGANG BAKSO TERHADAP KENAIKAN HARGA DAGING SAPI DI KOTA YOGYAKARTA. 2016. AINUL JANNAH (Skripsi dibimbing oleh Diah Rina Kamardiani dan Widodo). Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pedagang bakso terhadap kenaikan harga daging sapi dan untuk mengetahui profil pedagang bakso dan juga profil usaha pedagang bakso. Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Kota Yogyakarta diketahui bahwa dari 14 kecamatan terdapat 301 pedagang bakso menetap di Kota Yogyakarta.

Dan pengambilan sampel jumlah sampel pedagang menggunakan proporsional

sampling. Metode pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan total responden sebanyak 50 pedagang. Dari 50 responden terdapat dua kelompok pedagang bakso yaitu kelompok pedagang bakso yang hanya menggunakan bahan baku daging sapi dalam produksi bakso sebanyak 43 pedagang, dan kelompok pedagang bakso yang menggunakan bahan baku daging sapi dan mengkombinasikan dengan daging ayam sebanyak tujuh pedagang. Data dikumpulkan melalui observasi, menggunakan questioner, dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon pedagang bakso terhadap kenaikan harga daging sapi di Kota Yogyakarta yaitu pada kelompok daging sapi menambah jumlah penggunaan bahan baku utama dan pada kelompok kombinasi daging sapi dan ayam tetap, kemudian dari kedua kelompok tersebut dilihat dari segi penggunaan bahan tambahan, bahan pelengkap, kemasan, dan jumlah produksi bakso bertambah.

Adapun dalam penggunaan tenaga kerja, dan bahan bakar tetap. kemudian rata-rata

harga penjualan bakso dan mie ayam naik. Selain itu, rata-rata biaya dan pendapatan

meningkat.

(11)
(12)

xv

RESPON PEDAGANG BAKSO TERHADAP KENAIKAN HARGA DAGING SAPI DI KOTA YOGYAKARTA

Response of Meatball Sellers To The Raise of Beef Prices in Yogyakarta

Ainul Jannah

Ir. Diah Rina Kamardiani, MP / Dr. Ir. Widodo, MP Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY

ABSTRACT

This research that aims to find response of meatball sellers to the increasing price of beef and to find the profil meatball an also to find the profil effort. The study was conducted in the city of Yogyakarta, the provinces of a special region Yogyakarta. Based on data from the city of Yogyakarta industrian is known that of 14 district there are 301 merchant meatball settled in the city of Yogyakarta, and a sample of the number of samples traders to use proportional samling. And method a sample of using simple random sampling with a total of respodents as much as 50 merchant. There are two group of 50 respondents, namely the group merchant meatball that the group traders who just use of the basis of the beef in the production of meatball as many 43 merchant, and the group traders who use of basis of beef and in a combination with the flesh chicken as much as seven merchant. The data collected trough the observation, use the questionnaire, and an interview. The result showed that the response merchant meatball against the price increase of beef in the city of Yogyakarta is on the group of beef increase the number of the use of the main ingredient beef and on the group of combination of beef and chicken remain, then of both the group in terms of the use of additional material, the complementary, the packaging, and the number of the production of meatball increased. As in the use of the price of the sale of meatball and noodle chicken riding. In addition, the average fee and revenue wes increased.

(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daging sapi merupakan salah satu produk pangan sumber protein hewani

yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Kandungan gizinya

yang tinggi, terutama asam amino dan asam lemak, sangat bermanfaat bagi

pertumbuhan kecerdasan manusia. Di Indonesia, aneka produk olahan daging sapi

sudah sangat familiar seperti abon, sosis, dendeng, beef, bakso, soto, nugget, dan

lain-lain. Produk-produk olahan berbahan baku daging sapi tersebut mudah

ditemukan di warung-warung, toko-toko, hingga supermarket. Berkembangnya

industri pengolahan makanan berbasis daging sapi telah memacu meningkatnya

permintaan daging sapi dalam negeri. Adanya pertambahan jumlah penduduk,

kesadaran masyarakat dan pentingnya konsumsi protein hewani, dan meningkatnya

pendapatan masyarakat turut memicu meningkatnya permintaan daging sapi.

Permintaan daging sapi dalam negeri mengalami kecenderungan meningkat dari

tahun ke tahun. Hingga kini, pasokan daging sapi lokal belum mampu mengimbangi

permintaan daging sapi sehingga sebagian besar daging sapi yang beredar di pasaran

masih impor dari Negara lain (Emil, 2013). Untuk mengetahui harga daging sapi dari

(14)

Tabel 1. Daftar Harga Daging Sapi di Kota Yogyakarta

Bulan Tahun

2015 2016

Januari 105.000 115.000

Februari 105.000 115.000

Maret 105.000 120.000

April 105.000

Mei 105.000

Juni 105.000

Juli 105.000

Agustus 111.000

September 111.000

Oktober 110.000

November 110.000

Desember 110.000

*Sumber : Dinas Perindustrian KotaYogyakarta (2015-2016)

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa pada bulan Januari-Juli tahun

2015 rata-rata harga daging sapi sebesar Rp.105.000. Dan menjelang datangnya hari

raya idul fitri pada bulan agustus dan sepetember harga daging sapi meningkat

mencapai enam persen dengan harga rata-rata sebesar Rp.111.000. Pada bulan

Oktober-Desember akhir tahun 2015 harga daging sapi mengalami penurunan dari

bulan sebelumnya menjadi Rp.110.000. Adapun pada saat memasuki awal tahun 2016

yaitu pada bulan Januari-Februari harga rata-rata daging sapi mencapai sebesar

Rp.115.000. Kenaikan harga daging sapi tersebut dipicu empat hal yaitu harga sapi

hidup yang terus melonjak, jumlah pasokan daging yang berkurang, menjelang

datangnya bulan Ramadhan, dan pengaruh kenaikan harga BBM. (Dinas

Perindustrian Kota Yogyakarta, 2016).

Kenaikan harga daging sapi menyebabkan harga makanan olahan daging sapi

(15)

3

para langganan seperti pemilik warung makan dan penjual bakso. Dampak kenaikan

harga daging sapi tersebut berpengaruh pada industri yang menggunakan bahan dasar

daging sapi antara lain pada pedagang bakso yang mulai mengurangi jumlah produksi

demi mencegah kerugian. Banyak pedagang bakso yang menyikapi kenaikan harga

daging tersebut dengan mengurangi jumlah penggunaan daging sapi sebagai bahan

dasar produksi bakso (Liputan6, Kamis 17 Maret 2016, 11:15 WIB).

Berdasarkan informasi dari liputan 6 Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga

bahwa kenaikan harga daging sapi mempengaruhi industri yang menggunakan bahan

dasar daging sapi. Produksi bakso yang dihasilkan tentunya dipengaruhi oleh

penggunaan bahan baku utama pada saat produksi. Tingkat kebutuhan pembuatan

bakso akan disesuaikan dengan jumlah bahan baku utama yang digunakan, begitupula

semakin banyak jumlah bahan baku yang digunakan juga akan mempengaruhi tingkat

produksi bakso, sehingga semakin banyak jumlah penggunaan bahan baku maka

produksi bakso yang dihasilkan akan bertambah. Oleh, karena itu dari hasil informasi

yang diterima, peneliti mencoba mencari tahu kebenaran adanya kasus kenaikan

harga daging sapi yang mempengaruhi pada industri bakso yang sekaligus rata-rata

juga memproduksi mie ayam.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui profil pedagang dan profil usaha bakso sapi.

2. Mengetahui respon pedagang bakso terhadap kenaikan harga daging sapi di Kota

(16)

C. Kegunaan

Kenaikan harga daging sapi sudah menjadi hal yang sangat dekat dengan para

pedagang khususnya pada pedagang bakso dan terjadinya kenaikan harga daging sapi

ini terus menerus terjadi terutama ketika datangnya hari raya besar sehingga

menghambat pedagang dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku dalam produksi

bakso. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Pemerintah dapat membantu memberikan solusi dan kebijakan bagi pedagang

bakso terkait dalam ketersediaan daging sapi dan menstabilkan harga jual daging

sapi.

2. Pemerintah dapat melakukan evaluasi terkait dengan kendala yang dialami oleh

(17)

5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Daging Sapi

Daging sapi adalah salah satu bahan sumber protein yang banyak dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia dan Negara-negara di dunia sehingga konsumennya sangat

banyak. Potensi pasar yang besar dan terus berkembang tersebut merupakan peluang

bisnis sangat menggiurkan bagi para pemasok daging sapi baik lokal maupun

importir. Indonesia merupakan pangsa pasar sangat potensial bagi produk daging

sapi.

Daging sapi memiliki komponen fisik yang terdiri dari jaringan otot, jaringan

lemak, jaringan ikat, tulang, dan tulang rawan. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot

bergaris melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot spesial. Sedangkan jaringan

lemak pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak

intermuskular, lemak intramuscular, dan lemak intraselular. Sedangkan, jaringan ikat

antara lain serabut kolagen, serabut elastin, dan serabut etikulin. Jaringan otot terdiri

dari serat-serat otot yang tersusun atas sejumlah myofibril pada suatu sistim koloid

yang disebut sarkoplasma. Daging sapi memiliki ciri-ciri berwarna merah terang,

cerah, dan tidak pucat. Selain itu, daging sapi secara fisik bersifat elastis, agak kaku,

tidak lembek, jika dipegang masih terasa basah, dan tidak lengket ditangan. Adapun

kandungan protein daging sapi sebesar 18,8 % dan lemak total 14% (Emil, 2013).

(18)

Tabel 2. Komposisi Kandungan Gizi Daging Sapi (100 g)

Komponen Jumlah

Kalori 207

Protein 18,8 g

Lemak 14,0 g

Karbohidrat 0,0 g

Fosfor 170,0 g

Kalsium 11,0 g

Zat Besi 2,8 mg

Vitamin A 30 SI

Vitamin B1 0,08 mg

Vitamin C 0,0 mg

Air 66,0 g

*Sumber : Emil, 2013

Kandungan gizi daging sapi yang cukup lengkap, membuatnya memiliki

banyak sekali manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Seperti kita ketahui bersama, daging

sapi ini tergolong kedalam daging merah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia (Emil, 2013).

Sebagai gambaran, daging sapi dapat dibandingkan dengan isi kandungan

protein terhadap daging lainnya seperti daging ayam dan kambing. Berdasarkan

perbandingan persentase kandungan protein daging sapi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Persentase Protein Daging Sapi dan Daging Lainnya

Nama bahan makanan Kandungan Protein (%)

Sapi 18,8

Kambing 16,6

Ayam 18,2

*Sumber : Ilmu dan Teknologi Pengolahan daging

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa daging sapi memiliki protein tinggi

yakni sebesar 18,8 % dibandingkan dengan daging lainnya seperti daging kambing

(19)

7

2. Bakso Daging

Bakso merupakan salah satu produk olahan hasil ternak yang bergizi tinggi

dan banyak digemari masyarakat. Produk olahan bakso pada umumnya menggunakan

bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah sapi, ayam dan

ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu tepung sagu (Cristiana, dkk,

2012).

Menurut Nuri, di dalam Cahyadi D. wisnu (2006: 266). Bakso merupakan

produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan, maupun udang. Selain

protein hewani, aneka daging itu juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk

asam amino esensial yang penting bagi tubuh. Karena itu, bakso mestinya dapat

menjadi pemenuh kebutuhan masyarakat akan protein penelitian Teknologi Pangan

Institut Pertanian Bogor. Bakso daging dibuat dengan menggunakan bahan dasar

tepung sagu dan daging dengan jumlah yang lebih besar, yaitu bakso yang berkualitas

biasanya mengandung 90% daging dan 10% tepung sagu. (Cahyadi wisnu, 2006).

3. Teori Produksi

Teori produksi dengan dua faktor produksi variable menggambarkan

hubungan antara tingkat produksi dengan dua macam faktor produksi yang

digunakan, sedangkan faktor-faktor produksi yang lain dianggap penggunaanya tetap

pada tingkat tertentu. Kombinasi antara dua input akan meningkatkan produktivitas

hasil produksi yang menguntungkan daripada hanya dengan menggunakan satu input.

(20)

penggunaan kedua input tersebut harus seimbang (Soekartawi, 1990). Terdapat

beberapa konsep terkait teori produksi dengan dua input yakni :

a. Kurva produksi sama (Isoquant) adalah kurva yang menunjukkan berbagai

kombinasi faktor produksi yang menghasilkan tingkat produksi yang sama.

b. Daya substitusi marginal atau marginal rate of technical substitution (MRTS).

Apabila dalam proses produksi bakso digunakan dua input atau lebih, maka

terdapat kemungkinan saling subtitusi diantara kedua input tersebut. Istilah

yang digunakan untuk mengukur tingkat substitusi antara input produksi yang

menghasilkan tingkat produksi yang sama adalah marginal rate of substitution

(MRS) atau rate of technical substitution (RTS) atau marginal rate of technical

substitution (MRTS).

c. Garis biaya sama (Isocots) adalah anggaran tertinggi yang mampu disediakan

produsen untuk membeli input yang digunakan dalam proses produksi

dihubungkan dengan harga input. Jika terjadi perubahan input (X1) maka

dengan cara mengkombinasikan input (X1) dengan input yang lain (X2).

Artinya, jika ketersediaan harga daging semakin meningkat, maka pedagang

akan mengkombinasikan dengan penggunaan tepung dengan seimbang.

4. Pengaruh Harga Input terhadap Kombinasi Input

Kenaikan harga daging sapi menyebabkan harga makanan olahan daging sapi

ikut naik, para pembeli pun berkurang. Pada umumnya pembeli daging sapi adalah

(21)

9

bakso yang menggunakan bahan dasar daging sapi karena pedagang bakso

merupakan salah satu konsumen daging sapi yang aktif. Dampak kenaikan harga

daging sapi tersebut akan mempengaruhi produksi yang menggunakan bahan dasar

daging sapi khususnya pada pedagang bakso yang mulai mengurangi jumlah produksi

demi mencegah kerugian dan dari akibat kenaikan harga daging sapi akan

mempengaruhi kombinasi input dalam produksi bakso dengan mengkombinasika

jumlah tepung dengan daging sapi. (Liputan6, Kamis 17 Maret 2016, 11:15 WIB).

5. Kombinasi Bahan Baku dalam Produksi Bakso

Bakso adalah makanan khas Indonesia yang digemari banyak orang. Bahan

baku utama dalam pembuatan bakso adalah daging sapi dan bahan tambahan lainnya

seperti tepung, garam, es, Sodium Tripolyposphat (STPP) dan bumbu penyedap.

Garam dapur atau Natrium Klorida (NaCI) berfungsi mengekstraksi protein myofibril

daging untuk menentukan tekstur pada bakso. Salah satu upaya menghasilkan bakso

sapi dengan tekstur kenyal tetapi menggunakan daging sapi rendah adalah dengan

penambahan bahan pengikat seperti Sodium Tripolyposphat (STPP). Jumlah

penggunaan STTP yang diizinkan adalah 0,3% dari berat daging yang digunakan

(Harni, 2015).

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah

dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan

kemudian dibentuk seperti bola-bola lalu direbus dalam air panas. Produk olahan

(22)

pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau

dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang

tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan

masyarakat (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah tepung sagu.

Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang

digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tepung sagu

yang ditambahkan sebanyak 10% dari berat daging. Memang sering dijumpai,

terutama yang dijalanan, bakso yang tepungnya mencapai 30- 40% dari berat daging.

Bakso seperti ini diduga rasa dan mutunya kurang bagus (Wibowo, 2006)

Selain bahan yang telah disebutkan, digunakan juga bumbu-bumbu yaitu

cukup garam dapur dan bumbu penyedap yang dibuat dari bawang putih dan merica.

Bawang putih mempunyai jenis yang cukup banyak tetapi tidak ada perbedaan yang

menyolok kecuali pada bentuk umbinya. Senyawa allicin pada bawang putih

merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih penting untuk

mencegah atherosclerosis dan penyakit jantung. Bawang putih mengandung yodium

yang tinggi dan banyak mengandung sulfur (Wirakusumah, 2000).

Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai

pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Hal ini

banyak tergantung faktor-faktor luar, dalam lingkungan, pH, dan suhu. Garam

menjadi efektif pada suhu rendah dan kondisi yang lebih asam. Garam dapur yang

(23)

11

Penggunaan es batu atau air es sangat penting dalam pembentukan tekstur

bakso. Dengan adanya es, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein

daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein

berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan

sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama

perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat

digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging

(Wibowo, 2006).

Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar

selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang

dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

6. Alur Pembuatan Bakso Daging Sapi

Daging segar yang telah dipilih dihilangkan lemak dan uratnya kemudian

dipotong-potong kecil untuk memudahkan proses penggilingan. Es batu dimasukkan

pada waktu penggilingan untuk menjaga elastisistas daging, sehingga bakso yang

akan dihasilkan akan lebih kenyal. Daging yang telah lumat dicampur dengan tepung

sagu dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu daging digiling kembali

sehingga daging, tepung, dan bumbu dapat tercampur homogeny membentuk adonan

yang halus (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Adonan yang terbentuk dituang kedalam wadah, siap untuk dicetak berbentuk

(24)

mengepal-ngepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat

akan berbentuk berupa bulatan. Dapat juga digunakan sendok kecil untuk

mencetaknya. Bulatan bulatan bakso yang telah terbentuk kemudian langsung direbus

di dalam panci bakso matang yang ditandai dengan mengapunya bakso kepermukaan.

Bakso yang telah matang ditirskan atau diangkat, setelah dingin bakso dapat dikemas

atau dipasarkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

7. Teori Pendapatan

Menurut Hernanto (1995), besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari

suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya

seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi

penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap

dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat

terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian,

sehingga bila harga produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani juga

berubah.

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur

penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil

perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau

biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang

(25)

13

Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang

dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya

tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung

pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap

adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Secara

matematis untuk menghitng pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut :

Π = Y. Py-∑ Xi.Pxi-BTT

Keterangan :

Π = Pendapatan (Rp) Y = Hasil produksi (Kg) Py = Harga hasil produksi (Rp) Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,…n)

Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)

BTT = Biaya tetap total

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat

dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dengan

biaya (Revenue Cost Ratio). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

R/C = PT/BT Keterangan :

R/C = Nisbah Penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total (Rp)

(26)

Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

a. Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan karena penerimaan lebih

besar dari biaya.

b. Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian karena penerimaan lebih

kecil dari biaya.

c. Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimaan sama

dengan biaya.

8. Kenaikan Harga Daging Sapi

Menurut Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup

(PSDLH) Kemendesa Faizul Ishom. Konsumsi daging sapi orang Indonesia hanya 2,2

kg per kapita/tahun dan termasuk masih rendah dibandingkan dengan negara lain,

seperti Argentina yang mencapai 55 kg per kapita/tahun, Brazil 40 kg per

kapita/tahun, dan Jerman 40-45 kg per kapita/tahun. Sementara Singapura dan

Malaysia sebanyak 15 kg per kapita/tahun (http://www.antaranews.com).

Penyebab kenaikan harga daging sapi adalah pembatasan impor daging sapi

yang diterapkan oleh pemerintah. Menurut Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo

mengatakan naiknya harga daging sapi di pasaran bisa dilihat beberapa sebab.

Pertama, pasokan sapi di berbagai daerah yang masih belum cukup, kedua, adanya

permainan harga daging sapi di pasaran, dan datagnya hari raya besar

(27)

15

9. Teori Respon

Respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan

atau balasan (respon) terhadap rangsangan atau stimulus (Wirawan, Sarlito, 1995).

Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan (reaction).

Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan reaksi terhadap

rangsang yang diterima oleh panca indra. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi

ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi, dan partisipasi. Respon pada prosesnya

didahului sikap seseorang karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan

seseorang untuk bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi,

berbicara mengenai respon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap. Respon

juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum

pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak

suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003).

Respons adalah kepribadian seseorang yang diwujudkan dalam perbuatan

nyata, pendapat, pendirian, keyakinan dalam menghadapi rangsangan. Tindakan

manumur merupakan suatu jawaban (respons) atas serangkaian rangsangan

(stimulans) yang berasal dari luar akal perilakunya (Salim Agus, 2008)

Menurut skinner, seperti yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner

(28)

10. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian terdahulu oleh Yuafni Pratiwi (2009) dengan judul

“Respon Pedagang Terhadap Kenaikan Harga Kedelai Di Kota Yogyakarta”,

menunjukkan bahwa respon dipengaruhi oleh profil petani yang terdiri dari umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan, sikap, dan perubahan perilaku. Total sikap pedagang tahu dan tempe adalah netral yang terdiri dari volume dan omzet penjualan totalnya adalah turun, dari segi perubahan perilakunya baik pedagang tahu dan tempe adalah negatif. Secara keseluruhan pedagang tahu dan tempe memberikan respon netral terhadap kenaikan harga kedelai.

Menurut penelitian terdahulu oleh Norman Yakub Adisiswo (2014) dengan

judul “Respon Pedagang Pengecer Terhadap Kenaikan Harga Daging Sapi Di Pasar

Rebom Kabupaten Purwakarta”, menunjukan bahwa respon dipengaruhi oleh

(29)

17

Menurut penelitian terdahulu oleh Eka Hermawan (2015) dengan judul

“Respon Pedagang Kaki Lima (PKL) Terhadap Kenaikan Harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) Di Kota Medan”, menunjukkan bahwa respon dipengaruhi oleh

persepsi dan sikap pedagang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa respon pedagang kaki lima terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah netral/tidak peduli dengan nilai -0,07, sebab berada diantara 0,33 sampai -0,33. Respon ini terjadi karena pedagang berupaya agar tetap bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang menekan mereka.

B. Kerangka Pemikiran

Terjadinya kenaikan harga daging sapi akan mempengaruhi jumlah penggunaan bahan baku daging sapi dalam produksi bakso, dimana jumlah pembelian daging sapi sangat tergantung pada harga dari bahan baku yang ada. Harga bahan baku yang rendah membuat jumlah pembelian daging sapi dan keuntungan produksi menjadi tinggi sedangkan bila harga bahan baku tinggi, maka ada kecenderungan pengurangan dalam penggunaan daging sapi sebagai bahan baku utama dalam produksi bakso, sehingga jumlah pembelian daging sapi dan keuntungan dalam usaha produksi bakso menjadi rendah. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka objek adalah kenaikan harga daging sapi dan pelakunya adalah pedagang bakso sapi.

(30)
[image:30.612.118.532.300.666.2]

telur. Bahan pelengkap meliputi penggunaan bumbu sajian, sayur-sayuran, mie, pangsit, dan tahu. Selain itu, bahan bakar, kemasan, jumlah produksi, tenaga kerja, harga penjualan, biaya dan pendapatan juga akan dipengaruhi oleh kenaikan harga daging sapi. Untuk mengetahui identitas pedagang dilihat dari profil pedagang meliputi umur, pendidikan, dan jumlah anggota keluarga, kemudian dari profil usaha yaitu pengalaman usaha, modal, dan pendapatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Profil pedagang bakso sapi dan

profil usahanya yaitu :

 Profil Pedagang :

1. Usia

2. Pendidikan

3. Jumlah anggota keluarga

 Profil Usaha :

1. Pengalaman Usaha

2. Modal Usaha

3. Pendapatan Usaha

Kenaikan Harga Daging Sapi

Pedagang Bakso

Respon Pedagang

 Perubahan Perilaku :

1. Bahan baku Utama

2. Bahan tambahan

3. Bahan bakar

4. Tenaga kerja

5. Jumlah produksi bakso

6. Bahan pelengkap

7. Kemasan

8. Biaya produksi

9. Harga penjualan

(31)

19

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya

metode yang digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau meletakkan keadaan subyek atau obyek penelitian, dapat

berupa individu, lembaga, masyarakan dan sebagainya (Nawawi 2001). Tujuan

metode penelitian ini adalah untuk membuat deskriftif, gambaran secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki. Teknik pelaksanaan menggunakan metode survey yaitu metode yang

mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu

pengumpulan data pokok. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai respon

pedagang bakso yang menggunakan bahan dasar daging sapi dan yang

mengkombinasikan daging sapi dan ayam terhadap kenaikan harga daging sapi.

B. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini meliputi dua hal, yaitu

sebagai berikut :

1. Penentuan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan dibeberapa rumah makan atau warung pedagang

bakso menetap (permanent) yang menggunakan bahan dasar daging sapi. Data

(32)

1. Pengambilan Sampel

Berdasarkan data yang diambil dari Dinas Perindustian Kota Yogyakarta,

dapat diketahui bahwa dari 14 kecamatan jumlah pedagang bakso sebanyak 301

pedagang. Dan pengambilan sampel jumlah sampel pedagang bakso menentap

dilakukan dengan proportional sampling, yaitu dengan mengambil tingkat proporsi

[image:32.612.113.534.290.522.2]

yang sama. Pengambilan sampel pedagang bakso dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Pedagang Bakso di Kota Yogyakarta

No Kecamatan Jumlah Populasi Pedagang Jumlah Sampel

1 Danurejan 13 2

2 Gedong Tangen 25 3

3 Gondokusuman 34 6

4 Gondomanan 13 2

5 Jetis 16 3

6 Kotagede 34 6

7 Kraton 26 3

8 Mantrijeron 13 2

9 Mergangsan 18 3

10 Ngampilan 13 2

11 Pakualaman 13 2

12 Tegalrejo 36 6

13 Umbulharjo 34 6

14 Wirobrajan 23 4

Jumlah 301 50

*Sumber : Dinas Perindustrian Kota Yogyakarta (2016)

Pengambilan sampel pedagang bakso menetap pada setiap 14 kecamatan

dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu dengan cara undian

sebanyak 50 responden.

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini menggunakan dua jenis data yang akan mendukung selama

(33)

21

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi sebelumnya

dan wawancara secara langsung terhadap responden secara personal dan observasi di

lapangan. Data primer dari pedagang bakso meliputi profil pedagang yaitu umur,

pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman usaha, kemudian dari profil

usaha yaitu modal usaha dan pendapatan usaha, dan respon atau prilaku pedagang

yang meliputi jumlah penggunaan bahan baku, bahan tambahan, volume penjualan

dalam sehari, harga jual bakso, dan jumlah penggunaan tenaga kerja.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dengan cara

mencatat data yang didapatkan dari kantor, Dinas Perindustrian Kota Yogyakarta.

Teknik pencatatan dilakukan untuk mencatat data sekunder yang digunakan untuk

memperkuat hasil analisis data primer. Data tersebut meliputi daftar jumlah pedagang

bakso menetap atau permanent yang ada di Kota Yogyakarta dan data harga daging

sapi dari bulan Januari 2015-Februari 2016.

D. Pembatasan Masalah

1. Respon yang diteliti hanya meliputi perilaku penggunaan bahan baku produksi

bakso, bahan tambahan, bahan pelengkap, bahan bakar, kemasan, jumlah

produksi, harga jual, tenaga kerja, biaya produksi, dan pendapatan.

2. Pedagang yang menjadi sampel yaitu pedagang bakso menetap (permanent) yang

(34)

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Profil pedagang adalah gambaran umum berbagai karakter pedagang yang

meliputi umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman usaha.

a. Umur adalah umur pedagang bakso sapi yang dihitung sejak lahir sampai

pada saat penelitian dilakukan dan diukur dangan satuan tahun.

b. Pendidikan merupakan proses belajar yang ditempuh oleh pedagang pada

tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP),

sekolah menengah atas (SMA), diploma atau sarjana dan tidak menempuh

pendidikan.

c. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal

dalam satu rumah termasuk pemilik usaha itu sendiri, diukur dengan satuan

orang.

2. Profil usaha adalah gambaran usaha pedagang bakso meliputi, pengalaman,

modal, dan pendapatan usaha.

a. Pengalaman adalah seberapa lama pedagang dalam menjalankan usaha, diukur

dalam satuan tahun.

b. Modal adalah berupa jumlah uang dalam pembelian bahan baku produksi

bakso sebelum kenaikan harga daging sapi, diukur dengan satuan rupiah.

c. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga

jual, dihitung dalam satuan rupiah.

d. Pendapatan adalah hasil pengurangan dari penerimaan dan total biaya,

(35)

23

3. Respon pedagang bakso sapi adalah perilaku pedagang setelah kenaikan harga

daging sapi. Perilaku pedagang merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan

pedagang bakso sapi setelah terjadi kenaikan harga daging sapi yaitu :

a. Penggunaan bahan baku utama bakso dalam satu kali proses produksi sebelum

dan sesudah kenaikan harga daging sapi adalah :

1) Jumlah penggunaan daging sapi dalam produksi bakso, dan kombinasi

daging sapi dan ayam diukur dalam satuan kilogram (kg).

2) Jumlah penggunaan tepung sagu dalam mengkombinasikan dengan

daging sapi, diukur dalam satuan kilogram (kg).

3) Jumlah penggunaan daging ayam sebagai bahan tambahan menu mie

ayam dan bakso, diukur dalam satuan kilogram (kg).

b. Penggunaan bahan tambahan dalam satu kali proses produksi sebelum dan

sesudah kenaikan harga daging sapi adalah :

1) Jumlah penggunaan bumbu dalam produksi sehari, diukur dalam

satuan bungkus dan kilogram (kg).

2) Jumlah penggunaan es batu dalam proses penggilingan bakso, diukur

dalam satuan bungkus (bks).

3) Jumlah penggunaan telur ayam ras sebagai bahan isi bakso jumbo

dalam produksi sehari, diukur dalam satuan butir.

c. Penggunaan bahan pelengkap dalam satu kali proses produksi sebelum dan

sesudah kenaikan harga daging sapi yaitu :

(36)

diukur dalam satuan bungkus dan botol.

2) Jumlah penggunaan sayur-sayuran sebagai bahan tambahan menu,

diukur dalam satuan ikat.

3) Jumlah penggunaan mie sebagai bahan tambahan menu, diukur dalam

satuan bungkus dan kilogram (kg).

4) Jumlah penggunaan pangsit dan tahu, sebagi bahan pelengkap menu

mie ayam dan bakso, diukur dalam satuan bungkus dan kilogram (kg).

d. Jumlah penggunaan bahan bakar atau gas dalam produksi sehari, diukur

dengan satuan kilogram (kg).

e. Jumlah penggunaan kemasan atau wadah yang dibawa pulang pembeli, diukur

dalam satuan lembar.

f. Tenaga kerja, adalah jumlah tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga

sebelum dan sesudah kenaikan harga daging sapi, diukur dengan satuan orang.

g. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan dalam produksi sehari, sebelum

dan sesudah kenaikan harga daging sapi, diukur dalam satuan rupiah.

h. Jumlah produksi bakso ukuran jumbo, jumbo telur, sedang, dan kecil, diukur

dalam satuan butir.

i. Harga jual bakso adalah harga jual bakso per mangkok sebelum dan sesudah

kenaikan harga daging sapi,diukur dalam satuan rupiah.

j. Volume penjualan adalah jumlah mangkok yang terjual dalam sekali

penjualan, diukur dalam satuan mangkok.

(37)

25

bakso dan mie ayam sebelum dan sesudah kenaikan harga daging sapi diukur

dalam satuan rupiah.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data dari hasil

wawancara responden, setelah semua data terkumpul maka akan diolah. Data

dianalisis menggunakan metode Analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan

analisis data yang berupa identitas responden dan proses tindakan pedagang bakso

sapi.Analisis ini dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama, kemudian

dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase yang terbesar merupakan

faktor yang dominan dari masing-masing variable yang diteliti. Analisis ini

merupakan kegiatan mengumpulkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya

tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

(Sugiyono, 2011).

Adapun data yang akan diolah yakni, indentitas profil pedagang, identitas

profil usaha dan perilaku pedagang bakso sapi. Data identitas pedagang yakni, profil

pedagang meliputi umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman

usaha, adapun profil usaha meliputi modal dan pendapatan usaha. Perilaku pedagang

yang akan dianalisis yakni, penggunaan bahan baku utama dalam produksi bakso,

bahan tambahan, bahan pelengkap, bahan bakar, jumlah penggunaan kemasan,

jumlah produksi bakso, penentuan harga jual menu bakso dan mie ayam, jumlah

(38)

pengeluaran dalam produksi sehari sebelum dan sesudah kenaikan harga daging sapi,

dan jumlah pendapatan yang diterima sebelum dan sesudah kenaikan harga daging

(39)

27

IV. KEADAAN UMUM KOTA YOGYAKARTA

A. Keadaan Alam

1. Batas wilayah

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan

satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota di samping 4 daerah tingkat II

lainnya yang berstatus kabupaten. Wilayah Kota Yogyakarta memiliki ketinggian

rata-rata 114 m di atas permukaan laut (http://jogjakota.bps.go.id). Kota Yogyakarta

terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sleman

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Sleman

2. Kondisi geografis

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari

barat ke timur relative datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1

derajat, serta terdapat 3 sungai yang melintasi Kota Yogyakarta, yaitu :

Sungai Gajahwong yang mengalir di bagian Timur kota Sungai Code di bagian Tengah, dan

(40)

3. Luas wilayah

Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan

daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,50 km2 atau 1,025% dari luas wilayah Propinsi

DIY. Untuk luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 kecamatan, 45 kelurahan,

616 RW dan 2.532 RT, serta dihuni oleh 412.704 jiwa dengan kepadatan rata-rata

12.699 jiwa per km2. (BPS Kota Yogyakarta dalam angka tahun 2015).

B. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Yogyakarta sangat padat yaitu dengan luas wilayah

32,50 km2 dan kepadatan penduduk Kota Yogyakarta adalah 12.669 jiwa per km2.

Berikut ini tabel jumlah kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kota Yogyakarta.

[image:40.612.112.531.441.514.2]

(BPS Kota Yogyakarta dalam angka tahun 2016).

Tabel 5. Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta

Tahun Jumlah

Penduduk (Jiwa) (Jiwa/kmKepadatan 2) Penduduk (%)Pertumbuhan

2013 412.059 12.679 0,35

2014 397.398 12.228 0,37

2015 412.704 12.669 0,21

Sumber : BPS Kota Yogyakarta dalam angka tahun 2016

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa dalam setiap tahun jumlah penduduk di

Kota Yogyakarta mengalami penurunan dari tahun 2013 sebanyak 412.059 penduduk

jiwa, tahun 2014 sebanyak 397.398 penduduk jiwa, dan pada tahun 2015 meningkat

sebanyak 412.704 jiwa. Faktor yang menyebabkan menurunnya jumlah penduduk

adalah banyaknya transmigran yang meninggalkan Kota Yogyakarta. Pada umumnya

(41)

29

tahunnya. Keadaan ini disebabkan oleh adanya kelahiran, kematian, dan perpindahan

penduduk baik keluar maupun masuk.

1. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kota Yogyakarta

[image:41.612.116.528.411.681.2]

Komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat digunakan untuk mengetahui keadaan penduduk berdasarkan umur yang produktif maupun non produktif. Sedangkan untuk struktur jenis kelamin akan sangat menentukan kebutuhan dasar penduduk dalam proses pembangunan dan dapat diketahui apakah lebih cenderung pria atau wanita yang mendomisilinya. Jika suatu daerah mempunyai penduduk umur produktif lebih besar, maka daerah tersebut akan lebih cepat mengalami kemajuan. Oleh karena itu, secara rinci dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Keterangan Umur (tahun) Pria (orang) Wanita (orang) Jumlah total Kelompok

Umur Produktif

15 – 19 17.474 19.389 36.863

20 – 24 25.287 27.000 52.287

25 – 29 21.033 18.889 39.922

30 – 34 15.649 15.309 30.958

35 – 39 14.039 14.437 28.476

40 – 44 13.154 14.264 27.418

45 – 49 13.342 14.813 28.155

50 – 54 12.245 13.688 25.933

55 – 59 10.140 11.529 21.669

Jumlah 183.531 188.368 371.899

Kelompok Umur non produktif

0 – 4 13.931 13.280 27.211

5 – 9 13.744 12.994 26.738

10 – 14 13.493 12.776 26.269

60 – 64 6.686 7.073 13.759

65 – 69 4.027 5.295 9.322

70 – 74 2.996 4.329 7.325

75 + 3.842 6.557 10.399

Jumlah 17.551 23.254 40.805

(42)
[image:42.612.114.529.321.407.2]

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa penduduk yang masih produktif lebih besar dari yang non produktif yakni pada kelompok umur 20-24 tahun. Hal ini juga ditunjukkan dengan jenis kelamin yang didominasi umur produktif tersebut yaitu wanita. Kebanyakan dari jumlah wanita cenderung memiliki kegiatan utama yang tugasnya sebagai pedagang dan menjadi ibu rumah tangga. Hal ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 menurut kegiatan utama penduduk berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 7. Kegiatan utama Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Kegiatan utama Pria (orang) Wanita (orang) Jumlah total

Bekerja 114.877 95.172 210.049

Mencari kerja 6.186 6.091 12.277

Sekolah 26.810 29.578 56.388

Lainnya 12.478 42.119 54.597

Jumlah 160.351 172.96 333.311

Sumber : BPS Kota Yogyakarta tahun 2016

(43)

31

2. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan

[image:43.612.122.528.347.477.2]

Pendidikan dapat menjadi salah satu tolak ukur kemajuan dan faktor yang menyebabkan sikap, tingkah laku dan pola pikir seseorang dalam menjalankan dalam suatu kegiatan sehari-hari. pemerintah melakukan pembangunan pendidikan dasar sampai dengan tingkat pendidikan menengah dan pendidikan atas demi terciptanya pelaksanaan wajib belajar Sembilan tahun bagi penduduk. Keberhasilan wajib belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran penduduk untuk menunjang proses belajar mengajar.

Tabel 8. Komposisi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan Persentase (%)

1 Belum tamat SD 7,51

2 SD 14,29

3 SLTP 16,52

4 SLTA 45,54

5 Diploma I/II 0,58

6 Akademi/D-III 4,32

7 PT/D-IV/S2/S3/S-1 Graduate/Post Graduate 11,24 Sumber : BPS Kota Yogyakarta tahun 2016

(44)

C. Keadaan Perekonomian

Kinerja perekonomian daerah dapat diketahui dari beberapa indikator, antara lain pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan laju inflasi. Beberapa indikator tersebut tidak seluruhnya dapat dikontrol oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, tetapi faktor pendukungnya relatif dapat dikontrol, antara lain adanya kepastian hukum, mekanisme perijinan dan kondisi ketertiban serta keamanan.

1. Kondisi perekonomian

[image:44.612.117.528.524.597.2]

Kota Yogyakarta dikenal sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta yang menyandarkan prekonomiannya kepada sektor-sektor sekunder dan tersier seperti industri pengolahan, perdagangan, hotel, transportasi, telekomunikasi, keuangan, sewa, jasa perusahaan dan jasa-jasa. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan PDRB selama 4 (empat) tahun yaitu 2007 – 2010. Pertumbuhan Perekonomian di Kota Yogyakarta lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomidi Kota Yogyakarta 2012-2015

Tahun Persentase (%)

2012 5,40

2013 5,47

2014 5,30

2015 4,16

Sumber : BPS Kota Yogyakarta tahun 2016

(45)

33

begitupun juka dibandingkan pada tahun 2013 dengan jumlah presentase 5,47 dan tahun 2012 mencapai 5,40 persen lebih rendah dibanding pada tahun setelahnya. (http://jogjakota.bps.go.id)

2. Fungsi restoran/rumah makan

Fungsi restoran/rumah makan sebagai pelayanan masyarakat dan salah satu

pendukung infrastruktur pendukung pariwisata. Dan Kota Yogyakarta sebagai salah

satu kota tujuan pariwisata di Indonesia terkenal dengan aktivitas pariwisatanya.

Banyak wisatawan baik lokal maupun internasional yang datang ke Kota Yogyakarta

menjadikan kota ini harus siap dengan segala infrastruktur pendukung kegiatan

pariwisatanya. Infrastruktur pendukung pariwisata tersebut antara lain hotel,

khususnya rumah makan, tempat parkir dan lain sebagainya

(http://jogjakota.bps.go.id). Untuk mengetahui jumlah usaha makan dan minuman

[image:45.612.113.531.497.567.2]

dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Data Jumlah Industri di Kota Yogyakarta

Tahun Jumlah Restoran/Rumah makan

2012 6.565

2013 6.565

2014 5.133

2015 5.409

Sumber : Dinas Perindustrian Kota Yogyakarta tahun 2015

Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa rata-rata jumlah industri di Kota

Yogyakarta pada tahun 2012 yaitu 6.565 unit usaha dan tidak mengalami perubahan

pada tahun 2013, kemudian pada tahun 2014 jumlah unit usaha mengalami penurunan

(46)

peningkatan pada tahun 2015 denganjumlah industri tercatat 5.409 unit dibanding

(47)

35

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pedagang Bakso

Respon pedagang bakso terhadap kenaikan harga daging sapi dibedakan

berdasarkan perilaku pedagang yang hanya menggunakan bahan baku daging sapi

dan pedagang yang mengkombinasikan daging sapi dan ayam. Perilaku pedagang

yang menggunakan bahan baku daging sapi maupun yang mengkombinasikan daging

sapi dan ayam terbagi menjadi dua bagian yaitu pedagang menengah ke atas dan

pedagang menengah ke bawah, adapun dari kedua bagian tersebut dilihat berdasarkan

data yang diperoleh dari lapangan yaitu dari 50 sampel responden dengan total rata

-rata jumlah penggunaan daging sapi yaitu 3,29 kg, sehingga terbagi menjadi dua

bagian yaitu pedagang menengah ke atas menggunakan daging sapi sebanyak empat

kg atau lebih, dan pedagang menengah ke bawah menggunakan daging sapi sebanyak

tiga kg atau kurang. Adapun pembagian tersebut dilihat berdasarkan jumlah

penggunaan daging sapi maksimal rata-rata empat kg pas atau lebih dan minimal rata

-rata tiga kg pas atau kurang, alasan pembagian kelompok tersebut dikarenakan -rata

-rata jumlah penggunaan daging sapi tidak terdapat atau lebih dari 3,5 dan 4,5 kg. Dan

untuk mengetahui kenaikan harga daging sapi yang dialami oleh pedagang dapat

(48)
[image:48.612.117.527.118.296.2]

Tabel 11. Rata-rata Harga Daging Sapi yang dialami oleh Pedagang Bakso

Kelompok Pedagang Bakso Jumlah

Pedagang (orang)

Harga Daging Sapi (Rp) Presentase

(%)

Sebelum Sesudah

Daging sapi

4 kg atau lebih 9 105.556 115.588 1,09

3 kg atau kurang 34 106.912 114.444 0,01

Jumlah 43

Kombinasi daging sapi dan ayam

4 kg atau lebih 3 105.000 117.500 1,11

3 kg atau kurang 4 105.000 115.000 1,09

Jumlah 7

Total Rata-rata 106.400 115.500 0,11

Berdasarkan Tabel 11 pada kelompok daging sapi, pedagang yang lebih

mengalami beban akibat kenaikan harga daging sapi yaitu pada pedagang menengah

ke atas sebanyak sembilan pedagang dengan harga daging sapi sebesar Rp.115.588.

Pedagang yang mengalami beban lebih merupakan pedagang yang membeli daging

sapi di pasaran dimana didukung oleh salah satu informasi dari liputang 6

bahwasanya terjadi kenaikan harga daging sapi disebabkan adanya permainan harga

dipasaran, sedangkan pedagang yang memiliki beban biaya lebih sedikit yaitu

merupakan pedagang yang membeli daging sapi pada langgananya.

Begitupun pada kelompok kombinasi daging sapi dan ayam, pedagang yang

lebih mengalami beban kenaikan harga daging sapi yaitu pada pedagang menengah

ke atas sebanyak tiga orang dengan harga pembelian sebesar Rp.117.500. Dengan

kenaikan harga daging sapi tentu akan mempengaruhi respon pedagang, dalam

kegiatan produksi baksonya. Dan untuk mengetahui profil pedagang bakso sapi

(49)

37

1. Umur

Umur merupakan rentang umur pedagang bakso di Kota Yogyakarta yang

dihitung mulai dari waktu lahir sampai pada waktu pengambilan data. Untuk rentang

umur pedagang dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Berdasarkan Umur

Kelompok Pedagang Bakso Rentang Umur (Tahun)

25-37 (%) 38-51 (%) 52-66 (%)

Daging Sapi

4 kg atau lebih 1 2 6 12 2 4

3 kg atau kurang 8 16 16 18 10 20

Jumlah 9 18 22 44 12 24

Kombinasi Daging Sapi dan Ayam

4 kg atau lebih 1 2 2 4 0 0

3 kg atau kurang 2 4 0 0 2 4

Jumlah 3 6 2 4 2 4

Total 12 24 24 48 14 28

Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa umur dari pemilik usaha bakso

sapi adalah 25 tahun sampai 66 tahun dengan umur rata-rata yaitu 46 tahun dan

tergolong umur produktif. Pada umur tersebut mereka memiliki kekuatan fisik yang

bagus dan semangat kerja yang tinggi, sehingga dapat mengelola usaha bakso dengan

baik mulai dari produksi sampai dengan penjualannya.

2. Pendidikan

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan pedagang meliputi SD, SMP,

SMA/SMK sederajat dan perguruan tinggi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

(50)
[image:50.612.118.531.123.255.2]

Tabel 13. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Kelompok Pedagang Bakso Jumlah Redagang (orang)

SD (%) SMP (%) SMA (%) S1 (%)

Daging Sapi

4 kg atau lebih 2 4 4 8 3 6 0 0

3 kg atau kurang 6 12 15 30 12 24 1 2

Kombinasi Daging Sapi dan Ayam

4 kg atau lebih 0 0 0 0 2 4 1 2

3 kg atau kurang 0 0 2 4 2 4 0 0

Jumlah 8 16 21 42 19 38 2 4

Ket : (%) Presentase jumlah respoden

Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan pemiliki

usaha bakso yang dominan adalah SMP, dan tingkat SMA/SMK sederajat sebanyak.

Dalam usaha produksi bakso tidak diperlukan pendidikan yang tinggi, dengan

tamatan SMP dan SMA ini sudah bisa dilakukan. Selain itu terdapat dua pedagang

yang memiliki pendidikan lebih tinggi yaitu setara S1, dimana pedagang tersebut

memiliki kemampuan mengatur strategi penjualan yang baik. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat pendidikan pemilik usaha bakso sudah cukup baik dan memiliki

kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan, dan akan berpengaruh terhadap upaya

dalam produksi, pola pikir dan usaha untuk meningkatkan produksi bakso.

3. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah tanggungan keluarga termasuk

pemiliki usaha. Anggota keluarga berperan sebagai tenaga kerja dalam keluarga yang

(51)

39

Tabel 14. Distribusi Pedagang Bakso berdasarkan Anggota Keluarga

Kelompok Pedagang Bakso Jumlah Pedagang (orang)

Jumlah Anggota Keluarga (orang)

3-4 (%) 5-6 (%)

Daging Sapi

4 kg atau lebih 7 14 2 4 3

3 kg atau kurang 29 58 5 10 2

Jumlah 36 72 7 14 5

Kombinasi Daging Sapi dan Ayam

4 kg atau lebih 3 6 0 0 2

3 kg atau kurang 2 4 2 4 3

Jumlah 5 10 2 4 5

Total 41 82 9 18 10

Ket : (%) Presentase jumlah responden

Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota

keluarga pemilik usaha bakso yaitu tiga sampai enam orang. Pada kelompok daging

sapi, jumlah pedagang yang dominan adalah pada pedagang menengah ke bawah

dengan presentase sebesar 58 persen dengan jumlah rata-rata anggota keluarga yaitu

3-4 orang, akan tetapi jumlah penggunaan tenaga kerja yang paling banyak digunakan

yaitu pada pedagang menengah ke atas sebanyak tiga orang.

Kemudian pada kelompok kombinasi daging sapi dan ayam, jumlah pedagang

bakso yang paling banyak yaitu pada pedagang menengah ke atas sebanyak enam

persen dengan rata-rata jumlah anggota keluarga yaitu 3-4 orang, akan tetapi jumlah

penggunaan tenaga kerja dalam kuluarga yang paling banyak digunakan yaitu pada

pedagang menengah ke bawa yaitu sebanyak tiga orang. Hal ini menunjukkan bahwa

jumlah anggota keluarga yaitu sumber ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang

(52)

B. Profil Usaha Pedagang Bakso

Profil usaha bakso sapi dan mie ayam di Kota Yogyakarta berdasarkan

pengalaman usaha, modal dan pendapatan sebelum kenikan harga daging sapi di Kota

Yogyakarta.

1. Pengalaman usaha

Pedagang yang memiliki pengalaman yang sangat lama dalam produksi bakso

tentu akan memahami cara produksi bakso dan penggunaan bahan baku yang ada

dengan mengantisipasi adanya kenaikan harga daging sapi. Dan untuk mengetahui

[image:52.612.119.529.379.544.2]

seberapa lama pengalaman pemilik usaha bakso dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Distribusi Berdasarkan Pengalaman Usaha Pedagang Bakso

Kelompok Pedagang Bakso Rentang Pengalaman (Tahun)

4-13 (%) 14-22 (%) 23-35 (%)

Daging Sapi

4 kg atau lebih 2 4 0 0 6 12

3 kg atau kurang 6 12 12 24 16 32

Jumlah 8 16 12 24 22 44

Kombinasi Daging Sapi dan Ayam

4 kg atau lebih 0 0 3 6 0 0

3 kg atau kurang 2 4 1 2 2 4

Jumlah 2 4 4 8 2 4

Total 10 20 16 32 24 48

Ket : (%) Presentase jumlah responden

Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa pengalaman kerja usaha bakso

di Kota Yogyakarta adalah 4-35 tahun dengan rata-rata lama pengalaman yaitu 21

tahun. Adapun jumlah pedagang yang dominan berpengalaman dalam usaha produksi

bakso yaitu pada kelompok daging sapi menengak ke bawah. Pedagang yang

(53)

41

dalam penggunaan bahan baku, sehingga pedagang tersebut dapat memperkirakan

jumlah penggunaan bahan yang akan digunakan. Selain itu, pedagang yang memiliki

sedikit pengalaman dalam usaha produksi bakso cenderung pedagang yang

kekurangan informasi terkait cara penggunaan bahan baku dalam produksi bakso

apabila kenaikan harga daging sapi terus meningkat.

2. Modal usaha sebelum kenaikan harga daging sapi

Dalam kegiatan usaha produksi bakso diperlukan biaya bahan baku, bahan

tambahan, bahan pelengkap, bahan bakar, kemasan, dan biaya tenaga kerja. Pada

tabel di bawah ini merupakan tabel modal atau biaya operasional yang dikeluarkan

oleh pedagang bakso sebelum kenaikan harga daging sapi, untuk lebih jalasnya dapat

dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Rata-rata Biaya Produksi Bakso dan Mie ayam dalam sehari Sebelum

Kenaikan Harga Daging Sapi

Kelompok Pedagang Bakso Biaya (Rp) Produksi (mangkok)

Daging Sapi

4 kg atau lebih 1.361.103 243

3 kg atau kurang 531.049 117

Kombinasi Daging Sapi dan Ayam

4 kg atau lebih 931.453 250

3 kg atau kurang 790.631 148

Berdasarkan Tabel 16 pada kelompok daging sapi, biaya operasional yang

paling banyak dikeluarkan yaitu pedagang menengah ke atas dengan biaya sebesar

Rp.931.453. Pedagang yang mengeluarkan banyak biaya adalah pedagang yang

memiliki jumlah produksi paling banyak, sedangkan pedagang yang mengeluarakan

[image:53.612.116.532.456.557.2]
(54)

Kemudian pada kelompok kombinasi daging sapi dan ayam, jumlah biaya

operasional yang paling banyak dikeluarkan yaitu oleh pedagang menengah ke atas

dengan biaya sebesar Rp. 931.453. Adapun pada pedagang menengah ke bawah yaitu

pedagang yang memiliki jumlah pengeluaran yang sedikit dengan jumlah produksi di

bawah 200 mangkok.

Dari secara keseluruhan yang dominan dalam jumlah biaya pengeluaran yaitu

pada kelompok daging, sedangkan pada pedagang yang mengkombinasikan daging

sapi dan ayam tidak memiliki biaya pengeluaran banyak bila dibandingkan dengan

pedagang yang hanya menggunkan bahan dasar daging sapi saja. Akan tetapi,

meskipun pada pedagang kombinasi memiliki biaya pengeluaran lebih kecil,

pedagang tersebut memiliki jumlah produksi bakso dan mie ayam yang paling

banyak, karena dengan mengkombinasikan daging ayam dan jumlah produksi bakso

ukuran kecil lebih banyak maka jumlah volume penjualan akan banyak.

3. Pendapatan usaha sebelum kenaikan harga daging sapi

Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh pedagang dari hasil

penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi sehari. Adapun pendapatan yang

(55)

43

Tabel 17. Rata-rata Pendapatan Pedagang Bakso dalam sehari Sebelum Kenaikan

Kenaikan Harga Daging Sapi

Kelompok Pedagang Bakso

Penerimaan (Rp)

Total Biaya (Rp)

Pendapatan (Rp)

Presentase (%)

Daging Sapi

4 kg atau lebih 2.361.517 1.361.103 1.000.414 0,73

3 kg atau kurang 1.117.641 531.049 586.592 1,10

Kombinasi Daging Sapi dan Ayam

4 kg atau lebih 2.282.341 931.453 1.350.888 1,45

3 kg atau kurang 1.199.000 790.631 408.369 0,52

Berdasarkan Tabel 17 pada kelompok daging sapi, pedagang menengah ke

atas merupakan pedagang yang memiliki tingkat pendapatan tinggi yaitu

Rp.1.000.414. Pedagang yang memperoleh pendapatan yang tinggi akan lebih

mampu membeli daging sapi ketika harga jual daging sapi mulai naik didukung dari

data pedagang bakso setelah kenaikan harga daging sapi di Kota Yogyakarta. Akan

tetapi pada kelompok kombinasi daging sapi dan ayam, pada pedagang menengah ke

atas memiliki pendapatan lebih tinggi yaitu sebesar Rp.1.350.888 bila dibandingkan

dengan pedagang yang hanya menggunakan bahan dasar daging sapi saja. Pedagan

Gambar

gambar 1.  Profil pedagang bakso sapi dan
Tabel 4. Jumlah Pedagang Bakso di Kota Yogyakarta
Tabel 5. Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Kota Yogyakarta
Tabel 6. Komposisi Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

penggunaan jamur kuping sebagai bahan pensubstitusi daging sapi terhadap. komposisi proksimat dan daya

Berapakah kadar protein bakso daging sapi dengan lama pengawetan

maka data yang digunakan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara adalah produksi daging sapi, impor sapi, konsumsi.. daging sapi dan harga

Judul Penelitian : Pengaruh Penggunaan Tepung Tempe Sebagai Bahan Pensubstitusi Daging Sapi Terhadap Komposisi Proksimat dan Daya Terima Bakso Nama Mahasiswa :

Predictors: (Constant), Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya, Impor Sapi, Konsumsi Daging Sapi, Produksi Daging Sapi. Dependent Variable: Harga

Berdasarkan konsep Kotler mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam penentuan harga, tujuan yang ingin dicapai informan untuk tetap berjualan dengan menaikkan harga

Maka untuk melihat Dampak dari Pandemi COVID-19 terhadap Pendapatan Pedagang daging sapi dan dampak sosial yang di hadapi para pedagang daging Sapi di Pasar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “DAMPAK KENAIKAN